KEWARGANEGARAAN
HAK ASASI MANUSIA (HAM) DAN RULE OF LAW
Di Susun Oleh :
Kelompok II
Khairussyifa Pakuna 20101104002
Rizkivani Marsaoly 20101104006
FISIKA
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,
yang dimaksud dengan hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan
keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya
yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh Negara, hukum, Pemerintah, dan
setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
HAM di Indonesia didasarkan pada Konstitusi NKRI, yaitu: Pembukaan UUD 1945 (alinea I),
Pancasila sila ke-4, Batang Tubuh UUD 1945 (pasal 27, 29 dan 30), UU no. 39/1999 tentang
HAM dan UU No. 26/2000 tentang Pengadilan HAM. HAM di Indonesia menjamin hak untuk
hidup, hak berkeluarga dan melanjutka keturunan, hak mengembangkan diri, hak memperoleh
keadilan, hak atas kebebasan, hak atas rasa aman, hak atas kesejahteraan, hak turut serta dalam
pemerintahan, hak wanita, dan hak anak.
Program penegakan hukum dan HAM (PP No. 7 tahun 2005) meliputi pemberantasan korupsi,
antiterorisme dan pembasmian penyalahgunaan narkotika dan obat berbahaya. Oleh sebab itu,
penegakan hukum dan HAM harus dilakukan secara tegas, tidak diskriminatif, dan konsisten.
Kegiatan-kegiatan pokok meliputi:
a) Penguatan upaya-upaya pemberantasan korupsi melalui pelaksanaan Rencana Aksi Nasional
Pemberantasan Korupsi 2004-2009.
b) Pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) dari 2004-2009
sebagai gerakan nasional.
c) Peningkatan penegakan hukum terhadap pemberantasan tindak pidana terorisme dan
penyalahgunaan narkotika serta obat berbahaya lainnya.
d) Peningkatan efektivitas dan penguatan lembaga/institusi hukum maupun lembaga yang
fungsi dan tugasnya mencegah dan memberantas korupsi.
e) Peningkatan efektivitas dan penguatan lembaga/institusi hukum maupun lembaga yang
fungsi dan tugasnya menegakkan hak asasi manusia.
f) Peningkatan upaya penghormatan persamaan terhadap setiap warganegara di depan hukum
melalui keteladanan kepala negara dan pimpinan lainnya untuk mematuhi dan mentaati
hukum dan hak asasi manusia secara konsisten dan konsekuen.
g) Penyelenggaraan audit reguler atas seluruh kekayaan pejabat pemerintah dan pejabat Negara.
h) Peninjauan serta penyempurnaan berbagai konsep dasar dalam rangka mewujudkan proses
hukum yang lebih sederhana, cepat, tepat dan dengan biaya yang terjangkau oleh semua
lapisan masyarakat
i) Peningkatan berbagai kegiatan operasional penegakan hukum dan hak asasi manusia dalam
rangka menyelenggarakan ketertiban sosial agar dinamika masyarakat dapat berjalan
sewajarnya.
j) Pembenahan sistem manajemen penanganan perkara yang menjaman akses publik,
pengembangan sistem pengawasan yang transparan dan akuntabel.
k) Pengembangan sistem manajemen kelembagaan hukum yang transparan.
l) Penyelamatan barang bukti akuntabilitas kinerja yang berupa dokumen/arsip lembaga Negara
dan badan pemerintahan untuk mendukung penegakan hukum dan HAM.
m) Peningkatan koordinasi dan kerjasama yang menjamin efektivitas penegakan hukum dan
HAM.
n) Pembaharuan materi hukum yang terkait dengan pemberantasan korupsi.
o) Peningkatan pengawasan terhadap lalu lintas orang yang melakukan perjalanan baik keluar
maupun masuk ke wilayah indonesia.
p) Peningkatan fungsi intelijen agar aktivitas terorisme dapat dicegah pada tahap yang sangat
dini, serta meningkatkan berbagai operasi keamanan dan ketertiban; serta
q) Peningkatan penanganan dan tindakan hukum terhadap penyalahgunaan narkotika dan obat
berbahaya melalui identifikasi dan memutus jaringan peredarannya, meningkatkan
penyidikan, penuntutan serta menghukum para pengedarnya secara maksimal.
B. Rule of Law
Rule of law adalah istilah yang sering digunakan di kalangan masyarakat kita. Istilah ini cukup
populer dan bahkan tidak jarang digunakan untuk menyatakan sesuatu yang berhubungan dengan
penegakan hukum, supremasi hukum atau perlindungan HAM. Karena itu, istilah Rule of law
tidak hanya dikenal di kalangan hukum saja, tetapi juga di dalam masyarakat luas.
Menurut Friedman sebagaimana dikutip oleh Sunaryati Hartono, 1982:12), kata Rule of law
dapat dipakai dalam dua arti; arti formal (formal sense) dan arti hakiki (ideological sense).
Dalam arti formal, Rule of law berarti organised public power atau kekuasaan umum yang
terorganisir, di mana setiap organisasi hukum (termasuk organisasi yang disebut negara),
mempunyai Rule of law. Dengan demikian kita dapat berbicara tentang Rule of law di negara
mana saja, baik di negara liberalis, sosialis/komunis ataupun negara Pancasila.
Dalam penegakan Rule of law, maka yang biasa dipakai adalah Rule of law dalam arti hakiki
(materiil). Rule of law dalam arti hakiki menyangkut ukuran tentang hukum yang baik dan
hukum yang buruk. Tetapi, karena di sini kita berbicara masalah keadilan, maka tidak mungkin
mencapai suatu perumusan tentang Rule of law yang berlaku universal, karena keadilanpun
merupakan suatu pengertian yang relatif. Sesuatu yang dirasakan adil oleh sesuatu masyarakat
atau bangsa, belum tentu dirasakan adil oleh masyarakat atau bangsa lainnya. Itu sebabnya lebih
baik kita menjauhkan diri dari perdebatan makna adil secara generalis. Bahkan makna adil secara
netral pun tidak mungkin diajukan secara memuaskan bagi seluruh kelompok masyarakat.
Tidak hanya tempat atau masyarakat yang membuat suatu istilah mempunyai arti yang berbeda,
tetapi juga waktu. Menurut Friedman, pengertian Rule of law dimasa rasionalisme abad 18
berbeda dengan abad 19, dan berbeda pula dengan pengertian Rule of law pada masa sekarang
ini. "... A meaningful definition of the rule law must be based on the realities of contemporary
society ..(dalam Hartono, 1982:13).
Tetapi, menurut Sunarjati Hartono sendiri, inti dari Rule of law (the basic value) masih tetap
sama, yaitu bahwa Rule of law harus menjamin apa yang oleh masyarakat yang bersangkutan
dipandang sebagai keadilan, khususnya keadilan sosial (Hartono, 1982:14). Keadilan sosial
meliputi berbagai bidang, antara lain sosial, ekonomi, politik dan budaya. Menurut Ismail Suny,
istilah Rule of law sebagai yang didefinisikan dan ditafsirkan oleh International Commission of
Jurist, mencoba untuk menekankan bahwa kepastian hukum saja tidak cukup dan konsepsi yang
lebih luas mengenai keadilan yang berbeda dari ketentuan-ketentuan hukum positip adalah
terkandung dalam istilah Rule of law, bahkan sesungguhnya menentukan aspek yang lebih vital.
Konsepsi Rule of law yang dikenal dan dianut di negara-negara Anglo Saxon, mirip dengan
konsepsi negara di Eropa Kontinental. Dicey mengkrista lisasikan konsepsi Rule of law menjadi
tiga unsur, yaitu:
1. Supremacy of law
2. Equality before the law
3. The contitution based on individual right
Adanya perlindungan hak-hak individual yang tegas di dalam konsepsi Rule of law telah
membuat beberapa pakar hukum Indonesia yang merasa keberatan terhadap konsepsi Rule of
law. Dalam hal ini tidak hanya beberapa orang pakar hukum Indonesia merasa kurang sesuai
dengan konsepsi Rule of law, tetapi ada juga pakar hukum dari negara-negara berkembang
lainnya.
C. The Rule of Law dan HAM dalam Hukum
Apabila berbicara tentang Rule of law di dalam hukum Indonesia, maka perlu dilihat tujuan yang
terkandung di dalam kaidah Hukum Indonesia. Karena dengan adanya kaidah hukum yang
mempunyai tujuan yang jelas akan dapat membawa kepada kepastian hukum dan apa yang
merupakan hukum dapat diketahui dengan jelas. Tujuan hukum yang utama adalah untuk
mengatur hubungan sesama manusia di dalam pergaulan hidup, yang akhirnya mencapai
ketertiban dan kedamaian di dalam pergaulan hidup masyarakat.
Masyarakat harus mengetahui tentang adanya kepastian hukum dan apa yang merupakan
kewajiban serta hak-haknya. Begitu pula masyarakat harus mengetahui apa yang boleh dilakukan
dan tidak boleh dilakukan. Dengan demikian masyarakat akan dapat mempertahankan haknya
apabila ada ancaman terhadap hak tersebut.
Untuk melindungi HAM, maka diperlukan badan peradilan yang bertugas melaksanakan
kekuasaan negara di bidang kehakiman. Badan peradilan inilah yang melaksanakan dan
mempertahankan kaidah hukum di dalam praktek. Peranan dan perilaku aparat pelaksana dari
badan peradilan akan sangat menentukan apakah suatu kaidah hukum akan memberikan keadilan
atau tidak.
Jika ada yang berpendapat bahwa UUD 1945 tidak ataupun kurang menjamin HAM, ini adalah
pendapat yang keliru Karena, apabila diteliti dalam Pembukaan maupun dalam Batang Tubuh
UUD 1945 cukup banyak memperhatikan dan menjamin. HAM Dalam alinea pertama dari
Pembukaan disebutkan “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu hak segala bangsa dan oleh
sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan
perikemanusiaan dan keadilan”.
Hal ini merupakan tanda adanya pengakuan terhadap kemerdekaan, perikemanusiaan dan
perikeadilan bagi suatu bangsa dan tidak ada ekploitasi antar sesama manusia.
Dalam alinea kedua kembali diulang pengakuan terhadap kemerdekaan dan keadilan. Pada alinea
ketiga diakui adanya kehidupan kebangsaan yang bebas. Pada alinea keempat dikemukan
pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi dalam bidang sosial, politik, ekonomi dan
pendidikan.
Apabila kita perhatikan keempat pokok-pokok pikiran yang terdapat dalam Pembukaan tersebut.
Pada pokok pikiran yang pertama, suatu Negara persatuan yang melindungi segenap bangsa dan
seluruh tumpah darah Indonesia berdasar atas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia". Pokok pikiran kedua “Negara hendak mewujudkan keadilan
sosial". Pokok pikiran ketiga "Negara berkedaulatan rakyat"; ini adalah salah satu ciri diakuinya
hak asasi karena yang memegang, memiliki kekuasaan tertinggi adalah rakyat. Pokok pikiran
keempat, Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yanng
adil dan beradab". Ini membuktikan diakuinya agama dan moral yang tinggi di mana harkat dan
martabat manusia mendapat tempat yanng layak, “duduk sama rendah, berdiri sama tinggi.“
Selain itu pasal-pasal yang terdapat dalam Batang Tubuh UUD 1945 juga merupakan jaminan
terhadap hak-hak asasi, yang meliputi :
1. Persamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung tinggi hukum
dan pemerintahan itu tanpa kecuali (Pasal 27 ayat (1)).
2. Hak untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupana yang layak bagi kemanusiaan (Pasal 27
ayat (2)).
3. Kebebasan untuk berkumpul berserikat dan mengeluarkan pendapat (Pasal 28)
4. Kebebasan untuk memeluk agamanya masing masing dan beribadat sesuai dengan
agamanya (Pasal 29 ayat (2)).
5. Hak untuk bela negara, termasuk kewajibannya (Pasal 30)
6. Hak untuk memperoleh pengajaran ( Pasal 31 ayat (1)).
7. Hak kesejehateraan sosial bagi fakir miskin dan anak terlantar (Pasal 34).
8. Hak untuk berusaha dalam perekonomian (Pasal 33).
Demikianlah jaminan terhadap hak-hak asasi yang ditentukan dalam UUD 1945.
D. Perspektif Masa Depan Rule of Law
Konsepsi Negara Hukum Indonesia mempunyai watak dan kepribadian yang khas Indonesia. Ini
adalah komitmen bangsa Indonesia, karena dengan jelas dan tegas di dalam Penjelasan UUD
1945 digunakan kata-kata yang tidak bisa ditafsirkan dengan pengertian yang lain daripada
Negara Hukum. Namun demikian selalu dimungkinkan adanya pengembangan dengan
memberikan variasi sejauh tidak memberikan pengertian yang keliru daripada apa yang
neharusnya ditafsirkan.
Sebagaimana sifat UUD 1945 luwes (fleksibel), tidak kaku (rigid) dan tidak sakral untuk
dirubah, maka unsur-unsur baru selalu relevan untuk memberikan variani atau memperkaya
konsepal Negara Hukum Indonesia, tanpa harus bersikap apriori terhadap unsur-unsur itu.
Apalagi jika kita hubungkan dengan masalah penegakan Rule of law dan HAM di Indonesia,
maka kita tidak perlu langsung menolak konsepsi tersebut. Karena Rule of law dan HAM itu
sendiri bersifat dinamis serta lebih bersifat universal dalam hal-hal tertentu.
Untuk mengembangkan konsepsi Rule of law telah diadakan berbagal konperenal Internasional
yang dihadiri oleh ahli-ahli hukum. Dalam kenpentual tersebut konsepsi Rule of law didiskusikan
dan dibahas. Dikusi konperensi betujuan untuk mencari unsur-unsur yang sama yang dapat
diterapkan pada berbagai sistem hukum, baik menyangkut mastah politik, ekonomial maupun
kebudayaan.
Konperensi Internasional Commission of Jurist yang berlangsung di Bangkok pada tahun 1965,
juga menetapkan syarat-syarat dasar dari “representative goverment under the Rule of law”,
sebagai berikut:
1. Proteksi konstitusionil;
2. Pengadilan-pengadilan yang bebas dan tidak memihak;
3. Pemilihan-pemilihan yang bebas;
4. Kebebasan menyatakan pendapat;
5. Kebebasan berserikat;
6. Pendidikan civil.
Proteksi konstitusional yang merupakan salah satu syarat dasar dari representative goverment
under the Rule of law tersebut adalah juga salah satu dari inti sari konstitusi modern. Menurut
Soewandi (1957:25), dalam konstitusi modern hak-hak dasar menjadi bagian dari hukum
subjektif yang merupakan batas-batas yang harus dihormati oleh kekuasaan negara (baik
eksekutif, legislatif maupun judiciary). Sedangkan mengenai adanya peradilan yang bebas dan
tidak memihak adalah salah satu tema perjuangan hak-hak asasi menusia di seluruh dunia. Di
Indonesia peradilan yang bebas masih dalam taraf perjuangan yang berat, karena selama
ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan (2) UUD 1945 yang memberikan kekuasaan kepada Presiden
(eksekutif) untuk membuat undang-undang bersama DPR, maka di sini sudah terbuka peluang
yang besar untuk meletakkan dasar konstitusional bagi campur tangan pemerintah terhadap
unsur-unsur peradilan, meskipun sebatas urusan organisasi, administrasi, dan finansial.
Ketimpangan-ketimpangan dalam penegakan hukum atau penegakan Rule of law dan HAM di
Indonesia mencakup bidang yang luas, yaitu mencakup bidang hukum, politik, ekonomi, sosial,
kebudayaan, pers dan lain-lain. Berdasarkan kenyataan ini maka pantaslah kita bangsa Indonesia
merenungkan kembali hakikat dari tujuan pembentukan Negara Republik yang terkandung di
dalam Pembukaan UUD 1945, yang tidak lain daripada mencapai keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia. Dalam proses pencapaian keadilan sosial ini, peranan hukum dan seluruh
perangkatnya adalah mutlak, sebagai conditio sine qua non. Tidak heran jika dalam aksi
mahasiswa sekarang ini dan juga suara dari kaum intelektual kampus, menginginkan adanya
reformasi hukum, di samping reformasi politik ekonomi dan lain-lain. Oleh karena itu pula
penegakan Rule of law dan HAM tidak dapat ditawar-tawar lagi, apalagi sekarang dalam
pembangunan jangka panjang tahap kedua. Dalam pembangunan hukum yang berkepribadian
Indonesia tidak ada salahnya kita juga belajar pada bangsa-bangsa lain, di mana Rule of Law dan
HAM di implementasikan tidak terbatas kata-kata, melainkan juga di dalam kenyataan hidup
bangsanya sehari-hari.