Definisi
Perdarahan pasca salin didefinisikan kehilangan darah 500 cc dalam persalinan pervaginam atau
1000 cc dalam persalinan perabdominal.( Ramanathan G, Arulkumaran S ,2006)
3. Trauma
Sekitar 20% kasus perdarahan postpartum disebabkan oleh trauma jalan lahir
a. Ruptur uterus
b. Robekan jalan lahir
c. Inversio uterus
Ruptur spontan uterus jarang terjadi, faktor resiko yang bisa menyebabkan antara lain grande
multipara, malpresentasi, riwayat operasi uterus sebelumnya, dan persalinan dengan induksi
oxytosin. Rupture uterus sering terjadi akibat jaringan parut section secarea sebelumnya.
Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari perdarahan pasca persalinan.
Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan pasca persalinan dengan uterus
yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robekan serviks atau vagina. Setelah persalinan
harus selalu dilakukan pemeriksaan vulva dan perineum. Pemeriksaan vagina dan serviks dengan
spekulum juga perlu dilakukan setelah persalinan.
Robekan vulva
Sebagai akibat persalinan, terutama pada seorang primipara, bisa timbul luka pada vulva di sekitar
introitus vagina yang biasanya tidak dalam akan tetapi kadang-kadang bisa timbul perdarahan
banyak, khususnya pada luka dekat klitoris.
Robekan perineum
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada
persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengah dan menjadi luas apabila
kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa, kepala janin melewati
pintu bawah panggul dengan ukuran yang lebih besar dari sirkumferensia suboksipitobregmatika
atau anak dilahirkan dengan pembedahan vaginal.
Tingkatan robekan pada perineum:
1. Tingkat 1: hanya kulit perineum dan mukosa vagina yang robek
2. Tingkat 2: dinding belakang vagina dan jaringan ikat yang menghubungkan otot-otot diafragma
urogenitalis pada garis tengah terluka.
3. Tingkat 3: robekan total m. Spintcher ani externus dan kadang-kadang dinding depan rektum.
Pada persalinan yang sulit, dapat pula terjadi kerusakan dan peregangan m. puborectalis kanan dan
kiri serta hubungannya di garis tengah. Kejadian ini melemahkan diafragma pelvis dan menimbulkan
predisposisi untuk terjadinya prolapsus uteri.
Perlukaan vagina
Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum jarang dijumpai. Kadang ditemukan
setelah persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi sebagai akibat ekstraksi dengan cunam, terlebih
apabila kepala janin harus diputar. Robekan terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat pada
pemeriksaan spekulum. Robekan atas vagina terjadi sebagai akibat menjalarnya robekan serviks.
Apabila ligamentum latum terbuka dan cabang-cabang arteri uterina terputus, dapat timbul
perdarahan yang banyak. Apabila perdarahan tidak bisa diatasi, dilakukan laparotomi dan
pembukaan ligamentum latum. Jika tidak berhasil maka dilakukan pengikatan arteri hipogastika.
Kolpaporeksis
Adalah robekan melintang atau miring pada bagian atas vagina. Hal ini terjadi apabila pada
persalinan yang disproporsi sefalopelvik terdapat regangan segmen bawah uterus dengan serviks
uteri tidak terjepit antara kepala janin dengan tulang panggul, sehingga tarikan ke atas langsung
ditampung oleh vagina. Jika tarikan ini melampaui kekuatan jaringan, terjadi robekan vagina pada
batas antara bagian teratas dengan bagian yang lebih bawah dan yang terfiksasi pada jaringan
sekitarnya. Kolpaporeksis juga bisa timbul apabila pada tindakan per vaginam dengan memasukkan
tangan penolong ke dalam uterus terjadi kesalahan, dimana fundus uteri tidak ditahan oleh tangan
luar untuk mencegah uterus naik ke atas.
Fistula
Fistula akibat pembedahan vaginal makin lama makin jarang karena tindakan vaginal yang sulit
untuk melahirkan anak banyak diganti dengan seksio secarea. Fistula dapat terjadi mendadak karena
perlukaan pada vagina yang menembus kandung kemih atau rektum, misalnya oleh perforator atau
alat untuk dekapitasi, atau karena robekan serviks menjalar ke tempat menjalar ke tempat-tempat
tersebut. Jika kandung kemih luka, urin segera keluar melalui vagina. Fistula dapat berupa fistula
vesikovaginalis atau rektovaginalis.
Robekan serviks
Persalinan selalu mengakibatkan robekan serviks, sehingga serviks seorang multipara berbeda dari
yang belum pernah melahirkan pervaginam. Robekan serviks yang luas menimbulkan perdarahan
dan dapat menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila terjadi perdarahan yang tidak berhenti
meskipun plasenta sudah lahir lengkap dan uterus sudah berkontraksi baik, perlu dipikirkan
perlukaan jalan lahir, khususnya robekan serviks uteri. Apabila ada robekan, serviks perlu ditarik
keluar dengan beberapa cunam ovum, supaya batas antara robekan dapat dilihat dengan baik.
Apabila serviks kaku dan his kuat, serviks uteri dapat mengalami tekanan kuat oleh kepala janin,
sedangkan pembukaan tidak maju. Akibat tekanan kuat dan lama ialah pelepasan sebagian serviks
atau pelepasan serviks secara sirkuler. Pelepasan ini dapat dihindarkan dengan seksio secarea jika
diketahui bahwa ada distosia servikalis. (Winkjosastro H dkk ,2002)
Inversio uteri dapat menyebabkan pendarahan pasca persalinan segera, akan tetapi kasus inversio
uteri ini jarang sekali ditemukan. Pada inversio uteri bagian atas uterus memasuki kavum uteri,
sehingga fundus uteri sebelah dalam menonjol ke dalam kavum uteri. Inversio uteri terjadi tiba-tiba
dalam kala III atau segera setelah plasenta keluar.
Inversio uteri bisa terjadi spontan atau sebagai akibat tindakan. Pada wanita dengan atonia uteri
kenaikan tekanan intraabdominal dengan mendadak karena batuk atau meneran, dapat
menyebabkan masuknya fundus ke dalam kavum uteri yang merupakan permulaan inversio uteri.
Tindakan yang dapat menyebabkan inversio uteri adalah perasat Crede pada korpus uteri yang tidak
berkontraksi baik dan tarikan pada tali pusat dengan plasenta yang belum lepas dari dinding uterus.
Pada penderita dengan syok, perdarahan, dan fundus uteri tidak ditemukan pada tempat yang lazim
pada kala III atau setelah persalinan selesai, pemeriksaan dalam dapat menunjukkan tumor yang
lunak di atas serviks atau dalam vagina sehingga diagnosis inversio uteri dapat dibuat. Pada mioma
uteri submukosum yang lahir dalam vagina terdapat pula tumor yang serupa, akan tetapi fundus
uteri ditemukan dalam bentuk dan pada tempat biasa, sedang konsistensi mioma lebih keras
daripada korpus uteri setelah persalinan. Selanjutnya jarang sekali mioma submukosum ditemukan
pada persalinan cukup bulan atau hampir cukup bulan. (Winkjosastro H dkk ,2002)
Walaupun inversio uteri kadang-kadang bisa terjadi tanpa gejala dengan penderita tetap dalam
keadaan baik, namun umumnya kelainan tersebut menyebabkan keadaan gawat dengan angka
kematian tinggi (15-70%). Reposisi secepat mungkin memberi harapan yang terbaik untuk
keselamatan penderita. (Winkjosastro H dkk ,2002)
Purpura trombositopenik
Penyakit ini dapat bersifat idiopatis dan sekunder. Yang terakhir disebabkan oleh keracunan obat-
obat atau racun lainnya dan dapat pula menyertai anemia aplastik, anemia hemolitik yang diperoleh,
eklampsia, hipofibrinogenemia karena solutio plasenta, infeksi, alergi dan radiasi.
Hipofibrinogenemia
Adalah turunnya kadar fibrinogen dalam darah sampai melampaui batas tertentu, yakni 100 mg%,
yang lazim disebut ambang bahaya (critical level). Dalam kehamilan kadar berbagai faktor
pembekuan meningkat, termasuk kadar fibrinogen. Kadar fibribogen normal pada pria dan wanita
rata-rata 300mg% (berkisar 200-400mg%), dan pada wanita hamil menjadi 450mg% (berkisar antara
300-600mg%).
Hubungan Faktor Resiko dengan Pendarahan Pasca Partum
1. Grande multipara
Uterus yang telah melahirkan banyak anak cenderung bekerja tidak efisien dalam semua kala
persalinan. Paritas tinggi merupakan salah satu faktor resiko terjadinya perdarahan postpartum.
Hal ini disebabkan pada ibu dengan paritas tinggi yang mengalami persalinan cenderung terjadi
atonia uteri. Atonia uteri pada ibu dengan paritas tinggi terjadi karena kondisi miometrium dan
tonus ototnya sudah tidak baik lagi sehingga menimbulkan kegagalan kompresi pembuluh darah
pada tempat implantasi plaseta yang akibatnya terjadi perdarahan postpartum. (Oktinikilah,
2009)
2. Perpanjangan persalinan
Bukan hanya rahim yang lelah cenderung berkontraksi lemah setelah melahirkan tetapi juga ibu
yang kelelahan kurang mampu bertahan terhadap kehilangan darah.(Oktinikilah, 2009)
3. Chorioamnionitis
Chorioamnionitis merupakan infeksi selaput ketuban yang juga akan merusak selaput amnion
sehingga bisa pula pecah. Penyebabnya adalah peningkatan tekana intracterine seperti pada
kehamilan kembar dan polihidromion,trauma pada amniosintesis, hipermotilitas uterus dimana
kontraksi otot uterus rahim menjadi meningkat, menekan selaput amnion.
Semua hal tersebut dapat menyebabkan ketuban pecah dini. Pada ibu dengan ketuban pecah
dini tetapi his (-) sehingga pembukaan akan terganggu dan terhambat sementara janin mudah
kekeringan karena pecahnya selaput amnion tersebut, maka Janin harus segera untuk dilahirkan
atau pengakhiran kehamilan harus segera dilakukan.
Ketuban yang telah pecah dapat menyebabkan persalinan menjadi terganggu karena tidak ada
untuk pelicin Jalan lahir. Sehingga persalinan menjadi kering ( dry labor). Akibatnya terjadi
persalinan yang lama. (Iche Baretz, 2012)
4. Hipertensi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi terjadi ketika darah yang dipompakan oleh jantung
mengalami peningkatan tekanan, hingga hal ini dapat membuat adanya tekanan dan merusak
dinding arteri di pembuluh darah. Seseorang dikatakan mengalami hipertensi jika tekanan
darahnya di atas 140/90 mmHG (berarti 140 mmHg tekanan sistolik dan 90 mmHg tekanan
diastolik). Hipertensi pada kehamilan banyak terjadi pada usia ibu hamil di bawah 20 tahun atau
di atas 40, kehamilan dengan bayi kembar, atau terjadi pada ibu hamil dengan kehamilan
pertama.
5. Kehamilan multiple
Uterus yang mengalami peregangan secara berlebihan akibat keadaan-keadaan seperti bayi
besar, kehamilan kembar dan polihidramnion cenderung mempunyai daya kontraksi yang jelek.
(Oktinikilah, 2009)
6. Injeksi Magnesium sulfat dan Perpanjangan pemberian oxytocin
Terjadi relaksasi miometrium yang berlebihan, kegagalan kontraksi serta retraksi, atonia uteri
dan perdarahan post partum.
Stimulasi dengan oksitoksin atau protaklandin dapat menyebabkan terjadinya inersia sekunder
karena kelelahan pada otot-otot uterus( (Oktinikilah, 2009)
Perdarahan Post Partum berdasar Penyebabnya
Perdarahan Postpartum akibat Atonia Uteri
Perdarahan postpartum dapat terjadi karena terlepasnya sebagian plasenta dari rahim dan sebagian
lagi belum; karena perlukaan pada jalan lahir atau karena atonia uteri. Atoni uteri merupakan sebab
terpenting perdarahan postpartum. Atonia uteri dapat terjadi karena proses persalinan yang lama;
pembesaran rahim yang berlebihan pada waktu hamil seperti pada hamil kembar atau janin besar;
persalinan yang sering (multiparitas) atau anestesi yang dalam. Atonia uteri juga dapat terjadi bila
ada usaha mengeluarkan plasenta dengan memijat dan mendorong rahim ke bawah sementara
plasenta belum lepas dari rahim.
Perdarahan yang banyak dalam waktu pendek dapat segera diketahui. Tapi bila perdarahan sedikit
dalam waktu lama tanpa disadari penderita telah kehilangan banyak darah sebelum tampak pucat
dan gejala lainnya. Pada perdarahan karena atonia uteri, rahim membesar dan lembek.
Terapi terbaik adalah pencegahan. Anemia pada kehamilan harus diobati karena perdarahan yang
normal pun dapat membahayakan seorang ibu yang telah mengalami anemia. Bila sebelumnya
pernah mengalami perdarahan postpartum, persalinan berikutnya harus di rumah sakit. Pada
persalinan yang lama diupayakan agar jangan sampai terlalu lelah. Rahim jangan dipijat dan
didorong ke bawah sebelum plasenta lepas dari dinding rahim.
Pada perdarahan yang timbul setelah janin lahir dilakukan upaya penghentian perdarahan secepat
mungkin dan mengangatasi akibat perdarahan. Pada perdarahan yang disebabkan atonia uteri
dilakukan massage rahim dan suntikan ergometrin ke dalam pembuluh balik. Bila tidak memberi
hasil yang diharapkan dalam waktu singkat, dilakukan kompresi bimanual pada rahim, bila perlu
dilakukan tamponade utero vaginal, yaitu dimasukkan tampon kasa kedalam rahim sampai rongga
rahim terisi penuh. Pada perdarahan postpartum ada kemungkinann dilakukan pengikatan
pembuluh nadi yang mensuplai darah ke rahim atau pengangkatan rahim.
Adapun Faktor predisposisi terjadinya atonia uteri : Umur, Paritas, Partus lama dan partus terlantar,
Obstetri operatif dan narkosa, Uterus terlalu regang dan besar misalnya pada gemelli, hidramnion
atau janin besar, Kelainan pada uterus seperti mioma uterii, uterus couvelair pada solusio plasenta,
Faktor sosio ekonomi yaitu malnutrisi. (Abdul Bari, dkk, 2008)
Perdarahan Pospartum akibat Retensio Plasenta
Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir selama 1 jam setelah bayi lahir.
Penyebab retensio plasenta :
1) Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena melekat dan tumbuh lebih dalam. Menurut
tingkat perlekatannya:
a. Plasenta adhesiva : plasenta yang melekat pada desidua endometrium lebih dalam.
b. Plasenta inkreta : vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua endometrium sampai
ke miometrium
c. Plasenta akreta : vili khorialis tumbuh menembus miometrium sampai ke serosa.
d. Plasenta perkreta : vili khorialis tumbuh menembus serosa atau peritoneum dinding rahim.
2) Plasenta sudah terlepas dari dinding rahim namun belum keluar karena atoni uteri atau adanya
lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim (akibat kesalahan penanganan kala III) yang akan
menghalangi plasenta keluar (plasenta inkarserata).
Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan tetapi bila sebagian plasenta
sudah lepas maka akan terjadi perdarahan. Ini merupakan indikasi untuk segera mengeluarkannya.
Plasenta mungkin pula tidak keluar karena kandung kemih atau rektum penuh. Oleh karena itu
keduanya harus dikosongkan. (Abdul Bari, dkk, 2008)