Anda di halaman 1dari 7

DAMPAK CEDERA TRAUMATIK DAN NON-TRAUMATIK TERHADAP

KECEMASAN ATLET SEPAK BOLA PADA SAAT MENGHADAPI


PERTANDINGAN
A. Pendahuluan
Fenomena : Di dunia ini terdapat berbagai macam kasus yang terkait dengan
kesehatan tubuh manusia, terutama adalah kasus yang berdampak buruk bagi
kelangsungan hidup manusia. Dari berbagai macam kasus tersebut, beberapa kasus dapat
menyebabkan turunnya imunitas tubuh berkurang, bahkan dapat menyebabkan kematian.
Salah satu kasus tersebut adalah cedera otak traumatik. Cedera otak traumatik adalah
penyebab utama kematian dan morbiditas atau kecacatan yang mempengaruhi jutaan
orang secara global dengan beban ekonomi yang signifikan (Roozenbeek B, 2013). Setiap
tahun, diperkirakan 10 juta orang menderita peristiwa cedera otak traumatik di seluruh
dunia (Hyder AA, 2007; Ruff RL, 2012). Diperkirakan bahwa cedera otak traumatik akan
menjadi peringkat ke-tiga terbesar dari total beban penyakit secara global pada tahun
2020 (Hyder AA, 2007). Di Amerika Serikat diperkirakan sekitar 5.3 juta orang hidup
dengan kecacatan yang disebabkan oleh cedera otak traumatik (Prins ML, 2012). Hingga
saat ini, cedera otak traumatik masih merupakan penyebab utama morbiditas dan
mortalitas di dunia pada individu usia dibawah 45 tahun (Mauritz W, 2008; Werner C,
2007). Selama tahun 1997 hingga tahun 2007 di Amerika Serikat, jumlah kunjungan ke
unit gawat darurat yang didiagnosis dengan cedera otak traumatik tiap tahunnya rata-rata
mencapai 1.365.000 orang. Sebanyak 275.000 diantaranya memerlukan perawatan inap di
rumah sakit. Angka kematian rata-rata yang diakibatkan cedera otak traumatik mencapai
52.000 orang atau sekitar 18,4 orang tiap 100.000 populasi (Coronado VG, 2011).
Jumlah tersebut semakin meningkat pada tahun 2013, dimana total terdapat sekitar 2.8
juta kunjungan ke unit gawat darurat yang diakibatkan oleh cedera otak traumatik.
Sebanyak 282.000 diantaranya memerlukan perawatan inap, dan sekitar 56.000
mengalami kematian (Taylor CA, 2017). Secara keseluruhan, laki-laki memiliki jumlah
yang lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan. Mekanisme cedera yang paling umum
untuk semua kelompok umur adalah terjatuh, dipukul oleh atau terhadap suatu objek, dan
kecelakaan kendaraan bermotor (Taylor CA, 2017). Angka kematian pada laki-laki
tercatat tiga kali lebih tinggi (28,8 tiap 100.000 penduduk) dibandingkan angka kematian
pada perempuan (9,1 tiap 100.000 penduduk).
Tingginya insiden pada laki-laki dapat disebabkan karena laki-laki lebih dominan
dalam melakukan aktivitas beresiko tinggi, resiko kerja, dan cedera yang berhubungan
dengan kekerasan jika dibandingkan dengan perempuan (Coronado VG, 2011). Diantara
aktivitas beresiko tinggi tersebut salah satunya adalah dunia sepakbola. Sepak bola
merupakan olah raga yang lazimnya menggunakan kedua kaki sebagai media yang paling
dominan dalam permainannya. Meski begitu, permainan 11 lawan 11 itu ternyata tetap
membuka potensi hadirnya cedera kepala. Cedera mulai dari yang paling ringan seperti
robek kulit kepala, gegar otak, hingga yang terparah yakni retak tulang tengkorak mulai
akrab dalam permainan sepak bola. Biasanya cedera tersebut terjadi akibat duel bola-bola
udara yang melibatkan benturan antar pemain. Oleh sebab itu, cedera yang melibatkan
kepala biasanya selalu menimbulkan trauma berkepanjangan. Hal ini dapa dimaklumi
karena kepala merupakan organ yang vital bagi tubuh manusia. Jadi, para pemain yang
pernah mengalami cedera kepala biasanya menggunakan pelindung tambahan untuk
menghindari terulangnya hal tersebut. Sebab, cedera ini akibatnya tak main-main dan bisa
mengancam nyawa sang pemain apabila kembali terulang.
Kasus cedera kepala termutakhir terjadi di kompetisi Premier League pada laga
Chelsea kontra Hull City (22/1/2017). Gelandang Hull, Ryan Mason, harus dilarikan ke
rumah sakit setelah berbenturan dengan Gary Cahill pada menit ke-20. Pemain berusia 25
tahun tersebut langsung menjalani operasi darurat di rumah sakit St. Mary's, London
karena mengalami retak tulang tengkorak. Kabar terakhir menyebutkan Mason berada
dalam kondisi yang stabil dan tengah menjalani proses observasi untuk mengetahui
perkembangan cederanya.
Teori relevan : Cedera kepala merupakan proses dimana terjadi trauma langsung atau
deselerasi terhadap kepala yang menyebabkan kerusakan kepala atau otak (Borley &
Grace, 2006). Cedera kepala adalah kerusakan neurologis yang terjadi akibat adanya
trauma pada jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder dari
trauma yang terjadi (pierce, 1995). Cedera kepala merupakan trauma yang terjadi pada
otak yang disebabkan kekuatan atau tenaga dari luar yang menimbulkan berkurang atau
berubahnya kesedaran, kemampuan kognitf, kemampuan fisik, perilaku, ataupun
kemampuan emosi (Ignatavicius, 2009).
Menurut Mansjoer (2000), cedera kepala tersebut dibedakan menjadi cedera ringan,
sedang, berat. Adapun kriteria dari masing-masing tersebut adalah :
1. Cedera kepala ringan (CKR) tanda-tandanya adalah; skor glasgow coma scale 15
(sadar penuh, atentif, dan orientatif); tidak ada kehilangan kesadaran 7 (misalnya
konkusi); tidak adanya intoksikasi alkohol atau obat terlarang; pasien dapat mengeluh
sakit dan pusing; pasien dapat menderita laserasi, abrasi, atau hematoma kulit kepala.
2. Cedera kepala sedang (CKS) tanda-tandanya adalah; skor glasgow coma scale 9-14
(konfusi, letargi, atau stupor); konkusi; amnesia pasca trauma; muntah; kejang.
3. Cedera kepala berat (CKB) tanda-tandanya adalah; skor glasgow coma scale 3-8
(koma); penurunan derajat kesadaran secara progresif; tanda neurologis fokal; cedera
kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi kranium.
Konfirmasi fenomena dengan teori : Teori diatas sangat relevan dengan fenomena
yang telah dipaparkan sebelumnya. Cedera kepala pada para atlet sepakbola akan sangat
berpengaruh terhadap kesehatan mental mereka. Cedera pada kepala pada dunia
sepakbola sangat berkaitan erat dikarenakan salah satu penyebab utama terjadinya cedera
tersebut karena adanya benturan yang berasal dari luar kepala. Di dalam dunia sepakbola
sudah banyak sekali kasus yang terjadi yang berkaitan dengan cedera otak atau kepala
yang menyebabkan para pemain mengalami trauma yang sangat berat bahkan hingga
kematian.
Penelitian terdahulu : Beberapa penelitian terdahulu juga membuktikan bahwa tidak
sedikit pemain sepakbola yang mengalami cedera otak. “Identifikasi Cedera Olahraga
Pada Atlet Sepakbola”(Adinda Rahmaniar,2020), dalam penelitian ini disebutkan
mengenai apa saja penyebab dari cedera otak para atlet sepakbola dan juga dampaknya
bagi para pemain tersebut. “CEDERA PADA PEMAIN SEPAKBOLA”(I Wayan
Artanayasa, Adnyana Putra,2014), dalam penelitian ini dijelaskan mengenai apa saja
dampak dari cedera pada para pemain sepakbola dan juga menjabarkan mengenai solusi-
solusi yang dapat digunakan untuk menangani kasus tersebut.
Rumusan Masalah :Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui latar belakang
terjadinya cedera otak pada para pemain sepakbola, untuk mengetahui apa saja dampak
dari cedera otak pada para pemain sepakbola, dan juga untuk mengidentifikasi solusi
yang dapat dilakukan untuk mengatasi cedera otak pada para pemain sepakbola.
Urgensi : Penelitian ini sangat penting dilakukan, karena berdasarkan fenomena yang
telah dipaparkan sebelumnya, kasus mengenai cedera otak para atlet sepakbola masih
menjadi topik utama dalam dunia sepakbola. Berdasarkan penelitian-penelitian yang
sudah dilakukan sebelumnya, telah ditemukan berbagai macam solusi mengenai kasus ini,
namun tidak sedikit juga solusi yang dianggap kurang sesuai dengan kondisi saat ini.
Kajian teori : Cedera otak adalah masalah pada kinerja otak akibat mengalami
benturan yang berpotensi menimbulkan gangguan pada fungsi otak. Masalah ini dapat
berupa luka ringan, memar di kulit kepala, bengkak, perdarahan, patah tulang
tengkorak, atau gegar otak. Cedera otak adalah semua cedera terkait otak yang
memengaruhi seseorang secara fisik, emosional, dan sikap. Cedera mengakibatkan
perubahan aktivitas saraf otak, yang kemudian memengaruhi integritas fisik, aktivitas
metabolisme, atau kemampuan fungsional sel-sel saraf di otak.
Gejala yang dialami penderita cedera otak berbeda-beda, tergantung pada tingkat
keparahan kondisi. Berdasarkan tingkat keparahannya, cedera kepala dibagi menjadi dua
yaitu cedera otak tingkat ringan, dan juga cedera kepala sedang hingga berat.
Ada dua jenis cedera ini menurut penyebabnya, yaitu:

 Cedera otak traumatik

Cedera jenis ini merupakan perubahan fungsi otak atau patologi otak lainnya yang
disebabkan oleh kekuatan eksternal. Kondisi ini dibagi menjadi dua, yaitu tertutup (atau
tidak menembus) dan terbuka (menembus).

 Cedera otak non-traumatik

Cedera jenis ini merupakan perubahan fungsi otak atau patologi yang disebabkan oleh
faktor internal.
Cedera otak terjadi ketika ada benturan keras, terutama yang langsung mengenai
kepala. Keparahan cedera akan tergantung dari mekanisme dan kerasnya benturan yang
dialami penderita. Berikut ini adalah serangkaian aktivitas atau situasi yang dapat
meningkatkan risiko seseorang mengalami cedera kepala:

 Jatuh dari ketinggian atau terpeleset di permukaan yang keras


Jatuh dari tempat tidur, terpeleset di kamar mandi, salah langkah, jatuh dari tangga,
dan jatuh lainnya adalah penyebab paling umum cedera otak traumatik secara
keseluruhan, terlebih pada orang dewasa yang lebih tua dan anak kecil.
 Kecelakaan lalu lintas
Tabrakan yang melibatkan mobil, sepeda motor, atau sepeda—dan pejalan kaki yang
terlibat dalam kecelakaan tersebut—adalah penyebab umum cedera otak traumatik.
 Cedera saat berolahraga atau bermain
Cedera otak traumatik mungkin disebabkan oleh cedera dari beberapa jenis olahraga,
termasuk sepakbola, tinju, football, bisbol, lacrosse, skateboarding, hoki, dan olahraga
berisiko tinggi atau ekstrem lainnya, terutama di usia muda.
 Kekerasan
Sekitar 20 persen cedera otak traumatik disebabkan oleh kekerasan, misalnya luka
tembak, kekerasan dalam rumah tangga atau penyiksaan anak. Sindrom guncangan
bayi adalah cedera otak traumatik karena guncangan kuat pada bayi yang merusak sel-
sel otak.
 Penggunaan alat peledak atau senjata yang bising tanpa alat pelindung
Ledakan adalah penyebab umum cedera otak traumatik dalam personil militer yang
bertugas. Walaupun mekanisme kerusakan belum begitu dimengerti, banyak peneliti
percaya bahwa gelombang tekanan yang masuk melalui otak secara drastis
mengganggu fungsi otak.
Gejala yang dialami penderita cedera otak berbeda-beda, tergantung pada keparahan
kondisi dan lokasi benturan. Tidak semua gejala akan langsung dirasakan sesaat setelah
cedera terjadi. Terkadang gejala baru muncul beberapa hari hingga beberapa minggu
kemudian. Gejala-gejala yang mungkin dialami pada tingkat ringan yaitu :

 Benjolan atau bengkak di kepala


 Luka kulit kepala yang tidak dalam
 Linglung atau memiliki pandangan kosong
 Pusing berputar atau sakit kepala
 Mual
 Mudah merasa lelah
 Mudah mengantuk dan tidur lebih lama dari biasanya
 Sulit tidur
 Kehilangan keseimbangan
 Sensitif terhadap cahaya atau suara
 Penglihatan kabur
 Telinga berdenging
 Kemampuan mencium atau merasakan berubah
 Kesulitan mengingat atau berkonsentrasi
 Depresi
 Perubahan suasana hati
Gejala cedera otak sedang dan berat :
 Kehilangan kesadaran selama beberapa menit hingga jam
 Terdapat luka pada kepala yang dalam
 Terdapat benda asing yang menancap di kepala
 Sakit kepala parah yang berkepanjangan
 Mual atau muntah secara berkelanjutan
 Kehilangan koordinasi tubuh
 Kejang
 Pelebaran pupil mata
 Terdapat cairan yang keluar melalui hidung atau telinga
 Sulit dibangunkan saat tidur
 Jari-jari tangan dan kaki melemah atau kaku
 Merasa sangat bingung
 Perubahan perilaku yang drastis
 Berbicara cadel
 Koma
Risiko fatal atau mengancam nyawa biasanya terjadi pada kasus cedera otak berat.
Berikut adalah beberapa kondisi yang bisa terjadi akibat cedera otak berat dan mengancam
nyawa seseorang:
1. Hematoma
Cedera otak bisa menyebabkan pecahnya pembuluh darah yang ada di sekitar otak atau
tulang tengkorak bagian dalam. Akibatnya, darah mengumpul atau membeku di celah antara
otak dan tulang tengkorak, lalu membentuk hematoma (bekuan darah).
Hematoma yang terjadi di dalam kepala, misalnya epidural hematoma, adalah kondisi
yang sangat serius. Kondisi ini bisa meningkatkan tekanan dalam tengkorak, kemudian
mengakibatkan hilangnya kesadaran atau bahkan kerusakan otak permanen.
2. Perdarahan otak
Perdarahan otak juga merupakan salah satu risiko fatal akibat cedera otak. Perdarahan
bisa terjadi di ruang sekitar otak (perdarahan subarachnoid) atau di dalam jaringan otak
(perdarahan intraserebral).
Perdarahan bisa mengakibatkan pembengkakan jaringan otak yang berada di sekitar
perdarahan. Bengkaknya satu bagian otak bisa menyebabkan terhalangnya aliran darah ke
sana. Hal ini pada akhirnya bisa menyebabkan matinya sel-sel di otak.
3. Pembengkakan otak
Pembengkakan otak atau edema serebri bisa terjadi akibat perdarahan yang disebabkan
oleh cedera otak atau karena benturan kepala itu sendiri. Pembengkakan jaringan otak akan
bisa meningkatkan tekanan di dalam tengkorak, sehingga aliran darah dan oksigen yang
seharusnya diterima otak menjadi menurun.
Bila tidak segera ditangani, ukuran otak yang membengkak bisa semakin membesar
hingga otak terdesak oleh tulang tengkorak. Jika sudah demikan, kerusakan atau kematian
sel-sel otak bisa terjadi.
4. Kerusakan jaringan otak menyeluruh
Cedera kepala yang berat juga bisa menyebabkan kerusakan jaringan otak secara
menyeluruh atau diffuse axonal injury yang merupakan akibat paling berbahaya dari cedera
kepala. Jika terjadi, ini dapat menyebabkan seseorang mengalami kerusakan otak permanen
bahkan kematian.
Pengobatan akan disesuaikan dengan tingkat keparahan cedera yang dialami. Secara
umum, dokter akan membantu dengan pemberian obat-obatan, terapi, atau melakukan operasi
jika diperlukan. Penjelasannya sebagai berikut:
Obat-obatan
Penderita cedera otak ringan biasanya tidak memerlukan tindakan medis khusus karena
kondisinya dapat membaik dengan beristirahat. Untuk meredakan nyeri yang mungkin
dirasakan, obat-obatan yang dianjurkan yaitu paracetamol, obat antikejang untuk menekan
risiko kejang yang biasa terjadi seminggu setelah trauma, obat diuretik untuk mengurangi
tekanan di dalam otak dengan mengeluarkan cairan dari jaringan otak.
Terapi
Bagi yang mengalami cedera otak sedang hingga berat, terapi atau rehabilitasi mungkin
diperlukan untuk memperbaiki dan mengembalikan kondisi fisik dan fungsi saraf.
Serangkaian terapi yang biasa disarankan antara lain; fisioterapi; terapi kognitif dan
psikologis; terapi okupasi; terapi wicara; dan terapi rekreasi.
Operasi
Jenis dan tujuan operasi akan disesuaikan dengan keparahan kondisi dan masalah yang
terjadi akibat cedera kepala.
Pencegahan cedera otak dapat dilakukan dengan langkah-langkah berikut:

 Menggunakan alat pengaman saat berolahraga

 Selalu menggunakan alat keselamatan, seperti helm atau pelindung kepala, jika


bekerja di lingkungan yang berisiko menimbulkan cedera kepala

 Memasang pegangan besi di kamar mandi dan di samping tangga untuk mengurangi
risiko terpeleset

 Memastikan lantai selalu kering dan tidak licin

 Memasang penerangan yang baik di seluruh bagian rumah

 Memeriksa kondisi mata secara rutin, terutama jika mengalami gejala gangguan
penglihatan, seperti buram atau penglihatan berbayang

Anda mungkin juga menyukai