Anda di halaman 1dari 20

Analisa Vektor

1. Operasi Perkalian Vektor


 
1. 1.      Perkalian Titik (dot product)
Tinjaulah dua buah vektor :
 

A  Ax iˆ  Ay ˆj  Az kˆ
dan

B  B x iˆ  B y ˆj  B z kˆ
 
Perkalian titik (dot product) antara vektor A dan B dapat dituliskan sebagai :
 

A.B  ( Ax iˆ  Ay ˆj  Az kˆ).( B x iˆ  B y ˆj  B z kˆ)
 Ax B x  Ay B y  Az B z
(7.1)
 AB cos
 
 
dimana q adalah sudut yang dibentuk oleh A dan B (lihat gambar 7.1).


A
 
y 
  B
 
q x
 
 
Gambar 7.1

Salah satu contoh pemakaian operasi dot ini adalah


dalam menentukan usaha yang dilakukan oleh sebuah 
 F
gaya F untuk memindahkan sebuah benda dengan
perpindahan   r . Usaha tersebut dapat dirumuskan
sebagai :  
q
 

W  F  .r

r
  cos
 Fr (7.2) Gambar 7.2
 
 

Fismat I, Sahrul Hidayat, Halaman, 1


1. 2.      Perkalian Silang (Cross Product)
 
Dari vektor A dan B yang telah didefinisikan sebelumnya, maka perkalian silang
  
antara vektor A dan B C
akan menghasilkan sebuah vektor , yakni :
 
  
C  AxB (7.3)
 

Arah C dapat ditentukan dengan memakai kaedah kotreks (lihat Gambar 7.3).
 
 
 
 
  Bidang W
  q
 
 
 
 
Gambar 7.3
 
Dalam cross product, sifat yang perlu diketahui adalah :
 
   
        CA dan CB
   
        A xB   ( B xA)

C  AB sin 
       
 
Salah satu contoh pemakaian operasi perkalian silang adalah dalam menentukan momen gaya

(torsi) dari sebuah gaya F yang bekerja pada benda m yang berotasi terhadap titik pusat P

dengan jari-jari r (Gambar 7.4). Momen gaya tersebut dapat dituliskan sebagai :
 
  
  r xF (7.4)
 
  
 F
  r

Gambar 7.4
 
1. 3.      Tripple Product 
Opersai tripple product adalah operasi perkalian antara 3 buah vektor, sebutlah vektor A ,
 
B dan C ..Ada dua jenis perkalian ini, yaitu :

Fismat I, Sahrul Hidayat, Halaman, 2


  
a.      Tripple Scalar Product ; .( BxC ) . Untuk melihat bentuk dari tripple scalar product ini,
A
 
perhatikanlah bentuk BxC ;

iˆ ˆj kˆ
 
BxC  B x By B z  iˆ( B y C z  B z C y )  ˆj ( B x C z  B z C x )  kˆ( B x C y  B y C x )
Cx Cy Cz
(7.5)
 

Jika persamaan (7.5) dioperasikan dengan perkalian titik terhadap A , akan diperoleh
  
A.( BxC )  ( Ax iˆ  Ay ˆj  Az kˆ).{iˆ( B y C z  B z C y )  ˆj ( B x C z  B z C x )  kˆ( B x C y  B y C x )}
 
 Ax ( B y C z  B z C y )  Ay ( B x C z  B z C x )  Az ( B x C y  B y C x )
 
Jadi terlihat bahwa :
 
Ax Ay Az
  
A.( BxC )  B x By Bz
Cx Cy Cz
(7.6)
 
Dengan memakai illustrasi lingkaran (Gambar 7.5), dapat dituliskan bentuk-bentuk seperti di
bawah ini :
         
  C A .( B xC )  B.(C x A)  C .( AxB
 
 
(7.7)
        
( A xB ).C  ( B xC ). A  ( CxA ).B
 
A B

Gamabar 7.5
 
  
b.      Tripple Vector Product, yang dituliskan sebagai x( BxC ) . Untuk menentukan bentuk
A
    
Ax( BxC ) , perhatikanlah bahwa Gambar 7.6 merupakan pernyataan dari BxC .

 
 
 
 
 
 
 

Gambar 7.6

Fismat I, Sahrul Hidayat, Halaman, 3


 
Dari Gambar 7.6 dapat diartikan bahwa vektor B dan C tidak segaris, tetapi membentuk
sebuah bidang, sehingga dapat dituliskan :
 

B  B x iˆ
(7.8)

C  C x iˆ  C y ˆj
 

Kemudian dapat didefinisikan bahwa ada sebuah vektor A yang dioperasikan secara
  
perkalian silang dengan vektor ( BxC ) , sehingga vektor A dapat dituliskan sebagai :
 

A  Ax iˆ  Ay ˆj  Az kˆ
(7.9)
 
Selanjutnya operasi perkalian silang antara vektor B dan C , diperoleh :
 
 
BxC  B x iˆx(C x iˆ  C y ˆj )
 Bx C y (iˆxjˆ ) (7.10)
 B C kˆ
x y

Maka :
 
  
Ax ( BxC)  ( Ax iˆ  Ay ˆj  Az kˆ) x( B x C y kˆ )
 A B C (iˆxkˆ)  A B C ( ˆjxkˆ)
x x y y x y

  Ax B x C y ˆj  Ay B x C y iˆ
(7.11)
 
Ruas kanan dari persamaan (7.11) dapat dimodifikasikan dalam bentuk :
 
  
Ax ( BxC)   Ax Bx C y ˆj  Ax Bx C x iˆ  Ax B x C x iˆ  Ay B x C y iˆ
  Ax B x (C x iˆ  C y ˆj )  B x iˆ( Ax C x  Ay C y )
(7.12)
 
Dari persamaan (7.12) dapat ditunjukkan bahwa :
 

Ax B x  A.B

C x iˆ  C y ˆj  C

Ax C x  Ay C y  A.C
 
Sehingga :
 
      
Ax ( B xC )   ( A.B )C  B ( A.C )
 
atau :
 
      
Ax( BxC )  ( A.C ) B  ( A.B ) C (7.13)

Fismat I, Sahrul Hidayat, Halaman, 4


 
Persamaan (7.13) adalah bentuk pernyataan triple vector product yang banyak digunakan
dalam pemecahan permasalahan fisis.
 

1.2  Diferensiasi Vektor



A  Ax iˆ  Ay ˆj  Az kˆ A
Jika diberikan sebuah vektor , dan misalkanlah bahwa Ax , y dan Az

merupakan fungsi waktu (t), maka vektor A dapat diturunkan terhadap t sebagai :
  
dA ˆ dAX ˆ dAy ˆ dAz
i j k
dt dt dt dt (7.14)
 
Aplikasi dari persamaan (7.14)  adalah dalam mencari bentuk vektor kecepatan dan percepatan
dalam mekanika. Misalkan r adalah sebuah vektor  posisi benda dalam suatu ruang koordinat
r
yang merupakan fungsi waktu (t). Maka vektor dapat dinyatakan sebagai :
 

r  xiˆ  yˆj  zkˆ (7.15)
  
Kecepatan benda dapat dinyatakan sebagai turunan pertama dari r terhadap t, yakni :
 

 dr ˆ dx ˆ dy ˆ dz
v i  j k
dt dt dt dt
ˆ
 v x iˆ  v y ˆj  v z k
(7.16)
 
dimana :

dx
vx 
dt : komponen kecepatan ke arah sumbu x
dy
vy 
dt : komponen kecepatan ke arah sumbu y
dz
vz 
dt : komponen kecepatan ke arah sumbu z
Sedangkan percepatan benda adalah :
 

 dv ˆ dv x ˆ dv y ˆ dv z
a i j k
dt dt dt dt
 a x iˆ  a y ˆj  a z kˆ
(7.17)
dimana :

dv x
ax 
dt : komponen percepatan ke arah sumbu x
dv y
ay 
dt : komponen percepatan ke arah sumbu y

Fismat I, Sahrul Hidayat, Halaman, 5


dv z
az 
dt : komponen percepatan ke arah sumbu z
 
Sifat-sifat dari diferensiasi vektor adalah :
  
d  d  dA
(A)  A
        dt dt

dt

d   dB dA 
( A.B)  A.  .B
        dt dt dt
  (7.18)
d    dB dA 
( AxB )  Ax  xB
        dt dt dt
  
Dalam koordinat polar (lihat Gambar 7.7) dapat dituliskan unit vektor ke arah r dan q :
 

  eˆr  iˆ cos  ˆj sin 


ê eˆ  iˆ sin   ˆj cos  (7.19)
  ĵ
   
  q x
 
 
Gambar 7.7
 
Jika êr dan ê diturunkan terhadap t, diperoleh :
 
deˆr d ˆ d d
 iˆ sin   j cos  eˆ
dt dt dt dt (7.20)
dan

deˆ d ˆ d d
 iˆ cos  j sin   eˆr
dt dt dt dt (7.21)
 

A  Ar eˆr  A eˆ
Jika diberikan sebuah vektor , dimana Ar dan A adalah fungsi waktu, maka
:
  
dA dA deˆ dA deˆ
 eˆr r  Ar r  eˆ   A 
dt dt dt dt dt (7.22)
 

Fismat I, Sahrul Hidayat, Halaman, 6


Dengan menggunakan persamaan (7.20) dan (7.21), maka persamaan (7.22) menjadi :
  
dA dA d dA d
 eˆr r  Ar eˆ  eˆ   A eˆr
dt dt dt dt dt (7.23)

1.3  Turunan Berarah dan Gradien


 
Perhatikanlah sebuah titik (xo,yo,zo) dalam sebuah ruang (Gambar 7.8). Melalui titik
tersebut dapat ditarik sebanyak tak berhingga garis. Secara umum, persamaan garis melalui
titk (xo,yo,zo) dapat dinytakan sebagai :

(x,y,z)
 
  suˆ
 
(xo,y  o,z
o) Gambar 7.8
 
( x, y, z )  ( xo , y o , z o )  suˆ  (aiˆ  bˆj  ckˆ) s
(7.24)
ˆ ˆ ˆ
dimana uˆ  (ai  bj  ck ) adalah unit vektor, sedangkan s adalah jarak ataupun panjang
garis. Dari persamaan (7.24) dapat dituliskan bahwa :
 
( x  xo , y  y o , z  z o )  ( x  xo )iˆ  ( y  y o ) ˆj  ( z  z o )kˆ  asiˆ  bsˆj  cskˆ
sehingga :
 
dx
x  xo  as x  xo  as a
® ® ds
dy
y  y o  bs y  y o  bs b
® ® ds (7.25)
dz
z  z o  cs c
® z  z o  cs ® ds
 
Dari persamaan (7.25) terlihat bahwa x  x(s ) , y  y (s ) dan z  z (s ) . Jika diberikan sebuah
medan skalar :    ( x, y, z ) , maka  juga adalah merupakan fungsi dari s, dituliskan
sebagai:
 
   ( x, y , z )   ( s ) (7.26)
 
sehingga :
 
d  dx  dy  dz
  
ds x ds y ds z ds
  
 a b c
x y z (7.27)

Fismat I, Sahrul Hidayat, Halaman, 7


 ˆ  ˆ 
  iˆ  j k
Dari definisi : x y z , maka dapat dinyatakan bahwa :
 
 ˆ  ˆ 
 .uˆ  (iˆ  j  k ).(aiˆ  bˆj  ckˆ)
x y z

  
 .uˆ  a b c
x y z (7.28)
 
Suku di ruas kanan tanda “=” dalam persamaan (7.27) maupun (7.28) adalah sama, sehingga
dapat dituliskan bahwa :
 
d
  .uˆ
ds (7.29)
 
d
Dalam persamaan (7.29), ds disebut sebagai turunan berarah. Sebagai contoh, tentukanlah

   ˆ ˆ ˆ
di titik (2,-1,1) ke arah  2i  2 j  k . Dalam hal
2 2
turunan dari medan skalar xy yz A
ini û adalah :
 

A 2iˆ  2 ˆj  kˆ
uˆ    13 ( 2iˆ  2 ˆj  kˆ)
A 2  2  (1)
2 2 2

 ˆ  ˆ  ˆ 2
  iˆ  j k  i ( y )  (2 xy  z 2 ) ˆj  2 yzkˆ
x y z
 
Pada titik (2,-1,1) :
 
  iˆ(1) 2  {2.2(1)  12 ) ˆj  2(1).1kˆ  iˆ  3 ˆj  2kˆ
 
Jadi :
 
 .uˆ  (iˆ  3 ˆj  2kˆ). 13 (2iˆ  2 ˆj  kˆ)  23  2  23   23
 
Selanjutnya, persamaan (7.29) dapat dituliskan dalam bentuk :
 
d
  .uˆ   uˆ cos uˆ  1
ds ,
d
  .uˆ   cos
ds (7.30)
 

Fismat I, Sahrul Hidayat, Halaman, 8


Dalam persamaan (7.30),  adalah sudut yang dibentuk oleh vektor  dengan û . Sketsanya
dapat digambarkan seperti dalam Gambar 7.8 di bawah ini.
 
  
  û
 
 ( x, y , z ) q
d
ds dalam arah û
 
 
 
 
Gambar 7.8
d
Persamaan (7.30) ataupun Gambar 7.8 di atas menunjukkan bahwa ds akan bernilai
d
    2 , maka
maksimum jika   0 ataupun    . Dalam hal ini ds . Sebaliknya jika
d d
0  
ds . Untuk ds , maka turunan berarah yang arahnya ke arah normal {tegak lurus
 ( y, y, z ) }Hal ini disebut sebagai turunan normal dan ditulis sebagai :
 
d
 
dn (7.31)
d
0
Sedangkan untuk ds disebut sebagai turunan ke arah tangensial {menyinggung kurva
 ( y, y, z ) }.
 
 

 1.4 Operasi Vektor Dengan Operator Nabla (  )


 
Sebagaimana telah diketahui bahwa operator Nabla (  ) didefinisikan sebagai :
 
  
  iˆ  ˆj  kˆ
x y z
 
Operator  dapat dioperasikan dengan medan skalar  ( y , y , z ) maupun dengan medan

F  Fx iˆ  Fy ˆj  Fz kˆ
vektor sebagai berikut :

Fismat I, Sahrul Hidayat, Halaman, 9


1.      Gradien (  ) ; jika  dioperasikan dengan suatu medan skalar  ( y , y , z ) :
 
 ˆ  ˆ 
  iˆ  j k
x y z (7.32)
 
2. Divergensi ( .F ) ; jika  dioperasikan dengan perkalian titik dengan vektor F :
 
   
.F  (iˆ  ˆj  kˆ ).( Fx iˆ  Fy ˆj  Fz kˆ)
x y z
F Fy Fz
 x  
x y z (7.32)

3. Curl ( x ) ; jika  dioperasikan dengan perkalian silang dengan vektor F :
 
iˆ ˆj kˆ
   
xF 
x y z
Fx Fy Fz
F Fy Fz Fx Fy Fx
 iˆ( z  )  ˆj (  )  kˆ (  )
y z x z x y (7.33)
 
4. Bentuk Laplacian (  ) ; divergensi dari suatu gradien :
2

 
 2  2  2
.   2  2  2  2
x y z (7.34)
Beberapa bentuk Laplacian adalah :
 
 2  0 : Persamaan laplace (7.35)

1  2
 2 
v 2 t 2 : Persamaan gelombang (7.36)
 
1 
 2 
v 2 t : Persamaan diffusi/konduksi (7.37)
 
Dari persamaan (7.13) dapat juga dituliskan bahwa :
 
  
x(xF )  (.F )  (.) F
  
x(xF )  (.F )   2 F (7.38)
 
Juga dapat ditunjukkan bahwa :
 
  
.(F )  F .  .F (7.39)

Fismat I, Sahrul Hidayat, Halaman, 10


1.5  Integral Garis
 

Misalkan sebuah gaya F bekerja pada sebuah benda dan benda tersebut berpindah sejauh
 
dr (lihat Gambar 7.9), maka gaya F akan melakukan usaha/kerja sebesar :
 
 
dW  F .dr (7.40)
 
y  
F
 
 
 b
  a dr x
 
 
 
Gambar 7.9
 

Usaha total oleh gaya F terhadap benda dari titik a ke titik b adalah :
 
b 

W   F .dr
a (7.41)
 
 
Bentuk integral 
F .dr
dalam persamaan (7.41) disebut sebagai integral garis. Dalam
koordinat Cartesian dapat dituliskan bahwa :
 

dr  iˆdx  ˆjdy  kˆdz

F  Fx iˆ  Fy ˆj  Fz kˆ
 

Sebagai contoh, Tentukanlah usaha yang dilakukan oleh gaya F  (2 xyiˆ  3 y 2 ˆj ) N untuk
memindahkan benda dari titik (0,0) ke titik (2,4) melalui lintasan I, II, III dan IV seperti
terlihat dalam Gambar 7.10.

 
y
4   (2,4) Lintasan I : (0,0) ® (2,0) ® (2,4)
   
  III Lintasan II : y = x2
IV  
 
  Lintasan III :y=x
II x
   
  I 2 Lintasan IV : (0,0) ® ((0,4) ® (2,4)
 
Gambar 7.10

Fismat I, Sahrul Hidayat, Halaman, 11


Untuk menjawab pertanyaan di atas, perhatikanlah :
        Untuk lintasan I : lintasan dibagi atas 2 lintasan yaitu : lintasan W IA : (0,0) ® (2,0) dan
lintasan WIB : (2,0) ® (2,4)
 
WIA   F .dr 
dr  iˆdx  ˆjdy
,
  (2 xyiˆ  3 y 2 ˆj ).(iˆdx  ˆjdy
  2 xydx  3 y 2 dy
, dalam lintasan ini : y = 0, dy = 0, sehingga :
WIA  0  0  0
 
WIB   2 xydx  3 y 2 dy
, dalam lintasan ini, x = 2, dx = 0 dan dy ¹ 0. Jadi :
4

W IB   3 y dy 
2

= 64 Joule
 
Jadi :
 
WI = WIA + WIB
= 0 + 64
= 64 Joule
 
dy
y  x2   2 x  dy  2 xdx
        Untuk lintasan II : dx , sehingga :
WII   2 xydx  3 y 2 dy
.
Dalam variabel x :
 
WII   2 x ( x 2 )dx  3( x 2 ) 2 2 xdx
x 2
  (6 x  2 x 3 )dx
5

x 0

= 72 Joule
 
Jika dibuat dalam variabel y :
 
dy dy
WII   2 xydx  3 y 2 dy  x  y , dx  
2x 2 y
, sehingga :
y4
dy
WII  2
y 0
yy
2 y
 3 y 2 dy

y 4

WII   ydy  3 y
2
dy
y 0

= 72 Joule
Dapat dilihat bahwa pemakaian variabel x dan varibel y memberi nilai yang sama.
 

Fismat I, Sahrul Hidayat, Halaman, 12


        Melalui linatasan III : y = 2x ® dy = 2dx
 
WIII   2 xydx  3 y 2 dy
, dalam variabel x :
WIII   2( x)(2 x)dx  3(2 x) 2 2dx
x 2
WIII   4x dx  24 x 2 dx
2

x 0

 74 23
Joule
 
        Melalui lintasan IV : seperti pada lintasan I, dalam hal ini lintasan dibagi dua, yakni
Lintasan WIVA : (0,0) ® (0,4) dan lintasan WIVB : (0,4) ® (2,4)
 
WIVA   2 xydx  3 y 2 dy  x  0 dan dx  0
, sehingga :
y4

WIVA    3y dy  64 Joule
2

y o

dan :
 
WIVB   2 xydx  3 y 2 dy  y  4 dan dy  0
, sehingga :
x2
WIVB   8 xdx
x 0
= 16 Joule
Jadi :
 
WIV = 64 + 16 = 82 Joule.
 
Perhatikan dari contoh di atas bahwa usaha yang dilakukan gaya tidak sama jika
lintasan berbeda-beda meskipun gayanya tidak berubah serta tititk awal dan titik akhir sama.
Gaya seperti ini disebut sebagai gaya bersifat disivatif, dimana usaha yang dilakukan
bergantung kepada bentuk lintasan yang ditempuh. Jika sebaliknya, usaha yang dilakukan
sama besar, meskipun lintasan berbeda, maka gaya seperti ini disebut sebagai gaya yang

bersifat konservatif. Jika hubungan antafta F dan W dituliskan sebagai :
 
 w ˆ w ˆ w
F  W  iˆ  j k
x y z (7.42)
w F  w w
Fx  y Fz 
x , y , z
 w  w
2 2

Dari sifat : x y yx , maka dari persamaan (7.41) :
 
Fx  2 w Fy F Fy
   x 
y yx x y x (7.43)
Dengan cara yang sama :

Fismat I, Sahrul Hidayat, Halaman, 13


 
Fy  2 w Fz Fy Fz
   
z zy y z y (7.44)
dan :
 
Fx  2 w Fz F F
   x  z
z zx x z x (7.45)
 

Persamaan (7.43), (7.44) dan (7.45) merupakan komponen dari xF  0 , sehingga :
 

xF  0 (7.46)
 
 
Dapat dituliskan bahwa jika F   W , maka  x F  0 , dan selanjutnya :
 
   w ˆ w ˆ w ˆ
F .dr  W .dr  (iˆ  j k ).(i dx  ˆjdy  kˆdz )
x y z
w w w
 dx  dy  dz
x y z
 dW
 
sehingga :
 
B  B

A F .dr  A dW  W ( A)  W ( B)
(7.47)
 
Bentuk dW dalam persamaan (7.47) disebut sebagai diferensial Eksak.
 

1.6  Teorema Green


 
Dari bentuk aturan Leibniz, dapat dituliskan bahwa :

b
d
 dx f ( x)dx  f (b)  f (a)
a (7.48)
 
Dalam bagian ini akan dicoba diterapkan persamaan (7.48) ke dalam sebuah bidang A dalam
koordinat Cartesian (lihat Gambar 7.11). Definisikanlah dua buah fungsi P(x,y) dan Q(x,y).
Dalam bidang A, dari persmaan (7.48) dapat dituliskan bahwa :
 
x b y  d x b
P ( x, y ) P ( x, y )
A y dydx  xa yc y dydx  xa[ P( x, d )  P( x, c)]dx
(7.49)
 

Fismat I, Sahrul Hidayat, Halaman, 14


Dalam bidang tertutup A dapat juga dituliskan bahwa :
 
x b x b xa xa

 P( x, y)dx 
C
 P( x, y)dx   P( x, y)dx   P( x, y)dx   P( x, y)dx
x a x b x b xa

 
b a
  P ( x, c)dx   P( x, d )dx
a b
b
  {P ( x, c )dx  P ( x, d )}dx
a (7.50)
 
  y
 
  d
 
 
c
  x
 
a b
 
Gambar 7.11

Dari persamaan (7.49) dan (7.50) dapat dituliskan bahwa :


 
P( x, y )
C P( x, y)dx  A y dxdy
(7.51)
 
Untuk fungsi Q(x,y) dapat dituliskan :
 
y  d x b yd
Q( x, y ) Q( x, y )
A x dxdy  yc xa x dxdy   {Q(b, y)  Q(a, y)}dy
y c
(7.52)
 
kemudian :
 
y c y d y d y c

 Q( x, y)dy   Q( x, y)dy   Q( x, y)dy   Q( x, y)dy   Q( x, y)dy


C y c y c y d yd

 
d c
  Q(b, y )dy   Q(a, y )dy
c d
 
d
  {Q(b, y ) Q( a, y )}dy
c (7.53)
 

Fismat I, Sahrul Hidayat, Halaman, 15


Dari persamaan (7.52) dan (7.53) dapat dituliskan bahwa
 
Q( x, y )
C Q( x, y)dy  A x dxdy
(7.54)

Jika persamaan (7.51) dan (7.54) dijumlahkan, akan diperoleh :


 
Q( x, y ) P ( x, y )
C P( x, y )dx  C Q( x, y)dy  A x dxdy A y dxdy
 
atau :
 
Q( x, y ) P( x, y )
C P( x, y)dx  C Q( x, y)dy  A { x  y }dxdy
 
Secara sederhana dituliskan :
 
Q P
C Pdx  Qdy  A { x  y }dxdy
(7.55)
 
Persmaan (7.55) dikenal sebagai teorema Green dalam bidang. Salah satu penerapan praktis
dari persamaan ini adalah menentukan usaha oleh sebuah gaya, dimana lintasannya
membentuk sebuah lintasan tertutup :
 
 
W   F .dr   ( Fx iˆ  Fy ˆj ).(iˆdx  ˆjdy )
Fy Fx
W   Fx dx  Fy dy    )dxdy
A
x y (7.56)

1.7  Teorema Divergensi


 
Teorema divergensi banyak dipakai dalam problem fisis.. Teorema ini dilandasi oleh

F  Fx iˆ  Fy ˆj  Fz kˆ
teorema Green dalam bidang. Andaikan diberikan sebuah vektor ,
Kemudian dituliskan suatu besaran berbentuk :
 
P   Fy
dan Q  Fx
(7.57)
Maka diperoleh :
 
Q P Fx Fy
   ( )
x y x y
F Fy
 x 
x y

Fismat I, Sahrul Hidayat, Halaman, 16


Q P Fx Fy
  
x y x y (7.58)
 
Selanjutnya digambarkan suatu daerah A seperti dalam Gambar 7.12. Dari gambar tersebut
dapat ditunjukkan bahwa komponen tangensial bidang A :
 

dy
dy
-dx

Gambar 7.12


dr  iˆdx  ˆjdy, dr  dx 2  dy 2
(7.59)
 
Sedangkan komponen normal adalah :
 

ds  nˆds  iˆdy  ˆjdx, ds  dx 2  dy 2 (7.60)
 
Dapat juga dituliskan dari persamaan (7.57), (7.59) dan (7.60) :
 
Pdx  Qdy   Fy dx  Fx dy
 (iˆFx  ˆjFy ).(iˆdy  ˆjdx)

 F .nˆ ds (7.61)
 
Dari persamaan (7.55), (7.59) dan (7.61) diperoleh :
 
Q P  
C Pdx  Qdy  A { x  y }dxdy  C F .nˆ dS  A (.F )dxdy
 
atau :
 
 
 F .nˆ dS   (.F )dxdy
C A (7.62)
 
Persamaan (7.62) dikenal sebagai teorema divergensi untuk dua dimensi (2-D). Untuk tiga
dimensi (3-D), maka persamaan (7.62) dapat diperluas menjadi :
 

Fismat I, Sahrul Hidayat, Halaman, 17


 
 F .nˆ d   d
. F
V V (7.63)
 
Dalam persamaan (7.63), d adalah elemen luas dan d adalah elemen volume.
 
Salah satu penerapan teorema divergensi adalah dalam perluasan hukum Gauss
menjadi persamaan Maxwell (Teori Elektromagnetik), perhatikan Gambar 7.13.
 
Bidang  
Gauss
Hukum Gauss menyatakan :

dA    (V )dV
A .dA  
E

V (7.64)

 
r Dari persamaan (5.63) :
   
r(V   
  )  E .d A   )dV
( . E
 
A V (5.65)
   
 
Gambar 7.13
 
 
Sehingga dari persmaan (7.64) dan (7.65) diperoleh :
 
 

V

dV  
V
. E dV

 
atau :
 
 
.E 
 (7.66)

Dalam persamaan (5.66), E ,  dan e masingh-masing adalah vektor medan listrik, kerapatan
muatan listrik dan permitivitas dielektrik. Dengan cara yang sama, untuk medan magnet
diperoleh :
 

.B  0 (7.67)
 

Dalam persamaan (7.67), B adalah vektor medan magnet. Persamaan (7.66) dan (7.67)
adalah bagian dari persamaan Maxwell.

Fismat I, Sahrul Hidayat, Halaman, 18


1.8  Teorema Stokes
 
Seperti halnya teorema divergensi, teorema stokes juga sangat banyak digunakan dalam

F  Fx iˆ  Fy ˆj  Fz kˆ
problem fisis. Dari vektor , dapat didefinisikan :
 
Q  Fy , P  Fx
(7.68)
 
F .dr  Fx dx  Fy dy  Pdx  Qdy
 
Dapat dituliskan bahwa :
 
iˆ ˆj kˆ
   
xF 
x y z
Fx Fy Fz

Fz Fy F F Fy Fx


 iˆ(  )  ˆj ( x  z )  kˆ(  )
y z z x x y (7.69)
  
 (xF ) iˆ  (xF ) ˆj  (xF ) kˆ
 
Sehingga dapat dilihat dari persamaan (5.68) dan (5.69) :
 
 Fy Fx Q P
(xF ).kˆ    
x y x y (7.70)
 
Sedangkan :
 
 
Pdx  Qdy  Fx dx  Fy dy  F .dr
 
Persamaan (7.70) adalah bagian dari teorema Green dalam persmaan (7.55) :
 
Q P    
ˆ dxdy  Pdx  Qdy  (xF ).dA  F .dr
A x y
{  }dxdy  A (xF ).k  A 
C
(7.71)
 

diamana dA  kˆdxdy merupakan elemen luas dalam bidang (x,y) dengan arah normalnya ke

arah sumbu z ( k̂ ). Dari bagian persamaan (7.71) diperoleh bahwa :


 
   
 F .d r  A (  xF ).dA
C (7.72)
 
Persamaan (7.72) adalah sebuah persamaan yang dikenal sebagai Teorema Stokes. Salah satu
pemakaian Teorema Stokes adalah perluasan hukum Ampere menjadi persamaan Maxwell

Fismat I, Sahrul Hidayat, Halaman, 19


(teori Elektromagnetik), perhatikan Gambar 7.14. Hukum Ampere menyatakan bahwa induksi

medan magnet di sepanjang lingkaran berjari-jari a adalah :
 
 
C B.dr    i
(untuk arus diskrit)
, atau :
 
   
C B.dr    J .dA
(untuk arus kontinu) (7.73)
 
 
  I
  1I2
 
I3
 
  I4
 

Gambar 7.14
 
Dari persamaan (7.72) dan (5.73) :
 
     
 B.dr   (xB).dA    J .dA
C
(7.74)
atau :
 
   
xB  J atau : xH  J (7.75)
 
   
Dengan B  H , dimana B, H , dan  masing-masing adalah induksi medan magnet,
intensitas medan magnet dan permeabilitas listrik. Persamaan (7.75) adalah merupakan salah
satu bagian dalam persamaan Maxwell.

Fismat I, Sahrul Hidayat, Halaman, 20

Anda mungkin juga menyukai