Disusun Oleh:
L1A119001
R-003
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI
2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengembangan berbagai strategi ekowisata pada kawasan lindung
2. Untuk mengetahui prinsip mendasar ekowisata pada kawasan lindung
3. Mengetahui pedoman-pedoman pada pengelolaan kawasan lindung
BAB II
PEMBAHASAN
2,1 Ekowisata Sebagai Konsep
Batasan ekowisata secara nasional dirumuskan oleh kantor Menteri Negara Kebudayaan
dan Pariwisata Indonesia dalam rencana strategis ekowisata Nasional adalah suatu "konsep
pengembangan dan penyelenggaraan kegiatan berbasis pemanfaatan lingkungan untuk
perlindungan, serta berintikan partisipasi aktif masyarakat, dan dengan penyajian produk
bermuatan pendidikan dan pembelajaran, berdampak negatif minimal memberikan kontribusi
positif terhadap pembangunan ekonomi daerah, dan diberlakukan bagi kawasan lindung,
kawasan terbuka, kawasan alam binaan, serta kawasan budaya" (Sekartjakrarini dan Legoh
2004). Pemilihan ekowisata sebagai konsep pengembangan kawasan didasarkan pada beberapa
unsur utama, yaitu: Pertama, ketergantungan pada kualitas sumberdaya alam, peninggalan
sejarah dan budaya. Kedua, melibatkan masyarakat. Ketiga, meningkatkan kesadaran dan
apresiasi terhadap alam, nilainilai peninggalan sejarah dan budaya. Keempat, tumbuhnya pasar
ekowisata di tingkat internasional dan nasional. Kelima, sebagai sarana mewujudkan ekonomi
berkelanjutan. Dengan kata lain, ekowisata menawarkan konsep lowinvest-high value bagi
sumberdaya dan lingkungan sekaligus menjadikannya sarana cukup ampuh bagi partisipasi
masyarakat karena seluruh aset produksi menggunakan dan merupakan milik masyarakat lokal.
Proses penggambaran pengembangan kawasan wisata dari waktu kewaktu, dimana
perkembangannya tidak lepas dari dukungan masyarakat setempat. Pada tahap awal
pengembangan wisata, terhadap potensi ODTWA akan mendorong tumbuhnya aksesibilitas ke
kawasan. Hal ini ditandai dengan bertumbuhnya sistem transportasi yang menghubungkan antar
modal kawasan wisata dan modal penyalur wisata. Dalam waktu yang sama pertumbuhan jumlah
wisatawan terus meningkat seiring dengan pembangunan infrastruktur wisata yang berada dalam
kawasan. Stakeholder yang berpengaruh pada tahapan ekplorasi adalah pelaku bisnis wisata dan
wisatawan yang terus menerus berusaha untuk menemukan daerah tujuan wisatawan yang baru
(Inskeep 1991). Peranan pemerintah kemudian mulai terbentuk setelah proses pembangunan
pada kawasan tersebut mulai digalakkan, pembentukkan kelembagaan wisata menjadi bagian
yang tidak terelakan dalam upaya untuk mempertahankan kelangsungan pemanfaatan ruang
kawasan wisata.
a. Ekologis
• Penentuan jenis dan jumlah penginap dan fasilitasnya sesuai dengan daya dukung tempat
• Tempat pembuangan sampah
• Penanggulangan limbah manusia
• Penempatan api unggun dan lokasi kemah
• Perilaku jalan (di pantai, pulau, berperahu)
• Perlindungan terhadap spesies lindung
• Jarak dari satwa dan cara mengamati serta mengambil foto
• Memberi makan atau memegang hewan
• Pemeliharaan hewan peliharaan
• Perlindungan sumberdaya air bersih
• Tingkat kebisingan para pengunjung
• Dampak langsung pengunjung terhadap lingkungan, biota dan pengunjung lainnya
• Ukuran kelompok
• Pengumpulan dan pembelian kenang-kenangan dari alam
• Undang-undang internasional mengenai perdagangan (CITES)
b. Sosial
• Adat istiadat
• Kepercayaan setempat
• Izin untuk mengambil foto dan permintaan sosial lainnya
• Pakaian
• Bahasa
• Mengganggu privasi
• Masalah pengemis
• Menepati janji
• Penggunaan dan pemanfaatan alat teknologi
• Barter dan penawaran
• Hak Ulayat
• Pegawai setempat
• Daerah-daerah yang tidak boleh dikunjungi
• Minuman keras/alkohol
• Merokok
• Pemberian tip
c. Ekonomi
• Membeli produk-produk stempat
• Membayar biaya masuk dan jasa fasilitas
• Memberikan donasi ke organisasi non profit setempat
• Menggunakan restoran dan penginapan dimana pemiliknya adalah orang setempat
• Prosedur pemberian tip yang sesuai
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pengembangan
Ekowisata di Daerah.
Ngadiono. 2004. 35 (Tiga Puluh Lima) Tahun Pengelolaan Hutan Indonesia ”Refleksi dan
Prospek”. Bogor: Yayasan Adi Sanggoro.