Anda di halaman 1dari 40

g Kasarung

Cerita Rakyat Lutung Kasarung

Pada saat malam bulan purnama, Lutung Kasarung bersikap aneh. Ia berjalan ke tempat yang sepi lalu
bersemedi. Ia sedang memohon sesuatu kepada Dewata. Ini membuktikan bahwa Lutung Kasarung
bukan makhluk biasa. Tidak lama kemudian, tanah di dekat Lutung merekah dan terciptalah sebuah
telaga kecil, airnya jernih sekali. Airnya mengandung obat yang sangat harum.

Keesokan harinya Lutung Kasarung menemui Purbasari dan memintanya untuk mandi di telaga tersebut.
“Apa manfaatnya bagiku ?”, pikir Purbasari. Tapi ia mau menurutinya. Tak lama setelah ia menceburkan
dirinya. Sesuatu terjadi pada kulitnya. Kulitnya menjadi bersih seperti semula dan ia menjadi cantik
kembali. Purbasari sangat terkejut dan gembira ketika ia bercermin ditelaga tersebut.

Di istana, Purbararang memutuskan untuk melihat adiknya di hutan. Ia pergi bersama tunangannya dan
para pengawal. Ketika sampai di hutan, ia akhirnya bertemu dengan adiknya dan saling berpandangan.
Purbararang tak percaya melihat adiknya kembali seperti semula. Purbararang tidak mau kehilangan
muka, ia mengajak Purbasari adu panjang rambut. “Siapa yang paling panjang rambutnya dialah yang
menang !”, kata Purbararang. Awalnya Purbasari tidak mau, tetapi karena terus didesak ia meladeni
kakaknya. Ternyata rambut Purbasari lebih panjang.

“Baiklah aku kalah, tapi sekarang ayo kita adu tampan tunangan kita, Ini tunanganku”, kata Purbararang
sambil mendekat kepada Indrajaya. Purbasari mulai gelisah dan kebingungan. Akhirnya ia melirik serta
menarik tangan Lutung Kasarung. Lutung Kasarung melonjak-lonjak seakan-akan menenangkan
Purbasari. Purbararang tertawa terbahak-bahak, “Jadi monyet itu tunanganmu ?”.

Pada saat itu juga Lutung Kasarung segera bersemedi. Tiba-tiba terjadi suatu keajaiban. Lutung Kasarung
berubah menjadi seorang Pemuda gagah berwajah sangat tampan, lebih dari Indrajaya. Semua terkejut
melihat kejadian itu seraya bersorak gembira. Purbararang akhirnya mengakui kekalahannya dan
kesalahannya selama ini. Ia memohon maaf kepada adiknya dan memohon untuk tidak dihukum.
Purbasari yang baik hati memaafkan mereka. Setelah kejadian itu akhirnya mereka semua kembali ke
Istana.

Purbasari menjadi seorang ratu, didampingi oleh seorang pemuda idamannya. Pemuda yang ternyata
selama ini selalu mendampinginya dihutan dalam wujud seekor lutung.

Cerita Rakyat Bawang Merah Bawang Putih

Jaman dahulu kala di sebuah desa tinggal sebuah keluarga yang terdiri dari Ayah, Ibu dan seorang gadis
remaja yang cantik bernama bawang putih. Mereka adalah keluarga yang bahagia. Meski ayah bawang
putih hanya pedagang biasa, namun mereka hidup rukun dan damai. Namun suatu hari ibu bawang
putih sakit keras dan akhirnya meninggal dunia. Bawang putih sangat berduka demikian pula ayahnya.

Di desa itu tinggal pula seorang janda yang memiliki anak bernama Bawang Merah. Semenjak ibu
Bawang putih meninggal, ibu Bawang merah sering berkunjung ke rumah Bawang putih. Dia sering
membawakan makanan, membantu bawang putih membereskan rumah atau hanya menemani Bawang
Putih dan ayahnya mengobrol. Akhirnya ayah Bawang putih berpikir bahwa mungkin lebih baik kalau ia
menikah saja dengan ibu Bawang merah, supaya Bawang putih tidak kesepian lagi.

Dengan pertimbangan dari bawang putih, maka ayah Bawang putih menikah dengan ibu bawang merah.
Awalnya ibu bawang merah dan bawang merah sangat baik kepada bawang putih. Namun lama
kelamaan sifat asli mereka mulai kelihatan. Mereka kerap memarahi bawang putih dan memberinya
pekerjaan berat jika ayah Bawang Putih sedang pergi berdagang. Bawang putih harus mengerjakan
semua pekerjaan rumah, sementara Bawang merah dan ibunya hanya duduk-duduk saja. Tentu saja
ayah Bawang putih tidak mengetahuinya, karena Bawang putih tidak pernah menceritakannya.

Suatu hari ayah Bawang putih jatuh sakit dan kemudian meninggal dunia. Sejak saat itu Bawang merah
dan ibunya semakin berkuasa dan semena-mena terhadap Bawang putih. Bawang putih hampir tidak
pernah beristirahat. Dia sudah harus bangun sebelum subuh, untuk mempersiapkan air mandi dan
sarapan bagi Bawang merah dan ibunya. Kemudian dia harus memberi makan ternak, menyirami kebun
dan mencuci baju ke sungai. Lalu dia masih harus menyetrika, membereskan rumah, dan masih banyak
pekerjaan lainnya. Namun Bawang putih selalu melakukan pekerjaannya dengan gembira, karena dia
berharap suatu saat ibu tirinya akan mencintainya seperti anak kandungnya sendiri.

Cerita Lucu

Cerita Rakyat Bawang Putih Bawang Merah

Cerita Rakyat Bawang Putih Bawang Merah


Pagi ini seperti biasa Bawang putih membawa bakul berisi pakaian yang akan dicucinya di sungai.
Dengan bernyanyi kecil dia menyusuri jalan setapak di pinggir hutan kecil yang biasa dilaluinya. Hari itu
cuaca sangat cerah. Bawang putih segera mencuci semua pakaian kotor yang dibawanya. Saking terlalu
asyiknya, Bawang putih tidak menyadari bahwasalah satu baju telah hanyut terbawa arus. Celakanya
baju yang hanyut adalah baju kesayangan ibu tirinya. Ketika menyadari hal itu, baju ibu tirinya telah
hanyut terlalu jauh. Bawang putih mencoba menyusuri sungai untuk mencarinya, namun tidak berhasil
menemukannya. Dengan putus asa dia kembali ke rumah dan menceritakannya kepada ibunya.

“Dasar ceroboh!” bentak ibu tirinya. “Aku tidak mau tahu, pokoknya kamu harus mencari baju itu! Dan
jangan berani pulang ke rumah kalau kau belum menemukannya. Mengerti?”

Bawang putih terpaksa menuruti keinginan ibun tirinya. Dia segera menyusuri sungai tempatnya
mencuci tadi. Mataharisudah mulai meninggi, namun Bawang putih belum juga menemukan baju
ibunya. Dia memasang matanya, dengan teliti diperiksanya setiap juluran akar yang menjorok ke sungai,
siapa tahu baju ibunya tersangkut disana. Setelah jauh melangkah dan matahari sudah condong ke
barat, Bawang putih melihat seorang penggembala yang sedang memandikan kerbaunya. Maka Bawang
putih bertanya: “Wahai paman yang baik, apakah paman melihat baju merah yang hanyut lewat sini?
Karena saya harus menemukan dan membawanya pulang.” “Ya tadi saya lihat nak. Kalau kamu
mengejarnya cepat-cepat, mungkin kau bisa mengejarnya,” kata paman itu.

“Baiklah paman, terima kasih!” kata Bawang putih dan segera berlari kembali menyusuri. Hari sudah
mulai gelap, Bawang putih sudah mulai putus asa. Sebentar lagi malam akan tiba, dan Bawang putih.
Dari kejauhan tampak cahaya lampu yang berasal dari sebuah gubuk di tepi sungai. Bawang putih segera
menghampiri rumah itu dan mengetuknya.

“Permisi…!” kata Bawang putih. Seorang perempuan tua membuka pintu.

“Siapa kamu nak?” tanya nenek itu.

“Saya Bawang putih nek. Tadi saya sedang mencari baju ibu saya yang hanyut. Dan sekarang
kemalaman. Bolehkah saya tinggal di sini malam ini?” tanya Bawang putih.

“Boleh nak. Apakah baju yang kau cari berwarna merah?” tanya nenek.

“Ya nek. Apa…nenek menemukannya?” tanya Bawang putih.


“Ya. Tadi baju itu tersangkut di depan rumahku. Sayang, padahal aku menyukai baju itu,” kata nenek.
“Baiklah aku akan mengembalikannya, tapi kau harus menemaniku dulu disini selama seminggu. Sudah
lama aku tidak mengobrol dengan siapapun, bagaimana?” pinta nenek.Bawang putih berpikir sejenak.
Nenek itu kelihatan kesepian. Bawang putih pun merasa iba. “Baiklah nek, saya akan menemani nenek
selama seminggu, asal nenek tidak bosan saja denganku,” kata Bawang putih dengan tersenyum.

Selama seminggu Bawang putih tinggal dengan nenek tersebut. Setiap hari Bawang putih membantu
mengerjakan pekerjaan rumah nenek. Tentu saja nenek itu merasa senang. Hingga akhirnya genap
sudah seminggu, nenek pun memanggil bawang putih.

“Nak, sudah seminggu kau tinggal di sini. Dan aku senang karena kau anak yang rajin dan berbakti.
Untuk itu sesuai janjiku kau boleh membawa baju ibumu pulang. Dan satu lagi, kau boleh memilih satu
dari dua labu kuning ini sebagai hadiah!” kata nenek.

Mulanya Bawang putih menolak diberi hadiah tapi nenek tetap memaksanya. Akhirnya Bawang putih
memilih labu yang paling kecil. “Saya takut tidak kuat membawa yang besar,” katanya. Nenek pun
tersenyum dan mengantarkan Bawang putih hingga depan rumah.

Sesampainya di rumah, Bawang putih menyerahkan baju merah milik ibu tirinya sementara dia pergi ke
dapur untuk membelah labu kuningnya. Alangkah terkejutnya bawang putih ketika labu itu terbelah,
didalamnya ternyata berisi emas permata yang sangat banyak. Dia berteriak saking gembiranya dan
memberitahukan hal ajaib ini ke ibu tirinya dan bawang merah yang dengan serakah langsun merebut
emas dan permata tersebut. Mereka memaksa bawang putih untuk menceritakan bagaimana dia bisa
mendapatkan hadiah tersebut. Bawang putih pun menceritakan dengan sejujurnya.

Mendengar cerita bawang putih, bawang merah dan ibunya berencana untuk melakukan hal yang sama
tapi kali ini bawang merah yang akan melakukannya. Singkat kata akhirnya bawang merah sampai di
rumah nenek tua di pinggir sungai tersebut. Seperti bawang putih, bawang merah pun diminta untuk
menemaninya selama seminggu. Tidak seperti bawang putih yang rajin, selama seminggu itu bawang
merah hanya bermalas-malasan. Kalaupun ada yang dikerjakan maka hasilnya tidak pernah bagus
karena selalu dikerjakan dengan asal-asalan. Akhirnya setelah seminggu nenek itu membolehkan
bawang merah untuk pergi. “Bukankah seharusnya nenek memberiku labu sebagai hadiah karena
menemanimu selama seminggu?” tanya bawang merah. Nenek itu terpaksa menyuruh bawang merah
memilih salah satu dari dua labu yang ditawarkan. Dengan cepat bawang merah mengambil labu yang
besar dan tanpa mengucapkan terima kasih dia melenggang pergi.
Sesampainya di rumah bawang merah segera menemui ibunya dan dengan gembira memperlihatkan
labu yang dibawanya. Karena takut bawang putih akan meminta bagian, mereka menyuruh bawang
putih untuk pergi ke sungai. Lalu dengan tidak sabar mereka membelah labu tersebut. Tapi ternyata
bukan emas permata yang keluar dari labu tersebut, melainkan binatang-binatang berbisa seperti ular,
kalajengking, dan lain-lain. Binatang-binatang itu langsung menyerang bawang merah dan ibunya hingga
tewas. Itulah balasan bagi orang yang serakah.

Cerita Rakyat Keong Mas

Alkisah pada jaman dahulu kala hiduplah seorang pemuda bernama Galoran. Ia termasuk orang yang
disegani karena kekayaan dan pangkat orangtuanya. Namun Galoran sangatlah malas dan boros. Sehari-
hari kerjanya hanya menghambur-hamburkan harta orangtuanya, bahkan pada waktu orang tuanya
meninggal dunia ia semakin sering berfoya-foya. Karena itu lama kelamaan habislah harta orangtuanya.
Walaupun demikian tidak membuat Galoran sadar juga, bahkan waktu dihabiskannya dengan hanya
bermalas-malasan dan berjalan-jalan. Iba warga kampung melihatnya. Namun setiap kali ada yang
menawarkan pekerjaan kepadanya, Galoran hanya makan dan tidur saja tanpa mau melakukan
pekerjaan tersebut. Namun akhirnya galoran dipungut oleh seorang janda berkecukupan untuk dijadikan
teman hidupnya. Hal ini membuat Galoran sangat senang ; “Pucuk dicinta ulam pun tiba”, demikian pikir
Galoran.

Janda tersebut mempunyai seorang anak perempuan yang sangat rajin dan pandai menenun, namanya
Jambean. Begitu bagusnya tenunan Jambean sampai dikenal diseluruh dusun tersebut. Namun Galoran
sangat membenci anak tirinya itu, karena seringkali Jambean menegurnya karena selalu bermalas-
malasan.

Rasa benci Galoran sedemikian dalamnya, sampai tega merencanakan pembunuhan anak tirinya sendiri.
Dengan tajam dia berkata pada istrinya : ” Hai, Nyai, sungguh beraninya Jambean kepadaku. Beraninya
ia menasehati orangtua! Patutkah itu ?” “Sabar, Kak. Jambean tidak bermaksud buruk terhadap kakak”
bujuk istrinya itu. “Tahu aku mengapa ia berbuat kasar padaku, agar aku pergi meninggalkan rumah
ini !” seru nya lagi sambil melototkan matanya. “Jangan begitu kak, Jambean hanya sekedar
mengingatkan agar kakak mau bekerja” demikian usaha sang istri meredakan amarahnya. “Ah .. omong
kosong. Pendeknya sekarang engkau harus memilih .. aku atau anakmu !” demikian Galoran
mengancam.
Sedih hati ibu Jambean. Sang ibu menangis siang-malam karena bingung hatinya. Ratapnya : ” Sampai
hati bapakmu menyiksaku jambean. Jambean anakku, mari kemari nak” serunya lirih. “Sebentar mak,
tinggal sedikit tenunanku” jawab Jambean. “Nah selesai sudah” serunya lagi. Langsung Jambean
mendapatkan ibunya yang tengah bersedih. “Mengapa emak bersedih saja” tanyanya dengan iba. Maka
diceritakanlah rencana bapak Jambean yang merencanakan akan membunuh Jambean. Dengan sedih
Jambean pun berkata : ” Sudahlah mak jangan bersedih, biarlah aku memenuhi keinginan bapak. Yang
benar akhirnya akan bahagia mak”. “Namun hanya satu pesanku mak, apabila aku sudah dibunuh ayah
janganlah mayatku ditanam tapi buang saja ke bendungan” jawabnya lagi. Dengan sangat sedih sang ibu
pun mengangguk-angguk. Akhirnya Jambean pun dibunuh oleh ayah tirinya, dan sesuai permintaan
Jambean sang ibu membuang mayatnya di bendungan. Dengan ajaib batang tubuh dan kepala Jambean
berubah menjadi udang dan siput, atau disebut juga dengan keong dalam bahasa Jawanya.

Cerita Rakyat Keong Mas

Cerita Rakyat Keong Mas

Tersebutlah di Desa Dadapan dua orang janda bersaudara bernama Mbok Rondo Sambega dan Mbok
Rondo Sembadil. Kedua janda itu hidup dengan sangat melarat dan bermata pencaharian
mengumpulkan kayu dan daun talas. Suatu hari kedua bersaudara tersebut pergi ke dekat bendungan
untuk mencari daun talas. Sangat terpana mereka melihat udang dan siput yang berwarna kuning
keemasan. “Alangkah indahnya udang dan siput ini” seru Mbok Rondo Sambega “Lihatlah betapa
indahnya warna kulitnya, kuning keemasan. Ingin aku bisa memeliharanya” serunya lagi. “Yah sangat
indah, kita bawa saja udang dan keong ini pulang” sahut Mbok Rondo Sembadil. Maka dipungutnya
udang dan siput tersebut untuk dibawa pulang. Kemudian udang dan siput tersebut mereka taruh di
dalam tempayan tanah liat di dapur. Sejak mereka memelihara udang dan siput emas tersebut
kehidupan merekapun berubah. Terutama setiap sehabis pulang bekerja, didapur telah tersedia lauk
pauk dan rumah menjadi sangat rapih dan bersih. Mbok Rondo Sambega dan Mbok Rondo Sembadil
juga merasa keheranan dengan adanya hal tersebut. Sampai pada suatu hari mereka berencana untuk
mencari tahu siapakah gerangan yang melakukan hal tersebut.

Suatu hari mereka seperti biasanya pergi untuk mencari kayu dan daun talas, mereka berpura-pura pergi
dan kemudian setelah berjalan agak jauh mereka segera kembali menyelinap ke dapur. Dari dapur
terdengar suara gemerisik, kedua bersaudara itu segera mengintip dan melihat seorang gadis cantik
keluar dari tempayan tanah liat yang berisi udang dan Keong Emas peliharaan mereka. “tentu dia adalah
jelmaan keong dan udang emas itu” bisik Mbok Rondo Sambega kepada Mbok Rondo Sembadil. “Ayo
kita tangkap sebelum menjelma kembali menjadi udang dan Keong Emas” bisik Mbok Rondo Sembadil.
Dengan perlahan-lahan mereka masuk ke dapur, lalu ditangkapnya gadis yang sedang asik memasak itu.
“Ayo ceritakan lekas nak, siapa gerangan kamu itu” desak Mbok Rondo Sambega “Bidadarikah kamu ?”
sahutnya lagi. “bukan Mak, saya manusia biasa yang karena dibunuh dan dibuang oleh orang tua saya,
maka saya menjelma menjadi udang dan keong” sahut Jambean lirih. “terharu mendengar cerita
Jambean kedua bersaudara itu akhirnya mengambil Keong Emas sebagai anak angkat mereka. Sejak itu
Keong Emas membantu kedua bersaudara tersebut dengan menenun. Tenunannya sangat indah dan
bagus sehingga terkenallah tenunan terebut keseluruh negeri, dan kedua janda bersaudara tersebut
menjadi bertambah kaya dari hari kehari.

Sampailah tenunan tersebut di ibu kota kerajaan. Sang raja muda sangat tertarik dengan tenunan
buatan Jambean atau Keong Emas tersebut. Akhirnya raja memutuskan untuk meninjau sendiri
pembuatan tenunan tersebut dan pergi meninggalkan kerajaan dengan menyamar sebagai saudagar
kain. Akhirnya tahulah raja perihal Keong Emas tersebut, dan sangat tertarik oleh kecantikan dan
kerajinan Keong Emas. Raja menitahkan kedua bersaudara tersebut untuk membawa Jambean atau
Keong Emas untuk masuk ke kerajaan dan meminang si Keong Emas untuk dijadikan permaisurinya.
Betapa senang hati kedua janda bersaudara tersebut.

Cerita Rakyat Danau Toba

Di wilayah Sumatera hiduplah seorang petani yang sangat rajin bekerja. Ia hidup sendiri sebatang kara.
Setiap hari ia bekerja menggarap lading dan mencari ikan dengan tidak mengenal lelah. Hal ini
dilakukannya untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari.

Pada suatu hari petani tersebut pergi ke sungai di dekat tempat tinggalnya, ia bermaksud mencari ikan
untuk lauknya hari ini. Dengan hanya berbekal sebuah kail, umpan dan tempat ikan, ia pun langsung
menuju ke sungai. Setelah sesampainya di sungai, petani tersebut langsung melemparkan kailnya.
Sambil menunggu kailnya dimakan ikan, petani tersebut berdoa,“Ya Alloh, semoga aku dapat ikan
banyak hari ini”. Beberapa saat setelah berdoa, kail yang dilemparkannya tadi nampak bergoyang-
goyang. Ia segera menarik kailnya. Petani tersebut sangat senang sekali, karena ikan yang didapatkannya
sangat besar dan cantik sekali.

Cerita Fabel

Setelah beberapa saat memandangi ikan hasil tangkapannya, petani itu sangat terkejut. Ternyata ikan
yang ditangkapnya itu bisa berbicara. “Tolong aku jangan dimakan Pak!! Biarkan aku hidup”, teriak ikan
itu. Tanpa banyak Tanya, ikan tangkapannya itu langsung dikembalikan ke dalam air lagi. Setelah
mengembalikan ikan ke dalam air, petani itu bertambah terkejut, karena tiba-tiba ikan tersebut berubah
menjadi seorang wanita yang sangat cantik.
“Jangan takut Pak, aku tidak akan menyakiti kamu”, kata si ikan. “Siapakah kamu ini? Bukankah kamu
seekor ikan?, Tanya petani itu. “Aku adalah seorang putri yang dikutuk, karena melanggar aturan
kerajaan”, jawab wanita itu. “Terimakasih engkau sudah membebaskan aku dari kutukan itu, dan
sebagai imbalannya aku bersedia kau jadikan istri”, kata wanita itu. Petani itupun setuju. Maka jadilah
mereka sebagai suami istri. Namun, ada satu janji yang telah disepakati, yaitu mereka tidak boleh
menceritakan bahwa asal-usul Puteri dari seekor ikan. Jika janji itu dilanggar maka akan terjadi petaka
dahsyat.

Cerita Rakyat Danau Toba

Cerita Rakyat Danau Toba

Setelah beberapa lama mereka menikah, akhirnya kebahagiaan Petani dan istrinya bertambah, karena
istri Petani melahirkan seorang bayi laki-laki. Anak mereka tumbuh menjadi anak yang sangat tampan
dan kuat, tetapi ada kebiasaan yang membuat heran semua orang. Anak tersebut selalu merasa lapar,
dan tidak pernah merasa kenyang. Semua jatah makanan dilahapnya tanpa sisa.

Hingga suatu hari anak petani tersebut mendapat tugas dari ibunya untuk mengantarkan makanan dan
minuman ke sawah di mana ayahnya sedang bekerja. Tetapi tugasnya tidak dipenuhinya. Semua
makanan yang seharusnya untuk ayahnya dilahap habis, dan setelah itu dia tertidur di sebuah gubug.
Pak tani menunggu kedatangan anaknya, sambil menahan haus dan lapar. Karena tidak tahan menahan
lapar, maka ia langsung pulang ke rumah. Di tengah perjalanan pulang, pak tani melihat anaknya sedang
tidur di gubug. Petani tersebut langsung membangunkannya. “Hey, bangun!, teriak petani itu.

Setelah anaknya terbangun, petani itu langsung menanyakan makanannya. “Mana makanan buat
ayah?”, Tanya petani. “Sudah habis kumakan”, jawab si anak. Dengan nada tinggi petani itu langsung
memarahi anaknya. “Anak tidak tau diuntung ! Tak tahu diri! Dasar anak ikan!,” umpat si Petani tanpa
sadar telah mengucapkan kata pantangan dari istrinya.

Setelah petani mengucapkan kata-kata tersebut, seketika itu juga anak dan istrinya hilang lenyap tanpa
bekas dan jejak. Dari bekas injakan kakinya, tiba-tiba menyemburlah air yang sangat deras. Air meluap
sangat tinggi dan luas sehingga membentuk sebuah telaga. Dan akhirnya membentuk sebuah danau.
Danau itu akhirnya dikenal dengan nama Danau Toba.

Cerita Rakyat Timun Mas

Pada zaman dahulu, hiduplah sepasang suami istri petani. Mereka tinggal di sebuah desa di dekat hutan.
Mereka hidup bahagia. Sayangnya mereka belum saja dikaruniai seorang anak pun.

Setiap hari mereka berdoa pada Yang Maha Kuasa. Mereka berdoa agar segera diberi seorang anak.
Suatu hari seorang raksasa melewati tempat tinggal mereka. Raksasa itu mendengar doa suami istri itu.
Raksasa itu kemudian memberi mereka biji mentimun.

“Tanamlah biji ini. Nanti kau akan mendapatkan seorang anak perempuan,” kata Raksasa. “Terima kasih,
Raksasa,” kata suami istri itu. “Tapi ada syaratnya. Pada usia 17 tahun anak itu harus kalian serahkan
padaku,” sahut Raksasa. Suami istri itu sangat merindukan seorang anak. Karena itu tanpa berpikir
panjang mereka setuju.

Suami istri petani itu kemudian menanam biji-biji mentimun itu. Setiap hari mereka merawat tanaman
yang mulai tumbuh itu dengan sebaik mungkin. Berbulan-bulan kemudian tumbuhlah sebuah mentimun
berwarna keemasan.

Buah mentimun itu semakin lama semakin besar dan berat. Ketika buah itu masak, mereka memetiknya.
Dengan hati-hati mereka memotong buah itu. Betapa terkejutnya mereka, di dalam buah itu mereka
menemukan bayi perempuan yang sangat cantik. Suami istri itu sangat bahagia. Mereka memberi nama
bayi itu Timun Mas.

Tahun demi tahun berlalu. Timun Mas tumbuh menjadi gadis yang cantik. Kedua orang tuanya sangat
bangga padanya. Tapi mereka menjadi sangat takut. Karena pada ulang tahun Timun Mas yang ke-17,
sang raksasa datang kembali. Raksasa itu menangih janji untuk mengambil Timun Mas.

Petani itu mencoba tenang. “Tunggulah sebentar. Timun Mas sedang bermain. Istriku akan
memanggilnya,” katanya. Petani itu segera menemui anaknya. “Anakkku, ambillah ini,” katanya sambil
menyerahkan sebuah kantung kain. “Ini akan menolongmu melawan Raksasa. Sekarang larilah secepat
mungkin,” katanya. Maka Timun Mas pun segera melarikan diri.
Suami istri itu sedih atas kepergian Timun Mas. Tapi mereka tidak rela kalau anaknya menjadi santapan
Raksasa. Raksasa menunggu cukup lama. Ia menjadi tak sabar. Ia tahu, telah dibohongi suami istri itu.
Lalu ia pun menghancurkan pondok petani itu. Lalu ia mengejar Timun Mas ke hutan.

Cerita Rakyat Timun Mas

Cerita Rakyat Timun Mas

Raksasa segera berlari mengejar Timun Mas. Raksasa semakin dekat. Timun Mas segera mengambil
segenggam garam dari kantung kainnya. Lalu garam itu ditaburkan ke arah Raksasa. Tiba-tiba sebuah
laut yang luas pun terhampar. Raksasa terpaksa berenang dengan susah payah.

Timun Mas berlari lagi. Tapi kemudian Raksasa hampir berhasil menyusulnya. Timun Mas kembali
mengambil benda ajaib dari kantungnya. Ia mengambil segenggam cabai. Cabai itu dilemparnya ke arah
raksasa. Seketika pohon dengan ranting dan duri yang tajam memerangkap Raksasa. Raksasa berteriak
kesakitan. Sementara Timun Mas berlari menyelamatkan diri.

Tapi Raksasa sungguh kuat. Ia lagi-lagi hampir menangkap Timun Mas. Maka Timun Mas pun
mengeluarkan benda ajaib ketiga. Ia menebarkan biji-biji mentimun ajaib. Seketika tumbuhlah kebun
mentimun yang sangat luas. Raksasa sangat letih dan kelaparan. Ia pun makan mentimun-mentimun
yang segar itu dengan lahap. Karena terlalu banyak makan, Raksasa tertidur.

Timun Mas kembali melarikan diri. Ia berlari sekuat tenaga. Tapi lama kelamaan tenaganya habis. Lebih
celaka lagi karena Raksasa terbangun dari tidurnya. Raksasa lagi-lagi hampir menangkapnya. Timun Mas
sangat ketakutan. Ia pun melemparkan senjatanya yang terakhir, segenggam terasi udang. Lagi-lagi
terjadi keajaiban. Sebuah danau lumpur yang luas terhampar. Raksasa terjerembab ke dalamnya.
Tangannya hampir menggapai Timun Mas. Tapi danau lumpur itu menariknya ke dasar. Raksasa panik. Ia
tak bisa bernapas, lalu tenggelam.

Timun Mas lega. Ia telah selamat. Timun Mas pun kembali ke rumah orang tuanya. Ayah dan Ibu Timun
Mas senang sekali melihat Timun Mas selamat. Mereka menyambutnya. “Terima Kasih, Tuhan. Kau telah
menyelamatkan anakku,” kata mereka gembira.
Sejak saat itu Timun Mas dapat hidup tenang bersama orang tuanya. Mereka dapat hidup bahagia tanpa
ketakutan lagi.

Cerita Rakyat Legenda Batu Menangis

Disebuah bukit yang jauh dari desa, didaerah Kalimantan hiduplah seorang janda miskin dan seorang
anak gadisnya.

Anak gadis janda itu sangat cantik jelita. Namun sayang, ia mempunyai prilaku yang amat buruk. Gadis
itu amat pemalas, tak pernah membantu ibunya melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah. Kerjanya hanya
bersolek setiap hari.

Selain pemalas, anak gadis itu sikapnya manja sekali. Segala permintaannya harus dituruti. Setiap kali ia
meminta sesuatu kepada ibunya harus dikabulkan, tanpa memperdulikan keadaan ibunya yang miskin,
setiap hari harus membanting tulang mencari sesuap nasi.

Pada suatu hari anak gadis itu diajak ibunya turun ke desa untuk berbelanja. Letak pasar desa itu amat
jauh, sehingga mereka harus berjalan kaki yang cukup melelahkan. Anak gadis itu berjalan melenggang
dengan memakai pakaian yang bagus dan bersolek agar orang dijalan yang melihatnya nanti akan
mengagumi kecantikannya. Sementara ibunya berjalan dibelakang sambil membawa keranjang dengan
pakaian sangat dekil. Karena mereka hidup ditempat terpencil, tak seorangpun mengetahui bahwa
kedua perempuan yang berjalan itu adalah ibu dan anak.

Ketika mereka mulai memasuki desa, orang-orang desa memandangi mereka. Mereka begitu terpesona
melihat kecantikan anak gadis itu, terutama para pemuda desa yang tak puas-puasnya memandang
wajah gadis itu. Namun ketika melihat orang yang berjalan dibelakang gadis itu, sungguh kontras
keadaannya. Hal itu membuat orang bertanya-tanya.

Cerita Rakyat Legenda Batu Menangis

Cerita Rakyat Legenda Batu Menangis


Di antara orang yang melihatnya itu, seorang pemuda mendekati dan bertanya kepada gadis itu, “Hai,
gadis cantik. Apakah yang berjalan dibelakang itu ibumu?”

Namun, apa jawaban anak gadis itu ?

“Bukan,” katanya dengan angkuh. “Ia adalah pembantuku !”

Kedua ibu dan anak itu kemudian meneruskan perjalanan. Tak seberapa jauh, mendekati lagi seorang
pemuda dan bertanya kepada anak gadis itu.

“Hai, manis. Apakah yang berjalan dibelakangmu itu ibumu?”

“Bukan, bukan,” jawab gadis itu dengan mendongakkan kepalanya. ” Ia adalah budakk!”

Begitulah setiap gadis itu bertemu dengan seseorang disepanjang jalan yang menanyakan perihal
ibunya, selalu jawabannya itu. Ibunya diperlakukan sebagai pembantu atau budaknya.

Pada mulanya mendengar jawaban putrinya yang durhaka jika ditanya orang, si ibu masih dapat
menahan diri. Namun setelah berulang kali didengarnya jawabannya sama dan yang amat menyakitkan
hati, akhirnya si ibu yang malang itu tak dapat menahan diri. Si ibu berdoa.

“Ya Tuhan, hamba tak kuat menahan hinaan ini. Anak kandung hamba begitu teganya memperlakukan
diri hamba sedemikian rupa. Ya, tuhan hukumlah anak durhaka ini ! Hukumlah dia….”

Atas kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa, perlahan-lahan tubuh gadis durhaka itu berubah menjadi batu.
Perubahan itu dimulai dari kaki. Ketika perubahan itu telah mencapai setengah badan, anak gadis itu
menangis memohon ampun kepada ibunya.

” Oh, Ibu..ibu..ampunilah saya, ampunilah kedurhakaan anakmu selama ini. Ibu…Ibu…ampunilah


anakmu..” Anak gadis itu terus meratap dan menangis memohon kepada ibunya. Akan tetapi, semuanya
telah terlambat. Seluruh tubuh gadis itu akhirnya berubah menjadi batu. Sekalipun menjadi batu, namun
orang dapat melihat bahwa kedua matanya masih menitikkan air mata, seperti sedang menangis. Oleh
karena itu, batu yang berasal dari gadis yang mendapat kutukan ibunya itu disebut ” Batu Menangis “.

Demikianlah cerita berbentuk legenda ini, yang oleh masyarakat setempat dipercaya bahwa kisah itu
benar-benar pernah terjadi. Barang siapa yang mendurhakai ibu kandung yang telah melahirkan dan
membesarkannya, pasti perbuatan laknatnya itu akan mendapat hukuman dari Tuhan Yang Maha Kuasa.

Cerita Rakyat Sangkuriang

Pada jaman dahulu, di Jawa Barat hiduplah seorang putri raja yang bernama Dayang Sumbi. Ia
mempunyai seorang anak laki-laki yang bernama Sangkuriang. Anak tersebut sangat gemar berburu di
dalam hutan. Setiap berburu, dia selalu ditemani oleh seekor anjing kesayangannya yang bernama
Tumang. Tumang sebenarnya adalah titisan dewa, dan juga bapak kandung Sangkuriang, tetapi
Sangkuriang tidak tahu hal itu dan ibunya memang sengaja merahasiakannya.

Pada suatu hari, seperti biasanya Sangkuriang pergi ke hutan untuk berburu. Setelah sesampainya di
hutan, Sangkuriang mulai mencari buruan. Dia melihat ada seekor burung yang sedang bertengger di
dahan, lalu tanpa berpikir panjang Sangkuriang langsung menembaknya, dan tepat mengenai sasaran.
Sangkuriang lalu memerintah Tumang untuk mengejar buruannya tadi, tetapi si Tumang diam saja dan
tidak mau mengikuti perintah Sangkuriang. Karena sangat jengkel pada Tumang, maka Sangkuriang lalu
mengusir Tumang dan tidak diijinkan pulang ke rumah bersamanya lagi.

Sesampainya di rumah, Sangkuriang menceritakan kejadian tersebut kepada ibunya. Begitu mendengar
cerita dari anaknya, Dayang Sumbi sangat marah. Diambilnya sendok nasi, dan dipukulkan ke kepala
Sangkuriang. Karena merasa kecewa dengan perlakuan ibunya, maka Sangkuriang memutuskan untuk
pergi mengembara, dan meninggalkan rumahnya.

Cerita Motivasi

Setelah kejadian itu, Dayang Sumbi sangat menyesali perbuatannya. Ia berdoa setiap hari, dan meminta
agar suatu hari dapat bertemu dengan anaknya kembali. Karena kesungguhan dari doa Dayang Sumbi
tersebut, maka Dewa memberinya sebuah hadiah berupa kecantikan abadi dan usia muda selamanya.

Setelah bertahun-tahun lamanya Sangkuriang mengembara, akhirnya ia berniat untuk pulang ke


kampung halamannya. Sesampainya di sana, dia sangat terkejut sekali, karena kampung halamannya
sudah berubah total. Rasa senang Sangkuriang tersebut bertambah ketika saat di tengah jalan bertemu
dengan seorang wanita yang sangat cantik jelita, yang tidak lain adalah Dayang Sumbi. Karena terpesona
dengan kecantikan wanita tersebut, maka Sangkuriang langsung melamarnya. Akhirnya lamaran
Sangkuriang diterima oleh Dayang Sumbi, dan sepakat akan menikah di waktu dekat. Pada suatu hari,
Sangkuriang meminta ijin calon istrinya untuk berburu di hatan. Sebelum berangkat, ia meminta Dayang
Sumbi untuk mengencangkan dan merapikan ikat kapalanya. Alangkah terkejutnya Dayang Sumbi,
karena pada saat dia merapikan ikat kepala Sangkuriang, Ia melihat ada bekas luka. Bekas luka tersebut
mirip dengan bekas luka anaknya. Setelah bertanya kepada Sangkuriang tentang penyebab lukanya itu,
Dayang Sumbi bertambah tekejut, karena ternyata benar bahwa calon suaminya tersebut adalah
anaknya sendiri.

Dayang Sumbi sangat bingung sekali, karena dia tidak mungkin menikah dengan anaknya sendiri. Setelah
Sangkuriang pulang berburu, Dayang Sumbi mencoba berbicara kepada Sangkuriang, supaya
Sangkuriang membatalkan rencana pernikahan mereka. Permintaan Dayang Sumbi tersebut tidak
disetujui Sangkuriang, dan hanya dianggap angin lalu saja.

Cerita Rakyat Sangkuriang

Cerita Rakyat Sangkuriang

Setiap hari Dayang Sumbi berpikir bagaimana cara agar pernikahan mereka tidak pernah terjadi. Setelah
berpikir keras, akhirnya Dayang Sumbi menemukan cara terbaik. Dia mengajukan dua buah syarat
kepada Sangkuriang. Apabila Sangkuriang dapat memenuhi kedua syarat tersebut, maka Dayang Sumbi
mau dijadikan istri, tetapi sebaliknya jika gagal maka pernikahan itu akan dibatalkan. Syarat yang
pertama Dayang Sumbi ingin supaya sungai Citarum dibendung. Dan yang kedua adalah, meminta
Sangkuriang untuk membuat sampan yang sangat besar untuk menyeberang sungai. Kedua syarat itu
harus diselesai sebelum fajar menyingsing.

Sangkuriang menyanggupi kedua permintaan Dayang Sumbi tersebut, dan berjanji akan
menyelesaikannya sebelum fajar menyingsing. Dengan kesaktian yang dimilikinya, Sangkuriang lalu
mengerahkan teman-temannya dari bangsa jin untuk membantu menyelesaikan tugasnya tersebut.
Diam-diam, Dayang Sumbi mengintip hasil kerja dari Sangkuriang. Betapa terkejutnya dia, karena
Sangkuriang hampir menyelesaiklan semua syarat yang diberikan Dayang Sumbi sebelum fajar.

Dayang Sumbi lalu meminta bantuan masyarakat sekitar untuk menggelar kain sutera berwarna merah
di sebelah timur kota. Ketika melihat warna memerah di timur kota, Sangkuriang mengira kalau hari
sudah menjelang pagi. Sangkuriang langsung menghentikan pekerjaannya dan merasa tidak dapat
memenuhi syarat yang telah diajukan oleh Dayang Sumbi.

Dengan rasa jengkel dan kecewa, Sangkuriang lalu menjebol bendungan yang telah dibuatnya sendiri.
Karena jebolnya bendungan itu, maka terjadilah banjir dan seluruh kota terendam air. Sangkuriang juga
menendang sampan besar yang telah dibuatnya. Sampan itu melayang dan jatuh tertelungkup, lalu
menjadi sebuah gunung yang bernama Tangkuban Perahu.

Cerita Rakyat Malin Kundang

Pada suatu hari, hiduplah sebuah keluarga di pesisir pantai wilayah Sumatra. Keluarga itu mempunyai
seorang anak yang diberi nama Malin Kundang. Karena kondisi keluarga mereka sangat
memprihatinkan, maka ayah malin memutuskan untuk pergi ke negeri seberang.

Besar harapan malin dan ibunya, suatu hari nanti ayahnya pulang dengan membawa uang banyak yang
nantinya dapat untuk membeli keperluan sehari-hari. Setelah berbulan-bulan lamanya ternyata ayah
malin tidak kunjung datang, dan akhirnya pupuslah harapan Malin Kundang dan ibunya.

Setelah Malin Kundang beranjak dewasa, ia berpikir untuk mencari nafkah di negeri seberang dengan
harapan nantinya ketika kembali ke kampung halaman, ia sudah menjadi seorang yang kaya raya.
Akhirnya Malin Kundang ikut berlayar bersama dengan seorang nahkoda kapal dagang di kampung
halamannya yang sudah sukses.

Selama berada di kapal, Malin Kundang banyak belajar tentang ilmu pelayaran pada anak buah kapal
yang sudah berpengalaman. Malin belajar dengan tekun tentang perkapalan pada teman-temannya
yang lebih berpengalaman, dan akhirnya dia sangat mahir dalam hal perkapalan.

Banyak pulau sudah dikunjunginya, sampai dengan suatu hari di tengah perjalanan, tiba-tiba kapal yang
dinaiki Malin Kundang di serang oleh bajak laut. Semua barang dagangan para pedagang yang berada di
kapal dirampas oleh bajak laut. Bahkan sebagian besar awak kapal dan orang yang berada di kapal
tersebut dibunuh oleh para bajak laut. Malin Kundang sangat beruntung dirinya tidak dibunuh oleh para
bajak laut, karena ketika peristiwa itu terjadi, Malin segera bersembunyi di sebuah ruang kecil yang
tertutup oleh kayu.

Cerita Rakyat Malin Kundang


Cerita Rakyat Malin Kundang

Malin Kundang terkatung-katung ditengah laut, hingga akhirnya kapal yang ditumpanginya terdampar di
sebuah pantai. Dengan sisa tenaga yang ada, Malin Kundang berjalan menuju ke desa yang terdekat dari
pantai. Sesampainya di desa tersebut, Malin Kundang ditolong oleh masyarakat di desa tersebut setelah
sebelumnya menceritakan kejadian yang menimpanya. Desa tempat Malin terdampar adalah desa yang
sangat subur. Dengan keuletan dan kegigihannya dalam bekerja, Malin lama kelamaan berhasil menjadi
seorang yang kaya raya. Ia memiliki banyak kapal dagang dengan anak buah yang jumlahnya lebih dari
100 orang. Setelah menjadi kaya raya, Malin Kundang mempersunting seorang gadis untuk menjadi
istrinya.

Setelah beberapa lama menikah, Malin dan istrinya melakukan pelayaran dengan kapal yang besar dan
indah disertai anak buah kapal serta pengawalnya yang banyak. Ibu Malin Kundang yang setiap hari
menunggui anaknya, melihat kapal yang sangat indah itu, masuk ke pelabuhan. Ia melihat ada dua orang
yang sedang berdiri di atas geladak kapal. Ia yakin kalau yang sedang berdiri itu adalah anaknya Malin
Kundang beserta istrinya.

Malin Kundang pun turun dari kapal. Ia disambut oleh ibunya. Setelah cukup dekat, ibunya melihat belas
luka dilengan kanan orang tersebut, semakin yakinlah ibunya bahwa yang ia dekati adalah Malin
Kundang. “Malin Kundang, anakku, mengapa kau pergi begitu lama tanpa mengirimkan kabar?”, katanya
sambil memeluk Malin Kundang. Tetapi Kundang segera melepaskan pelukan ibunya dan mendorongnya
hingga terjatuh. “Wanita tak tahu diri, sembarangan saja mengaku sebagai ibuku”, kata Malin Kundang
pada ibunya. Malin Kundang pura-pura tidak mengenali ibunya, karena malu dengan ibunya yang sudah
tua dan mengenakan baju compang-camping. “Wanita itu ibumu?”, Tanya istri Malin Kundang. “Tidak, ia
hanya seorang pengemis yang pura-pura mengaku sebagai ibuku agar mendapatkan harta ku”, sahut
Malin kepada istrinya. Mendengar pernyataan dan diperlakukan semena-mena oleh anaknya, ibu Malin
Kundang sangat marah. Ia tidak menduga anaknya menjadi anak durhaka. Karena kemarahannya yang
memuncak, ibu Malin menengadahkan tangannya sambil berkata “Oh Tuhan, kalau benar ia anakku, aku
sumpahi dia menjadi sebuah batu”. Tidak berapa lama kemudian angin bergemuruh kencang dan badai
dahsyat datang menghancurkan kapal Malin Kundang. Setelah itu tubuh Malin Kundang perlahan
menjadi kaku dan lama-kelamaan akhirnya berbentuk menjadi sebuah batu karang.

Cerita Rakyat Jaka Tarub


Pada zaman dahulu kala, di sebuah desa tinggallah seorang Janda bernama Mbok Randa. Ia tinggal
seorang diri karena suaminya sudah lama meninggal dunia. Suatu hari, ia mengangkat seorang anak
Laki-laki menjadi anaknya. Anak angkatnya diberi nama Jaka Tarub. Jaka Tarub pun tumbuh beranjak
dewasa.

Jaka Tarub menjadi pemuda yang sangat tampan, gagah, dan baik hati. Ia juga memiliki kesaktian. Setiap
hari, ia selalu membantu ibunya di sawah. Karena memiliki wajah yang sangat tampan banyak gadis-
gadis cantik yang ingin menjadi istrinya. Namun, ia belum ingin menikah.

Setiap hari ibunya menyuruh Jaka Tarub untuk segera menikah. Namun, lagi-lagi ia menolak permintaan
ibunya. Suatu hari Mbok Randa jatuh sakit dan menghembuskan nafas terakhirnya. Jaka Tarub sangat
sedih.

Sejak kematian Mbok Randha, Jaka Tarub sering melamun. Kini sawah ladangnya terbengkalai.

“Sia-sia aku bekerja. Untuk siapa hasilnya?” demikian gumam Jaka Tarub.

Suatu malam, Jaka Tarub bermimpi memakan Daging Rusa. Pada saat ia terbangun dari tidurnya, ia pun
langsung pergi ke hutan. Dari pagi sampai siang hari ia berjalan. Namun, ia sama sekali tidak menjumpai
Rusa. Jangankan Rusa, Kancil pun tidak ada.

Cerita Rakyat Jaka Tarub

Cerita Rakyat Jaka Tarub

Suatu ketika, ia melewati telaga itu dan secara tidak sengaja ia melihat para bidadari sedang mandi
disana. Di telaga tampak tujuh perempuan cantik tengah bermain-main air, bercanda, bersuka ria. Jaka
Tarub sangat terkejut melihat kecantikan mereka.

Karena jaka Tarub merasa terpikat oleh tujuh bidadari itu, akhirnya ia mengambil salah satu
selendangnya. Setelahnya para bidadari beres mandi, merekapun berdandan dan siap-siap untuk
kembali ke kahyangan.
Mereka kembali mengenakan selendangnya masing-masing. Namun salah satu bidadari itu tidak mene-
mukan selendangnya. Keenam kakaknya turut membantu mencari, namun hingga senja tak ditemukan
juga. Karena hari sudah mulai senja, Nawangwulan di tinggalkan seorang diri. Kakak-kakanya kembali ke
Khayangan. Ia merasa sangat sedih.

Tidak lama kemudian Jaka Tarub datang menghampiri dan berpura-pura menolong sang Bidadari itu. Di
ajaknya bidadari yang ternyata bernama Nawang Wulan itu pulang ke rumahnya. Kehadiran Nawang
Wulan membuat Jaka Tarub kembali bersemangat.

Singkat cerita, merekapun akhirnya menikah. Keduanya hidup dengan Bahagia. mereka pun memiliki
seorang putri cantik bernama Nawangsih. Sebelum mereka menikah, Nawang wulan mengingatkan
kepada Jaka Tarub untuk tidak menanyakan kebiasan yang akan dilakukannya nanti setelahnya ia
menjadi istri.

Rahasianya Nawang Wulan yaitu, Ia memasak nasi selalu menggunakan satu butir beras, dengan sebutir
beras itu ia dapat menghasilkan nasi yang banyak. Setelah mereka menikah Jaka Tarub sangat
penasaran. Namun, dia tidak bertanya langsung kepada Nawang wulan melainkan ia langsung membuka
dan melihat panci yang suka dijadikan istrinya itu memasak nasi. Ia melihat Setangkai padi masih
tergolek di dalamnya, ia pun segera menutupnya kembali. Akibat rasa penasaran Jaka Tarub. Nawang
Wulan kehilangan kekuatannya. Sejak saat itu, Nawang Wulan harus menumbuk dan menampi beras
untuk dimasak, seperti wanita umumnya.

Karena tumpukan padinya terus berkurang, suatu waktu, Nawangwulan tanpa sengaja menemukan
selendang bidadarinya terselip di antara tumpukan padi. ternyata selendang tersebut ada di lumbung
gabah yang di sembunyikan oleh suaminya.

Nawang wulan pun merasa sangat marah ketika suaminyalah yang mencuri selendangnya. Akhirnya, ia
memutuskan untuk pergi ke kahyangan. Jaka Tarub pun meminta maaf dan memohon kepada istrinya
agar tidak pergi lagi ke kahyanngan, Namun Nawangwulan sudah bulat tekadnya, hingga akhirnya ia
pergi ke kahyangan. Namun ia tetap sesekali turun ke bumi untuk menyusui bayinya. Namun, dengan
satu syarat, jaka tarub tidak boleh bersama Nawangsih ketika Nawang wulan menemuinya. Biarkan ia
seorang diri di dekat telaga.
Jaka Tarub menahan kesedihannya dengan sangat. Ia ingin terlihat tegar. Setelah Jaka Tarub
menyatakan kesanggupannya untuk tidak bertemu lagi dengan Nawangwulan, sang bidadaripun terbang
meninggalkan dirinya dan Nawangsih. Jaka Tarub hanya sanggup menatap kepergian Nawangwulan
sambil mendekap Nawangsih. Sungguh kesalahannya tidak termaafkan. Tiada hal lain yang dapat
dilakukannya saat ini selain merawat Nawangsih dengan baik

Pesan moral dari Dongeng Jaka Tarub – Cerita Rakyat Jaka Tarub adalah tepati janji yang telah kamu
ucapkan, tidak menepati janji hanya akan membawa keburukan dimasa yang akan datang. Selain itu
jangan mudah dalam mengucapkan janji atau sumpah.

Cerita Dongeng

Cerita Rakyat Asal Usul Salatiga

Zaman dahulu, kota Semarang dipimpin oleh Adipati Pandanarang dan mempunyai istri bernama Nyai
Pandanarang. Ia terkenal sebagai pemimpin yang jujur, tetapi juga menyukai harta benda yang
berlimpah.

Sifat kurang baik adipati ini terdengar oleh Sunan Kalijaga, seorang wali yang arif dan bijaksana. Sunan
berniat mengingatkan Pandanarang dengan menyamar sebagai tukang rumput. Ketika lewat di halaman
kabupaten, Adipati Pandanarang menawar rumput dengan harga yang sangat rendah.

Penjual rumput itu setuju dan meletakkan rumputnya di kandang. Sebelum pergi, ia menyelipkan uang
lima sen di antara rerumputan. Uang tersebut ditemukan oleh abdi dalem yang segera melapor kepada
Pandanarang.

Hal itu terjadi berulang kali. Pandanarang heran mengapa tukang rumput tersebut tidak pernah
menanyakan uangnya. Ketika tukang rumput itu datang kembali, Pandanarang pun menanyakan asal-
usul tukang rumput itu. Ia juga menanyakan mengapa sang tukang rumput seperti tidak membutuhkan
uang. Tukang rumput menjawab bahwa ia bisa mendapatkan emas dengan sekali cangkulan tanah. Ia
tidak membutuhkan benda-benda duniawi, karena semuanya tidak abadi. la juga berkata bahwa ada
emas permata tertanam di dalam halaman istana.
Pandanarang marah mendengar jawaban itu. la merasa dihina oleh tukang rumput itu. Pandanarang
menyuruh seorang abdi mengambil cangkul, kemudian menyerahkannya kepada tukang rumput.
Dengan kukuh, tukang rumput tadi mengayunkan cangkul ke tanah. Ternyata, kata-kata orang itu benar.
Ada emas permata di dalam tanah istana.

Cerita Rakyat Asal Usul Salatiga

Cerita Rakyat Asal Usul Salatiga

Adipati Pandanarang sangat terkejut melihat pemandangan di hadapannya. Seketika, ia merasa sangat
kerdil dalam hatinya.

“Pandanarang, aku adalah Sunan Kalijaga”. Setelah mendengar kata-kata itu, Pandanarang langsung
meminta maaf atas kekasarannya. Sunan Kalijaga meminta Pandanarang untuk melepaskan
kegemarannya pada harta duniawi.

Pandanarang mengungkapkan kepada istrinya bahwa ia ingin berguru kepada Sunan Kalijaga. Istri
Pandanarang menyetujui dan menyatakan bahwa ia ingin mengikuti sang suami.

“Kau boleh ikut, tetapi ingatlah kita tidak boleh membawa barang- barang yang kita miliki. Berikan
barang-barang itu kepada fakir miskin,” ujar Pandanarang kepada istrinya.

lstrinya menyatakan bahwa ia tak rela meninggalkan harta bendanya dan menyerahkannya kepada fakir
miskin. la meminta suaminya berangkat Iebih dulu. Lalu, perempuan ini menyimpan emas dan permata
di dalam tongkatnya yang terbuat dari bambu. Pandanarang pun menyusul Sunan Kalijaga. Dalam
perjalanan, mereka dihadang oleh tiga orang penyamun.

“Jika kau ingin barang berharga, tunggulah. Sebentar lagi, akan lewat seorang perempuan tua. Cegat dia.
Kau akan mendapatkan emas permata dalam tongkat bambunya,” kata Sunan Kalijaga.

Muncullah Nyai Pandanarang yang berjalan tertatih dengan tongkat bambu. Ketiga penyamun tersebut
menghadang dan merampas tongkat bambu yang ia pegang. Nyai Pandanarang tidak dapat berbuat apa-
apa selain merelakan hartanya dirampas. Ketika berhasil bertemu dengan suaminya dan Sunan Kalijaga,
ia menceritakan kejadian perampokan yang dialaminya sambil menangis.

“Kau tidak mendengarkan kata suamimu. Untuk berguru denganku, kalian harus meninggalkan harta
duniawi. Jadi, kejadian ini adalah salahmu sendiri,” ujar Sunan Kalijaga.

“Ada tiga pihak yang melakukan kesalahan di sini, yaitu kau sendiri, suamimu dan para penyamun itu.
Kelak, tempat ini akan menjadi kota yang ramai,” kata Sunan Kalijaga.

Untuk mengingat kejadian tersebut, Sunan Kalijaga menamakan daerah itu dengan “Salah Tiga”. Pada
perkembangan, nama Salah Tiga bergeser ucapannya menjadi Salatiga. Kini Salatiga menjadi kota yang
ramai seperti yang pernah diprediksi oleh Sunan Kalijaga.

Pesan moral dari Cerita Rakyat Salatiga – Dongeng Dari Jawa Tengah adalah harta benda tidak
selamanya akan membawa kebahagiaan dan keberuntungan. Kadang kala, justru bisa menjadi sumber
malapetaka.

Cerita Rakyat Legenda Candi Prambanan

Loro Jonggrang, putri Raja Prambanan, amat sedih atas kematian ayahnya. Bandung Bondowoso dari
Kerajaan Pengging telah membunuh ayahnya dan mengambil alih kekuasaan. Ia lalu mengajak Bi Sumi,
pengasuhnya, untuk meninggalkan istana. Ia ingin melupakan semua kenangan di istana itu. Saat
keduanya keluar dari pintu gerbang utama, sekelompok pasukan mencegat mereka. “Mau ke mana
kalian? Kami diperintahkan untuk menjaga Putri Loro Jonggrang.”

“Maaf Tuan, kami hendak pergi dari istana ini,” jawab Loro Jonggrang. Tiba-tiba terdengar suara besar
berwibawa, “Loro Jonggrang… kau tak boleh pergi dari sini.” Rupanya itu suara Bandung Bondowoso.
Loro Jonggrang dan Bi Sumi gemetar, takut Bandung Bondowoso akan membunuh mereka.
Ternyata Bandung Bondowoso meminta Loro Jonggrang untuk menjadi istrinya. Loro Jonggrang merasa
kaget dan tak sudi menjadi istri pembunuh. Namun Loro Jonggrang sadar, ia tak boleh gegabah. Tiba-
tiba terlintas ide di benaknya. “Hamba bersedia menjadi istri Tuan, tetapi tentu saja ada syaratnya.
Anggap saja ini permintaan mas kawin dari hamba,” katanya.

Bandung Bondowoso menjawab dengan angkuh “Apa pun yang kau minta, pasti akan kuberikan,”
jawabnya. Loro Jonggrang menjawab “Jika begitu, buatkan hamba seribu candi Tuan.”

“Seribu candi? Tak masalah, demi dirimu, akan kubuatkan segera,” jawab Bandung Bondowoso. “Namun
candi itu harus selesai dalam waktu semalam saja.” kata Loro Jonggrang lagi.

“Hmm… rupanya wanita ini ingin mengerjaiku. Dia belum tahu siapa aku,” kata Bandung Bondowoso
dalam hati. Tak mau kehilangan wibawanya, Bandung Bondowoso pun mengiyakan permintaan Loro
Jonggrang.

“Aku akan meminta tolong pada pasukan jin. Seribu candi dalam semalam bukan hal yang sulit bagi
mereka.” pikirnya. Ya, Bandung Bondowoso memang berteman dengan pasukan jin. Malamnya, ia mulai
melakukan ritual untuk memanggil jin. Sambil mengangkat kedua tangannya, ia berteriak “Pasukan Jin…
datanglah! Aku perlu bantuan kalian!”.

“Apa yang harus kami lakukan, Tuan?” tanya pemimpin jin. “Buatkan aku seribu candi dan selesaikan
semuanya malam ini juga” perintah Bandung Bondowoso.

“Siap Tuanku!” jawab mereka. Para jin mulai bekerja. Benar saja, dalam waktu yang sangat singkat,
bangunan candi sudah mulai tampak tersusun. Bandung Bondowoso menepuk dada. “Kau tak bisa lari
kemana-mana Loro Jonggrang.” katanya dalam hati.

Cerita Rakyat Legenda Candi Prambanan

Cerita Rakyat Legenda Candi Prambanan

Diam-diam, Loro Jonggrang mengintip dari kamarnya. Ia tak menyangka bahwa Bandung Bondowoso
dibantu oleh pasukan jin.
“Gawat, seribu candi itu akan segera selesai. Aku harus segera melakukan sesuatu. Aku tak sudi menikah
dengannya.” Loro Jonggrang membangunkan Bi Sumi yang terlelap. “Bangun Bi, aku butuh bantuan Bi
Sumi” bisik Loro Jonggrang sambil menggoyang-goyangkan badan Bi Sumi. “Bi, apa yang harus kita
lakukan? Coba lihat ke arah sana. Bandung Bondowoso memanggil pasukan jin untuk membantunya,”
tanya Loro Jonggrang bingung. Bi Sumi memandang keluar kamar. Ia mengucek-ucek matanya seolah tak
percaya, “Candi itu sudah hampir selesai… gawat,” teriaknya panik.

Bi Sumi keluar kamar. Ia membangunkan semua dayang dan pengawal istana.”Apa yang akan kita
lakukan Bi?” tanya mereka bingung. Bi Sumi menjelaskan, “Jin itu takut pada sinar Matahari. Jika
Matahari terbit, mereka akan lari, jadi candi-candi itu tak akan selesai.”

“Tapi itu tak mungkin Bi… sekarang kan masih tengah malam. Bagaimana bisa ada sinar Matahari?”
sahut Loro Jonggrang tak mengerti. “Ssttt… kau diam saja. Ayo semuanya, ikuti aku.” kata Bi Sumi.
Mereka lalu mengendap-endap ke sebelah timur istana. Bi Sumi memerintahkan para dayang dan
pengawal istana untuk mengumpulkan setumpuk jerami, termasuk Loro Jonggrang. Setelah itu, Bi Sumi
mengambil obor dan membakar semua jerami itu. Bi Sumi juga memerintahkan para dayang untuk
menumbuk lesung. “Dung… dung…. dung….” suara lesung ditumbuk pun bertalu-talu.

Api semakin besar, semburatnya membuat langit tampak merah. Diiringi dengan suara lesung yang
ditumbuk, suasananya mirip suasana di pagi hari. Ayam jago pun tertipu oleh keadaan itu dan berkokok
keras-keras. “Kukuruyukk…. kukuruyukkk….”

Pasukan jin bingung. Mereka menengok ke langit. “Wah, Matahari sudah terbit. Ayo cepat pergi,” teriak
pemimpinnya. Mereka kemudian lari berhamburan. Bandung Bondowoso tak memusingkan hal itu,
karena ia melihat candi-candi itu sudah berdiri dengan megah. “Loro Jonggrang pasti akan terpana
melihat candi-candi ini” katanya sambil tersenyum puas.

“Lihat, candi yang kau minta sudah berdiri.” kata Bandung Bondowoso pada Loro Jonggrang. Loro
Jonggrang menjawab “Hamba harus menghitang jumlah candi ini. Betulkah semuanya berjumlah 1.000
buah?”
“Silakan,” jawab Bandung Bondowoso. “997, 998, 999, dan… jumlahnya kurang satu!” pekik Loro
Jonggrang. “Tuan gagal memenuhi syarat yang hamba ajukan”.

“Tak mungkin! Aku melihat sendiri para jin membangun candi ini. Atau… jangan-jangan…?” Bandung
Bondowoso menatap Loro Jonggrang dengan tajam. “Apa yang kau lakukan?” Loro Jonggrang ketakutan
dan mundur selangkah. “Tak ada seorang pun yang bisa mengalahkan aku. Jika aku menginginkan seribu
candi, maka aku akan mendapatkan seribu candi!” teriak Bandung Bondowoso marah. “Ampun Tuanku…
tapi hamba tidak salah. Jumlahnya memang kurang satu,” jawab Loro Jonggrang. Bandung Bondowoso
menyeringai “Jika demikian, kau saja yang melengkapinya. Jadilah kau candi yang keseribu!”

Bandung Bondowoso memang sakti. Dalam sekejap, tubuh Loro Jong grang berubah menjadi patung
batu. Patung batu itu melengkapi jumlah candi menjadi seribu buah. Keinginan Bandung Bondowoso
untuk membuat seribu candi pun terpenuhi. Namun keinginannya untuk memperistri Loro Jonggrang
sirna sudah. Ia tak mungkin memperistri patung.

Sampai sekarang, candi-candi tersebut masih berdiri dengan megah dan terletak di wilayah Prambanan,
Jawa Tengah. Orang sering menyebutnya dengan Candi Sewu.

Sedangkan patung Loro Jonggrang sendiri sering disebut dengan Arca Durga.

Pesan dari Dongeng Candi Prambanan – Cerita Rakyat Yogyakarta untukmu adalah jangan sombong
walaupun memiliki kepandaian atau kekuatan. Semuanya itu belum tentu membuatmu bahagia.

Cerita Rakyat Asal Usul Kali Gajah Wong

Hari itu, Ki Sapa Wira bersiul riang. Seperti biasa, ia akan memandikan gajah milik junjungannya, Sultan
Agung, raja Kerajaan Mataram. Dengan hati-hati, Ki Sapa Wira menuntun gajah yang dinamai Kyai
Dwipangga itu.
Mereka berjalan ke sungai yang terletak di dekat Keraton Mataram, dan mulailah ia memandikan gajah
yang berasal dari negeri Siam itu.

“Nah, sekarang kau sudah bersih. Bulumu sudah mengkilat, sekarang ayo kembali ke kandangmu,” kata
Ki Sapa Wira pada Kyai Dwipangga. Ki Sapa Wira memang memperlakukan Kyai Dwipangga seperti
anaknya sendiri. Tak heran, Kyai Dwipangga amat patuh padanya.

Suatu hari, Ki Sapa Wira tak bisa memandikan Kyai Dwipangga. Ada bisul besar di ketiaknya, rasanya
ngilu sekali. Badannya juga demam karena bisul itu. Ia meminta tolong pada adik iparnya, Ki Kerti Pejok,
untuk menggantikannya memandikan Kyai Dwipangga. “Kerti, tolong aku ya. Aku benar-benar tak bisa
bekerja hari ini,” kata Ki Sapa Wira.

“Tenang Kang, aku pasti akan membantumu. Tapi tolong beritahu, bagaimana caranya supaya gajah itu
menurut padaku? Aku takut jika nanti ia malah marah dan menyerangku,” jawab Ki Kerti Pejok.

“Biasanya kalau ia mulai gelisah, pantatnya aku tepuk-tepuk, lalu aku tarik ekornya. Nanti ia akan
kembali tenang dan berendam sendiri di sungai. Kau tinggal memandikannya,” jelas Ki Sapa Wira. Ki
Kerti Pejok mengangguk-angguk tanda mengerti. Ia lalu berangkat ke sungai untuk memandikan Kyai
Dwipangga.

Sepanjang perjalanan, Ki Kerti Pejok mengajak Kyai Dwipangga mengobrol. Ia juga membawa buah-
buahan sebagai bekal dalam perjalanan. “Gajah gendut, kau mau makan kelapa?” tanyanya sambil
melemparkan sebutir kelapa pada Kyai Dwipangga. Kyai Dwipangga menangkap kelapa itu dengan
belalainya. Dengan mudah ia memecah kelapa itu dan memakannya.

Cerita Rakyat Asal Usul Kali Gajah Wong

Cerita Rakyat Asal Usul Kali Gajah Wong

“Sekarang kau sudah kenyang, kan? Ayo jalan lagi,” kata Ki Kerti Pejok sambil memukul pantat Kyai
Dwipangga.
Sesampainya di sungai, Ki Kerti Pejok melaksanakan tugasnya dengan mudah. Digosoknya seluruh
bagian tubuh Kyai Dwipangga sampai bersih dan berkilat. Setelah itu mereka pulang ke keraton
Mataram. “Kang, hari ini aku sudah melaksanakan tugasku dengan baik. Apa besok Kakang masih
memerlukan bantuanku?” tanya Ki Kerti Pejok pada Ki Sapa Wira.

Cerita Lucu

“Jika kau tak keberatan, maukah kau memandikannya sekali lagi? Aku masih demam, sedangkan gajah
itu harus dimandikan setiap hari,” jawab Ki Sapa Wira.

“Baik Kang, aku tidak keberatan. Toh gajah itu sangat penurut. Jadi, aku tak kesulitan saat
memandikannya,” kata Ki Kerti Pejok.

“Terima kasih Kerti, lusa aku pasti sudah sembuh. Kau akan bebas dari tugas ini,” kata Ki Sapa Wira.

Keesokan harinya, Ki Kerti Pejok menjemput Kyai Dwipangga. Pagi itu hujan turun rintik-rintik, tapi
sepertinya tak akan bertambah deras. Di sungai, Ki Kerti Pejok bimbang karena dilihatnya air sungai
sedang surut.

“Wah, airnya dangkal sekali. Mana bisa gajah ini berendam? Aku sendiri saja tak bisa, apalagi gajah yang
besar?” pikirnya dalam hati.

“Gajah gendut, kita cari sungai yang lain saja. Sungai ini dangkal, kau tak akan bisa berendam di sini.”

Ki Kerti Pejok menuntun Kyai Dwipangga ke hilir sungai. Di situ air tampaknya tinggi dan aliran juga
cukup deras. “Nah, di sini sepertinya lebih asyik. Ayo, sana masuk, berendamlah. Aku akan menggosok
punggungmu dengan daun kelapa ini,” kata Ki Kerti Pejok sambil memukul pantat Kyai Dwipangga.
Sambil memandikan Kyai Dwipangga, Ki Kerti Pejok berpikir,

“Sebaiknya aku beritahu Kakang untuk memandikan gajahnya di sini. Disini airnya lebih dalam, arusnya
juga cukup deras. Aneh, kok selama ini Kanjeng Sultan Agung tak tahu keberadaan sungai ini, ya?”
Saat ia sibuk berbicara sendiri, tiba-tiba dari arah hulu datanglah banjir bandang yang sangat besar.
Banjir itu datang dengan sangat cepat. Ki Kerti Pejok dan Kyai Dwipangga bahkan tak menyadarinya.

Dalam sekejap, mereka terhempas dan terbawa arus. “Tolong…tolonggg…,” teriak Ki Kerti Pejok. Tapi tak
ada yang mendengar. Sungguh menyedihkan nasib Ki Kerti Pejok dan Kyai Dwipangga. Mereka terseret
arus dan hanyut sampai ke Laut Selatan.

Sungguh sangat disayangkan, mereka binasa dalam keganasan banjir bandang itu. Ki Kerti Pejok tak tahu
bahwa selama ini Sultan Agung memang melarang para abdinya memandikan gajah di hilir sungai.
Karena ia tahu bahaya bisa datang sewaktu-waktu di sana. Ki Sapa Wira berduka. Ia sangat sedih karena
kehilangan adik ipar dan gajah kesayangannya.

Untuk mengenang kejadian itu, Sultan Agung menamakan sungai itu Kali Gajah Wong. Kali berarti
sungai, gajah wong berarti gajah dan orang. Kali Gajah Wong ini terletak di sebelah timur Kota
Yogyakarta.

Cerita Rakyat Telaga Bidadari

Dahulu kala, ada seorang pemuda yang tampan dan gagah. Ia bernama Awang Sukma. Awang Sukma
mengembara sampai ke tengah hutan belantara. Ia tertegun melihat aneka macam kehidupan di dalam
hutan. Ia membangun sebuah rumah pohon di sebuah dahan pohon yang sangat besar.

Kehidupan di hutan rukun dan damai. Setelah lama tinggal di hutan, Awang Sukma diangkat menjadi
penguasa daerah itu dan bergelar Datu. Sebulan sekali, Awang Sukma berkeliling daerah kekuasaannya
dan sampailah ia di sebuah telaga yang jernih dan bening. Telaga tersebut terletak di bawah pohon yg
rindang dengan buah-buahan yang banyak. Berbagai jenis burung dan serangga hidup dengan riangnya.
“Hmm, alangkah indahnya telaga ini. Ternyata hutan ini menyimpan keindahan yang luar biasa,” gumam
Datu Awang Sukma.
Keesokan harinya, ketika Datu Awang Sukma sedang meniup serulingnya, ia mendengar suara riuh
rendah di telaga. Di sela-sela tumpukan batu yang bercelah, Datu Awang Sukma mengintip ke arah
telaga. Betapa terkejutnya Awang Sukma ketika melihat ada 7 orang gadis cantik sedang bermain air.

“Mungkinkah mereka itu para bidadari?” pikir Awang Sukma. Tujuh gadis cantik itu tidak sadar jika
mereka sedang diperhatikan dan tidak menghiraukan selendang mereka yang digunakan untuk terbang,
bertebaran di sekitar telaga. Salah satu selendang tersebut terletak di dekat Awang Sukma.

“Wah, ini kesempatan yang baik untuk mendapatkan selendang di pohon itu,” gumam Datu Awang
Sukma.

Mendengar suara dedaunan, para putri terkejut dan segera mengambil selendang masing-masing.
Ketika ketujuh putri tersebut ingin terbang, ternyata ada salah seorang putri yang tidak menemukan
pakaiannya. Ia telah ditinggal oleh keenam kakaknya. Saat itu, Datu Awang Sukma segera keluar dari
persembunyiannya.

“Jangan takut tuan putri, hamba akan menolong asalkan tuan putri sudi tinggal bersama hamba,” bujuk
Datu Awang Sukma. Putri Bungsu masih ragu menerima uluran tangan Datu Awang Sukma. Namun
karena tidak ada orang lain maka tidak ada jalan lain untuk Putri Bungsu kecuali menerima pertolongan
Awang Sukma.

Datu Awang Sukma sangat mengagumi kecantikan Putri Bungsu. Demikian juga dengan Putri Bungsu. Ia
merasa bahagia berada di dekat seorang yang tampan dan gagah perkasa. Akhirnya mereka
memutuskan untuk menjadi suami istri. Setahun kemudian lahirlah seorang bayi perempuan yang cantik
dan diberi nama Kumalasari. Kehidupan keluarga Datu Awang Sukma sangat bahagia.

Cerita Rakyat Telaga Bidadari

Cerita Rakyat Telaga Bidadari

Namun, pada suatu hari seekor ayam hitam naik ke atas lumbung dan mengais padi di atas permukaan
lumbung. Putri Bungsu berusaha mengusir ayam tersebut. Tiba-tiba matanya tertuju pada sebuah
bumbung bambu yang tergeletak di bekas kaisan ayam. “Apa kira-kira isinya ya?” pikir Putri Bungsu.
Ketika bumbung dibuka, Putri Bungsu terkejut dan berteriak gembira. “Ini selendangku!, seru Putri
Bungsu. Selendang itu pun didekapnya erat-erat. Perasaan kesal dan jengkel tertuju pada suaminya.
Tetapi ia pun sangat sayang pada suaminya.

Akhirnya Putri Bungsu membulatkan tekadnya untuk kembali ke kahyangan. “Kini saatnya aku harus
kembali!,” katanya dalam hati. Putri Bungsu segera mengenakan selendangnya sambil menggendong
bayinya.

Datu Awang Sukma terpana melihat kejadian itu. Ia langsung mendekat dan minta maaf atas tindakan
yang tidak terpuji yaitu menyembunyikan selendang Putri Bungsu. Datu Awang Sukma menyadari bahwa
perpisahan tidak bisa dielakkan. “Kanda, dinda mohon peliharalah Kumalasari dengan baik,” kata Putri
Bungsu kepada Datu Awang Sukma.” Pandangan Datu Awang Sukma menerawang kosong ke angkasa.
“Jika anak kita merindukan dinda, ambillah tujuh biji kemiri, dan masukkan ke dalam bakul yang
digoncang-goncangkan dan iringilah dengan lantunan seruling. Pasti dinda akan segera datang
menemuinya,” ujar Putri Bungsu.

Putri Bungsu segera mengenakan selendangnya dan seketika terbang ke kahyangan. Datu Awang Sukma
menatap sedih dan bersumpah untuk melarang anak keturunannya memelihara ayam hitam yang dia
anggap membawa malapetaka.

Pesan moral : Legenda cerita rakyat Telaga Bidadari mengajarkan kita, jika kita menginginkan sesuatu
hendaknya dengan cara halal. Kita tidak boleh mencuri, merampok harta milik orang lain, karena
sewaktu-waktu dapat menjadi batu sandungan dalam meraih cita-cita. Kitapun tidak boleh menyimpan
perbuatan busuk, karena pada suatu saat akan ketahuan juga.

Cerita Rakyat Legenda Roro Mendut

Pada zaman dahulu, di pesisir pantai utara Pulau Jawa, tepatnya di daerah Pati, Jawa Tengah,
tersebutlah sebuah desa nelayan bernama Teluk Cikal. Desa itu termasuk ke dalam wilayah Kadipaten
Pati yang diperintah oleh Adipati Pragolo II. Kadipaten Pati sendiri merupakan salah satu wilayah
taklukan dari Kesultanan Mataram yang dipimpin oleh Sultan Agung.
Di Teluk Cikal, hidup seorang gadis anak nelayan bernama Rara Mendut. Ia seorang gadis yang cantik
dan rupawan. Rara Mendut juga dikenal sebagai seorang gadis yang teguh pendirian. Ia tidak sungkan-
sungkan menolak para lelaki yang datang melamarnya sebab ia sudah memiliki calon suami, yakni
seorang pemuda desa yang tampan bernama Pranacitra, putra Nyai Singabarong, seorang saudagar
kaya-raya.

Suatu hari, berita tentang kecantikan dan kemolekan Rara Mendut terdengar oleh Adipati Pragolo II.
Penguasa Kadipaten Pati itu pun bermaksud menjadikannya sebagai selir. Sudah berkali-kali ia
membujuknya, namun Rara Mendut tetap menolak. Merasa dikecewakan, Adipati Pragolo II mengutus
beberapa pengawalnya untuk menculik Rara Mendut.

Hari itu, ketika Rara Mendut sedang asyik menjemur ikan di pantai seorang diri, datanglah utusan
Adipati Progolo.

“Ayo gadis cantik, ikut kami ke keraton!” seru para pengawal itu sambil menarik kedua tangan Rara
Mendut dengan kasar.

“Lepaskan, aku!” teriak Rara Mendut sambil meronta-ronta, “Aku tidak mau menjadi selir Adipati
Pragolo. Aku sudah punya kekasih!”

Para pengawal itu tidak peduli dengan rengekan Rara Mendut. Mereka terus menyeret gadis itu naik ke
kuda lalu membawanya ke keraton. Sebagai calon selir, Rara Mendut dipingit di dalam Puri Kadipaten
Pati di bawah asuhan seorang dayang bernama Ni Semangka dengan dibantu oleh seorang dayang yang
lebih muda bernama Genduk Duku.

Cerita Rakyat Legenda Roro Mendut

Cerita Rakyat Legenda Roro Mendut

Sementara Rara Mendut dalam masa pingitan, di Kadipaten Pati sedang terjadi gejolak. Sultan Agung
menuding Adipati Pragolo II sebagai pemberontak karena tidak mau membayar upeti kepada Kesultanan
Mataram. Sultan Agung pun memimpin langsung penyerangan ke Kadipaten Pati.
Menurut cerita, Sultan Agung tidak mampu melukai Adipati Pragolo II karena penguasa Pati itu memakai
kere waja (baju zirah) yang tidak mempan senjata apapun. Melihat hal itu, abdi pemegang payung sang
Sultan yang bernama Ki Nayadarma pun berkata,

“Ampun, Gusti Prabu. Perkenankanlah hamba yang menghadapi Adipati Pragolo!” pinta Ki Nayadarma
seraya memberi sembah.

“Baiklah, Abdiku. Gunakanlah tombak Baru Klinting ini!” ujar sang Sultan.

Berbekal tombak pusaka Baru Klinting, Ki Nayadarma langsung menyerang Adipati Pragolo II. Namun,
serangannya masih mampu ditepis oleh Adipati Pragolo II. Saat Adipati itu lengah, Ki Nayadarma dengan
cepat menikamkan pusaka Baru Klinting ke bagian tubuh sang Adipati yang tidak terlindungi oleh baju
zirah. Adipati Pragolo II pun tewas seketika.

Sementara itu, para prajurit yang dikomandani panglima perang Mataram, Tumenggung Wiraguna,
segera merampas harta kekayaan Kadipaten Pati, termasuk Rara Mendut. Tumenggung Wiraguna
langsung terpesona saat melihat kecantikan Rara Mendut. Ia pun memboyong Rara Mendut ke Mataram
untuk dijadikan selirnya.

Tumenggung Wiraguna berkali-kali membujuk Rara Mendut untuk dijadikan selir, namun selalu ditolak.
Bahkan, di hadapan panglima itu, ia berani terang-terangan menyatakan bahwa dirinya telah memiliki
kekasih bernama Pranacitra. Sikap Rara Mendut yang keras kepala itu membuat Tumenggung Wiraguna
murka.

“Baiklah, Rara Mendut. Jika kamu tidak ingin menjadi selirku, maka sebagai gantinya kamu harus
membayar pajak kepada Mataram!” ancam Tumenggung Wiraguna.

Rara Mendut tidak gentar mendengar ancaman itu. Ia lebih memilih membayar pajak daripada harus
menjadi selir Tumenggung Wiraguna. Oleh karena masih dalam pengawasan prajurit Mataram, Rara
Mendut kemudian meminta izin untuk berdagang rokok di pasar. Tumenggung Wiraguna pun
menyetujuinya. Ternyata, dagangan rokoknya laku keras, bahkan, orang juga beramai-ramai membeli
puntung rokok bekas isapan Rara Mendut.
Suatu hari, ketika sedang berjualan di pasar, Rara Mendut bertemu dengan Pranacitra yang sengaja
datang mencari kekasihnya itu. Pranacitra berusaha mencari jalan untuk bisa melarikan Rara Mendut
dari Mataram.

Setiba di istana, Rara Mendut menceritakan perihal pertemuannya dengan Pranacitra kepada Putri
Arumardi, salah seorang selir Wiraguna, dengan harapan dapat membantunya keluar dari istana. Rara
Mendut tahu persis bahwa Putri Arumardi tidak setuju jika Wiraguna menambah selir lagi.

Putri Arumardi dan selir Wiraguna lainnya yang bernama Nyai Ajeng menyusun siasat untuk
mengeluarkan Rara Mendut ke luar dari istana. Bersama dengan Pranacitra, Rara Mendut berusaha
untuk kembali ke kampung halamannya di Kadipaten Pati.

Namun sungguh disayangkan, pelarian Rara Mendut dan Pranacitra diketahui oleh Wiraguna. Pasangan
ini akhirnya berhasil ditemukan oleh para prajurit Wiraguna. Rara Mendut pun dibawa kembali ke
Mataram, sedangkan secara diam-diam, Wiraguna memerintahkan abdi kepercayaannya untuk
menghabisi nyawa Pranacitra. Alhasil, kekasih Rara Mendut itu tewas dan dikuburkan di sebuah hutan
terpencil di Ceporan, Desa Gandhu, terletak kurang lebih 9 kilometer sebelah timur Kota Yogyakarta.

Cerita Dongeng

Sepeninggal Pranacitra, Tumenggung Wiraguna kembali membujuk Rara Mendut agar mau menjadi
selirnya. Namun, usahanya tetap sia-sia, gadis cantik itu tetap menolak. Sang Panglima pun tidak
kehabisan akal. Ia kemudian menceritakan perihal kematian Pranacitra kepada Rara Mendut.

“Sudahlah, Rara Mendut. Percuma saja kamu menikah dengan Pranacitra,” ujar Tumenggung Wiraguna.

“Apa maksud, Tuan?” tanya Rara Mendut mulai cemas.

“Pemuda yang kamu kasihi itu sudah tidak ada lagi,” jawab Tumenggung Wiraguna.
“Kanda Pranacitra sudah tidak ada? Ah, itu tidak mungkin terjadi. Aku baru saja bertemu dengannya
kemarin,” kata Rara Mendut tidak percaya.

“Jika kamu tidak percaya, ikutlah bersamaku, akan kutunjukkan kuburnya,” ujar Tumenggung Wiraguna.

Rara Mendut pun menurut untuk membuktikan perkataan Tumenggung Wiraguna. Betapa terkejutnya
Rara Mendut begitu sampai di tempat Pranacitra dikuburkan. Ia berteriak histeris di hadapan makam
kekasihnya.

“Kanda, jangan tinggalkan Dinda!” tangis Rara Mendut.

“Sudahlah, Mendut! Tak ada lagi gunanya meratapi orang yang sudah mati,” ujar Wiraguna, “Ayo, kita
tinggalkan tempat ini!”

Rara Mendut pun bangkit lalu mengikuti Tumenggung Wiraguna sambil terus menangis. Belum jauh
mereka meninggalkan tempat pemakaman itu, Rara Mendut pun murka dan mengancam akan
melaporkan perbuatan Wiraguna kepada Raja Mataram, Sultan Agung.

“Tuan jahat sekali. Perbuatan Tuan akan kulaporkan kepada Raja Mataram agar mendapat hukuman
yang setimpal!” ancam Rara Mendut.

Seketika, Tumenggung Wiraguna menjadi sangat marah. Ia kemudian menarik tangan Rara Mendut
untuk dibawa pulang ke rumahnya. Namun, gadis itu menolak dan meronta-ronta untuk melepaskan
diri. Begitu tangannya terlepas, ia menarik keris milik Tumenggung Wiraguna yang terselip di
pinggangnya. Rara Mendut kemudian berlari menuju makam kekasihnya. Panglima itu pun berusaha
mengejarnya.

“Berhenti, Mendut!” teriaknya.

Setiba di makam Pranacitra, Rara Mendut bermaksud untuk bunuh diri.


“Jangan, Mendut! Jangan lakukan itu!” teriak Tumenggung Wiraguna yang baru saja sampai.

Namun, semuanya sudah terlambat. Rara Mendut telah menikam perutnya dengan keris yang
dibawanya. Tubuhnya pun langsung roboh dan tewas di samping makam kekasihnya. Melihat peristiwa
itu, Tumenggung Wiraguna merasa amat menyesal atas perbuatannya.

“Oh, Tuhan. Sekiranya aku tidak memaksanya menjadi selirku, tentu Rara Mendut tidak akan nekad
bunuh diri,” sesal Tumenggung Wiraguna.

Penyesalan itu tak ada gunanya karena semuanya sudah terjadi. Untuk menebus kesalahannya,
Tumenggung Wiraguna menguburkan Rara Mendut satu liang dengan Pranacitra. Begitulah kisah
perjuangan Rara Mendut dalam mempertahankan harga diri dan kesetiaannya.

Cerita Rakyat Aji Saka

Dahulu kala, ada sebuah kerajaan bernama Medang Kamulan yang diperintah oleh raja bernama Prabu
Dewata Cengkar yang buas dan suka makan manusia. Setiap hari sang raja memakan seorang manusia
yang dibawa oleh Patih Jugul Muda.

Sebagian kecil dari rakyat yang resah dan ketakutan mengungsi secara diam-diam ke daerah lain.

Di dusun Medang Kawit ada seorang pemuda bernama Aji Saka yang sakti, rajin dan baik hati.

Suatu hari, Aji Saka berhasil menolong seorang bapak tua yang sedang dipukuli oleh dua orang
penyamun. Bapak tua yang akhirnya diangkat ayah oleh Aji Saka itu ternyata pengungsi dari Medang
Kamulan. Mendengar cerita tentang kebuasan Prabu Dewata Cengkar, Aji Saka berniat menolong rakyat
Medang Kamulan. Dengan mengenakan serban di kepala Aji Saka berangkat ke Medang Kamulan.
Perjalanan menuju Medang Kamulan tidaklah mulus, Aji Saka sempat bertempur selama tujuh hari tujuh
malam dengan setan penunggu hutan, karena Aji Saka menolak dijadikan budak oleh setan penunggu
selama sepuluh tahun sebelum diperbolehkan melewati hutan itu.

Tapi berkat kesaktiannya, Aji Saka berhasil mengelak dari semburan api si setan. Sesaat setelah Aji Saka
berdoa, seberkas sinar kuning menyorot dari langit menghantam setan penghuni hutan sekaligus
melenyapkannya.

Aji Saka tiba di Medang Kamulan yang sepi. Di istana, Prabu Dewata Cengkar sedang murka karena Patih
Jugul Muda tidak membawa korban untuk sang Prabu.

Dengan berani, Aji Saka menghadap Prabu Dewata Cengkar dan menyerahkan diri untuk disantap oleh
sang Prabu dengan imbalan tanah seluas serban yang digunakannya.

Cerita Rakyat Aji Saka

Cerita Rakyat Aji Saka

Saat mereka sedang mengukur tanah sesuai permintaan Aji Saka, serban terus memanjang sehingga
luasnya melebihi luas kerajaan Prabu Dewata Cengkar. Prabu marah setelah mengetahui niat Aji Saka
sesungguhnya adalah untuk mengakhiri kelalimannya.

Ketika Prabu Dewata Cengkar sedang marah, serban Aji Saka melilit kuat di tubuh sang Prabu. Tubuh
Prabu Dewata Cengkar dilempar Aji Saka dan jatuh ke laut selatan kemudian hilang ditelan ombak.

Aji Saka kemudian dinobatkan menjadi raja Medang Kamulan. Ia memboyong ayahnya ke istana. Berkat
pemerintahan yang adil dan bijaksana, Aji Saka menghantarkan Kerajaan Medang Kamulan ke jaman
keemasan, jaman dimana rakyat hidup tenang, damai, makmur dan sejahtera.


Cerita Rakyat Asal Usul Banyuwangi

Pada zaman dahulu di kawasan ujung timur Propinsi Jawa Timur terdapat sebuah kerajaan besar yang
diperintah oleh seorang Raja yang adil dan bijaksana. Raja tersebut mempunyai seorang putra yang
gagah bernama Raden Banterang. Kegemaran Raden Banterang adalah berburu. “Pagi hari ini aku akan
berburu ke hutan. Siapkan alat berburu,” kata Raden Banterang kepada para abdinya. Setelah peralatan
berburu siap, Raden Banterang disertai beberapa pengiringnya berangkat ke hutan. Ketika Raden
Banterang berjalan sendirian, ia melihat seekor kijang melintas di depannya. Ia segera mengejar kijang
itu hingga masuk jauh ke hutan. Ia terpisah dengan para pengiringnya.

“Kemana seekor kijang tadi?”, kata Raden Banterang, ketika kehilangan jejak buruannya. “Akan ku cari
terus sampai dapat,” tekadnya. Raden Banterang menerobos semak belukar dan pepohonan hutan.
Namun, binatang buruan itu tidak ditemukan. Ia tiba di sebuah sungai yang sangat bening airnya. “Hem,
segar nian air sungai ini,” Raden Banterang minum air sungai itu, sampai merasa hilang dahaganya.
Setelah itu, ia meninggalkan sungai. Namun baru beberapa langkah berjalan, tiba-tiba dikejutkan
kedatangan seorang gadis cantik jelita.

“Ha? Seorang gadis cantik jelita? Benarkah ia seorang manusia? Jangan-jangan setan penunggu hutan,”
gumam Raden Banterang bertanya-tanya.

Raden Banterang memberanikan diri mendekati gadis cantik itu. “Kau manusia atau penunggu hutan?”
sapa Raden Banterang. “Saya manusia,” jawab gadis itu sambil tersenyum. Raden Banterang pun
memperkenalkan dirinya. Gadis cantik itu menyambutnya. “Nama saya Surati berasal dari kerajaan
Klungkung”. “Saya berada di tempat ini karena menyelamatkan diri dari serangan musuh. Ayah saya
telah gugur dalam mempertahankan mahkota kerajaan,” Jelasnya. Mendengar ucapan gadis itu, Raden
Banterang terkejut bukan kepalang. Melihat penderitaan puteri Raja Klungkung itu, Raden Banterang
segera menolong dan mengajaknya pulang ke istana. Tak lama kemudian mereka menikah membangun
keluarga bahagia.

Pada suatu hari, puteri Raja Klungkung berjalan-jalan sendirian ke luar istana. “Surati! Surati!”, panggil
seorang laki-laki yang berpakaian compang-camping. Setelah mengamati wajah lelaki itu, ia baru sadar
bahwa yang berada di depannya adalah kakak kandungnya bernama Rupaksa. Maksud kedatangan
Rupaksa adalah untuk mengajak adiknya untuk membalas dendam, karena Raden Banterang telah
membunuh ayahandanya. Surati menceritakan bahwa ia mau diperistri Raden Banterang karena telah
berhutang budi. Dengan begitu, Surati tidak mau membantu ajakan kakak kandungnya. Rupaksa marah
mendengar jawaban adiknya. Namun, ia sempat memberikan sebuah kenangan berupa ikat kepala
kepada Surati. “Ikat kepala ini harus kau simpan di bawah tempat tidurmu,” pesan Rupaksa.
Pertemuan Surati dengan kakak kandungnya tidak diketahui oleh Raden Banterang, dikarenakan Raden
Banterang sedang berburu di hutan. Tatkala Raden Banterang berada di tengah hutan, tiba-tiba
pandangan matanya dikejutkan oleh kedatangan seorang lelaki berpakaian compang-camping.
“Tuangku, Raden Banterang. Keselamatan Tuan terancam bahaya yang direncanakan oleh istri tuan
sendiri,” kata lelaki itu. “Tuan bisa melihat buktinya, dengan melihat sebuah ikat kepala yang diletakkan
di bawah tempat peraduannya. Ikat kepala itu milik lelaki yang dimintai tolong untuk membunuh Tuan,”
jelasnya. Setelah mengucapkan kata-kata itu, lelaki berpakaian compang-camping itu hilang secara
misterius. Terkejutlah Raden Banterang mendengar laporan lelaki misterius itu.

Ia pun segera pulang ke istana. Setelah tiba di istana, Raden Banterang langsung menuju ke peraaduan
istrinya. Dicarinya ikat kepala yang telah diceritakan oleh lelaki berpakaian compang-camping yang telah
menemui di hutan.

Cerita Rakyat Asal Usul Banyuwangi

Cerita Rakyat Asal Usul Banyuwangi

“Ha! Benar kata lelaki itu! Ikat kepala ini sebagai bukti! Kau merencanakan mau membunuhku dengan
minta tolong kepada pemilik ikat kepala ini!” tuduh Raden Banterang kepada istrinya. “ Begitukah
balasanmu padaku?” tandas Raden Banterang.

”Jangan asal tuduh. Adinda sama sekali tidak bermaksud membunuh Kakanda, apalagi minta tolong
kepada seorang lelaki!” jawab Surati. Namun Raden Banterang tetap pada pendiriannya, bahwa istrinya
yang pernah ditolong itu akan membahayakan hidupnya. Nah, sebelum nyawanya terancam, Raden
Banterang lebih dahulu ingin mencelakakan istrinya.

Raden Banterang berniat menenggelamkan istrinya di sebuah sungai. Setelah tiba di sungai, Raden
Banterang menceritakan tentang pertemuan dengan seorang lelaki compang-camping ketika berburu di
hutan. Sang istri pun menceritakan tentang pertemuan dengan seorang lelaki berpakaian compang-
camping seperti yang dijelaskan suaminya.

“Lelaki itu adalah kakak kandung Adinda. Dialah yang memberi sebuah ikat kepala kepada Adinda,”
Surati menjelaskan kembali, agar Raden Banterang luluh hatinya.
Namun, Raden Banterang tetap percaya bahwa istrinya akan mencelakakan dirinya. “Kakanda suamiku!
Bukalah hati dan perasaan Kakanda! Adinda rela mati demi keselamatan Kakanda. Tetapi berilah
kesempatan kepada Adinda untuk menceritakan perihal pertemuan Adinda dengan kakak kandung
Adinda bernama Rupaksa,” ucap Surati mengingatkan.

“Kakak Adindalah yang akan membunuh kakanda! Adinda diminati bantuan, tetapi Adinda tolak!”.
Mendengar hal tersebut , hati Raden Banterang tidak cair bahkan menganggap istrinya berbohong..

“Kakanda ! Jika air sungai ini menjadi bening dan harum baunya, berarti Adinda tidak bersalah! Tetapi,
jika tetap keruh dan bau busuk, berarti Adinda bersalah!” seru Surati.

Raden Banterang menganggap ucapan istrinya itu mengada-ada. Maka, Raden Banterang segera
menghunus keris yang terselip di pinggangnya. Bersamaan itu pula, Surati melompat ke tengah sungai
lalu menghilang.

Tidak berapa lama, terjadi sebuah keajaiban. Bau nan harum merebak di sekitar sungai. Melihat kejadian
itu, Raden Banterang berseru dengan suara gemetar. “Istriku tidak berdosa! Air kali ini harum baunya!”
Betapa menyesalnya Raden Banterang. Ia meratapi kematian istrinya, dan menyesali kebodohannya.
Namun sudah terlambat.

Sejak itu, sungai menjadi harum baunya. Dalam bahasa Jawa disebut Banyuwangi. Banyu artinya air dan
wangi artinya harum. Nama Banyuwangi kemudian menjadi nama kota Banyuwangi.

Pesan Moral dari cerita rakyat asal usul banyuwangi ini adalah Jangan mudah terhasut oleh ucapan
orang, karena sesal kemudian tidak akan merubah hal yang telah terjadi.

Demikianlah kumpulan cerita rakyat terbaik yang bisa dibagikan pada postingan kali ini. Semoga bisa
menjadi bacaan inspiratif untuk kita semua.
Fajar Nizarino

Fajar Nizarino

Mahasiswa tingkat akhir di sebuah universitas swasta Indonesia yang menyukai seni, sastra, olahraga
dan publikasi online.

Related posts:

Cerita Fabel

Cerita Dongeng

Cerita Motivasi

Cerita Lucu

CategoriesCerita

Post navigation

Cerita Fabel

Doa Bercermin

Recent Posts

23 Manfaat Buah Nanas Untuk Kesehatan Kecantikan dan Kebugaran

28 Drama Korea Kolosal Tentang Kerajaan terbaik Jangan Dilewatkan

15 Fakta Kerajaan Singasari; Sejarah, Raja, Masa Kajayaan, dan Peninggalannya

15 Fakta Unik Tentang Korea Selatan Tentang Budaya

30 Tempat Wisata Di Solo Yang Unik, Berwawasan, Menarik dan Inspiratif

9 Fakta Unik dan Menarik Buah Apel Yang Menakjubkan

17 Manfaat Buah Naga Untuk Kecantikan dan Kesehatan Yg Luar Biasa

35 Lukisan Dan Gambar Pemandangan Alam Terindah

25 Fakta Unik Tentang Jepang Yang Mengejutkan dan Memukau

45 Kompilasi Gambar Bunga Terindah Beserta Penjelasannya

Arsip

August 2021 (46)


July 2021 (30)

June 2021 (28)

May 2021 (30)

April 2021 (27)

March 2021 (21)

February 2021 (13)

January 2021 (31)

December 2020 (7)

Home

Ketentuan Layanan

Kebijakan Privasi

Kontak

© 2021 Kozio.com

Anda mungkin juga menyukai