NIM : 031483547
UPBJJ-UT : KUPANG
UNIVERSITAS TERBUKA
TAHUN 2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pelayanan publik pada dasarnya menyangkut aspek kehidupan yang sangat luas.
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara maka pemerintah memiliki fungsi memberikan
berbagai pelayanan publik yang diperlukan oleh masyarakat, mulai dari pelayanan dalam
bentuk pengaturan ataupun pelayanan-pelayanan lain dalam rangka memenuhi kebutuhan
masyarakat dalam bidang pendidikan, kesehatan, utilitas, dan lainnya. Pelayanan publik
dengan demikian merupakan segala kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar
sesuai dengan hak-hak dasar setiap warga negara dan penduduk atas suatu barang, jasa dan
atau pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan yang terkait
dengan kepentingan publik.
Fakta bahwa pelayanan publik di Indonesia belum menunjukan kinerja yang efektif
sering menjadi bahasan, baik dari segi tulisan maupun penelitian. Permasalahan pelayanan
publik yang tidak efektif ini dipicu oleh beberapa hal yang kompleks, mulai dari budaya
organisasi yang masih bersifat paternalistik, lingkungan kerja yang tidak kondusif
terhadap perubahan zaman, rendahya sistem reward dalam birokrasi Indonesia, lemahnya
mekanisme panishment, bagi aparat birokrasi, rendahnya kemampuan aparat birokrasi
untuk melakukan tindakan diskresi, serta kelangkaan komitmen pimpinan daerah untuk
menciptakan pelayanan publik yang responsif, akuntabel, dan transparan. Di masa
otonomi daerah yang memberi keleluasaan bagi setiap kabupaten/kota untuk menjalankan
pemerintahan atas dasar kebutuhan dan kepentingan daerah sendiri ternyata juga belum
mampu mewujudkan pelayanan publik yang efektif.
Kegagalan birokrasi pemerintahan dalam menyelenggarakan pelayanan publik
yang menghargai hak dan martabat warga negara sebagai pengguna pelayanan tidak hanya
melemahkan legitimasi pemerintahan di mata publiknya. Namun, hal itu juga berdampak
pada hal yang lebih luas, yaitu ketidak percayaan pihak swasta dan pihak asing untuk
menanamkan investasinya di suatu daerah karena ketidakpastian dalam pemberian
pelayanan publik.
Birokrasi, dunia usaha dan masyarakat adalah tiga pilar utama dalam upaya
mewujudkan pelaksanaan pemerintah yang baik dikenal dengan konsep “good
governance”. Birokrasi sebagai organisasi formal memiliki kedudukan dan cara kerja yang
terikat dengan peraturan, memiliki kompetensi sesuai jabatan atau wewenang, semangat
pelayanan public, pemisahan yang tegas antara milik organisasi dan individu serta sumber
daya organisasi yang tidak bebas dari pengawasan eksternal. Jika kondisi ini bias
terpenuhi maka harapan mewujudkan cita-cita dan tujuan Negara yang demokratis akan
membawa kebaikan bagi Negara dan bangsa ini.
Karena itu birokrasi harus bisa dipahami, melalui peran dan kemampuannya,
menunjang pelaksanaan sistem pemerintahan, baik dalam merespon berbagai
permasalahan maupun dalam memberikan pelayanan terhadap masyarakat. Inti salah satu
kondisi birokrasi yang professional adalah memberikan pelayanan tewrhadap masyarakat
(public service), sehingga cita-cita, inisiatif dan upaya-upaya birokrasi perlu diarahkan
guna memiliki wawasan pelayanan public. Birokrasi hadir sebagai kreasi dari penguasa
untuk memberikan pelayanan kepada penguasa, dengan tujuan untuk memperluas dan
memperbesar serta mempertahankan kekkuasaan. Dengan reformasi birokrasi yang
dilakukan, konseppelayanan pun dilakukan perubahan, dari orientasi pelayanan penguasa
sampai saatnya menuju orientasi pelayanan public.
B. PERUMUSAN MASALAH
Jika dilihat dari keluhan masyarakat tentang kinerja birokrasi pemerintahan,
kenyataan tersebut telah lama ada sejak pemerintahan itu sendiri ada, dan jika dilihat dari
kurun waktu dalam upaya mem-perbaiki kinerja birokrasi, kenyataan terse -but usianya
juga sudah sangat tua. Meski-pun demikian, masalah kinerja birokrasi sampai den gan
dewasa ini, masih saja tetap hangat dipersoalkan oleh banyak pihak
C. TUJUAN
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk :
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan reformasi, birokrasi, dan pelayanan publik.
2. Mengetahui permasalahan ataupun kendala-kendala yang terjadi dalam pelayanan
publik.
3. Mengetahui tindakan yang sudah dilakukan dalam mereformasi pelayanan publik di
Indonesia.
4. Mengetahui tindakan apa saja yang perlu dilakukan dalam mereformasi pelayanan
publik.
5. Mengetahui solusi atas masalah pelayanan publik.
BAB II
PEMBAHANSAN
A. PENGERTIAN BIROKRASI
Birokrasi berasal dari kata “bureau” yang berarti meja atau kantor; dan kata “kratia”
(cratein) yang berarti pemerintah. Pada mulanya, istilah ini digunakan untuk menunjuk
pada suatu sistematika kegiatan kerja yang diatur atau diperintah oleh suatu kantor melalui
kegiatan-kegiatan administrasi (Ernawan, 1988). Dalam konsep bahasa Inggris secara
umum, birokrasi disebut dengan “civil service”. Selain itu juga sering disebut dengan
public sector, public service atau public administration.
Birokrasi berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli adalah suatu
sistem kontrol dalam organisasi yang dirancang berdasarkan aturan-aturan yang rasional
dan sistematis, dan bertujuan untuk mengkoordinasi dan mengarahkan aktivitas-aktivitas
kerja individu dalam rangka penyelesaian tugas-tugas administrasi berskala besar
(disarikan dari Blau & Meyer, 1971; Coser & Rosenberg, 1976; Mouzelis, dalam
Setiwan,1998).
Permasalahan dan kondisi seperti yang dijelaskan di atas, memang secara perlahan-
lahan telah diantisipasi dan diatasi oleh pemerintah sendiri. Beberapa kementerian telah
melakukan reformasi birokrasi sendiri diwilayah kerjanya. Memang jika tidak diperbaiki
hal-hal terjadi diatas, maka akan sulit untuk mewujudkan tujuan mencapai kondisi
reformasi birokrasi yang berorientasi pada pelayanan public atau public service.
C. PENGERTIAN PELAYANAN PUBLIK
Pelayanan publik menurut UU Nomor 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik
adalah suatu kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan
pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan
penduduk atas barang, jasa, dan atau pelayanan administratif yang disediakan oleh
penyelenggara pelayanan publik. Menurut Departemen Dalam Negeri (Pengembangan
Kelembagaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu) bahwa pelayanan publik adalah suatu proses
bantuan kepada orang lain dengan cara-cara tertentu yang memerlukan kesepakatan dan
hunbungan interpersonal tercipta kepuasan dan keberhasilan, setiap pelayanan
menghasilkan produk baik berupa barang ataupun jasa.
Dari beberapa pengertian pelayanan publik yang telah diuraikan di atas dapat
disimpulkan bahwa pelayanan publik sebagai pemberian layanan atau melayani
keperluaan orang atau masyarakat dan/atau organisasi lain yang mempunyai kepentingan
pada organisasi itu, sesuai dengan aturan pokok dan tatacara yang ditentukan dan
ditujukan untuk memberikan kepuasan kepada penerima pelayanan.
Dengan melihat hasil-hasil kajian dari berbagai lembaga tersebut dapatr disimpulkan
betapa masih rendahnya kualitas pelayanan di Indonesia, padalah tuntutan kualitas dan
kuantitas jasa layanan public oleh penggunaan (User) semakin meningkat. Penggunaan
telah membayar jasa layanan public, tetapi kualitas dan kuantitas diinginkan belum
terpenuhi. Teransparansi akuntabilitas dalam pelayanan public diperlukan untuk mengatasi
kesenjangan pihak-pihak yang terikat dalam pelayanan public, sehingga dituntut pula
regulator yang mampu mengalokasikan sumber daya yang ada dan terjadfi keseimbangan
pihak-pihak yang terikat dalam pelayanan public. Diluar pengunaan pelayanan publik
(non-user) perlu diperhatikan kepentingannya, khususnya tuntutan lingkungan strategis.
Hingga saat ini pelayanan public masih memiliki berbagai kelemahan antara lain :
kurang responsive, kurang informative, kurang bisa diakses (accessible), kurang
koordinasi, dan birokrasi dimana pelayanan perizinan pada umumnya dilakukan melalui
proses yang terdiri dari berbagai level sehingga terlalu lama. Selain itu, pelayanan public
juga kurang mau mendengar keluhan/saran/aspirasi masyarakat dan inefisien.
PENUTUP
Dorongan kebutuhan untuk perubahan dalam rangka merespon dinamika lingkungan local
dan global yang semakin kompleks dan penuh persainagn memerlukan upaya serius yang harus
dilakuakn oleh birokrasi di tanah air. Permasalahan berkaitan dengan kondisi dan mentalitas
aparatur birokrasi, yang menjadi ujung tombak pelayanan public, sekaligus indicator
keberhasilan pelayanan harus ditingkatkan mutu kualitas pemahamannya akan tugas, mentalitas
melayani bukan dilayani, dan jujur dalam melaksanakan ugas menjadi ktusial untuk ditangani.
Keberhasilan pelaksanaan fungsi-fungsi pemerintah akan sangat ditentukan seberapa
kompeten SDM aparatur dalam memegang jabatannya. Implikasinya diperlukan suatu upaya
untuk menjamin agar terjadi proses pembelajaran yang berkesinambungan dan peningkatan diri
terus menerus dan upaya terencana untuk mengidentifikasi kesenjangan kinerja dan merespon
dengan solusi yang tepat dan efektif.
Pelaksanan desentralisasi yang pada ujungnya adalah memeratakan kesejahteraan dan
keadilan serta semakin mendekatkan pelayanan masyarakat dengan upaya desentralisasi melalui
otonomi harus tetap menjaga kesatuan dalam bingkau NKRI yang mewujud pada otonomi
masyarakat dan bukan pada otonomi wilayah. Artinya, harus diupayakan dengan sungguh-
sungguh pemerintah daerah yang mampu menjalin sinergi dengan pemerintah daerah lainnya,
dan juga pemerintah pusat untuk mengupayakan orientasi pelayanan yang tepat terhadap
masyarakat. Dengan demikian, tidak di kenal lagi birokrasi pemerintah daerah yang menjalankan
fungsi-fungsi dengan hanya bersandar pada sentiment kedaeraha yang berujung pada egoisme
daerah dan menjebak birokrasi untuk hanya melayani kepentingan pemerintah daerah, tetapi
melupakan substansi dan esensi fungsi pemerintah yang melayani masyarakat.
Bukan rahasia negara ini masih sangat minim pemimpin publik yang kompeten. Mungkin
krisis bangsa ini yang sampai sekarang tidak kunjung redah ini salah satu faktor yang terpenting
adalah bangsa ini masih belum memiliki pemimpin publik yang kompeten. Dari tujuh
kompetensi di atas yakni kompetensi memanage diri sendiri, memanage komunikasi, memanage
kemajemukan, memanage etika, kompetensi memanage tim, memanage keragaman budaya, dan
kompetensi memanage perubahan belum dimiliki secara maksimal oleh putra-putra bangsa
indonesia. Lebih-lebih memanage etika dan memanage komunikasi masih menjadi masalah yang
serius. Moral pemimpin publik masih sangat rendah dibuktikan dengan praktek korupsi yang
merajalela. Pemimpin publik masih terlihat lebih mementingkan kepentingan pribadi dan
golongan sehingga akar masalah seperti kemiskinan, pengangguran, konflik, kesenjangan sosial
tidak megalami perubahan kualitas hidup yang signifikan.
Persoalannya sekarang adalah bagaimana stratregi menghasilkan pemimpin publik yang
kompeten? Bangsa ini telah sepakat memilih dan menerapkan sistem politik demokratis.
Mungkinkhah sistem politik demokratis mampu menghasilkan pemimpin publik yang kompeten?
Bukankah pemimpin publik dipilih langsung oleh rakyat? Apakah ada korelasi yang signifikan
antara kehendak rakyat dengan kompetensi seorang pemimpin publik? Dalam iklim demokrasi
seperti sekarang bagaimana cara memilih pemimpin yang kompeten? Ini adalah masalah yang
perlu diskusi lebih lanjut, tetapi paling tidak untuk menghasilkan pemimpin publik non-politis
yang kompeten di dalam birokrasi pemerintahan langkah yang mendesak yang harus dilakukan
adalah reformasi system rekruitmen.
Sebuah sistem rekruitmen yang transparan (terbuka), mengedepankan kemampuan
pemimpin yang memiliki kemampuan kognitif yang mendalam dan skill bukan karena lamanya
kerja. Pada sisi lain untuk menghasilkan pemimpin publik yang kompeten di jabatan politik,
solusi yang bisa ditawarkan untuk dapat memilih pemimpin adalah rakyat minimal harus
mengetahui latar belakang sosial-ekonomi, pendidikan, etika dan track record dalam masyarakat.
Tanpa itu pemimpin publik hanya dipenuhi oleh elit ekonomi yang kompetensinya diragukan.
DAFTAR PUSTAKA
https://bengkulu.kemenag.go.id/opini/314-birokrasi-dan-upaya-meningkatkan-pelayanan-publik
Echol, John M, dan Shadily, Hasan, 1993, Kamus Bahasa Inggris Indonesia, PT Gramedia
Jakarta.
Kumorotomo, Wahyudi, 2005, Akuntabilitas Birokrasi Publik, Sketsa pada Masa Transisi,
Magister Administrasi Publik dan Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Osborne, David dan Tet Gaebler, 1996, Reiventing Government: How The Entrepreneurial Spirit
Is Transforming The Public Sector, Mewirausahakan Birokrasi (terj.) Abd Rosyid, Pustaka
Binaan Pressindo, Jakarta.
Saraswati, A., & Sholikin, A. (n.d.). Reposisi CSR (Corporate Social Responsibility) di
Indonesia.
Setiyono, Budi, 2004, Birokrasi dalam Perspektif Politik dan Administrasi, Puskodak FISIP
Undip, Semarang.
Setiyono, Budi, 2005, Accountability and Ethic Management Morallity In Public Sector, Bahan
Mata Kuliah Manajemen Publik, Magister Ilmu Politik, Undip Semarang.
Siagian, Shondang, PS, 1999, Teori dan Praktik Kepemimpinan, Rineka Cipta Jakarta.
Sujak, Abu, 1990, Kepemimpinan Manager: Eksistensinya dalam Prilaku Organisasi, Rajawali,
Jakarta.
Tim Pembina Mata Kuliah Teori Organisasi, 2000, Teori Organisasi, Pustitabnas, Universitas
Wijaya Putra, Surabaya. Warella, 2005, Kompetensi Pimpinan Publik, Bahan Mata Kuliah
Manajemen Publik, Magister Ilmu Politik, Undip Semarang.