Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

PENGELOLAAN EKOWISATA DALAM KAWASAN LINDUNG (KONSERVASI)

Disusun Oleh:

Lusy Harlista Ramayani

L1A119001

R-003

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS JAMBI

2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hutan Lindung merupakan kawasan hutan yang ditetapkan karena memiliki sifat khas
sebagai sistem penyangga kehidupan yang mampu memberikan perlindungan kepada mahluk
hidup, pengaturan tata air, pencegahan banjir dan erosi serta pemeliharaan kesuburan tanah.
Kriteria penetapan kawasan hutan lindung didasarkan pada penilaian terhadap faktor lereng, jenis
tanah, dan curah hujan serta ketinggian tempat dengan ketentuan-ketentuan tertentu (Ngadiono
2004).
Kawasan yang dilindungi dapat memberikan kontribusi besar dalam pengembangan
wilayah dengan menarik wisatawan kewilayah pedesaan. Kawasan yang dilindungi memiliki
daya tarik yang besar dapat mendatangkan keuntungan yang berarti bagi negara dan dengan
perencanaan yang benar dapat bermanfaat bagi masyarakat setempat. Pengembangan pariwisata
didalam dan disekitar kawasan yang dilindungi merupakan penunjang kebutuhan pertumbuhan
pariwisata dan merupakan cara terbaik mendatangkan keuntungan ekonomi bagi kawasan
terpenting dengan cara menyediakan kesempatan kerja dan merangsang pasar setempat serta
memperbaiki sarana angkutan dan komunikasi (Mackinon et al. 1993). Lebih lanjut Avenzora
(2004) menyatakan bahwa keberadaan kawasan lindung dapat menjaga kualitas kawasan lindung
tersebut dan meningkatkan pendapatan asli daerah. Karenanya, pengembangan wisata alam di
hutan lindung merupakan solusi terbaik untuk mencapai pendapatan daerah optimum bagi
Kabupaten.
Ekowisata diperkenalkan pertama kali oleh Ceballos-Lascurain (1983) yang
mendefinisikan bahwa ekowisata sebagai kunjungan ke daerah-daerah yang masih bersifat alami
yang relatif masih belum terganggu dan terpolusi dengan tujuan spesifik untuk belajar,
mengagumi dan menikmati pemandangan alam dengan tumbuhan satwa liar serta budaya (baik
masa lalu maupun sekarang) yang ada di tempat tersebut.yang menaruh perhatian besar terhadap
kelestarian sumberdaya pariwisata.
Masyarakat ekowisata internasional mengartikannya sebagai perjalanan wisata alam yang
bertanggung jawab dengan cara mengkonservasi lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat lokal (TIES 2000 dalam Weber dan Damanik 2006). Berdasarkan definisi tersebut,
ekowisata dapat dilihat dari tiga perspektif, yakni ekowisata sebagai produk, sebagai pasar dan
sebagai pendekatan pengembangan. Sebagai produk, ekowisata merupakan semua atraksi yang
berbasis pada sumberdaya alam. Sebagai pasar, ekowisata merupakan perjalanan yang diarahkan
pada upaya-upaya pelestarian lingkungan. Sebagai pendekatan pengembangan, ekowisata
merupakan metode pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya pariwisata secara ramah
lingkungan. Menurut The Ecotourism Society (Eplerwood, 1999 dalam Fandelli 2000),
menyebutkan ada delapan prinsip dalam kegiatan ekowisata yaitu: (1) Mencegah dan
menanggulangi dari aktivitas wisatawan yang mengganggu terhadap alam dan budaya, (2)
Pendidikan konservasi lingkungan, (3) Pendapatan langsung untuk kawasan, (4) Partisipasi
masyarakat dalam perencanaan, (5) Meningkatkan penghasilan masyarakat, (6) Menjaga
keharmonisan dengan alam, (7) Menjaga daya dukung lingkungan dan (8) Meningkatkan devisa
buat pemerintah.
Dalam konteks perumusan rencana strategis pengembangan ekowisata nasional dengan
merujuk pada prinsip-prinsip yang berlaku universal, rekomendasi-rekomendasi yang terangkat
dalam berbagai forum diskusi dan hasil-hasil kajian dan tuntutan obyektif di lapangan, batasan
ekowisata nasional dirumuskan sebagai berikut: Ekowisata adalah suatu konsep pengembangan
dan penyelenggaraan kegiatan pariwisata berbasis pemanfaatan lingkungan untuk perlindungan,
serta berintikan partisipasi aktif masyarakat, dan dengan penyajian produk bermuatan pendidikan
dan pembelajaran, berdampak negatif minimal, memberikan kontribusi positif terhadap
pembangunan ekonomi daerah, dan diberlakukan bagi kawasan lindung kawasan terbuka,
kawasan alam binaan serta
kawasan budaya.

1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengembangan berbagai strategi ekowisata pada kawasan lindung
2. Untuk mengetahui prinsip mendasar ekowisata pada kawasan lindung
3. Mengetahui pedoman-pedoman pada pengelolaan kawasan lindung
BAB II
PEMBAHASAN
2,1 Ekowisata Sebagai Konsep
Batasan ekowisata secara nasional dirumuskan oleh kantor Menteri Negara Kebudayaan
dan Pariwisata Indonesia dalam rencana strategis ekowisata Nasional adalah suatu "konsep
pengembangan dan penyelenggaraan kegiatan berbasis pemanfaatan lingkungan untuk
perlindungan, serta berintikan partisipasi aktif masyarakat, dan dengan penyajian produk
bermuatan pendidikan dan pembelajaran, berdampak negatif minimal memberikan kontribusi
positif terhadap pembangunan ekonomi daerah, dan diberlakukan bagi kawasan lindung,
kawasan terbuka, kawasan alam binaan, serta kawasan budaya" (Sekartjakrarini dan Legoh
2004). Pemilihan ekowisata sebagai konsep pengembangan kawasan didasarkan pada beberapa
unsur utama, yaitu: Pertama, ketergantungan pada kualitas sumberdaya alam, peninggalan
sejarah dan budaya. Kedua, melibatkan masyarakat. Ketiga, meningkatkan kesadaran dan
apresiasi terhadap alam, nilainilai peninggalan sejarah dan budaya. Keempat, tumbuhnya pasar
ekowisata di tingkat internasional dan nasional. Kelima, sebagai sarana mewujudkan ekonomi
berkelanjutan. Dengan kata lain, ekowisata menawarkan konsep lowinvest-high value bagi
sumberdaya dan lingkungan sekaligus menjadikannya sarana cukup ampuh bagi partisipasi
masyarakat karena seluruh aset produksi menggunakan dan merupakan milik masyarakat lokal.
Proses penggambaran pengembangan kawasan wisata dari waktu kewaktu, dimana
perkembangannya tidak lepas dari dukungan masyarakat setempat. Pada tahap awal
pengembangan wisata, terhadap potensi ODTWA akan mendorong tumbuhnya aksesibilitas ke
kawasan. Hal ini ditandai dengan bertumbuhnya sistem transportasi yang menghubungkan antar
modal kawasan wisata dan modal penyalur wisata. Dalam waktu yang sama pertumbuhan jumlah
wisatawan terus meningkat seiring dengan pembangunan infrastruktur wisata yang berada dalam
kawasan. Stakeholder yang berpengaruh pada tahapan ekplorasi adalah pelaku bisnis wisata dan
wisatawan yang terus menerus berusaha untuk menemukan daerah tujuan wisatawan yang baru
(Inskeep 1991). Peranan pemerintah kemudian mulai terbentuk setelah proses pembangunan
pada kawasan tersebut mulai digalakkan, pembentukkan kelembagaan wisata menjadi bagian
yang tidak terelakan dalam upaya untuk mempertahankan kelangsungan pemanfaatan ruang
kawasan wisata.

2.2 Prinsip Ekowisata


A. Prinsip Ekowisata Dalam Aspek Ekonomi
1) Mencegah dan menanggulangi dampak dari aktivitas wisatawan terhadap alam dan
budaya, pencegahan dan penanggulangan disesuaikan dengan sifat dan karakter alam dan
budaya setempat.
2) Pendidikan konservasi lingkungan
3) Pendapatan langsung untuk kawasan
4) Patisipasi masyarakat dalam perencanaan
5) Penghasilan masyarakat
6) Menjaga keharmonisan dengan alam
7) Daya dukung sebagai batas pemanfaatan
8) Peluang penghasilan pada porsi yang besar untuk pemerinta
B. Prinsip Ekonomi Dalam Aspek Lingkungan
Prinsip-prinsip pelaksanaan ekowisata berbasis sosial budaya terdiri dari 4 bagian yakni
sebagai berikut:
1. Prinsip Daya Dukung Lingkungan
Prinsip daya dukung lingkungan merupakan prinsip yang berdasarkan kondisi
lingkungan pada tempat ekowisata. Artinya tingkat kunjungan maupun pengunjung
dibatasi atau pun pengelolaannya dilakukan dengan memperhatikan ambang batas yang
dapat diterima lingkungan sosial budaya dan lingkungan alam
2. Prinsip Partisipasi Masyarakat
Prinsip partisipasi masyarakat merupakan prinsip dimana masyarakat harus ikut
ambil bagian dan turut serta dalam pengelolaan ekowisata. Hal ini dapat dilakukan
dengan pengembangan institusi masyarakat lokal dan kemitraan, perlindungan terhadap
hak intelektual dan kekayaan budaya oleh organisasi masyarakat setempat, serta adanya
sertifikasi jasa dan pengaturan pembagian perolehan hasil di sektor ekowisata yang di
dukung oleh kelembagaan.
3. Prinsip Edukasi
Prinsip edukasi merupakan suatu dasar untuk melatih masyarakat di lingkungan
sekitar ekowisata dengan memberikan pengetahuan tentang pentingnya menghargai
kebudayaan lokal serta perlindungan alam dan menjadikan pusat informasi tentang
sejarah budaya, alam, serta produk-produk yang dihasilkan.
4. Prinsip Ekonomi Masyarakat
Prinsip ekonomi masyarakat merupakan ekowisata dibuat pada dasarnya untuk
mengembangkan ekonomi masyarakat setempat. Dengan adanya prinsip ini, masyarakat
dapat terbantu dalam sektor pemenuhan kebutuhan ekonomi seperti pengelola, penyedia
fasilitas dan lain sebagainya.

C. Prinsip Ekowisata Menurut Permendagri No. 33 Tahun 2009


Prinsip pengembangan ekowisata sesuai yang tertuang di dalam Peraturan Menteri Dalam
Negeri No.33 Tahun 2009, terdiri dari 7 bagian yaitu sebagai berikut:
1. Prinsip kesesuaian antara jenis dan karakteristik ekowisata
2. Prinsip konservasi
3. Prinsip ekonomis
4. Prinsip edukasi
5. Memberikan kepuasan dan pengalaman kepada pengunjung;
6. Prinsip partisipasi masyarakat
7. Prinsip menampung kearifan lokal.
2.3 Zona Ekowisata
a. Zona inti (Sanctuary zone), masyarakat dilarang untuk masuk ke dalam, karena terdapat
jenis-jenis satwa yang dilindungi atau ekosistem yang sangat rentan.
b. Zona khusus, Masyarakat dengan jumlah terbatas dengan tujuan khusus (peneliti,
pencinta alam, petualang, penyelam) dijinkan masuk kawasan dengan aturan-aturan
khusus agar tidak menimbulkan gangguan terhadap ekosistem
c. Zona Penyangga (Buffer zone), sebagai kawasan penyangga yg dibuat untuk
perlindungan terhadap zona-zona inti dan khusus. Zona ini dapat dimanfaatkan terbatas
untuk ekowisata dengan batasan minimal gangguan terhadap zona inti dan khusus.
d. Zona Pemanfaatan insensif, untuk pengembangan kepariwisataan alam, termasuk
pengembangan fasilitas-fasilitas wisata alam. Persyaratan: kestabilan bentang alam dan
ekosistem, resisten terhadap berbagai kegiatan manusia yang berlangsung di dalamnya.

2.4 Pedoman ekowisata pada pengelolaan kawasan lindung


A. Proses dan mitra kerjasama dalam pembuatan pedoman
 Menentukan prinsip-prinsip dasar yang dibutuhkan untuk pembentukan pedoman
tersebut
 Buat garis-garis pedoman (perilaku wisatawan)
 Buat peraturan-peraturan
 Dibutuhkan pelaksana-pelaksana pedoman serta peneliti-peneliti yang dapat
memberikan rekomendasi yang didukung oleh data lapangan yang mengenai
suatu dampak tertentu dari wisatawan terhadap tanah/pulau, air, spesies-spesies
yg terancam punah, dan tipe habitat.
B. Organisasi yang berperan dalam membuat sistem pedoman
 Masyarakat sekitar, penjelasan menenai adat dan kebiasaan social
 Perusahaan swasta - outbound dan inbound operator, kawasan pribadi,
penginapan, penerbangan, dan vendor-vendor yang menyediakan peralatan
semuanya memberikan informasi pada pembeli. Biasanya mereka dapat
bekerjasama dengan organisasi lingkungan non-profit dlm membuat pedoman
 Organisasi lingkungan non-for-profit, dapat mengambil inisiatif menulis
pedoman-pedoman jika tidak ada peodman yg tersedia.

C. Pokok-pokok penyempurnaan pedoman

a. Ekologis

• Penentuan jenis dan jumlah penginap dan fasilitasnya sesuai dengan daya dukung tempat
• Tempat pembuangan sampah
• Penanggulangan limbah manusia
• Penempatan api unggun dan lokasi kemah
• Perilaku jalan (di pantai, pulau, berperahu)
• Perlindungan terhadap spesies lindung
• Jarak dari satwa dan cara mengamati serta mengambil foto
• Memberi makan atau memegang hewan
• Pemeliharaan hewan peliharaan
• Perlindungan sumberdaya air bersih
• Tingkat kebisingan para pengunjung
• Dampak langsung pengunjung terhadap lingkungan, biota dan pengunjung lainnya
• Ukuran kelompok
• Pengumpulan dan pembelian kenang-kenangan dari alam
• Undang-undang internasional mengenai perdagangan (CITES)

b. Sosial

• Adat istiadat
• Kepercayaan setempat
• Izin untuk mengambil foto dan permintaan sosial lainnya
• Pakaian
• Bahasa
• Mengganggu privasi
• Masalah pengemis
• Menepati janji
• Penggunaan dan pemanfaatan alat teknologi
• Barter dan penawaran
• Hak Ulayat
• Pegawai setempat
• Daerah-daerah yang tidak boleh dikunjungi
• Minuman keras/alkohol
• Merokok
• Pemberian tip

c. Ekonomi
• Membeli produk-produk stempat
• Membayar biaya masuk dan jasa fasilitas
• Memberikan donasi ke organisasi non profit setempat
• Menggunakan restoran dan penginapan dimana pemiliknya adalah orang setempat
• Prosedur pemberian tip yang sesuai
DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pengembangan
Ekowisata di Daerah.

Avenzora R. 2004. Ekoturisme: Pengembangan Wilayah Daerah Penyangga Kawasan


Dilindungi. Media Konservasi Vol.3, No.6: 31-35.

Ngadiono. 2004. 35 (Tiga Puluh Lima) Tahun Pengelolaan Hutan Indonesia ”Refleksi dan
Prospek”. Bogor: Yayasan Adi Sanggoro.

MacKinnon J, MacKinnon K, Child G, Thorsell J. 1993. Pengelolaan Kawasan yang Dilindungi


di Daerah Tropika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Weber F, Damanik J. 2006. Perencanaan Ekowisata. Yogyakarta: C.V. Andi Offset.

Anda mungkin juga menyukai