Disusun Oleh
Kelompok 2
PRODI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS PUANGRIMAGGALATUNG SENGKANG
2021
BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA
Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama yaitu: lapisan
epidermis, lapisan dermis, dan lapisan subkutis. Lapisan epidermis terdiri atas:
(1) Stratum korneum (lapisan tanduk) merupakan lapisan kulit yang terluar dan terdiri
atas sel-sel gepeng yang mati, tidak berinti, dan keratin.
(2) Stratum lusidum merupakan lapisan sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma
yang telah menjadi protein.
(3) Stratum granulosum (lapisan keratohialin) yaitu dua atau tiga lapis selsel gepeng
dengan sitoplasma butir kasar dan berinti di antaranya.
(4) Stratum spinosum (stratum Malphigi) terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk
poligonal dengan besar yang berbeda akibat adanya proses mitosis.
(5) Stratum basale terbentuk oleh sel-sel berbentuk kubus (kolumnar) yang tersusun
vertikal dan berbaris seperti pagar (palisade).
Varicella
Definisi Varicella
Varicella adalah suatu penyakit infeksi virus akut dan menular, yang
disebabkan oleh Varicella Zoster Virus (VZV) dan menyerang kulit serta mukosa,
ditandai oleh adanya vesikel-vesikel. (Rampengan, 2008). Varisela yang mempunyai
sinonim cacar air atau chickenpox adalah infeksi akut primer oleh virus varisela-
zoster yang menyerang kulit dan mukosa yang secara klinis terdapat gejala konstitusi,
kelainan kulit polimorfi terutama dibagian sentral tubuh (Djuanda, 1993).
June M. Thomson mendefinisikan varisela sebagai penyakit yang disebabkan oleh
virus varisela-zoster (V-Z virus) yang sangat menular bersifat akut yang umumnya
menganai anak, yang ditandai oleh demam yang mendadak, malese, dan erupsi kulit
berupa makulopapular untuk beberapa jam yang kemudian berubah menjadi vesikel
selama 3-4 hari dan dapat meninggalkan keropeng (Thomson, 1986)
Varisela atau chickenpox atau yang dikenal dengan cacar air adalah infeksi primer
virus varicella-zoster (VZV) yang umumnya menyerang anak dan merupakan
penyakit yang sangat menular.( Hadinegoro.2010)
(http://www.medicinenet.com/image-collection/varicella_chicken_pox_picture/picture.htm)
Etiologi Varicella
Varicella disebabkan oleh Varicella Zoster Virus (VZV), termasuk
kelompok Herpes Virus dengan diameter kira-kira 150-200 nm. Inti virus disebut
Capsid, terdiri dari protein dan DNA dengan rantai ganda, yaitu rantai pendek (S) dan
rantai panjang (L) dan membentuk suatu garis dengan berat molekl 100 juta yang
disusun dari 162 capsomir dan sangat infeksius.
Varicella Zoster Virus (VZV) dapat ditemukan dalan cairan vesikel dan
dalam darah penderita Varicella sehingga mudah dibiakkan dalam media yang terdiri
dari Fibroblast paru embrio manusia.
Varicella Zoster Virus (VZV) dapat menyebabkan Varicella dan Herpes
Zoster. Kontak pertama dengan penyakit ini akan menyebabkan Varicella,
sedangkan bila terjadi serangan kembali, yang akan muncul adalah Herpes Zoster,
sehingga Varicella sering disebut sebagai infeksi primer virus ini. (Dumasari.2008)
Patogenesis Varicella
Masa inkubasi varicella 10 - 21 hari pada anak imunokompeten (rata - rata 14 -
17 hari) dan pada anak yang imunokompromais biasanya lebih singkat yaitu kurang
dari 14 hari. VZV masuk ke dalam tubuh manusia dengan cara inhalasi dari sekresi
pernafasan (droplet infection) ataupun kontak langsung dengan lesi kulit. Droplet
infection dapat terjadi 2 hari sebelum hingga 5 hari setelah timbul lesi dikulit.
VZV masuk ke dalam tubuh manusia melalui mukosa saluran pernafasan bagian
atas, orofaring ataupun conjungtiva. Siklus replikasi virus pertama terjadi pada hari ke
2 - 4 yang berlokasi pada lymph nodes regional kemudian diikuti penyebaran virus
dalam jumlah sedikit melalui darah dan kelenjar limfe, yang mengakibatkan terjadinya
viremia primer (biasanya terjadi pada hari ke 4 - 6 setelah infeksi pertama). Pada
sebagian besar penderita yang terinfeksi, replikasi virus tersebut dapat mengalahkan
mekanisme pertahanan tubuh yang belum matang sehingga akan berlanjut dengan
siklus replikasi virus ke dua yang terjadi di hepar dan limpa, yang mengakibatkan
terjadinya viremia sekunder. Pada fase ini, partikel virus akan menyebar ke seluruh
tubuh dan mencapai epidermis pada hari ke 14-16, yang mengakibatkan
timbulnya lesi dikulit yang khas. Seorang anak yang menderita varicella akan dapat
menularkan kepada yang lain yaitu 2 hari sebelum hingga 5 hari setelah timbulnya lesi
di kulit. (Dumasari.2008)
Pemeriksaan Diagnostik
Untuk pemeriksaan virus varicella zoster (VZV) dapat dilakukan beberapa test yaitu :
a. Tzanck smear
- Preparat diambil dari discraping dasar vesikel yang masih baru, kemudian
diwarnai dengan pewarnaan yaitu hematoxylin-eosin, Giemsa’s, Wright’s,
toluidine blue ataupun Papanicolaou’s Dengan menggunakan mikroskop
cahaya akan dijumpai multinucleated giant cells.
- Pemeriksaan ini sensitifitasnya sekitar 84%.
- Test ini tidak dapat membedakan antara virus varicella zoster dengan
herpes simpleks virus.
b. Direct fluorescent assay (DFA)
- Preparat diambil dari scraping dasar vesikel tetapi apabila sudah berbentuk krusta
pemeriksaan dengan DFA kurangsensitif.
- Hasil pemeriksaan cepat.
- Pemeriksaan ini dapat membedakan antara VZV dengan herpes simpleks virus.
c. Polymerase chain reaction (PCR)
e. Herpes zoster
Komplikasi yang lambat dari varicella yaitu timbulnya herpes zoster, timbul beberapa
bulan hingga tahun setelah terjadinya infeksi primer. Varicella zoster virus menetap
pada ganglion sensoris.
f. Reye syndrome
Ditandai dengan fatty liver dengan encephalophaty. Keadaan ini berhubungan dengan
penggunaan aspirin, tetapi setelah digunakan acetaminophen (antipiretik) secara luas,
kasus reye sindrom mulai jarang ditemukan. (Dumasari.2008)
Penatalaksanaan Varicella
Karena umumnya bersifat ringan, kebanyakan penderita tidak memerlukan terapi
khusus selain istirahat dan pemberian asupan cairan yang cukup. Yang justru sering
menjadi masalah adalah rasa gatal yang menyertai erupsi. Bila tidak ditahan-tahan , jari
kita tentu ingin segera menggaruknya. Masalahnya,bila sampai tergaruk hebat, dapat
timbul jaringan parut pada bekas gelembung yang pecah
Umum
a. Isolasi untuk mencegah penularan.
b. Diet bergizi tinggi (Tinggi Kalori dan Protein).
c. Bila demam tinggi, kompres dengan air hangat.
d. Upayakan agar tidak terjadi infeksi pada kulit, misalnya pemberian antiseptik pada air
mandi
e. Upayakan agar vesikel tidak pecah.
Jangan menggaruk vesikel.
Kuku jangan dibiarkan panjang.
Bila hendak mengeringkan badan, cukup tepal-tepalkan handuk pada kulit, jangan
digosok.
f. Farmakoterapi
1) Antivirus (contoh : Asiklovir, Valasiklovir)
pemberian antivirus dapat mengurangi lama sakit, keparahan dan waktu
penyembuhan akan lebih singkat
antivirus sebaiknya dalam jangka waktu kurang dari 48-72 jam setelah erupsi
dikulit muncul
2) Antipiretik dan untuk menurunkan demam
Parasetamol atau ibuprofen. Jangan berikan golongan salisilat (aspirin)
untuk menghindari terjadinya sindrom Reye
3) Vesikel yang sudah pecah atau sudah terbentuk krusta, dapat diberikan salep
antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder.
4) Bila lesi masih dalam bentuk vesikel, dapat diberikan bedak atau losio pengurang
gatal (misalnya losio kalamin).
Pencegahan Varicella
a. Hindari kontak dengan penderita.
b. Tingkatkan daya tahan tubuh.
c. Imunoglobulin Varicella Zoster
Varicella zoster immunoglobulin (VZIG) adalah antibodi IgG terhadap VZV dengan
dosis pemberian satu vial untuk 10 kg berat badan secara intramuskular (IM). VZIG
profilaksis diindikasikan untuk individu beresiko tinggi, termasuk anak-anak
imunodefisiensi, wanita hamil yang pernah mempunyai kontak langsung dengan
penderita varicella, neonatal yang terekspose oleh ibu yang terinfeksi varicella,
setidaknya diberikan dalam waktu tidak lebih dari 96 jam. Antibodi yang diberikan
setelah timbulnya gejala tidak dapat mengurangi keparahan yang terjadi.
(Kurniawan. 2009)
Anak yang belum pernah menderita cacar air harus mendapatkan 2 dosis vaksinasi
cacar air pada usia :
Bagi yang berusia 13 tahun keatas (yang belum pernah menderita cacar air atau
mendapatkan vaksinasi cacar air) arus mendapatkan dua dosis minimal dalam jarak
waktu 28 hari. (Centers for Disease Control and Prevention)
Herpes Simplex
Definisi
Herpes simpleks adalah infeksi akut yang disebabkan oleh herpes simpleks virus
(HSV) tipe I atau tipe II yang ditandai dengan adanya vesikel yang berkelompok di atas
kulit yang sembab dan eritematosa pada daerah dekat mukokutan (Handoko, 2010).
Herpes simpleks adalah infeksi virus yang menyebabkan lesi atau lepuh pada
serviks, vagina, dan genitalia eksterna.( Smeltzer, Suzanne C, 2010). Herpes simpleks
adalah suatu penyakit virus menular dengan afinitas pada kulit,selaput lender, dan sistem
saraf. (Price, 2006)
Etiologi
HSV tipe 1, menyebabkan demam seperti pilek dengan menimbulkan luka di bibir
semacam sariawan. HSV jenis ini ditularkan melalui ciuman mulut atau bertukar alat
makan seperti sendok – garpu (misalnya suap-suapan dengan teman). Virus tipe 1 ini juga
bisa menimbulkan luka di sekitar alat kelamin.
HSV tipe 2; dapat menyebabkan luka di daerah alat vital sehingga suka disebut
genital herpes, yang muncul luka-luka di seputar penis atau vagina. HSV 2 ini juga bisa
menginfeksi bayi yang baru lahir jika dia dilahirkan secara normal dari ibu penderita
herpes. HSV-2 ini umumnya ditularkan melalui hubungan seksual. Virus ini juga sesekali
muncul di mulut. Dalam kasus yang langka, HSV dapat menimbulkan infeksi di bagian
tubuh lainnya seperti di mata dan otak. (Habif.2005)
a. Neuralgia pasca herpes. Ini adalah komplikasi yang paling umum. Nyeri saraf
(neuralgia) akibat herpes zoster ini tetap bertahan setelah lepuhan kulit menghilang.
b. Infeksi kulit. Kadang-kadang lepuhan terinfeksi oleh bakteri sehingga kulit
sekitarnya menjadi merah meradang. Jika hal ini terjadi maka Anda mungkin perlu
antibiotik.
c. Masalah mata. Herpes zoster pada mata dapat menyebabkan peradangan sebagian
atau seluruh bagian mata yang mengancam penglihatan.
d. Kelemahan/layuh otot. Kadang-kadang, saraf yang terkena dampak adalah saraf
motorik dan saraf sensorik yang sensitif. Hal ini dapat menimbulkan kelemahan
(palsy) pada otot-otot yang dikontrol oleh saraf.
e. Komplikasi lain. Misalnya, infeksi otak oleh virus varisela-zoster, atau penyebaran
virus ke seluruh tubuh. Ini adalah komplikasi yang sangat serius tapi jarang terjadi.
Penatalaksanaan Medis
Herpes zoster biasanya sembuh sendiri setelah beberapa minggu. Biasanya pengobatan
hanya diperlukan untuk meredakan nyeri dan mengeringkan inflamasi.
a. Pada stadium vesicular diberi bedak salicyl 2% atau bedak kocok kalamin untuk
mencegah vesikel pecah.
b. Bila vesikel pecah dan basah, diberikan kompres terbuka dengan larutan antiseptik
atau kompres dingin dengan larutan burrow 3 x sehari selama 20 menit.
c. Pereda nyeri. Salah satu masalah terbesar herpes zoster adalah rasa nyeri. Nyeri ini
kadang-kadang sangat keras. Parasetamol dapat digunakan untuk meredakan sakit.
Jika tidak cukup membantu, silakan tanyakan kepada dokter Anda untuk
meresepkan analgesik yang lebih kuat.
d. Antivirus. Penggunaan obat antivirus diberikan 72 jam setelah terbentuk ruam akan
mempersingkat durasi terbentuknya ruam dan meringankan rasa sakit. Apabila
gelembung telah pecah, maka penggunaan antivirus tidak efektif lagi.
e. Steroid. Steroid membantu mengurangi peradangan dan mempercepat
penyembuhan lepuhan. Namun, penggunaan steroid untuk herpes zoster masih
kontroversial. Steroid juga tidak mencegah neuralgia pasca herpes.
Konsep Asuhan Keperawatan
Pengkajian
1. Anamnesa
a. Identitas Klien
Dapat terjadi pada semua orang di semua umur; sering terjadi pada remaja dan
dewasa muda. Jenis kelamin; dapat terjadi pada pria dan wanita.
b. Keluhan Utama
Gejala yang sering menyebabkan penderita datang ke tempat pelayanan kesehatan
adalah nyeri pada lesi yang timbul dan gatal-gatal pada daerah yang terkena pada
fase-fase awal.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Penderita merasakan nyeri yang hebat, terutama pada area kulit yang mengalami
peradangan berat dan vesikulasi yang hebat, selain itu juga terdapat lesi/vesikel
perkelompok dan penderita juga mengalami demam.
d. Riwayat Kesehatan Lalu
Tanyakan apakah klien pernah mengalami hal yang sama sebelumnya
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tanyakan kepada penderita ada atau tidak anggota keluarga atau teman dekat yang
terinfeksi virus ini.
f. Riwayat Psikososial
Klien dengan penyakit kulit, terutama yang lesinya berada pada bagian muka atau
yang dapat dilihat oleh orang, biasanya mengalami gangguan konsep diri.hal itu
meliputi perubahan citra tubuh, ideal diri tubuh, ideal diri, harga diri, penampilan
peran, atau identitas diri.
Reaksi yang mungkin timbul adalah:
1) Menolak untuk menyentuh atau melihat salah satu bagian tubuh.
2) Menarik diri dari kontak social.
3) Kemampuan untuk mengurus diri berkurang.
2. Pemeriksaan Fisik Pada Klien dengan Varicella, herpes simplek, herpes zoster
Keadaan umum klien bergantung pada luas, lokasi timbulnya lesi, dan daya tahan tubuh
klien. pada kondisi awal/saat proses peradangan , dapat terjadi peningkatan suhu tubuh
atau demam dan perubahan tanda-tanda vital yang lain. Pada pengkajian kulit, ditemukan
adanya vesikel-vesikel berkelompok yang nyeri ,edema di sekitar lesi, dan dapat pula
timbul ulkus pada infeksi sekunder. Pada pemeriksaan genitalia pria, daerah yang perlu
diperhatikan adalah bagian glans penis, batang penis, uretra, dan daerah anus. Sedangkan
pada wanita, daerah yang perlu diperhatikan adalah labia mayor dan minor, klitoris,
introitus vagina, dan serviks. Jika timbul lesi, catat jenis, bentuk, ukuran / luas, warna,
dan keadaan lesi. Palpasi kelenjar limfe regional, periksa adanya pembesaran; pada
beberapa kasus dapat terjadi pembesaran kelenjar limfe regional.
Untuk mengetahui adanya nyeri, kita dapat mengkaji respon individu terhadap nyeri akut
secara fisiologis atau melalui respon perilaku. Secara fisiologis,terjadi diaphoresis,
peningkatan denyut jantung, peningkatan pernapasan, dan peningkatan tekanan darah;
pada perilaku, dapat juga dijumpai menangis, merintih, atau marah. Lakukan pengukuran
nyeri dengan menggunakan skala nyeri 0-10 untuk orang dewasa. Untuk anak-anak, pilih
skala yang sesuai dengan usia perkembangannya kita bisa menggunakan skala wajah
untuk mengkaji nyeri sesuai usia; libatkan anak dalam pemilihan.
Diagnosa
1. Hipertermia berhubugan dengan penyakit
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan pigmentasi kulit (timbul
bula, kemerahan)
4. Gangguan citra diri berhubungan dengan penyakit
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia
6. Resiko infeksi berhubungan dengan gangguan integritas kulit
7. Ketidakefektifan pola seksual berhubungan dengan takut infeksi menular seksual
Intervensi
No Diagnosa Tujuan dan Kritera hasil Intervensi
1 Hipertermia selama dilakukan tindakan a. Monitor suhu pasien
berhubugan dengan keperawatan, pasien mampu b. Monitor nadi, RR
penyakit mempertahankan kondisi pasien
normotermi dengan kriteria c. Monitor intake
hasil: output pasien
- Suhu tubuh dalam d. Berikan penjelasan
rentang normal tentang penyebab
- Nadi dan RR dalam demam atau
rentang normal peningkatan suhu
tubuh
e. Beri kompres hangat
di daerah ketiak dan
dahi
f. Kolaborasi dengan
dokter dalam
pemberian antiviral,
antipiretik
2 Nyeri akut Selama dilakukan tindakan a. Lakukan
berhubungan keperawatan, nyeri pasien pengkajian nyeri
dengan agen cidera hilang dengan kriteria hasil: secara
biologis - Pasien mampu komprehensif
mengontrol nyeri b. Observasi reaksi
- Melaporkan nyeri nonverbal dari
berkurang ketidaknyamanan
menggunakan c. Kontrol lingkungan
managemen nyeri yang dapat
- Mampu mengenali mempengaruhi
nyeri (skala, intensitas, nyeri seperti suhu
frekuensi) ruangan,
pencahayaan,
kebisingan
d. Ajarkan tentang
teknik pernafasan /
relaksasi
e. Kolaborasi
pemberian
analgetik
f. Evaluasi
keefektifan kontrol
nyeri
g. Anjurkan klien
untuk beristirahat
3 Kerusakan Selama dilakukan tindakan a. Observasi keaadan
integritas kulit keperawatan, pasien bula pasien
berhubungan mampumencapai b. Anjurkan pada
dengan perubahan penyembuhan pada kulit pasien untuk tidak
pigmentasi kulit dengan kriteria hasil: menggaruk bula
(timbul bula, -
Integritas kulit yang c. Jaga kebersihan
kemerahan) baik bisa dipertahankan kulit
(pigmentasinya) d. Kolaborasi dengan
- Luka atau lesi pda kulit dokter dalam
menunjukan proses pemberian obat
penyembuhan dengan topikal
adanya regenerasi
jaringan
4 Gangguan citra diri Setelah dilakukan tindakan a. Dorong klien
berhubungan keperawatan pasien tidak mengungkapkan
dengan penyakit mengalami gangguan citra perasaannya
tubuh, dengan kriteria hasil : b. Jelaskan tentang
- body image positif pengobatan,
- Mempertahankan perawatan
interaksi sosial c. Fasilitasi kontak
individu dengan
kelompok kecil
d. Beri reinforcement
yang positif
5 Ketidakseimbangan Selama dilakukan tindakan a. Monitor
nutrisi kurang dari keperawatan, kebutuhan mual/muntah
kebutuhan tubuh nutrisi pasien terpenuhi b. Observasi dan kaji
berhubungan dengan kriteria hasil : intake pasien
dengan intake tidak - Tidak ada tanda-tanda c. Anjurkan makan
adekuat malnutrisi sedikit-sedikit tapi
- Tidak ada sering
mual/muntah d. Hidangkan
makanan selagi
hangat
e. Kolaborasi dengan
ahli gizi dalam
pemberian dan
penyusunan menu
favorite klien
f. Kolaborasi dengan
dokter dalam
pemberian anti
emetik dan
penambah nafsu
makan
6 Resiko infeksi Selama dilakukan tindakan a. Tekankan
berhubungan keperawatan, pasien pentingnya teknik
dengan gangguan terhindar dari infeksi cuci tangan yang
integritas kulit sekunder dengan kriteria baik untuk semua
hasil : individu yang
- Klien mampu datang kontak
mendeskripsikan dengan pasien.
proses penularan b. Gunakan skort,
penyakit, faktor sarung tangan,
yang mempengaruhi masker dan teknik
penularan serta aseptic, selama
penatalaksanaannya perawatan kulit.
- Menunjukan c. Cukur atau ikat
kemampuan untuk rambut di sekitar
mencegah timbulnya daerah yang
infeksi baru terdapat erupsi.
- Menunjukan d. Bersihkan jaringan
perilaku hidup nekrotik / yang
sehat lepas (termasuk
pecahnya lepuh)
e. Kolaborasi dengan
dokter dalam
pemberian antiviral
7 Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan a. Kaji tingkat
pola seksual keperawatan, pola seksual kecemasan klien
berhubungan pasien kembali efektif yang berhubungan
dengan takut dengan kriteria hasil : dengan pola
infeksi menular - Pola seksualitas klien seksual
seksual normal b. Jelaskan pada klien
- Klien terlihat tidak cemas waktu untuk
terhadap aktifitas melakukan
seksualnya hubungan seksual
- Klien mampu sesuai kondisinya
menggunakan mekanisme c. Beri edukasi
koping yang efektif tentang keadaan
klien apabila
berhubungan
seksual
d. Anjurkan pada
pasien untuk
mengikuti program
pengobatan dan
perawatan sampai
tuntas
BAB 2
STUDI KASUS HERPEZ ZOSTER
Kasus
Bpk. S berumur 62 tahun, mengalami plenting-plenting di dahi dan kelopak mata kiri sejak 3
hari yang lalu. Mulanya muncul merah dan plenting sedikit di dahi kiri lalu bertambah
banyak sampai ke kelopak mata kiri. Kelopak mata terasa nyeri dan berat jika digerakkan.
Penderita juga merasakankan nyeri dikulit daerah muncul plenting. Sehari sebelumnya
penderita mengeluh tidak enak badan dan demam ringan. Belum pernah berobat untuk
keluhan ini.
Pengkajian
A. Anamnesis
1. Identitas :
a. Nama : Bpk. S
b. Umur : 62 tahun
c. Jenis Kelamin : Laki-laki
d. Alamat : Mulyosari
e. Pekerjaan : Pensiunan Guru
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan Utama
Plenting – plenting dan nyeri pada dahi dan kelopak mata kiri
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak 3 hari yang lalu, muncul plenting-plenting di dahi dan kelopak mata kiri.
Mulanya muncul merah dan plenting sedikit di dahi kiri lalu bertambah banyak
sampai ke kelopak mata kiri. Kelopak mata terasa nyeri dan berat jika
digerakkan. Penderita juga merasakankan nyeri dikulit daerah muncul
plenting. Sehari sebelumnya penderita mengeluh tidak enak badan dan demam
ringan. Belum pernah berobat untuk keluhan ini. Pasien minum paracetamol
untuk menurunkan demamnya.
c. Riwayat Penyakit dahulu
Riwayat cacar air waktu kecil tidak diketahui. Tidak pernah menderita
penyakit ini sebelumnya dan tidak pernah di rawat di RS.
d. Riwayat Penyakit keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan serupa.
e. Kebiasaan/ Lingkungan
Penderita mempunyai kebiasaan jalan santai 1 jam setiap hari. Penderita tidak
merokok dan minum alkohol
B. Pemeriksaan Fisik
1. B1 (Breath)
Tidak ada keluhan batuk, pilek, sesak napas.
2. B2 (Blood)
Leukositosis
3. B3 (Brain)
Demam ringan, suhu : 37°C,
4. B4 (Bladder)
Tidak ada keluhan
5. B5 (Bowel)
Tidak ada keluhan
6. B6 (Bone)
Nyeri di daerah munculnya plenting.
C. Pemeriksaan Penunjang
1. Tzanck Smear : Mengidentifikasi virus herpes tetapi tidak dapat membedakan
herpes zoster dan herpes simplex.
2. Kultur dari cairan vesikel dan tes antibody: digunakan untuk
membedakan diagnostic herpes virus.
3. Immunoflourorescent: mengidentifikasi varicella di sel kulit.
4. Pemeriksaan histopatologik
5. Kultur virus
6. Identifikasi Antigen / asam nukleat VVZ
Analisa Data
Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri b.d proses inflamasi virus
2. Kerusakan integritas kulit b.d vesikel yang mudah pecah
3. Gangguan body image b.d perubahan penampilan
Intervensi Keperawatan
Transmisi/penularan
HSV-1
melalui
, HSV-2,
: Kontak
Varicella
langsung
zosterdengan
virus individu yang terkena virus melalui permu
Masuk ke sel epitel mukosa/permukaan kulit dan melebur dalam membran sel
Terjadi Replikasi di
dalam sel
MK : Hipertermia
-Ketidakseimba ngan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
MK : Nyeri
DAFTAR PUSTAKA
Centers for Disease Control and Prevention. 2008. Vaksinasi Cacar Air.
http://www.immunize.org/vis/in_var.pdf
Djuanda, Adhi (1993). Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin, Edisi Kedua, FK Universitas Indonesia,
Jakarta, 1993.
Dumasari, Ramona.2008. Varicella Dan Herpes Zozter. Departemen Ilmu Kesehatan Kulit Dan
Kelamin. Universitas Sumatra Utara.
Finn, Adam 2005. Hot Topics In Infection And Immunity In Children II. New York: Spinger Hadinegoro ,
dkk. 2010. Terapi Asiklovir Pada Anak Dengan Varisela Tanpa Penyulit .
Departemen Ilmu Kesehatan Anak, RS Dr Cipto Mangunkusumo, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta. Sari Pediatri, Vol. 11, No. 6, April 2010
Katsambas, Andreas. 2015. European Handbook of Dermatological Treatments. New York: Spinger
Kurniawan, dkk. 2009. Varicela Zoster Pada Anak. Medicinus · Vol. 3 No. 1 Februari 2009 – Mei
2009
Mansjoer Arif dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Media Aescula plus. Jakarta. Mehta.
Prabhu, Smitha. 2009. Chilhood Herpes Zoster : A Clustering Of Ten Cases. Indian Journal Of
Dermatology.Vol : 54 Page 62-64
Rampengan, T.H. 2008. Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak, Edisi 2, jakarta: EGC.
Siregar., 2005. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Jakarta ; EGC. Sue
Thomson ,June M., et. al. 1986. Clinical Nursing Practice, The C.V. Mosby Company,
Toronto
Wasitaatmadja,S,M. 2010 Anatomi Kulit dan Faal Kulit. ed. 6 Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.