Makalah Eq
Makalah Eq
EQ (EMOTIONAL QUESTION)
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Perilaku dan Etika Profesi
Dosen pengampu : Apt. Irfan Ari Setiawan,S.Si
Anggota kelompok
1.Riski selviani puteri (19081002)
2.Rizki wulandari (19081003)
3. Rani oktafiani ( 19081011)
4. Amanah septianti (19081018)
5.Dina safitri(19081019)
6.Fuji amalia(19081023)
7.Indira ayu khuimarah(19081024)
8. Intan nurul s (19081030)
Daftar Isi
Daftar Isi..................................................................................................................II
BAB 1......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Perumusan Masalah...................................................................................4
1.3 Tujuan........................................................................................................4
BAB II......................................................................................................................5
PEMBAHASAN......................................................................................................5
2.1 Pengertian IQ.............................................................................................5
2.2 Kecerdasan Emosional atau Emotional Quotient (EQ)...........................10
2.3 Tingkatan EQ..........................................................................................16
2.4 Cara Mengatasi Anak Berdasarkan Tingkatan EQ..................................16
2.5 Enam kunci untuk meningkatkan EQ......................................................17
Setidaknya ada enak cara meningkatkan EQ yang dapat Anda lakukan:..........17
BAB III..................................................................................................................20
PENUTUP..............................................................................................................20
1.1 Kesimpulan..............................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................21
II
BAB 1
PENDAHULUAN
1
Hal inilah yang disebut denganprestasi belajar, Prestasi belajar
dapat dikatakan sebagai ukuran kemampuan yang didapat, dicapai
atau ditampilkan seseorang sebagai bukti dari usaha yang
dilakukannya dalam belajar. Oleh karena itu dapat dikatakan juga
bahwa yang disebut dengan prestasi adalah kemampuan yang
diperoleh dengan nilai yang tinggi.Sedangkan nilai yang sedang
bahkan rendah belumlah disebut sebagai prestasi, walaupun
sebenarnya tingkatan sedang atau rendah/kurang adalah gambaran
dari kemampuan atau prestasi yang dicapai seseorang. Karena
kemampuan seseorang jelas tidak ada yang sama tentunya prestasinya
pun juga tidak sama.Banyak orang yang berpendapat bahwa untuk meraih
prestasi yang tinggi dalam belajar, seseorang harus memiliki
Intelligence Quotient(IQ) yang tinggi, karena inteligensi merupakan
bekal potensial yang akan memudahkan dalam belajar dan pada
gilirannya akan menghasilkan prestasi belajar yang bagus. Akan tetapi
kenyataannya dalam proses belajar mengajar di sekolah sering
ditemukan prestasi belajar siswa tidak setara dengan kemampuan
inteligensinya.
Ada siswa yang mempunyai kemampuan inteligensi tinggi tetapi
memperoleh prestasi belajar yang relatif rendah, namun ada siswa
yangwalaupun kemampuan inteligensinya relatif rendah, dapat meraih
prestasi belajar yang tinggi. Itu sebabnya taraf inteligensi bukan
merupakan satu-satunya faktor yang menentukan keberhasilan
seseorang, karena ada faktor lain yang mempengaruhi.Termasuk juga
dalam hal ini banyak di temukan fenomenabahwa banyak siswa yang
memiliki intelegensi tinggi ketika duduk di bangku sekolah tidak bisa
mempertahankan prestasi mereka (tidak sukses)ketika telahberkecimpung
dalam kehidupan bermasyarakat, bahkan kesuksesan mereka kalah jika
dibandingkan dengan anak yang dahulunya memiliki intelegensi
sedang, atau bahkan rendah atau tidak memiliki pendidikan yang tinggi.
2
Ada factor tertentu penyebab terjadinya fenomena tersebut.
Menurut Goleman kecerdasan intelektual (IQ) hanya menyumbang 20%
bagi kesuksesan, sedangkan 80% adalah sumbangan faktor kekuatan
kekuatan lain, diantaranya adalah kecerdasan emosional atau Emotional
Quotient (EQ) yakni kemampuan memotivasi diri sendiri, mengatasi
frustasi, mengontrol desakan hati, mengatur suasana hati (mood),
berempati serta kemampuan bekerja sama.
Selanjutnya tulisan ini akan mencoba membahas tentang letak
pengaruh kecerdasan emosi tersebut terhadap prestasi belajar siswa,
sehingga diharapkan para orang tua, konselor, guru dapat mengetahui
tentang pengaruh tersebut dan dapat menanamkannya kepada anak atau
siswa agar mereka dapat meraih prestasi belajar dengan baik dan dapat
meraih kesuksesan di masa depannya.
Kecerdasan seseorang menunjang orang tersebut untuk
berorganisasi dalam masyarakat. Kecerdasan tidak bisa didapat secara
instan, namun harus dengan proses mendapatkan kecerdasan tersebut.
Orang yang terbilang kurang cerdas dapat menjadi cerdas apabila orang
tersebut terus berlatih, baik berlatih untuk kecerdasan intelektual, emosi,
maupun untuk memupuk spiritual. Orang yang cerdas secara intelektual
belum tentu cerdas secara emosi. Ketidak seimbangan hal tersebut dapat
menjadikan ketimpangan dalam diri seseorang. Ketiga kecerdasan tersebut
(intelektual, emosi, dan spiritual) seharusnya seimbang agar mencapi
kecerdasan yang sesungguhnya.
Untuk mengukur kecerdasan seseorang, pada zaman ini telah
banyak tes yang bisa dilakukan. Pengukuran-pengukuran tersebut dapat
menjadi tolak ukur kecerdasan yang dicapai seseorang. Namun hal
tersebut tidak permanen. Sesuai dengan tingkatan ada patokan tertentu
yang mendasari kecerdasan seseorang, umur dan daerah tempatnya
hidup.Senada dengan definisi tersebut, Mayer dan Solovey (Goleman,
1999; Davies, Stankov, dan Roberts, 1998) mengungkapkan kecerdasan
emosi sebagai kemampuan untuk memantau dan mengendalikan perasaan
3
sendiri dan orang lain, dan menggunakan perasaan-perasaan itu untuk
memadu pikiran dan tindakan.
1.3 Tujuan
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian IQ
5
jauh lebih efektif, terutama pada tingkat organisasi yang lebih tinggi ketika
perbedaan IQ dapat diabaikan.
Dalam studi perbandingan antara orang yang kinerjanya cemerlang
dan yang biasa-biasa saja pada organisasi tingkat tinggi, perbedaannya 85%
disebabkan oleh kompetensi berbasis-EQ, bukan IQ. Dr Goleman
mengatakan bahwa walaupun organisasinya berbeda, kebutuhannya berbeda,
ternyata EQ menyumbangkan 80-90% untuk memprediksikan keberhasilan
dalam organisasi secara umum. Kami merujuk kepada studi kasus yang
dilakukan oleh Dr. Goleman dan dua peneliti EQ terkenal lain untuk
menganalisis bagaimana kompetensi EQ berkontribusi bagi laba yang
didapatkan sebuah firma akuntansi yang besar. Pertama, IQ dan EQ para
partisipan diuji dan dianalisis secara mendalam; kemudian mereka
diorganisasi ke dalam beberapa kelompok kerja, dan masing-masing
kelompok diberi pelatihan mengenai satu bentuk kompetensi EQ, seperti
manajemen-diri dan ketrampilan sosial; sebagai kontrol adalah satu kelompok
yang terdiri atas orang-orang ber-IQ tinggi.
Ketika dilakukan evaluasi nilai-tambah ekonomi yang diberikan
kompetensi EQ dan IQ, hasilnya sangat mencengangkan. Kelompok dengan
ketrampilan sosial tinggi menghasilkan skor peningkatan laba 110%,
sementara yang dibekali manajemen-diri mencatat peningkatan laba 390%,
peningkatan $ 1.465.000 per tahun. Sebaliknya, kelompok dengan
kemampuan kognitif dan analitik tinggi, yang mencerminkan IQ, hanya
menambah laba 50%; artinya, IQ memang meningkatkan kinerja, tapi secara
terbatas karena hanya merupakan kemampuan ambang. Kompetensi berbasis
EQ jelas jauh lebih mendorong kinerja.
Didalam bidang pendidikan,Pemerintah masih berusaha untuk
mendapatkan formula yang terbaik dalam mendidik pelajar-pelajar disekolah.
Pendidikan telah begitu merosot hingga pelajar terlibat dalam gangsterisme,
vandalisme, budaya rock, budaya metal, skinhead, narkoba, melawan guru,
bahkan paling sering terjadi perkelahian antar pelajar.
6
Ada pihak yang menyarankan pendidikan diarahkan kepada system
pertumbuhan IQ (intelligence quotient) semata-mata. Dalam system yang ada
sekarang, kecerdasan atau IQ saja yang menjadi indeks pengukur untuk
menilai kecerdasan seseorang pelajar. Namun ada pihak lain yang menentang,
IQ hanya salah satu ukuran untuk menunjukkan kemampuan mental dalam
mempelajari ilmu dan menyelesaikan masalah teoritikal. Ia tidak
menunjukkan kepada kualitas pelajar secara menyeluruh yang sepatutnya
merangkum lebih banyak ciri, bidang dan kriterianya.
Kalau diteliti kita akan mendapati bahwa, akhlak, pribadi, jati diri dan
perilaku pelajar semakin buruk dan merosot. Pasti ada sesuatu yang tidak
kena. Juga membuktikan bahwa system bidang pengajaran pendidikan para
pelajar ada yang kurang dan tidak menyeluruh. Pribadi pelajar yang terbina
berat sebelah dan tidak seimbang. Ada usulan untuk penambahan kecerdasan
lain yang mesti diambil yaitu EQ (emotional quotient). Harusnya penerapan
pembelajaran IQ perlu di imbangi dengan EQ, kecerdasan minda perlu di
imbangi dengan kecerdasan emosi. Kalau tidak emosi para pelajar akan
mudah terganggu dan pelajar akan bertindak mengikut emosi dan dorongan
perasaan. Dalam hal ini kecerdasan minda tidak akan berfungsi dengan baik.
Apabila pelajar mempunyai EQ yang rendah atau kecerdasan emosinya
kurang, maka emosinya menjadi tidak stabil. Mereka akan bertindak
mengikut emosi dan mudah terjebak dengan vandalisme, gangsterisme,
keganasan atau mencederakan orang lain.
Tuhan menjadikan manusia mempunyai sifat batin yang berbeda-beda
antara satu sama lain. Ada tiga jenis sifat atau kekuatan batin yang menonjol
yang merupakan sifat manusia yang berbeda-beda itu. Diantaranya ialah:
a. Kekuatan akal
b. Kekuatanperasaan
c. Kekuatanjiwa
Dalam istilah modennya, dinamakan IQ (Intelligence Quotient), EQ
(Emotional Quotient) dan SQ (Spiritual Quotient). Namun tidak semua orang
ataupun para pendidik yang benar-benar faham tentang ketiga-tiga kekuatan
7
ini dan bagaimana untuk mengendalikannya. Setiap orang mempunyai salah
satu dari kekuatan diatas. Jarang ada manusia yang memiliki kekuatan
tersebut sekali gus kecuali para Nabi dan para Rasul. Orang yang mempunyai
kekuatan akal selalunya kurang mempunyai kekuatan jiwa dan kekuatan
perasaan. Seterusnya, sesiapa yang mempuyai kekuatan jiwa, maka dia
kurang mempunyai kekuatan akal dan kekuatan perasaan.
Kalau seseorang itu mempunyai kekuatan perasaan pula maka
kekuatan jiwanya dan kekuatan akalnya pula kurang. Sifat, watak dan bakat
seseorang itu bergantung kepada kekuatan batin yang ada padanya. Inilah
sebab utama dan terbesar mengapa berlaku perbedaan sifat, watak dan bakat
antara seseorang dengan orang lain. Inilah diantara hikmah dan rahmat Tuhan
dalam penciptaan manusia. Sifat, bakat, minat dan kecenderungan manusia
itu tidak sama dan berbeda-beda mengikut sifat dan kekuatan batinnya. Ini
sesuai denga keperluan masyarakat itu sendiri yang tidak sama dan berbeda-
beda. Yang kuat jiwa suka dan berbakat menjadi polisi, tentera, bertani,
penternak dan nelayan. Yang kuat akal berbakat menjadi guru, saint, doktor,
teknokrat. Yang kuat perasaan berbakat menjadi ahli seni, pekerja media,
sasterawan dan sebagainya.
Memang benar bahwa system pendidikan sekarang amat lemah dan
mementingkan kekuatan akal atau IQ semata-mata. Tidak ada tempat dan
ruang untuk pelajar yang kuat jiwa dan kuat perasaan atau dalam istilah lain
yang kuat SQ dan EQ nya. Oleh itu mereka ini terpinggir dalam system yang
hanya mementingkan IQ semata-mata. System ini tidak relevan bagi mereka.
Tidak heran kalau mereka ini rusak dan hanyut karana tidak dapat
menyesuaikan diri dengan system yang ada. Mereka di asah dan diuji untuk
menghasilkan kerja akal padahal kekuatan mereka bukan terletak disitu.
Dalam hal-hal yang mereka minati dan mampu berdasarkan kekuatan
perasaan dan jiwa mereka tidak pernah dibina. Kesannya ialah tekanan
perasaan, kekecewaan, putus asa dan kekeliruan. Maka berlakulah tindak
balas dendam sebagai manifestasi kepada kekecewaan, tekanan perasaan,
putus asa dan kekeliruan ini. Yang kuat jiwa mengganas, memberontak dan
8
melanggar disiplin dan peraturan. Yang kuat perasaan pula mendongkol,
murung, merasa inferiority complex, putus asa dan sakit jiwa. Didalam setiap
kekuatan batin yang disebutkan diatas, ada kebaikan dan ada pula
keburukannya. Yang baik akan memberi faedah. Yang buruk pula akan
membawa kerugian. Sifat-sifat baik dan buruk ini adalah seperti berikut:
a. Kekuatan Akal
Orang yang kuat akal mempunyai keupayaan berfikir. Melalui
pemikirannya itu, dia dapat membuat berbagai-bagai penemuan dan teori.
Dia juga mudah faham dan mudah mengingati ilmu-ilmu yang
dipelajarinya bahkan dia mampu mengambil ilmu yang tersirat dan yang
tersembunyi. Dia juga sangat berhati-hati supaya hasil kerja akalnya tidak
salah.Kelemahannya, orang yang kuat akal selalu asyik-mahsyuk dengan
kerja akalnya sehingga dia selalu terlupa dan lalai dari tanggungjawapnya
terhadap Tuhan, terhadap masyarakat, keluarga bahkan pada dirinya
sendiri. Jiwanya penuh dengan rasa ego maupun sombong (rasa diri
hebat).
b. Kekuatan Perasaan
Orang yang kuat perasaan selalunya sangat berhati-hati dan tidak
gopoh. Dia sangat bertimbang-rasa dan wataknya lemah lembut. Namun
keburukan sifat orang yang kuat perasaan ini ada banyak. Dia bakhil,
mudah merajuk, mudah kecewa, suka menyendiri, rasa rendah diri dan
tidak yakin pada diri sendiri. Dia juga mudah beralah, pemalu, penakut,
tidak tahan diuji dan suka buruk sangka.
c. Kekuatan Jiwa
Orang yang kuat jiwa pula berani, yakin pada diri, pemurah, tabah,
tahan diuji dan tidak putus asa.Keburukannya pula, dia selalu gopoh, boros
(membazir), zalim (suka menindas), pemarah, sombong, pendendam dan
ujub. Dalam hendak mendidik para pelajar, kekuatan batin mereka harus
dikenalpasti terlebih dahulu. Setiap guru dan pendidik mesti tahu dimana
letaknya kekuatan batin setiap pelajar mereka. Adakah akalnya kuat,
9
perasaannya atau adakah jiwanya yang kuat. Kemudian mereka perlu di
didik mengikut kekuatan mereka masing-masing.
Setiap pelajar mempunyai sifat –sifat batin yang baik disamping
sifat-sifat batin yang buruk. Tegasnya setiap pelajar mempunyai kelebihan
dan keistimewaan dan juga kekurangan dan kelemahan yang tertentu
bergantung kepada kekuatan batin yang ada padanya. Setiap sifat yang
baik itu tidak akan sempurna selagi ianya tidak di pimpin dengan syariat
Islam dan diarahkan kepada jalan Allah. Begitu juga, setiap sifat yang
buruk itu boleh di didik hingga menjadi baik atau sekurang-kurangnya ia
boleh dibendung agar ia tidak meliar. Inilah yang perlu difahami oleh para
guru dan pendidik dan semua yang terlibat dengan para pelajar disemua
peringkat samada di peringkat sekolah, pendidikan daerah, pendidikan
negeri dan kementerian sendiri. Kalau istilah pembelajaran itu berkaitan
dengan ilmu, kemahiran dan akal, istilah pendidikan pula melibatkan
pengurusan dan pengendalian sifat batin pelajar. Selagi perkara ini tidak
difahami, tidak diambil kira dan tidak dijadikan konsep dan prinsip dalam
mendidk, membimbing dan membentuk para pelajar, selagi itulah kita
tidak akan dapat menghasilkan pelajar yang benar-benar cemerlang lahir
dan batinnya.
10
fungsi pikiran, EQ mengangkat fungsi perasaan. Orang yang ber-EQ tinggi
akan berupaya menciptakan keseimbangan dalam dirinya, bisa mengusahakan
kebahagian dari dalam dirinya sendiri dan bisa mengubah sesuatu yang buruk
menjadi sesuatu yang positif dan bermanfaat.
Kecerdasan emosional dapat diartikan dengan kemampuan untuk
“menjinakkan” emosi dan mengarahkannya ke pada hal-hal yang lebih
positif. Seseorang yang mampu mensinergikan potensi intelektual dan potensi
emosionalnya berpeluang menjadi manusia-manusia utama dilihat dari
berbagai segi. Hubungan antara otak dan emosi mempunyai kaitan yang
sangat erat secara fungsional. Antara satu dengan lainnya saling menentukan.
Otak berfikir harus tumbuh dari wilayah otak emosional. Beberapa hasil
penelitian membuktikan bahwa kecerdasan emosional hanya bisa aktif di
dalam diri yang memiliki kecerdasan intelektual. Beberapa pengertian EQ
yang lain, yaitu :
a. Kecerdasan emosional
Merupakan kemampuan individu untuk mengenal emosi diri
sendiri, emosi orang lain, memotivasi diri sendiri, dan mengelola dengan
baik emosi pada diri sendiri dalam berhubungan dengan orang lain
(Golleman, 1999).
Emosi adalah perasaan yang dialami individu sebagai reaksi
terhadap rangsang yang berasal dari dirinya sendiri maupun dari orang
lain. Emosi tersebut beragam, namun dapat dikelompokkan kedalam
kategori emosi seperti; marah, takut, sedih, gembira, kasih sayang dan
takjub (Santrock, 1994).
b. Kemampuan mengenal emosi diri
Adalah kemampuan menyadari perasaan sendiri pada saat perasaan
itu muncul dari saat-kesaat sehingga mampu memahami dirinya, dan
mengendalikan dirinya, dan mampu membuat keputusan yang bijaksana
sehingga tidak ‘diperbudak’ oleh emosinya.
c. Kemampuan mengelola emosi
11
Adalah kemampuan menyelaraskan perasaan (emosi) dengan
lingkungannnya sehingga dapat memelihara harmoni kehidupan
individunya dengan lingkungannya/orang lain.
d. Kemampuan mengenal emosi orang lain
Yaitu kemampuan memahami emosi orang lain (empaty) serta
mampu mengkomunikasikan pemahaman tersebut kepada orang lain yang
dimaksud.
e. Kemampuan memotivasi diri
Merupakan kemampuan mendorong dan mengarahkan segala daya
upaya dirinya bagi pencapaian tujuan, keinginan dan cita-citanya. Peran
memotivasi diri yang terdiri atas antusiasme dan keyakinan pada diri
seseorang akan sangat produktif dan efektif dalam segala aktifitasnya.
f. Kemampuan mengembangkan hubungan
Adalah kemampuan mengelola emosi orang lain atau emosi diri yang
timbul akibat rangsang dari luar dirinya. Kemampuan ini akan membantu
individu dalam menjalin hubungan dengan orang lain secara memuaskan
dan mampu berfikir secara rasional (IQ) serta mampu keluar dari tekanan
(stress).
Manusia dengan EQ yang baik, mampu menyelesaikan dan bertanggung
jawab penuh pada pekerjaan, mudah bersosialisasi, mampu membuat keputusan
yang manusiawi, dan berpegang pada komitmen. Makanya, orang yang EQ-nya
bagus mampu mengerjakan segala sesuatunya dengan lebih baik. Kecerdasan
emosional adalah kemampuan merasakan, memahami dan secara efektif
menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi koneksi
dan pengaruh yang manusiawi. Dapat dikatakan bahwa EQ adalah kemampuan
mendengar suara hati sebagai sumber informasi. Untuk pemilik EQ yang baik,
baginya infomasi tidak hanya didapat lewat panca indra semata, tetapi ada sumber
yang lain, dari dalam dirinya sendiri yakni suara hati. Malahan sumber infomasi
yang disebut terakhir akan menyaring dan memilah informasi yang didapat dari
panca indra.
12
Substansi dari kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan dan
memahami untuk kemudian disikapi secara manusiawi.Orang yang EQ-nya baik,
dapat memahami perasaan orang lain, dapat membaca yang tersurat dan yang
tersirat, dapat menangkap bahasa verbal dan non verbal. Semua pemahaman
tersebut akan menuntunnya agar bersikap sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan
lingkungannya Dapat dimengerti kenapa orang yang EQ-nya baik, sekaligus
kehidupan sosialnya juga baik. Tidak lain karena orang tersebut dapat merespon
tuntutan lingkungannya dengan tepat . Di samping itu, kecerdasan emosional
mengajarkan tentang integritas kejujuran komitmen, visi, kreatifitas, ketahanan
mental kebijaksanaan dan penguasaan diri. Oleh karena itu EQ mengajarkan
bagaimana manusia bersikap terhadap dirinya (intra personal) seperti self
awamess (percaya diri), self motivation (memotivasi diri), self
regulation (mengatur diri), dan terhadap orang lain (interpersonal)
seperti empathy, kemampuan memahami orang lain dan social skill yang
memungkinkan setiap orang dapat mengelola konflik dengan orang lain secara
baik .
Kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang mengendalikan
emosinya saat menghadapi situasi yang menyenangkan maupun
menyakitkan.Mantan Presiden Soeharto dan Akbar Tandjung adalah contoh orang
yang memiliki kecerdasan emosional tinggi, mampu mengendalikan emosinya
dalam berkomunikasi. Dalam bahasa agama , EQ adalah kepiawaian menjalin
“hablun min al-naas”. Pusat dari EQ adalah “qalbu”. Hati mengaktifkan nilai-nilai
yang paling dalam, mengubah sesuatu yang dipikirkan menjadi sesuatu yang
dijalani.Hati dapat mengetahui hal-hal yang tidak dapat diketahui oleh otak. Hati
adalah sumber keberanian dan semangat, integritas dan komitmen. Hati
merupakan sumber energi dan perasaan terdalam yang memberi dorongan untuk
belajar, menciptakan kerja sama, memimpin dan melayani.
Daniel Goleman didalam buku kecerdasan emosi memberi tujuh
kerangka keja kecakapan ini, yaitu:
a. Kecakapan pribadi yaitu kecakapan dalam mengelola diri sendiri.
13
b. Kesadaran diri yaitu bentuk kecakapan utuk mengetahui kondisi diri
sendiri dan rasa percaya diri yang tinggi.
c. Pengaturan diri: yaitu bentuk kecakapan dalam mengendalikaan diri dan
mengembangkan sifat dapat dipercaya , kewaspadaan , adaptabilitas, dan
inovasi.
d. Motivasi: yaitu bentuk kecakapan untuk meraih prestasi , berkomitmen,
berinisiatif, dan optimis.
e. Kecakapan sosial yaitu bentuk kecakapan dalam menentukan seseorang
harus menangani suatu hubungan.
f. Empati: yaitu bentuk kecakapan untuk memahami orang lain, berorientasi
pelayanan dengan mengambangakan orang lain. Mengatasi keragmana
orang lain dan kesadaran politis.
g. Ketrampilan sosial: yaitu betuk kecakapan dalam menggugah tenggapan
yang dikehendaki pada orang lain. Kecakapan ini meliputi pengaruh,
komunikasi, kepemimpinan, katalisator perubahan, manajemen konflik,
pengikat jaringan, kolaborasi dan kooperasi serta kemampuan tim.
Ada beberapa karakteristik orang yang memiliki EQ tinggi, yaitu :
a. Berempati.
b. Mengungkapkan dan memahami perasaan.
c. Mengendalikan amarah.
d. Kemandirian.
e. Kemampuan menyesuaikan diri.
f. Disukai.
g. Kemampuan memecahkan masalah antar pribadi.
h. Ketekunan.
i. Kesetiakawanan.
j. Keramahan.
k. Sikap hormat.
Kecerdasan emosional (EQ) tumbuh seiring pertumbuhan seseorang sajak
lahir hingga meninggal dunia. Pertumbuhan EQ dipengaruhi oleh beberapa faktor,
antara lain:
14
a. Lingkungan
b. Keluarga
Orang tua adalah seseorang yang pertama kali harus mengajaekan
kecerdasan emosi kepada anaknya dengan memberikan teladan dan
contoh-contoh yang baik agar anak memiliki kecerdasan emosional yang
tinggi.
c. Pengaruh faktor kematangan
Tiap organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan
perkembangan. Tiap organ (fisik maupun psikis) dapat telah matang jika
telah mencapai. Sama seperti halnya IQ, EQ juga memiliki peranan
penting dalam kehidupan setiap individu. Menurut Goleman bahwa EQ
memiliki kontribusi penting dalam kesuksesan seseorang, bahkan melebihi
dari IQ. IQ mengangkat fungsi pikiran, sedangkan EQ mengangkat fungsi
perasaan. Orang yang memiliki kecerdasan emosi tinggi akan berupaya
menciptakan keseimbangan dalam dirinya, dapat mengusahakan
kebahagiaan dari dalam dirinya sendiri dan bisa mengubah sesuatu yang
buruk menjadi sesuatu yang positif dan bermanfaat.
Dengan memiliki kecerdasan emosional yang bagus, setiap
individu memiliki kemampuan untuk mengenal diri sendiri, kemampuan
mengelola emosi, kemampuan memotivasi diri, berhubungan dengan
orang lain, kesadaran akan emosi orang lain (kemampuan mendengarkan,
merasakan atau mengintuisikan perasaan orang lain dari kata, bahasa
tubuh maupun petunjuk lain, serta kemampuan untuk menggunakan
perasaan yang muncul dari dalam.
Tips Meningkatkan EQ, Anatara Lain:
a. Pahami dan rasakan perasaan diri sendiri
b. Selalu mendidik diri agar dapat bertahan dalam situasi sulit
c. Hadapi dunia luar tanpa rasa takut
d. Berusaha untuk memecahkan masalah sendiri
e. Tumbuhkan rasa percaya diri dan kemampuan untuk bangkit dari
kegagalan
15
f. Tanamkan rasa hormat pada orang lain, kerja sama dan semangat kerja
tim.
g. Jangan menilai atau mengubah perasaan terlalu cepat
h. Hubungkan perasaan dengan pikiran.
2.3 Tingkatan EQ
16
karyawan, banyak perusahaan yang sekarang menganggap kecerdasan
emosional sama pentingnya dengan kemampuan teknis dan menggunakan
tes EQ sebelum mempekerjakan mereka.
b. Kesehatan fisik
Jika tidak mampu mengatasi emosi, kemungkinan Anda juga tidak
bisa mengatasi stres. Ini dapat menyebabkan masalah kesehatan serius.
Stres yang tidak terkendali bisa meningkatkan tekanan darah, menekan
sistem kekebalan tubuh, meningkatkan risiko serangan jantung dan stroke,
berkontribusi terhadap ketidaksuburan, dan mempercepat proses penuaan.
Langkah pertama untuk meningkatkan kecerdasan emosional adalah
dengan belajar cara meredakan stres.
c. Kesehatan mental
Emosi dan stres yang tidak terkendali juga bisa berdampak pada
kesehatan mental, membuat Anda rentan terhadap kecemasan dan depresi.
Jika Anda tidak bisa memahami emosi Anda, tidak merasa nyaman dengan
emosi Anda, dan tak bisa mengatasi emosi Anda, Anda akan berisiko tidak
mampu membangun hubungan yang kuat, yang bisa membuat Anda
merasa kesepian dan terisolasi.
d. Hubungan dengan orang lain
Dengan memahami emosi Anda dan mengetahui cara
mengatasinya, Anda akan lebih mampu mengekspresikan bagaimana
perasaan Anda dan memahami perasaan orang lain. Ini memungkinkan
Anda untuk berkomunikasi secara lebih efektif dan membangun hubungan
yang lebih kuat, baik di tempat kerja maupun di kehidupan pribadi Anda.
17
Untuk mengubah perasaan negatif Anda tentang suatu situasi,
pertama Anda harus mengubah cara berpikir Anda tentang hal tersebut.
Misalnya, cobalah agar tidak mudah berprasangka buruk terhadap tindakan
orang. Ingat, mungkin saja ada maksud baik di balik tindakan mereka.
b. Berlatih tetap tenang dan mengatasi stres
Sebagian besar orang pasti pernah mengalami stres dalam
kehidupan. Bagaimana Anda mengatasi situasi stress ini akan
mempengaruhi EQ. Misalnya, apakah Anda bersikap asertif, atau reaktif?
Tetap tenang, atau kewalahan?
Saat berada dalam tekanan, hal paling penting untuk diingat adalah
menjaga diri tetap tenang. Misalnya dengan membasuh wajah dengan air
dingin atau mulai berolahraga aerobik untuk mengurangi stres.
c. Berlatih mengekspresikan emosi yang tak mudah
Ada masa-masa dalam kehidupan di mana Anda perlu untuk
membuat batasan sehingga orang lain tahu di mana posisi Anda. Ini bisa
mencakup:
1. memberanikan diri untuk tidak sependapat dengan orang lain
(tanpa bersikap kasar)
2. berkata “tidak” tanpa merasa bersalah
3. menetapkan prioritas pribadi
4. berusaha mendapatkan apa yang berhak Anda dapatkan
5. melindungi diri sendiri dari tekanan dan gangguan.
d. Bersikap proaktif, bukan reaktif, saat berhadapan dengan orang yang
memicu emosi Anda
Kebanyakan orang pasti pernah dihadapkan pada orang-orang yang
menyebalkan atau mempersulit hidup Anda. Anda mungkin akan
“terjebak” dengan orang seperti ini di tempat kerja atau bahkan di rumah.
Sangat mudah untuk membiarkan orang-orang seperti ini memengaruhi
Anda dan merusak hari Anda.
Anda dapat mencoba menenangkan diri dulu sebelum Anda
berbicara dengan orang yang sering memicu emosi negatif di diri Anda,
18
terutama ketika Anda merasa marah. Anda juga bisa mencoba melihat
situasi dari sudut pandang orang tersebut.
Namun demikian, berempati bukan berarti mentoleransi perilaku
yang tidak pantas. Anda tetap perlu menekankan bahwa ada konsekuensi
untuk segala hal.
19
BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
20
DAFTAR PUSTAKA
21
22