Buku PKM PolaAgroforestry ZainalM - 2019
Buku PKM PolaAgroforestry ZainalM - 2019
net/publication/345068046
CITATIONS READS
0 602
15 authors, including:
Zainal Muttaqin
Universitas Nusa Bangsa
8 PUBLICATIONS 9 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
I am interested of that chapter to add knowledge and concept about watershed especially in Indonesia View project
Program Kemitraan Masyarakat (PKM) Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Ditjen Penguatan Riset dan Pengembangan Kementarian Riset dan Pendidikan
Tinggi Tahun 2019 View project
All content following this page was uploaded by Zainal Muttaqin on 31 October 2020.
Oleh :
Dr. Ir. Zainal Muttaqin, MP
Dr. Lany Nurhayati, S.Si., M.Si
Abdul Rahman Rusli, S.Hut., M.Si
Dibiayai oleh:
Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat
Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan
Kementerian Riset, dan Pendidikan Tinggi, sesuai dengan Kontrak
Pengabdian Nomor: 2920/L4/PP/2019, Tanggal 19 Maret 2019
A BAN
G
S
SA
NU
AS
UN
IV
ER S I T
Oleh:
Dibiayai oleh:
Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat
Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan
Kementerian Riset, dan Pendidikan Tinggi, sesuai dengan Kontrak Pengabdian Nomor:
2920/L4/PP/2019, Tanggal 19 Maret 2019
Penulis :
Alamat Penerbit
Jl. KH. Sholeh Iskandar (Jl. Baru Km 04), Cimanggu
Tanah Sareal Bogor 16166
Telp : (0252) 8340217 , 7535605
Fax : (0251) 7535605, e-mail : nusabangsa@unb.ac.id
PANDUAN PRAKTIS
PENANAMAN POLA AGROFORESTRI CAMPURAN
ISBN : 978-602-60388-6-9
Peyusun
v
Halaman ini sengaja dikosongkan
DAFTAR ISI
6. PENUTUP .................................................................................................. 21
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Uraian
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Uraian
Agroforestri adalah nama bagi sistem-sistem dan teknologi penggunaan lahan kombinasi
antara tegakan pohon berumur panjang (termasuk semak, palem, bambu, kayu dan lain-
lain) dengan tanaman pangan dan atau pakan ternak serta perikanan yang berumur pendek
diusahakan pada unit lahan yang sama dalam suatu pengaturan ruang dan waktu. Pada
sistem agroforestri ini terjadi interaksi aspek ekologi dan ekonomi antar unsur-unsurnya
(komponen) [1] dan [2]. Definisi yang bersesuaian menurut Lembaga Penelitian
Agroforestri Internasional (ICRAF) dari Huxley dalam [3], agroforestri adalah sistem
penggunaan lahan yang mengkombinasikan tanaman berkayu (pepohonan, perdu,
bambu, rotan dan lainnya) dengan tanaman tidak berkayu atau dengan reumputan,
terdapat komponen ternal atau lebah dan ikan sehingga terbentuk interaksi ekologis dan
ekonomis antara tanaman berkayu dengan komponen ekosistem lainnya. Menurut [4],
tujuan praktik sistem agroforestri adalah menentukan strategi yang paling tepat dalam
pengelolaan sumberdaya alam dengan memadukan kebutuhan pengembangan pertanian
(kebutuhan pangan) dan komoditas kehutanan, peternakan dan perikanan dilengkapi
dengan konservasi tanah dan air dan mempertahankan serta meningkatkan biodiversitas.
Dengan kata lain agroforestri adalah sistem pengelolaan lahan dengan mengintegrasikan
pohon-pohon (tegakan) dengan tanaman semusim yang memiliki peran dan fungsi
penting dari aspek ekologi, ekonomi dan sosial masyarakat untuk meningkatkan
produktivitas lahan dan perlindungan lingkungan. Maksud perlindungan lingkungan
berupa kegiatan rehabilitasi lahan kritis (terdegradasi) dan pembangunan jenis tegakan
dalam upaya konservasi kawasan DAS terutama pada bagian hulu. Wilayah DAS adalah
suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak
sungai yang bertujuan menampung, menyiapkan dan mengalirkan air yang berasal dari
curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, dimana batas di darat merupakan pemisah
topografis sedangkan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih
terpengaruh aktivitas daratan [5].
Agroforestri dikenal juga dengan istilah wanatani. Menurut [6], agroforestri merupakan
bentuk sistem pertanian kompleks yang melibatkan sejumlah komponen sistem dan
aneka produk komoditas. Agroforestri kompleks berimplikasi pada proses inovasi dan
difusi teknologi agroforestri yang lebih kompleks daripada sistem pertanian
konvensional.
Agroforestri dipraktikkan dalam satu init manajemen lahan hingga bentang alam
(lanskap) dari agroekosistem terutama pada pedesaan. Menelaah skala kegiatan
agroforestri dapat dibagi menjadi skala ruang (spatial) dan waktu (temporal). Jika dirunut
dari skala ruang (spatial), mulai skala yang terkecil (micro-scale), skala sedang (meso-
scale), skala besar (macro-scale). Berdasarkan obyek agroforestri, maka secara berurutan
dimulai skala analisis mikroorganisme dalam tanah, skala sistem perakaran tanaman,
skala sistem pohon, skala petak lahan, skala lahan hingga skala bentang lahan
(landscape).
1
Terdapat lima jenis agroforestri pokok berbasis dua bidang budidaya yang diuraikan
sebagai berikut: [7], [8].
a) Agrisilvikultur
Suatu bentuk agroforestri yang mengkombinasikan tanaman kehutanan dan pakan ternak,
di bawah tegakan hutan (agatis, pinus, sengon, dan lain-lain) yang ditanami jenis rumput
dan jenis hijauan pakan ternak lainnya dengan pengelolannya tanpa merusak tegakan
hutan.
e) Hutan serbaguna
Berdasar komponen penyusunnya baik biotik maupun biotik, sistem agroforestri dibagi
menjadi sistem agroforestri sederhana, dan sistem agroforestri kompleks.
Sistem agroforestri kompleks terdiri atas sebagian besar vegetasi berupa pohon, perdu,
liana, herba, tanaman semusim dan rumput. Penampilan fisik dan dinamika ekosistem
agroforestri kompleks mendekati kondisi ekosistem hutan alam primer dan hutan alam
sekunder. Agroforestri kompleks memiliki keunggulan dan implikasi terhadap nilai dan
3
kepentingan ekologi, ekonomi serta sosial budaya. Bahkan World Bank Institut (2009)
dalam [15], menempatkan unit lahan dan lanskap agroforestri lanskap sebagai contoh
tataguna lahan prospektif yang mengkaitkan dengan kebijakan REDD + (Reducing
Emission from Deforestation and Forest Degradation plus). Agroforestri kompleks
berada diantara dua sistem tataguna lahan yang berbeda yaitu perkebunan kelapa sawit
yang mempunyai nilai finansial tinggi (NPV/ha) tetapi karbon stok yang rendah (metrik
ton/ha), dan hutan alam yang mempunyai nilai NPV rendah tetapi karbon stok yang
tinggi.
Praktik agroforestri kompleks ditemui di daerah Provinsi Sulawesi Tengah yang dikenal
sebagai agroforest pampa telah mengalami evolusi sebanyak empat tahapan yang
keseluruhannya bercirikan evolusi pemanfaatan berkelanjutan ruang bawah tegakan
untuk tujuan konsumsi dan komersial. Praktik Agroforestri kompleks juga ditemui di
kawasan penyangga Taman Nasional Gunung Halimun-Salak tepatnya di Desa
Sirnaresmi dan Desa Sirnarasa. Agroforestri komplek ini merupakan pendekatan kepada
masyarakat untuk meningkatkan peran dan partisipasi mereka dalam pelestarian hutan
khususnya Taman Nasional. Mereka menerapkan praktik agroforestri komplek yang
biasa dinamakan ‘Talun”. Pola tanam dominan pada status hutan rakyat tersebut berupa
pohon kayu dikombinasikan dengan HHBK-buah. Jenis pohon kayu terdiri atas sengon,
tisuk, mahoni, afrika, suren), buah (cengkeh, pisang, kweni, durian), pangan sayuran
(timun, kangkung), obat (kapulaga), dan tanaman lainnya (bambu) [16].
Praktik agroforestri kompleks juga ditemui di pekarangan dan kebun campuran dengan
penanaman jenis-jenis tanaman antara lain tanaman buah-buahan: rambutan, pisang,
mangga, nangka, durian, pepaya, belimbing, srikaya, elai, cempedak, lengkeng, jambu
air, jambu, salak, sukun; tanaman perkebunan: tebu, kelapa, karet, kopi, kokoa; tanaman
rempah: empon-empon, jahe, kunyit, kencur, temulawak; tanaman sayuran: melinjo dan
lainnya serta tanaman hias. Sebagian memelihara ternak seperti ayam, kambing, sapi,
kerbau, bebek serta ikan. Praktik agroforestri kompleks pada kebun campuran dengan
komoditi kopi, cengkeh, alpokat, mahoni dan kayu afrika dengan aneka jenis tanaman
pangan yang ada di bawahnya. Menurut laporan [17], pada sistem agroforestri berbasis
tanaman kopi, sesuai dikombinasikan dengan tanaman penaung yang sekaligus berfungsi
memasok hara makro melalui dekomposisi serasah antara lain sengon, dadap, lamtoro.
Sistem perakaran kopi yang dangkal dan halus sehingga lebih berkembang pada lapisan
4
serasah serta bersimbiotik dengan arbuscular mycorrhiza fungi yang berperan dalam
siklus hara fosfor.
Selain itu praktik agroforestri kompleks pada pekarangan yaitu ditemui adanya kolam
ikan (agrosilvofishery). Menurut laporan [11], pada kolam dipelihara ikan lele dumbo,
gurami, nila, patin, bawal air tawar, belut. Menurut laporan [18], tanaman cemara udang
(Casuarina equisetifolia) pada pantai berpasir dapar berfungsi sebagai penahan angin
yang mempunyai peran pendukung penting untuk penerapan pola agroforestri di pesisir.
Praktik pola agroforestri lainnya untuk rehabilitasi lahan pantai berpasir dengan
menanam nyamplung dikombinasikan dengan kacang tanah. Banyak manfaat lingkungan
fisik dan biologis yang diperoleh ditunjang dengan upaya penyediaan bahan baku biofuel
[19].
Pola agroforestri juga diterapkan pada hutan rakyat diantaranya dijumpai di wilayah
Kabupaten Ciamis Provinsi Jawa Barat, biasanya kombinasi penanaman tanaman
penghasil kayu seperti sengon, mahoni, manglid, afrika, suren, gmelina, jati, tisuk, puspa,
huru, ganitri, akasia, salam, laban; tanaman penghasil buah atau multiguna/MPTS
(kelapa, kopi, durian, aren, pisang, cengkeh, nangka, petai, alpukat, duku, jengkol,
rambutan, cempedak), dan tanaman pertanian (kapulaga, merica, honje, singkong,
bawang, jagung, kacang panjang, cabai, kacang tanah, dan talas). Biasanya para petani
yang memiliki lahan luas mengelola hutan rakyat dengan pola tanam monokultur,
sedangkan petani yang memiliki lahan sempit mengelola hutan rakyat dengan pola
agroforestri. Terdapat petani yang masih membudidayakan jenis kayu lokal yang
berfungsi antara lain untuk mengendalikan serangan hama dan penyakit terhadap jenis
kayu komersial dan populer lainnya yang ditanam selain memberikan peluang
usaha/bisnis [23].
5
Pola agroforestri hutan rakyat juga ditemui di wilayah Sumatera Utara dengan jenis
tanaman aren yang termasuk Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) unggulan. Jenis tanaman
lainnya meliputi karet, puspa, pasang, medang. Menurut [24] bahwa pola agroforestri
hutan rakyat di daerah Kabupaten Subang berupa tanaman pokok sengon dan nanas di
bawahnya.
Beberapa jenis tanaman yang terdapat di agroforestri ladang antara lain padi, jagung, jahe
sayur, ketimun, lada, singkong, kacang tanah. Adapun beberapa jenis tanaman yang
terdapat di agroforestri hutan antara lain manggis, cekalang, pandan, belimbing,
rambutan, bambu, rotan, tengkawang, pohon bunga (lebah madu) [2]. Khususnya di
wilayah Provinsi Kalimantan Barat, sistem perladangan berpindah sebagai bagian sistem
agroforestri tradisional harus diperkuat/didukung dengan teknologi agroforestri modern
untuk mencapai produktivitas yang tinggi. Lahan yang ditinggalkan (masa bera) setelah
ditanami, dilanjutkan dengan tanaman yang mendukung pemulihan tanah dan tahap
terjadinya suksesi sekunder. Tipe-tipe lahan seperti rawa, tembawang dan bawas dapat
dimanfaatkan mengikuti sistem perladangan berpindah (tradisional) dengan penguatan
pola agroforestri [25].
Pola Agroforestri berbasis tanaman perkebunan ditemukan wilayah DAS bagian hulu
Provinsi Sumatera Selatan, dikatakan membentuk membentuk ‘kebun hutan’. Prioritas
pemilihan jenis tanaman utama meliputi kopi, kakao, karet atau kelapa sawit, sebagai
tanaman pendukung durian. Setelah pertumbuhan tanaman utama dan pendukung
menunjukkan baik diikuti penanaman pohon Bambang Lanang (Michelia champaca)
sebagai tanaman sela yang diperkirakan dipanen pada umur 15 - 20 tahun [26]. Adapun
pola Agroforestri berbasis biofarmaka (tanaman obat) ditemui di daerah Kabupaten
Sukabumi Provinsi Jawa Barat. Pola agroforestri berupa tumpangsari temulawak dan
jagung di bawah pohon jabon serta tumpangsari temulawak di bawah pohon jabon [27].
Penerapan pola agroforestri yang berada di kawasan hutan lindung ditemui di areal
Perhutani KPH Sumedang dengan jenis tanaman nilam di bawah tegakan/pohon [28]
Umumnya luas garapan petani dan petani hutan di Pulau Jawa umumnya sempit sehingga
mendorong para petani untuk mengelola lahan secara optimal dan menerapkan sistem
agroforestri yang mampu memberikan keuntungan secara ekologi dan ekonomi [29]. Pola
agroforestri dapat dikerjakan pada lahan daratan berupa lahan kritis (terdegradasi),
tegalan/talun, pematang sawah, pekarangan maupun lahan perairan berupa hutan pantai,
mangrove, hutan rawa dan sekitar danau, kolam. Mengenai pemilihan jenis tanaman pola
6
agroforestri diharapkan menyesuaikan dengan kondisi ekologis maka ditentukan jenis
tanaman yang mampu beradaptasi dan tumbuh dengan baik pada kondisi lingkungan di
sekitarnya dan teknik budidaya sudah biasa dikuasai atau dilakukan oleh petani setempat
atau tergolong jenis tumbuhan endemik.
Dengan kata lain, faktor dominan pertimbangan petani untuk memilih jenis tanaman
penyusun pola agroforestri meliputi faktor ekonomi terutama harga jual produk yang
tinggi, cepat tumbuh dan cepat menghasilkan; faktor sosial yaitu minat jenis tanaman
yang banyak dikembangkan masyarakat saat ini. Pemilihan jenis tanaman serbaguna
(MPTS) atau hasil hutan bukan kayu lainnya dan tanaman semusim, hortikultura dan
tanaman bawah banyak didorong oleh faktor ekonomi yakni cepat menghasilkan
pendapatan yang berkelanjutan. Adapun alasan petani untuk menanam jenis tanaman
yang berfungsi utama untuk perlindungan tanah, pencegahan erosi dan longsor masih
jarang [23].
Khususnya jenis pohon sebagai tanaman pokok pola agroforestri digolongkan jenis cepat
tumbuh dan lambat tumbuh. Jenis pohon cepat tumbuh dan mempunyai nilai ekonomi
kayu yang cukup baik antara lain sengon, gmelina, suren, manglid, mindi, jabon putih,
acacia, pinus, eucalyptus, sungkai, kayu afrika, kayu melina; sedangkan lambat tumbuh
antara lain meranti (Shorea sp), kayu manis, mahoni, nyatoh. Sebagai tanaman
tumpangsari berupa tanaman pangan antara lain jagung, umbi-umbian (singkong, talas,
porang), tanaman sayuran serta tanaman rempah antara lain jahe merah. Dilengkapi jenis
tanaman buah-buahan antara lain manggis, cengkeh, coklat, apokat, kopi, durian, nenas,
petai, jengkol, pala, sukun, nangka, jeruk limau. Termasuk juga jenis tanaman untuk
perlindungan mata air di dalam dan sekitar areal penanaman pola agroforestri antara lain
ragam jenis bambu seperti bambu ampel, petung, mayan, tali, hitam, leyah, andong, apus,
legi, wulung, gading, kuning, jepang serta tumbuhan gayam, pinang. Menurut laporan
[31], lahan agroforestri juga berpotensi dikembangkan untuk budidaya rotan. Jenis pohon
yang berpotensi dijadikan pohon panjat antara lain gahung (Macaranga sp), Mahabulan
(Sterculia sp), karet, terentang, jirak (Xantophylum sp), jabon, meranti dan pahawas
(Litsea sp).
7
Menurut [32], pemilihan tanaman keras pada sistem agroforestri perlu dipertimbangkan
sifat tingkat naungannya mengingat dampaknya terhadap produktivitas tanaman yang ada
di bawahnya. Bila tanaman pohon/tahunan mempunyai tajuk yang rapat/tebal dan lebar
seperti mete dan mangga sebaiknya dikombinasikan dengan tanaman semusim yang
relatif tahan/peka terhadap naungan. Contoh tanaman tahan atau beradaptasi adanya
naungan antara lain kopi, porang sebagai bahan pangan, empon-empon. Sebaliknya
tanaman pohon/tahunan yang mempunyai tajuk yang relatif kurang rapat/jarang seperti
jarang, suren, pete sebaiknya ditanam bersamaan dengan tanaman semusim yang
membutuhkan atau suka cahaya. Dengan kata lain semakin besar intensitas cahaya maka
produksi tanaman semusim semakin meningkat seperti kacang tanah.
Macam pola tanam pada silvopasture meliputi: 1) budidaya lorong (alley cropping) yaitu
tanaman kehutanan (contoh jati) ditanam secara berselang dengan pohon buah-buahan
(contoh mangga) dan leguminous tree, pada jarak tanam tertentu dan sebagai pengisi
lorong ditanam jenis pakan ternak seperti Centrosema pubescens selama musim kemarau
serta kacang tanah dan jagung selama musim hujan [36]; 2) Penanaman dengan
terasering, diterapkan pada lahan berlereng dan sebagai penutup teras ditanami rumput-
rumputan (grass barier). Contoh tanaman pokok jati dan mangga dengan jarak tanam 3m
x 4m, dikombinasikan dengan penanaman leguminous yaitu turi, lamtoro dan gamal serta
kacang sentro dan kacang tanah sebagai penutup tanah permukaan sebelum musim
kemarau; 3) Penanaman sistem tiga strata, ditanam tanaman pakan ternak meliputi
rumput, semak dan pohon yang jenisnya disesuaikan dengan kondisi iklim setempat [37];
4) Penanaman pola penggembalaan, diterapkan pada lahan luas dan relatif mendatar,
polanya hampir sama dengan sistem lorong. Contoh rumput gajah ditanam sebagai
tanaman sela diantara tanaman kayu sengon dan pinus pada jarak tanam 2,5m x 2,5m
atau tanaman sengon atau ekaliptus pada jarak tanam 5m x 4m [38]. Penanaman pola
penggembalaan ini dikembangkan oleh [39], antara lain: a) Satu baris pohon-pohonan,
dengan jarak tanam ±2 - 4m dan jarak antar barisan ±5 - 9m), b) Dua baris pohon-
pohonan, dengan jarak tanam ±2 - 3m, c) Baris pohon-pohonan berganda, terdiri atas 2
atau 3 baris pohon dengan jarak ±2 - 3m atau ±3 - 3m dan jarak antar set barisan pohon
±6 - 12m, d) Baris pohon-pohonan di tengah dan tepi lahan, pola penanaman menyerupai
mata panah, e) Pola penanaman blok, penanaman pohon dengan jarak tanam ±4m x 4m
atau ±5m - 3m dan dibawahnya ditanam pakan ternak. Lebih jelasnya, penanaman pola
penggembalaan ini ditunjukkan pada Gambar 1.
8
Gambar 1. Desain penanaman pola penggembalaan (sylvopasture)
Sumber: [39]
9
Gambar 2a. Pola agroforestri, penanaman berselang (pohon dan buah-buahan) di
Blok Pasir Maung Desa Lewisadeng, Kecamatan Leuwisadeng, Bogor,
pelaksanaan Program Kemitraan Masyarakat (PKM) Universitas Nusa Bangsa
Tahun 2019.
10
Gambar 2a (lanjutan). Pola agroforestri, penanaman berselang (pohon dan buah-
buahan) di Blok Pasir Maung Desa Lewisadeng, Kecamatan Leuwisadeng,
Bogor, pelaksanaan Program Kemitraan Masyarakat (PKM) Universitas Nusa
Bangsa Tahun 2019.
11
Gambar 2b. Pola silvopasture dan agroforestry di Blok Pasir Maung Desa
Lewisadeng, Kecamatan Leuwisadeng, Bogor, pelaksanaan Program Kemitraan
Masyarakat (PKM) Universitas Nusa Bangsa Tahun 2019.
12
Keterangan :
S=Sengon; GM = Gmelina; SR = Suren
Gambar 2c. Pola agroforestri (pohon dan jagung manis) di Blok Pasir
Maung Desa Lewisadeng, Kecamatan Leuwisadeng, Bogor, pelaksanaan
Program Kemitraan Masyarakat (PKM) Universitas Nusa Bangsa Tahun
2019.
13
3. PENERAPAN POLA AGROFORESTRI LAINNYA
Pola agroforestri pada tegakan jati di wilayah Perhutani dirancang dengan sistem alley
cropping (sistem lorong) berukuran lebar 9 atau 24 meter untuk tanaman pangan dan
lebar 17 atau 27 meter untuk tanaman kehutanan (jati). Perkiraan jumlah tanaman jati
(±45 %) yang ditanam secara berselang-seling dengan tanaman pangan (±55 %) pada
satuan unit penanaman. Jenis tanaman pangan meliputi ubi kayu, jagung, padi, kacang
tanah dan kedelai. Jenis legum seperti lamtoro (Leucaena glauca), kadang-kadang johar
(Glicine max L.) ditanam dalam baris-baris memanjang secara terus-menerus diantara
baris-baris tanaman kehutanan. Lamtoro dan johar ditempatkan sebagai tanaman sela
yang dimanfaatkan pesanggem sebagai pakan ternak, kayu bakar dan mulsa pada musim
kemarau [41]. Sistem alley cropping ini berkontribusi di bidang ketahanan pangan dan
energi, membantu penyerapan dan pengurangan emisi gas CO 2 melalui pemanfaatan
bahan bakar dari sumber bahan baku yang dapat diperbaharui yang menghasilkan biogas
(metana).
Pola agroforestri alley cropping juga dipraktikan di wilayah dataran tinggi Dieng
tepatnya di Desa Kuripan, Kecamatan Garung, Kabupaten Wonosobo, tanaman
perkebunan atau semusim ditanam pada lorong diantara barisan tanaman pagar berupa
pohon yang diatur secara counturing. Jenis pohon yang dipilih adalah suren dan jenitri
yang mempunyai tajuk yang tinggi tetapi penutupan tajuk tidak atau kurang rapat,
sehingga naungan tajuk tidak menghambat pertumbuhan tanaman semusim yang ada di
bawahnya seperti ketela pohon, cabai dan tembakau. Di wilayah itu juga diterapkan pola
Trees along border, ditanam dalam bentuk barisan tanaman pohon (pagar hidup) yang
ditanam pada batas lahan pertanian terutama yang berlereng curam. Pada kondisi
topografi curam maka pagar hidup membentuk jejaring yang berfungsi dan bermanfaat
bagi teknik konservasi tanah. Selain itu tanaman keras (pembatas) dapat dimanfaatkan
sebagai kayu bakar rumah tangga. Jenis pohon yang dipilih adalah cemara gunung
dengan alasan mudah perbanyakannya, cepat tumbuh, sebagai kayu bakar dan tidak
menghambat signifikan terhadap produktivitas tanaman semusim di bawahnya.
Penanaman tanaman keras di guludan teras berfungsi sebagai penguatan teras untuk
mengurangi terjadinya erosi dan tanah longsor serta meningkatnya aliran permukaan
[42].
14
b. Kebun Karet Campur
Pola agroforest karet atau dinamakan kebun karet campur merupakan sistem pengelolaan
minimum kebun karet tradisional yang terdiri atas karet sebagai tanaman utama dan
berbagai jenis pohon buah-buahan dan kayu-kayuan sangat umum ditemui di berbagai
wilayah Sumatera. Dampak pola agroforest karet mampu memberikan keuntungan baik
secara ekonomi maupun ekologi [44].
Pola agroforestri ‘Dusung’ diterapkan di wilayah Maluku dengan jenis tanaman pala
sebagai potensial bisnis. Tanaman pala merupakan tanaman rempah asli kepulauan
Maluku. Umumnya fase terbentuknya ‘Dusung’ melalui beberapa fase meliputi fase
kebun/ladang, fase aong merupakan bekas kebun campuran yang ditinggalkan/bera, dan
fase ‘Dusung’ [47].
Tabel 1. Jenis potensial sebagai tanaman utama pada pola agroforestri untuk rehabilitasi
lahan gambut
16
5. PENGELOLAAN LAHAN OPTIMAL PADA POLA AGROFORESTRI
Penyiapan lahan tanam dengan teknik olah tanan minimum pada pola agroforestri, tanah
diolah seperlunya dan seminimal mungkin dan pengendalian gulma menggunakan
herbisida yang aman lingkungan.
2) Pengelolaan agroforestri
Teknik mulsa vertikal berupa pembuatan parit mulsa diantara baris-baris tanaman
dengan memanfaatkan semua limbah bahan organik di lapangan berupa serasah, rumput,
sisa ranting dan lainnya menjadi kompos organik [50]. Pembuatan parit dengan lebar 40-
50 cm dan kedalaman 30-60 cm secara counturing. Ditambahkan pupuk organik dan an
organik secukupnya dan beberapa cc EM4. Pengendalian rayap yang ditemukan dengan
pemberian furadan. Setiap dua minggu dilakukan pembalikan untuk mempercepat proses
dekomposisi. Setelah dua bulan, serasah telah terdekomposisi dan siap ditebarkan ke
seluruh bidang tanam.
Beberapa perlakuan pengelolaan lahan yang diperlukan agar jenis-jenis tanaman yang
ditanam pada pola Agroforestri menghasilkan/produksi yang optimal dan berkelanjutan,
yaitu:
a) Diperlukan pemberian kapur terutama pada tanah masam untuk menaikkan nilai pH
tanah sesuai persyaratan tumbuhan yang ditanam.
b) Penerapan teknik konservasi tanah dan air terutama pada lahan yang sangat curam
(>40%) terutama metode vegetatif dan mekanik. Metode vegetatif antara lain penanaman
tanaman penutup tanah, penanaman tanaman penguat teras, penanaman counturing,
pengembalian sisa-sisa tanaman sebagai mulsa pada persiapan lahan.
c) Lahan dengan lerang yang sangat curam, ditanami tanaman keras dengan jarak tanam
rapat (3m x 3m) dengan tanaman penutup tanah.
17
d) Lahan dengan kemerengan lereng agak curam sampai curam (25%-40%) dengan
solum tanah yang dalam dapat dikombinasikan dengan tanaman MPTS dan tanaman
semusim dengan pola agroforestri yang disertai penerapan konservasi tanah dan air.
e) Pemeliharaan tanaman pokok dan tumpangsari harus diberikan pupuk terutama pupuk
kandang dan pupuk hijau. Khusus tanaman pokok (kayu) harus dipangkas secara periodik
sesuai pertumbuhan pohon [51].
f) Untuk mencegah dan mengurangi gangguan penyakit, maka pada pola tanam
agroforestri berbasis pohon yang kadangkala terserang penyakit dengan intensitas tinggi
perlu diperhatikan (menyesuaikan) jarak tanam dan komposisi jenis yang tepat. Contoh
kasus pola agroforestri sengon dikombinasikan kopi, pepaya dan jahe di daerah
Temanggung, memiliki serangan penyakit karat tumor paling tinggi daripada pola
agroforestri sengon dan ketela pohon yang ditanam antara sengon maupun ditanam di
tepi petak. Saran praktik pola agroforestri, sebaiknya sengon ditanam bersama dengan
suren yang memiliki tajuk yang tinggi dan kerapatan tajak jarang sehingga dapat
mengurangi kelembababan dan meningkatkan suhu udara sebagai faktor lingkungan
penghambat menyebarnya jamur penyebab penyakit karat tumor.
18
Gambar 3. Macam mosaik lanskap tipe A, B, C dan D
Sumber : [2]
Selain itu sistem agroforestri dapat mendukung konservasi air. Perakaran jenis pohon
dan jenis pohon multiguna (MPTS) setidaknya memiliki tiga fungsi penting: 1)
perakaran yang kuat mampu menahan erosi dan aliran permukaan, 2) perakaran yang
dalam dan menyebar dapat menyerap hara pada lapisan tanah bawah yang tidak
terjangkau tanaman semusim, 3) sistem perakaran pohon dan MPTS menciptakan ruang
pori yang dapat meningkatkan infiltrasi dan perkolasi [52]. Selain itu aksi perubahan /
konversi lahan sub optimal menjadi agroforestri tanaman pangan mampu memperbaiki
tata air dari aspek kualitas dan kuantitas DAS.
Sistem agroforestri dapat mengendalikan erosi lebih baik daripada lahan terbuka dan
alang-alang. Penerapan sistem agroforestri dapat memperbaiki kualitas tanah pada lahan
terdegradasi. Hal ini ditandai pada lahan agroforestri mempunyai kadar N total, P
tersedia, K tersedia dan kemantapan struktur tanah yang lebih baik daripada lahan tanpa
agroforestri [53].
Selain itu semakin tinggi keanekaragaman pohon yang ditanam pada sistem agroforestri
lebih menjaga fungsi hidrologi tanah dan pengendalian hama tanaman. Kearifan lokal
pemilihan jenis pohon dan tanaman non pohon yang tepat sesuai kondisi ekologis,
ekonomis dan sosial masyarakat sangat berperan penting untuk keberhasilan sistem
agroforestri.
20
e) Mempertahankan keindahan lanskap (lanscape beauty)
PENUTUP
21
DAFTAR PUSTAKA
22
Kebun Pendidikan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (KP4) UGM,
Indonesia Networks for Agroforestry Education (INAFE).
11. Rauf A, Rahmawaty, T.J Said DB. 2012. Pengembangan agroforestri
(agrosilvofishery) skala lahan pekarangan di Desa Sei Semayang Deli Serdang. In:
Widiyatno, Eko Prasetyo, Tri S Widyaningsih, Devy P. Kuswantoro, editors.
Pembaharuan Agroforestri Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Agroforestri
III; 29 Mei 2012. Yogyakarta (ID): Balai Penelitian Teknologi Agroforestri,
Fakultas Kehutanan (IMHERE) dan Kebun Pendidikan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian (KP4) UGM, Indonesia Networks for Agroforestry
Education (INAFE).
12. Fauziyah E, Diniyati D, Santoso HB. 2012. Strategi pengembangan iles-iles
(Amorphophallus spp.) sebagai tanaman bawah tegakan hutan rakyat di Kabupaten
Kuningan. In: Widiyatno, Eko Prasetyo, Tri S Widyaningsih, Devy P. Kuswantoro,
editors. Pembaharuan Agroforestri Indonesia. Prosiding Seminar Nasional
Agroforestri III; 29 Mei 2012. Yogyakarta (ID): Balai Penelitian Teknologi
Agroforestri, Fakultas Kehutanan (IMHERE) dan Kebun Pendidikan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian (KP4) UGM, Indonesia Networks for Agroforestry
Education (INAFE).
13. Muttaqin Z, Nurhayati L, Rusli AR. 2019. Laporan Akhir Program Kemitraan
Masyarakat (PKM) Peningkatan pengetahuan dan keterampilan teknis petani
dalam pengelolaan optimal pola agroforestri di Desa Leuwisadeng kecamatan
Leuwisadeng Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat. Bogor (ID): Hibah Program
Kemitraan Masyarakat (PKM) Ditjen Penguatan Riset dan Pengembangan
MenristekDikti. Universitas Nusa Bangsa.
14. Simon H. 1993. Hutan jati dan kemakmuran, problematika dan strategi
pemecahannya.Yogyakarta (ID): Aditya Media.
15. Umar S. 2012. Perspektif manajemen lestari agroforestri kompleks. In: Widiyatno,
Eko Prasetyo, Tri S Widyaningsih, Devy P. Kuswantoro, editors. Pembaharuan
Agroforestri Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Agroforestri III; 29 Mei
2012. Yogyakarta (ID): Balai Penelitian Teknologi Agroforestri, Fakultas
Kehutanan (IMHERE) dan Kebun Pendidikan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian (KP4) UGM, Indonesia Networks for Agroforestry Education (INAFE).
16. Widyaningsih TS, Hani A. 2012. Praktik agroforestri di kawasan penyangga
Taman Nasional Gunung Halimun - Salak. In: Widiyatno, Eko Prasetyo, Tri S
Widyaningsih, Devy P. Kuswantoro, editors. Pembaharuan Agroforestri
Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Agroforestri III; 29 Mei 2012. Yogyakarta
(ID): Balai Penelitian Teknologi Agroforestri, Fakultas Kehutanan (IMHERE) dan
Kebun Pendidikan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (KP4) UGM,
Indonesia Networks for Agroforestry Education (INAFE).
17. Soedrajat R, Maharani. 2012. Peranan tanaman penaung dalam memasok nutrient
mikro pada sistem agroforestri berbasis tanaman kopi. In: Widiyatno, Eko
Prasetyo, Tri S Widyaningsih, Devy P. Kuswantoro, editors. Pembaharuan
Agroforestri Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Agroforestri III; 29 Mei
23
2012. Yogyakarta (ID): Balai Penelitian Teknologi Agroforestri, Fakultas
Kehutanan (IMHERE) dan Kebun Pendidikan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian (KP4) UGM, Indonesia Networks for Agroforestry Education (INAFE).
18. Winarni WW. 2012. Peran wind barrier cemara udang (Casuarina equisetifolia)
var. incana dalam agroforestri pesisir. In: Widiyatno, Eko Prasetyo, Tri S
Widyaningsih, Devy P. Kuswantoro, editors. Pembaharuan Agroforestri
Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Agroforestri III; 29 Mei 2012. Yogyakarta
(ID): Balai Penelitian Teknologi Agroforestri, Fakultas Kehutanan (IMHERE) dan
Kebun Pendidikan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (KP4) UGM,
Indonesia Networks for Agroforestry Education (INAFE).
19. Sudomo A, Hani A, Rachman E. 2012. Uji coba penanaman agroforestry
nyamplung (Calophyllum mophyllum L) + kacang tanah (Arachis hypogeae L) di
pantai berpasir Pangandaran. In: Widiyatno, Eko Prasetyo, Tri S Widyaningsih,
Devy P. Kuswantoro, editors. Pembaharuan Agroforestri Indonesia. Prosiding
Seminar Nasional Agroforestri III; 29 Mei 2012. Yogyakarta (ID): Balai
Penelitian Teknologi Agroforestri, Fakultas Kehutanan (IMHERE) dan Kebun
Pendidikan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (KP4) UGM, Indonesia
Networks for Agroforestry Education (INAFE).
20. Solikin. 2012. Potensi keanekaragaman jenis tanaman dalam agroforestri: studi di
Desa Gajahrejo Kabupaten Pasuruan. In: Widiyatno, Eko Prasetyo, Tri S
Widyaningsih, Devy P. Kuswantoro, editors. Pembaharuan Agroforestri
Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Agroforestri III; 29 Mei 2012. Yogyakarta
(ID): Balai Penelitian Teknologi Agroforestri, Fakultas Kehutanan (IMHERE) dan
Kebun Pendidikan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (KP4) UGM,
Indonesia Networks for Agroforestry Education (INAFE).
21. Lahije A. 2000. Teknik agroforestry. Jakarta (ID): UPN Veteran. .
22. Sukirno DP, Mubarrok AZ, Priyono S, Wiyono. 2012. Dinamika ruang dalam
sistem agroforestry pekarangan. In : Widiyatno, Eko Prasetyo, Tri S Widyaningsih,
Devy P. Kuswantoro, editors. Pembaharuan Agroforestri Indonesia. Prosiding
Seminar Nasional Agroforestri III; 29 Mei 2012. Yogyakarta (ID): Balai
Penelitian Teknologi Agroforestri, Fakultas Kehutanan (IMHERE) dan Kebun
Pendidikan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (KP4) UGM, Indonesia
Networks for Agroforestry Education (INAFE).
23. Widyaningsih TS, Achmad B. 2012. Faktor-faktor yang mempengaruhi petani
dalam pemilihan jenis tanaman penyusun hutan rakyat di Kabupaten Ciamis. In :
Widiyatno, Eko Prasetyo, Tri S Widyaningsih, Devy P. Kuswantoro, editors.
Pembaharuan Agroforestri Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Agroforestri
III; 29 Mei 2012. Yogyakarta (ID): Balai Penelitian Teknologi Agroforestri,
Fakultas Kehutanan (IMHERE) dan Kebun Pendidikan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian (KP4) UGM, Indonesia Networks for Agroforestry
Education (INAFE).
24. Kuswantoro DP, Ruhimat IS, Priono D. 2012. Penggunaan pola agroforestri pada
budidaya nanas di Desa Tambakmekar, Kecamatan Jalaucagak, Kabupaten
Subang. In: Widiyatno, Eko Prasetyo, Tri S Widyaningsih, Devy P. Kuswantoro,
24
editors. Pembaharuan Agroforestri Indonesia. Prosiding Seminar Nasional
Agroforestri III; 29 Mei 2012. Yogyakarta (ID): Balai Penelitian Teknologi
Agroforestri, Fakultas Kehutanan (IMHERE) dan Kebun Pendidikan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian (KP4) UGM, Indonesia Networks for Agroforestry
Education (INAFE).
25. Roslinda E. 2012. Persepsi masyarakat terhadap kegiatan agroforestri:
Perladangan berpindah. In: Widiyatno, Eko Prasetyo, Tri S Widyaningsih, Devy
P. Kuswantoro, editors. Pembaharuan Agroforestri Indonesia. Prosiding Seminar
Nasional Agroforestri III; 29 Mei 2012. Yogyakarta (ID): Balai Penelitian
Teknologi Agroforestri, Fakultas Kehutanan (IMHERE) dan Kebun Pendidikan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian (KP4) UGM, Indonesia Networks for
Agroforestry Education (INAFE).
26. Martin E, Premono BT, Nurlia A. 2012. Penting tetapi tidak mendesak:
Rasionalitas penanam bambang lanang (Michelia champaca) di hulu DAS Musi,
Sumatera Selatan. In: Widiyatno, Eko Prasetyo, Tri S Widyaningsih, Devy P.
Kuswantoro, editors. Pembaharuan Agroforestri Indonesia. Prosiding Seminar
Nasional Agroforestri III; 29 Mei 2012. Yogyakarta (ID): Balai Penelitian
Teknologi Agroforestri, Fakultas Kehutanan (IMHERE) dan Kebun Pendidikan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian (KP4) UGM, Indonesia Networks for
Agroforestry Education (INAFE).
27. Sundawati L, Purnaningsih N, Purwakusumah E Dj. 2012. Pengembangan
Agroforestry berbasis biofarmaka dan kemitraan pemasaran untuk pemberdayaan
masyarakat di Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat. In: Widiyatno, Eko
Prasetyo, Tri S Widyaningsih, Devy P. Kuswantoro, editors. Pembaharuan
Agroforestri Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Agroforestri III; 29 Mei
2012. Yogyakarta (ID): Balai Penelitian Teknologi Agroforestri, Fakultas
Kehutanan (IMHERE) dan Kebun Pendidikan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian (KP4) UGM, Indonesia Networks for Agroforestry Education (INAFE).
28. Sumarhani. 2010. Prospek agribisnis nilam dengan sistem agroforestry. Prosiding
seminar nasional agroforestry sebagai pemanfaatan lahan berkelanjutan di masa
depan. Lampung (ID): Kerjasama UNILA, SEANAFE dan INAFE.
29. Sudomo. 2007. Kajian sistem silvikultur hutan rakyat. Prosiding Sintesa Hasil
Litbang Hutan Tanaman; Desember 2007. Bogor (ID): Badan Litbang Kehutanan.
Hlm: 155-162.
30. Sanudin, Wijayanto N. 2012. Pemilihan jenis tanaman demplot agroforestri:
pengalaman proyek ITTO PD 394/06 REV. 1(F) di daerah tangkapan air danau
Toba. In: Widiyatno, Eko Prasetyo, Tri S Widyaningsih, Devy P. Kuswantoro,
editors. Pembaharuan Agroforestri Indonesia. Prosiding Seminar Nasional
Agroforestri III; 29 Mei 2012. Yogyakarta (ID): Balai Penelitian Teknologi
Agroforestri, Fakultas Kehutanan (IMHERE) dan Kebun Pendidikan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian (KP4) UGM, Indonesia Networks for Agroforestry
Education (INAFE).
25
31. Rotinsulu JM, Suprayogo D, Guritno B, Hairiah K. 2012. Peningkatan
pertumbuhan dan mutu rotan sega (Calamus caesius BL) melalui pengaturan
cahaya yang masuk pada sistem agroforestri. In: Widiyatno, Eko Prasetyo, Tri S
Widyaningsih, Devy P. Kuswantoro, editors. Pembaharuan Agroforestri
Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Agroforestri III; 29 Mei 2012. Yogyakarta
(ID): Balai Penelitian Teknologi Agroforestri, Fakultas Kehutanan (IMHERE) dan
Kebun Pendidikan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (KP4) UGM,
Indonesia Networks for Agroforestry Education (INAFE).
32. Wahyuningrum N, Pramono IB. 2012. Pengaruh variasi intensitas cahaya beberapa
jenis tanaman tahunan dalam pola agroforestri terhadap produksi tanaman
semusim. In: Widiyatno, Eko Prasetyo, Tri S Widyaningsih, Devy P. Kuswantoro,
editors. Pembaharuan Agroforestri Indonesia. Prosiding Seminar Nasional
Agroforestri III; 29 Mei 2012. Yogyakarta (ID): Balai Penelitian Teknologi
Agroforestri, Fakultas Kehutanan (IMHERE) dan Kebun Pendidikan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian (KP4) UGM, Indonesia Networks for Agroforestry
Education (INAFE).
33. Rukmana R. 2005. Rumput unggul hijauan makanan ternak. Yogyakarta (ID):
Kanisius.
34. [BPPT] Badan Penerapan dan Pengembangan Teknologi. 2005. Teknologi tepat
guna tentang budidaya pakan ternak. Jakarta (ID): BPPT.
35. Sinaga M, Rachmawati I. 1997. Jenis pohon lokal yang mempunyai fungsi ganda
dalam pengembangan wanatani. Aisuli. 1(3).
36. Narendra BH. 2008. Using alley cropping to rehabilitate reclaimed pumice-mined
land in Indonesia. Thailand (...): Asia Pacific Agroforestry Newsletter
(APANews) Featuring SEANAFE News No. 33 Oktober 2008.
37. Rukmana R. 1995. Teknik pengelolaan lahan berbukit dan kritis. Yogyakarta (ID):
Kanesius.
38. Mindawati N, Widiarti A, Rustaman B. 2006. Review hasil penelitian hutan
rakyat. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman.
39. Hamilton J. editor. 2008. Silvopasture: establishment & management priciples for
pine forests in the Southeastern United States. USDA National Agroforestry
Center. www.unl.edu/nac. (Diakses tanggal 1 Oktober 2019)
40. Kuntadi, Adalina Y, Widiarti A. 2012. Ujicoba agroforestry mangium-jagung
untuk mendukung budidaya lebah madu. In: Widiyatno, Eko Prasetyo, Tri S
Widyaningsih, Devy P. Kuswantoro, editors. Pembaharuan Agroforestri
Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Agroforestri III; 29 Mei 2012. Yogyakarta
(ID): Balai Penelitian Teknologi Agroforestri, Fakultas Kehutanan (IMHERE) dan
Kebun Pendidikan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (KP4) UGM,
Indonesia Networks for Agroforestry Education (INAFE).
41. Purwanto RH. 2012. Biomassa total ubi kayu, jagung, padi, kacang tanah dan
kedelai pada sistem alley cropping di tegakan jati (Tectona grandis Linn. F.) di
kawasan hutan KPH Madiun, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. In: Widiyatno,
Eko Prasetyo, Tri S Widyaningsih, Devy P. Kuswantoro, editors. Pembaharuan
Agroforestri Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Agroforestri III; 29 Mei
26
2012. Yogyakarta (ID): Balai Penelitian Teknologi Agroforestri, Fakultas
Kehutanan (IMHERE) dan Kebun Pendidikan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian (KP4) UGM, Indonesia Networks for Agroforestry Education (INAFE).
42. Nugroho P, Widiyatno. 2012. Agroforestri sebagai konservasi lingkungan dataran
tinggi Dieng. In: Widiyatno, Eko Prasetyo, Tri S Widyaningsih, Devy P.
Kuswantoro, editors. Pembaharuan Agroforestri Indonesia. Prosiding Seminar
Nasional Agroforestri III; 29 Mei 2012. Yogyakarta (ID): Balai Penelitian
Teknologi Agroforestri, Fakultas Kehutanan (IMHERE) dan Kebun Pendidikan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian (KP4) UGM, Indonesia Networks for
Agroforestry Education (INAFE).
43. Sabarnurdin MS, Suryanto P, Aryono WB. 2004. Dinamika pohon mahoni
(Swietenia macropylla King) pada agroforestri pola lorong (alley cropping). Ilmu
Pertanian. 11(1): 63-73.
44. Rahayu S, Ningsih H, Ayat A, Prasetyo PN. 2017. Agroforest karet; konservasi
keanekaragaman hayati yang berakar dari kearifan tradisional. In: Widiyatno, Eko
Prasetyo, Tri S Widyaningsih, Devy P. Kuswantoro, editors. Prosiding Seminar
Nasional Agroforestri III; 29 Mei 2012. Yogyakarta (ID): Balai Penelitian
Teknologi Agroforestri, Fakultas Kehutanan (IMHERE) dan Kebun Pendidikan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian (KP4) UGM, Indonesia Networks for
Agroforestry Education (INAFE).
45. Njurumana GND. 2012. Agroforest mamar dan konservasi keragaman hayati
tumbuhan di Nusa Tenggara Timur. In: Widiyatno, Eko Prasetyo, Tri S
Widyaningsih, Devy P. Kuswantoro, editors. Prosiding Seminar Nasional
Agroforestri III; 29 Mei 2012. Yogyakarta (ID): Balai Penelitian Teknologi
Agroforestri, Fakultas Kehutanan (IMHERE) dan Kebun Pendidikan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian (KP4) UGM, Indonesia Networks for Agroforestry
Education (INAFE).
46. Dewi BS. 2012. Agroforestry pattern and fauna chane in repong damar Krui West
Lampung Indonesia. In: Widiyatno, Eko Prasetyo, Tri S Widyaningsih, Devy P.
Kuswantoro, editors. Prosiding Seminar Nasional Agroforestri III; 29 Mei 2012.
Yogyakarta (ID): Balai Penelitian Teknologi Agroforestri, Fakultas Kehutanan
(IMHERE) dan Kebun Pendidikan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (KP4)
UGM, Indonesia Networks for Agroforestry Education (INAFE).
47. Mardiatmoko G, Silana Th. M, Kastanya A, Tjoa M, Bone I. 2012. Pemantapan
bisnis agroforestri berbasis pala (Myristica fragrans Houtt) untuk kesejahteraan
masyarakat Maluku dan multipihak. In: Widiyatno, Eko Prasetyo, Tri S
Widyaningsih, Devy P. Kuswantoro, editors. Prosiding Seminar Nasional
Agroforestri III; 29 Mei 2012. Yogyakarta (ID): Balai Penelitian Teknologi
Agroforestri, Fakultas Kehutanan (IMHERE) dan Kebun Pendidikan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian (KP4) UGM, Indonesia Networks for Agroforestry
Education (INAFE).
27
48. Rufinus, Jambi, Pong Y, Lotens, Jono, Harjo, Elias. 2011. Kearifan lokal
masyarakat Sanjau dalam mengelola hutan adat Tomawaking Ompu. Pontianak
(ID): Institut Dayakologi.
49. Sitepu BS. 2012. Jenis-jenis potensial sebagai tanaman utama sistem agroforestri
untuk rehabilitasi lahan gambut di Kalimantan. In: Widiyatno, Eko Prasetyo, Tri S
Widyaningsih, Devy P. Kuswantoro, editors. Prosiding Seminar Nasional
Agroforestri III; 29 Mei 2012. Yogyakarta (ID): Balai Penelitian Teknologi
Agroforestri, Fakultas Kehutanan (IMHERE) dan Kebun Pendidikan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian (KP4) UGM, Indonesia Networks for Agroforestry
Education (INAFE).
50. Mile MY. 2012. Teknik manipulasi lingkungan untuk mengoptimalkan
pertumbuhan dan produksi hutan rakyat pola agroforestri. In: Widiyatno, Eko
Prasetyo, Tri S Widyaningsih, Devy P. Kuswantoro, editors. Prosiding Seminar
Nasional Agroforestri III; 29 Mei 2012. Yogyakarta (ID): Balai Penelitian
Teknologi Agroforestri, Fakultas Kehutanan (IMHERE) dan Kebun Pendidikan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian (KP4) UGM, Indonesia Networks for
Agroforestry Education (INAFE).
51. Handayani W, Multikaningsih E. 2012. Pemilihan jenis tanaman untuk pola
agroforestry di sub-sub DAS Kollong Lau, sub DAS Mamasa, Sulawesi Barat. In:
Widiyatno, Eko Prasetyo, Tri S Widyaningsih, Devy P. Kuswantoro, editors.
Prosiding Seminar Nasional Agroforestri III; 29 Mei 2012. Yogyakarta (ID): Balai
Penelitian Teknologi Agroforestri, Fakultas Kehutanan (IMHERE) dan Kebun
Pendidikan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (KP4) UGM, Indonesia
Networks for Agroforestry Education (INAFE).
52. Utomo WH. 2002. Agroforestri: hidup layak berkesinambungan pada lahan
sempit. In: Krisnamurti YB, Susila DAB, Kristuantriyono A, editors. Prosiding
Seminar: tekanan penduduk, degradasi lingkungan dan ketahanan pangan. Jakarta
(ID): Kerjasama PSP-LP-IPB dengan Badan Bimas Ketahanan Pangan, kerjasama
PSP-LP-IPB dengan Badan Bimas Ketahanan Pangan, Departemen Pertanian.
53. Satriawan H, Fuady Z, Fitriani CE. 2012. Potensi agroforestry dalam pengendalian
erosi dan perbaikan kualitas tanah. In: Widiyatno, Eko Prasetyo, Tri S
Widyaningsih, Devy P. Kuswantoro, editors. Prosiding Seminar: tekanan
penduduk, degradasi lingkungan dan ketahanan pangan. Jakarta (ID): Kerjasama
PSP-LP-IPB dengan Badan Bimas Ketahanan Pangan, kerjasama PSP-LP-IPB
dengan Badan Bimas Ketahanan Pangan, Departemen Pertanian.
28
View publication stats