Anda di halaman 1dari 4

MINGGU, 09 SEPTEMBER 2012

KONSEP PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL http://dirman-


djahura.blogspot.co.id/2012/09/pembelajaran-kontekstual.html
A.  Pengertian Pembelajaran Kontekstual
Proses pembelajaran kontekstual beraksentuasi pada pemrosesan informasi,
idnividualisasi, dan interkasi sosial. Pemrosesan informasi menyatakan bahwa siswa mengolah
informasi, memonitornya, dan menyusun strategi berkaitan dengan informasi tersebut. Inti
pemrosesan informasi adalah proses memori dan berpikir.
Menurut Susdiyanto, Saat, dan Ahmad (2009: 27), pembelajaran kontekstual adalah
proses pembelajaran yang bertolak dari proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada, dalam
arti bahwa apa yang akan dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari,
sehingga pengetahuan yang akan diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki
keterkaitan satu sama lain.
Pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang berorientasi pada penciptaan
semirip mungkin dengan situasi “dunia nyata”. Melalui pembelajaran kontekstual dapat
membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi nyata, sehingga dapat
membantu siswa untuk memahami materi pelajaran. Sehubungan dengan itu, Suprijono (2011:
79) menjelaskan bahwa pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and
Learning  (CTL) merupakan konsep yang membantu guru mengaitkan antara materi yang
diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota
keluarga dan masyarakat. Penjelasan ini dapat dimengerti bahwa pembelajaran kontekstual
adalah strategi yang digunakan guru untuk menyampaikan materi pelajaran melalui proses
memberikan bantuan kepada siswa dalam memahami makna bahan pelajaran yang mereka
pelajari dengan cara menghubungkannya dengan konteks kehidupan mereka sendiri dalam
lingkungan sosial dan budaya masyarakat.
Senada dengan itu, Sumiati dan Asra (2009: 14) mengemukakan pembelajaran
kontekstual merupakan upaya guru untuk membantu siswa memahami relevansi materi
pembelajaran yang dipelajarinya, yakni dengan melakukan suatu pendekatan yang memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mengaplikasikan apa yang dipelajarinya di kelas. Selanjutnya,
pembelajaran kontekstual terfokus pada perkembangan ilmu, pemahaman, keterampilan siswa,
dan juga pemahaman kontekstual siswa tentang hubungan mata pelajaran yang dipelajarinya
dengan dunia nyata. Pembelajaran akan bermakna jika guru lebih menekankan agar siswa
mengerti relevansi apa yang mereka pelajari di sekolah dengan situasi kehidupan nyata di mana
isi pelajaran akan digunakan.
Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat dipahami bahwa pembelajaran kontekstual
mengutamakan pada pengetahuan dan pengalaman atau dunia nyata, berpikir tingkat tinggi,
berpusat pada siswa, siswa aktif, kritis, kreatif, memecahkan masalah, siswa belajar
menyenangkan, mengasyikkan, tidak membosankan, dan menggunakan berbagai sumber belajar.

B.  Prinsip Pembelajaran Kontekstual


Pembelajaran kontekstual memiliki beberapa prinsip dasar. Adapun prinsip-prinsip dalam
pembelajaran kontekstual menurut Suprijono (2011: 80-81) adalah sebagai berikut. Pertama;
saling ketergantungan, artinya prinsip ketergantungan merumuskan bahwa kehidupan ini
merupakan suatu sistem. Lingkungan belajar merupakan sistem yang mengitegrasikan berbagai
komponen pembelajaran dan komponen tersebut saling mempengaruhi secara fungsional.Kedua;
diferensiasi, yakni merujuk pada entitas-entitas yang beraneka ragam dari realitas kehidupan di
sekitar siswa. Keanekaragaman mendorong berpikir kritis siswa untuk menemukan hubungan di
antara entitas-entitas yang beraneka ragam itu. Siswa dapat memahami makna bahwa perbedaan
itu rahmat. Ketiga; pengaturan diri, artinya prinsip ini mendorong pentingnya siswa
mengeluarkan seluruh potensi yang dimilikinya. Ketika siswa menghubungkan materi akademik
dengan konteks keadaan pribadi mereka, siswa terlibat dalam kegiatan yang mengandung prinsip
pengaturan diri.
Selanjutnya, Sumiati dan Asra (2009: 18) menjelaskan secara rinci prinsip pembelajaran
kontekstual sebagai berikut: (1) menekankan pada pemecaham masalah; (2) mengenal kegiatan
mengajar terjadi pada berbagai konteks seperti rumah, masyarakat, dan tempat kerja; (3)
mengajar siswa untuk memantau dan mengarahkan belajarnya sehingga menjadi pembelajar
yang aktif dan terkendali; (4) menekankan pembelajaran dalam konteks kehidupan siswa; (5)
mendorong siswa belajar satu dengan lainnya dan belajar bersama-sama; dan (6) menggunakan
penilaian otentik.
Lain halnya dengan Nurhadi, ia mengemukakan prinsip-prinsip pembelajara kontekstual
yang perlu diperhatikan guru, yakni: (1) merencanakan pembelajaran sesuai dengan kewajaran
mental sosial, (2) membentuk kelompok yang saling bergantung, (3) menyediakan lingkungan
yang mendukung pembelajaran yang mandiri, (4) mempertimbangkan keragaman siswa, (5)
mempertimbangkan multi intelegensi siswa, (6) menggunakan teknik-teknik bertanya untuk
meningkatkan pembelajaran siswa, perkembangan masalah, dan ketrampilan berpikir tingkat
tinggi, (7) menerapkan penilaian autentik (dalam http://www.sekolahdasaar.net/2011/12/prinsip-
pembelajaran-kontekstual.html).
 Merujuk pada prinsip-prinsip di atas, maka pembelajaran kontekstual berorientasi pada
upaya membantu siswa untuk menguasai tiga hal, yakni: (1) pengetahuan, yaitu apa yang ada di
pikirannya membentuk konsep, definisi, teori, dan fakta; (2) kompetensi atau keterampilan, yaitu
kemampuan yang dimiliki untuk bertindak atau sesuatu yang dapat dilakukan; dan (3)
pemahaman kontekstual, yaitu mengetahui waktu dan cara bagaiman menggunakan pengetahuan
dan keahlian dalam situasi kehidupan nyata.

C.  Komponen Pembelajaran Kontekstual


Dalam pembelajaran kontekstual, ada beberapa komponen utama pembelajaran efektif.
Komponen-komponen itu merupakan sesuatu yang tak terpisahkan dalam pembelajaran
kontekstul. Komponen-komponen dimaksud adalah konstruktivisme (constructivism), bertanya
(questioning), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning community), permodelan
(modeling), refleksi (reflection), dan penilaian sebenarnya (authentic assessment). (Nurhadi
dalam Sagala, 2009: 88-91; Suprijono, 2011: 85).
1)      Konstruktivisme; yakni mengembangkan pemikiran siswa akan belajar lebih bermakna dengan
cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan atau
keterampilan barunya. Sumiati dan Asra (2009: 15) mengemukakan lima elemen belajar
konstruktivisme, yaitu: (a) pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activiating knowledge), (b)
perolehan pengetahuan baru (acquiring knowledge), (c) pemahaman pengetahuan
(understanding knowledge), (d) mempraktekkan pengetahuan (applyng knowledge), dan (e)
melakukan refleksi terhadap strategi pengembangan pengetahuan tersebut (reflecting
knowledge).
2)      Bertanya; yakni mengembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya. Melalui proses
bertanya, siswa akan mampu menjadi pemikir yang handal dan mandiri. Dalam sebuah
pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna untuk: (a) menggali informasi, baik
administrasi maupun akademik; (b) mengecek pemahaman siswa; (c) membangkitkan respon
pada siswa; (d) mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa; (e) mengetahui hal-hala yang
sudah diketahui siswa; (f) memfokuskan pengetahuan siswa pada sesuatu yang dikehendaki
guru; (g) membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa; dan (h) menyegarkan kembali
pengetahuan siswa. (Sagala, 2009: 88).
3)      Menemukan; merupakan bagian inti dari pembelajaran kontekstual. Pengetahuan dan
keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hanya hasil megingat seperangkat fakta-
fakta, tetapi juga hasil dari menemukan sendiri.
4)      Masyarakat belajar; yaitu menciptakan masyarakat belajar (belajar daam kelompok). Hasil
belajar diperoleh dari sharing antarteman, antarkelompok, dan antara yang tahu ke yang belum
tahu.
5)      Permodelan; menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran. Dengan adanya model, siswa
akan lebih mudah meniru apa yang dimodelkan. Pemodel tidak hanya orang lain, guru atau siswa
yang lebih mahir dapat bertindak sebagai model.
6)      Refleksi; dilakukan pada akhir pembelajaran. Refleksi merupakan upaya untuk melihat kembali,
mengorganisir kembali, menganalisis kembali, mengklarifikasi kembali, dan mengevaluasi
kembali hal-hal yang telah dipelajari.
7)      Penilaian sebenarnya; yaitu upaya pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran
perkembangan belajar siswa. Data dikumpulkan dari kegiatan nyata yang dikerjakan siswa pada
saat melakukan pembelajaran. Hal-hal yang bisa digunakan sebagai dasar menilai prestasi siswa
adalah proyek/kegiatan dan laporannya, PR, kuis, karya siswa, presentasi atau penampilan siswa,
demonstrasi, laporan, jurnal, hasil tes tulis, dan karya tulis (Riyanto, 2010: 176).

D.  Penerapan Pembelajaran Kontekstual


Sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan pembelajaran kontekstual jika
menerapkan komponen utama pembelajaran efektif seperti yang diuraikan di muka. Oleh karena
itu, seorang guru perlu mengetahui dan memahami penerapan pembelajara kontekstual itu
sendiri. Sagala (2009: 92) dan Riyanto (2010: 168-169) menguraikan langkah-langkah penerapan
pembelajaran kontekstual sebagai berikut: (1) mengembangkan pemikiran bahwa siswa akan
belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksikan
sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya; (2) melaksanakan sejauh mungkin kegiatan
inquiry untuk semua pokok bahasan; (3) mengembangkan sikap ingin tahu siswa dengan
bertanya; (4) menciptakan masyarakat belajar; (5) menghadirkan model sebagai contoh
pembelajaran; (6) melakukan refleksi di akhir pertemuan; (7) dan melakukan penilaian yang
sebenarnya dengan berbagai cara.
Di sisi lain, berdasarkan Center for Occupational Research and Development (CORD),
penerapan strategi pembelajaran kontekstual digambarkan sebagai berikut: (1) Relating, belajar
dikaitkan dengan konteks pengalaman kehidupan nyata. Konteks merupakan kerangka kerja
yang dirancang guru untuk membantu siswa agar yang dipelajari bermakna; (2)Experiencing,
belajar adalah kegiatan “mengalami”, siswa berproses secara aktif dengan hal yang dipelajari dan
berupaya melakukan eksplorasi terhadap hal yang dikaji, berusaha menemukan dan menciptakan
hal baru dari apa yang dipelajarinya; (3) Applyng, belajar menekankan pada proses
pendemonstrasian pengetahuan yang dimiliki dalam kenteks dan pemanfaatannya;
(4) Cooperating, belajar merupakan proses kolaboratif dan kooperatif melalui belajar
berkelompok, komunikasi interpersonal, atau hubungan intersubjektif; dan (5) Transferring,
belajar menekankan pada terwujudnya kemampuan memanfaatkan pengetahuan dalam situasi
atau konteks baru (Suprijono, 2011: 84).

DAFTAR PUSTAKA

http://www.sekolahdasaar.net/2011/12/prinsip-pembelajaran-kontekstual.html
Riyanto, Yatim. 2010. Paradigma Baru Pembelajaran, Sebagai Referensi bagi Pendidik dalam
Impelementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas. (Cet. II). Jakarta: Kencana.
Sagala, Syaiful. 2009. Konsep dan Makna Pembelajaran. (Cet. VII). Bandung: Alfabeta.
Sumiati dan Asra. 2009. Metode Pembelajaran. Bandung: CV Wacana Prima.
Suprijono, Agus. 2011. Cooperatif Learning, Teori dan Aplikasi PAIKEM. (Cet. V). Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Susdiyanto, Saat, dan Ahmad. 2009. Strategi Pembelajaran. (Modul Pendidikan dan Latihan Profesi
Guru). Makassar: Panitia Sertfikasi Guru Agama Rayon LPTK Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
UIN Alauddin Makassar.

Anda mungkin juga menyukai