KARYA ILMIAH
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Insinyur pada
Program Studi Program Pendidikan Insinyur
Oleh:
Nama : Happy Prakoso Adhi
NIM : 21000119220029
1
2. Mengetahui cara mendesain panel kontrol dan Harware Architecture Diagram
(HAD) mesin di Line Blending PT Djarum Plant OASIS
3. Mengetahui design Komunikasi Antar Panel di Line Blending PT Djarum Plant
OASIS
4. Mengetahui sistem kontrol otomatis mesin dan material handling produk di Line
Blending PT Djarum Plant OASIS
5. Mampu menganalisa pengaruh otomatisasi mesin terhadap efisiensi kapasitas
mesin, kehandalan sistem kontrol dan kestabilan kualitas produk yang dihasilkan
di Line Blending PT Djarum Plant OASIS
2
3. Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan dan analisis data yang diperoleh dari logging data mesin untuk di
ketahui pengaruh dari otomatisasi sistem kontrol terhadap efisiensi mesin dan
kestabilan kualitas produk yang dihasilkan.
3
BAB II
DASAR TEORI
Process variable nilainya bisa lebih besar maupun lebih kecil daripada desired set
point. Oleh karena itu error bisa diartikan positif maupun negatif dalam
mempengaruhi sistem kontrol.
4
1. Sistem Kontrol Loop Terbuka (Open Loop Control)
5
masing aksi control ini mempunyai keungulan dan kekurangan masing masing.
Untuk lebih jelasnya akan kita bahas satu persatu aksi control tersebut.
1. Kontroler On – Off (Two Possition Controller)
Karakteristik Kontroler On – Off ini hanya bekerja dalam dua kondisi yaitu
On dan Off. Karena aksi control yang digunakan hanya On dan Off saja, hail
output dari sistem kontroler ini akan menghasilkan output yang cenderung tidak
stabil. Besar kecilnya fluktuasi nilai process variable ditentukan oleh titik
dimana kontroler ini akan on dan off. Aksi kontroler ini biasanya hanya
digunakan dalam sistem yang sederhana saja.
6
setting) atau mengeluarkan sinyal negative (memperlambat tercapainya nilai yang
diinginkan).
Pengontrol Proportional mempunyai 2 parameter, yaitu: proportional band
(Pb) dan konstanta proportional (Kp). Daerah kerja efektif kontroler dicerminkan
oleh proportional band sedangkan konstanta proportional menunjukan nilai faktor
penguatan sinyal terhadap sinyal kesalahan Kp. Hubungan antara Proportional
Band (Pb) dan konstanta proportional (Kp) dirumuskan seperti berikut
1
= x 100
Kp
Dalam eksperimen, pengguna aksi control proportional harus memberhatikan
beberapa ketentuan sebagai berikut:
• Apabika nilai Kp kecil, pengontrol proportional hanya mampu melakukan
koreksi kesalahan yang kecil. Sehingga akan menghasilkan respon item
yang lambat.
• Apabila nilai Kp dinaikkan, respon sistem akan menunjukkan semakin
cepat mencapai set point
• Apabila nilai Kp diperbesar hingga mencapai nilai yang berlebihan, akan
mengakibatkan sistem bekerja tidak stabil dan terjadi osilasi output.
3. Kontroler Aksi Integral
Kontroler Aksi Integral berfungsi menghasilkan respon sistem yang
memiliki kesalahan keadaan stabil nol. Jika sebuah plant tidak memiliki unsur
integrator (1/s), pengontrol proportional tidak akan mampu menjamin keluaran
sistem dengan kesalahan keadaan stabilnya nol. Dengan aksi control integral,
respon sitem dapat diperbaiki yaitu dengan keslahan dalam keadan stabil sama
dengan nol.
Keluaran aksi kontrol integral sangat dipengaruhi oleh perubahan yang
sebanding dengan nilai kesalahan-keluaran aksi kontrol ini merupakan
penjumlahan secara terus menerus dari perubahan masukannya. Apabila sinyal
kesalahan tidak mengalami perubahan, keluaran akan menjaga keadaan seperti
sebelum terjadinya perubahan sinyal masukan.
7
Gambar 2.5 Blok diagram aksi kontrol integral
Pengaruh konstanta integral terhadal keluaran aksi kontrol interal dapat
dilihat pada gambar 2.5 diatas. Ketika kesalahan berlipat ganda, maka nila laju
perubahan keluaran pengontrol berubah menjadi dua kali dari semula. Jika nilai
konstanta integral berubah menjadi lebih besar, sinyal kesalahan yang relatif kecil
dapat mengakibatkan laju keluaran yang menjadi besar. Aksi kntrol integral
mempunyai beberapa karakteristik sebagai berikut :
• Keluaran pengontrol memerlukan selang waktu tertentu, sehingga
pengontrol integral cenderung memperlambat response
• Ketika sinyal kesalahan bernilai nol, keluaran pengontrol akan bertahan
sesuai nilai sebelumnya
• Jika sinyal kesalahan tidak berharga nol, keluaran akan menunjukkan
kenaikan atau penurunan yang dipengaruhi oleh besarnya sinyal kesalahan
dan nilai Ki
• Konstanta integral Ki bernilai besar akan mempercepat hilangnya offset.
Tetapi semakin besar nilai konstanta integral Ki, akan mengakibatkan
peningkatan nilai osilasi dari sinyal keluaran pengontrol.
4. Kontroler Aksi Derivative
Kontroler Aksi Derivative memiliki sifat seperti halnya suatu sistem
differential. Perubahan yang mendadak pada masukan pengontrol, akan
mengakibatkan perubahan yang sangat besar dan cepat.
8
Gambar diatas menunjukkan blok diagram yang menggambarkan hubungan
antara sinyal kesalahan dan keluaran pengontrol. Karakteristik aksi control
derivative adalah sebagai berikut:
• Pengontrol ini tidak bisa menghasilkan keluaran bila tidak ada perubahan
pada masukannya (berupa sinyak kesalahan).
• Jika sinyal kesalahan berubah terhadap waktu, maka keluaran yang
dihasilkan pegontrol tergantung pada nilai Td dan laju perubahan sinyal
kesalahan.
• Pengontrol derivatis memiliki karakteristik yang cenderung mendahului
(lagging), sehinga pengontrol ini dapat menghasilkan koreksi yang
signifikan sebelum sinyal kesalahan menjadi lebih besar. Jadi pengontrol
derivative dapat mengantisipasi kesalahan, memberikan aksi yang bersifat
korektif dan cenderung meningkatkan stabilitas sistem.
Berdasarkan karakteristikpengontrol tersebut, pengontrol derivative
umumnya dipakai untuk mempercepat response awal suatu sistem, tetapi tidak
memperkecil kesalahan pada kondisi stabilnya. Kerja pengontrol derivative
hanyalah efektif pada ruang lingkup yang sempit, yaitu pada periode peralihan.
Oleh karena itu pengontrol derivative tidak pernak diaplikasikan tanpa aksi
control yang lain.
5. Kontroler Aksi Proportional Integral Derivative (PID)
Setiap kelebihan dan kekurangan pasing masing aksi kontrol P, I dan D dapat
saling melengkapi apabila ketiganya digabungkan secara paralel menjadi aksi
kontrol PID. Elemen-elemen pengontrol P,I dan D masing- masing secara
keseluruhan bertujuan untuk mempercepat reaksi sebuah sistem, menghilangkan
offset dan menghasilkan response yang cepat.
9
Gambar 2.7 Blok Diagram Aksi Konrol Proportional Integral Derivative
(PID)
Karakteritik aksi kontrol PID sangat dipengaruhi nilai parameter P, I dan D.
Pengaturan konstanta Kp, Ti, dan Td akan mengakibatkan penonjolan sifat
masing masing elemen. Satu atau dua dari ketiga konstanta tersebut dapat diatur
lebih menonjor daripada yang lain. Kontanta yang di setting lebh menonjol
itulah yang akan memberikan kontribusi pengaruh terhadap sistem secara
keseluruhan.
12
Gambar 2.10 Industrial Ethernet Communication Topology
Sistem Komunikisasi Industrial Siemens dalam platform Industrial Ethernet
menyediakan semua yang kita butuhkan dalam membangun suatu platform
komunisasi industri yang efisien, powerfull, berkecepatan tinggi dan juga aman.
Dengan TSN (Time Sensitive Networking), Siemens mengunakan Profinet pada
level device dan OPC UA (Open Platform Communication– Inified Architecture)
pada level Plant.
2. Profibus
Profibus (Process Field Bus) merupakan standard komunikasi fieldbus dalam
dunia automation pertama kali diperkenalkan oleh BMBH (German Department
of Education and Research) pada tahun 1989 yang kemudian digunakan oleh
Siemens sebagai salah satu platform komunikasinya. Profibus merupakan
protokol komunikasi berbasis RS485 yang mengubah Central Automation System
menjadi Distributed Automation System. Sistem ini memberikan beberapa
kelebihan dibandingkan dengan system yang lama, dimana dari sisi instalasi
sangat efisien dan biaya yang dikeluarkan lebih murah. Ada 2 jenis komunikasi
profibus yang digunakan sekarang, yaitu:
13
a. Profibus DP
Profibus DP (Decentralised Peripherals) biasa digunakan untuk
mengoperasikan Sensor atau actuator dari sebuah Controller, distributed
IO, frequency converter dan lain sebagainya.
Dalam aplikasinya, PLC siemens dapat diprogram dengan Simatic Manager maupun
TIA Portal dalam beberapa bahasa pemrograman, diantaranya:
a. Ladder Logic Diagram (LAD)
Ladder Diagram adalah salah satu bahasa pembrograman PLC siemens
dengan scematic diagram merepresentasikan logika control relay, berbagai input
15
dan output dilambangkan dengan simbol – simbol khusus. Simbol - simbol ini
mengikuti standar intenasional yang ditetapkan oleh JIC (Joint International
Committee) sebagai organisasi yang memiliki otoritas untuk melakukan
standarisasi berbagai symbol dalam dunia teknik khususnya dalam bidang
industri.
16
sedangkan output memberi perintah/mengendalikan perangkat yang
dihubungkan pada PLC.
6. Input dan output diidentifikasi berdasarkan alamatnya, setiap penamaan
alamat tergantung dari produsen PLC. Alamat ini yang akan digunakan
sebagai penyimpanan kondisi pada memori PLC.
7. Beberapa kontak dapat muncul lebih dari satu kali pada baris – baris
berbeda, mereka akan aktif secara bersamaan jika memiliki alamat yang
sama. Tetapi tidak demikian dengan output atau relay yang disebelah kiri.
Mereka hanya boleh ditulis 1 kali.
17
Gambar 2.17 Statement List
c. Function Block Diagram (FBD)
Function Block Diagram (FBD) merupakan bahasa pemrograman dalam
bentuk dalam bentuk graphic yang dapat menggambarkan fungsi dan hubungan
antara input dan output variable.
18
2.7 Alur Programming PLC Siemens
Dalam peranannya dalam dunia automation, PLC memegang peranan yang
utama dalam pengontrolan mesin. Program yang tersimpan dalam PLC di eksekusi
secara terus menerus selama sistem PLC tersebut tidak berhenti. Pada dasarnya
jalannya program dalam sebuah PLC adalah sebagai berikut
• Status dari input fisik di salin ke memori area yang biasanya disebut sebagai
I/O Image Table.
• Program dijalankan dari rung atau network yang pertama sampai ke rung
yang terakhir.
• CPU dari PLC meng-evaluasi semua program di rung dan merubah status
dari output.
Jadi kesimpulannya, tidak ada instruksi yang jalannya secara bersamaan, semuanya
berurutan meski dengan jeda yang hitungannya mikro detik. Hal ini sering disebut
dengan scaning PLC
19
• Eksekusi setiap instruksi dilakukan sangat cepat (dalam hitungan µs),
sehingga dua output yang memiliki logika yang sama tetapi dalam rung yang
berbeda akan terlihat seolah-olah aktif dalam waktu yang sama.
21
2. Function (FC)
Function (FC) merupakan Block yang kita program sendiri. Function
merupakan block tanpa memory. Temporary variable yang ada didalam FC
disimpan dalam Local Data Stack. Local Data Stack ini akan hilang ketika
Function selesai dieksekusi. Karena Function tidak mempunyai memory sendiri,
apabila kita ingin menyimpan data ketika Fuction selesai dieksekusi, logical data
kita gunakan alamat dalam Data Block. Function merupakan program section
yang dieksekusi apabila Function tersebut dipanggil dalam program block lain.
3. Function Block (FB)
Function Blocks (FB) merupakan Block yang kita program sendiri. Function
Blocks merupakan Block yang punya memory sendiri. Memory dalam Function
Block ini disimpan dalam Instance Data Block yang dihasilkan ketika Function
Block dipanggil. Parameter – parameter dalam Function Block dan Static Memory
ketika dieksekusi tersimpan dalam Instance Data Block. Function Block
dieksekusi ketika Function Block tersebut dipanggil oleh program block lain.
Dengan function block membuat program dalam PLC lebih mudah dan lebih
efisien untuk digunakan dalam yang dipanggil berkali kali dalam program.
Gambar di bawah ini merepresentasikan hubungan antara Function Block dan
Instance Data Block.
2.8 SCADA
SCADA (Supervisory Control And Data Acquisition) adalah sistem kendali
industri berbasis computer yang biasa digunakan untuk pengoperasian suatu plant
industri. SCADA ini merupakan sistem yang mengumpulkan informasi – informasi
dan data – data dari plant dan kemudian mengirimkannya ke dalam komputer pusat
yang akan mengatur, mengolah dan mengontrol data-data tersebut. Sistem SCADA
diperlukan untuk menangani suatu plant dengan melakukan pengendalian,
pengawasan, penandaan, perekaman dan pengambilan data dengan tingkat
kompleksitas yang tinggi. Suatu sistem SCADA biasanya memiliki empat fungsi
utama, yaitu:
- Kontrol Proses
- Komunikasi Data Jaringan
- Akuisisi Data
- Penyajian Data
Di dalam SCADA, semua data yang disediakan dari PLC bisa diambil dan
disimpan dalam database sesuai dengan format yang diinginkan. Dari data ini
nantinya bisa di analisis baik kestabilan kualitas produk yang dihasilkan, efisiensi
mesin, down time mesin dan lain sebagainya.
23
Dalam desain kali ini digunakan SCADA dengan Wincc Explorer dari Siemens untuk
mengontrol, memonitor dan melakukan collecting data dari line yang dijalankan.
Avg = X =
∑X
n
24
dimana:
X : nilai tiap data
n : ukuran sample (banyak data yang diteliti dalam sample)
• Standard Deviasi
Standard deviasi merupakan nilai yang digunakan untuk mengetahui
seberapa jauh nilai data cenderung tersebar disekitar nilai rata-ratanya
(penyimpangan masing-masing data terhadap rata-ratanya).
∑ (X − X)
2
i
σˆ = std =
n −1
dimana:
X : nilai tiap data
n : ukuran sample (banyak data yang diteliti dalam sample)
• Process Cappability (CP)
Process Cappability (CP) adalah nilai yang menunjukkan kemampuan proses
dalam memenuhi batas spesifikasi (atas – bawah). Perhitungan CP hanya
menunjukkan sebaran data, tidak memperhatikan centering data proses. CP
dikatakan baik bila mempunyai nilai 1.33 (proses terkendali).
USL − LSL T
CP = =
6 Sd 6 Sd
Dimana:
CP : Process Capability
USL : Batas atas spesifikasi produk
LSL : Batas bawah spesifikasi produk
T : Toleransi
• Process Cappability Indek (CPK)
Process Cappability Indek adalah nilai yang menunjukkan kemampuan suatu
proses dalam memenuhi spesifikasi, dengan memperhatikan sebaran data dan
centering proses. Nilai CPK 1.33 berarti 66 parts per million keluar dari
spesifikasi.
25
x − LSL
CPl = USL − x
3Sd CPu =
3Sd
CPK = min(CPu, CPl )
Dimana:
CPl : CPK Lower
CPu : CPK Upper
x : Average Value
USL : Batas atas spesifikasi produk
LSL : Batas bawah spesifikasi produk
Sd : Standard Deviasi
26
BAB III
METODE PENELITIAN
27
kebutuhan line produksi yang memerlukan upgrade kontrol dan sistem untuk
menghasilkan mesin yang efisien, handal dan memiliki hasil berkualitas tinggi.
3.2.1 Studi Lapangan
Dalam studi lapangan ini, penulis melakukan pengamatan di PT Djarum
OASIS Line Blending untuk 6 Ton yang merupakan mesin OEM dari jerman untuk
mengamati line produksi yang berjalan, cara mengoperasikan mesin, standard
kualitas yang di targetkan. Penulis mulai melakukan observasi dan wawancara
terhadap operator dan kepala bagian produksi tentang kendala, kesulitan dan
masukan untuk improvement dalam mengoperasikan mesin Line Blending 6 Ton
untuk bisa di aplikasikan di Blending Line 3 Ton yang akan dikerjakan. Diharapkan
mesin Line Blending 3 Ton yang akan dikejakan akan lebih flexible sesuai kebutuhan
bagian produksi, handal, aman dioperasikan dan bisa menghasilkan produk
berkualitas yang stabil.
3.2.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah
Berdasarkan hasil studi lapangan, fokus penelitian ini yaitu tentang
perancangan sistem kontrol secara otomatis di Line Blending 3 Ton. Sistem kontrol
otomatis yang dirancang harus mempunyai beberapa kriteria yaitu:
• Tidak ada sistem kontrol konvensional
• Mesin flexible sesuai kebutuhan produksi
• Mesin dengan efisiensi tinggi yang aman dioperasikan
• Mesin yang handal
• Mesin mampu dengan stabil menghasilkan produk dengan kualitas yang
baik
• Mesin dapat dioperasaikan dengan SCADA dari control room, ada logging
data proses dan alaram
3.2.3 Tujuan Perancangan
Perancangan ini bertujuan untuk merancang suatu sistem kontrol otomatis di
PT Djarum OASIS Line Blending 3 Ton yang full otomatis, terkoneksi dalam
jaringan yang terstruktur, aman, handal, efisien dan mampu menghasilkan produk
berkualitas tinggi.
28
3.2.4 Pengumpulan Data
Ada beberapa metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian
ini, metode ini diantaranya:
a. Wawancara
Metode wawancara digunakanuntuk menggali informasi dari bagian produksi
untuk mendapatkan kelebihan dan kelemahan mesin OEM buatan Jerman
yang sudah berjalan. Data – data yang didapatkan diharapkan dapat
mendukung dalam design sistem kontrol otomatis di Line Blending 3 Ton
sehingga bisa menjadi improvement dari line yang sudah berjalan.
b. Observasi
Observasi dilakukan penulis untuk mendapatkan data – data teknis mengenai
sistem yang sudah berjalan di lapangan. Data teknis disini dibutuhkan untuk
pembuatan desain sistem kontrol sehingga sistem kontrol baru yang akan di
desain juga bisa terkoneksi dengan line yang sudah ada (baik upstream,
downstream maupun lline lain yang sudah ada).
c. Studi Literature
Studi literature juga dilakukan penulis untuk mendapatkan informasi tentang
sistem kontrol yang baik, cara tunning PID dan programing PLC siemens.
Selain itu studi literature juga dilakukan untuk mengetahui product update
dari device PLC yang akan digunakan sehingga bisa menggunakan yang
paling baru yang mempunya lifetime panjang sehingga terhindar
menggunakan barang – barang yang akan obsolete.
3.2.4.1 Data Primer
Data yang diperoleh dengan melakukan peninjauan secara langsung
(observasi) ke plant produksi yang menjadi objek penelitian yaitu PT Djarum
Plant OASIS Line Blending 3 Ton. Observasi ini dilakukan dengan
melakukan wawancara dengan pihak operator dan kepala bagian produksi.
Wawancara dan observasi dilakukan saat mesin di plant produksi sedang
digunakan untuk proses produksi
3.2.4.2 Data Sekunder
Data sekunder yang diperoleh adalah mengenai data pemakain spare part
yang dipakai maintenance pada plant produksi di PT Djarum. Data tersebut
29
meliputi jenis PLC, Kartu Komunikasi, Input, Output, Analog dan Inverter
sehingga ke depan pihak maintenance dalam pengadaan stock material di
sparepart tidak terlalu banyak variannya. Walupun tetap mengacu pada
partlist yang udah digunakan maintenance, penulis tetap memperhatikan
update produk yang terbaru sehingga tidak cepat obsolete.
3.2.5 Perancangan
3.2.5.1 Sistem
Perancangan sistem diawali dengan menganalisis data yang
didapatkan dari studi lapangan ke plant produki. Dengan data awal yang kita
dapatkan dari wawancara dengan bagian produki, maka bisa menentukan
sistem kontrol akan dirancang seperti apa dalam pengoperasiannya. Selain itu
kita tentukan sistem pembagian panelnya seperti apa, dan pengoperasian
mesinnya seperti apa, dan jaringannya seperti apa yang akan kita desain.
Selain itu kita tenatukan sistem komunikasinya seperti apa dan kita
tentukan menggunakan platform komunikasi apa yang akan aplikasikan
dalam sistem kontrol. Untuk panel kontrol kita buat panel central untuk
memonitor dan mengoperasikan mesin.
3.2.5.2 Hardware Architecture Diagram (HAD)
Setelah sistem kita tentukan, kita mulai bisa membuat Hardware
Architecture Diagram. Dari machine List yang kita terima, kita bagi bagi
dalam beberapa line. Masing masing line di kontrol oleh 1 PLC. Di masing –
masing line tadi masih kita bagi legi dalam bebrapa local panel, untuk
menghemat tarikan kabel. Masing masing panel terhubung secara komunikasi
data dengan main panel. Selain itu masing masing main panel dari masing
masing line juga berkomuikasi data. Dari pembagian data panel ini bisa kita
buat Hardware Architecture Diagram nya. Dalam project ini kita tentukan
sebagai berikut:
• Untuk komunikasi dari main panel ke sleave (local panel,
inverter, mc meter, sensor) terkomunikasi secara PROFIBUS
• Untuk komunikasi antar main panel (antar line) terkomunikasi via
Industrial Ethernet ISO on TCP
30
• Komunikasi antar main panel terhubung menggunakan Fiber
optic lewat scalance X104.
3.2.5.3 Data Table
Setelah pemagian panel dn komunikasi data tersusun dalam
hardware architecture diagram, kita bisa membuat data table yang berisi list
input, output dan analog dari masing masing panel. Data table ini nanti kita
serahkan ke bagian desain elektrikal untuk dibuatkan gambar panel dan panel
kontrolnya sesuai HAD dan data table yang sudah di susun.
3.2.5.4 Programming PLC
Setelah data table selesai dibuat dan di serahkan ke bagian elektrikal
dan sudah tidak ada revisi, kita bisa memulai membuat program PLC nya.
Dalam desain kali ini program PLC dibuat dalam bahasa pemrograman
Ladder diagram dan STL. Programing dimulai dengan membuat Fuction
Block yang digunakan sebagai template untuk dipanggil berkali kali dalam
program supaya masing masing block baik itu Motor, Interter, statistic dan
PID semuanya sama dan standard sesuai function block yang dibuat.
3.2.5.5 Programming SCADA
Setelah program PLC selesai dibuat dan disimulasikan, kita mulai
membuat program untuk SCADA. SCADA ini berfungsi untuk HMI (Human
Machine Interface) untuk operator mengoperasikan mesin dan juga sebagai
historian untuk menyimpan data data proses maupun alaram yang dijalankan
dalam mesin. Dalam membuat SCADA prinsip yang harus dipegang adalah:
• Mudah di operasikan
• Tampilan layout dan detail mewakili aslinya
• Terproteksi masing masing tombol sehingga meminimalisir
kesalahan operator
• Handal dalam menyimpan data dalam database
3.2.5.6 IO Check
Setelah Program PLC dan SCADA selesai dibuat dan intalasi
electrical selesai, kita mulai melakukan IO Check. Langkah langkah yang
dilakukan dalam IO Check adalah:
• Download PLC Program
31
• Configure Jaringan
• IO Check menurut Data Table
• Test Manual per item dengan HMI
• Setting masing masing item mesin (meknik, electrical dan
software)
• Training kepada bagian produksi dan maintenance
• Test group automatic per line
3.2.5.7 Commisioning
Setelah semua IO check terlaksana dan sudah dilakukan test group
automatic, maka kita siap menjalankan commissioning dengan tembakau.
Disini kita menjalankan mesin dan mesin di setting untuk mencapai target
kualitas produk yang di hasilkan dalam masing masing line. Setelah
melakukan beberapa kali commissioning dengan tembakau dan tidak ada
penyimpangan baik mesin maupun kualitas produk, maka kita melakukan
serah terima mesin kepada bagian produksi untuk digunakan untuk produksi
regular.
3.2.5.8 Data Pulling
Dari hasil commissioning, kita bisa mengambul data yang kita
butuhkan dari SCADA. Data yang dimagsud dapat berupa logging data per 2
second, logging alarm maupun data end process. Dari data yang sudah
tersimpan dalam data base, kita juga bisa melakukan analisa produk yang
dihasilkan baik melalui grafik maupun data exel. Data yang kita ambil dari
SCADA ini kita gunakan untuk analisis hasil apakah mesin yang di desain
sudah sesuai dengan spesifikasi mesin dan produk yang di targetkan.
3.2.6 Analisis Hasil
Dari hasil commissioning dengan tembakau, kita Tarik data dari database
SCADA. Dari data tersebut kita analisis hasil yang dihasilkan dari mesin. Yang
dianalisis adalah:
• Dari data proses, kita analisis apakah hasil yang dihasilkan sudah sesuai
dengan spesifikasi produk yang ditargetkan
• Dari data proses, kita analisis efisiensi dan kapasitas mesin per jam
apakah sudah sesuai dengan spesifikasi
32
• Dari data alaram, kita analisis masalah masalah yang timbul selama
commissioning untuk dilakukan perbaikan.
3.2.7 Kesimpulan
Akhirnya dari penelitian ini, penulis dapat membuat rancangan sistem
kontrol untuk PT DJARUM Plant OASIS Line Blending 3 Ton. Dalam
perancangan sistem kontrol itu menggunakan PLC merk SIEMENS, semua
device terkoneksi dalam jaringan komunikasi yang dapat dikendalikan dan di
monitor dari central panel menggunakan SCADA.
33
BAB 4
PERANCANGAN SISTEM DAN HASIL
34
Gambar 4.1 Diagram Network Line Blending 3 Ton
35
Gambar 4.3 Hardware Architecture Diagram Plant Blending 3 Ton OASIS
Dari Gambar 4.3 diatas dapat kita lihat desain Hardware architecture diagram untuk
level plant di Blending Line 3 Ton OASIS. Terlihat bahwa panel terhubung dalam
platform industrial Ethernet yang terhubung dalam topology ring.
36
Gambar 4.5 Hardware Architecture Diagram Line Dryer
37
Gambar 4.7 Hardware Architecture Diagram Line Tipper
Dari Gambar 4.4, 4.5 dan 4.6 diatas dapat kita lihat desain Hardware architecture
diagram untuk level Slave masing – masing panel di Blending Line 3 Ton OASIS.
Terlihat bahwa panel terhubung dalam platform profibus yang terhubung dalam
topology bus.
38
Gambar 4.8 Data Table Line Tipper Blending 3 Ton OASIS
39
Pada awal mendesain program PLC, kita melakukan configure hardware sesuai
dengan hardware architecture diagram dan data table yang sudah kita buat. Dalam
hardware config ini juga kita memberikan address Ethernet dan profibus yang sudah
kita rencanakan ke dalam PLC. Dalam mengconfigure hardware, kita juga harus
melihat barang yang akan kita pasang dikarenakan firmware yang kita configure pada
program harus sesuai dengan firmware yang terpasang di panel. Apabila ada
perbedaan, maka pada saat didownload akan menghasilkan eror pada PLC yang
diindiukasikan dengan menyalanya tombol SF (System Fault). Apabila hal itu terjadi,
maka bisa kita buka hardware config dan kita klik diagnostic buffer untuk melihat
apakah yang menyebabkan system fault dan device mana yang menyebabkan system
fault.
40
Gambar 4.11 Hardware Input / Output Description
Dalam mebuat program, kita biasanya membuat User Define Data Type
(UDT). UDT ini kita buat untuk memudahkan kita dalam membuat structure tag yang
sering kita gunakan sehingga kita mempunyai standard yang sama dalam membuat
tag dalam Data Block yang akan kita desain. UDT ini juga memudahkan kita apabila
kita akan mendesain fuction block apabila kita ingin membuat Input Function Block
yang berupa structure atau array.
41
Gambar 4.13 UDT di dalam DB
42
Dalam membuat program ini, kita menggunakan function block untuk item
program yang sering kita gunakan sehingga program menjadi lebih simple dan
mempunyai standard yang sama. Dalam desain ini kita ada yang menggunakan
function block bawaan dari siemens untuk PID, dan ada juga yang kita buat sendiri
sesuai dengan kebutuhan untuk motor, valve dan aritmatika.
43
program apakah proses tembakau yang dilakukan di dalam mesin sudah sesuai
dengan spesifikasi produk yang ditargetkan.
Setelah semua program selesai, kita bisa melakukan simulasi program untuk
mengurangi kesalahan program pada saat diaplikasikan di lapangan. Simulasi
program kita lakukan dengan PLC virtual dari siemens yaitu dengan software
PLCSIM. Jadi setelah PLCSIM dijalakan, program yang kita sudah desain bisa kita
download ke dalam PLCSIM kemudian logika program kita bisa simulasikan dengan
Variable Table. Kita bisa melakukan force nilai didalam Data Block untuk melihat
logika program apakah sudah berjalan sesuai dengan yang kita inginkan.
44
Gambar 4.17 Desain gambar layout mesin
45
memudahkan, tag kita buat dalam group-group sehingga memudahkan kita pada saat
browste tag pada saat akan memilih tag dari graphic designer.
46
Gambar 4.20 HMI Layout Window
47
Gambar 4.21 HMI Trend Window
4.6 IO Check
Setelah semua program PLC selesai dibuat dan dilakukan simulasi dengan
PLCSIM dan juga sudah selesai dilakukan koneksi dari PLCSIM ke SCADA untuk
melakukan simulasi SCADA, maka semua program siap didownload ke panel di
lapangan. Ketika instalasi mekanik dan elektrikal di lapangan selesai dilakukan,
maka kita siap untuk download software PLC ke panel dan kita siap untuk mulai
melakukan check IO. Ada beberapa langkah yang dilakukan ketika check IO, yaitu:
1. Download PLC program
Langkah pertama yang dilakukan pada saat check IO adalah power on
panel yang sudah dirangkai. Sebelum panel dinyalakan, kita melakukan
continuity check terhadap koneksi panel untuk memastikan tidan ada
short. Setelah semua dicek dan panel dipastikan aman untuk dinyalakan,
kita bisa mulai menyalakan panel. Setelah panel menyala, kita download
program PLC yang sudah kita buat ke dalam PLC.
48
2. Konfigurasi rack dan cek komunikasi dengan slave
Setelah PLC selesai didownload, maka PLC akan kembali ke dalam mode
RUN. Pada awalnya kita biasanya masih melihat lampu SF dan BF di
dalam PLC masih menyala. Hal ini biasanya terjadi dikarenakan rack yang
kita configure dalam program belum menemukan device di dalam
jaringan. Yang kita lakukan adalah melakukan pengecekan kabel profibus
dari main panel ke slave, melakukan pengecekan address profibus device
apakah sudah sesuai dengan yang kita configure di dalam program,
melakukan pengecekan terminasi end pada jaringan profibus. Apabila
semua sudah kita lakukan tetapi main panel dan slave yang dituju masih
menyala blinking merah, maka kita lakukan check firmware dari device
yang kita configure. Hal ini bisa kita check dengan menekan Ctrl+D
(Diagnostic Buffer) dari hardware configuration Step 7. Dari sini kita bisa
melakukan crosscheck apa yang menyebabkan eror terjadi. Setelah semua
beres dan sudah tidak ada lampu indikasi led menyala, maka PLC dan
jaringan slave sudah ready dan kita bisa melanjutkan ke tahap selanjutnya.
3. Check IO
Setelah semua rack terkonfigure, kita mulai melakukan check IO dari
masing masing input dan output yang sudah kita susun di dalam data
table. Kita cocokkan dan check input dan output yang ada di dalam data
table dengan yang terpasang dilapangan. Apabila yang sudah sesuai ita
berikan check list untuk menandakan data table dan IO sudah selesai di
cek. Selain melakukan pengecekan dari IO PLC, kita juga melakukan
pengecekaan dari HMI apakah sudah sesuai input dan output yang kita
check dengan indikator di HMI. Sehingga diharapkan apa yang tertampil
di HMI mewakili apa yang ada di lapangan.
4. Test manual run mesin
Setelah check IO selesai, kita melakukan test manual satu persatu mesin.
Kita start secara manual item mesin yang akan kita check dari HMI.
Setelah mesin berjalan, kita check indicator di dalam HMI apakah sudah
sesuai, kita check arah putaran mesin apakah sudah sesuai dan kita lakukan
setting mesin tersebut (pengencangan belt, settring scrap dan sebagainya).
49
Setelah itu kita juga melakukan setting ampere dari MCCB pada saat
mesin berjalan tanpa beban. Setelah itu kita melakukan test kita lakukan
fault pada mesin (trip, isolator & safety), kemudian kita lihat apakah
indicator pada HMI dan alarm banner sudah sesuai. Apabila sudah sesuai
kita lakukan acknowledge dan kita start manual kembali. Kita lakukan satu
per satu pada item mesin sampai semua item selesai di cek.
5. Setting device
Setelah semua item kita lakukan check running manual, kita lakukan
setting device yang ada pada mesin seperti MC meter, control valve, sensor
inverter dan sebagainya. Kita baca datanya pada HMI apakah sudah sesuai
setting sudah sesuai seting yang kita tentukan.
6. Membuat komunikasi antar panel
Setelah selesai melakukan check running manual dan setting device, kita
develop komunikasi PLC antar panel dalam platform ISO on TCP. Kita
check dalam NetPro configuration, kita download configurasi sampai
dengan pada NetPro komunikasi antar panel dalam kondisi established.
Setelah established, kita bisa mulai membuat programnya. Kita gunakan
FC AGSEND dan AGRECEIVE. Kita atur urutan data yang akan kita
kirim dan terima sesuai dengan list data yang sudah kita buat.
7. Test auto dry run
Setelah komunikasi antar panel selesai dibuat dan data antar panel sudah
bisa ditransmisikan kita bisa melakukan auto dry run. Disini bertujuan
untuk melakukan pengecekan sequence – sequence mesin apakah sudah
sesuai dengan desain. Kita lakukan start group dan check sequence
sequence yang berjalan dalam mesin.
8. Simulasi mesin (dosing, moisture control, temperature)
Pada saat kita melakukan test auto run, kita juga bisa melakukan simulasi
auto kontrol mesin. Kita bisa lakukan simulasi dengan memberikan bandul
pada weycon master.
50
Pada simulasi line ini, kita berikan bandul beban pada weycon master input
Conditioning kemudian kita masukkan beberapa parameter pada recipe
sebagai berikut.
- Set Point Flow input Conditioning: 3000 kg/h
- MC input conditioning (manual input): 12%
- Set Point Temperatur DCC: 650C
- Set point MC output DCC: 24%
- Konstanta Steam: 3%
Ketika line di start, maka mesin akan mulai melakukan kalkulasi otomatis.
Berikut ini adalah contoh perhitungan water flow DCC.
=
−
100 −
= ( − 1%
100 − (! " − # !
$ %
∗ '
100 − 12
= ( − 1, ∗ 3000
100 − (24 − 3%
88
= ( − 1, ∗ 3000
100 − 21
88
= ( − 1, ∗ 3000
79
= (1.1139 − 1% ∗ 3000
= 341,723/ℎ
Flow water ini akan berubah otomatis sesuai dengan MC output
Conditioning yang ditargetkan. Apabila ada perubahan flow input maupun
mc output yang tidak tercapai, PLC akan menghitung secara otomatis
water flow untuk mencapai MC output yang ditargetkan.
Proses simulai ini juga kita lakukan pada line Dryer & Addback dan
Line flavour untuk mengetahui perhitungan yang kita rancang dalam
program PLC apakah sudah sesuai dengan yang kita rencanakan.
Disininjuga kita melakukan setting parameter dan tuning PID untuk
mendapatkan respon paling baik dari sistem dalam mencapai target.
51
9. Endurance test
Setelah dry run dan simulasi lancar dilakukan, mesin kita lakukan secara
continue untuk mengecek ketahanan dan kehandalan mesin apabila
dijalanan secara terus menerus.
4.7 Comisioning
Setelah semua rangkaian tahapan dalam Check IO selesai dilakukan, kita mulai
melakukan commissioning mesing menggunakan material. Commisioning adalah
rangkaian aktivitas dalam rangka pengujuan kemampuan / kehandalan mesin yang
sudah diinstal dan kemudian dioperasikan sesuai dengan desain yang sudah
diteteapkan. Dalam commissioning ini kita menjalankan mesin sesuai standar operasi
yang sudah dibuat dan kemudian kita amati apakah mesin yang kita install mampu
mencapai target spesifikasi produk yang ditargetkan. Target spesifikasi produk
biasanya dilihat dari suatu nilai set point produk yang telah tercapai dengan nilai
Process Cappability Index (CPK) >= 1.33. apabila bisa mencapai nilai CPK tersebut
maka dianggap mesin bisa menghasilkan produk dengan spesifikasi tertentu dengan
merata dan stabil.
AVG SD PV SD
SP AVG AVG SD AVG SD
PROCES MC MC RATIO RATIO
RATIO RATIO MC MC TEMP TEMP
S IN IN
CASING CASING OUT OUT OUT OUT
DCC DCC CASING CASING
1 13,420 0,120 16,406 16,412 16,411 0,008 23,18 0,16 58,91 0,72
2 13,420 0,110 16,406 16,414 16,413 0,009 23,17 0,15 59,25 0,69
3 13,4 0,07 16,406 16,413 16,407 0,009 23,12 0,1 59 0,46
4 11,82 0,06 7,727 7,731 7,725 0,006 27,5 0,21 57,01 0,72
52
Dari data end process tersebut dapat kita lihat bahwa semua set point yang
ditargetkan dapat dicapai oleh mesin. Namun untuk melihat apakah pencapaian itu
merata kita biasanya juga melihat dari nilai Koevisien Variasi (KV) nya. Koevisien
variasi (KV) adalah suatu sistem perbandingan antara simpangan standard dengan
nilai rata rata yang dinyatakan dalam bentuk presentase.
• Ratio Casing
Spesifikasi Target KV Max = 0.2
Proses 1
!
67 = ∗ 100
893
0.008
67 = ∗ 100
16.411
67 = 0.0487
Proses 2
!
67 = ∗ 100
893
0.009
67 = ∗ 100
16.413
67 = 0.0549
Proses 3
!
67 = ∗ 100
893
0.009
67 = ∗ 100
16.407
67 = 0.0548
Dari hasil KV ketiga proses diatas diatas terlihat bahwa set point ratio sudah
tercapai dan nilai KV sudah memenuhi spesifikasi produk yang ditentukan.
53
Gambar 4.22 Perbandingan SP dan PV Ratio Casing
• MC Out Conditioning
Spesifikasi Target KV Max = 1.5
Proses 1
!
67 = ∗ 100
893
0.16
67 = ∗ 100
28.18
67 = 0.6902
Proses 2
!
67 = ∗ 100
893
0.15
67 = ∗ 100
23.17
67 = 0.6473
Proses 3
!
67 = ∗ 100
893
0.1
67 = ∗ 100
23.12
67 = 0.4325
54
Dari hasil KV ketiga proses diatas diatas terlihat bahwa set point MC ex
Conditioning sudah tercapai nilai KV sudah memenuhi spesifikasi produk
yang ditentukan.
Proses 1
!
67 = ∗ 100
893
0.86
67 = ∗ 100
64.73
67 = 1.3285
Proses 2
!
67 = ∗ 100
893
0.83
67 = ∗ 100
64.76
67 = 1.2816
Proses 3
55
!
67 = ∗ 100
893
0.79
67 = ∗ 100
64.9
67 = 1.2172
Dari hasil KV ketiga proses diatas diatas terlihat bahwa set point
temperature out conditioning sudah tercapai nilai KV sudah memenuhi
spesifikasi produk yang ditentukan.
56
Dari data end process tersebut dapat kita lihat bahwa semua set point yang
ditargetkan dapat dicapai oleh mesin. Namun untuk melihat apakah pencapaian itu
merata kita biasanya juga melihat dari nilai Koevisien Variasi (KV) nya.
• Ratio Addback 1
Spesifikasi Target KV Max = 0.2
Proses 1
!
67 = ∗ 100
893
0.019
67 = ∗ 100
24.0
67 = 0.0794
Proses 2
!
67 = ∗ 100
893
0.022
67 = ∗ 100
23.944
67 = 0.0918
Proses 3
!
67 = ∗ 100
893
0.022
67 = ∗ 100
23.933
67 = 0.0919
Dari hasil KV ketiga proses diatas diatas terlihat bahwa set point ratio
addback 1 sudah tercapai dan nilai KV sudah memenuhi spesifikasi produk
yang ditentukan.
57
Gambar 4.25 Perbandingan SP dan PV Ratio Addback 1
• Ratio Addback 2
Spesifikasi Target KV Max = 0.2
Proses 1
!
67 = ∗ 100
893
0.005
67 = ∗ 100
6.464
67 = 0.0773
Proses 2
!
67 = ∗ 100
893
0.006
67 = ∗ 100
6.471
67 = 0.0927
Proses 3
!
67 = ∗ 100
893
0.006
67 = ∗ 100
6.467
67 = 0.0927
58
Dari hasil KV ketiga proses diatas diatas terlihat bahwa set point ratio
addback 2 sudah tercapai dan nilai KV sudah memenuhi spesifikasi produk
yang ditentukan.
• MC Ex Dryer
Spesifikasi Target KV Max = 1.5
Proses 1
!
67 = ∗ 100
893
0.1
67 = ∗ 100
16.37
67 = 0.6108
Proses 2
!
67 = ∗ 100
893
0.15
67 = ∗ 100
16.62
67 = 0.0925
Proses 3
!
67 = ∗ 100
893
59
0.1
67 = ∗ 100
16.36
67 = 0.6112
Dari hasil KV ketiga proses diatas diatas terlihat bahwa set point MC
Output Dryer sudah tercapai dan nilai KV sudah memenuhi spesifikasi
produk yang ditentukan.
60
!
67 = ∗ 100
893
0.27
67 = ∗ 100
53.2
67 = 0.5075
Dari hasil KV ketiga proses diatas diatas terlihat bahwa set point
Temperature Output Dryer sudah tercapai dan nilai KV sudah memenuhi
spesifikasi produk yang ditentukan.
61
Dari data end process tersebut dapat kita lihat bahwa semua set point yang
ditargetkan dapat dicapai oleh mesin. Namun untuk melihat apakah pencapaian itu
merata kita biasanya juga melihat dari nilai Koevisien Variasi (KV) nya.
• Ratio Addback Post 1
Proses 1
!
67 = ∗ 100
893
0.014
67 = ∗ 100
50.075
67 = 0.02795
Proses 2
!
67 = ∗ 100
893
0.002
67 = ∗ 100
50.102
67 = 0.0391
Proses 3
!
67 = ∗ 100
893
0.029
67 = ∗ 100
50.132
67 = 0.0578
Dari hasil KV ketiga proses diatas diatas terlihat bahwa set point ratio
addback post 1 sudah tercapai dan nilai KV sudah memenuhi spesifikasi
produk yang ditentukan.
62
Gambar 4.27 Perbandingan SP dan PV Ratio Addback Post 1
Proses 1
!
67 = ∗ 100
893
0.0001
67 = ∗ 100
0.992
67 = 0.01009
Proses 2
!
67 = ∗ 100
893
0.0001
67 = ∗ 100
0.992
67 = 0.01009
Proses 3
!
67 = ∗ 100
893
63
0.0002
67 = ∗ 100
0.992
67 = 0.02018
Dari hasil KV ketiga proses diatas diatas terlihat bahwa set point ratio
addback post 3 sudah tercapai dan nilai KV sudah memenuhi spesifikasi
produk yang ditentukan.
Proses 1
!
67 = ∗ 100
893
0.001
67 = ∗ 100
1.695
67 = 0.05899
Proses 2
!
67 = ∗ 100
893
0.001
67 = ∗ 100
1.695
64
67 = 0.05899
Proses 3
!
67 = ∗ 100
893
0.001
67 = ∗ 100
1.695
67 = 0.05899
Dari hasil KV ketiga proses diatas diatas terlihat bahwa set point ratio
flavour sudah tercapai dan nilai KV sudah memenuhi spesifikasi produk
yang ditentukan.
Dari hasil analisis hasil diatas, dapat kita lihat bahwa program mesin yang
dirancang sudah bisa memenuhi spesifikasi produk yang ditargetkan oleh bagian
produksi. Langkah berikutnya adalah uji rasa dan uji homogenitas di laboratorium
sebelum mesin bisa digunakan untuk produksi secara reguler oleh bagian produksi.
65
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari penelitian ini didapat beberapa kesimpulan mengenai perancangan
sistem kontrol otomatis di Blending Line 3 Ton OASIS:
1. Didalam perancangan Line Blending dibagi menjadi 4 Line, yaitu: Line
Conditioning & Casing, Line Dryer & Addback, Line Flavour & SILO dan
Line Tiper.
2. Masing-masing line dikontrol oleh PLC Siemens, dan antar panel terhubung
dengan topology ring dalam platform komunikasi Industrial Ethernet.
3. Untuk komunikasi dari main panel ke slave terhubung dalam topology bus
dalam platform komunikasi Profibus.
4. Line dikontrol dari central control room dengan SCADA, semua data dari line
dapat terlihat dari SCADA.
5. Data end proses, data logging prosed dan alarm logging tesimpan ke database
oleh SCADA.
6. Setelah commissioning, dari data proses didapatkan kesimpulan bahwa
semua spesifikasi produk dapat dipenuhi oleh mesin.
5.2 Saran
Dari perancangan yang sudah dibuat, didapatkan hasil bahwa mesin sudah
bisa memenuhi spesifikasi produk yang ditargetkan. Tetapi dai perancangan ini
masih bisa dilakukan beberapa pengembangan diantaranya:
1. Ditambahkan PLC redundant sehingga apabila terdi masalah pada PLC,
masih bisa terback up dari PLC redundant nya.
2. Dari database scada, data end process bisa dikembangkan menjadi data online
yang berbasis web yang bisa diakses oleh manajemen untuk melihat kondisi
dan hasil dari plant.
3. Untuk komunikasi dengan slave kedepannya bisa di upgrade dengan platform
komunikasi Industrial Ethernet dan ditarik dengan topology star supaya lebih
mudah dalam traking kalua ada masalah komunikasi.
66