Anda di halaman 1dari 3

Tentang Sumpah Pemuda

Setelah surat kabar dan organisasi dimiliki, para pemuda kemudian mulai memikirkan
bahasa. Wilayah Hindia Belanda yang begitu luas, yang masing-masing memiliki
bahasa sendiri, tentu membutuhkan sebuah bahasa yang bisa menjadi bahasa perantara
untuk mengungkapkan gagasan-gagasan. Sebelumnya, bahasa Belandalah yang dipakai.
Akan tetapi, karena bahasa Belanda merupakan bahasa kolonial, maka harus dicari
bahasa baru. Maka, bahasa Melayu-lah yang kemudian dipilih, yang kemudian
dikenalkan sebagai bahasa Indonesia.
Semangat untuk menemukan dan merumuskan bahasa “persatuan” ini muncul
ketika Soempah Pemuda. Seperti yang telah diuraikan di atas, setelah munculnya
Serikat Prijaji, organisasi-organisasi baru bermunculan. Di setiap daerah muncul
perkumpulan-perkumpulan baru yang bertujuan memperjuangkan kepentingan
daerah/suku mereka. Berdiri Jong Java (1917), Jong Celebes (1918), Jong Minahasa
(1918), Sekar Roekoen (1910) dan Jong Bataks Bond (1925). Angota dari perkumpulan
tersebut adalah laki-laki dan perempuan muda. Mereka merupakan golongan terpelajar
yang menerima pendidikan Eropa
Perkembangan selanjutnya, para anggota perkumpulan kedaeran itu mulai
memikirkan perlunya sebuah organisasi yang bersifat nasional, organisasi yang mampu
menyatukan mereka. Semenjak tahun 1920-an, mereka mulai memikirkan untuk
membuat suatu federasi yang menyatukan perkumpulan-perkumpulan yang masih
berserak tersebut. Maka kemudian terjadi kongres Pemuda II—yang kemudian dikenal
dengan “Sumpah Pemuda.” Salah satu tokoh kuncinya adalah pemuda bernama
Mohammad Yamin.
Sumpah Pemuda merupakan proses lanjut dalam perjuangan bangsa Indonesia.
Di konggres ini diputuskan:
Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe bertoempah jang darah satoe,
tanah Indonesia
Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa
Indonesia
Kami poetra dan petri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoen, bahasa
Indonesia.
Sumpah Pemuda kemudian mendorong penyatuan organisasi pemuda. Hasilnya
adalah terbentuknya Indonesia Moeda. Soekarno muncul dalam periode ini. Semasa
moeda-nya Soekarno mendapatkan gemblengan dari tokoh nasionalis Tjokroaminoto—
ketua SDI. Di tempat Tjokro, Soekarno bersama Moeso mendapatkan pendidikan
politik. Inilah yang mendorong keduanya untuk bergerak menjadi aktivis pergerakan
nasional. Soekarno kemudian mendirikan PNI, sementara Moeso memilih jalur “kiri”
dengan terlibat dalam PKI.
Soekarno kemudian dominan dalam perjuangan nasionalisme di Indonesia
setelah tahun 1930-an. Karena aktivitas politiknya ia sering berhadapan dengan
pengadilan kolonial, dan beberapa kali ditahan dan dibuang. Sampai akhirnya Jepang
menjajah Indonesia menggantinkan Belanda.

Nasionalisme Berbahasa
Bahasa Sansekerta yang berasal dari India, karena sudah berkembang bersamaan
dengan awal zaman sejarah, tidak lagi dianggap sebagai bahasa asing kala itu. Bahasa
ini diserap ke dalam bahasa Jawa, Bali, Sunda dan Indonesia dengan perkembangannya
masing-masing. Kata “astra” yang berasal dari bahasa Sansekerta, misalnya, berarti
"anak panah" di Jawa, sementara di Bali berarti "anak yang lahir dari perkawinan tidak
sah." Adapun kata “bala”, baik di Jawa, Bali maupun Indonesia, bermakna "tentara",
tapi di Sunda berarti 'sampah".
Pengaruh bahasa Sansekerta memang banyak. Sebagaimana yang dikatakan oleh
Alif Danya Munsyi (2003): "Jika saja kita kumpulkan kata-kata itu—seperti menyerok
ikan di parit—dan tertangkap 23 atau 33 patah, niscaya kita telah dapat membuat 'berita'
atau 'cerita'". Bahkan asal usul "kata" itu sendiri bersumber dari bahasa Sansekerta,
yaitu “katha”. Tidak mengherankan, sebagaimana dijabarkan Alif Danya Musyi dalam
dua peristiwa penting bangsa Indonesia, seperti Sumpah Pemuda dan Proklamasi,
sejumlah kata dalam bahasa Sansekerta turut dipakai, antara lain nusa (nuswa), bangsa
(vamca), bahasa (bhasa), serta merdeka (maharddhika).
Menurunnya semangat nasionalisme setelah kemerdekaan tercapai adalah hal
lumrah yang dialami banyak negara. Inilah yang kemudian memenculkan perang
saudara yang berdarah-darah. Lihat saja Yugoslavia yang berhasil memerdekan diri dari
penjajahan Jerman, tapi lantas terjebak dalam perang saudara selama puluhan tahun.
Nasionalisme melawan penjajah tergantikan oleh nasionalisme berdasarkan etnis.
Akibatnya, Yugoslavia terpecah-belah berdasarkan etnis, sebelum pada akhirnya bubar
dan namanya lenyap dari peta dunia.
Unsur-unsur pembentuk negara Yugoslavia hampir serupa Indonesia, yaitu
keberagaman etnis. Dari sekian banyak etnis yang ada, nasionalisme Indonesia
dipersatukan oleh bahasa Indonesia. Sebagaimana yang termaktub dalam Sumpah
Pemuda 1928, bahasa Indonesia disepakati sebagai bahasa persatuan. Inilah yang
membedakan Indonesia dengan Yugoslavia.
Menjaga bahasa Indonesia merupakan salah satu bentuk nasionalisme yang
paling penting dan mudah dilakukan, tapi sayangnya kerap diabaikan bahkan
diremehkan. Berbahasa Indonesia, baik lisan maupun tulisan, juga merupakan bentuk
nasionalisme yang paling dekat dengan keseharian kita. Sayangnya, fenomena yang
muncul akhir-akhir ini justru memperlihatkan posisi bahasa Indonesia yang dijajah
bahasa asing. Oleh karena itu, marilah kita menjaga bahasa Indonesia sebagai wujud
mempertahankan semangat Sumpah Pemuda.***

Anda mungkin juga menyukai