Anda di halaman 1dari 18

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN OTITIS

MEDIA

Dosen Pengampu :

Nina Rosdiana, S.Kp.,M.,Kep.

Dibuat oleh :

Putri Dwi Diani (1420119023)

Tk 3 A Keperawatan

PRODI ILMU KEPERAWATAN (S1)

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS GALUH
CIAMIS
2021
BAB 1

TINJAUAN TEORI

A. DEFINISI
Otitis media ialah inflamasi telinga tengah (Sowden dan Cecily 2002, h.370).
otitis media akut adalah peradangan akut sebagian atau seluruh periosteum telinga
tengah (Kapita selekta kedokteran, 2002). Otitis media akut ialah radang akut telinga
tengah yang terjadi terutama pada bayi atau anak yang biasanya didahului oleh infeksi
saluran nafas bagian atas (Schwartz 2004, h.141).

B. ETIOLOGI
Penyebab otitis media akut menurut Wong et al 2008, h.943 ialah
Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenzae. Sedangkan penyebab dari
noninfeksius tidak diketahui, meskipun sering terjadi karena tersumbatnya tuba
eustasius akibat edema yang terjadi pada ISPA, rinitis alergik, atau hipertrofi adenoid.
Merokok pasif juga menjadi faktor penyebab otitis media. Selain itu menurut Muscari
2005, h.220 otitis media terjadi karena mekanisme pertahanan humoral yang belum
matang sehingga meningkatkan terjadinya infeksi, pemberian susu bayi dengan botol
pada posisi terlentang akan memudahkan terkumpulnya susu formula di rongga
faring, pembesaran jaringan limfoid yang menghambat pembukaan tuba eustachii.
Posisi tuba eustachii yang pendek dan horisontal, perkembangan saluran kartilago
yang buruk sehingga tuba eustachii terbuka lebih awal

C. MANIFESTASI KLINIS
1. Otitis Media Akut
Gejala otitis media dapat bervariasi menurut beratnya infeksi dan bisa sangat ringan
dan
sementara atau sangat berat. Keadaan ini biasanya unilateral pada orang dewasa. Membrane
tymphani merah, sering menggelembung tanpa tonjolan tulang yang dapat dilihat, tidak
bergerak pada otoskopi pneumatic ( pemberian tekanan positif atau negative pada telinga
tengah dengan insulator balon yang dikaitkan ke otoskop ), dapat mengalami perforasi.
a. Otorrhea, bila terjadi rupture membrane tymphani
b. Keluhan nyeri telinga ( otalgia )
c. Demam
d. Anoreksia
e. Limfadenopati servikal anterior

1. Stadium Otitis Media Akut


Perubahan mukosa telinga tengah sebagai akibat infeksi dapat dibagi atas 5 stadium yaitu:
1) Stadium oklusi tuba eustakhius
Adanya gambaran retraksi akibat terjadinya tekanan negative di dalam tekanan tengah,
karena adanya absorbs udara. Efusi mungkin telah terjadi, tetapi tidak dapat dideteksi.
Stadium ini sukar dibedakan dengan Otitis Media Serosa yang disebabkan oleh virus atau
alergi.
2) Stadium hiperemesis (stadium presupurasi)
Stadium ini tampak pembuluh daerah yang melebar di membrane timpani atau seluruh
membrane timpani tampak hiperemesis serta edema. Secret yang telah terbentuk mungkin
masih bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar terlihat.
3) Stadium supurasi
Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superficial, serta
terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani, menyebabkan membrane timpani
menonjol kea rah liang telinga luar. Pada keadaan ini pasien tampak sakit, suhu meningkat,
rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Apabila tekanan nanah di cavum timpani tidak
berkurang, maka terjadi ischemia akibat tekanan pada kapiler dan timbulnya trombophlebitis
pada vena kecil dan nekrosis mukosa, dan submukosa. Nekrosis terlihat sebagai daerah yang
lebih lembek dan berwarna kekuningan dan di tempat ini akan terjadi ruptur.
4) Stadium perforasi
Akibat terlambatnya pemberian antibiotika atau virulensi kuman yang tinggi, maka dapat
terjadi ruptur membran timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke liang telinga
luar, pada keadaan ini anak yang tadinya gelisah menjadi tenang, suhu badan turun dan anak
tidur nyenyak. Keadaan ini disebut Otitis Media Akut Stadium Perforasi.
5) Stadium resolusi
Bila membran timpani utuh maka perlahan-lahan akan normal kembali, bila sudah perforasi
maka secret akan berkurang dan akhirnya kering. Bila daya tahanm tubuh baik atau virulensi
kuman reda, maka resolusi dapat terjadi, walaupun tanpa pengobatan.

2. Otitis Media Serosa


Pasien mungkin mengeluh kehilangan pendengaran, rasa penuh atau gatal dalam telinga atau
perasaan bendungan, atau bahkan suara letup atau berderik, yang terjadi ketika tuba eustachii
berusaha membuka. Membrane tymphani tampak kusam (warna kuning redup sampai abu-
abu pada otoskopi pneumatik, dan dapat terlihat gelembung udara dalam telinga tengah.
Audiogram biasanya menunjukkan adanya kehilangan pendengaran konduktif.

3. Otitis Media Kronik


Gejala dapat minimal, dengan berbagai derajat kehilangan pendengaran dan terdapat otorrhea
intermitten atau persisten yang berbau busuk. Biasanya tidak ada nyeri kecuali pada kasus
mastoiditis akut, dimana daerah post aurikuler menjadi nyeri tekan dan bahkan merah dan
edema. Kolesteatoma, sendiri biasanya tidak menyebabkan nyeri. Evaluasi otoskopik
membrane timpani memperlihatkan adanya perforasi, dan kolesteatoma dapat terlihat sebagai
masa putih di belakang membrane timpani atau keluar ke kanalis eksterna melalui lubang
perforasi. Kolesteatoma dapat juga tidak terlihat pada pemeriksaan oleh ahli otoskopi. Hasil
audiometric pada kasus kolesteatoma sering memperlihatkan kehilangan pendengaran
konduktif atau campuran.
Komplikasi yang terjadi :
1) Sukar menyembuh
2) Cepat kambuh kembali setelah nyeri telingaa berkurang
3) Ketulian sementara atau menetap
4) Penyebaran infeksi ke struktur sekitarnya yang menyebabkan
mastoiditis akut,
kelumpuhan saraf facialis, komplikasi intracranial(meningitis, abses
otak), thrombosis sinus
lateralis.

Manifestasi klinis otitis media menurut Wong et al 2008, h.944 :


1. Terjadi setelah infeksi pernafasan atas
2. Otalgia (sakit telinga)
3. Demam
4. Rabas purulen (otorea) mungkin ada, mungkin tidak.

Manifestasi klinis pada bayi atau anak yang masih kecil :


1. Menangis
2. Rewel, gelisah, sensitif
3. Kecenderungan menggosok, memegang, atau menarik telinga yang sakit
4. Menggeleng-gelengkan kepala
5. Sulit untuk memberi kenyamanan pada anak
6. Kehilangan nafsu makan

Manifestasi klinis pada anak yang lebih besar :


1. Menangis dan/atau mengungkapkan perasaan tidak nyaman
2. Iritabilitas
3. Letargi
4. Kehilangan nafsu makan
5. Limfadenopati servikal anterior
6. Pada pemeriksaan otoskopi menunjukkan membran utuh yang tampak merah
terang dan menonjol, tanpa terlihat tonjolan tulang dan refleks ringan.

2. PATOFISIOLOGI
Otitis media terjadi akibat disfungsi tuba eustasius. Tuba tersebut, yang
menghubungkan telinga tengah dengan nasofaring, normalnya tertutup dan datar yang
mencegah organisme dari rongga faring memasuki telinga tengah. Lubang tersebut
memungkinkan terjadinya drainase sekret yang dihasilkan oleh mukosa telinga tengah
dan memungkinkan terjadinya keseimbangan antara telinga tengah dan lingkungan
luar. Drainase yang terganggu menyebabkan retensi sekret di dalam telinga tengah.
Udara, tidak dapat ke luar melalui tuba yang tersumbat, sehingga diserap ke dalam
sirkulasi yang menyebabkan tekanan negatif di dalam telinga tengah. Jika tuba
tersebut terbuka, perbedaan tekanan ini menyebabkan bakteri masuk ke ruang telinga
tengah, tempat organisme cepat berproliferasi dan menembus mukosa (Wong et al
2008, h.944).

3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang menurut Muscari 2005, h.220 ialah :
1. Timpanogram untuk mengukur kesesuaian dan kekakuan membran timpani.
2. Kultur dan uji sensitivitas hanya dapat dilakukan bila dilakukan timpanosentesis
(aspirasi jarum dari telinga tengah melalui membran timpani). Uji sensitivitas dan
kultur dapat dilakukan untuk mengidentifikasi organisme pada sekret telinga.
3. Pengujian audiometrik menghasilkan data dasar atau mendeteksi setiap kehilangan
pendengaran sekunder akibat infeksi berulang.
4. Otoscope untuk melakukan auskultasi pada bagian telinga luar.
5. Otoskopi pneumatik (pemeriksaan telinga dengan otoskop untuk melihat gendang
telinga yang dilengkapi dengan udara kecil). Untuk menilai respon endang telinga
terhadap perubahan tekanan udara.

4. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan medis menurut Dowshen et al 2002, h.149.
Penatalaksanaan OMA disesuaikan dengan hasil pemeriksaan dan stadiumnya :
a. Stadium oklusi tuba
1) Berikan antibiotik selama 7 hari :
 Ampisilin : Dewasa 500 mg 4 x sehari; Anak 25 mg/KgBB 4 x sehari
atau
 Amoksisilin : Dewasa 500 mg 3 x sehari; Anak 10 mg/KgBB 3 x
sehari atau
 Eritromisin : Dewasa 500 mg 4 x sehari; Anak 10 mg/KgBB 4 x
sehari
2) Obat tetes hidung nasal dekongestan
3) Antihistamin bila ada tanda-tanda alergi
4) Antipiretik
b. Stadium hiperemis
1) Berikan antibiotik selama 10 – 14 hari :
 Ampisilin : Dewasa 500 mg 4 x sehari; Anak 25 mg/KgBB 4 x sehari
atau
 Amoksisilin : Dewasa 500 mg 3 x sehari; Anak 10 mg/KgBB 3 x sehari
atau
 Eritromisin : Dewasa 500 mg 4 x sehari; Anak 10 mg/KgBB 4 x sehari
2) Obat tetes hidung nasal dekongestan maksimal 5 hari
3) Antihistamin bila ada tanda-tanda alergi
4) Antipiretik, analgetik dan pengobatan simtomatis lainnya
c. Stadium supurasi
1) Segera rawat apabila ada fasilitas perawatan.
2) Berikan antibiotika ampisilin atau amoksisilin dosis tinggi parenteral
selama 3 hari. Apabila ada perbaikan dilanjutkan dengan pemberian
antibiotik peroral selama 14 hari.
3) Bila tidak ada fasilitas perawatan segera rujuk ke dokter spesialis THT
untuk dilakukan miringotomi.
2. Penatalaksanaan keperawatan menurut Muscari 2005, h.221 ialah :
a. Kaji anak terhadap demam dan tingkat nyeri, dan kaji adanya komplikasi yang
mungkin terjadi.
b. Turunkan demam dengan memberikan antipiretik sesuai indikasi dan lepas
pakainan anak yang berlebihan.
c. Redakan nyeri dengan memberikan analgesik sesuai indikasi, tawarkan
makanan lunak pada anak untuk membantu mengurangi mengunyah makanan,
dan berikan kompres panas atau kompres hangat lokal pada telinga yang sakit.
d. Fasilitas drainase dengan membaringkan anak pada posisi telinga yang sakit
tergantung.
e. Cegah kerusakan kulit dengan menjaga telinga eksternal kering dan bersih.
f. Berikan penyuluhan pada pasien dan keluarga :
1) Jelaskan dosis, teknik pemberian, dan kemungkinan efek samping obat.
2) Tekankan pentingnya menyelesaikan seluruh bagian pengobatan antibiotik
3) Identifikasi tanda-tanda kehilangan pendengaran dan menekankan
pentingnya uji audiologik, jika diperlukan.
4) Diskusikan tindakan-tindakan pencegahan, seperti memberi anak posisi
tegak pada waktu makan, menghembus udara hidung dengan perlahan,
permainan meniup.
5) Tekankan perlunya untuk perawatan tindak lanjut setelah menyelesaikan
terapi antibiotik untuk memeriksa adanya infeksi persisten.
5. PATHWAYS

Faktor penyebab

Bakteri Disfungsi tuba eustashii,


Ex pada pasien ISPA
patogen

Invasi pada Terjadi tekanan negative


Telinga tengah Pada telinga tengah

Obstruksi secret pada


Bertemu Telinga tengah
dengan
antigen
Penekanan pada Penekanan pada
tulang-tulang Membran
Telinga tengah timpani
Leukosit Reaksi antigen (malieus, incus,
antibodi Stapes)
Membran timpani
ruptur
Leukosit mati Mengeluarkan Hantaran suara
mediator tergangguan
peradangan Otalgia
Sekret purulen

Merangsang
Obstruksi pada Nyeri akut
prostaglandin
Telinga tengah Ke hipotalamus

Pendengaran IL 1
menururn
IL 2
Gangguan persepsi
Sensori, auditorius Suhu tubuh
meningkat

Demam

Hipertermi
6. KOMPLIKASI
Komplikasi menurut Sowden dan Cecily 2002, h. 372 ialah :
1. Ruptur membran timpani dengan otorea
2. Tuli konduktif jangka pendek
3. Tuli permanen atau jangka panjang
4. Meningitis
5. Mastoiditis
6. Abses otak
7. Kolesteatoma yang didapat (sakus telinga tengah terisi epitel atau keratin)
BAB II

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1.PENGKAJIAN

a. Anamnesa
Nama  klien, No. Rek. Media, Usia (Otitis media  sering dijumpai pada anak – anak di
bawah usia 15 tahun), Tinggi dan berat badan, Tanggal dan waktu kedatangan, Orang
yang dapat dihubungi.
b. Keluhan Utama
Menanyakan alasan klien berobat ke rumah sakit dan menanyakan apa saja keluhan yang
ia rasakan.
c. Riwayat Kesehatan Dulu
menanyakan apakah klien pernah mengalami otitis media sebelumnya.
d. Riwayat kesehatan keluarga
menanyakan apakah ada anggota keluarga yang memiliki riwayat penyakit ini
sebelumnya
e. Riwayat penyakit sekarang
tanyakan pada klien gejala-gejala apa saja yang dirasakannya saat ini.
f. Pengkajian pola Fungsional
1. Pola Persepsi – Manajemen Kesehatan
a. Tanyakan kepada klien pendapatnya mengenai kesehatan dan penyakit. Apakah
pasien langsung mencari pengobatan atau menunggu sampai penyakit tersebut
mengganggu aktivitas pasien.
b. Tanyakan tentang penggunaan obat-obat tertentu (misalnya antidepresan trisiklik,
antihistamin, fenotiasin, inhibitor monoamin oksidase ( MAO), antikolinergik dan
antispasmotik dan obat anti-parkinson.
c. Tanyakan tentang penggunaan alcohol, dan tembakau untuk mengetahui gaya
hidup klien
2. Pola Nutrisi
a. Tanyakan bagaimana pola dan porsi makan sehari-hari klien ( pagi, siang dan
malam )
b. Tanyakan bagaimana nafsu makan klien, apakah ada mual muntah, pantangan atau
alergi
c. Tanyakan apakah klien mengalami gangguan dalam menelan
d. Tanyakan apakah klien sering mengkonsumsi buah-buahan dan sayur-sayuran
yang mengandung vitamin antioksidant
3. Pola Eliminasi
a. Tanyakan bagaimana pola BAK dan BAB, warna  dan karakteristiknya
b. Berapa kali miksi dalam sehari, karakteristik urin dan defekasi
c. Adakah masalah dalam proses miksi dan defekasi, adakah penggunaan alat bantu
untuk miksi dan defekasi.
4. Pola Aktivitas
a. Perubahan aktivitas biasanya/hobi sehubungan dengan gangguan penglihatan.
Klien akan mengalami kesulitan atau keterbatasan dalam beraktivitas sehubungan
dengan luas lapang pandangnya yang berkurang dan kekeruhan pada matanya
akibat dari glaukoma yang dideritanya.
b. Kekuatan Otot : Biasanya klien tidak ada masalah dengan kekuatan ototnya karena
yang terganggu adalah pendengarannya.
c. Keluhan Beraktivitas : kaji keluhan klien saat beraktivitas.
5. Pola Istirahat - Tidur
a. Kebiasaan : tanyakan lama, kebiasaan dan kualitas tidur pasien
b. Masalah Pola Tidur : Tanyakan apakah terjadi masalah istirahat/tidur yang
berhubungan dengan gangguan pada telinganya
c. Bagaimana perasaan klien setelah bangun tidur? Apakah merasa segar atau tidak?
6. Pola Kognitif - Persepsi
a. Kaji status mental klien
b. Kaji kemampuan berkomunikasi dan kemampuan klien dalam memahami sesuatu
c. Kaji tingkat anxietas klien berdasarkan ekspresi wajah, nada bicara klien.
Identifikasi penyebab kecemasan klien
d. Pendengaran : menuru  karena masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga
tengah yang normalnya adalah steril.
e. Penglihatan : Baik, biasanya klien yang mengalami gangguan pendengaran, tidak
berpengaruh terhadap penglihatannya.
f. Kaji apakah klien mengalami vertigo
g. Kaji nyeri : Gejalanya yaitu ketidaknyamanan ringan / atau mata berair. Nyeri
tiba-tiba / berat menetap atau tekanan pada atau sekitar mata, dan sakit kepala.
7. Pola Persepsi Dan Konsep Diri
a. Tanyakan pada klien bagaimana klien menggambarkan dirinya sendiri, apakah
kejadian yang menimpa klien mengubah gambaran dirinya
b. Tanyakan apa yang menjadi pikiran bagi klien, apakah merasa cemas, depresi atau
takut
c. Apakah ada hal yang menjadi pikirannya
8. Pola Peran Hubungan
a. Tanyakan apa pekerjaan pasien
b. Tanyakan tentang system pendukung dalam kehidupan klien seperti: pasangan,
teman, dll.
c. Tanyakan apakah ada masalah keluarga berkenaan dengan perawatan penyakit
klien
9. Pola Koping-Toleransi Stres
a. Tanyakan dan kaji perhatian utama selama dirawat di RS ( financial atau
perawatan diri )
b. Kaji keadan emosi klien sehari-hari dan bagaimana klien mengatasi kecemasannya
(mekanisme koping klien ). Apakah ada penggunaan obat untuk penghilang stress
atau klien sering berbagi masalahnya dengan orang-orang terdekat.
10. Pola Keyakinan
a. Tanyakan agama klien dan apakah ada pantangan-pantangan dalam beragama
serta seberapa taat klien menjalankan ajaran agamanya. Orang yang dekat kepada
Tuhannya lebih berfikiran positif.
g. Pemeriksaan Fisik
1. Tanda-tanda vital
2. Pemeriksaan fisik fokus
a. Hidung :
Inspeksi : biasanya adanya sekret yang menunjukkan klien mengalami
ISPA, hidung tampak kemerahan.
Palpasi : adanya pembengkakan mukosa hidung
b. Telinga :
Inspeksi : membran tympani dan daun telinga tampak kemerahan,
adanya sekret pada canalis auditorius eksterna.
Palpasi : telinga teraba hangat.
Lakukan beberapa tes yaitu :
1. Otoskopi
Perhatikan adanya lesi pada telinga luar
Amati adanya oedema pada membran tympani Periksa adanya pus dan rupture
pada membran tympani
Amati perubahan warna yang mungkin terjadi pada membran tympani
2. Tes bisik
Dengan menempatkan klien pada ruang yang sunyi, kemudian dilakukan tes
bisik, pada klien dengan OMA dapat terjadi penurunan
pendengaran pada sisi telinga yang sakit
3. Tes garpu tala
a. Tes Rinne : pada uji rinne didapatkan hasil negatif
b. Tes Weber : pada tes weber didapatkan lateralisasi ke arah telinga yan sakit

2.ANALISA DATA

No Data Etiologi Masalah Keperawatan


1. DS : Tekanan udara pada Gangguan persepsi
telinga tengah (-) sensori pendengaran
 Klien mengatakan mengalami
penurunan pendengaran ↓

DO : Retraksi membrane
timpani
 Klien mengalami gangguan
pendengaran ↓
 Klien tampak distorsi sensori
Hantaran suara
 Terdapat serumen dalam
terganggu
telinga
 Telinga tampak kemerahan ↓

Pendengaran
menurun

Gangguan persepsi
sensori pendengaran

2. DS : Penenkanan pada Nyeri akut


membran timpani
 Klien mengatakan telinga nya
nyeri ↓

DO: Membrane timpani


rupture
 Klien tampak meringis
kesakitan ↓
 skla nyeri (3)
Nyeri akut
 klien terlihat menahan rasa
sakit.
 Klien tampak gelisah
 Telinga tampak kemerahan

3.DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan persepsi sensori (pendengaran) berhubungan dengan perubahan resepsi,


transmisi dan integritas sensori

2. Nyeri akut berhubungan dengan agen penyebab cidera fisik


4.INTERVENSI KEPERAWATAN

No. Diagnosa Keperawatan Tujuan Kriteria hasil Intervensi Rasional

1. Gangguan persepsi Setelah 1. .Gangguan 1. Pemantauan neurologis : 1. Mengetahui tingkat gangguan dan
sensori (pendengaran) dilakukan pendengaran dapat mengumpulkan dan menganalisis menentukan intervensi

berhubungan dengan tindakan teratasi data pasien untuk mencegah atau 2. Dengan komunikasi keras tapi pelan
keperawatan 2. Klien tidak mengalami meminimalkan komplikasi
perubahan resepsi, diharapkan dapat lebih diterima klien.
selama 3x24 jam hambatan komunikasi neurologis
transmisi dan integritas 3. Timpanotomi bertujuan untuk
fungsi indera 3. Perilaku kompensasi 2. Stimulus kognitif : meningkatkan
sensori melakukan drainase secret dari telinga
pendengaran pendengaran: tindakan kesadaran dan pemahaman
tengah ke telinga luar.
klien dapat pribadi untuk terhadap sekitar melalui
kembali normal. mengidentifikasi,mem penggunaan stimulus terencana
antau,dan 3. Peningkatan komunikasi : deficit
mengompensasi pendengaran : membantu
kehilangan pembelajaran dan penerimaan
pendengaran metode alternative untuk menjalani
hidup dengan penurunan fungsi
pendengaran
4. Orientasi realitas : promosi
kesadaran pasien terhadap identitas
pribadi , waktu, dan lingkungan
5. Ketika berkomunikasi dengan
klien usahakan dnegan suara
keras tapi pelan.
6. Kolaborasi dalam melakukan
miringotomi/timpanotomi.
2. Nyeri akut berhubungan Setelah 1. Mampu 1.Lakukan pengkajian nyeri secara 1. Nyeri dirasakan dimanifestasikan
dengan agen penyebab dilakukan mengontrol nyeri komprehensif (lokasi,karakteristik,durasi, dan ditoleransi secara individual.
cidera fisik tindakan (penyebab,teknik frekuensi, kualitas).
2. Menentukan tingkat keparahan
keperawatan non-
2.Observasi reaksi nonverbal dari dan intervensi lebih lanjut
selama 3x24 jam farmakologi,menc
ketidaknyamanan 3. Untuk mengetahui pengalaman
diharapkan nyeri ari bantuan).
3.Gunakan teknik komunikasi terpeutik
klien dapat 2. Melaporkan nyeri nyeri klien dan cara
untuk mengetahui pengalaman nyeri klien
teratasi berkurang mengatasinya
4.Ajarkan teknik non-farmakologi untuk
4. Untuk membantu klien
mengatasi nyeri
mengurangi rasa nyeri
5.Anjurkan klien untuk istirahat yang
5. Istirahat yang adekuat
adekuat
membantu mengurangi rasa
nyeri
BAB III

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, ES, & Iskandar,N 2004, Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan, FKUI,
Jakarta.

Betz, CL 2002, Buku saku keperawatan pediatri, EGC, Jakarta.

Dowshen et al 2002, Petunjuk lengkap untuk orang tua, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Muscari, ME 2005, Panduan belajar: keperawatan pediatrik, EGC, Jakarta.

Schwartz, M 2004, Pedoman klinis pediatri, EGC, Jakarta.

Wong, DL et al 2008, Buku ajar keperawatan pediatrik, EGC, Jakarta

Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC Jilid 2.MediAction:Yogyakarta


__________________________________________.2013.Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC Jilid
2.MediAction:Yogyakarta
Laporan Pendahuluan Otitis Media diakses pada 18 Oktober 2021, dari
https://id.scribd.com/doc/140606189/Laporan-Pendahuluan-Otitis-Media
Askep Otitis Media Akut diakses pada tanggal 18 oktober 2021, dari
https://id.scribd.com/doc/310454063/Askep-Otitis-Media-Akut

Anda mungkin juga menyukai