Disusun oleh:
I
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh.
Alhamdulillah puji syukur penulis sampaikan kepada Allah subhanahu wa ta’ala karena
berkat ridho dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Istihsan” tanpa ada suatu halangan.
Sholawat dan salam tercurahkan kepada Nabi Agung Muhammad shollalahu ‘alahi wa
ssalam yang selalu dinanti-nantikan safaatnya di hari akhir.
Dalam penyusunan makalah ini banyak bantuan yang penulis terima. Oleh karena itu,
penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
Penulis
II
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………………………………I
KATAPENGANTAR………………………………………………………………….....II
DAFTAR ISI……………………………………………………………………..............III
BAB I PENDAHULUAN
A. Simpulan..............................................................................................................14
B. Saran…………………………………………………………………..………..14
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………..15
III
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di antara sumber hukum yang baru itu adalah istihsan. Istihsan yang
merupakan dalil syariat yang prinsip dasarnya adalah kebaikan untuk umat,
tentunya sangat dibutuhkan untuk setidaknya meredam permasalahan-
permasalahan baru yang terjadi. Karena jika tetap berpegang pada sumber
hukum yang empat dengan fanatisme buta, otomatis agama akan ditinggalkan
karena tidak bisa mewadahi permasalahan-permasalahan baru yang terjadi.
1
sebagainya) tentunya dengan modifikasi-modifikasi yang tidak bertentangan
dengan syariat agama.
B. Rumusan Masalah
F. Apa pengertian dari Istihsan?
G. Bagaimana bentuk/macam-macam Istihsan ?
H. Bagaimana kehujjahan Istishan ?
I. Apa dasar hukum Istihsan?
J. Apa relevansi istihsan terhadap pembaharuan hukum Islam ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian istihsan
2. Untuk mengetahui macam-macam istihsan
3. Untuk mengetahui apa saja kehujjahan istihsan
4. Untuk mengetahui apa saja dasar hukum istihan
5. Untuk mengetahui relevansi istihsan dengan pembaharuan hukum islam
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Istihsan
هو عدول المجتهد عن قياس جلى الى مقتصنى قياس خفى او عن حكم كلى الى حكم استسنائي انقدع فى
اقله رجع لديه هذ العدول
“ istihsan adalah berpalingnya seorang mujtahid dari tuntunan qiyas yang jali
(nyata) kepada tuntunan qiyas yang khafi (samar), atau dari hukum kulli
(umum) kepada hukum istitsnai (pengecualian), kerana terdapat dalil yang
mementingkan perpindahan.”
Apabila ada kejadian yang tidak terdapat nash hukumnya, maka untuk
menganalisisnya dapat menggyunakan dua aspek yang berbeda yaitu :
Dalam hal ini, apabila dalam diri mujtahid terdapat dalil yang
mengunggulkan segi analisis yang nyata, maka ini disebut dengan istihsan,
menurut istilah syara’. Demikian pula apabila ada hukum yang bersifat kulli
(umum) namun pada diri mujtahid terdapat dalil yang menghendaki
pengecualian juz’iyyah dari hukum kulli ( umum) tersebut, dan mujtahid
3
tersebut menghendaki hukum juz’iyyah dengan hukum yang lain, maka hal
teresebut menurut syara’ juga disebut dengan istihsan.1
B. Macam-Macam Istihsan
1. Istihsan Qiyasi
Berdasarkan istihsan qiyasi yang dilandasi oleh qiyas khafi, air sisa
minuman burung buas, adalah suci dan halal diminum, seperti : sisa
minuman burung gagak atau burung elang. Padahal, berdasarkan qiyas jali,
sisa minuman binatang buas, seperti anjing dan burung buas adalah najis
dan haram untuk diminum, karena sisa minuman tersebut telah bercampur
dengan air liurnya, yaitu dengan meng-qiyaskan kepada dagingnya.
Sedangkan segi istihsannya bahwa jenis burung yang buas, meskipun
dagingnya haram tetapi air liur yang keluar dari dagingnya tidaklah
bercampur dengan sisa minumannya. Karena ia minum dengan
menggunakan paruhnya sedangkan paruh adalah tulang yang suci. Adapun
binatang buas maka ia minum dengan lidahnya yang bercampur dengan air
liurnya. Oleh karena inilah, sisa minumnya najis.3
1
A bdul Wahab Khalaf, ilmu Ushul Fiqh, Toha Putra Group, 1994,) h. 131
2
Abd. Rahman Dahlan,Ushul Fiqh Cet.4,( Jakarta : Amzah 2016), h.198
3
Abdul Wahab Khalaf, ilmu Ushul Fiqh, (Toha Putra Group, 1994), h. 134
4
Perbedaan hukum antara air sisa minuman burung buas dengan air
sisa minuman binatang buas ini ditetapkan berdasarkan Istihsan qiyasi,
yaitu mengalihkan ketentuan hukum dari hukum yang berdasarkan qiyas
jali (najis dan haram), kepada hukum yang berdasarkan qiyas khafi (suci
dan halal), karena adanya alasan yang kuat untuk itu, yaitu kemaslahatan.
2. Istihsan Istishna’i
1) Istihsan bi an-Nashsh
4
M uhammad Abu Zahra, Ushul Fiqh,( Jakarta : PT. Firdaus Pustaka), h 406
5
menurut ketentuan umum ketika orang yang telah wafat, ia tidak berhak
lagi terhadap kartanya, karenanya telah beralih kepada ahli warisnya.
Nyatanya, ketentuan umum tersebut dikecualikan oleh Al-Qur’an,
antara lain termaktub dalam surah an-Nisa’ (4) : 12 :
2) Istihsan Bi al-Ijma’
5
Kementrian agama RI, Al-Qur’an Terjemah dan Tajwid (Jawa Barat, Sygma creative media corp,
2014), an-Nisa’, (12).
6
Abd. Rahman Dahlan,Ushul Fiqh Cet.4,( Jakarta : Amzah 2016), h.200
7
Muhammad Abu Zahra, Ushul Fiqh,( Jakarta : PT. Firdaus Pustaka), h 409
6
Akan tetapi karena transaksi model itu telah dikenal dan sah
sepanjang zaman, maka hal itu dipandang sebagai ijma’ atau urf’Am
(tradisi) yang dapat mengalahkan dengan dalil qiyas. Yang demikian ini
berarti merupakan perpindahan suatu dalil ke dalil lain yang lebih kuat
3) Istihsan bi al-Urf
4) Istihsan bi ad-Dharurah
8
Abd. Rahman Dahlan,Ushul Fiqh Cet.4,( Jakarta : Amzah 2016), h.202
7
bekerja, air yang bernajis akan mengotori alat tersebut, sehingga air
akan tetap najis. Akan tetapi, demi kebutuhan menghadapi keadaan
darurat, berdasarkan istihsan, air sumur atau kolam dipandang suci
setelah dikuras.9
C. Kehujjahan Istihsan
9
M uhammad Abu Zahra, Ushul Fiqh,( Jakarta : PT. Firdaus Pustaka), h 409
10
Abd. Rahman Dahlan,Ushul Fiqh Cet.4,( Jakarta : Amzah 2016), h.203
8
hukum-hukum tersebut pada bagian pertama berasal dari qiyas khafi
(tersembunyi) yang mengalhkan terhadap qiyas jali (jelas).
-Ulama’ Hanafiyah
-Ulama’ Malikiyah
-Ulama’ Hanabilah
9
-Ulama’ Syafi’iyah
واولئك هم اولو االلبابز. اولئك الذين هدهم الله. الذين يستمعون القول فيتبعون احسنه
11
DR. Rachmat Syafe’i, M.A., Ilmu Ushul Fiqih, Bandung, 1999, hlm. 112
12
Abdul Wahab Khalaf, ilmu Ushul Fiqh, (Toha Putra Group, 1994), h. 136
10
Artinya: “Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang
paling baik di antaranya. mereka Itulah orang-orang yang Telah diberi Allah
petunjuk dan mereka Itulah orang-orang yang mempunyai akal”. (QS. Az-
Zumar: 18)
Artinya:“Apa yang dipandang kaum muslimin sebagai sesuatu yang baik, maka
ia di sisi Allah adalah baik dan apa-apa yang dipandang sesuatu yang buruk,
maka disisi Allah adalah buruk pula”.
11
Hadits ini menunjukkan bahwa apa yang dipandang baik oleh kaum
muslimin dengan akal-sehat mereka, maka ia pun demikian di sisi Allah. Ini
menunjukkan kehujjahan Istihsan.13
Istihsan meskipun bukan merupakan dalil yang berdiri sendiri, namun dia
menyingkap jalan yang ditempuh sebagian mujtahidin dalam menerapkan dalil-
dalil syara‟ dan kaidah-kaidahnya ketika dalil-dalil itu bertentangan dengan
kenyataan yang berkembang di dalam masyarakat. Hal ini untuk
menghilangkan kesulitan dan kemudharatan serta menghasilkan kemanfaatan
dengan jalan menerapkan dasar-dasar syariat dan sumber-sumbernya.
13
M uhammad Abu Zahra, Ushul Fiqh,( Jakarta : PT. Firdaus Pustaka), h 403
12
pembaharuan hukum Islam. Karena istihsan berupaya melepaskan diri dari
kekakuan hukum yang dihasilkan Qiyas.
Salah satu contoh kasus kontemporer yang dapat diangkat yaitu masalah
transplantasi organ tubuh untuk kepentingan pengobatan. Meskipun ada
ketentuan umum yang melarang menyakiti tubuh seseorang, termasuk jenazah,
namun dalil yang menyuruh manusia untuk berobat rasanya lebih baik untuk
diikuti. Dalam hal inipun pendekatan istihsan rasanya lebih tepat untuk
dilaksanakan. .14
14
M uhammad Abu Zahra, Ushul Fiqh,( Jakarta : PT. Firdaus Pustaka), h 403
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. istihsan adalah berpalingnya seorang mujtahid dari tuntunan qiyas
yang jali kepada tuntunan qiyas yang khafi atau dari hukum kulli
kepada hukum istitsnai kerana terdapat dalil yang mementingkan
perpindahan
2. Istihsan dipandang dari berbagai segi banyak macamnya. Hal ini
dapat dilihat dari segi dalil yang ditinggalkan dan dalil yang
dijadikan gantinya, dan adakalanya dari segi sandaran atau dasar
yang diikutinya saat beralih dari qiyas
3. Hujjah Istihsan kebanyakan digunakan oleh kalangan ulama
Hanafiyah, alasan mereka ialah bahwa mencari dalil dengan istihsan
hakikatnya merupakan Istidlal (mencari dalil).
4. Para ulama yang mempertahankan istihsan mengambil dalil dari al-
Qur’an dan Sunnah yang menyebutkan kata istihsan dalam
pengertian denotatif (lafal yang seakar dengan istihsan)
5. Istihsan sebagai salah satu metode istinbat hukum alternatif ternyata
akan selalu relevan dengan perkembangan zaman.
B. Saran
Dari semua penjelasan yang pemakalah paparkan, pamakalah
berharap saran serta kritik dari para pembaca agar pemakalah dapat
memperbaiki dan menyempurnakan kualitas dari pembuatan makalah
serta meningkatkan mutu isi dari makalah tersebut
14
DAFTAR PUSTAKA
15