Anda di halaman 1dari 13

RESUME OBSTETRI

“ MASTITIS ”

Disusun Oleh :
Naila Isyatir Rodhiyah ( P1337424220033)

KELAS CHAMOMILE

PROGRAM STUDI D-III KEBIDANAN MAGELANG


POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
TAHUN AJARAN 2021 / 2022
MASTITIS

1. Definisi

Mastitis adalah infeksi peradangan pada mammae, terutama pada primipara yang
biasanya disebabkan oleh staphylococcus aureus, infeksi terjadi melalui luka pada putting
susu, tetapi mungkin juga melalui peredaran darah. Penyebab ini biasanya menyertai laktasi,
sehingga disebut juga mastitis laktasional atau mastitis puerperalis. Infeksi terjadi melalui
luka pada putting susu, tetapi mungkin juga melalui peredaran darah. Kadang-kadang
keadaan ini bisa menjadi fatal bila tidak diberi tindakan yang adekuat. Abses payudara,
penggumpalan nanah local di dalam payudara, merupakan komplikasi berat dari mastitis.

Mastitis adalah infeksi payudara. Mastitis terjadi akibat invasi jaringan payudara oleh
organisme infeksius atau adanya cedera payudara. Cedera payudara mungkin disebabkan
memar karena manipulasi yang kasar, pembesaran payudara, stasis air susu ibu dalam duktus,
atau pecahnya atau fisura putting susu.

Infeksi payudara (mastitis) adalah suatu infeksi pada jaringan payudara. Biasanya
terjadi karena adanya bakteri jenis staphylococcus aureus. Bakteri biasanya masuk melalui
puting susu yang pecah-pecah atau terluka. Pada infeksi yang berat atau tidak diobati, dapat
terbentuk abses payudara (penimbunan nanah di dalam payudara). Mastitis adalah reaksi
sistemik seperti demam, terjadi 1-3 minggu setelah melahirkan sebagai komplikasi sumbatan
saluran air susu (Masjoer, 2011).

Mastitis adalah infeksi yang disebabkan karena adanya sumbatan pada duktus hingga
puting susu mengalami sumbatan. Mastitis paling sering terjadi pada minggu kedua dan
ketiga pasca kelahiran. Penyebab penting dari mastitis ini adalah pengeluaran ASI yang tidak
efisien akibat teknik menyusui yang buruk. Untuk menghambat terjadinya mastitis ini
dianjurkan untuk menggunakan bra atau pakaian dalam yang memiliki penyangga yang baik
pada payudaranya (Sally I, 2003 dalam Anonim, 2013).

2. Klasifikasi
A. Mastitis puerparalis epidemik
Mastitis puerparalis epidemik ini biasanya timbul apabila pertama kali bayi dan
ibunya terpajan pada organisme yang tidak dikenal atau virulen. Masalah ini paling sering
terjadi di rumah sakit, yaitu dari infeksi silang atau berkesinambungan strain resisten.

B. Mastitis noninfeksiosa

Mastitis noninfeksiosa terjadi apabila ASI tidak keluar dari sebagian atau seluruh
payudara produksi ASI melambat dan aliran terhenti. Namun proses ini membutuhkan waktu
beberapa hari dan tidak akan selesai dalam 2-3 minggu. Untuk sementara waktu, akumulasi
dapat menyebabkan respons peradangan.

C. Mastitis subklinis

Mastitis subklinis telah diuraikan sebagai sebuah kondisi yang dapat disertai dengan
pengeluaran asi yang tidak adekuat, sehingga produksi ASI sangat berkurang yaitu kira-kira
hanya sampai di bawah 400 ml/hari (< 400 ml/hari).

D. Mastitis infeksiosa

Mastaitis infeksiosa terjadi apabila siasis ASI tidak sembuh dan proteksi oleh faktor imun
dalam asi dan oleh respon respon inflamasi. Secara normal, ASI segar bukan merupakan
media yang baik untuk pertumbuhan bakteri.

Berdasarkan tempat serta penyebab dan kondisinya :

 Mastitis yang menyebabkan abses di bawah areola mammae ( dibawah aerola


mammae)
 Mastitis di tengah-tengah mammae yang menyebabkan abses di tempat itu (ditengah
aerola mammaee)
 Mastitis pada jaringan di bawah dorsal dari kelenjar-kelenjar yang menyebabkan
abses antara mammae dan otot-otot di bawahnya ( lebih dalam antara mammae dan
otot-otot).

3. Faktor Resiko

Faktor-faktor yang bisa diduga dapat meningkatkan resiko mastitis, yaitu sebagai berikut :
1) Umur, wanita berumur 21-35 tahun lebih sering menderita mastitis dari pada wanita
dibawah usia 21 tahun atau diatas 35 tahun.
2) Paritas, mastitis lebih banyak diderita oleh primipara.
3) Serangan sebelumnya, serangan mastitis pertama cenderung berulang, hal ini
merupakan akibat teknik menyusui yang buruk yang tidak diperbaiki.
4) Komplikasi melahirkan dapat meningkatkan resiko mastitis, walaupun penggunaan
oksitosin tidak meningkatkan resiko.
5) Gizi, asupan garam dan lemak tinggi serta anemia menjadi faktor predisposisi
terjadinya mastitis. Wanita yang mengalami anemia akan beresiko mengalami mastitis
karena kurangnya zat besi dalam tubuh, sehingga hal itu akan memudahkan tubuh
mengalami infeksi (mastitis). Antioksidan dari vitamin E, vitamin A dan selenium
dapat mengurangi resiko mastitis.
6) Faktor kekebalan dalam ASI, faktor kekebalan dalam ASI dapat memberikan
mekanisme pertahanan dalam payudara.
7) Pekerjaan di luar rumah, interval antar menyusui yang panjang dan kekurangan
waktu dalam pengeluaran ASI yang adekuat sehingga akan memicu terjadinya stasis
asi.
8) Trauma, trauma pada payudara yang disebabkan oleh apapun dapat merusak jaringan
kelenjar dan saluran susu dan hal tersebut dapat menyebabkan mastitis.
4. Tanda dan Gejala

Tanda gejala mastitis biasanya tidak ada sebelum akhir minggu pertama post partum. Nyeri
ringan pada salah satu lobus payudara, yang diperberat jika bayi menyusu dan gejala seperti
flu: nyeri otot, sakit kepala dan keletihan. Mastitis hampir selalu terbatas pada satu payudara.
Tanda dan gejala actual mastitis meliputi :

1. Peningkatan suhu yang cepat dari (39,5°C sampai 40°C)

2. Peningkatan kecepatan nadi

3. Menggigil

4. Malaise umum, sakit kepala

5. Payudara tegang / indurasi dan kemerahan

6. ASI tidak mengalir dengan mudah, dan bayi sulit mengenyut untuk menghisap ASI
sampai pembengkakan berkurang.
7. Payudara yang terbendung membesar, membengkak, keras dan kadang terasa nyeri

8. Ibu akan tampak seperti sedang mengalami flu, dengan gejala demam, rasa dingin dan
tubuh terasa pegal dan sakit.

9. Terjadi pembesaran kelenjar getah bening ketiak pada sisi yang sama dengan payudara
yang terkena.

5. Etiologi

Mastitis biasanya disebabkan oleh bakteri yang banyak ditemukan pada kulit yang
normal yaitu staphylococcus aureus. Bakteri ini seringkali berasal dari mulut bayi yang
masuk ke dalam saluran air susu melalui dobekan atau retakan di kulit pada puting susu.
Mastitis biasanya terjadi pada wanita yang menyusui dan paling sering terjadi dalam
waktu 1-3 bulan setelah melahirkan. Sekitar 1-3% wanita menyusui mengalami mastitis
pada beberapa minggu pertama setelah melahirkan.

Pada wanita pascamenopause, infeksi payudara berhubungan dengan peradangan


menahun dari saluran air susu yang terletak di bawah puting susu. Perubahan hormonal di
dalam tubuh wanita menyebabkan penyumbatan saluran air susu oleh sel-sel kulit yang
mati. Saluran yang tersumbat ini menyebabkan payudara lebih mudah mengalami infeksi.
Dua penyebab utama mastitis adalah stasis ASI dan infeksi. Stasis ASI biasanya
merupakan penyebab primer yang dapat disertai atau berkembang menuju infeksi.

Penyebab utama mastitis adalah statis ASI dan infeksi. Statis ASI biasanya
merupakan penyebab primer yang dapat disertai atau menyebabkan infeksi.

1. Statis ASI

Statis ASI terjadi jika ASI tidak dikeluarkan dengan efisien dari payudara. Hal ini terjadi jika
payudara terbendung segera setelah melahirkan, atau setiap saat bayi tidak mengisap ASI,
kenyutan bayi yang buruk pada payudara, pengisapan yang tidak efektif, pembatasan
frekuensi / durasi menyusui, sumbatan pada saluran ASI, suplai ASI yang sangat berlebihan
dan menyusui untuk kembar dua/lebih.

2. Infeksi

Organisme yang paling sering ditemukan pada mastitis dan abses payudara adalah
organismekoagulase-positif Staphylococcus Aureus dan Staphylococcus albus, Escherichia
coli dan Streptococcus kadang-kadang juga ditemukan. Mastitis jarang ditemukan sebagai
komplikasi demam tifoid.

6. Patofisiologi

Secara garis besar, mastitis atau peradangan pada payudara dapat terjadi karena proses
infeksi ataupun noninfeksi. Namun semuanya bermuara pada proses infeksi. Mastitis akibat
proses noninfeksi berawal dari proses laktasi yang normal. Namun karena sebab-sebab
tertentu maka dapat menyebabkan terjadinya gangguan pengeluaran ASI atau yang biasa
disebut sebagai stasis ASI. Hal ini membuat ASI terperangkap di dalam ductus dan tidak
dapat keluar dengan lancar. Akibatnya mammae menjadi tegang. Sehingga sel epitel yang
memproduksi ASI menjadi datar dan tertekan. Permeabilitas jaringan ikat meningkat,
beberapa komponen(terutama protein dan kekebalan tubuh dan natrium) dari plasma masuk
ke dalam ASI dan jaringan sekitar sel memicu respon imun. Terjadi inflmasi hingga sehingga
mempermudah terjadinya infeksi. Kondisi ini membuat lubang duktus laktiferus menjadi port
de entry bakteri, terutama bakteri Staphylococcus aureus dan Strepcococcus sp.

Hampir sama dengan kejadian pada mastitis noninfeksi, mastitis yang terjadi akibat
proses infeksi terjadi secara langsung, yaitu saat timbul fisura/robekan/perlukaan pada puting
yang terbentuk saat awal laktasi akan menjadikan tempat masuknya bakteri. Proses
selanjutnya adalah infeksi pada jaringan mammae.

7. Komplikasi
a) Abses payudara

Abses payudara merupakan komplikasi mastitis yang biasanya terjadi karena


pengobatan terlambat atau tidak adekuat. Bila terdapat daerah payudara teraba keras, merah
dan tegang walaupun ibu telah di terapi, maka kita harus memikirkan kemungkinan
terjadinya abses. Kurang lebih 3% dari kejadian mastitis berlanjut menjadi abses pemeriksaan
USG payudara diperlukan untuk mengidentifikasi adanya cairan yang terkumpul, ini dapat
dikeluarkan dengan aspirasi jarum halus yang berfungsi sebagai diagnostik sekaligus terapi,
bahkan mungkin diperlukan aspirasi jarum secara serial atau berlanjut. Pada abses yang
sangat besar terkadang diperlukan tindakan bedah. Selama tindakan ini dilakukan, ibu harus
mendapatkan terapi medikasi Antibiotik. ASI dari sekitar tempat abses juga perlu di kultur
agar antibiotik yang diberikan sesuai dengan jenis kumannya.

b) Mastitis berulang / kronis

Mastitis berulang biasanya disebabkan karena pengobatan terlambat atau tidak


adekuat. Ibu harus benar-benar beristirahat, banyak minum, mengonsumsi makanan dengan
gizi seimbang, serta mengatasi stress. Pada kasus mastitis berulang karena infeksi bakteri
biasanya diberikan antibiotik dosis rendah (eritromisin 500 mg sekali sehari) selama masa
menyusui.

c) Infeksi jamur

Komplikasi sekunder pada mastitis berulang adalah infeksi oleh jamur seperti
candida albicans. Keadaan ini sering ditemukan setelah ibu mendapat terapi antibiotik.
Infeksi jamur biasanya didiagnosis berdasarkan nyeri berupa rasa terbakar yang menjalar di
sepanjang saluran ASI. Diantara waktu menyusui permukaan payudara terasa gatal. Puting
mungkin tidak nampak kelainan. Pada kasus ini, ibu dan bayi perlu mendapatkan pengobatan.
Pengobatan terbaik adalah mengoles nistatin krim yang juga mengandung kortison ke puting
dan areola setiap selesai bayi menyusu dan bayi juga harus diberi nistatin oral pada saat yang
sama.

8. Pemeriksaan penunjang

Pada ibu nifas dengan mastitis tidak dilakukan pemeriksaan laboratorium/rongtsen


Namun jika dilakukan pemeriksaan laboratorium biasanya ditemukan jumlah sel darah putihl
meningkat karena adanya reaksi inflamasi. Selain itu pemeriksaan kultur ASI ditemukan
adanya reaksi inflamasi. Selain itu pada pemeriksaan kultur ASI ditemukan beberapa bakteri
penyebab mastitis. Dimana pemeriksaan kultur ASI tersebut juga digunakan untuk
menentukan antibiotik yang tepat bagi klien. Selain itu, dapat dilakukan mammografi, USG
payudara, uji sensitivitas dan kultur kuman. Namun WHO menganjurkan pemeriksaan kultur
dan uji sensitivitas pada beberapa keadaan yaitu bila :

1. Pengobatan dengan antibiotik tidak memperlihatkan respon yang baik dalam 2 hari.

2. Terjadi mastitis berulang.


3. Mastitis terjadi di rumah sakit.

4. Penderita alergi terhadap anatibiotik atau kasus yang berat.

Bahan kultur diambil dari ASI pancar tengah hasil dari perahan tangan yang langsung
ditampung menggunakan penampung urine steril. Puting susu harus dibersihkan terlebih
dahulu dan bibir penampung diusahakan tidak menyentuh puting untuk mengurangi
kontaminasi dari kuman yang terdapat dikulit yang dapat memberikan hasil positif palsu dari
kultur.

9. Penatalaksanaan

Setelah diagnosa mastitis dipastikan, yang harus segera dilakukan adalah pemberian
susu kepada bayi dari mammae yang sakit dihentikan dan diberi antibiotik. Dengan tindakan
ini terjadinya abses seringkali dapat dicegah, karena biasanya infeksi disebabkan oleh
staphylococcus aureus. Penisilin dalam dosis cukup tinggi dapat diberikan sebagai antibiotik.
Sebelum pemberian penisilin dapat dilakukan pembiakan atau kultur air susu, supaya
penyebab mastitis benar-benar diketahui. Apabila ada abses maka nanah dikeluarkan,
kemudian dipasang pipa ketengah abses agar nanah dapat keluar terus. Untuk mencegah
kerusakan pada duktus laktiferus, sayatan dibuat sejajar dengan jalannya duktus duktus
tersebut.

Prinsip-prinsip utama penanganan mastitis adalah:

a. Konseling suportif

Mastitis merupakan pengalaman yang paling banyak wanita merasa sakit, nyeri dan
membuat frustasi. Selain dalam penanganan yang efektif dan pengendalian nyeri, wanita
membutuhkan dukungan emosional. Ibu harus diyakinkan kembali tentang nilai menyusui,
yang aman untuk diteruskan, bahwa ASI dari payudara yang terkena tidak akan
membahayakan bayinya dan bahwa payudaranya akan pulih, baik bentuk maupun fungsinya.
Klien membutuhkan bimbingan yang jelas tentang semua tindakan yang dibutuhkan untuk
penanganan, dan bagaimana meneruskan menyusui/memeras ASI dari payudara yang sakit.
Klien akan membutuhkan tindak lanjut untuk mendapat dukungan terus menerus dan
bimbingan sampai kondisinya benar-benar pulih.

b. Pengeluaran ASI dengan efektif

Hal ini merupakan bagian terapi terpenting, antara lain :


1). Bantu ibu memperbaiki kenyutan bayi pada payudaranya.

2). Dorong untuk sering menyusui, sesering dan selama bayi menghendaki, tanpa
pembatasan.

3). Bila perlu peras ASI dengan tangan /pompa /botol panas, sampai menyusui dapat dimulai
lagi.

c. Terapi antibiotik

Terapi antibiotik diindikasikan kepada :

1). Hitung sel darah dan koloni bakteri dan biakkan yang ada serta menunjukkan infeksi.

2). Gejala berat sejak awal.

3). Terlihat puting pecah-pecah.

4). Gejala tidak membaik setelah 12-24 jam setelah pengeluaran ASI diperbaiki.

Antibiotik lactamase harus ditambahkan agar efektif terhadap Straphylococcus


aureus. Untuk organisme gram negatif, safeleksin/amoxixilinmungkin paling tepat. Jika
mungkin, bakteri antibiotik ditentukan.

Dosis antibiotik :

1). Eritromisin 250-500 mg setiap 6 jam.

2). Flukloktasilin 250 mg setiap 6 jam.

3). Dikloksasilin 125-250 mg setiap 6 jam per oral.

4). Amoxsasilin (sic) 250-500 mg setiap 8 jam.

5). Safeleksin 250-500 mg setiap 6 jam.

Pada kasus infeksi mastitis, penanganan nya antara lain :

1. Berikan antibiotik kloksasilin 500 mg peroral 4 kali sehari setiap 6 jam selama 10 hari
atau eritromisin 250 mg peroral 3 kali sehari selama 10 hari.
2. Bantulah ibu agar tetap menyusui
3. Bebat atau sangga payudara
4. Kompres hangat sebelum menyusui untuk mengurangi bengkak dan nyeri yaitu
dengan memberikan paracetamol 500mg per oral setiap 4 jam dan lakukan evaluasi
secara rutin.

Pengobatan yang tepat dalam pemberian antibiotik, mintalah pada dokter antibiotik
yang baik dan aman untuk ibu yang menyusui, selain itu bila badan terasa panas ibu dapat
minum obat turun panas kemudian untuk bagian payudara yang terasa keras dan nyeri dapat
dikompres dengan menggunakan air hangat untuk mengurangi nyeri. Bila tidak tahan nyeri
dapat minum obat penghilang rasa sakit, istirahat yang cukup amat perlu untuk
mengembalikan kondisi tubuh menjadi sehat kembali. Disamping itu makan dan minum yang
bergizi, minum banyak air putih juga akan membantu menurunkan demam, biasanya rasa
demam dan nyeri itu akan hilang dalam dua atau tiga hari dan ibu akan mampu beraktivitas
seperti semula.

d. Terapi simtomatik

Nyeri sebaiknya diterapi dengan analgesic. Ibuprofen dipertimbangkan sebagai obat


yang paling efektif dan dapat membantu mengurangi inflamasi dan nyeri. Parasetamol
merupakan alternatif yang paling tepat, istirahat sangat penting karena tirah baring dengan
bayinya dapat meningkatkan frekuensi menyusui sehingga dapat memperbaiki pengeluaran
susu. Tindakan lain yang dianjurkan adalah penggunaan kompres hangat pada payudara yang
akan menghilangkan nyeri dan membantu aliran ASI, dan yakinkan bahwa ibu cukup minum
cairan. Dilakukan pengompresan hangat pada payudara selama 15-20 menit, 4x/hari.
Diberikan antibotik dan untuk mencegah untuk pembengkakan, sebaiknya dilakukan
pemijatan dan pemompaan air susu pada payudara yang terkena.

1) Mastitis (Payudara tegang / indurasi dan kemerahan)


 Berikan klosasilin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari. Bila diberikan sebelum terbentuk
abses biasanya keluhannya akan berkurang.
 Sangga payudara.
 Kompres dingin.
 Bila diperlukan berikan Parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam.
 Ibu harus didorong menyusui bayinya walau ada PUS.
 Ikuti perkembangan 3 hari setelah pemberian pengobatan.
2) Abses payudara (terdapat masa padat, mengerasa dibawa kulit yang kemerahan)
 Diperlukan anastesi umum.
 Insisis radial dari tengah dekat pinggir areola, ke pinggir
 supaya tidak mendorong saluran ASI.
 Pecahkan kantong PUS dengan klem jaringan (pean) atau
 jaringan tangan.
 Pasang tampon dari drain, diangkat setelah 24 jam.
 Berikan klokasilin 500mg setiap 6 jam selama 10 hari.
 Sangga payudara.
 Kompres dingin.
 Berikan paracetamol 500mg setia 4 jam sekali bila diperlukan.
 Ibu dianjurkan tetap memberikan ASI walau ada pus.
 Lakukan follow up setelah pemberiam pengobatan selama 3 hari

Jika terjadi abses biasanya dilakukan penyayatan dan membuang nanah, serta
dianjurkan untuk berhenti menyusui. Untuk mengurangi nyeri dapat diberikan obat perada
nyeri (misalnya acetaminophen atatu ibuprofen). Kedua obat tersebut aman untuk ibu
menyusui dan bayinya.

10. Pencegahan

Untuk mencegah terjadinya mastitis dapat dilakukan beberapa tindakan sebagai berikut
(Soetjiningsih, 1997):

 Menyusui secara bergantian antara payudara kiri dan kanan


 Untuk mencegah pembengkakan dan penyumbatan saluran, kosongkan payudara
dengan cara memompanya
 Gunakan teknik menyusui yang baik dan benar untuk mencegah robekan/luka pada
puting susu
 Minum banyak cairan
 Menjaga kebersihan puting susu
 Mencuci tangan sebelum dan sesudah menyusui.

Tindakan-tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya mastitis, yaitu:

a) Perbaikan pemahaman penatalaksanaan menyusui


 Menyusui sedini mungkin setelah melahirkan;
 Menyusui dengan posisi yang benar;
 Memberikan ASI On Demand dan memberikan ASI eklusif;
 Makan dengan gizi yang seimbang;
b) Pemberian info tentang hal-hal yang mengganggu proses menyusui, membatasi,
mengurangi isapan proses menyusui dan meningkatkan statis ASI antara lain:
 Penggunaan dot;
 Pemberian minuman lain pada bayi pada bulan-bulan pertama;
 Tindakan melepaskan mulut bayi dari payudara pertama sebelum bayi siapuntuk
menghisap payudara yang lain;
 Beban kerja yang berat atau penuh tekanan;
 Kealpaan menyusui bila bayi mulai tidur sepanjang malam
 Trauma payudara karena tindakan kekerasan atau penyebab lain.
c) Pemberian info tentang penatalaksaan yang efektif pada payudara yang penuh dan
kencang. Adapun hal-hal yang harus dilakukan yaitu:
 Ibu harus dibantu untuk memperbaiki kenyutan pada payudara oleh bayinya untuk
memperbaiki pengeluaran ASI serta mencegah luka pada puting susu.
 Ibu harus didorong untuk menyusui sesering mungkin dan selama bayi
menghendaki tanpa batas.
 Perawatan payudara dengan dikompres dengan air hangat dan pemerasan ASI
d) Pemberian informasi tentang perhatian dini terhadap semua tanda statis ASI ibu harus
memeriksa payudaranya untuk melihat adanya benjolan, nyeri/panas/kemerahan:
 Bila ibu mempunyai salah satu faktor risiko, seperti kealpaan menyusui.
 Bila ibu mengalami demam/merasa sakit, seperti sakit kepala.
 Bila ibu mempunyai satu dari tanda-tanda tersebut, maka ibu perlu untuk
beristirahat di tempat tidur bila mungkin, sering menyusui pada payudara yang
terkena, mengompres panas pada payudara yang terkena, berendam dengan air
hangat/pancuran, memijat dengan lembut setiap daerah benjolan saat bayi
menyusui untuk membantu ASI mengalir dari daerah tersebut, mencari
pertolongan dari tenaga kesehatan bila ibu merasa lebih baik selanjutnya.
e) Perhatian dini pada kesulitan menyusui lain
Ibu membutuhkan bantuan terlatih dalam menyusui setiap saat dan ibu mengalami
kesulitan yang dapat menyebabkan statis ASI, seperti:
 Nyeri/puting pecah-pecah
 Ketidaknyamanan payudara setelah menyusui
 Kompresi puting susu (garis putih melintasi ujung puting ketika bayi melepaskan
payudara)
 Bayi yang tidak puas, menyusu sangat sering, jarang atau lama
 Kehilangan percaya diri pada suplai ASI nya, menganggap ASI nya tidak cukup
 Pengenalan makanan lain secara dini
 Menggunakan dot
f) Pengendalian infeksi

Petugas kesehatan dan ibu perlu mencuci tangan secara menyeluruh dan sering
sebelum dan setelah kontak dengan bayi. Kontak kulit dini, diikuti dengan rawat gabung bayi
dengan ibu merupakan jalan penting untuk mengurangi infeksi rumah sakit.

Anda mungkin juga menyukai