Anda di halaman 1dari 8

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian

Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karakteristik

kejang berulang akibat lepasnya muatan listrik otak yang berlebihan dan

bersifat reversibel. Bangkitnya kejang ini disebabkan karena adanya focus

– focus iritatif pada neuron sehingga menimbulkan letupan muatan listrik

spontan yang berlebihan dari sebagian atau seluruh daerah yang ada

didalam otak (Tarwoto dkk 2007, h.59).

Epilepsi adalah gejala kompleks dari banyaknya gangguan fungsi

otak berat yang dikarakteristikkan oleh kejang berulang. Keadaan ini dapat

dihubungkan dengan kehilangan kesadaran, gerakan berlebihan atau

hilangnya tonus otot atau gerakan dan gangguan prilaku, alam perasaan,

sensasi dan persepsi (Brunner dan Suddarth 2002 dalam Wijaya dan Putri

2013, h.50).

Epilepsi adalah penyakit yang dihasilkan akibat gangguan sinyal

listrik didalam otak, yang menyebabkan berbagai macam gejala dan

gangguan. Gejala dan gangguan epilepsy bervariasi mulai hanya menatap

kosong selama beberapa detik selama kejang, sementara yang lain hingga

kejang penuh (Hernata 2013, h.137).

3
4

Kesimpulannya Epilepsi adalah penyakit yang muncul disebabkan

oleh kerusakan hantaran listrik pada otak yang menyebabkan berbagai

macam gejala dan gangguan, terutama yaitu kejang dan kehilangan

kesadaran.

B. Etiologi

Terdapat beberapa factor yang dapat menyebabkan Epilepsi, yaitu

1. Faktor Fisiologis

2. Faktor Biokimiawi

3. Faktor Anatomis

4. Gabungan factor-faktor diatas

5. Penyakit yang pernah diderita (Trauma lahir, trauma kapitis, radang

otak, tumor otak, gangguan peredaran darah, hipoksia, anomaly

congenital otak dll.) (Batticaca 2008, h.119)

C. Patofisiologi

Adanya predisposisi yang memungkinkan gangguan pada system

listrik dari sel-sel syaraf pusat pada satu bagian otak akan menjadikan sel-

sel tersebut memberikan muatan listrik abnormal, berlebihan, secara

berulang dan tidak terkontrol (Disritmia). Aktifitas serangan epilepsy

dapat terjadi sesudah suatu gangguan pada otak dan sebagian serebri

kemungkinan bersifat epileptogenik, sedangkan Lesi pada serebelu dan

batang otak biasanya tidak menimbulkan serangan epilepsi.


5

Pada tingkatan membrane sel, Neural epileptic ditandai oleh

phenomena blokimia tertentu. Beberapa diantaranya adalah ketidakstabilan

membrane sel syaraf sehingga sel tertentu lebih mudah diaktifkan.

Neuronnhipersensitif dengan ambang yang menurun, sehingga mudah

terangsang dan terangsang secara berlebihan. Situasi ini akan

menyebabkan kondisi yang tidak terkontrol, pelepasaran abnormal terjadi

dengan cepat, koma dan seseorang dikatakan menuju epilepsi. Gerakan-

gerakan fisik yang tidak teratur disebut kejang. Akibat adanya Disritmia

muatan listrik pada bagian otak tertentu ini memberikan manifestasi pada

serangan awal kejang sederhana sampai gerakan konfulsif memanjang

dengan penurunan kesadaran (Muttaqin 2008 dalam Wijaya dan Putri

2013, hh 54-55).

D. Manifestasi Klinik

1. Serangan secara tiba-tiba.

2. Klien jatuh sambil berteriak.

3. Pernafasan berhenti sejenak dan seluruh tubuh menjadi kaku ± 1-2

menit.

4. Kesadaran hilang saat klien terjatuh sampai ½ jam.

5. Kencing keluar spontan.

6. Air liur berbusa.


6

7. Gerakan otomatis tanpa tujuan seperti : bertepuk tangan,

mengecapngecap bibir dan kadang-kadang kembali mengingat masa

lalunya.

8. Halusinasi penglihatan dan pendengaran.

9. Tidak mau bergaul.

10. Mudah terangsang oleh music dan cahaya.

(Widya dan Putri 2013, h.53)

E. Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik

1. Pemeriksaan Labrotatorium
a. Pemeriksaan Darah Tepi secara rutin.
b. Pemeriksaan lain sesuai indikasi semisal kadar gula dalam darah,
elektrolit.
c. Pemeriksaan CSS (bila perlu) untuk mengetahui tekanan, warna,
kejernihan, berdarah, xantokrom, jumlah sel, kadar protein gula,
NaCl.
d. Pemeriksaan lain atas indikasi.
2. EEG (Electroencephalogram)
EEG adalah pemeriksaan gelombang otak untuk meneliti ketidak
normalan gelombang.Pemeriksaan EEG berguna untuk membantu
menegakkan diagnose epilepsi. EEG yang sering dijumpai pada
penderita epilepsy berbentuk epileptiform.
3. Pemeriksaan Psikologis dan Psikiatri
a. Pada umumnya penderita Epilepsi menderita retardasi mental atau
tingkat kecerdasan rendah, gangguan tingkah laku, gangguan
emosi, hiperaktif.
b. Penderita epilepsy perlu mendapat perhatian dan melibatkan orang
tua dalam perawatannya serta melibatkan psikiater dan psikolog.
7

4. Pemeriksaan Radiologis
Hasil foto tengkorak memperlihatkan :
a. Tulang tengkorak simetri.
b. Destruksi tulang.
c. Klasifikasi intrakranium yang abnormal (disebabkan oleh tumor,
hematoma menahun, toksoplasmosis, anomaly vascular dll), tanda
peninggian intracranial : pelebaran sutura, erosi, sela tursika
(Batticaca 2008, hh 119-120).

F. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan epilepsy meliputi upaya pencegahan dan pengobatan,
1. Pengobatan kuratif (kausal)
Selidiki adanya penyakit yang masih aktif (tumor otak, hematoma
subdural kronis) pada lesi atau progresif yang belum ada obatnya, atau
lesi yang sudah inaktif (sequel karena trauma lahir, meningoenfalitis).
2. Pengobatan prefentif (rumat)
Klien dengan epilepsy cenderung mengalami kejang secara spontan,
tanpa factor provokasi yang kuat atau nyata, pengobatan kejang pada
epilepsy perlu dilakukan untuk mencegah kejang dapat dengan obat-
obatan (Batticaca 2008, hh 120-121).

G. Asuhan Keperawatan
1. Fokus Pengkajian
a. Riwayat kesehatan
1) Riwayat keluarga dengan kejang
2) Riwayat kejang demam
3) Tumor cranial, infeksi cerebral
4) Trauma kepala terbuka, stroke
b. Riwayat Kejang
1) Beberapa sering terjadi kejang
2) Gambaran kejang seperti apa
8

3) Berapa lama kejang berlangsung


4) Apakah sebelum kejang ada tanda-tanda awal
5) Apa yang dilakukan pasien setelah kejang
c. Riwayat penggunaan obat
1) Nama obat yang dipakai
2) Dosis Obat
3) Beberapa kali penggunaan obat
4) Kapan putus obat
d. Pemeriksaan fisik
1) Tingkat kesadaran
2) Adakah gerakan-gerakan automatisme, mengedip=edipkan
mata
3) Perubahan pupil
4) Tingkah laku setelah kejang
5) Apnea
6) Sianosis
7) Saliva yang banyak
8) Kondisi lidah
e. Psikososial
2. Diagnosa & Intervensi
a. Resiko aspirasi berhubungan dengan tingkat kesadaran sekunder
terhadap kejang.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x24 jam, klien
diharapkan tidak mengalami aspirasi.
Dengan Kriteria :
1) Tidak terjadi Aspirasi
2) Kebersihan mulut klien terjaga.
3) Tidak ada tanda-tanda terjadinya aspirasi.
9

Intervensi :
Aspiration Precaution (3200)
1) Kaji tingkat kemampuan terhadap reflek batuk, menelan.
2) Kaji status pernafasan, pertahankan jalan nafas.
3) Beri posisi 90˚ atau sesuai keadaan.
Positioning (0840)
1) Tempatkan klien pada posisi terapeutik : pertahankan pada
posisi miring jika tidak merupakan kontra indikasi cedera.
2) Pertahankan posisi miring.
b. Resiko trauma pada saat serangan serangan dengan penurunan
tingkat kesadaran dan kejang tonik-klonik.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x24 jam, klien
diharapkan tidak terjadi trauma.
Dengan Kriteria :
1) Klien terhindar dari cedera fisik
2) Tidak terjadi fraktur.
3) Klien mampu menjelaskan resiko jika terjadi serangan dan cara
mengantisipasinya.
Intervensi :
Environmented Management Safety (6486)
1) Kaji sejauh mana kebutuhan keamanan klien.
2) Identifikasi bahaya keamanan dilingkungan klien
3) Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan resiko trauma
(pasang pagar pengaman, jauhkan dari benda tajam).
Teaching : disease process (5602)
1) Jelaskan pada klien efek dari serangan epilepsy yang tidak
memungkinkan klien cedera.
2) Berikan materi pendidikan kesehatan yang berhubungan
dengan strategi pencegahan trauma.
10

c. Koping defensive berhubungan dengan krisis situasional


Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x24 jam,
koping klien menjadi adekuat
Dengan Kriteria :
1) Klien terlihat lebih tenang
2) Klien mengakui realita situasi kesehatannya
3) Klien mampu mengungkapkan penerimaan diri terhadap
keterbatasan dll.
Intervensi :
Self awareness enhancement (5390)
1) Dorong klien untuk mengakui dan mendiskusikan pikiran dan
perasaannya.
2) Anjurkan klien untuk mengidentifikasi perasaan tentang dirinya
3) Anjurkan pada klien untuk mengungkapkan cara verbal
penolakannya terhadap realitas.
4) Bantu klien untuk mengidentifikasi / mengeksplorasi dan
memahami pikiran, perasaan, motivasi, serta perilakunya.
Coping Enhancement (5230)
1) Bantu klien untuk meningkatkan penilaian personal terhadap
dirinya.
2) Dorong klien untuk mengidentifikasi persepsi stressor,
perubahan atau ancaraman yang dapat mengganggu pemenuhan
tuntutan dan peran hidup

Anda mungkin juga menyukai