KEMATIAN
Nama : Nn. RM RS : Wahidin Sudirohusodo
Tanggal lahir : 16/4/1997(24 thn) Ruangan : Lontara 1 AB kamar 5/II/2
Alamat : Makassar No.Register : 56.18.71
Pekerjaan : Mahasiswa Tgl MRS : 26/04/2021 (15.10 WITA)
Agama : Kristen Tgl Meninggal : 28/04/2021 (10.50 WITA)
Suku : Toraja Dokter Ruangan : dr. Luthfi A/dr.Ine Erliana
Status Pernikahan : belum menikah Chief Ruangan : dr. I Nyoman Yogi W
KJS : Kardiologi
ANAMNESIS
(Heteroanamnesis)
• Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan sesak nafas yang dialami sejak tiga hari
sebelum masuk rumah sakit dan memberat sejak satu hari terakhir, sesak napas dirasakan
terus menerus dan tidak dipengaruhi oleh aktivitas. Riwayat sesak bila berjalan jauh ada.
Pasien lebih nyaman tidur dengan posisi setengah duduk, riwayat bangun tengah malam
karena sesak tidak ada. Sesak tidak dipengaruhi oleh perubahan cuaca. Riwayat sesak
napas sebelumnya ada satu bulan yang lalu.
• Batuk ada sejak dua hari sebelum masuk rumah sakit. Batuk disertai dahak berwarna
putih, dirasakan terus menerus dan kadang-kadang disertai bercak darah. Riwayat batuk
lama sebelumnya ada satu setengah bulan yang lalu. Riwayat batuk keluar darah
sebelumnya ada. Riwayat kontak dengan penderita batuk lama tidak ada. Riwayat
berpergian keluar kota dalam 2 minggu terakhir tidak ada. Nyeri dada saat ini tidak ada,
Riwayat nyeri dada sebelumnya tidak ada.
1
• Demam saat ini tidak ada. Riwayat demam sebelumnya ada, saat dua minggu yang
lalu,dirasakan tidak terus menerus. Nyeri kepala tidak ada.
• Sariawan saat ini tidak ada, riwayat sering sariawan dan tidak disertai rasa nyeri ada
dalam 1 tahun terakhir. Rambut rontok ada. Plak kemerahan di kedua pipi saat ini tidak
ada. Riwayat plak kemerahan di kedua pipi pasien yang muncul saat terkena sinar
matahari ada.
• Lemas ada dirasakan sejak 1 bulan yang lalu, memberat dalam 3 minggu terakhir.
Lemas dirasakan terus menerus, bertambah berat dengan aktivitas.
• Mual tidak ada, muntah tidak ada, Riwayat muntah sebelumnya tidak ada, nafsu makan
dirasakan berkurang sejak 1 minggu yang lalu, pasien hanya mampu makan 3-4 sendok
sekali makan. Berat badan dirasakan berkurang tetapi pasien tidak tau pasti jumlahnya.
• Buang air kecil lancar, volume kesan cukup, warna kuning. Nyeri saat buang air kecil
tidak ada. Riwayat buang air kecil berpasir tidak ada. Riwayat buang air kecil campur
darah tidak ada.
• Buang air besar terakhir satu hari yang lalu, konsistensi lunak warna kuning, buang air
besar bercampur darah tidak ada, Riwayat buang air besar hitam encer tidak ada.
• Riwayat didiagnosis sistemik lupus erimatosus sejak 8 tahun yang lalu. Saat itu pasien
sering mengalami nyeri pada persendian, bengkak pada wajah, luka pada mulut dan
hidung, sering mengalami kerontokan rambut, demam yang hilang timbul, dan
kemerahan pada kulit jika terpapar sinar matahari. Pasien rutin konsumsi
hidroksikloroquin 200mg/12jam/oral, metilprednisolon 16mg/8jam/oral kemudian dosis
diturunkan menjadi 8 mg/8 jam/oral
• Riwayat penyakit katup jantung diketahui sejak 2 tahun lalu rutin kontrol di poli
Jantung RS Wahidin Sudirohusodo. Pasien konsumsi obat valsartan 80 mg per 24 jam
dan concor 2,5 mg per 24 jam.
• Riwayat dirawat di RSWS 2 minggu yang lalu dengan keluhan batuk darah dan sesak
nafas. Hasil pemeriksaan Mikrobiologi ditemukan adanya Jamur (hypha), sputum BTA
negatif. Pemeriksaan TCM negatif. Pemeriksaan Bronkoskopi kesan peradangan kronis.
Pemeriksaan Foto Thorax didapatkan gambaran Edema Paru dd/ Pneumonia bilateral,
Efusi Pleura Bilateral terutama dextra dan Skoliosis thorakalis sinistrokonveks. Pasien
dirawat dengan diagnosa Mikosis Paru, Systemic lupus eritematosa, Heart Failure
preserved ejection Fraction, Efusi Pleura, Hemoptisis dan Hipoalbuminemia. Pasien saat
2
ini mendapatkan terapi furosemide 40 mg/24jam/oral, ramipril 2,5 mg/24jam/oral,
concor 2,5 mg/24jam/oral, fluconazole 100 mg/24jam/oral, codein 10 mg/8jam/oral,
hidroksikloroquin 200mg/12jam/oral, dan methylprednisolon 4mg/12 jam/oral.
• Pasien adalah seorang mahasiswa, tinggal bersama orang tua yang dalam keadaan sehat
• Riwayat keluarga dengan penyakit hipertensi, diabetes mellitus, penyakit ginjal dan
penyakit liver tidak ada
Pemeriksaan Fisik
Deskripsi Umum
3
• Kesadaran : Composmentis ( E4M6V5 )
• TB : 155 cm
• BB : 52 kg
Tanda Vital
• Pernapasan : 30x/menit
Pemeriksaan Fisik :
Mata : Konjungtiva tampak pucat, sklera tidak ikterik, Pupil isokor 2.5mm/
2.5 mm, refleks cahaya langsung dan tak langsung ada, edema palpebra tidak ada
Telinga : Tidak tampak adanya sekret
Mulut : Luka dan crusta tidak ada. Oral ulcer tidak ada, lidah kotor tidak ada,
faring tidak hiperemis.
Leher : JVP R+3 cmH2O, pembesaran kelenjar limfe tidak ada, pembesaran
kelenjar tiroid tidak ada, deviasi trakea tidak ada.
Thoraks :
Inspeksi : Simetris kiri sama dengan kanan. Sela iga tidak melebar.
Palpasi : Nyeri tekan tidak ada, tidak teraba massa tumor maupun krepitasi
Palpasi : Hepar dan lien tak teraba, tidak ada nyeri tekan pada regio abdomen.
Pemeriksaan Penunjang
5
PT 11,3 10 – 14 Detik
INR 1,09 -
APTT 26,1 22,0-30,0 Detik
Ureum 27 10-50 mmol/dl
Creatinin 0,45 L<1.3; P<1,1 mmol/dl
GDS 101 <140 mg/dl
SGOT 26 <38 U/L
SGPT 27 <41 U/L
Protein total 4,0 6,6-8,7 gr/dl
Albumin 2,5 3,5-5,0 gr/dl
Natrium 136 136-145 mmol/l
Kalium 3,3 3,5-5,1 mmol/l
Klorida 102 97-111 mmol/l
Prokalsitonin 0,76 < 0,05 ng/ml
< 0,13
HbsAg Non reactive COI
(Non reactive)
<1,00
Anti HCV Non reactive COI
(Non reactive)
Elektrokardiogram (26/04/2021)
Kesan :
Sinus takikardi, HR 115 bpm, reguler , normoaxis , LAE, Iskemi anteroseptal
7
MSCT Scan Thorax (27/04/21)
Echocardiografi ( 17/12/2020)
1. Cardiac valves
- Mitral : moderate MR prolapse AML, scallop A2 (MR ERO 0.27 cm2, MR Vol 33 ml,
MR Rad 0.7 cm) Peak E Velocity 99.9 cm/s
8
- Aorta : 3 cm cuspis, calcification (-), normal function dan movement
- Tricuspid : Normal function and movement
- Pulmonal : Normal function and movement, Pv AccT 130 ms
- LA : Dilatation, LA mayor 6.3 cm, LA minor 3.2 cm, LAVI 36.4 ml/m2
4. Left Ventricular hypertrophy : (-) negative (LVMI 38.2 g/m2, RWT 0.39)
6. eRAP : 3 mmHg (IVC exp : 1.5 cm, IVC insp : 0.4 cm)
7. E/A >1, EaETM Med 12 cm/s, EaETM Lat 16.2 cm/s, E/EaETM 7.2
Conclusion :
• Moderate Mitral Regurgitation due to prolaps AML
• Normal LV function EF 69,3% (biplane)
• Normal RV function TAPSE 1,8
• Dilatation of LA
• Global normokinetic
- Dilatation of LA
- Global normokinetic
A:
10
Jawaban Konsul Rheumatology (26/4/2021 Pukul 21.00)
S : sesak nafas ada, pasien tampak lemas, demam tidak ada
O:
Keadaan Umum : Sakit berat/composmentis/gizi cukup
Tanda Vital : TD : 90/60 mmHg
Nadi : 108 kali per menit
RR : 28 kali per menit
Suhu : 36,7 derajat celcius
Sp O2 : 98 % via simple mask 5 liter per menit
Pemeriksaan fisik :
Daftar Masalah
1. Syok Sepsis qSofa Score 2
2. Community Acquired Pneumonia Curb 65 Score 2
3. Suspek TB Paru Kambuh
4. Sistemik Lupus Eritematosus Mex Sledai 5 (aktivitas ringan)
5. Heart Failure Preserved Ejection Fraction
11
6. Moderate Mitral Regurgitation
7. Efusi Pleura bilateral
Dipikirkan atas dasar adanya keluhan sesak napas dan batuk. Riwayat batuk lama
sebelumnya ada. Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan darah 80/60 mmHg,
pernafasan 30x/menit dan saturasi 98%. Pada pemeriksaan fisik didapatkan rhonki kasar
pada hemithorax bilateral. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan WBC 17.100 / ul
dengan Neutrofil 88,9 %, Lymfosit 2,3 %. Pada pemeriksaan MSCT thorax didapatkan
gambaran patchy infiltrat. Berdasarkan American Thoracic Society kondisi pneumonia
pada pasien ini merupakan kondisi yang berat dimana didapatkan tiga kriteria yang
menunjukkan kondisi severe pneumonia yaitu adanya hipotensi, respiratory rate 30x per
12
menit dan adanya gambaran infiltrat pada MSCT thorax. Untuk memastikan diagnosis
pasien maka diperlukan pemeriksaan penunjang lainnya.
Plan Diagnostik :
• Swab nasofaring
• kultur sputum, jamur dan sensitivitas antibiotik
Plan Terapi :
• Meropenem 1 gram/8 jam/intravena
• Levofloxacin 750 mg/24 jam/intravena
• Codein 10 mg/8jam/oral
Plan Monitoring :
• Awasi tanda vital dan klinis pasien
• Foto thorax kontrol
Dipikirkan atas dasar adanya keluhan batuk berdahak bercampur bercak darah, terdapat
riwayat pengobatan TB sebelumnya pada bulan Maret-September 2020. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan rhonki kasar pada hemithorax bilateral. Pada pemeriksaan
MSCT Thorax didapatkan gambaran TB paru lama aktif lesi luas.
Plan Diagnostik :
• Tes TCM
• Kultur M.Tb
Plan Edukasi : Edukasi mengenai kondisi penyakit yang diderita, pemeriksaan yang
akan dilakukan dan rencana penatalaksanaan.
4. Sistemik Lupus Erimatosus Mex Sledai 5 ( Aktivitas ringan )
Dipikirkan atas dasar pasien memiliki riwayat didiagnosis dengan SLE sejak 8 tahun
yang lalu, pasien rutin kontrol dan saat ini konsumsi hydroxycloroquin
200mg/12jam/oral dan metilprednisolon 4mg/12jam/oral.
Berdasarkan penilaian aktivitas penyakit didapatkan MEX SLEDAI 5 (aktivitas
13
ringan) meliputi : alopesia (2), limfopenia (1), dan efusi pleura (2).
Plan Diagnostik : Urinalisis
Plan Terapi :
• Hidroxycloroquin 200mg/12jam/oral
• Methylprednisolone 4 mg/12 jam/oral
• Vitamin D3 1 tab/24jam/oral
• Lansoprazole 30 mg/24jam/oral
Plan Monitoring :
• Awasi tanda vital dan klinis pasien
Plan Edukasi : Edukasi mengenai kondisi dan perjalanan penyakit yang diderita,
pemeriksaan yang akan dilakukan dan rencana penatalaksanaan.
Plan Monitoring :
• Awasi tanda vital dan klinis pasien
• Echocardiography full study (control)
Plan Edukasi : Edukasi mengenai kondisi dan perjalanan penyakit yang diderita,
pemeriksaan yang akan dilakukan dan rencana penatalaksanaan.
14
dan Left Atrial Enlargement. Pada pemeriksaan Echocardiografi didapatkan gambaran
moderate Mitral regurgitation due to prolaps AML. Pasien juga diketahui memiliki
riwayat didiagnosa gangguan katup sejak 2 tahun lalu.
Plan Diagnostik : -
Plan Terapi :
• Ramipril 2,5mg/24jam/oral
• Concor 2,5mg/24jam/oral
Plan Edukasi : Edukasi mengenai kondisi penyakit, pemeriksaan yang akan dilakukan
dan rencana penatalaksanaan.
Dipikirkan atas dasar adanya keluhan lemas. Dari pemeriksaan fisik didapatkan
konjungtiva anemis. Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 10,7 gr/dl, MCV 78
Fl, MCH 23 pg. Pasien ini dipikirkan mengalami anemia sebagai manifestasi dari
penyakit LES yang dialami.
Plan Diagnostik : Fe,TIBC, Ferritin, ADT
Plan Terapi :-
Plan Monitoring : Awasi tanda vital dan klinis pasien, Cek darah rutin kontrol
Plan Edukasi : Edukasi mengenai kondisi penyakit, pemeriksaan yang akan dilakukan
15
dan rencana penatalaksanaan.
9. Hipoalbuminemia
Dipikirkan atas dasar pasien keluhan nafsu makan yang dirasakan berkurang sejak 1
minggu yang lalu, pada pemeriksaan laboratorium didapatakan albumin 2,5 gr/dl.
Dipikirkan kondisi ini terjadi karena intake oral yang kurang.
Plan diagnostik : -
Plan terapi : koreksi albumin : (4-2,5)x52x0,8 /25 = 2,496
• VIP Albumin 2 caps/8jam/oral
Plan Monitoring :
• Cek albumin post koreksi
Plan edukasi : Edukasi mengenai kondisi penyakit, pemeriksaan yang akan dilakukan
dan rencana penatalaksanaan.
10. Mild Hipokalemia (3,3)
Dipikirkan atas dasar adanya hasil pemeriksaan laboratorium didapatakan kadar kalium
3,3 mmol/l. Dipikirkan kondisi ini terjadi karena intake oral yang kurang.
Plan diagnostik : -
Plan terapi : koreksi Kalium : (4-3,3) x52 / 25 = 1456
• KSR 600 mg/8jam/oral
Plan Monitoring :
• Cek elektrolit post koreksi
Plan edukasi : Edukasi mengenai kondisi penyakit, pemeriksaan yang akan dilakukan
dan rencana penatalaksanaan.
16
FOLLOW UP
17
Extremitas : edema tidak ada, akral hangat
Pemeriksaan penunjang :
Lab 26/04/2021 Plan :
Wbc : 17.100 /ul
- AGD kontrol
Hb : 10,7 gr/dl
- Awasi tanda vital
MCV 78 fl
dan klinis pasien
MCH 23 pg
- Swab nasofaring
MCHC 30 dg/dl
- Kultur sputum,jamur
PLT 142.000/ul
dan sensitivitas
Neut/ Lym : 88,9% / 2,3 %
antibiotik
Protein total 4,0 gr/dl
- Tes TCM
Albumin 2,5 gr/dl
- Kultur M.Tb
Na/K/Cl 136/3,3/102 mmol/l
- Foto thorax kontrol
Prokalsitonin 0,76 ng/ml
- Urinalisis
AGD 26/04/2021
- Cek Fe,TIBC,
PH : 7,414
Ferritin,
SO2 : 95,1
- ADT
PO2 : 78,1
- Echoocardiografi
PCO2 : 54,7
full study (Jika KU
HCO3 : 35,3
memungkinkan)
BE : 10,5
- Thoracosintesis
+
[H ] = PCO2 x 24 / [HCO3]
- Analisa dan sitologi
= 54,7 x 24 / 35,3 = 37,2
cairan pleura
Konversi PH ke ion H+ = 100 x (0,8)4 = 40,96
- Cek albumin post
AGD layak baca
koreksi
Kesan :
- Cek elektrolit post
Asdosis metabolik terkompensasi penuh
koreksi
A:
18
- Sistemik Lupus Eritematosus Mex Sledai
5 (aktivitas ringan)
- Hipoalbuminemia
19
menurun pada hemithorax dextra, ronkhi oksigen
kasar hemithorax bilateral.
Jantung :
A: Bunyi jantung I/II reguler, murmur ada 3/6
di apex.
Abdomen : nyeri tekan tidak ada, organomegali
tidak ada
Extremitas : edema tidak ada, akral hangat
Pemeriksaan penunjang :
AGD 27/04/2021
PH : 7,377
SO2 : 99,5
PO2 : 201,6
PCO2 : 61,5
HCO3 : 36,4
BE : 11,0
[H+] = PCO2 x 24 / [HCO3]
= 61,5 x 24 / 36,4 = 40,56
Konversi PH ke ion H+ = 100 x (0,8)4 = 40,96
AGD layak baca
Kesan :
Asidosis Respiratorik Terkompensasi penuh
Swab nasofaring 27/04/2021 : Negatif
A:
20
N : 104 x/ menit jam/oral
S : 36.2oC - KSR 600 mg/8
RR : 26 x/menit jam/oral selama 3
hari
SpO2 : 99% dengan O2 5 lpm simple mask
Pemeriksaan Fisis :
Plan :
Kepala : rambut mudah tercabut.
Echocardiography full study
Mata : Konjungtiva tampak pucat.
Leher : JVP R+3 cmH2O
Thoraks :
- Dilatation of LA
- Global normokinetic
A:
22
hemithorax bilateral.
Jantung :
murmur ada 3/6 di apex.
Abdomen : organomegali tidak ada
Extremitas : edema tidak ada, akral hangat
A:
24
- Syok sepsis qsofa score 2 (perbaikan)
- Hipoalbuminemia
25
vital dan saturasi
P :Redup setinggi intercostalis VI hemithorax
oksigen
dextra
27
di apex.
Abdomen : organomegali tidak ada
Extremitas : edema tidak ada, akral hangat
A:
28
EKG :
Irama : asinus
Heart rate : 125-187 bpm,
average 150 bpm,irreguler
Axis : normoaxis
Gelombang P : P wave morphology > 3
PR interval : multiple PR interval, range 0,12-
0,20second
Komplex QRS : 0,04second
QT interval : 0,2 second
ST segment : Isoelektrik
Gelombang T : T inverted V2-V5, I, aVL
Kesan :Multi Atrial Takikardi , HR 125-187
bpm, average 150 bpm, irreguler , normoaxis ,
Iskemi anterolateral
AGD 28/04/2021 Pukul 10.30
PH : 7,241
SO2 : 88,7
PO2 : 70,7
PCO2 : 108,0
HCO3 : 46,8
BE : 19,2
[H+] = PCO2 x 24 / [HCO3]
= 108,0 x 24 / 46,8 = 55,38
Konversi PH ke ion H+ = 100 x (0,8)2 = 64
AGD tidak layak baca
Laboratorium 28/04/2021
Wbc : 39.800 /ul
Hb : 13,9 gr/dl
MCV/MCH/MCHC : 79 fl/24 pg/31 gr/dl
PLT : 224.000/ul
29
Neut/Lym : 84,3 %/3,7 %
GDS : 28 mg/dl
Ur : 52 mg/dl
Cr : 0,49 mg/dl
SGOT : 73 U/L
SGPT : 31 U/L
Prokalsitonin : 71,3 ng/ml
Laktat darah : 5,0 mmol/l
A:
- Hipoalbuminemia
30
RESUME
31
KERANGKA KONSEP
Dyspneu
Lupus
Suspek TB
Eritematosus
paru kasus
Sistemik
Heart kambuh
Failure
Efusi Pleura
Mitral
Regurgitation
Severe CAP
Anemia
Hipokalemia
Kematian
32
DISKUSI
Pasien masuk Instalasi Gawat Darurat dengan keluhan utama dyspneu. Penyebab
dari dispneu secara garis besar dikelompokkan menjadi 3 kelompok besar, dispneu akibat
kelainan pada sistem respirasi, dispneu akibat dari kelainan kardiovaskular dan dispneu
akibat kondisi yang lain tanpa adanya keterlibatan dari sistem respirasi dan
kardiovaskular.1
33
Adanya keluhan dispneu, batuk, serta didapatkannya ronkhi pada hemithoraks
bilateral dan. pada MSCT thoraks dengan gambaran patchy infiltrat , sehingga kami
mendiagnosis pasien dengan Community Acquired Pneumonia (CAP). Adanya keluhan
sesak, batuk berdahak yang kadang disertai darah serta didapatkannya ronkhi pada kedua
hemithorax dan pada MSCT terdapat gambaran TB paru lama aktif lesi luas dan efusi
pleura bilateral terutama dextra sehingga kami juga mendiagnosa pasien dengan suspek TB
paru kambuh dan efusi pleura bilateral. Sesuai dengan pengelompokkan dispneu diatas,
CAP pada pasien merupakan penyebab dispneu non-kardiak. 1
34
Kriteria mayor:
1. Membutuhkan ventilator mekanik invasif
2. Shok septik yang membutuhkan vasopressor
Menurut pedoman National Institute of Health and Care Excellence (NICE)
tentang pneumonia pada orang dewasa, mengatakan bahwa ketika diagnosis pneumonia
ditegakkan saat pasien masuk ke rumah sakit maka lakukan pengukuran untuk menilai
risiko kematian dengan menggunakan skor CURB 65.6 Pada pasien ini memiliki skor
CURB 65 skor 2 ( RR 30x/menit, Tekanan darah 80/60 mmHg) dimana diklasifikasikan
ke dalam probably admission dengan risiko kematian 9,2%. Pada pasien pneumonia
komunitas yang dirawat inap non ICU dapat diberikan betalaktam intravena (sefotaxime,
ampi/sulbactam, ceftriaxone) ditambah makrolid intravena atau oral atau azitromicin
intravena atau doksisiklin dan lactam atau fluroquinolone tunggal.7
35
sesuai dengan kebutuhan metabolisme jaringan perifer dengan tekanan pengisian yang
normal atau meningkat. Secara klinis, gagal jantung didefinisikan sebagai kumpulan gejala
klinis yang ditandai dengan gejala tipikal berupa sesak napas, pembengkakan pergelangan
kaki dan kelelahan) yang dapat disertai dengan tanda-tanda klinis berupa peningkatan
tekanan vena jugularis, ronkhi paru dan edema perifer yang disebabkan oleh penurunan
curah jantung dan atau peningkatan tekanan intrakardiak saat istirahat / stres akibat
8,9
kelainan struktural dan fungsional jantung. Perlu ditekankan bahwa walaupun definisi
klinis di atas didasari oleh adanya gejala klinis, namun kelainan struktural dan fungsional
jantung tetap dapat terjadi tanpa menimbulkan gejala (asimtomatik).9
Gagal jantung dapat diakibatkan oleh etiologi primer dari jantung atau etiologi
sekunder dari penyakit sistemik. Penentuan etiologi primer dari jantung merupakan
variabel penting dalam diagnosis dan manajemen gagal jantung. Etiologi gagal jantung
secara garis besar dibagi menjadi tiga, yaitu akibat penyakit pada miokard, gangguan
proses pengisian (Loading Condition) pada miokard, dan aritmia. 9 (Tabel 4)
Gangguan Genetik
36
Gagal jantung dapat diklasifikasikan berdasarkan berbagai konsep, diantaranya
berdasarkan ejeksi fraksi , perjalanan penyakitnya, sisi jantung yang terkena, serta
patofisiologi hemodinamiknya. 9
Pembagian berdasarkan ejeksi fraksi merupakan salah satu bentuk klasifikasi gagal
jantung dari sisi fungsional jantung. Hal ini didapatkan dengan pengukuran ejeksi fraksi
sebagai parameter fungsi sistolik jantung kiri. Menurut European Society of Cardiology ,
berdasarkan ejeksi fraksinya, gagal jantung dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu:
a. Gagal jantung dengan ejeksi fraksi yang baik (Preserved), yaitu gagal
jantung dengan nilai ejeksi fraksi lebih atau sama dengan 50 persen.
b. Gagal jantung dengan ejeksi fraksi yang menurun (Reduced), yaitu gagal
jantung dengan nilai ejeksi fraksi kurang dari 40 persen.
c. Gagal jantung dengan ejeksi fraksi menengah (Mid-range), yaitu gagal
jantung dengan nilai ejeksi fraksi di antara 40 hingga 49 persen.
37
Berdasarkan sisi jantung yang terkena, gagal jantung terbagi menjadi gagal
jantung kiri dan gagal jantung kanan.
a. Gagal jantung kiri, yaitu kondisi yang mengakibatkan ventrikel kiri gagal
memompa darah ke aorta.
b. Gagal jantung kanan, yaitu kegagalan ventrikel kanan dalam memompa
volume diastolik total ke arteri pulmonal yang menyebabkan terjadinya
kongesti pada pembuluh vena sistemik.
Mitral regurgitasi dikategorikan menjadi dua yaitu primer dan sekunder. MR primer
bila disebabkan oleh defek struktural dari setidaknya satu komponen katup. MR sekunder
bila struktur katup normal, tetapi regurgitasi disebabkan oleh pembesaran ventrikel kiri.
Pada MR, sebagian isi curah jantung di pompa ke atrium kiri yang bertekanan rendah saat
sistol. Akibatnya curah jantung yang keluar ke aorta lebih sedikit dari curah jantung total
ventrikel kiri. 10 Oleh karena itu, konsekuensi langsung dari MR meliputi :
3. Stres pada ventrikel kiri yang berkaitan dengan volume karena volume belik ke
ventrikel kiri saat diastol terjadi bersamaan dengan kembalinya aliran vena
pulmonal.
Mitral regurgitasi dapat terjadi secara akut maupun kronis. Pasien MR akut biasanya
datang dengan gejala edema akut. Pada MR kronis, gejala lebih dikarenakan curah jantung
yang rendah terutama saat beraktivitas yang meliputi gejala lelah dan lemah. Pasien
38
dengan MR berat atau mereka yang mempunyai disfungsi kontraktil ventrikel kiri
seringkali megeluh sesak napas, ortopneu dan atau paroxysmal nocturnal dyspneu.Pasien
dengan MR kronis biasanya didapatkan murmur sistolik di apeks yang seringkali menjalar
ke aksila. Murmur sistolik menandakan gradien tekanan terus menerus antara ventrikel kiri
dan atrium kiri sepanjang sistol.10
Pada MR, regurgitasi pada katup mitral akan menurunkan afterload ventrikel kiri
yang menyebabkan stroke volume bertambah dan volume akhir sistolik lebih kecil dari
normal namun volume akhir sistolik ini akan meningkat jika jantung mengalami gagal
sistolik akibat MR yang kronik. Pada MR kronik adanya volume yang berlebihan
menyebabkan LV mengalami dilatasi. Dilatasi ini akan meningkatkan stress pada dinding
(afterload).11,12
Sebagian besar volume regurgitasi dikeluarkan ke atrium kiri sebelum katup aorta
terbuka dan setelah menutup. Untuk pasien yang anulus mitralnya memiliki fleksibilitas
normal, luas penampang anulus mitral dapat diubah oleh banyak intervensi. Dengan
demikian, peningkatan preload dan afterload dan depresi kontraktilitas meningkatkan
ukuran LV dan memperbesar anulus mitral dan juga lubang regurgitannya. Ketika ukuran
LV dikurangi dengan pengobatan dengan agen inotropik positif, diuretik, dan terutama
vasodilator, ukuran lubang regurgitan menurun, dan volume aliran regurgitasi menurun,
seperti yang tercermin pada ketinggian gelombang v pada denyut nadi tekanan LA dan
intensitasnya. dan durasi murmur sistolik. Sebaliknya, pelebaran ventrikel kiri, apa pun
penyebabnya, dapat meningkatkan MR.11,12
Pada pasien ini terdapat keluhan sesak. Pada pemeriksaan fisik didapatkan peningkatan
JVP dan murmur sistolik pada apex. Pada EKG didapatkan sinus takikardi dan LAE. Pada
pemeriksaan echocardiografi didapatkan gambaran moderate mitral regurgitation due to
prolaps AML dan ejection fraction 69,3 %. Oleh bagian Kardiologi pasien didiagnosa
dengan heart failure preserved ejection fraction dan moderate mitral regurgitation.
Pasien juga diketahui memiliki riwayat penyakit Lupus Eritematosus Sistemik sejak
8 tahun lalu rutin kontrol dan minum obat teratur. Penyakit Lupus Eritematosus Sistemik
(LES) merupakan penyakit autoimun yang kompleks ditandai oleh adanya autoantibodi
terhadap inti sel dan melibatkan banyak sistem organ dalam tubuh. Peristiwa imunologi
yang tepat yang memicu timbulnya manifestasi klinis LES belum diketahui secara pasti.
Berbagai sitokin pro inflamasi seperti TGF-β, IL-10, BAFF, IFN α , IFN γ, IL 17 dan IL 23
39
memainkan peran patogenik yang penting.13 Berbagai kriteria digunakan untuk membantu
dalam menegakkan diagnosis LES, mulai dari kriteria LES menurut ACR 1997, SLICC,
hingga yang terbaru EULAR/ACR 2019.14,15
Untuk menilai tingkat aktivitas LES digunakan kriteria Mexican Systemic Lupus
Erhytematosus Disease Activity Index (MEX SLEDAI). Pada pasien ini dari skor MEX
SLEDAI didapatkan skor 5 dengan interpretasi LES ringan, meliputi alopesia (skor 2),
limfopenia (skor 1), dan efusi pleura (skor 2).15
Penyakit LES dikatakan berat atau mengancam nyawa apabila ditemukan keadaan
sebagaimana tercantum di bawah ini, yaitu :
a) Jantung : endokarditis Libman-Sacks, vaskulitis arteri koronaria,miokarditis,
40
tamponade jantung, hipertensi maligna.
b) Paru-paru: hipertensi pulmonal, perdarahan paru, pneumonitis, emboli paru,
infark paru, fibrosis interstisial, shrinking lung.
c) Gastrointestinal: pankreatitis, vaskulitis mesenterika.
e) Kulit: vaskulitis berat, ruam difus disertai ulkus atau melepuh (blister).
Berdasarkan dari skor MEX SLEDAI pada pasien ini didapatkan LES aktivitas
ringan, oleh karena itu sejak awal pasien kami rencanakan pemberian methylprednisolon
oral. Selain itu pada pasien juga kami berikan hidroxycloroquin 200 mg. Penggunaan obat
hidroxycloroquin memiliki efek positif bagi pasien LES, yaitu meningkatkan kesintasan
dan remisi, menurunkan aktivitas penyakit dan infeksi, memberi dampak positif terhadap
profil lipid, mencegah thrombosis dan mencegah kegagalan organ. Kondisi pneumonia
pada pasien bisa disebabkan akibat suatu kondisi immunocompromised yang dicetuskan
akibat riwayat LES yang dialami sejak 8 tahun yang lalu sehingga pasien rentan terhadap
41
infeksi bakteri. 15,16
Pada pasien juga didapatkan adanya kondisi lemas dengan konjungtiva anemis dan
dari pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 10,7 gr/dl, MCV 78 fl, MCH 23 pg sehingga
pasien didiagnosa dengan anemia mikrositik hipokrom suspek anemia defisiensi Fe dd/
anemia penyakit kronis. Selain itu pada pasien juga didapatkan penurunan nafsu makan ,
hasil laboratorium albumin 2,5 gr/dl dan kalium 3,3 mmol/l sehingga pasien juga kami
diagnosa dengan hipoalbuminemia dan mild hipokalemia diduga oleh karena intake oral
yang kurang. Kondisi ini merupakan manifestasi yang dapat terjadi pada pasien dengan
LES. 15
Pada hari ke-2 perawatan kondisi pasien mengalami perburukan, sesak napas
bertambah berat disertai ronkhi pada seluruh lapangan paru. Pasien kemudian mengalami
penurunan kesadaran. Pasien akhirnya dinyatakan meninggal dunia dengan penyebab
kematian gagal nafas dan syok sepsis akibat pneumonia yang memberat.
42
DAFTAR PUSTAKA
1. Jameson dkk, Harrison's Manual of Medicine 20th Ed, Copyright © 2013 by The
McGraw-Hill Companies . p 141-142
2. Arifin. Definisi dan kriteria syok septik. In: Frans J, Arif M, editors. Penatalaksanaan
sepsis dan syok septik optimalisasi Fasthugsbid. Jakarta: PERDICI; 2017 .p. 1-3
3. Bartlett JG. Management of Respiratory tract Infectionn edisi 3rd Lippincott Williams &
Wilkins Philadelphia 2001. p1-122
4. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Pneumonia didapat di
Masyarakat. Alwi I, Salim S,Hidayat R,Kurniawan J,Tahapary DL, editor. Panduan
Praktik Klinis, Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Edisi keempat, Jakarta
2019, hal.772-781
5. Metlay P. Joshua et al. American Thoracic Society. Diagnosis and Treatment of Adult
with Community Acquired Pneumonia. 2019. P 48
6. NICE. Pneumonia in Adults: Diagnosis and Management. National Institute for Health
and Care Excellence; 2014.
7. Setiati, Siti, dkk. Ilmu Penyakit Dalam, Edisi VI. Jakarta Pusat : Interna Publishing;
2014
8. Zipes DP, Libby P, Bonow RO, Mann DL, Tomaselli GF, Braunwald E, editors.
Braunwald’s heart disease: a textbook of cardiovascular medicine. Eleventh edition,
international edition. Philadelphia, PA: Elsevier; 2019.
9. Ponikowski P,et al. European Society of Cardiology Guidelines for The Diagnosis and
Treatment of Acute and Chronic Heart Failure; 2016.
10. Lily S Leonard. Pathophysiology of Heart Disease; 2016.
11. Baumgartner et al. European Society of Cardiology/European Association for Cardio-
Thoracis Surgery Guidelines for the management of Valvular Heart Disease. 2017
12. Klabunde R. Cardiovascular Physiology Concepts. Second edition. Lippincott Williams
& Wilkins, a Wolters Kluwer bussiness; 2012.
13. Suarjane IN. Imunopatogenesis Lupus Eritematosus Sistemik. In: Sudoyo A, Setiyohadi
B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid III. 6th
ed. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI; 2014. p. 3331-45.
43
14. Aringer M, Costenbader K et al. 2019 European League Againts Rheumatism/American
College of Rheumatology Classification Criteria for Systemic Lupus Erythematosus.
American College of Rheumatology. 2019 :p 1-13.
15. Sumariyono, Kalim H dkk. Penilaian Pasien LES. Diagnosis dan Pengelolaan Lupus
Eritematosus Sistemik. Jakarta Perhimpunan Rheumatologi Indonesia; 2019. p. 5 -16,
23-42
16. Suntoko Bantar, Setiati S, Alwi I, dkk. Gambaran Klinik Diagnosis Lupus Eritematosus
Sistemik. . In: Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku
ajar ilmu penyakit dalam jilid III. 6th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI; 2014: p
3351-59
44
45