Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Penyakit

1. Definisi

Demam adalah peningkatan titik patokan (set point) suhu di hipotalamus (Elizabeth

J. Corwin, 2010). Dikatakan demam jika suhu orang menjadi lebih dari 37,5 ºC (E. Oswari,

2009). Demam terjadi karena pelepasan pirogen dari dalam leukosit yang sebelumnya telah

terangsang oleh pirogen eksogen yang dapat berasal dari mikroorganisme atau merupakan

suatu hasil reaksi imunologik yang tidak berdasarkan suatu infeksi (Sjaifoellah Noer, 2009).

Demam berarti suhu tubuh diatas batas normal biasa, dapat disebabkan oleh

kelainan dalam otak sendiri atau oleh zat toksik yang mempengaruhi pusat pengaturan suhu,

penyakit-penyakit bakteri, tumor otak atau dehidrasi. Demam adalah keadaan dimana terjadi

kenaikan suhu hingga 38⁰C atau lebih. Ada juga yang yang mengambil batasan lebih dari

37,8⁰C. Sedangkan bila suhu tubuh lebih dari 40⁰C disebut demam tinggi (hiperpireksia)

(Julia, 2010).

Tipe demam yang mungkin kita jumpai antara lain:

a. Demam septik

Suhu badan berangsur naik ketingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan

turun kembali ketingkat diatas normal pada pagi hari. Sering disertai keluhan menggigil dan

berkeringat. Bila demam yang tinggi tersebut turun ketingkat yang normal dinamakan juga

demam hektik.
b. Demam remiten

Suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu badan normal.

Penyebab suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai dua derajat dan tidak sebesar

perbedaan suhu yang dicatat demam septik.

c. Demam intermiten

Suhu badan turun ketingkat yang normal selama beberapa jam dalam satu hari.

Bila demam seperti ini terjadi dalam dua hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua hari

terbebas demam diantara dua serangan demam disebut kuartana.

d. Demam kontinyu

Variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat. Pada tingkat

demam yang terus menerus tinggi sekali disebut hiperpireksia.

e. Demam siklik

Terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh beberapa

periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti

semula. Suatu tipe demam kadang-kadang dikaitkan dengan suatu penyakit tertentu

misalnya tipe demam intermiten untuk malaria. Seorang pasien dengan keluhan demam

mungkin dapat dihubungkan segera dengan suatu sebab yang jelas seperti : abses,

pneumonia, infeksi saluran kencing, malaria, tetapi kadang sama sekali tidak dapat

dihubungkan segera dengan suatu sebab yang jelas. Dalam praktek 90% dari para pasien

dengan demam yang baru saja dialami, pada dasarnya merupakan suatu penyakit yang self-

limiting seperti influensa atau penyakit virus sejenis lainnya. Namun hal ini tidak berarti kita

tidak harus tetap waspada terhadap infeksi bakterial.


Tabel 2.1

Jenis-Jenis Demam

Jenis Demam Ciri-ciri


Demam septik Malam hari suhu naik sekali, pagi hari turun
hingga diatas normal, sering disertai
menggigil dan berkeringat
Demam remitten Suhu badan dapat turun setiap hari tapi
tidak pernah mencapai normal. Perbedaan
suhu mungkin mencapai 2 derajat namun
perbedaannya tidak sebesar demam septik.
Demam intermiten Suhu badan turun menjadi normal selama
beberapa jam dalam satu hari. Bila demam
terjadi dua hari sekali disebut tertiana dan
apabila terjadi 2 hari bebas demam diantara
2 serangan demam disebut kuartana.
Demam kontinyu Variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda
lebih dari satu derajat. Pada tingkat demam
yang terus menerus tinggi sekali disebut
hiperpireksia

2. Etiologi

Menurut Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal 2010 bahwa etiologi

febris,diantaranya :

a. Suhu lingkungan.

b. Adanya infeksi.

c. Pneumonia.

d. Malaria.

e. Otitis media.

f. Imunisasi
3. Anatomi Fisiologi

Keadaan febris sejak zaman Hippocrates sudah diketahui sebagai petanda penyakit.

Suhu penderita biasanya diukur dengan termometer air raksa dan tempat pengambilannya

dapat diaksila, oral atau rektum. Suhu tubuh normal berkisar antara 36,5 oC – 37,2 oC. Suhu

sub normal dibawah 36 oC. Dengan demam pada umumnya diartikan suhu tubuh diatas 37,2
o
C. Hiperpireksia adalah suhu kaadaan kenaikan suhu tubuh sampai setinggi 41,2 oC atau

lebih, hipertermi adalah keadaan suhu tubuh dibawah 35,5 oC. Biasanya terdapat perbedaan

antara pengukuran suhu tubuh di aksila, oral dan rektum. Dalam keadaan biasa perbedaan

ini berkisar sekitar 0,5 oC, suhu rektal lebih tinggi dari pada suhu oral. Febris terjadi karena

pelepasan pirogen dari dalam leukosit yang sebelumnya telah terangsang oleh pirogen

oksigen yaag dapat berasal dari mikroorganisme atau merupakan suatu hasil reaksi

imunologi yang tidak berdasarkan suatu infeksi. Dewasa ini diduga bahwa pirogen adalah

suatu protein yang identik dengan interleukin 1. Didalam hipotalamus, zat ini merangsang

pelepasan asam arakidonat serta mengakibatkan peningkatan sintesis prostaglandin E2 yang

langsung dapat menyebabkan suatu pireksia (Soeparman, 2012 ).

4. Patofisiologi

Demam adalah sebagai mekanisme pertahanan tubuh (respon imun) anak terhadap

infeksi atau zat asing yang masuk ke dalam tubuhnya. Bila ada infeksi atau zat asing

masuk ke tubuh akan merangsang sistem pertahanan tubuh dengan dilepaskannya

pirogen. Pirogen adalah zat penyebab demam, ada yang berasal dari dalam tubuh

(pirogen endogen) dan luar tubuh (pirogen eksogen) yang bisa berasal dari infeksi oleh

mikroorganisme atau merupakan reaksi imunologik terhadap benda asing (non infeksi).
Zat pirogen ini dapat berupa protein, pecahan protein, dan zat lain, terutama toksin

polisakarida, yang dilepas oleh bakteri toksik yang dihasilkan dari degenerasi jaringan

tubuh menyebabkan demam selama keadaan sakit.

Mekanisme demam dimulai dengan timbulnya reaksi tubuh terhadap pirogen.

Pada mekanisme ini, bakteri atau pecahan jaringan akan difagositosis oleh leukosit darah,

makrofag jaringan, dan limfosit pembunuh bergranula besar. Seluruh sel ini selanjutnya

mencerna hasil pemecahan bakteri ke dalam cairan tubuh, yang disebut juga zat pirogen

leukosit.

Pirogen selanjutnya membawa pesan melalui alat penerima (reseptor) yang

terdapat pada tubuh untuk disampaikan ke pusat pengatur panas di hipotalamus. Dalam

hipotalamus pirogen ini akan dirangsang pelepasan asam arakidonat serta mengakibatkan

peningkatan produksi prostaglandin (PGEZ). Ini akan menimbulkan reaksi menaikkan

suhu tubuh dengan cara menyempitkan pembuluh darah tepi dan menghambat sekresi

kelenjar keringat. Pengeluaran panas menurun, terjadilah ketidakseimbangan

pembentukan dan pengeluaran panas. Inilah yang menimbulkan demam pada anak. Suhu

yang tinggi ini akan merangsang aktivitas “tentara” tubuh (sel makrofag dan sel limfosit

T) untuk memerangi zat asing tersebut dengan meningkatkan proteolisis yang

menghasilkan asam amino yang berperan dalam pembentukan antibodi atau sistem

kekebalan tubuh.
5. PATHWAY
Gambar 2.1
Pathway
Pathway Demam

Bakteri Virus

Reaksi obat Infeksi Endotoksin Zat peradangan Pirogenik lain

Monosit makrofag
sel kupfer

Respon hipotalamus
anterior Kesan psikis tidak enak

Gangguan psikis

Penigkatan titik
penyetelan suhu Demam Dx. Cemas

Vasidolatasi
kulit Berkeringat
6. Manifestasi Klinik

Pada saat terjadi demam, gejala klinis yang timbul bervariasi tergantung pada fase

demam yang meliputi :

Fase I (Dingin/Menggigil) tanda dan gejalanya:

- Peningkatan denyut jantung

- Peningkatan laju dan kedalaman pernapasan

- Menggigil akibat tegangan dan kontraksi otot

- Peningkatan suhu tubuh

- Pengeluaran keringat berlebih

- Rambut pada kulit berdiri

- Kulit pucat dan dingin akibat vasokontriksi pembuluh darah

Fase II (Proses demam) tanda dan gejalanya :

- Proses menggigil lenyap

- Kulit terasa hangat/panas

- Merasa tidak panas/dingin

- Peningkatan nadi

- Dehidrasi

- Kelemahan

- Kehilangan nafsu makan (Jika demam meningkat)

- Nyeri pada otot akibat katabolisme protein

Fase III (Pemulihan) tanda dan gejalanya:

- Kulit tampak merah dan hangat

- Berkeringat
- Menggigil ringan

- Kemungkinan mengalami dehidrasi

7. Komplikasi

a. Dehidrasi : demam meningkat penguapan cairan tubuh

b. Kejang demam : jarang sekali terjadi (1 dari 30 anak demam). Sering terjadi pada

anak usia 6 bulan sampai 5 tahun. Serangan dalam 24 jam pertama demam dan

umumnya sebentar, tidak berulang. Kejang demam ini juga tidak membahayakan

otak.

8. Pemeriksaan Diagnostik

1. Uji coba darah

Pada pemeriksaan kimia darah tampak hipoproteinemia, hipokloremia, SGOT,

SGPT, ureum dan pH darah mungkin meningkat reverse alkali menurun

2. Pembiakan kuman dari cairan tubuh/lesi permukaan atau sinar tembus rutin

3. Dalam tahan biopsy melalui tempat-tempat yang dicurigai juga dapat dilakukan

pemeriksaan lain seperti anginografi, aortografi atau limfangiografi

4. Ultrasonografi, endoskopi atau scanning masih dapat dilakukan

9. Penatalaksanaan

1. Secara Fisik

a. Anak demam ditempatkan dalam ruangan bersuhu normal

b. Pakaian anak diusahakan tidak tebal

c. Memberikan minuman yang banyak karena kebutuhan air meningkat


d. Memberikan kompres dengan menggunakan air hangat bukan air dingin atau es,

kompres dibagian perut, dada dengan menggunakan sapu tangan yang telah

dibasahi air hangat

2. Obat-obatan Antipiretik

Antipiretik bekerja secara sentral menurunkan suhu di pusat pengatur suhu di

hipotalamus. Antipiretik berguna untuk mencegah pembentukan prostaglandin

dengan jalan menghambat enzim cyclooxygenase sehinga set point hipotalamus

direndahkan kembali menjadi normal yang mana diperintah memproduksi panas

diatas normal dan mengurangi pengeluaran panas tidak ada lagi. Petunjuk pemberian

antipiretik:

a. Bayi 6 – 12 bulan : ½ – 1 sendok teh sirup parasetamol

b. Anak 1 – 6 tahun : ¼ – ½ parasetamol 500 mg atau 1 – 1 ½ sendok teh sirup

parasetamol

c. Anak 6 – 12 tahun : ½ 1 tablet parasetamol 5oo mg atau 2 sendok teh sirup

parasetamol.

Tablet parasetamol dapat diberikan dengan digerus lalu dilarutkan dengan air

atau teh manis. Obat penurun panas ini diberikan 3 kali sehari. Gunakan sendok

takaran obat dengan ukuran 5 ml setiap sendoknya. Pemberian obat antipiretik

merupakan pilihan pertama dalam menurunkan demam dan sangat berguna

khususnya pada pasien berisiko, yaitu anak dengan kelainan kardiopulmonal kronis

kelainan metabolik, penyakit neurologis dan pada anak yang berisiko kejang demam.

Obat-obat anti inflamasi, analgetik dan antipiretik terdiri dari golongan yang

bermacam-macam dan sering berbeda dalam susunan kimianya tetapi mempunyai


kesamaan dalam efek pengobatannya. Tujuannya menurunkan set point hipotalamus

melalui pencegahan pembentukan prostaglandin dengan jalan menghambat enzim

cyclooxygenase. Asetaminofen merupakan derivat para -aminofenol yang bekerja

menekan pembentukan prostaglandin yang disintesis dalam susunan saraf pusat.

B. Konsep Asuhan Keperawatan Febris

Dalam asuhan keperawatan klien dengan Febris menggunakan pendekatan proses

keperawatan yang terdiri dari 5 tahap, yaitu:

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan dasar utama atau lanngkah awal dari proses keperawatan secara

keseluruhan. Tujuan pengkajian keperawatan adalah pengumpulan data mengelompokan

serta menganalisan dan merumuskan diagnose keperawatan. Pengkajian yang bisa dilakukan

pada pasien Febris sebagai berikut:

a. Identitas pasien dan penanggung jawab

1) Identitas pasien

Identitas pasien merupakan nama, umur, agama, suku bangsa, jenis kelamin,

alamat, nomor rekam medik, tangal masuk rumah sakit serta tanggal pengkajian.

2) Identitas penanggung jawab

Yaitu kedua orang tua atau keluarga lain yang dekat dengan klien meliputi nama,

umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, pekerjaan, alamat dan hubungan dengan

pasien.

b. Keluhan utama

Keluhan yang dirasakan pasien pada saat dikaji, keluhan yang biasanya terjadi pada

Febris adalah terjadi peningkatan suhu tubuh atau demam.


c. Riwayat kesehatan

1) Riwayat kesehatan sekarang

Merupakan pengembangan dari keluhan utama yang bisa ditemukan.

2) Riwayat kesehatan keluarga

Petugas kesehatan menanyakan tentang status kesehatan anggota keluarga

terdekat dengan mengkaji apakah ada anggota keluarga yang mengalami penyakit

yang sama atau penyakit meluar lainnya.

d. Genogram

Merupakan gamabaran struktur keluarga pasien dan gambaran pola asuh pasien.

e. Riwayat kehamilan dan persalinan

Merupakan informasi kesehatan danibu mulai prenatal, intranatal dan postnatal.

1) Antenatal

Apakah pada saat kehamilan ibu klien selalu melakuan pemeriksaan

kehamilannya.

2) Intranatal

Merupakan lamanya usia mengandung ibu klien.

3) Postnatal

Kondisi klien pada saat pertama kali dilahirkan

f. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan

1) Pertumbuhan

Meliputi perkembangan klien secara fisik seperti berat badan, tinggi badan,

lingkar kepala, lingkar lengan atas, pertumbuhan gigi dan aktivitas klien.

2) Perkembangan
Meliputi perkembangan motorik kasar, perkembangan motorik halus,

perkembangan personal sosial, perkembangan bahasa.

g. Riwayat imunisasi

Jenis imunisasi apa saja yang telah diberikan kepada klien.

h. Riwayat pemberian makan

Makanan dan asupan gizi yang diberikan kepada klien

i. Pola kebiasaan sehari-hari

1) Pola nutrisi

Yang perlu dikaji pada klien Febris adalah jenis, frekuensi serta keluahan .

2) Pola eliminasi

Yang perlu dikaji pada febris adalah BAB (frekuensi, jumlah, konsistensi, bau dan

warna), BAK (frekuensi, jumlah, bau dan warna).

3) Pola istirahat

Pada kasus febris biasanya pasien akan mengalami ketidaknyamanan pada waktu

istirahat.

4) Pola aktivitas

Pada kasus febris pasien akan terlihat lemas.

5) Personal hygiene

Saat dirawat apakah sudah terpenuhi personal hygine atau belum.

j. Pemeriksaan fisik

1. Keadaan umum

Pada febris keadaanya klien lemah dan tingkat kesadaran tinggi.


2. Tanda-tanda vital

a. Suhu tubuh (Normal : 36,5-37,5 oC)

b. Tekanan darah (Normal : 120/80 mmHg)

c. Nadi :Frekuensi = Normal: 60-100x/menit; Takikardia: >100;

Bradikardia: <60.Keteraturan= Normal : teratur.

d. Kekuatan= 0: Tidak ada denyutan; 1+:denyutan kurang teraba; 2+:

Denyutan mudah teraba, tak mudah lenyap; 3+: denyutan kuat dan mudah

teraba.

e. PernafasanFrekuensi: Normal= 15-20x /menit; >20: Takipnea; <15

bradipnea.Keteraturan= Normal : teratur. Kedalaman: dalam/dangkal.

Penggunaan otot bantu pernafasan: Normal : tidak ada

3. Pemeriksaan head to toe

a. Kepala

1. Inspeksi : ukuran lingkar kepala, bentuk, kesimetrisan, adanya lesi atau

tidak, kebersihan rambut dan kulit kepala, warna, rambut, jumlah dan

distribusi rambut.

2. Palpasi : adanya pembengkakan/penonjolan, dan tekstur rambut.

b. Mata

Dalam inspeksi mata, bagian-bagian mata yang perlu diamati adalah bola

mata, kelopak mata, konjungtiva, sklera, dan pupil. Pada palpasi mata dikerjakan

dengan tujuan untuk mengetahui tekanan bola mata dan mengetahui adanya nyeri

tekan. Untuk mengukur tekanan bola mata secara lebih teliti, diperlukan alat

tonometri yang memerlukan keahlian khusus.


c. Hidung

1. Inspeksi : hidung eksternal (bentuk, ukuran, warna, kesimetrisan), rongga,

hidung ( lesi, sekret, sumbatan, pendarahan), hidung internal (kemerahan,

lesi, tanda-tanda infeksi).

2. Palpasi dan Perkusi frontalis dan, maksilaris (bengkak, nyeri, dan septum

deviasi).

d. Mulut

1. Inspeksi dan palpasi struktur luar : warna mukosa mulut dan bibir, tekstur ,

lesi, dan stomatitis.

2. Inspeksi dan palpasi strukur dalam : gigi lengkap/penggunaan gigi palsu,

perdarahan/radang gusi, kesimetrisan, warna, posisi lidah, dan keadaan

langit-langit.

e. Telinga

1. Inspeksi : bentuk dan ukuran telinga, kesimetrisan, integritas, posisi

telinga, warna, liang telinga (cerumen/tanda-tanda infeksi), alat bantu

dengar.

2. Palpasi : nyeri tekan aurikuler, mastoid, dan tragus

f. Leher

1. Inspeksi leher: warna integritas, bentuk simetris.

g. Thorax

1. Inspeksi : kesimetrisan, bentuk/postur dada, gerakan nafas (frekuensi,

irama, kedalaman, dan upaya pernafasan/penggunaan otot-otot bantu

pernafasan), warna kulit, lesi, edema, pembengkakan/ penonjolan.


2. Palpasi: Simetris, pergerakan dada, massa dan lesi, nyeri, tractile fremitus

(perawat berdiri dibelakang pasien, instruksikan pasien untuk

mengucapkan angka “tujuh-tujuh” atau “enam-enam” sambil melakukan

perabaan dengan kedua telapak tangan pada punggung pasien).

h. Abdomen

1. Inspeksi : kuadran dan simetris, contour, warna kulit, lesi, scar, ostomy,

distensi, tonjolan, pelebaran vena, kelainan umbilicus, dan gerakan

dinding perut.

2. Palpasi : periksa adanya nyeri irregular, lokasi, dan nyeri.dengan cara

perawat menghangatkan tangan terlebih dahulu.

i. Genetalia

Kaji apakah ada lesi disekitarnya, kaji keluaran buanag air kecil dan buang air

besar serta kaji kebersihannya. Biasanya akan ditemukan penurunan produksi

urin akibat ketidak seimbangan cairan tubuh.

j. Ekstrimitas

Perhatikan adanya patah tulang atau adanya kelumpuhan syaraf atau keadaan

jari-jari tangan serta jumlahnya.

4. Data psikososial

Dikaji apakah keadaan psikososial orang tua terhadap kondisi anaknya sekarang.

5. Data penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain ultrasonografi,

endoskopi atau scanning.

6. Terapi
Dikaji obat apa yang diprogramkan sesuai dengan instruktur dari dokter dan

pemberian obat berdasarkan prinsip pemberian benar obat.

7. Analisa data

Menghubungakn data yang diperoleh dari teori dan prinsip asuah keperawatan

yang relevan dengan kondisi klien. Melalui pengasahan data, pengelompokan data

dengan membandingkan data, menentukan dan menafsirkan kesenjangan serta

membuat kesimpulan tentang masalah yang ada.

2. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia

(status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana perawat

secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk

menjaga status kesehatan pasien, menurunkan, membatasi, mencegah dan mengubah. North

American Nursing Diagnosis Association (NANDA) menyatakan bahwa diagnosis

keperawatan adsalah keputusan klinik mengenai respon individu (klien dan masyarakat)

tentang masalah kesehatan actual; atau potensial sebagai dasar seleksi intervensi keperawatan

untuk mencapai tujuan asuahn keperwatan sesuai dengan kewenangan perawat (Nursalam,

2013). Pada kasus Febris akan muncul diagnosa sebagai berikut :

1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi atau inflamasi.

2. Ketidakseimbangan nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake

yang tidak adekuat.

3. Resiko defisit volume cairan yang berhubungan dengan intake tidak adekuat dan

diaphoresis.
Tabel 2.2
Rencana Tindakan Keperawatan

No Diagnosa kep Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


1 Hipertermia Setelah dilakukan tindakan  Monitir suhu sesering
berhubungan keperawatan selama 3x24jam mungkin
dengan proses klien menunjukkan temperatur  Monitor IWL
infeksi, proses dalam batas normal dengan  Monitor warna dan suhu kulit
penyakit. kriteria hasil:  Monitor tekanan darah, nadi
Batasan Suhu Tubuh dalam batas normal dan RR
karakeristik : Bebas dari kedinginan  Monitor penurunan tingkat
Kenaikan suhu Suhu tubuh stabil 36,50-37,50c kesadaran
tubuh diatas Termoregulasi dbn  Monitor intake dan output
rentang normal Nadi dbn
 Kolaborasikan pemberian
Serangan atau <1 bln : 90-170 antipiretik
konvulsi (kejang) <1 thn : 80-160
 Kompres pasien pada lipat
Kulit kemerahan 2 thn : 80-120
paha dan aksila
Pertambahan RR 6 thn : 75-115
Takikardi 10 thn : 70-110
Saat disentuh 14 thn : 65-100
tangan terasa >14thn : 60-100
hangat · Respirasi dbn
BBL : 30-50 x/m
Anak-anak : 15-30 x/m
Dewasa : 12-20 x/m
2 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
nutrisi : Kurang keperawatan selama 3x 24 jam menentukan jumlah kalori dan
dari kebutuhan nutrisi kurang teratasi dengan nutrisi yang dibutuhkan pasien
tubuh berhubungan indikator:  Monitor adanya penurunan BB
dengan intake yang  Albumin serum dan gula darah
tidak adekuat  Pre albumin serum  Monitor turgor kulit
 Hematokrit  Monitor pucat, kemerahan, dan
 Hemoglobin kekeringan jaringan konjungtiva
 Jumlah limfosit  Kelola pemberan anti emetik:.....
3 Risiko volume Setelah dilakukan tindakan  Pertahankan catatan intake
cairan berhubungan keperawatan selama 2 x24jam dan output yang akurat
dengan volume cairan adekuat dengan  Monitor status dehidrasi
peningkatan kriteria hasil: (kelembaban membrane
permeabilitas  Mempertahankan urine output mukosa, nadi adekuat,
pembuluh darah, sesuai dengan usia dan BB, BJ tekanan darah ortostatik)
perdarahan. urine normal, HT normal  Monitor vital sign
 Tekanan darah, nadi, suhu  Anjurkan minum kurang lebih
tubuh dalam batas normal 7-8 gelas belimbing perhari
 Tidak ada tanda- tanda  Kolaborasi dokter jika tanda
dehidrasi, elastisitas turgor cairan berlebih muncul
kulit baik, membrane mukosa
lembab, tidak ada rasa haus
yang berlebihan

3. Perencanaan tindakan keperawatan

Perencanaan meliputi pengembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi

atau mengoreksi masalah-masalah yang telah diidentifikasi pada diagnosis keperwatan.

Tahap ini dimulai setelah menentukan diagnosis keperawatan dan menyimpulan rencana

dokumentasi. Secara sederhana rencana keperawatan dapat diartikan sebagai suatu dokumen

tulisan tangan dalam menyelesaikan masalah, tujuan dan intervensi keperawatan. Adapun

kriteria tersebut harus berpedoman pada SMART yaitu:

a. Berpokus pada klien, yaitu apa yang akan dilakukan, kapam dan sejauh mana tindakan

yang akan dilakukan

b. Singkat dan jelas, dapat memudahkan perawat untuk mengidentifikasi tujuan dan

rencana tindakan.

c. Dapat diobservasi dan diukur, menjelaskan perilaku klien atau keluarga yang

diharapakan jika tujuan telah tercapai.

d. Ada batas waktu pencapaian hasil harus dinyatakan dalam penulisan kriteria hasil.

4. Implementasi

Implementasi merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah direncanakan

mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi. Tindakan mandiri adalah tindakan keperawatan

berdasarkan analisis dan kesimpulan perawat serta bukan atas petunjuk tenaga kesehatan

yang lain. Sedangkan tindakan kolaborasi adalah tindakan keperawatan yang didasarkan oleh

hasil keputusan bersama dengan dokter atau petugas kesehatan lain. Tujuan dari
implementasi adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang

mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan

memfasilitasi koping (Nursalam, 2013).

5. Evaluasi

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang

menandakan seberapa jauh tingkat keberhasilan dari diagnose keperawatan, rencana

intervensi dan implementasinya. Tahap evaluasi memungkinkan perawat untuk memonitor

kesalahan yang terjadi selama tahap pengkajian, analisa, perencanaa impelementasi

intervensi.

Anda mungkin juga menyukai