Anda di halaman 1dari 20

SEJARAH PERKEMBANGAN EKONOMI MONETER DAN

FISKAL DALAM ISLAM

OLEH

KELOMPOK 5:

RAISA MAISURA ( 180102168 )

MANDAR MAHENDRA ( 180102104)

PRODI HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY BANDA ACEH

TAHUN AJARAN 2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena berkat
kekuasaannya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat padawaktunya. Dan
pula shalawat beserta salam kita curahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW
yang telah membawa kita dari zaman kebodohan hingga zaman yang penuh ilmu
pengetahuan.

Terimakasih kepada ibu Najihatul Faridy yang telah memberikan tugas


makalah agar kami dapat mengerti dan memahami tentang“ Sejarah
Perkembangan Ekonomi Moneter Dan Fiskal Dalam Islam “. Semoga materi ini
dapat bermanfaat dan menjadi pemikiran bagi pihak yang membutuhkannya,
khususnya bagi kami dan umumnya untuk seluruh pembaca sehigga tujuan yang
diharapkan tercapai.

Saya menyadari bahwa dalampenulisan ini masih jauh dari sempurna. Apa
bilaadakesalahanpadapenulisanini kami sangat membutuh kan kritik dan saran
dari teman-teman, kurang lebih kami mohonmaaf.

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang.

Dalam konsep Islam pemerintah bertanggung jawab atas kesejahteraan


kehidupan seluruh warganya di berbagai bidang, terutama bidang ekonomi yang
menjadi tulang punggung kehidupan. Campur tangan negara dalam masalah
ekonomi yang pernah diperdebatkan antara antara kapitalis dan sosialis, dalam
Islam adalah satu bentuk tanggung jawab negara yang sudah semestinya untuk
menjamin kemaslahatan rakyat. Bahkan kini campur tangan negara yang lebih
spesifik bernama kebijakan fiskal tidak bisa dihindarkan oleh negara manapun
termasuk yang menganut sistem kapitalis atau pasar bebas. Keberhasilan
Rasulullah SAW dalam membangun negara yang berpusat di Madinah dari bekal
nol menjadi negara yang memiliki kestabilan ekonomi yang mantap menunjukkan
keberhasilan sistem fiskal yang diterapkan waktu itu.

Rasulullah SAW telah dapat memainkan kebijakanmoneterdan fiskalnya


secara tepat. Sebagaimana disadari bersama faktor-faktor determinan ekonomi
saat ini telah banyak berbeda dengan yang dihadapi pada waktu Rasulullah SAW.
Bagaimanapun kehidupan ekonomi telah melewati rentangan waktu yang panjang
dengan berbagai dinamika sosial, budaya daan politik yang selalu mengiringinya.
Salah satu strategi pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat
adalah memajukan aspek kehidupan ekonomi. Pengembangan ekonomi dapat
dilakukan dengan berbagai strategi. Antara lain adalah dengan memberdayakan
kekayaan sumber daya alam yang telah diciptakan Allah. Pemerintah dapat
membuka tambang emas, perak, batu bara, minyak tanah, gas, timah dan lain-lain
yang tersimpan di perut bumi sebagai wujud pemberdayaan alam. Dari dimensi
lainnya, dalam memaksimalkan kemampuan ekonomi, Pemerintah dapat membuat
keijakan moneter dan fiskal. Dalam makalah ini, penulis akan memaparkan
bagaimanasejarahperkembanganekoonomimoneterdan fiscal dalamislamitusendiri.

1.2 RumusanMasalah.

Berdasarkanlatarbelakang yang dikemukan diatas maka dalam makalah


Sejarah Perkembangan Ekonomi Moneter Dan Fiskal Dalam Islam adalah :

A. Pada Masa Rasulullah


B. Khulafaurrasyidindan

3
C. Pasca Khulafaurrasyidin

1.3 TujuanMasalah

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka maksud dan tujuan makalah


ini adalah untuk:

A. Pada Masa Rasulullah


B. Khulafaurrasyidindan
C. Pasca Khulafaurrasyidin

BAB II

4
PEMBAHASAN

2.1 Pada Masa Rasulullah

Kebijakan moneter dan fiskal telah sejak lama dikenal dalam teori
ekonomi Islam, yaitu sejak zaman Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin, dan
kemudian dikembangkan oleh para ulama. Ibnu Khaldun (1404) mengajukan obat
untuk resesi berupa mengecilkan pajak dan meningkatkan pengeluaran
pemerintah, pemerintah adalah pasar terbesar, ibu dari semua pasar, dalam hal
besarnya pendapatan dan penerimaannya. Jika pasar pemerintah mengalami
penurunan, wajar bila pasar yang lain pun akan ikut menurun, bahkan dalam
agregat (keseluruhan) yang lebih besar." Laffer, penasihat ekonomi Presiden
Ronald Reagan, yang menemukan teori Laffer's Curve, berterus terang bahwa ia
mengambil ide Ibnu Khaldun. Selain itu, Abu Yusuf (798) adalah ekonom
pertama yang menulis secara khusus tentang kebijakan ekonomi dalam kitabnya,
al-Kharaj, yang menjelaskan tanggung jawab ekonomi pemerintah untuk
memenuhi kebutuhan rakyatnya. Abu Yusuf sangat menentang adanya pajak atas
tanah pertanian dan menyarankan diganti dengan zakat pertanian yang dikaitkan
dengan jumlah hasil panennya. Abu Yusuf membuat rincian bagaimana
membiayai pembangunan jembatan, 22 bendungan, dan irigasi.

Di zaman Rasulullah SAW, sisi penerimaan APBN terdiri atas kharaj


(sejenis pajak tanah), zakat, kums (pajak l/5), jizyah (sejenis pajak atas badan
orang nonmuslim), dan penerimaan lain-lain (di antaranya kaffarah/denda). Di sisi
pengeluaran, terdiri atas pengeluaran untuk kepentingan dakwah, pendidikan dan
kebudayaan, iptek, hankam, kesejahteraan sosial, dan belanja pegawai.
Penerimaan zakat dan kums dihitung secara proporsional, yaitu dalam persentase
dan bukan ditentukan nilai nominalnya. Secara ekonomi makro, hal ini akan
menciptakan built-in stability. la akan menstabilkan harga dan menekan inflasi.
Pada masa Rasul, mata uang dinar dan dirham diimpor. Mata uang dinar dari
Romawi dan dirham dari Persia. Besarnya volume impor dinar dan dirham dan
juga barang-barang komoditas bergantung kepada volume komoditas yang
diekspor kedua negara tersebut dan wilayah-wilayah lain yang berada di bawah
pengaruhnya. Biasanya, uang akan diimpor jika permintaan uang (money
demand) pada pasar internal mengalami kenaikan. Sebaliknya, komoditas akan
diimpor jika permintaan uang mengalami penurunan. Permintaan terhadap uang
selama periode Rasulullah secara umum bersifat permintaan transaksi dan
pencegahan. Pelarangan penimbunan, baik uang maupun barang-barang
komoditas.

5
Denganbegituntuk menjaga kestabilan moneter, ada beberapa kegiatan
yang dilarang oleh Islam , antara lain :

a. Permintaan yang tidak riil. Permintaan uang adalah hanya untuk keperluan
transaksi dan berjaga jaga. Perbuatan ini, termasuk dalam perilaku mubazir
dan dilarang oleh Allah.
b. Penimbunan mata uang sebagaimana dilarangnya penimbunan barang
yang dapatmembuat orang lain rugi.
c. Melakukan transaksi dengan cara menghambat penjual di tengan jalan
sebelum sampai ke pasar (talaqqi rukban). Larangan ini terkait dengan
prilaku yang tidak jujur, sehingga akan menimbulkan kerugian bagi pihak
penjual. Perilaku ini merupakan cikal bakal dari perbuatan spekulasi.
Dalam hadis Rasulullah dengan tegas melarang jual beli dengan cara
menghambat orang di tengah jalan.
d. Segala bentuk riba . Islam dengan tegas mengharamkan riba dengan segala
bentuknya. Hal ini dilarang juga karena dapat menyengsarakan rakyat dan
jelas akan berpengaruh pada masalah moneter.Dalam mendorong
pertumbuhan ekonomi, sekaligus stabilitas, Islam tidak menggunakan
instrument bunga atau ekspansi moneter melalui pencetakan uang baru
atau deficit anggaran. Langkah yang dilakukan adalah mempercepat
perputaran uang dan pembangunan infrastuktur sektor riil. Faktor
pendorong percepatan perputaran uang adalah kelebihan likuiditas tidak
boleh ditimbun dan tidak boleh dipinjamkan dengan bunga.
e. Jual beli di bawah tekanan Seharusnya jual beli dilakukan atas dasar suka
sama suka bukan karena suatu ancaman. Jual beli yang dilakukan dengan
ancaman adalah jual beli yang dilarang Islam. Misalnya, jual beli dengan
pihak pengembang dengan harga yang lebih murah daripada harga
pasaran. Hal ini, dilakukan karena pihak penjual mendapat ancaman
daripada pihak pengembang. Jual beli ini dilarang oleh Islam, karena
merusak stabilitas ekonomi masyarakat.

Kebijakan fiskal sudah dipraktekkan sejak awal terbentuknya masyarakat


Muslim yakni sejak zaman Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin, dan kemudian
dikembangkan oleh para ulama. Ibnu Khaldun (1332-1406 M) misalnya
berpandangan bahwa dalam satu kondisi untuk menyeimbangkan ekonomi
pemerintah perlu mengecilkan pajak dan meningkatkan pengeluaran pemerintah,
karena pemerintah diilustrasikan oleh Ibn Khaldun sebagai pasar terbesar. Jauh
sebelum Ibn Khaldun, Abu Yusuf (731-798 M), sebagaimana dikutip Adiwarman
A. Karim, telah menulis secara khusus tentang kebijakan ekonomi dalam kitabnya
al-Kharaj, yang menjelaskan tanggung jawab ekonomi pemerintah untuk
memenuhi kebutuhan rakyatnya.

6
Dalam konsep Islam, kebijaksanaan fiskal memiliki arti yang sangat
penting dan merupakan salah satu perangkat untuk mencapai tujuan Syariah yakni
meningkatkan kesejahteraan dengan tetap menjaga keimanan, kehidupan,
intelektualitas, kekayaan dan kepemilikan. Kebijakan fiskal lebih memegang
peranan penting dalam sistem ekonomi Islam bila dibandingkan kebijakan
moneter. Adanya larangan tentang riba serta kewajiban tentang pengeluaran zakat
menyiratkan tentang pentingnya kedudukan kebijakan fiskal dibandingkan dengan
kebijakan moneter. Larangan bunga yang diberlakukan pada tahun Hijriyah
keempat mengindikasikan sistem ekonomi Islam yang dilakukan oleh Nabi
terutama bersandar kepada kebijakan fiskalnya saja. Sementara itu negara Islam
yang dibangun oleh Nabi tidak mewarisi harta sebagaimana layaknya dalam
pendirian suatu negara.

Tanggung jawab penyelenggaraan pemerintahan untuk mewujudkan


kesejahteraan dan kemaslahatan warga memerlukan anggaran yang memadahi. Di
zaman Rasulullah SAW, sumber-sumber penerimaan negara sebagaimana
meliputi:

1. Sumber yang tidak terikat. Pada masa awal Rasulullah SAW hijrah ke
Madinah, sebagai sebuah negara, Madinah hampir tidak memiliki sumber
pemasukan dan pengeluaran negara. seluruh tugas negara dilaksanakan secara
gotong royong. Kebutuhan dipenuhi dari berbagai sumber yang tidak terikat.18
Pada masa Rasulullah tidak ada tentara formal dengan gaji tetap. Semua Muslim
yang mampu boleh menjadi tentara dan berhak mendapat bagian dari rampasan
perang.

2. Ghanimah (harta rampasan perang). Ayat yang mengatur alokasi harta


rampasan perang (Al-Anfal) turun sesudah terjadi perang Badar pada tahun kedua
Hijrah. Dalam ayat ini ditentukan tata cara pembagian harta rampasan perang
sebagai berikut: Seperlima untuk Allah dan Rasul-Nya (seperti untuk negara yang
dialokasikan bagi kesejahteraan umum), untuk para kerabat, anak-anak yatim,
orang-orang miskin dan para musafir. Seperlima ini dikenal dengan istilah
khumus. Sedangkan yang empat perlima bagian lainnya dibagikan kepada para
anggota pasukan yangterlibat dalam peperangan. Ayat tersebut mengindikasikan
bahwa dalam sistem ekonomi Islam dikenal adalah sistem proportional tax. Harta
rampasan perang dikenakan "pajak" 20 % (khumus). Dalam menginterpretasikan
“ghanimtum min syai’” (dari apa saja yang kamu peroleh) dalam ayat tersebut ada
perbedaan pendapat di antara para ulama Sunni dan Syi‟i. Para ulama Syi‟i
berpendapat bahwa sumber pendapatan apa saja harus dikenakan khumus sebesar
20 % sedangkan ulama Sunni memandang ayat tersebut hanya berlaku untuk harta
rampasan perang saja. Imam Abu Ubaid, sebagaimana dikutip Adiwarman Azwar

7
Karin, menyatakan bahwa yang dimaksud khumus itu bukan saja hasil perang
tetapi juga barang temuan dan barang tambang.

3. Zakat. Pada tahun kedua setelah hijrah sedekah fitrah diwajibkan setiap bulan
Ramadhan. Zakat mal mulai diwajibkan pembayarannya pada tahun kesembilan
hijrah. Dengan adanya perintah wajib wajib ini, mulai ditentukan para pegawai
pengelolanya yang tidak digaji secara rutin tetapi mendapat bayaran tertentu dari
dana zakat. Di awal-awal masa Islam, zakat dikumpulkan dalam bentuk uang
tunai, hasil peternakan dan hasil pertanian. Nishab zakat untuk dinar dan dirham
masing-masing 20 dinar dan 200 dirham, zakat yang dikeluarkan sebesar 2,5 %
dari jumlah nishab. Jika jumlah pendapatan kurang dari nishab, maka dibebaskan
dari zakat. Zakat peternakan dikenakan secara regresif (regressive rate) di mana
makin banyak jumlah hewan peliharaan, makin kecil ratenya dan pembedaan
ukurannya untuk tiap jenis hewan. Berbeda dengan zakat peternakan, zakat
pertanian menggunakan flat rate yang dibedakan antara jenis pengairannya. Bisa
jadi karena hasil pertanian merupakan barang yang tidak tahan lama sehingga bila
hasil pertaniannya melimpah dikhawatirkan barang tersebut akan menjadi
busuk.Pengeluaran zakat telah diatur dalam Alquran Al-Taubah ayat 60 sehingga
tidak dapat dibelanjakan untuk pengeluaran umum negara.

4. Kharraj. Kharaj atau pajak dipungut dari non-Muslim ketika Khaibar dikuasai
pada tahun ketujuh Hijrah. Penduduk Khaibar menentang dan memerangi kaum
Muslim. Setelah pertempuran selama sebulan, mereka menyerah. Mereka
mengatakan kepada Rasulullah bahwa mereka memiliki pengalaman khusus
dalam bertani dan berkebun kurma dan meminta izin untuk tetap tinggal di sana.
Rasulullah mengabulkan permintaan mereka. Tanahnya diambil alih oleh orang
Muslim dan pemilik lamanya menawarkan untuk mengolah tanah tersebut sebagai
pengganti sewa dan bersedia memberikan sebagian hasil produksi kepada negara.
Jumlah kharaj dari tanah ini tetap, yaitu setengah dari hasil produksi. Setelah
mengurangi sepertiga sebagai kelebihan perkiraan, dua per tiga bagian dibagikan
dan mereka bebas memilih; menerima atau menolak pembagian tersebut. Prosedur
yang sama juga diterapkan di daerah lain. Dalam perkembangannya, sebagaimana
diungkap Adiwarman Azwar karim, kharaj menjadi semacam pajak tanah seperti
pajak bumi dan bangunan (PBB) yang dibayarkan oleh seluruh anggota
masyarakat baik orang-orang Muslim maupun orang-orang non Muslim. Berbeda
dengan sistem PBB, kharraj ditentukan berdasarkan tingkat produktivitas dari
tanah bukan berdasarkan zoning. Yang menentukan jumlah besar pembayaran
kharaj adalah pemerintah, dengan mempertimbangkan karakteristik tanah/tingkat
kesuburan tanah, jenis tanaman, dan jenis irigasi.

8
5. Jizyah. Jizyah adalah pajak yang dibayarkan oleh orang non-Muslim khususnya
ahli kitab28, untuk jaminan perlindungan jiwa, harta atau kekayaan, peribadatan
dan tidak wajib militer.29 Pada zaman Rasulullah, besarnya jizyah satu dinar per
tahun untuk orang dewasa yang mampu membayarnya. Perempuan, anak-anak,
pengemis, pendeta, orang tua, penderita sakit jiwa dan semua yang menderita
penyakit dibebaskan dari jizyah. Pembayaran tidak harus berupa uang tunai, tetapi
dapat juga berupa barang atau jasa.Pada saat perekonomian sedang krisis yang
menyebabkan warga negara jatuh miskin, mereka tidak dikenai beban pajak,
sebaliknya mereka akan disantuni negara dengan beaya yang diambil dari orang-
orang yang kaya.

6. Penerimaan lain. Ada yang disebut kafarat yaitu denda misalnya denda yang
dikenakan kepada suami istri yang berhubungan di siang hari pada bulan puasa.
Mereka harus membayar denda dan denda tersebut masuk dalam pendapatan
Negara. Contoh lain misalnya adalah orang yang meninggal dan tidak mempunyai
ahli waris, maka harta warisannya dimasukkan sebagai pendapatan negara.

Maka dengan itu penertiban anggaran pendapatan dan belanja negara


dilakukan melalui sebuah lembaga yang dikenal dengan Baitul Mal. Baitul Mal
berusurusan dengan keuangan publik, merupakan pusat pengumpulan dana atau
kekayaan negara untuk pengeluaran tertentu. Pusat pengumpulan dan pembagian
daba tersebut adalah Masjid yang didirikan oleh Nabi sesaat setelah hijrah.
Pengaturannya fleksibel dan tidak terlalu birokratis. Tidak ada dana yang tidak
dibagikan yang berada di penyimpanan. Pengelolaan keuangan negara oleh
Rasulullah melalui lembaga Baitul Mal menganut asas anggaran berimbang
(balance budget) yakni semua penerimaan habis digunakan untuk pengeluaran
negara. Dalam konsep. Pengeluaran negara pada zaman Rasulullah SAW dan
khulafa‟ al-Rasyidun lebih berorientasi kesejahteraan sosial. Di samping untuk
biaya pertahanan dan pengurusan tugas dan administrasi, pengeluaran negara juga
untuk tunjangan orang miskin, bantuan bagi penuntut ilmu, pembebasan budak,
pembayaran utang orang yang meninggal dalam keadaaan miskin, pembayaran
denda atas mereka yang terbunuh secara tidak sengaja oleh pasukan kaum
muslimin, bantuan untuk musafir, juga untuk persediaan darurat.

Kebijakan fiskal yang diterapkan pada era permulaan Islam memberikan


dampak positif terhadap tingkat investasi, penawaran agregat, dan secara tidak
langsung memberikan dampak tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
Kebijakan pertama yang diambil Rasulullah SAW dalam rangka meningkatkan
permintaan agregat masyarakat muslim di Madinah setelah hijrah adalah
menguatkan persaudaraan Muhajirin dengan Anshar. Setiap Anshar merasa
bertanggung jawab atas saudara Muhajirinnya yang menyebabkan terjadinya

9
distribusi pendapatan dari Anshar kepada Muhajirin. Di samping itu Rasulullah
juga menyediakan lapangan kerja bagi Muhajirin dengan menerapkan kontrak
muzara'ah, musaqah, mudlarabah serta kerja sama terbatas antara Muhajirin yang
menyediakan tenaga kerja dengan Anshar yang memiliki lahan pertanian,
perkebunan dan kekayaan. Di samping itu pembagian harta rampasan perang juga
meningkatkan kekayaan dan pendapatan kaum Muslimin yang pada akhirnya
meningkatkan permintaan agregat.

2.2 Pada Masa Khulafaurrasyidin

1.  Pada  Masa Abu Bakar ash-Shidiq

Setelah Rasulullah SAW wafat, Abu Bakar ash-Shidiq yang bernama


lengkap Abdullah bin Abu Quhafah at-Tamimi terpilih sebagai khalifah islam
yang pertama. Abu Bakar terpilih sebagai khalifah dengan kondisi miskin, sebagai
pedagang dengan hasil yang kurang mencukupi kebutuhan keluarga. Ia
merupakan pemimpin agama sekaligus kepala Negara kaum muslimin. Pada masa
Abu Bakar inilah dimulai pengajian terhadap Khalifah, hal ini dilakukan agar
khalifah berkonsentrasi dalam mengurus negara, sehingga kebutuhan keluarga
Khalifah diurus oleh kekayaan dari baitulmal. Menurut beberapa keterangan
beliau diperbolehkan mengambil 2,5 atau 2,75 dirham setiap harinya dengan
tambahan makanan dan pakaian. Setelah berjalannya waktu ternyata tunjangan
tersebut kurang mencukupi, sehingga ditetapkan 2000 atau 2500 dirham, bahkan
ada yang mencatat sampai dengan 6000 dirhan pertahun.

Pada masa pemerintahannya yang hanya berlangsung dua tahun, Abu


Bakar ash-Shidiq banyak menghadapi persoalan dalam negeri yang berasal dari
kelompok murtad, nabi palsu dan pembangkang zakat berdasarkan hasil
musyawarah dengan para sahabat yang lain, ia memutuskan untuk memerangi
kelompok tersebut, apa yang disebut perang Riddhah. Setelah berhasil
menyelesaikan urusan dalam negeri, Abu Bakar ash-Shidiq mulai melakukan
ekspansi kewilayah utara untuk menghadapi pasukan romawi dan Persia yang
selalu mengancam kedudukan umat islam. Namun, ia meninggal dunia sebelum
usaha dilakukan.

Dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan ummat islam, Abu Bakar ash-Shidiq


melaksanakan berbagai kebijakan ekonomi seperti yang telah dipraktikkan
Rasulullah SAW. Langkah-langkah yang dilakukan diantaranya :

a.       Perhatian terhadap keakuratan perhitungan zakat.

b.      Pengembangan pembangunan Baitulmal dan penanggung jawab Baitulmal.

10
c.       Menerapkan konsep balance budget pada Baitulmal. Dimana seluruh
pendapatan langsung di distribusikan tanpa ada cadangan sehingga saat beliau
wafat hanya 1 dirham yang tersisa pada perbendaharaan negara.

d.      Melakukan penegakan hukum terhadap pihak yang tidak mau membayar


zakat dan pajak kepada pemerintah.

e.       Secara individu Abu Bakar ash-Shidiq adalah seorang praktisi akad-akad


perdagangan.

2.      Pada Masa Umar bin Khatab

Umar menjalankan pemerintahan setelah Abu bakar hanya selama 10


tahun, akan tetapi kebijakan perekonomian yang ditempuh telah memiliki dampak
dan pengaruh cukup signifikan terhadap kemajuan perekonomian umat. Umar
telah meletakkan dasar-dasar perekonomian yang cukup kuat dengan berdasarkan
jepada keadilan dan kebersamaan. Pada masa pemerintahan Umar bin Khattab,
sumber pendapatan negara bertambah dengan adanya sistem sewa tetap karna
adanya kebijakan pemerintah yang menguasai faktor-faktor produksi seperti
tanah, tenaga kerja, dan lainnya tidak lagi menjadi milik individu. Umar
berpendapat bahwasannya melakukan aktifitas produksi lebih baik daripada
mengkhususkan waktu untuk ibadah-ibadah sunnah da mengandalkan manusia
dalam mencukupi kebutuhannya.

Kebijakan yang dilakukan Umar pada pemerintahannya adalah :

a. Reorganisasi baitulmal, dengan menjadi baitulmal sebagai lembaga negara


resmi yang dikenal dengan al-diwan (sebuah kantor yang ditunjuk untuk
membayar tunjangan-tunjangan angkatan perang dan pensiun serta tunjangan-
tunjangan lain), dimana sekuruh karyawannya digaji menurut standar penggajian
pada masa tersebut. Serta adanya pengeluaran dana pensiun bagi mereka yang
bergabung dalam kemiliteran.

b. Diberlakukannya sistem cadaanfan darurat, dimana dari sumber penerimaan


yang ada tidak langsunng di distribusikan seluruhnya. Hal ini untuk membiayai
angkatan perang dan kebutuhan darurat untuk ummat.

c. Pemerintah bertanggung jawab terhadap pemenuhan kebutuhan minum,


makanm dan pakaian kepada warga negaranya.

d. Diverifikasi terhadap objek zakat, dimana dilakukan objek yang dapat


dikenankan sebagai objek zakat yang baru. Dalam bahasa fiskal saat ini biasa
dikenal dengan eksentifikasi sumber-sumber penerimaan negara.

11
e. Pengembangan ushr (pajak) pertanian.

f. Undang-undang perubahan pemilikan tanah, dimana tanah-tanah yang tidak


produktif dikuasai negara untuk diolah masyarakat dan masyarakat membayarkan
kharaj atas tanah yang diolah tersebut.

Pengelompokan pendapatan negara masa Umar terbagi dalam 4 bagian :

(1)   Zakat dan ushr, pengeluaran pendistribusian untuk masyarakat setempat, jika


ada surplus maka surplus tersebut disimpan.

(2)   Khumz dan shadaqah, pengeluaran untuk fakir miskin dan kesejahteraan.

(3)   Kharaj, fay, jizyah, ushr, sewa tetap yaitu pengeluaran dana pensiun dan dana
pinjaman.

(4)   Pendapatan dari semua sumber yaitu pengeluaran untuk pekerjaan,


pemeliharaan anak terlantar dan dana sosial.

Di masa Umar bin Al-Khathab, beliau menggunakan prinsip anggaran


berimbang (budget balance) pada awal pemerintahannya dan seterusnya Umar bin
Al-Khathab menggunakan prinsip anggaran surplus (surplus budget) sampai akhir
pemerintahannya. Hanya sekali Umar bin Al-Khathab menggunakan prinsip
anggaran defisit (deficit budget), yaitu pada masa krisis ekonomi atau yang
dikenal dengan nama tahun “Ramadah”.

3.      Pada Masa Ustman bin Affan

Utsman dilahirkan di Makkah pada tahun 573 Masehi yang bertepatan


dengantahun ke enam dari kelahiran Nabi SAW. Ayahnya ‘Affan bin Abi ash
keturunan baniUmayyah yang cukup disegani pada masa itu. Dan jika ditelusuri
silsilah keturunannya dengan nabi maka akan bertemu pada kakeknya yang ke
enam yakni Abdi manaf bin QUshay. Utsman adalah saudagar sukses yang
berlimpah kekayaan hartanya. Namun, meski demikian beliau dikenal sebagai
sosok yang rendah hati, pemalu dan dermawan. Sehingga  beliau sangat dihormati
oleh masyarakat di sekelilingnya, masuknya Utsman kedalam islam berasal dari
sebuah suara dalam mimpinya dibawah rindang pohon antara Maan dan Azzarqa
yang menyarankan agar beliau segera kembali ke Makkah karena orang yang
bernama Muhammad telah muncul membawa ajaran baru yang kelak akan
merubah dunia sebagai utusan Tuhan. Utsman menjadi khalifah pembai’atan
berdasarkan kesepakatan enam orang sahabat termasuk dirinya yang telah
ditunjuk langsung oleh Umar bin Khattab untuk menjadi penggantinya yang akan
melanjuykan kepemimpinan dan perjuangannya dalam menyebarkan islam ke
penjuru dunia.

12
Dari masa inilah awal pengangkatan seseorang  khalifah secara demokratis
dengan jalan musyawarah yang diwakili oleh ke enam orang sahabat sepanjang
sejarah manusia. Akhir masa pemerintahan Utsman bin Affan satu decade pertama
kepemimpinan Utsman adalah masa yang dipenuhi dengan prestasi penting dang
kesejahteraan ekonomi yang tiada duanya, terkecuali pada dua tahun terakhir yang
berbanding terbalik dengan sebelumnya kondisi serba sulit akibat merebaknya
fitnah dan kedengkian musuh-musuh islam yang diarahkan padanya sehingga
beliau syahid dengan amat tragis pada jum’at sore 18 Dzulhijjah 35 H ditangan
pemberontak islam. Ketika masa pemerintahan Khalifah Utsman bin Affan
kebijakan Umar bin Khattab tidak lagi dilaksanakan. Faktor-faktor produksi yang
selama ini dikuasai oleh negara menjadi milik individu. Sehingga hal ini
melahirkan banyak tuan-tuan tanah, dan hal inipun mengubah sistem sumber
pendapatan negara selama 6 bulan terakhir dari pemerintahan Utsman situasi
politik negara sangat kacau. Kepercayaan terhadap pemerintahan Utsman sangat
berkurang namun hal yang cukup baik adalah Utsman tidak pernah mengambil
upah dari kantornya, justru ia turut membantu beban pemerintah, hal ini dilakukan
melihat pada latar belakangnya sebagai pengusaha sukses pada masa tersebut.

4. Pada Masa Ali bin Abi Thalib

Setelah diangkat sebagai khalifah keempat oleh segenap kaum muslimin,


Ali bin Abi Thalib lansung mengambil tindakan seperti memberhentikan para
pejabat yang korupsi, membuka kembali lahan perkebunan yang telah diberikan
kepada orang-orang kesayangan Utsman, dan mendistribusikan pendapatan pajak
tahunan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Umar bin Khattab.Khalifah Ali
memiliki konsep yang jelas tentang pemerintahan dan administrasi umum dan
masalah-masalah yang berkaitan dengannya. Konsep ini dijelaskan dalam
suratnya yang terkenal yang ditujukan kepada malik Ashter bin Harith, dimana
surat tersebut mendiskripsikan tugas kewajiban dan tanggung jawab penguasa
untuk menyusun prioritas dalam melakukan dispensasi terhadap keadilan kontrol
terhadap pejabat tinggi dan staf, menguraikan pendapat pegawai administrasi dan
pegadaan bendahara.Surat ini menjelaskan bagaimana berurusan dengan sipil,
pengadilan dang angkatan perang.

Ali menekankan malik agar lebih memperhatikan kesejahteraan prajurit


dan keluarga mereka dan diharapkan berhubungan langsung dengan masyarakat
melalui pertemuan yang terbuka, terutama dengan orang-orang miskin, orang
teraniaya dan orang-orang cacat. Disurat ini juga ada instruksi untuk melawan
korupsi dan penindasan, mengontrol pasar dan memberantas para tukang catutu,
penimbun barang dan pasar gelap. Singkatnya surat itu menggambarkan kebijakan
yang ternyata konsep-konsepnya ditiru secara luas dalam administrasi public,

13
bahkan kebijakan itu ditiru oelh gubernur yang melawan islam dan di mesir
ditempat Muhammad bin Abu Bakar, terbunuh di medan perang bersama dengan
para pendahulunya dan khalifah kehilangan  daerah mesir dan daerah-daerah
lainnya dan yang tersisa hanyalah dokumen yang bersejarah. Masa pemerintahan
Umar bin Abi Thalib yang hanya berlangsung selama 5 tahun selalu diwarnai
dengan ketidakstabilan kehidupan politik. Kebijakan ekonomi Ali bin Abi Thalib
diantaranya yaitu :

a. Mengedepankan prinsip pemerataan dalam pendistribusian kekayaan negara


kepada masyarakat.

b. Menetapkan pajak terhadap para pemilik kebun dan mengijinkan pemungutan


zakat terhadap sayuran segar.

c. Pembayaran gaji pegawai dengan sistem mingguan.

d.Melakukan control pasar dan pemberantas pedagang licik, penimbun barang dan
pasargelap.

e. Aturan konpensasi bagipara pekerja jika mereka merusak barang-barang


pekerjaannya.

2.3 Masa Pasca Khulafaurrasyidin.

1. Masa Daulah Umayyah (41-132H/661-750)

Terjadi perkembangan yang sangat berbeda masa Khulafaur Rasyidin


dengan sesudahnya. Pada masa pemerintahan Bani Umayyah, baitul mal dibagi
menjadi dua bagian; umum dan khusus. Pendapatan baitul mal umum
diperuntukkan bagi seluruh masyarakat umum, sedangkan pendapatan baitul mal
khusus diperuntukkan bagi para sultan dan keluarganya. Ada beberapa khalifah
Bani Umayyah yang mempunyai perhatian serius terhadap pembangunan
ekonomi. Di antara mereka yang termasyhur adalah Khalifah Abdul Malik.
Pemikiran yang serius terhadap penerbitan dan pengaturan uang dalam
masyarakat islam muncul di masa pemerintahannya.

Hal ini dilatarbelakangi oleh permintaan pihak Romawi agar khalifah


menghapuskan kalimat bismillahirrahmanirrahim dari mata uang yang berlaku
pada khalifahnya. Pada saat itu, bangsa Romawi mengimpor dinar Islam dari
Mesir. Akan tetapi permintaan tersebut ditolaknya. Bahkan khalifah mencetak
mata uang Islam tersendiri dengan tetap mencantumkan kalimat
Bismillahirrahmanirrahim pada tahun 74 H. Uang tersebut disebarluaskan
keseluruh wilayah Islam seraya melarang penggunaan mata uang lain. Ia juga
menjatuhkan hukuman bagi mereka yang melakukan percetakan mata uang diluar

14
percetakan negara. Khalifah Umar ibn Abdul Aziz dalam melakukan berbagai
kebijaknnya, bersifat melindungi dan meningkatkan kemakmuran taraf hidup
masyarakat secara keseluruhan. Ia mengurangi beban pajak yang dipungut dari
kaum Nasrani, pajak yang dikenakan kepada non muslim hanya berlaku pada tiga
profesi, yaitu pedagang, petani, dan tuan tanah. Menghapus pajak terhadap kaum
muslim, membuat aturan takaran dan timbangan, membasmi cukai dan kerja
paksa, memperbaiki tanah pertanian, penggalian sumur-sumur, pembangunan
jalan-jalan, pembuatan tempat-tempatan penginapan para musafir, dan
menyantuni fakir miskin. Berbagai kebijakan ini berhasil meningkatkan taraf
hidup masyarakat secara keseluruhan hingga tidak ada lagi yang mau menerima
zakat. lain yang diterapkan oleh Khalifah Umar ibn Abdul Aziz adalah kebijakan
otonomi daerah. Setiap wilayah Islam mempunyai wewenang untuk mengelola
zakat dan pajak secara sendiri-sendiri dan tidak diharuskan menyerahkan upeti
kepada pemerintah pusat. Bahkan sebaliknya, pemerintah pusat akan memberikan
bantuan subsidi kepada setiap wilayah Islam yang minim pendapatan zakat dan
pajaknya. Pada masa pemerintahannya, sumber-sumber pemasukan negara berasal
dari zakat, hasil rampasan perang, pajak penghasilan pertanian, dan hasil
pemberian lapangan kerja produktif kepada masyarakat luas.

2. Masa Daulah Abbasiyah (132-656H/750-1258)

Pada awal pemerintahan khalifah Abu Ja’far al-Manshur, perbendaharaan


negara dapat dikatakan tidak ada karena khalifah sebelumnya. Dia, banyak
menggunakan dana baitul mal untuk diberikan kepada para sahabat dan tentara
demi mengukuhkan kedudukannya sebagai penguasa. Hal tersebut mendorong
khalifah al-Manshur untuk bersikap keras dalam peneguhan kedudukan keuangan
negara, disamping penumpasan musuh-musuh khalifah, sehingga masa
pemerintahanya dikenal sebagai masa yang penuh dengan kekerasan. Dalam
mengendalikan harga-harga, khalifah memerintahkan para kepala jawatan pos
untuk melaporkan harga pasaran dari setiap bahan makanan dan barang lainnya.
Jika mengalami kenaikan yang luar biasa, ia memerintahkan para walinya agar
menurunkan harga-harga ke tingkat semula.

Di samping itu, khalifah sangat hemat dalam membelanjakan harta baitul


mal. Ketika ia meninggal, kekayaan kas negara telah mencapai 810 juta dirham.
Keberhasilan khalifah al-Manshur dalam meletakkan dasar-dasar pemerintahan
Daulah Abbasiyah memudahkan usaha para khalifah berikutnya untuk lebih fokus
terhadap permasalahan ekonomi dan keuangan negara., sehingga peningkatan dan
pengembangan taraf hidup rakyat dapat terjamin. Pada masa pemerintahan
khalifah Al-Mahdi, perekonomian negara mulai meningkat dengan peningkatan di
sektor pertanian melalui irigasi dan peningkatan hasil pertambangan, seperi emas,

15
perak, tembaga, dan besi. Di samping itu, jalur transit perdagangan antara Timur
dan Barat juga banyak menghasilkan kekayaan. Dalam hal ini, Bashrah menjadi
pelabuhan yang penting. Dengan demikian, sektor-sektor perekonomian yang
menunjang kemakmuran Daulah Abbasiyah adalah pertanian, pertambangan, dan
perdagangan. Untuk meningkatkan sektor pertanian, pemerintah mengeluarkan
berbagai kebijakan yang menbela hak-hak kaum tani, seperti peringanan beban
pajak hasil bumi, penjaminan hak milik dan keselamatan jiwa, perluasan lahan
pertanian di setiap daerah, dan pembangunan berbagai bendungan dan kanal.
Sementara untuk meningkatkan sektor perdagangan, pemerintah membuat sumur-
sumur, membangun tempat peristirahatan para kafilah dagang, dan mendirikan
berbagai armada dagang serta menjaga keamanan pelabuhan dan pantai. Ketika
pemerintahan dikuasai Khalifah Harun Al-Rasyid, pertumbuhan ekonomi
berkembang dengan pesat dan kemakmuran Daulah Abbasiyah mencapai
puncaknya.

Langkah yang ditempuh dalam memaksimalkan keuangan negara adalah


pengumpulan Beacukai. Ada 2 metode yang dilakukan dalam penilaian kharaj.
Pertama, metode Misahah yaitu penghitungan pajak yang didasarkan pada
pengukuran tanah tanpa memperhitungkan tingkat kesuburan tanah,sistem irigasi
dan jenis tanaman. Kedua, Muqasamah, yakni para petani dikenakan pajak dengan
menggunakan rasio tertentu dari total produksi yang mereka hasilkan,sesuai
dengan jenis tanaman,sistem irigasi,dan jenis tanah pertanian. Metode kedua ini
akhirnya diterima dan diterapkan karena dirasa lebih adil dan bijaksana. Menurut
Imam Al-Ghazali (1055-1111), kebijakan Fiskal bahwa negara memiliki peranan
penting dalam menjalankan aktivitas ekonomi dari suatu masyarakat dengan baik
dan juga dalam memenuhi kewajiban sosialnya. Ia mengatkan bahwa untuk
meningkatkan kemakmuran ekonomi, negara harus menegakkan keadilan,
kedamaian, dan keamanan serta stabilitas. Keadilan dan “aturan yang adil dan
seimbang” haus dilaksanakan . Negara juga memerlukan badan pengawas yang
berfungsi mengawasi praktik-praktik pasar yang merugikan.

Kebijakan Moneter Al-Ghazali antara lain uang ibarat cermin yang tidak
dapat merefleksikan dirinya sendiri,namun dapat merefleksikan semua warna
yang masuk kedalamnya.Dalam kebijakannya Al-Ghazali melarang praktek
penimbunan uang,karena dapat menarik peredaran uang untuk sementara yang
dapat mengakibatkan lambatnya perputaran uang,memperkecil volume
transasksi,kelangkaan produktivitas,menimbulkan lonjakan harga yang pada
akhirnya akan melumpuhkan roda perekonomian.

16
BAB III

KESIMPULAN

17
Kebijakan fiskal memegang peranan yang sangat penting dalam
menunjang kestabilan ekonomi suatu negara. Peranannya tidak hanya sekedar
untuk kelancaran pembelanjaan negara saja, tetapi memiliki dampak yang yang
terkait dengan aktivitas ekonomi secara makro di suatu negara. Dalam konsep
ekonomi Islam yang tidak mengenal riba, kebijakan fiskal lebih menjadi tumpuan
dalam menstabilkan perekonomian dari pada kebijakan moneter. Keberhasilan
kebijakan fiskal pada masa awal Islam pada dasarnya karena pemegang kebijakan
mampu menerapkan berbagai instrumen kebijakan fiskal yang mengacu pada
ajaran Islam secara tepat sesuai kondisi sosial, politik dan ekonomi yang ada
waktu itu. Namun penerapan kebijakan fiskal waktu itu tidak serta merta
mudah diterapkan untuk masa sekarang karena kendala, politik, sosial maupun
kondisi perekonomian global yang cukup dominan. Maka penerapan kebijakan
fiskal, meski tidak bisa sama persis sebagaimana yang digunakan pada masa awal
Islam, perlu berpegang pada prinsip-prinsip Islam tentang penerimaan dan
pengeluaran negara yang berorientasi pada kesejahteraan dan distribusi kekayaan
yang adil dalam masyarakat.

Untuk menstabilkan masalah keuangan negara, mulai zaman Rasul dan


sesudahnya dilakukan dengan berbagai cara yang dibenarkan. Diantaranya, degan
menjalin ukhuwah Islamiyah antara Muhajirin dan ansar, pungutan pajak, zakat
mal dan zakat fitrah,khumus (1/5 bagian dari harta rampasan perang),jizyah (pajak
bagi non muslim), Kharaj (hasil sewa tanah milik negara), usyur (bea cukai), dan
mal al-fadha’ yaitu harta warisan yang orangnya sudah meninggalkan negerinya.
Metode pendistibusian pada waktu kepemimpinan Rasulullah s.a.w dan
Khulafaurrasidin dengan cara tepat sasaran dan langsung tanpa ada harta yang
disembunyikan. Membedakan antara kekayaan negara yang intinya merupakan
hak rakyat dengan kekayaan pejabat. Arah pendistribusiannya tepat sasaran
dengan mengacu pada al-Qur’an (9: 60) yaitu yang berhak menerima zakat atau
kekayaan negara adalah delapan asnab. Tidak ada kreteria manusia yang dipakai
waktu itu.Dari sisi instrumen pendapatan negara tedapat perbedaan yang
signifikan. Di dalam Islam zakat merupakan salah satu intrumen pendapatan
negara yang paling diunggulkan dibadingkan dengan yang lain.

Ada beberapa khalifah Bani Umayyah yang mempunyai perhatian serius


terhadap pembangunan ekonomi. Di antara mereka yang termasyhur adalah
Khalifah Abdul Malik. Pemikiran yang serius terhadap penerbitan dan pengaturan
uang dalam masyarakat islam muncul di masa pemerintahannya.Di samping itu,
khalifah sangat hemat dalam membelanjakan harta baitul mal. Ketika ia
meninggal, kekayaan kas negara telah mencapai 810 juta dirham. Keberhasilan
khalifah al-Manshur dalam meletakkan dasar-dasar pemerintahan Daulah

18
Abbasiyah memudahkan usaha para khalifah berikutnya untuk lebih fokus
terhadap permasalahan ekonomi dan keuangan Negara.

DAFTAR PUSTAKA

19
Karim, Adiwarman A., Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Jakarta : IIIT, 2002.

Karim, Adiwarman Azwar, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Edisi Ketiga,


Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2008.

Mohamad Hidayat, Pengantar Ekonomi Islam, Jakarta: Pusat Komunikasi


Ekonomi Syariah, 2009.

Ahmad Al-Hadits, Jariabahbin.,Fiqih Ekonomi Umar bin Al-Khattab, Jakarta :


Khalifah, 2006.

Bramantyo Djohanputro, 2006. Prinsip-prinsip Ekonomi Makro, Jakarta :


PPM,2006.

Adi warman Azwar Karim, SejarahPemikiranEkonomi Islam, Jakarta


:Rajawalipres, 2010.

Nopirin, Ph.D. Ekonomi Moneter: edisi ke 1, Yogyakarta: BPFE-yogyakarta,


1987.

20

Anda mungkin juga menyukai