Anda di halaman 1dari 4

Nama : Cristia Gemma

Nim : 102016089
Kelas :B

INDIVIDUATIVE - REFLECTION FAITH (KEPERCAYAAN INDIVIDUATIF -


REFLEKSI)

Tahap ini biasanya tidak dimulai sebelum usia tujuh belas atau delapan belas
tahun. Bagi sejumlah orang, tahap ini muncul hanya pada usia 35 sampai 40 tahun,
dan banyak orang dewasa tidak pernah mencapai tahap ini. Peralihan dari tahap ketiga
ke tahap keempat adalah sangat penting terutama bagi kesi-nambungan perjalanan
iman. Dimana pada umur ini seseorang dapat dikatakan mampu merefleksikan
imannya. Dapat memberikan suatu pendapat yang telah dipikirkan secara kritis oleh
individu tersebut. Gaya hidup seseorang pada kepercayaan ini juga berubah menjadi
lebih bertanggung jawab dan dapat menentukan suatu pilihan sendiri tanpa
bergantung pada orang lain. Pada kepercayaan ini seseorang bisa melihat cermin
dirinya sendiri dan melihat orang lain yang ada sekitarnya juga mengerti akan
hubungan sosial yang terjadi tetapi tetap mengusai dirinya sendiri sebagai seorang
yang harus bisa mengambil suatu keputusan. Dengan mengenal diri sendiri seseorang
dapat mengenal pribadi orang lain dengan baik melalui perkataan maupun perbuatan.
Ada 2 perubahan yang terjadi pada tahap ini: individuasi dan refleksi kritis. Pada
tahap individuatif disinilah manusia mulai tidak bergantung pada orang lain karena
seseorang tersebut sudah mulai untuk melakukan sesuatu dengan dirinya sendiri dan
bisa membuat suatu komitmen yang baik bagi kehidupannya. Tetapi bukan menjadi
suatu arti bahwa seseorang dalam tahap ini akan menjadi lebih penyendiri atau tidak
bergaul dengan orang lain. Pada tahap refleksi kritis seseorang dapat mengambil suatu
keputusan dengan sendiri dan bertanggung jawab dengan keputusan tersebut.
Ada tiga hal yang terjadi dalam tahap ini antara lain: Munculnya kesadaran
tentang indentitas diri yang khas dan otonomi tersendiri, seseorang akan semakin
dapat melihat perbedaan dari pribadi lain; Dengan daya operasional formal dan sikap
refleksi yang tinggi ia mulai mempertanyakan nilai atau pandangan hidupnya;
Individu sendirilah yang mempunyai tugas untuk mengambil keputusan dan
menyingkirkan kepercayaan lain. Pada masa ini seseorang akan cepat tanggap dan
kritis terhadap pemimpin yang ideologis dan kharismatik. Disebut individuatif-
reflektif karena individu mengembangkan kepercayaannya sebagai hasil refleksi kritis
semata-mata. Ketika seluruh keyakinan religious yang tidak diucapkan itu
diungkapkan secara eksplisit dan di kaji secara kritis, menemukan banyak unsur dari
keyakinan, nilai, ajaran, dan mitos serta cerita konvensional dari tradisi agama yang
tidak dapat diterima dengan akal budi. Akibatnya, dalam pengujian kritis terhadap
keyakinan tradisional yang biasadiangkat dari agama lain, bukan dari agama atau
gerejanya sendiri.

Peralihan ke tahap keempat terjadi ketika kita tidak tahan lagi menjadi “orang
yang berbeda” ketika kita ada bersama kelompok-kelompok yang berbeda, atau ketika
kita menyadari bahwa kita tidak dapat menyerahkan pembuatan makna kita bahkan
pada otoritas yang tertinggi. Sekarang tanggung jawab untuk melakukan sintesis dan
membuat makna berubah dari mengandalkan otoritas konvensional ke arah
bertanggung jawab sendiri atas komitmen-komitmen, gaya hidup, kepercayaan-
kepercayaan, dan sikap-sikap. Akibatnya, sekarang ada tingkat otonomi yang berbeda
secara kualitatif, melebihi tahap ketiga. Cara mengetahui dan berhubungan dengan
dunianya, identitas dan pandangan hidupnya, merupakan pilihan yang dipilih sendiri
dan dibedakan dari sikap-sikap dan pengharapan-pengharapan orang lain oleh
kesadaran sendiri. Sesungguhnya, mereka menjadi faktor-faktor yang diakui dalam
cara menafsirkan, menilai, dan bereaksi terhadap pengalaman miliknya.

Bahkan waktu seseorang mencapai iman yang lebih bisa berdiri sendiri, pada
tahap keempat ada kesadaran baru yang ditemukan mengenai pernyataan yang seolah-
olah bertentangan (berlawanan) dengan pendapat umum dan polaritas kehidupan.
Keputusan-keputusan mengenai makna ganda dalam kehidupan dan ketegangan-
ketegangan yang berlawanan tidak lagi dapat dihindari sebagaimana ketika mereka
berada pada tahap ketiga. Fowler mendaftarkan beberapa ketegangan yang
berlawanan itu seperti “individu lawan komunitas; khusus lawan universal; reladf
lawan absolut; melayani diri sendiri lawan melayani orang lain; otonomi lawan
heteronomi; merasa lawan berpikir; subjek-tivitas lawan objektivitas”
(boiliu.wordpress.com). Sekarang kegiatan iman seseorang berusaha untuk menangani
ketegangan-ketegangan ini dan mempertahankan keseimbangan di antara mereka.
Akan tetapi, kecenderungan pada tahap keempat, khususnya dalam formulasinya yang
awal, adalah merusak ketegangan dengan mendukung salah satu pihak. Orang
mungkin mengambil pendekatan “satu di antara dua” terhadap masalah-masalah dan
pernyataan yang seolah-olah bertentangan (berlawanan) dengan pendapat umum.
Daripada polaritas-polaritas dipertahankan dalam ketegangan yang produktif, mereka
dirusak menjadi relauvisme atau absoludsme. Ini juga nyata dalam hal perspektif-per-
spektif milik orang lain daripada miliknya sendiri; kecenderungannya adalah masih
mengasimilasi secara berlebihan daripada menerima mereka dengan tulus dalam
bentuk dialogis.

Tidak asing bagi seseorang yang berada pada tahap keempat bergabung dengan
komunitas yang memiliki ideologi yang kuat yang menawarkan jawaban-jawaban
yang sudah jadi terhadap ambiguitas dan pernyataan yang seolah-olah bertentangan
(berlawanan) dengan pendapat umum. Akan tetapi, setidak-tidaknya penggabungan
itu lebih didasarkan pada komitmen yang dipilih sendiri. Maka, tahap keempat adalah
sebuah kemampuan baru untuk berdiri sendiri, dan kelompok miliknya dipilih
berdasarkan refleksi dan bukan hanya diterima seperti pada tahap ketiga (oleh karena
itu tahap ini dina-makan individuatif/reflektif).

DAFTAR PUSTAKA

1. http://kutikata.blogspot.co.id
2. http://belajartanpabuku.blogspot.co.id
3. http://slideplayer.info/slide/

Anda mungkin juga menyukai