1. Verdah Jesindah
2. Wanda Permata Sari
3. Wasilatun Nasia
4. Widya apriliani
5. Wiwin Septaliani
6. Wulandari
Kelas : 2B
A. Latar Belakang
Halusinasi adalah gangguan atau perubahan persepsi dimana pasien mempersepsikan
sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan
dari luar, suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus
ekstren atau persepsi palsu (Prabowo, 2014).
Atas dasar tersebut, maka kami mengganggap dengan Terapi Aktivitas Kelompok
( TAK) klien dengan gangguan halussinasi dapat tertolong dalam hal sosialisasi dengan
lingkungan sekitarnya, tentu saja klien yang mengikuti terapi ini adalah klien yang sudah
mampu membuka diri pada realitas sehingga saat TAK klien dapat bekerjasam dan tidak
mengganggu anggota kelompok lain.
B. Tujuan Terapi Aktivitas Kelompok
Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi sensori halusinasi memiliki lima sesi yang bertujuan
untuk melatih dan mengajarkan pasien untuk mengontrol halusinasinya. Selain dapat melatih
mengontrol gangguan persepsi sensori (halusinasi) terapi ini juga dapat melatih pasien untuk
mengetahui kerugian bila tidak dapat mengontrol halusinasi dengan baik dan benar. Terapi aktivitas
kelompok stimulasi persepsi sensori ini diindikasikan pada pasien dengan gangguan persepsi sensori.
Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi
1. Definisi
Terapi Aktitivas Kelompok Stimulasi Persepsi Sensori digunakan untuk
memberikan stimulasi pada sensasi pasien, kemudian diobservasi reaksi sensori pasien
berupa ekspresi emosi atau perasaan melalui gerakan tubuh, ekspresi muka, ucapan.
Terapi aktivitas kelompok untuk menstimulasi sesnsori pada penderita yang
mengalami kemunduran fungsi sensoris. Teknik yang digunakan meliputi fasilitasi
penggunaan panca indera dan kemampuan mengekspresikan stimulus baik dari internal.
maupun eksternal (Prabowo, 2014).
Halusinasi adalah kesalahan sensori persepsi yang menyerang pancaindera, hal umum
yang terjadi yaitu halusinasi pendengaran dan pengelihatan walaupun halusinasi pencium,
peraba, dan pengecap dapat terjadi (Townsend, 2010).
Halusinasi adalah suatu keadaan dimana klien mengalami perubahan sensori persepsi yang
disebabkan stimulus yang sebenarnya itu tidak ada (Sutejo, 2017).
Halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa stimulus yang nyata, sehingga
klien
menginterpretasikan sesuatu yang tidak nyata tanpa stimulus atau rangsangan dari luar (Stuart
dalam Azizah, 2016).
Berdasarkan pengertian halusnasi itu dapat diartikan bahwa, halusinasi adalah gangguan
respon yang diakibatkan oleh stimulus atau rangsangan yang membuat klien mempersepsikan
sesuatu yang sebenarnya tidak ada.
2. Penyebab
Etiologi Gangguan Persepsi Sensori (Halusinasi)
Menurut Yosep (2010) proses terjadinya halusinasi dijelaskan dengan menggunakan konsep
stress adaptasi yang meliputi stressor dari faktor predisposisi dan presipitasi.
1) Faktor predisposisi
Faktor predisposisi halusinasi terdiri dari :
a) Faktor perkembangan
Tugas perkembangan pasien yang terganggu misalnya rendahnya kontrol dan kehangatan
keluarga menyebabkan pasien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang
percaya diri dan lebih rentan terhadap stress.
b) Faktor sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima di lingkungannya sejak bayi (unwanted child) akan
merasa kesepian, disingkirkan, dan tidak percaya pada lingkungannya.
c) Faktor biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang berlebihan
dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang bersifat halusinogenik
neurokimia seperti Buffofenon dan Dimetytransferase (DMP). Akibat stress berkepanjangan
menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter otak. Misalnya terjadi ketidakseimbangan
acetylcholine dan dopamine.
d) Faktor psikologis
Tipe kepribadian yang lemah dan tidak bertangguang jawab sangat mudah terjerumus
pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan pasien dalam
mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Pasien lebih memilih kesempatan
sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam hayal. Faktor pencetus lain misal memiliki
riwayat kegagalan yang berulang, menjadi korban, pelaku maupun saksi dari perilaku
kekerasan serta kurangnya kasih sayang dari orang-orang disekitar atau overprotektif.
e) Faktor Genetik dan Pola Asuh
Penelitian menujukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orangtua skizofrenia
cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga
menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
2) Faktor presipitasi
Menurut Yosep (2010) bahwa seorang individu sebagai makhluk yang dibangun atas
dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual sehingga dapat dilihat dari lima dimensi yaitu :
a) Dimensi fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh kondisi fisik seperti kelelahan yang luar biasa,
penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk
tidur dalam waktu yang lama.
b) Dimensi emosional
Halusinasi dapat timbul ketika individu merasakan cemas yang berlebihan. Isi
halusinasi berupa perintah memaksa dan menakutkan. Pasien tidak sanggup lagi menentang
perintah hingga kondisi tersebut mengakibatkan pasien melakukan sesuatu yang berbahaya.
c) Dimensi intelektual
Individu dengan halusinasi akan mengalami penurunan ego. Awalnya halusinasi
merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun merupakan
suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian pasien
dan tak jarang akan mengontrol semua perilaku pasien.
d) Dimensi sosial
Pasien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase awal comforting, pasien
menganggap bahwa hidup di alam nyata sangat membahayakan. Pasien lebih asyik dengan
halusinasinya seolah-olah itu merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan sosialisasinya.
e) Dimensi spiritual
Secara spiritual pasien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup, rutinitas tidak
bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang berupaya secara spiritual untuk menyucikan
diri. Irama sirkardiannya terganggu, karena dia sering tidur larut malam dan bangun sangat
siang. Saat terbangun merasa hampa tanpa arah tujuan. Sering menyalahkan takdir namun
lemah dalam mengupayakan rejeki, menyalahkan lingkungan dan orang lain yang
menyebabkan takdirnya memburuk.
A. Kriteria Pasien
1. Klien bersedia mengikuti kegiatan TAK
2. Klien dapat berkomunikasi dengan perawat dan klien lain
3. Klien mau diajak untuk bicara tentang gangguan halusinasinya
4. Klien dengan gangguan halusinasi yang sudah terkontrol
B. Proses Seleksi
Proses seleksi dilakukan oleh terapis selama 3 hari perawatan dengan cara
mengobservasi klien dan berinteraksi dengan klien serta memberikan informasi pada
klien,berdasarkan kriteria diatas klien diikut sertakan berjumlah 2 orang.
Dalam TAK dilakukan kontrak terlebih dahulu mengenai topic,waktu dan tempat
TAK. Peserta yang mengikuti TAK:
1. Ny. W
2. Ny. W
C. Pengorganisasian
1. Leader : Wasilatun Nasia
2. Co Leader : Verdah Jesindah
3. Observer : Widya Apriliani
4. Fasilitator : Wulandari
D. Uraian tugasTerapis
1. Leader
a. Memimpin jalannya TAK
b. Memberi penjelasan ttg seluruh kegiatan TAK
c. Memfokuskan kegiatan TAK
d. Memberi motivasi kepada fasilitator dan peserta TAK
2. Co Leader
a. Membantu Leader dalam memimpin jalannya kegiatan TAK dan mengingatkan
Leader bila menyimpang dari aturan kegiatan
b. Mengganti leader apabila pasif
3. Fasilitator
a. Mempertahankan kehadiran peserta
b. Memfasilitasi anggota TAK
c. Mengarahkan peserta TAK dalam mengikuti kegiatan memperkenalkan diri dalam
kelompok
4. Observer
a. Mengobservasi seluruh jalannya TAK dari prmbukaan sampai penutup
b. Mencatat jumlah yang hadir dan yang tidak hadir
c. Mencatat jumlah yang aktif dan yang tidak aktif
d. Mengidentifikasi strategi krisis yang digunakan oleh Leader
halusinasi
b) Seting Tempat
(1) Terapis dan pasien duduk bersama dalam lingkararan
E. Setting
1. Terapis dan klien duduk bersama dalam lingkaran
2. Ruang tenang dan nyaman.
F. Alat
1. Spidol sebanyak jumlah peserta yang mengikuti TAK.
2. Kertas HVS sebanyak dua kali jumlah peserta yang mengikuti TAK.
3. Papan Tulis.
G. Metode
1. Diskusi
2. Orientasi
a. Salam teraputik
1) Salam dari terapis kepada klien
2) Terapis dan klien saling memperkenalkan diri dengan nama panggilan, keduanya memakai
papan nama.
c. Kontrak
1) Terapis menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu bercakap-cakap tentang hal positif diri sendiri.
2) Menjelaskan aturan main berikut:
a) Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta izin kepada terapis.
b) Lama kegiatan 45 menit.
c) Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.
Sesi I : TAK
Stimulasi Persepsi: Halusinasi
Kemampuan menulis pengalaman yang tidak menyenangkan dan hal positif diri sendiri
No Nama Klien Menuliskan pengalaman tidak Menulis hal positif
menyenangkan diri sendiri
1 Wiwin Mendengar seseorang berbisik
2 Wanda Mendengar seseorang berteriak
3
4
5
6
7
8
Petunjuk:
1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nam klien
2. Untuk tiap klien , beri penilaian tentang kemampuan menyebutkan lima benar cara minum
obat, keuntungan minum obat, dan akibat tidak patuh minum obat. Beri tanda ( √ ) jika klin
mampu dan beri tanda ( X) jika klien tidak mampu.
Evaluasi Struktur
Evaluasi tentang : ketersediaan sarana prasarana saat melakukan TAK, waktu
pelaksanaan TAK sesuai dengan pre planning/ tidak, peserta kooperatif / tidak.
Evaluasi Proses
Jalan TAK lancar/ tidak, klien dapat mengikuti dari awal hingga akhir penyampaian
materi sesuai preplannning/ tidak.
Evaluasi Hasil
Klien dapat menuliskan kemampuannya yang positif serta negatif. Semua untuk
memperbaiki hal negatif.
Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki pasien saat TAK pada catatan proses
keperawatan tiap pasien. Contoh : pasien mengikuti TAK stimulasi persepsi : halusinasi.
pasien mampu memperagakan cara menghardik gangguan persepsi sensori (halusinasi).
Anjurkan pasien menggunakan jika halusinasi muncul, khusunya pada malam hari (buat
jadwal).
Keliat BA, Panjaitan RA, Helena N, (2006). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa.
Edisi 2. Jakarta : EGC
Townsend MC.(1998). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan Psiaktri: Pedoman
untuk Pembuatan Rencana Keperawatan. Jakarta : EGC