Endapan Apung
Endapan Apung
PENDAHULUAN
1
batubara, mekanisme pencucian Batubara, densitas dari larutan yang digunakan,
densitas dari Batubara, serta mengetahui kadar abu dari Batubara yang digunakan.
Rumusan masalah yang muncul dari adanya latar belakang di atas ialah sebagai
berikut:
1. Bagaimana cara pencampuran larutan PCE dan wash bensin untuk memperoleh
densitas yang akan digunakan?
2. Bagaimana distribusi berat sampel yang terapung dan tenggelam dari tiap
sampel Batubara dari tiap densitas?
3. Mengapa Batubara ada yang terapung dan tenggelam?
Tujuan yang ingin dicapai pada praktikum mata kuliah Pengolahan Bahan
Galian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui cara pencampuran larutan PCE dan wash bensin untuk
memperoleh densitas yang akan digunakan.
2. Mengetahui distribusi berat sampel yang terapung dan tenggelam dari tiap
sampel Batubara dari tiap densitas.
3. Mengetahui mengapa Batubara ada yang terapung dan tenggelam.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Batubara atau coal adalah batuan sedimen yang secara kimia dan fisika adalah
heterogen dan mengandung unsur-unsur karbon, hidrogen dan oksigen sebagai unsur
utama dan belerang serta nitrogen sebagai unsur tambahan. Zat lain, yaitu senyawa
organik pembentuk ash tersebar sebagai partikel zat mineral dan terpisah-pisah di
seluruh senyawa Batubara. Beberapa jenis batu meleleh dan menjadi plastis apabila
dipanaskan, tetapi meninggalkan residu yang disebut kokas. Batubara dapat dibakar
untuk membangkitkan uap atau dikarbonisasikan untuk membuat bahan bakar cair
atau dihidrogenisasikan untuk membuat metan (Muchjidin, 2005).
Batubara dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar pembangkit uap di PLTU,
beberapa jenis Batubara juga dapat diubah menjadi bahan bakar minyak melalui cara
pencairan Batubara atau tersebut liquifaksi ( coal liquiefaction). Pemakaian Batubara
sebagai energi telah dilakukan pada abad 19 yaitu untuk menggerakkan lokomotif dan
mesin uap. Perkembangan selanjutnya tahun 1949 di Pengaron sebuah dusun di
sepanjang Sungai Mahakam (Kalimantan Timur) oleh perusahaan Belanda “ Oost
Borneo Ma’atsc Happij” dioperasikan tambang Batubara (Muchjidin, 2005).
3
Materi pembentuk Batubara hampir seluruh pembentuk Batubara berasal dari
tumbuhan, jenis-jenis tumbuhan pembentuk Batubara dan umurnya adalah sebagai
berikut (Diessel, 1992):
1. Alga, dari zaman prekambrium hingga ordovisium dan bersel tunggal sangat
sedikit endapan batubara dari periode ini silofita. Dari zaman silur hingga devon
tengah merupakan turunan dari alga. Sedikit endapan batubara dari periode ini.
2. Plirodefita, umur devon atas hingga karbon atas. Tumbuhan pembentuknya
merupakan tumbuhan tanpa bunga dan biji serta berkembangbiak dengan
spora.
3. Gimnospermae, Dari zaman permian hingga kapur tengah. Tumbuhan
heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, contohnya Pinus.
4. Angiosspermae, dari zaman kapur atas hingga kii. Jenis tumbuhan modern,
buah menutupi biji, jantan dan betina dalam satu bunga, kurang bergetah
dibanding gimnospermae sehingga secara umum kurang terawetkan.
Batubara terbentuk dengan cara yang sangat komplek dan memerlukan waktu
yang lama (puluhan sampai ratusan juta tahun) dibawah pengaruh fisika, kimia
ataupun keadaan geologi. Untuk memahami bagaimana Batubara terbentuk dari
tumbuh-tumbuhan perlu diketahui dimana batubara terbentuk dan faktor-faktor yang
akan mempengaruhinya, serta bentuk lapisan batubara. Untuk menjelaskan tempat
terbentuk Batubara dikenal dua macam teori, yaitu teori insitu dan teori drift. Teori
insitu mengatakan bahwa bahan-bahan pembentuk lapisan Batubara, terbentuknya
ditempat dimana tumbuh-tumbuhan asal itu berada. Dengan demikian maka setelah
tumbuhan tersebut mati, belum mengalami proses transportasi segera tertutup oleh
lapisan sedimen dan mengalami proses coalification. Jenis Batubara yang terbentuk
dengan cara ini mempunyai penyebaran luas dan merata, kualitasnya lebih baik karena
kadar abunya relatif kecil. Batubara yang terbentuk seperti ini di Indonesia didapatkan
di lapangan Batubara Muara Enim (Sumatera Selatan). Sementara teori drift
menyebutkan bahwa bahan-bahan pembentuk lapisan Batubara terjadinya ditempat
yang berbeda dengan tempat tumbuhan semula hidup dan berkembang. Dengan
demikian tumbuhan yang telah mati diangkut oleh media air dan berakumulasi di suatu
tempat, tertutup oleh batuan sedimen dan mengalami proses coalification. Jenis
4
Batubara yang terbentuk dengan cara ini mempunyai penyebaran tidak luas, tetapi
dijumpai di beberapa tempat, kualitas kurang baik karena banyak mengandung
material pengotor yang terangkut bersama selama proses pengangkutan dari tempat
asal tanaman ke tempat sedimentasi. Batubara yang terbentuk seperti ini di Indonesia
didapatkan di lapangan Batubara delta Mahakam purba, Kalimantan Timur. Faktor-
faktor yang diperlukan dalam pembentukan Batubara yaitu posisi geoteknik, topografi,
iklim, penurunan, umur geologi, tumbuh-tumbuhan, dekomposisi, sejarah sesudah
pengendapan, struktur cekungan Batubara, dan metamorphosis organik (Achmad,
2010).
5
terdapat secara luas di sebagian besar kepulauan di Indonesia. Batubara di Indonesia
dapat dibedakan tiga jenis berdasarkan cara terbentuknya, yaitu sebagai berikut
(Anggayana, 2002):
1. Batubara paleogen yaitu endapan batubara yang terbentuk pada cekungan
intramontain terdapat di Ombilin, Bayah, Kalimantan Tenggara, Sulawesi
Selatan, dan sebagainya.
2. Batubara neogen ialah batubara yang terbentuk pada cekungan forelan
terdapat di Tanjung Enin, Sumatera Selatan.
3. Batubara delta, yaitu endapan batubara di hampir seluruh Kalimantan Timur.
Formasi Batubara tersebar di wilayah seluas 298 juta ha di Indonesia, meliputi
40 cekungan di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya dan Jawa. Dari jumlah
cekungan tersebut baru 13 cekungan dengan luas sekitar 74 juta ha (sekitar 25%)
yang sudah diselidiki. Sementara cekungan yang telah dilakukan penyelidikan terbatas
sampai pada tahap penyelidikan umum, eksplorasi maupun eksploitasi baru 3% atau
seluas 2,22 juta ha (Anonim, 2007).
Perlu ditingkatkan penyelidikan tentang keberadaan Batubara tersebut. Salah
satu metode geofisika yang dapat digunakan untuk memperkirakan keberadaan
batubara adalah metode geolistrik tahanan jenis. Metode ini merupakan salah satu
metode geofisika yang dapat memberikan gambaran susunan dan kedalaman lapisan
batuan, dengan mengukur sifat kelistrikan batuan (Anonim, 2007).
Penggunaan Batubara di dalam negeri adalah sebagai sumber energi panas dan
bahan bakar, terutama dalam pembangkit tenaga listrik dan industri semen serta
dalam jumlah yang terbatas pada industri kecil, seperti pembakaran Batugamping,
genteng, sebagai reduktor dan industri pelabuhan timah dan nikel. Selain itu batubara
Indonesia digunakan untuk ekspor ke berbagai negara antara lain Afrika, Eropa,
Amerika dan Asia (Jepang, Taiwan, Hongkong, Korea) dan lain-lain. Pemakaian
batubara terbesar sesuai urutannya adalah PLTU yang menggunakan bahan bakar
batubara, disusul oleh industri semen yang secara keseluruhan telah beralih ke
batubara, kemudian industri kimia, kertas, metalurgi, briket batubara dan penggunaan
industri kecil lainya. Penggunaan Batubara untuk PLTU pada tahun 1999 sebesar 26,9
juta ton, tahun 2004 sebesar 61,5 juta ton dan sampai tahun 2008 perkiraan
6
pemakaian Batubara mencapai 71,8 juta ton. Sedangkan produksi Batubara Indonesia
sampai tahun 2006 sebesar 160,4 juta ton, ekspor 120,8 juta ton dan pemakaian
dalam negeri 35,95 juta ton dengan total produksi 156,75 juta ton (Harahap,2009).
7
akibat endapan pencucian Batubara tersebut. Limbah pencucian batubara
setelah diteliti mengandung zat-zat yang sangat berbahaya bagi kesehatan
manusia jika airnya dikonsumsi. Limbah tersebut mengandung belerang (b),
merkuri (Hg), asam slarida (HCn), mangan (Mn), asam sulfat (H2SO4), dan
timbal (Pb). Hg dan Pb merupakan logam berat yang dapat menyebabkan
penyakit kulit pada manusia seperti kanker kulit.
2. Tanah tidak hanya air yang tercemar, tanah juga mengalami pencemaran
akibat pertambangan Batubara ini, yaitu terdapatnya lubang-lubang besar yang
tidak mungkin ditutup kembali yang menyebabkan terjadinya kubangan air
dengan kandungan asam yang sangat tinggi. Air kubangan tersebut
mengadung zat kimia seperti Fe, Mn, SO 4, Hg dan Pb. Fe dan Mn dalam jumlah
banyak bersifat racun bagi tanaman yang mengakibatkan tanaman tidak dapat
berkembang dengan baik. SO4 berpengaruh pada tingkat kesuburan tanah dan
PH tanah, akibat pencemaran tanah tersebut maka tumbuhan yang ada
diatasnya akan mati.
3. Udara penambangan Batubara menyebabkan polusi udara, hal ini diakibatkan
dari pembakaran Batubara. Menghasilkan gas nitrogen oksida yang terlihat
cokelat dan juga sebagai polusi yang membentuk acid rain (hujan asam) dan
ground level ozone, yaitu tipe lain dari polusi yang dapat membuat kotor udara.
Selain itu debu-debu hasil pengangkatan batubara juga sangat berbahaya bagi
kesehatan, yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit infeksi saluran
pernafasan (ISPA), dan dalam jangka panjang jika udara tersebut terus dihirup
akan menyebabkan kanker, dan kemungkinan bayi lahir cacat.
4. Hutan penambangan Batubara dapat menghancurkan sumber-sumber
kehidupan rakyat karena lahan pertanian yaitu hutan dan lahan-lahan sudah
dibebaskan oleh perusahaan. Hal ini disebabkan adanya perluasan tambang
sehingga mempersempit lahan usaha masyarakat, akibat perluasan ini juga bisa
menyebabkan terjadinya banjir karena hutan di wilayah hulu yang semestinya
menjadi daerah resapan air telah dibabat habis. Hal ini diperparah oleh
buruknya tata drainase dan rusaknya kawan hilir seperti hutan rawa.
5. Laut pencemaran air laut akibat penambangan Batubara terjadi pada saat
aktivitas bongkar muat dan tongkang angkut batubara. Selain itu, pencemaran
juga dapat mengganggu kehidupan hutan mangrove dan biota yang ada di
sekitar laut tersebut.
8
2.8 Pencucian Batubara
Sebelum didirikan coal washing plant batubara yang akan ditambang dilakukan
studi ketercucian batubara (washibility test) sehingga dapat diketahui apakah batubara
dapat di lakukan pencucian. Tujuan dilakukan Studi Ketercucian Batubara adalah
(Muchjidin, 2006):
1. Mendapatkan gambaran mengenai kelakuan berbagai fraksi batubara apabila
dilakukan pencucian dengan memakai medium yang beda-beda.
9
2. Mengetahui perolehan batubara untuk fraksi tertentu.
3. Mendapatkan Berat Jenis media yang paling baik, sehingga di dapatkan
medium yang paling baik untuk media pencucian dalam mencapai persyaratan
tertentu.
4. Meramalkan kesulitan yang mungkin dialami pada proses pencucian, dengan
memakai media tertentu dan untuk mengetahui BJ pencucian yang paling baik.
10
Batubara mempunyai sifat tidak tertarik terhadap air (hydrophobic) sementara
pengotornya bersifat tertarik terhadapair (hydrophilic). Prinsip fisika yang dipakai di
dalam operasi pemisahan batubara bersih dari pengotornya berdasarkan densitas
relatifnya adalah dengan prinsip endap-apung ( float and sink). Proses dimana partikel
mengendap ke dasar fluida dan membentuk endapan disebut settling. Teori
pengendapan bebas (free setling) dipakai untuk operasi pemisahan partikel batubara
dari pengotornya dengan cara diendapkan di dalam suatu larutan yang densitas
relatifnya di antara densitas relatif batubara dan densitas relatif pengotor. Operasi
pemisahan dengan cara pengendapan tidak mungkin dilakukan dalam kondisi
pengendapan bebas karena ada partikel-partikel lain di dalam larutan yang
mempengaruhi kecepatan pengendapan, kondisi pengendapan yang sebenarnya
adalah pengendapan terrintangi ( hinderedsettiling). Pengendapan terrintangi
dipengaruhi oleh sifat fisik partikel misalnya ukuran partikel, kekentalan larutan, dan
densitas relatif partikel-partikel yang terlibat (Sudarsono,2003).
2.10.4 Tahap Pengurangan Kandungan Air Batubara
Batubara yang sudah bersih dari berbagai proses pembersihan akan
dikeringkan dengan mengunakan fluid bed dyrer. Pengoperasian pengeringan ini
dibawah tekanan gas yang diambil dari sumber panas dari ruang fulidisasi. Tungku
pengendali suhu bekerja disistem kontrol untuk mencocokan perubahan penguapan
(sudarsono, 2003).
11
2.11.2. Wash Bensin / Wash Benzene
Wash Bensin / Wash Benzene merupakan cairan pembersih yang sangat cepat
kering dan umumnya digunakan pada industri garment dan otomotif. kadang dikenal
juga sebagai thinner washing . Umumnya untuk membersihkan air dan minyak.
(Achmad, 2001).
2.11.3. Rumus menentukan densitas dua larutan yang dicampurkan
Rumus yang digunakan untuk menghitung jumlah pencmpuran larutan PCE dan
wash bensin agar sesuai densitas yang diinginkan yaitu:
CV1 x ρ1 + CV2 x ρ2 = ρSO
Dimana CV2 = (1 - CV1)
Keterangan:
CV1 = Volume larutan 1
CV2 = Volume larutan 2
ρ1 = Densitas larutan 1
ρ2 = Densitas larutan 2
ρS0 = Densitas camputan larutan 1 dan larutan 2
12
Hasil temuan terbaru pada prediksi sifat hidropobik Batubara mengindikasikan
bahwa korelasi karakteristik kandungan air lebih baik daripada kandungan karbon. Dan
begitupun rasio kandungan air/ karbon lebih baik daripada rasio atomik oksigen/
karbon. Hubungan antara sifat hidropobik Batubara dan kandungan air (Achmad,
2010).
Kecenderungan bahwa densitas Batubara bernilai minimum pada kandungan
karbon 85%. Sebagai contoh, karbon Batubara 50-55% akan memiliki densitas sekitar
1,5; dan cenderung berkurang hingga 1,3 untuk Batubara mengandung 85% karbon
diikuti dengan peningkatan untuk Batubara dengan kandungan karbon 87%. Sebagai
pembanding, desitas graphite 2,25 juga mengikuti kecenderungan ini. Walaupun
variasi densitas tidak begitu besar, umumnya densitas yang memiliki kandungan
karbon yang sama adalah exinite< vitrinite< micrinite (Achmad, 2010).
13
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
Alat dan bahan yang digunakan selama kegiatan praktikum berlangsung ialah
sebagai berikut:
3.1.1 Alat
Alat yang digunakan selama kegiatan praktikum berlangsung ialah sebagai
berikut:
1. Jaw Crusher
Jaw crusher merupakan salah satu jenis alat crushing atau alat peremukan
yang berfungsi untuk meremukkan batuan. Alat ini biasa digunakan untuk
tahapan primary crushing. Pada praktikum ini, alat ini digunakan untuk
memperkecil ukuran sampel dari Batubara yang akan digunakan dan termasuk
dalam proses preparasi.
2. Gelas Ukur
Gelas ukur berfungsi sebagai alat untuk mengukur volume larutan. Gelas ukur
pada praktikum ini untuk mengukur volume dari larutan PCE dan larutan wash
bensin.
14
Gambar 3.2 Gelas Ukur.
3. Ayakan (Sieve)
Ayakan (Sieve) merupakan salah satu alat yang digunakan dalam proses
preparasi sampel. Sampel Batubara yang telah melewati proses pengecilan
ukuran melalui jaw crusher, kemudian diayak.
15
4. Gelas Beaker
Gelas Beaker atau sering disebut gelas piala dan gelas kimia digunakan sebagai
wadah atau penampung dan tempat mencampur antara larutan PCE dan wash
bensin.
5. Saringan
Saringan merupakan salah satu alat yang digunakan pada praktikum kali ini
dimana alat ini digunakan untuk menyaring larutan agar terpisah dengan sampel.
16
6. Timbangan Digital
Timbangan digital yang digunakan memiliki fungsi yaitu untuk menimbang
sampel batuan batubara yang telah melalui proses coal washing.
7. Batang Pengaduk
Batang Pengaduk digunakan untuk mencampur cairan antara larutan PCE dan
wash bensin.
17
Gambar 3.7 Batang Pengaduk.
8. Alat Tulis
Alat Tulis, digunakan untuk mencatat hasil timbangan.
3.1.2 Bahan
18
1. Kantong sampel
Kantong sampel digunakan untuk menyimpan sampel atau batuan setelah
praktikum. Dengan kata lain, kantong sampel ini digunakan sebagai tempat
penyimpanan hasil produk.
19
3. Kertas
Kertas pada praktikum kali ini digunakan sebagai bahan untuk menulis hasil
pengukuran pada praktikum.
20
Batubara pada praktikum kali ini digunakan sebagai sampel pada praktikum coal
washing.
21
6. Produk yang mengendap (tenggelam) pada densitas 1,4 kemudian disaring dan
dipindahkan ke campuran larutan PCE dan wash bensin densitas 1,5.
7. Produk yang mengendap (tenggelam) pada densitas 1,5 kemudian disaring dan
dipindahkan ke campuran larutan PCE dan wash bensin densitas 1,6.
8. produk yang mengapung dan tenggelam pada larutan selanjutnya dipisahkan
menggunakan saringan.
9. Ulangi langkah 5 – 9 untuk sampel batubara undersize.
10. Keringkan Batubara yang mengapung maupun tenggelam dan timbang lalu
masukkan ke dalam kantong sampel.
BAB IV
22
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel hasil percobaan proses uji endap apung ini adalah sebagai berikut:
Grafik berat hasil percobaan proses uji endap apung ini adalah sebagai berikut:
60
40
20
0
1 2 3 4
Densitas
23
Grafik Berat Hasil Pencucian Batubara Produk Undersize
120
100
80
Berat (gr)
60
40
20
0
1 2 3 4
Densitas
60 undersize
40
20
0
1 2 3 4
Densitas
4.3 Pembahasan
24
merupakan zat pengotor (impurities anorganik) dari Batubara. Proses pencucian
Batubara dilakukan sebanyak tiga kali pada masing-masing densitas larutan yang
digunakan yaitu sebesar 1,4; 1,5 dan 1,6. Densitas pada larutan ini didapatkan melalui
perhitungan dari tiap jenis densitas. Pada proses ini Batubara yang digunakan adalah
Batubara produk oversize dan Batubara produk undersize dari hasil sieving yang telah
dilakukan. Batubara oversize dari hasil sieving yang telah dilakukan sebesar 100 gram
sedangkan Batubara undersize dari hasil sieving yang telah dilakukan sebesar 100
gram. Batubara ini telah menghasilkan data seperti pada tabel 4.1 mengenai distribusi
berat conto pencucian batubara di mana menghasilkan data pada densitas yang
berbeda-beda seperti yang telah dilakukan pada saat praktikum berlangsung. Densitas-
densitas yang digunakan yaitu berturut-turut 1,4; 1,5; dan densitas 1,6. Densitas pada
larutan ini didapatkan melalui perhitungan dari tiap jenis densitas.
Larutan yang digunakan merupakan campuran dari larutan PCE dan wash
bensin sebanyak 350 ml yang dituang pada wadah dan dilarutkan secara bersamaan
dan menghasilkan hasil yang berbeda-beda pula. Pada percobaan dengan densitas
larutan sebesar 1,4; sampel Batubara pada densitas 1,4 mulai menunjukkan adanya
Batubara yang mengapung dan tenggelam (terendapkan). Batubara yang mengapung
inilah yang merupakan sampel dari karbon yang terdapat pada Batubara. Batubara
yang terapung inilah yang merupakan sampel dari karbon yang terdapat pada
Batubara. Sampel Batubara pada densitas 1,4 terdapat butiran Batubara oversize yang
terapung dengan berat 96,55 gram dan Batubara undersize yang terapung dengan
berat 94,68 gram, serta Batubara yang terendapkan akan di pakai di densitas
berikutnya. Pada percobaan dengan densitas larutan sebesar 1,5; sampel Batubara
pada densitas 1,5 mulai menunjukkan adanya Batubara yang mengapung dan
tenggelam (terendapkan). Batubara yang mengapung inilah yang merupakan sampel
dari karbon yang terdapat pada Batubara. Batubara yang terapung inilah yang
merupakan sampel dari karbon yang terdapat pada Batubara. Sampel Batubara pada
densitas 1,5 terdapat butiran Batubara oversize yang terapung dengan berat 1,84
gram dan Batubara undersize yang terapung dengan berat 2,64 gram, serta Batubara
yang terendapkan akan di pakai di densitas berikutnya. Pada percobaan dengan
densitas larutan sebesar 1,6; sampel Batubara pada densitas 1,6 mulai menunjukkan
adanya Batubara yang mengapung dan tenggelam. Batubara yang mengapung inilah
yang merupakan sampel dari karbon yang terdapat pada Batubara. Batubara yang
terapung inilah yang merupakan sampel dari karbon yang terdapat pada Batubara.
25
Sampel Batubara pada densitas 1,6 terdapat butiran Batubara oversize yang terapung
dengan berat 0,27 gram dan Batubara undersize yang terapung dengan berat 0,36
gram serta Batubara oversize yang terendapkan (tenggelam) memiliki berat 0,31 gram
dan Batubara undersize yang terendapkan (tenggelam) memiliki berat 0,52 gram.
Berdasarkan praktikum uji endap apung yang telah dilakukan, maka dapat kita
simpulkan bahwa densitas larutan berbanding terbalik dengan densitas Batubara
dimana densitas Batubara itu sendiri 1,3 dengan merajuk pada buku “Pembentukan
Batubara” oleh Achmad, 2010. Pada praktikum uji endap apung yang telah dilakukan
sampel yang mengendap merupakan zat pengotor dari Batubara.
BAB V
26
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
27
Achmad. 2010. Pembentukan Batubara. www.wordpress.com diakses pada tanggal 22
November 2017 pukul 21.00 Wita.
Anonim, 2007. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Cadangan
Batubara Indonesia. (online)
Harahap Asri. M.N., 2009. “ Studi Genetik Batubara Daerah Lamuru Kecamatan Lamuru
Kabupaten Bone Provinsi Sulawesi Selatan”, Universitas Hasanuddin, Makassar.
28