Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Cadangan mineral di bawah permukaan bumi sangat banyak namun, masih


diperlukan pengolahan bahan galian untuk memisahkan antara mineral-mineral
berharga dengan zat atau mineral pengotornya. Pengolahan bahan galian merupakan
salah satu bidang disiplin ilmu pengetahuan pertambangan yang menghubungkannya
dengan ilmu metalurgi dan ilmu bahan. Tujuan dari proses pengolahan bahan galian ini
untuk memperoleh dan meningkatkan kadar atau kualitas mineral sehingga
menghasilkan mineral dengan kadar yang sesuai dengan standar saat ini (Muchjidin,
2005).
Bahan galian Batubara adalah bahan galian yang terbentuk dari sisa tumbuhan
yang terperangkap dalam sedimen dan dapat dipergunakan sebagai bahan bakar. Jenis
sedimen ini terperangkap dan mengalami perubahan material organik akibat timbunan
(burial) dan diagenesa. Batubara awalnya merupakan bahan organik yang
terakumulasi dalam rawa-rawa yang dinamakan peat. Pembentukan batubara
memerlukan kondisi-kondisi tertentu dan hanya terjadi pada era-era tertentu
sepanjang sejarah geologi. Zaman karbon kira-kira 340 juta tahun yang lalu adalah
masa pembentukan batubara yang paling produktif (Muchjidin, 2005).
Pencucian Batubara adalah usaha yang dilakukan untuk memperbaiki kualitas
dari Batubara sehingga Batubara tersebut dapat memenuhi syarat penggunaan
tertentu. Pencucian Batubara memisahkan Batubara dengan mineral pengotornya. Hal
ini disebabkan karena ketika melakukan penambangan batubara, hasil yang didapatkan
belum memiliki kualitas yang baik. Manfaat dari Batubara ialah dapat dijadikan sebagai
sumber energi dan biasanya digunakan sebagai bahan bakar dalam proses
pembakaran pada bahan galian lainnya seperti pada pembuatan semen
(Nukman,2009).
Berdasarkan penjelasan diatas, untuk mengetahui bagaimana proses
pengolahan Batubara maka dilakukanlah praktikum mata kuliah Pengolahan Bahan
Galian yang berkaitan dengan proses pencucian Batubara. Dengan adanya pratikum
ini, mahasiswa diharapkan dapat mengetahui tentang bagaimana proses pembentukan

1
batubara, mekanisme pencucian Batubara, densitas dari larutan yang digunakan,
densitas dari Batubara, serta mengetahui kadar abu dari Batubara yang digunakan.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang muncul dari adanya latar belakang di atas ialah sebagai
berikut:
1. Bagaimana cara pencampuran larutan PCE dan wash bensin untuk memperoleh
densitas yang akan digunakan?
2. Bagaimana distribusi berat sampel yang terapung dan tenggelam dari tiap
sampel Batubara dari tiap densitas?
3. Mengapa Batubara ada yang terapung dan tenggelam?

1.3 Tujuan Percobaan

Tujuan yang ingin dicapai pada praktikum mata kuliah Pengolahan Bahan
Galian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui cara pencampuran larutan PCE dan wash bensin untuk
memperoleh densitas yang akan digunakan.
2. Mengetahui distribusi berat sampel yang terapung dan tenggelam dari tiap
sampel Batubara dari tiap densitas.
3. Mengetahui mengapa Batubara ada yang terapung dan tenggelam.

1.4 Manfaat Percobaan

Manfaat praktikum Pengolahan Bahan Galian ini adalah mengetahui bagaimana


cara pencampuran larutan PCE dan wash bensin agar memperoleh densitas yang akan
digunakan, mengetahui distribusi berat sampel yang terapung dan berat sampel yang
tenggelam dari setiap sampel Batubara dari setiap densitas, serta mengetahui berapa
Batubara yang terpisah antara Batubara yang terapung dan Batubara yang tidak
terapung.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Batubara

Batubara atau coal adalah batuan sedimen yang secara kimia dan fisika adalah
heterogen dan mengandung unsur-unsur karbon, hidrogen dan oksigen sebagai unsur
utama dan belerang serta nitrogen sebagai unsur tambahan. Zat lain, yaitu senyawa
organik pembentuk ash tersebar sebagai partikel zat mineral dan terpisah-pisah di
seluruh senyawa Batubara. Beberapa jenis batu meleleh dan menjadi plastis apabila
dipanaskan, tetapi meninggalkan residu yang disebut kokas. Batubara dapat dibakar
untuk membangkitkan uap atau dikarbonisasikan untuk membuat bahan bakar cair
atau dihidrogenisasikan untuk membuat metan (Muchjidin, 2005).
Batubara dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar pembangkit uap di PLTU,
beberapa jenis Batubara juga dapat diubah menjadi bahan bakar minyak melalui cara
pencairan Batubara atau tersebut liquifaksi ( coal liquiefaction). Pemakaian Batubara
sebagai energi telah dilakukan pada abad 19 yaitu untuk menggerakkan lokomotif dan
mesin uap. Perkembangan selanjutnya tahun 1949 di Pengaron sebuah dusun di
sepanjang Sungai Mahakam (Kalimantan Timur) oleh perusahaan Belanda “ Oost
Borneo Ma’atsc Happij” dioperasikan tambang Batubara (Muchjidin, 2005).

Gambar 2.1 Batubara (Muchjidin, 2005).

3
Materi pembentuk Batubara hampir seluruh pembentuk Batubara berasal dari
tumbuhan, jenis-jenis tumbuhan pembentuk Batubara dan umurnya adalah sebagai
berikut (Diessel, 1992):
1. Alga, dari zaman prekambrium hingga ordovisium dan bersel tunggal sangat
sedikit endapan batubara dari periode ini silofita. Dari zaman silur hingga devon
tengah merupakan turunan dari alga. Sedikit endapan batubara dari periode ini.
2. Plirodefita, umur devon atas hingga karbon atas. Tumbuhan pembentuknya
merupakan tumbuhan tanpa bunga dan biji serta berkembangbiak dengan
spora.
3. Gimnospermae, Dari zaman permian hingga kapur tengah. Tumbuhan
heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, contohnya Pinus.
4. Angiosspermae, dari zaman kapur atas hingga kii. Jenis tumbuhan modern,
buah menutupi biji, jantan dan betina dalam satu bunga, kurang bergetah
dibanding gimnospermae sehingga secara umum kurang terawetkan.

2.2 Pembentukan Batubara

Batubara terbentuk dengan cara yang sangat komplek dan memerlukan waktu
yang lama (puluhan sampai ratusan juta tahun) dibawah pengaruh fisika, kimia
ataupun keadaan geologi. Untuk memahami bagaimana Batubara terbentuk dari
tumbuh-tumbuhan perlu diketahui dimana batubara terbentuk dan faktor-faktor yang
akan mempengaruhinya, serta bentuk lapisan batubara. Untuk menjelaskan tempat
terbentuk Batubara dikenal dua macam teori, yaitu teori insitu dan teori drift. Teori
insitu mengatakan bahwa bahan-bahan pembentuk lapisan Batubara, terbentuknya
ditempat dimana tumbuh-tumbuhan asal itu berada. Dengan demikian maka setelah
tumbuhan tersebut mati, belum mengalami proses transportasi segera tertutup oleh
lapisan sedimen dan mengalami proses coalification. Jenis Batubara yang terbentuk
dengan cara ini mempunyai penyebaran luas dan merata, kualitasnya lebih baik karena
kadar abunya relatif kecil. Batubara yang terbentuk seperti ini di Indonesia didapatkan
di lapangan Batubara Muara Enim (Sumatera Selatan). Sementara teori drift
menyebutkan bahwa bahan-bahan pembentuk lapisan Batubara terjadinya ditempat
yang berbeda dengan tempat tumbuhan semula hidup dan berkembang. Dengan
demikian tumbuhan yang telah mati diangkut oleh media air dan berakumulasi di suatu
tempat, tertutup oleh batuan sedimen dan mengalami proses coalification. Jenis

4
Batubara yang terbentuk dengan cara ini mempunyai penyebaran tidak luas, tetapi
dijumpai di beberapa tempat, kualitas kurang baik karena banyak mengandung
material pengotor yang terangkut bersama selama proses pengangkutan dari tempat
asal tanaman ke tempat sedimentasi. Batubara yang terbentuk seperti ini di Indonesia
didapatkan di lapangan Batubara delta Mahakam purba, Kalimantan Timur. Faktor-
faktor yang diperlukan dalam pembentukan Batubara yaitu posisi geoteknik, topografi,
iklim, penurunan, umur geologi, tumbuh-tumbuhan, dekomposisi, sejarah sesudah
pengendapan, struktur cekungan Batubara, dan metamorphosis organik (Achmad,
2010).

2.3 Kelas dan Jenis Batubara

Kelas dan jenis batubara berdasarkan proses pembentukannya yang dikontrol


oleh tekanan, panas, dan waktu, dibagi kedalam lima kelas yaitu (Diessel, 1992):
a. Antrasit adalah kelas batubara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan
(luster) metalik, mengandung antara 86%–98% unsur karbon (C) dengan kadar
air kurang dari 8%.
b. Bituminus mengandung 68%–86% Unsur karbon (C) dan berkadar air 8% -
10% dari beratnya.
c. Subbituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air sehingga menjadi
sumber panas yang kurang efisien dibanding dengan bituminus.
d. Lignit atau batubara cokelat adalah batubara yang sangat lunak yang
mengandung air 35%–75% dari beratnya.
e. Gambut, berpori dan memiliki kadar air diatas 75% serta nilai kalori yang paling
rendah.

2.4 Penyebaran Batubara

Batubara merupakan sumber energi masa depan yang merupakan batuan


sedimen (padatan) yang dapat terbakar berasal dari tumbuhan, berwarna coklat
sampai hitam, yang sejak pengendapannya terkena proses fisika dan kimia yang
mengakibatkan pengkayaan kandungan karbonnya (Anggayana, 2002).
Penyebaran endapan batubara di Indonesia ditinjau dari sudut geologi sangat
erat hubungannya dengan penyebaran formasi sedimen yang berumur tersier yang

5
terdapat secara luas di sebagian besar kepulauan di Indonesia. Batubara di Indonesia
dapat dibedakan tiga jenis berdasarkan cara terbentuknya, yaitu sebagai berikut
(Anggayana, 2002):
1. Batubara paleogen yaitu endapan batubara yang terbentuk pada cekungan
intramontain terdapat di Ombilin, Bayah, Kalimantan Tenggara, Sulawesi
Selatan, dan sebagainya.
2. Batubara neogen ialah batubara yang terbentuk pada cekungan forelan
terdapat di Tanjung Enin, Sumatera Selatan.
3. Batubara delta, yaitu endapan batubara di hampir seluruh Kalimantan Timur.
Formasi Batubara tersebar di wilayah seluas 298 juta ha di Indonesia, meliputi
40 cekungan di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya dan Jawa. Dari jumlah
cekungan tersebut baru 13 cekungan dengan luas sekitar 74 juta ha (sekitar 25%)
yang sudah diselidiki. Sementara cekungan yang telah dilakukan penyelidikan terbatas
sampai pada tahap penyelidikan umum, eksplorasi maupun eksploitasi baru 3% atau
seluas 2,22 juta ha (Anonim, 2007).
Perlu ditingkatkan penyelidikan tentang keberadaan Batubara tersebut. Salah
satu metode geofisika yang dapat digunakan untuk memperkirakan keberadaan
batubara adalah metode geolistrik tahanan jenis. Metode ini merupakan salah satu
metode geofisika yang dapat memberikan gambaran susunan dan kedalaman lapisan
batuan, dengan mengukur sifat kelistrikan batuan (Anonim, 2007).

2.5 Pemanfaatan Batubara

Penggunaan Batubara di dalam negeri adalah sebagai sumber energi panas dan
bahan bakar, terutama dalam pembangkit tenaga listrik dan industri semen serta
dalam jumlah yang terbatas pada industri kecil, seperti pembakaran Batugamping,
genteng, sebagai reduktor dan industri pelabuhan timah dan nikel. Selain itu batubara
Indonesia digunakan untuk ekspor ke berbagai negara antara lain Afrika, Eropa,
Amerika dan Asia (Jepang, Taiwan, Hongkong, Korea) dan lain-lain. Pemakaian
batubara terbesar sesuai urutannya adalah PLTU yang menggunakan bahan bakar
batubara, disusul oleh industri semen yang secara keseluruhan telah beralih ke
batubara, kemudian industri kimia, kertas, metalurgi, briket batubara dan penggunaan
industri kecil lainya. Penggunaan Batubara untuk PLTU pada tahun 1999 sebesar 26,9
juta ton, tahun 2004 sebesar 61,5 juta ton dan sampai tahun 2008 perkiraan

6
pemakaian Batubara mencapai 71,8 juta ton. Sedangkan produksi Batubara Indonesia
sampai tahun 2006 sebesar 160,4 juta ton, ekspor 120,8 juta ton dan pemakaian
dalam negeri 35,95 juta ton dengan total produksi 156,75 juta ton (Harahap,2009).

2.6 Kualitas Batubara

Kualitas Batubara ditentukan dengan analisis batubara di laboraturium,


diantaranya adalah sebagai berikut (Anggayana, 2002):

1. Analisis proksimat, yaitu analisis yang digunakan untuk memberikan data


mengenai Batubara, antara lain pengukuran kandungan moisture, kandungan
abu (Ash), zat terbang (volatil matter) dan fixed carbon.
2. Analisis ultimat, yaitu analisis yang dilakukan untuk mengetahui komponen
pembentuk Batubara, terutama untuk parameter atau unsur karbon
(C), Hidrogen (H), Sulfur (S), Nitrogen (N) serta kandungan Oksigen (O) dari
Batubara terebut.
Kualitas Batubara diperlukan untuk menentukan apakah Batubara tersebut
menguntungkan untuk ditambang selain dilihat dari besarnya cadangan batubara di
daerah penelitian. Semakin tinggi kualitas batubara, maka kadar karbon akan
meningkat, sedangkan hidrogen dan oksigen akan berkurang (Anggayana, 2002).
Batubara bermutu rendah, seperti lignit dan sub-bituminus, memiliki tingkat
kelembaban (moisture) yang tinggi dan kadar karbon yang rendah, sehingga energinya
juga rendah. Semakin tinggi mutu batubara, umumnya akan semakin keras dan
kompak, serta warnanya akan semakin hitam mengkilat. Selain itu, kelembabannya
pun akan berkurang sedangkan kadar karbonnya akan meningkat, sehingga
kandungan energinya juga semakin besar (Anggayana, 2002).

2.7 Dampak Penambangan Batubara terhadap Lingkungan

Pertambangan batubara telah menimbulkan dampak kerusakan lingkungan


hidup yang cukup parah, baik itu air, tanah, udara, dan hutan (Anggayana, 2002).
1. Air penambangan Batubara secara langsung menyebabkan pencemaran air,
yaitu dari limbah pencucian Batubara tersebut dalam hal memisahkan Batubara
dengan sulfur. Limbah pencucian tersebut mencemari air sungai sehingga
warna air sungai menjadi keruh, asam, dan menyebabkan pendangkalan sungai

7
akibat endapan pencucian Batubara tersebut. Limbah pencucian batubara
setelah diteliti mengandung zat-zat yang sangat berbahaya bagi kesehatan
manusia jika airnya dikonsumsi. Limbah tersebut mengandung belerang (b),
merkuri (Hg), asam slarida (HCn), mangan (Mn), asam sulfat (H2SO4), dan
timbal (Pb). Hg dan Pb merupakan logam berat yang dapat menyebabkan
penyakit kulit pada manusia seperti kanker kulit.
2. Tanah tidak hanya air yang tercemar, tanah juga mengalami pencemaran
akibat pertambangan Batubara ini, yaitu terdapatnya lubang-lubang besar yang
tidak mungkin ditutup kembali yang menyebabkan terjadinya kubangan air
dengan kandungan asam yang sangat tinggi. Air kubangan tersebut
mengadung zat kimia seperti Fe, Mn, SO 4, Hg dan Pb. Fe dan Mn dalam jumlah
banyak bersifat racun bagi tanaman yang mengakibatkan tanaman tidak dapat
berkembang dengan baik. SO4 berpengaruh pada tingkat kesuburan tanah dan
PH tanah, akibat pencemaran tanah tersebut maka tumbuhan yang ada
diatasnya akan mati.
3. Udara penambangan Batubara menyebabkan polusi udara, hal ini diakibatkan
dari pembakaran Batubara. Menghasilkan gas nitrogen oksida yang terlihat
cokelat dan juga sebagai polusi yang membentuk acid rain (hujan asam) dan
ground level ozone, yaitu tipe lain dari polusi yang dapat membuat kotor udara.
Selain itu debu-debu hasil pengangkatan batubara juga sangat berbahaya bagi
kesehatan, yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit infeksi saluran
pernafasan (ISPA), dan dalam jangka panjang jika udara tersebut terus dihirup
akan menyebabkan kanker, dan kemungkinan bayi lahir cacat.
4. Hutan penambangan Batubara dapat menghancurkan sumber-sumber
kehidupan rakyat karena lahan pertanian yaitu hutan dan lahan-lahan sudah
dibebaskan oleh perusahaan. Hal ini disebabkan adanya perluasan tambang
sehingga mempersempit lahan usaha masyarakat, akibat perluasan ini juga bisa
menyebabkan terjadinya banjir karena hutan di wilayah hulu yang semestinya
menjadi daerah resapan air telah dibabat habis. Hal ini diperparah oleh
buruknya tata drainase dan rusaknya kawan hilir seperti hutan rawa.
5. Laut pencemaran air laut akibat penambangan Batubara terjadi pada saat
aktivitas bongkar muat dan tongkang angkut batubara. Selain itu, pencemaran
juga dapat mengganggu kehidupan hutan mangrove dan biota yang ada di
sekitar laut tersebut.

8
2.8 Pencucian Batubara

Pencucian batubara ialah usaha yang dilakukan untuk memperbaiki kualitas


batubara, agar batubara tersebut memenuhi syarat penggunaan tertentu atau sesuai
dengan permintaan pasar. Termasuk didalamnya pembersihan untuk mengurangi
impurities anorganic. Karakteristik batubara dan impurities yang utama ditinjau dari
segi pencucian secara mekanis ialah komposisi ukuran yang disebut size consist,
perbedaan berat jenis dari materialyang dipisahkan, kimia permukaan, friability relatif
dari batubaradan impurities serta kekuatan dan kekerasan (Nukman,2009).
Satu cara untuk membersihkan batubara adalah dengan cara mudah memecah
batubara ke bongkahan yang lebih kecil dan mencucinya. Beberapa sulfur yang ada
sebagai bintik kecil di batubara disebut sebagai " pyritic sulfur" karena ini
dikombinasikan dengan besi menjadi bentuk iron pyrite, selain itu dikenal sebagai
"fool's gold” dapat dipisahkan dari batubara. Secara khusus pada proses satu kali,
bongkahan batubara dimasukkan ke dalam tangka besar yang terisi air, batubara
mengambang ke permukaan ketika kotoran sulfur tenggelam. Dalam pencucian
batubara, yang harus dipertimbangkan ialah metode pencucian mana yang akan
diterapkan untuk mempersiapakan batubara sesuai keperluan pasar, dan apakah
pencucian masih diperlukan, karena pada prinsipnya batubara dapat dijual langsung
setelah ditambang. Kenyataannya penjualan langsung setelah ditambang tidak berarti
produser memperoleh keuntungan maksimum. Oleh karena itu dalam memutuskan ini
perlu dimasukan juga pertimbangan komersial. Untuk menentukan kesesuaian alat
yang digunakan dalam mencuci batubara syarat yang diperlukan adalah ukuran butir
dari batubara yang akan dicuci, spesific gravity dan kapasitas produksi yang
digunakan. Fasilitas pencucian ini dinamakan " Coal Preparation Plants" yang
membersihkan batubara dari pengotor-pengotornya (Zulkifli, 2012)

2.9 Studi Ketercucian Batubara (Washibility Test)

Sebelum didirikan coal washing plant batubara yang akan ditambang dilakukan
studi ketercucian batubara (washibility test) sehingga dapat diketahui apakah batubara
dapat di lakukan pencucian. Tujuan dilakukan Studi Ketercucian Batubara adalah
(Muchjidin, 2006):
1. Mendapatkan gambaran mengenai kelakuan berbagai fraksi batubara apabila
dilakukan pencucian dengan memakai medium yang beda-beda.

9
2. Mengetahui perolehan batubara untuk fraksi tertentu.
3. Mendapatkan Berat Jenis media yang paling baik, sehingga di dapatkan
medium yang paling baik untuk media pencucian dalam mencapai persyaratan
tertentu.
4. Meramalkan kesulitan yang mungkin dialami pada proses pencucian, dengan
memakai media tertentu dan untuk mengetahui BJ pencucian yang paling baik.

2.10 Tahap-tahap Pencucian Batubara.

Dalam coal washing plant terdapat 4 tahap yaitu preparasi, prapencucian


batubara, pencucian batubara dan pengeringan batubara.
2.10.1 Preparasi.
Kegiatan pengelompokan partikel ukuran yang berbeda-beda merupakan salah
satu kegiatan penting yang dilakukan di dalam pabrik pencucian. Tahap preparasi atau
operasi pengecilan pada pabrik pencucian perlu dilakukan dengan tujuan
(Sudarsono,2003):
1. Menyesuikan ukuran partikel batubara yang cocok dengan oprasi peralatan
pencucian.
2. Kotoran mudah terliberasi dari tubuh batubara.
3. Agar ukuran partikel batubara sesui dengan permintaan pasar.
4. Dalam pencucian Batubara ukuran memegang peranan penting, ada keterkaitan
antara ukuran dan metode pencucian.
2.10.2 Tahap Pra pencucian/Pneumatic Cleaning.
Tujuan dari tahap ini adalah menghilangkan material pengotor yang melekat
pada batubara dan mengurangi batubara yang berukuran -0,5 mm atau kurang 3/8
inchi. Pada tahap ini akan memisahkan batubara ( high-ash) dengan batubara (low-
ash). Batubara kadar abu tinggi berada diatas sedangkan batubara kadar rendah
berada dibawah (Sudarsono,2003).
2.10.3 Tahap Pencucian
Proses pencucian batubara dapat menggunakan dua prinsip pemisahan, yaitu :
1. Pemisahan batubara murni dengan pengotornya berdasarkan sifat densitas
relatifnya. Batubara murni mempunyai densitas sekitar 1,3 sedangkan
pengotornya mempunyai densitas relatif diatas 2,2.
2. Pemisahan batubara murni dengan pengotornya berdasarkan sifat ketertarikan
permukaannya terhadap air.

10
Batubara mempunyai sifat tidak tertarik terhadap air (hydrophobic) sementara
pengotornya bersifat tertarik terhadapair (hydrophilic). Prinsip fisika yang dipakai di
dalam operasi pemisahan batubara bersih dari pengotornya berdasarkan densitas
relatifnya adalah dengan prinsip endap-apung ( float and sink). Proses dimana partikel
mengendap ke dasar fluida dan membentuk endapan disebut settling. Teori
pengendapan bebas (free setling) dipakai untuk operasi pemisahan partikel batubara
dari pengotornya dengan cara diendapkan di dalam suatu larutan yang densitas
relatifnya di antara densitas relatif batubara dan densitas relatif pengotor. Operasi
pemisahan dengan cara pengendapan tidak mungkin dilakukan dalam kondisi
pengendapan bebas karena ada partikel-partikel lain di dalam larutan yang
mempengaruhi kecepatan pengendapan, kondisi pengendapan yang sebenarnya
adalah pengendapan terrintangi ( hinderedsettiling). Pengendapan terrintangi
dipengaruhi oleh sifat fisik partikel misalnya ukuran partikel, kekentalan larutan, dan
densitas relatif partikel-partikel yang terlibat (Sudarsono,2003).
2.10.4 Tahap Pengurangan Kandungan Air Batubara
Batubara yang sudah bersih dari berbagai proses pembersihan akan
dikeringkan dengan mengunakan fluid bed dyrer. Pengoperasian pengeringan ini
dibawah tekanan gas yang diambil dari sumber panas dari ruang fulidisasi. Tungku
pengendali suhu bekerja disistem kontrol untuk mencocokan perubahan penguapan
(sudarsono, 2003).

2.11 Larutan PCE dan Larutan Wash Bensin

2.11.1. Larutan PCE


Tetrakloroetilena (nama sistematis: tetrakloroetena), atau disebut
juga perkloroetilena, perc dan PCE) adalah senyawa kimia buatan dengan rumus
kimia C2Cl4, atau Cl2C = CCl2. Senyawa ini banyak digunakan dalam dry cleaning pada
kain maupun dalam pembersihan logam. Senyawa ini juga digunakan untuk membuat
bahan kimia lainnya dan digunakan dalam beberapa produk konsumsi (Achmad, 2001).
Pada suhu kamar, tetrakloroetilena merupakan cairan yang mudah terbakar.
Cairan ini mudah menguap dan memiliki bau yang tajam dan manis. Kebanyakan
orang dapat mencium tetrakloroetilena meski dalam konsentrasi 1 ppm (0.0001%),
dan beberapa orang bahkan dapat menciumnya dalam kadar yang lebih kecil.
(Achmad, 2001).

11
2.11.2. Wash Bensin / Wash Benzene
Wash Bensin / Wash  Benzene merupakan cairan pembersih yang sangat cepat
kering dan umumnya digunakan pada industri garment dan otomotif. kadang dikenal
juga sebagai thinner washing . Umumnya untuk membersihkan air dan minyak.
(Achmad, 2001).
2.11.3. Rumus menentukan densitas dua larutan yang dicampurkan
Rumus yang digunakan untuk menghitung jumlah pencmpuran larutan PCE dan
wash bensin agar sesuai densitas yang diinginkan yaitu:
CV1 x ρ1 + CV2 x ρ2 = ρSO
Dimana CV2 = (1 - CV1)
Keterangan:
CV1 = Volume larutan 1
CV2 = Volume larutan 2
ρ1 = Densitas larutan 1
ρ2 = Densitas larutan 2
ρS0 = Densitas camputan larutan 1 dan larutan 2

2.12 Densitas Batubara

Batubara memiliki tiga perbedaan dalam pengukuran densitasnya; true density,


particle density, dan apparent density. Apparent density Batubara dapat dilakukan
dengan cara membenamkan sampel Batubara di dalam cairan dan kemudian mengukur
cairan yang terpindahkan. Untuk prosedur ini, cairan harus: membasahi permukaan
batubara, tidak ada absorbsi yang kuat pada permukaan, tidak menyebabkan
pengembangan, dan menetrasi pori Batubara. True density Batubara ditentukan
dengan menggunakan prinsip pemindahan Helium. Helium baik digunakan sebab dapat
menetrasi pori-pori sampel batubara tanpa menyebabkan interaksi secara kimiawi.
Particle density adalah berat suatu unit volume padatan termasuk pori dan rekahan
(Mahajan dan Walter, 1978). Densitas partikel dapat ditentukan dengan cara satu dari
tiga metode; mercury displasment, aliran gas, atau Silanization (Achmad, 2010).
Densitas Batubara dapat bervariasi yang menunjukkan hubungan antara rank
dan kandungan karbon. Batubara dengan kandungan karbon 85% biasanya
menunjukkan suatu derajat ciri hidropobik yang lebih besar dari batubara ber-rank
paling rendah (Achmad, 2010).

12
Hasil temuan terbaru pada prediksi sifat hidropobik Batubara mengindikasikan
bahwa korelasi karakteristik kandungan air lebih baik daripada kandungan karbon. Dan
begitupun rasio kandungan air/ karbon lebih baik daripada rasio atomik oksigen/
karbon. Hubungan antara sifat hidropobik Batubara dan kandungan air (Achmad,
2010).
Kecenderungan bahwa densitas Batubara bernilai minimum pada kandungan
karbon 85%. Sebagai contoh, karbon Batubara 50-55% akan memiliki densitas sekitar
1,5; dan cenderung berkurang hingga 1,3 untuk Batubara mengandung 85% karbon
diikuti dengan peningkatan untuk Batubara dengan kandungan karbon 87%. Sebagai
pembanding, desitas graphite 2,25 juga mengikuti kecenderungan ini. Walaupun
variasi densitas tidak begitu besar, umumnya densitas yang memiliki kandungan
karbon yang sama adalah exinite< vitrinite< micrinite (Achmad, 2010).

13
BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan selama kegiatan praktikum berlangsung ialah
sebagai berikut:
3.1.1 Alat
Alat yang digunakan selama kegiatan praktikum berlangsung ialah sebagai
berikut:
1. Jaw Crusher
Jaw crusher merupakan salah satu jenis alat crushing atau alat peremukan
yang berfungsi untuk meremukkan batuan. Alat ini biasa digunakan untuk
tahapan primary crushing. Pada praktikum ini, alat ini digunakan untuk
memperkecil ukuran sampel dari Batubara yang akan digunakan dan termasuk
dalam proses preparasi.

Gambar 3.1 Jaw Crusher.

2. Gelas Ukur
Gelas ukur berfungsi sebagai alat untuk mengukur volume larutan. Gelas ukur
pada praktikum ini untuk mengukur volume dari larutan PCE dan larutan wash
bensin.

14
Gambar 3.2 Gelas Ukur.

3. Ayakan (Sieve)
Ayakan (Sieve) merupakan salah satu alat yang digunakan dalam proses
preparasi sampel. Sampel Batubara yang telah melewati proses pengecilan
ukuran melalui jaw crusher, kemudian diayak.

Gambar 3.3 Sieve

15
4. Gelas Beaker
Gelas Beaker atau sering disebut gelas piala dan gelas kimia digunakan sebagai
wadah atau penampung dan tempat mencampur antara larutan PCE dan wash
bensin.

Gambar 3.4 Gelas Beaker.

5. Saringan
Saringan merupakan salah satu alat yang digunakan pada praktikum kali ini
dimana alat ini digunakan untuk menyaring larutan agar terpisah dengan sampel.

Gambar 3.5 Saringan.

16
6. Timbangan Digital
Timbangan digital yang digunakan memiliki fungsi yaitu untuk menimbang
sampel batuan batubara yang telah melalui proses coal washing.

Gambar 3.6 Timbangan Digital.

7. Batang Pengaduk
Batang Pengaduk digunakan untuk mencampur cairan antara larutan PCE dan
wash bensin.

17
Gambar 3.7 Batang Pengaduk.

8. Alat Tulis
Alat Tulis, digunakan untuk mencatat hasil timbangan.

Gambar 3.8 Alat Tulis

3.1.2 Bahan

Bahan yang digunakan pada saat praktikum pengolahan bahan galian


berlangsung ialah sebagai berikut:

18
1. Kantong sampel
Kantong sampel digunakan untuk menyimpan sampel atau batuan setelah
praktikum. Dengan kata lain, kantong sampel ini digunakan sebagai tempat
penyimpanan hasil produk.

Gambar 3.9 Kantong Sampel.


2. Larutan PCE
Larutan PCE (Perchloroethylene) ialah salah satu bahan yang digunakan pada
praktikum kali ini. Larutan ini umumnya digunakan khusus untuk pencucian
linen/kain.

Gambar 3.10 Larutan PCE.

19
3. Kertas
Kertas pada praktikum kali ini digunakan sebagai bahan untuk menulis hasil
pengukuran pada praktikum.

Gambar 3.11 Kertas.

4. Larutan Wash bensin


Larutan wash bensin ialah salah satu bahan yang digunakan pada praktikum
pencucian batubara kali ini.

Gambar 3.12 Larutan Wash Bensin.


5. Batubara

20
Batubara pada praktikum kali ini digunakan sebagai sampel pada praktikum coal
washing.

Gambar 3.13 Batubara.

3.2 Prosedur Percobaan

Prosedur percobaan dari kegiatan praktikum ini ialah sebagai berikut:


1. Menyiapkan alat dan bahan.
2. Batubara dengan ukuran besar kemudian dimasukkan ke roll crusher agar
mendapatkan sampel yang berukuran lebih kecil.
3. Selanjutnya sampel Batubara diayak. Proses akhir dari pengayakan akan
menghasilkan dua produk berupa Batubara yang lolos ayakan (undersize) dan
Batubara yang tertahan (oversize) dengan berat masing-masing 100 gram.
4. Sampel Batubara yang telah diayak kemudian dimasukkan ke dalam kantong
sampel dan dibawa ke laboratorium untuk dianalisis lebih lanjut.
5. Sampel Batubara oversize 100 gram dianalisis menggunakan campuran larutan
PCE dan wash bensin dengan densitas 1,4.

21
6. Produk yang mengendap (tenggelam) pada densitas 1,4 kemudian disaring dan
dipindahkan ke campuran larutan PCE dan wash bensin densitas 1,5.
7. Produk yang mengendap (tenggelam) pada densitas 1,5 kemudian disaring dan
dipindahkan ke campuran larutan PCE dan wash bensin densitas 1,6.
8. produk yang mengapung dan tenggelam pada larutan selanjutnya dipisahkan
menggunakan saringan.
9. Ulangi langkah 5 – 9 untuk sampel batubara undersize.
10. Keringkan Batubara yang mengapung maupun tenggelam dan timbang lalu
masukkan ke dalam kantong sampel.

BAB IV

22
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Tabel Hasil Pencucian Batubara

Tabel hasil percobaan proses uji endap apung ini adalah sebagai berikut:

Tabel 4.1 Hasil Percobaan Produk Oversize


Densitas Berat Hasil Pencucian (Float) (gr)
1,4 96,55
1,5 1,84
1,6 0,27
Sink 1,6 0,31

Tabel 4.2 Hasil Percobaan Produk Undersize


Densitas Berat Hasil Pencucian (Float) (gr)
1,4 94,68
1,5 2,64
1,6 0,36
Sink 1,6 0,52

4.2 Grafik Berat Hasil Pencucian Batubara

Grafik berat hasil percobaan proses uji endap apung ini adalah sebagai berikut:

Grafik Berat Hasil Pencucian Batubara Produk Oversize


120
100
80
Berat (gr)

60
40
20
0
1 2 3 4
Densitas

Gambar 4.1 Grafik Berat Hasil Pencucian Batubara Produk Oversize

23
Grafik Berat Hasil Pencucian Batubara Produk Undersize

120

100

80
Berat (gr)

60

40

20

0
1 2 3 4

Densitas

Gambar 4.2 Grafik Beray Hasil Pencucian Batubara Produk Undersize

Grafik Berat Hasil Pencucian Batubara Produk Oversize dan


Undersize
120
100
80 oversize
Berat (gr)

60 undersize
40
20
0
1 2 3 4
Densitas

Gambar 4.3 Grafik Perbandingan Produk Oversize dan Undersize

4.3 Pembahasan

Praktikum mengenai pencucian batubara dengan menggunakan metode uji


endap apung. Metode uji endap apung ini memiliki prinsip berdasarkan perbedaan
densitas larutan dan Batubara. Batubara yang telah mengapung merupakan Batubara
dengan kualitas yang baik sedangkan Batubara yang mengendap (tenggelam)

24
merupakan zat pengotor (impurities anorganik) dari Batubara. Proses pencucian
Batubara dilakukan sebanyak tiga kali pada masing-masing densitas larutan yang
digunakan yaitu sebesar 1,4; 1,5 dan 1,6. Densitas pada larutan ini didapatkan melalui
perhitungan dari tiap jenis densitas. Pada proses ini Batubara yang digunakan adalah
Batubara produk oversize dan Batubara produk undersize dari hasil sieving yang telah
dilakukan. Batubara oversize dari hasil sieving yang telah dilakukan sebesar 100 gram
sedangkan Batubara undersize dari hasil sieving yang telah dilakukan sebesar 100
gram. Batubara ini telah menghasilkan data seperti pada tabel 4.1 mengenai distribusi
berat conto pencucian batubara di mana menghasilkan data pada densitas yang
berbeda-beda seperti yang telah dilakukan pada saat praktikum berlangsung. Densitas-
densitas yang digunakan yaitu berturut-turut 1,4; 1,5; dan densitas 1,6. Densitas pada
larutan ini didapatkan melalui perhitungan dari tiap jenis densitas.
Larutan yang digunakan merupakan campuran dari larutan PCE dan wash
bensin sebanyak 350 ml yang dituang pada wadah dan dilarutkan secara bersamaan
dan menghasilkan hasil yang berbeda-beda pula. Pada percobaan dengan densitas
larutan sebesar 1,4; sampel Batubara pada densitas 1,4 mulai menunjukkan adanya
Batubara yang mengapung dan tenggelam (terendapkan). Batubara yang mengapung
inilah yang merupakan sampel dari karbon yang terdapat pada Batubara. Batubara
yang terapung inilah yang merupakan sampel dari karbon yang terdapat pada
Batubara. Sampel Batubara pada densitas 1,4 terdapat butiran Batubara oversize yang
terapung dengan berat 96,55 gram dan Batubara undersize yang terapung dengan
berat 94,68 gram, serta Batubara yang terendapkan akan di pakai di densitas
berikutnya. Pada percobaan dengan densitas larutan sebesar 1,5; sampel Batubara
pada densitas 1,5 mulai menunjukkan adanya Batubara yang mengapung dan
tenggelam (terendapkan). Batubara yang mengapung inilah yang merupakan sampel
dari karbon yang terdapat pada Batubara. Batubara yang terapung inilah yang
merupakan sampel dari karbon yang terdapat pada Batubara. Sampel Batubara pada
densitas 1,5 terdapat butiran Batubara oversize yang terapung dengan berat 1,84
gram dan Batubara undersize yang terapung dengan berat 2,64 gram, serta Batubara
yang terendapkan akan di pakai di densitas berikutnya. Pada percobaan dengan
densitas larutan sebesar 1,6; sampel Batubara pada densitas 1,6 mulai menunjukkan
adanya Batubara yang mengapung dan tenggelam. Batubara yang mengapung inilah
yang merupakan sampel dari karbon yang terdapat pada Batubara. Batubara yang
terapung inilah yang merupakan sampel dari karbon yang terdapat pada Batubara.

25
Sampel Batubara pada densitas 1,6 terdapat butiran Batubara oversize yang terapung
dengan berat 0,27 gram dan Batubara undersize yang terapung dengan berat 0,36
gram serta Batubara oversize yang terendapkan (tenggelam) memiliki berat 0,31 gram
dan Batubara undersize yang terendapkan (tenggelam) memiliki berat 0,52 gram.
Berdasarkan praktikum uji endap apung yang telah dilakukan, maka dapat kita
simpulkan bahwa densitas larutan berbanding terbalik dengan densitas Batubara
dimana densitas Batubara itu sendiri 1,3 dengan merajuk pada buku “Pembentukan
Batubara” oleh Achmad, 2010. Pada praktikum uji endap apung yang telah dilakukan
sampel yang mengendap merupakan zat pengotor dari Batubara.

BAB V

26
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari praktikum mengenai pencucian Batubara ini ialah sebagai


berikut:
1. Cara pencampuran dua larutan organik yaitu larutan PCE dan wash bensin
dengan menentukan perbandingan volume larutan melalui perhitungan yang
selanjutnya dikalikan dengan jumlah dari larutan yang akan digunakan.
2. Distribusi berat conto yang terapung dan tenggelam dari tiap sampel batubara
dari tiap densitas yaitu menunjukkan hasil yaitu pada densitas 1,2 dan 1,3 tidak
menunjukkan hasil atau dengan kata lain tidak ada conto batubara yang
terapung. Densitas 1,4 menunjukkan berat dari batubara yang terapung
sebesar 50,3226 gram. Densitas 1,5 menunjukkan berat dari batubara yang
terapung sebesar 41,8359 gram. Berat conto dari batubara yang tenggelam
yaitu pada densitas 1,5 yaitu sebesar 7,2580 gram.
3. Densitas larutan berbanding terbalik dengan densitas Batubara dimana densitas
Batubara itu sendiri 1,3. Pada praktikum uji endap apung yang telah dilakukan
sampel yang mengendap merupakan zat pengotor dari Batubara.

5.2 Saran

Saran yang terdapat pada kegiatan praktikum ialah sebagai berikut:


5.2.1 Saran untuk Laboratorium
Saran untuk laboratorium yaitu agar kiranya menambah pendingin udara agar
praktikan nyaman.

5.2.2 Saran Untuk Asisten


Saran untuk asisten yaitu agar kira tetap mempertahankan sikap dan sifatnya
pada praktikan.

DAFTAR PUSTAKA

27
Achmad. 2010. Pembentukan Batubara. www.wordpress.com diakses pada tanggal 22
November 2017 pukul 21.00 Wita.

Anggayana. K., 2002. “Diktat Kuliah Genesa Batubara”, Departemen Teknik


Pertambangan, Fakultas Ilmu Kebumian dan teknologi Mineral, Institut
Teknologi Bandung. Bandung. Indonesia.

Anonim, 2007. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Cadangan
Batubara Indonesia. (online)

Diessel.C.F.K., 1992. “Coal–Bearing Depositional Systems ”, Springer-Verlag Berlin


Heidelberg. Germany.

Harahap Asri. M.N., 2009. “ Studi Genetik Batubara Daerah Lamuru Kecamatan Lamuru
Kabupaten Bone Provinsi Sulawesi Selatan”, Universitas Hasanuddin, Makassar.

Muchjidin, 2005. Pengendalian Mutu dalam Industri Batubara . Institut Teknologi


Bandung: Bandung.

28

Anda mungkin juga menyukai