Anda di halaman 1dari 4

Riba

1. Pengertian dan Hukum Riba

Kata riba (ar riba) menurut bahasa, yaitu tambahn (az ziyadah) atu kelebihan. Riba menurut istilah
adalah suatu akad perjanjian yang terjadi dalam tukar-menukar sesuatu barang yang tidak diketahui
sama sekali menurut syarak, atau dalam tukar-menukar itu diayaratkan menerima salah satu dari dua
barang apabila terlambat. Syekh Muhammad Abduh mendefinisikan, riba adalah penambahan-
penambahan yang diisyaratkan oleh orang yang memiliki harta kepada prang yang meminjam hartanya
atau uangnya karena janji pembayaran oleh peminjam dari waktu yang telah ditentukan.

Riba dapat terjadi pada utang-utang,pinjaman, gadai, atau sewa-menyewa. Sebagai contoh, Ridwan
meminjam uang sebasar

Rp. 20.000,- , pada hari Selasa disepakati dalam setiap satu hari keterlambatan, Ridwan harus
mengembalikan uang tersebut denagn tambahan 2%. Maka, hari berikutnya Ridwan harus
mengembalikan uangnya menjadi Rp. 20.4000,- . Kelebihan atau tambahan ini disebut dengan riba.

Hukum melakukan riba adalah haram menurut Al-Qur’an, sunah dan ijmak menurut ulama. Keharaman
riba terkait dengan sistem bunga dalam jual beli yang bersifat komersial. Di dalam melakukan transaksi
atau jual beli, terdapat keuntungan atau bunga tinggi melibihi keumuman atau batas kewajaran,
sehingga merugikan pihak-pihak tertentu. Fuad Moch. Fahruddin berpendapat bahwa riba adalah
sebuah transaksi pemerasan.

Dasar hukum pengharaman riba menurut Al-Qur’an, sunah dan ijmak para ulama adalah sebagai berikut:

a. Al-Qur’an

. . . ‫إِنَ َما ْالبَ ْي ُع ِم ْث َل الرِّ بَوا َوأَ َح َّل هَّللا ُ ْالبَ ْي َع َو َح َر َم الرِّ بَوا‬

“…Sesumgguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba.” (Q.S. Al-Baqarah: 275)

‫ار أَثِ ٍيم‬


ٍ َّ‫ت َوهَّللا ُ الَ يُ ِحبُّ ُك َّل َكف‬ َّ ‫ق هَّللا ُ الرِّ بَوا َويُرْ بِى ال‬
ِ َ‫ص َدق‬ ُ ‫يَ ْم َح‬

“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap
dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.” (Q.S. Al-Baqarah: 276)

َ ‫يَأَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ َءا َمنُوا الَتَأْ ُكلُوا ال ِّربَوا أّضْ َعفًا ُّم‬
َ‫ض َعفَةً واتَّقُوا هَّللا َ لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِحُون‬

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah
kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.” (Q.S. Ali Imran: 130)

b. Sunah Rasulullah saw.

}‫ هُ ْم َس َوا ُء {متفق عليه‬: ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم اَ ِك َل ال ِّربَا َو َموْ ِكلَهُ َوكَاتِبَهُ َوشَا ِه َد ْي ِه َوقَا َل‬
َ ُ ‫ لَعَنَ َرسُوْ ُل هَّللا‬: ‫ال‬
َ َ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنهَ ق‬
ِ ‫ع َْن َجابِ ٍر َر‬
“Dari Jabir r.a. ia berkata, ‘Rasulullah saw. telah melaknati orang-orang yang memakan riba, orang yang
menjadi wakilnya (orang yang memberi makan hasil riba), orang yang menuliskan, orang yang
menyaksikannya, (dan selanjutnya), Nabi bersabda, mereka itu semua sama saja’.” (H.R. Muslim)

َ ‫ َواَ ْك ُل َم‬، ‫ق َواَ ْك ُل ال ِّربَا‬


‫ال‬ ِّ ‫س الَّتِ ْي َح َّر َم هَّللا ُ اِالَّ بِ ْال َح‬
ِ ‫ َوقَ ْت ُل النَّ ْف‬، ‫ َوالسِّحْ ُر‬، ِ ‫ك بِاهَّلل‬ َ َ‫ارسُوْ َل هَّللا ُ َو َماهُنَ ق‬
َ ْ‫ ال ِّشر‬: ‫ال‬ ِ ‫إِحْ تَنِبُوْ ا ال َّس ْب َع ْال ُموبِقَا‬
َ َ‫ ي‬: ‫ قَالُوْ ا‬: ‫ت‬
}‫ت {متفق عليه‬ ْ
Vِ َ‫ت الغَافِال‬ ْ
ِ ‫ت ال ُم ْؤ ِمنَا‬ ِ ‫صنَا‬ ْ
َ ْ‫ف َوقَدْفُ ال ُمح‬ َّ
ِ ْ‫اليَتِي ِْم الزح‬ْ

“Jauhilah tujuh hal yang membinasakan”. Para sahabat bertanya,”Apakah tujuh hal tersebut ya
Rasulullah?” Rasulullah saw. bersabda, “Syirik kepada Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan
Allah kecuali dengan alasan yang benar, memakan riba, memakan harta anak yatim, melarikan diri pada
saat perang, dan menuduh berzina wanita yang suci, beriman, dan lupa (lupa dari maksiat).” (H.R.
Bukhari dan Muslim)

c. Ijmak para ulama

Para ulama sepakat bahwa seluruh umat Islam mengutuk dan mengharamkan riba. Riba adalah salah
satu usaha mencari rizeki dengan cara yang tidak benar dan dibenci Allah swt.. Praktik riba lebih
mengutamakan keuntungan diri sendiri dengan mengorbankan orang lain. Riba akan menyulitkan hidup
manusia, terutama mereka yang memerlukan pertolongan, menimbulkan kesenjangan sosial yang
semakin besar antara yang kaya dan miskin, serta dapat mengurangi rasa kemanusiaan untuk rela
membantu. Oleh karena itu Islam mengharamkan riba.

2. Macam-macam Riba

Para ulama fiqih membagi riba menjadi empat mecam, yaitu:

a. Riba Fadl(‫) ِربَا الفَصْ ِل‬

Riba fadl adalah tukar-menukar atau jual beli dua buah barang yang sam jenisnya, namun tidak sama
ukurannya yang disyaratkan oleh orang yang menukatnya. Atau jual beli yang mengandung unsur
ribapada barang yang sejenis dengan adanya tambahan pada salah satu benda tersebut. Sebagai
contohnya adalah tukar-menukar emas dengan emas atau beras dengan beras, dan ada kelebihan yang
disyaratkan oleh orang yang menukarkan. Kelebihan yang disyaratkan itu disebit riba fadl. Supaya tuka-
menukar seperti ini tidak termasuk riba, maka arus ada tiga syarat yaitu:

1). Barang yang ditukarkan tersebut harus sama.

2). Tibangan atau takarannya harus sama

3). Serah terima pada saat itu juga.

b. Riba Nasi’ah(‫) ِربَا النَّ ِس ْي َءة‬


Riba nasi’ah yaitu tukar-menukar dua barang yang sejenis yang maupun tidak sejenis atau jual beli yang
pembayarnnya disyaratkan lebih oleh penjual dengan waktu yang dilambatkan. Menurut ulama
Hanafiyah, riba nasi’ah adalah memberikan kelebihan terhadap pembayaran dari yang ditangguhkan,
memberikan kelebihan pada benda dibanding untung pada benda yang ditakar atau yang ditimbang
yang berbeda jenis atau selain yang ditakarda ditimbang yang sama jenisnya. Maksudnya adalah
menjual barang dengan sejenisnya, tetapi yang satu lebih banyak dengan pembayaran diakhirkan,
seperti menjual saru kilogram dengan satu setengah kilogram beras ayng dibayarkan setelah dua bulan
kemudian. Kelebihan pembayaran yang disyaratkan inilah yang disebut riba nasi’ah.

ً‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم نَهَى ع َْن بَي ِْع ْال َحيَ َوا ِن بِ ْال َحيَ َوا ِن نَ ِس ْي َءة‬ َّ ِ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنهُ أَنَّالنَّب‬
َ ‫ي‬ ٍ ‫ع َْن َس ُم َرةَ ْب ِن ُج ْن ُد‬
ِ ‫ب َر‬

“Dari Samurah bin Jundub sesungguhnya Nabi saw. telah melarang jual beli binatang dengan binatang
yang pembayarannya diakhirkan.” (H.R. Lima ahli hadist)

ِ ْ‫) ِربَا القَر‬


c. Riba Qardi(‫ض‬

Riba qardi adalah meminjamkan sesuatu dengan syarat ada keuntungan atau tambahan dari orang yang
meminjam. Misalnya Ali meminjam uang kepada Abbas sebesar Rp. 10.000,00. Kemudian Abbas
mengharuskan kepada Ali untuk mengembalikan uang itu sebesar Rp. 11.000,00. Tambahan Rp.
1.000,00 inilah yang disebut riba qardi.

d. Riba Yad(‫) ِربَا اليَ ِد‬

Riba yad yaitu berpisah dari tempat akad jual beli sebelum serah terima. Contohnya, orang yang
membeli suatu barang sebelum ia menerima barang tersebut dari penjual, penjual dan pembeli tersebut
telah berpisah sebelum serah terima barang itu. Jual beli ini dinamakan riba yad. Ulama Syafi’iyah
mengatakan bahwa riba yad adalah jual beli yang mengakhirkan penyerahan (al-qabdu), yakni bercerai
berai antara dua orang yang berakad sebelum serah terima, seperti menganggap sempurna jual beli
antara gandum dan syair tanpa harus saling menyerahkan dan menerima ditempat akad.

Menurut ulama Syafi’iyah bahwa antara riba yad dan riba nasi’ah sama-sama terjadi pada pertukaran
barang yang tidak jelas. Perbedaannya, riba yad mengakhirkan pemegang barang, sedangkan riba
nasi’ah mengakhirkan hak dan ketika akad dinyatakan bahwa waktu pembayaran diakhirkan meskipun
sebentar.Dasar hadits yang mengungkapkan ketertolakan sistem ini adalah:

}‫“إِنَّ َما ال ِّربَا فِى النَّ ِس ْيئَ ِة {رواه البحارى و مسلم‬Tidak ada riba kecuali pada riba nasi’ah.” (H.R. Bukhari Muslim)

3. Hikmah Pelarangan Riba

Diharamkan hikmah diharamkannya riba yaitu:

a. Menghindari tipu daya diantara sesama manusia.

b. Melindungi harta sesama muslim agar tidak dimakan dengan batil.


c. Memotifasi orang muslim untuk menginvestasi hartanya pada usaha-usaha yang bersih dari penipuan,
jauh dari apa saja yang dapat menimbulkan kesulitan dan kemarahan diantara kaum muslimin.

d. Menutup seluruh pintu bagi orang muslim.

e. Menjauhkan orang muslim dari sesuatu yang menyebabkan kebinasaan karena pemakan riba adalah
orang yang zalim dan akibat kezaliman adalah kesusahan.

f. Membuka pintu-pintu kebaikan di depan orang muslim agar ia mancari bekal untuk akhirat.

4. Menjauhkan Praktik Riba

Karena riba adalah sesuatu yang diharamkan, maka menjauhkan diri dari praktik riba adalah sesutu yang
sangat mulia dan beroleh pahala. Agar kita dapat manjauhkan diri dari praktik riba maka yang harus
dilakukan adalah :

a. Membiasakan hidup sederhana, tidak boros.

b. Membiasakan diri menabung apabila ada kelebihan rezeki dari Allah swt.

c. Menghindarkan diri dari berfoya-foya selagi ada kelebihan

d. Menghindari kebiasaan berhutang.

e. Mengadakan usaha bersama dibidang ekonomi, seperti koperasi di sekolah atau di masyarakat.

f. Rajin mensyukuri nikmat Allah swt. dengan cara memanfaatkan untuk kebaikan serta tidak menyia-
nyiakan nikmat tersebut.

g. Melakukan praktik jual beli dan utang piutang secara baik menurut Islam.

Anda mungkin juga menyukai