Abstract
PENDAHULUAN
Dalam konteks Indonesia, pengendalian internal juga menjadi salah satu isu
penting dalam tata kelola perusahaan. Pernyataan yang dirilis oleh BUMN (Badan
Usaha Milik Negara) dalam website BPK (http://www.bpk.go.id) menyatakan bahwa
pengendalian internal suatu perusahaan dilakukan dalam rangka menjaga
perusahaan agar tetap berada dalam jalur tujuannya yaitu pencapaian laba dan
misinya, serta untuk meminimalkan perubahan yang mendadak selama operasi
perusahaan. Pengendalian internal melayani berbagai tujuan penting perusahaan,
dan oleh karena itu muncul harapan untuk membuat pengendalian internal dan
pelaporannya menjadi lebih baik. Pengendalian internal adalah suatu proses, yang
dipengaruhi oleh dewan direksi, manajemen, dan personil lain yang dimaksudkan
untuk memberikan keyakinan yang memadai bahwa tujuan-tujuan berikut dapat
dicapai: efektivitas dan efisiensi operasi; kehandalan pelaporan keuangan; dan
ketaatan pada peraturan serta perundangan yang berlaku. Pada praktik dunia
internasional telah muncul kewajiban bagi perusahaan yang berkiprah di dunia pasar
Air Minum) yang diaudit oleh BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) terdapat laporan
yang berisi evaluasi mengenai kepatuhan atas pengendalian internal, untuk itu
dalam penelitian ini akan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kelemahan
pengendalian internal dalam PDAM.
Objek penelitian ini adalah Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), karena
dalam laporan keuangan PDAM yang diaudit oleh BPK terdapat item-item mengenai
evaluasi atas kepatuhan terhadap pengendalian internal, kepatuhan terhadap
pengendalian internal dilakukan untuk memberikan keyakinan bahwa tujuan dari
pengelolaan keuangan yang dikehendaki bisa tercapai.
yang bersumber pada data keuangan, karena tidak adanya kewajiban perusahaan
publik untuk membuat laporan mengenai pengendalian internal perusahaan. Namun,
dalam laporan auditor BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) yang bertindak sebagai
auditor PDAM, dilaporkan mengenai evaluasi kepatuhan atas pengendalian internal
perusahaan, sehingga memungkinkan bagi penulis untuk mengadakan penelitian
mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kelemahan pengendalian
internal. Kondisi tersebut menarik untuk diteliti, sehingga masalah penelitian dalam
hal ini adalah bagaimana pengaruh faktor umur perusahaan, ukuran perusahaan,
kecepatan pertumbuhan, dan profitabilitas terhadap kelemahan pengendalian
internal.
Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan bukti empiris tentang faktor-
faktor yang mempengaruhi pengendalian internal. Apakah faktor-faktor seperti: umur
perusahaan; ukuran perusahaan; kecepatan pertumbuhan; profitabilitas suatu
entitas usaha; dapat menjadi penentu dalam memprediksi kelemahan pengendalian
internal perusahaan, jika memang berpengaruh maka diharapkan pengendalian
internal perusahaan akan lebih baik.
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi bukti teoritis mengenai
faktor-faktor yang mempengaruhi kelemahan pengendalian internal pada laporan
keuangan perusahaan, juga dapat menjadi masukan bagi BPK bilamana dalam
penelitian ini ditemukan adanya faktor-faktor yang mempengaruhi kelemahan
pengendalian internal, maka BPK harus memfokuskan pengawasan pada
perusahaan yang memiliki risiko kelemahan pengendalian internal yang lebih besar
untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan dan korupsi.
TINJAUAN TEORITIS
Pengendalian Internal
Pengendalian internal adalah suatu proses, yang dijalankan oleh dewan
komisaris, manajemen, dan personil lain entitas yang didesain untuk memberikan
keyakinan yang memadai tentang pencapaian tiga golongan tujuan berikut ini:
efektivitas dan efisiensi operasi; kehandalan pelaporan keuangan; dan ketaatan
pada peraturan serta perundangan yang berlaku (Standar Profesional Akuntan
health, diukur dengan indikator rugi agregate dan proxy untuk resiko kebangkrutan ;
(4) financial reporting complexity, yang diukur dengan angka dari laporan tujuan
khusus entitas, laporan segmen, dan translasi mata uang asing ; (5) rapid growth,
diukur dengan pengeluaran merger dan akuisisi, serta pertumbuhan penjualan yang
ekstrim ; (6) restructuring charges ; dan (7) corporate governance, diukur dengan
governance score, yang dikembangkan oleh Brown dan Caylor (2006). Doyle et al.
menemukan bahwa perusahaan dengan kelemahan pengendalian internal
cenderung lebih kecil, lebih muda, mempunyai kelemahan segi finansial,
kompleksitas tinggi, bertumbuh secara cepat, atau terjadi restrukturisasi.
METODE PENELITIAN
Populasi dan Sampel
Populasi dari penelitian ini adalah semua laporan keuangan Perusahaan
Daerah Air Minum (PDAM) yang diaudit oleh BPK. Sedangkan yang menjadi sampel
dalam penelitian ini dipilih berdasarkan kriteria tertentu. Kriteria tersebut adalah,
laporan keuangan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tahun Buku 2004-2005
yang diaudit oleh BPK (firm-year data) dan memiliki informasi variabel-variabel yang
akan diukur, serta memuat mengenai satuan pemahaman pengendalian internal
termasuk laporan mengenai kepatuhan terhadap undang-undang dan pengendalian
internal.
Jenis Data
Data yang digunakan adalah data sekunder, data dalam penelitian ini adalah
data menegenai Laporan Keuangan Perusahaan Daerah Air Minum yang telah
diaudit oleh BPK yang didapatkan dari media internet dalam situs BPK dengan
alamat website http://www.bpk.go.id periode tahun 2007.
Pengukuran Variabel
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kelemahan pengendalian
internal perusahaan (WEAK). Kelemahan pengendalian internal diukur dengan
jumlah item kelemahan pengendalian internal yang dilaporkan oleh BPK, dalam
kepatuhan terhadap pengendalian internal. Pengendalian internal suatu perusahaan
dilakukan dalam rangka menjaga perusahaan agar tetap berada dalam jalur
tujuannya, yaitu pencapaian laba dan misinya. Kelemahan pengendalian internal
didefinisikan sebagai kelemahan yang signifikan, atau kombinasi dari kelemahan
yang signifikan yang hasilnya jauh dari kondisi salah saji material pada laporan
keuangan tahunan atau interim, yang tidak dapat dicegah atau dideteksi.
Variabel Independen
Variabel bebas yang mempengaruhi adalah : (1) Umur perusahaan (AGE),
yang diukur dengan menghitung tahun pelaporan keuangan dikurangi tahun
perusahaan didirikan; (2) Ukuran perusahaan (SIZE), yang diukur dengan
menggunakan data jumlah pelanggan atau sambungan; (3) Kecepatan
pertumbuhan (GROWTH), diukur dengan pertumbuhan pendapatan penjualan
air t dan t-1; (4) Profitabilitas (PROFIT), untuk mengukur profitabilitas kita
menggunakan ROA atau ROI yang diukur dari pendapatan operasi, diukur dengan
laba atau rugi setelah pajak diobagi dengan total aktiva dengan dummy variabel
yang berarti 1 apabila t dan t-1 lebih kecil dari nol, dan dummy variabel 0 bila
sebaliknya. Mengacu pada penelitian Abdullah (2006), variabel kontrol yang
digunakan adalah jenis pemerintah daerah dan letak pemerintah daerah. Jenis
pemerintah daerah (JPEM) adalah kabupaten dan kota (kota 0, kabupaten 1),
sementara letak pemerintah daerah (LPEM) adalah Jawa-Bali (0) dan luar Jawa-Bali
(1).
Alat Analisis
Regresi digunakan sebagai alat analisis dalam penelitian ini untuk menguji
pengaruh antara: umur perusahaan (AGE), ukuran perusahaan (SIZE), kecepatan
pertumbuhan (GROWTH), dan peningkatan profitabilitas (PROFIT), terhadap
kelemahan pengendalian internal (WEAK). Dua variabel kontrol yang digunakan
adalah jenis pemerintah daerah (JPEM) dan letak pemerintah daerah (LPEM).
ANALISIS HASIL
Sampel yang Digunakan
Sampel dalam penelitian ini adalah 35 laporan keuangan Perusahaan Daerah
Air Minum (PDAM) 2004-2005 yang diaudit oleh BPK dan dipublikasikan di website
BPK (http://www.bpk.go.id) periode tahun 2007. Tiga puluh lima laporan keuangan
tersebut berasal dari 24 PDAM yang tersebar di seluruh Indonesia. Data yang
diperoleh dari perusahaan yang terpilih menjadi sampel diolah dengan
menggunakan program SPSS 14.0, sehingga diperoleh data statistik deskriptif.
Data Deskriptif
Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang
dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, maksimum, minimum, sum, range,
kurtosis, dan skewness. Perhitungan yang dilakukan terhadap variabel kelemahan
pengendalian internal (WEAK), umur perusahaan (AGE), ukuran perusahaan (SIZE),
kecepatan pertumbuhan (GROWTH), dan perubahan profitabilitas (PROFIT)
memberikan hasil seperti berikut ini:
Umur perusahaan memiliki rata-rata (mean) sebesar 19.43, nilai maksimum
sebesar32, dan minimum sebesar 1. Perusahaan sampel yang memiliki umur
perusahaan terendah adalah PDAM Kota Bitung tahun buku 2004, dengan umur
perusahaan 1 tahun. Sedang PDAM yang paling lama berdiri adalah PDAM Kota
Kediri (2005) dengan umur perusahaan 32 tahun.
Ukuran perusahaan merupakan variabel independen, ukuran perusahaan ini
dilihat dari jumlah pelanggan atau sambungan yang dimiliki oleh masing-masing
PDAM. Seperti dilihat dari tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 35 PDAM, nilai
rata-rata jumlah pelanggan atau sambungan sebesar 50,066.57 dengan nilai
maksimum sebesar 346,888 dan nilai minimumnya adalah 2,359. Nilai maksimum
variabel ini dimiliki oleh PDAM Tirtanadi tahun buku 2005, sedangkan nilai
minimumnya dimiliki oleh PDAM Kabupaten Halmahera Tengah tahun buku 2004.
Kecepatan pertumbuhan adalah variabel independen kecepatan pertumbuhan
diukur dengan menggunakan selisih pendapatan atas penjualan air t – t1 dari
masing-masing PDAM. Seperti dilihat dari tabel di atas dapat diketahui bahwa dari
35 PDAM, nilai rata-rata kecepatan pertumbuhan sebesar 5,668,300,294.16
dengan nilai maksimum sebesar 52,892,256,721.18 dan nilai minimumnya adalah -
Statistik Deskriptif
Dalam penelitian ini digunakan dua variabel kontrol yaitu jenis pemerintah
daerah (JPEM) dan letak pemerintah daerah (LPEM). Analisis atas pengaruh jenis
dan letak pemerintah daerah dalam penelitian ini perlu untuk memberi bukti bahwa
kelemahan pengendalian internal berkaitan dengan status daerah sebagai kota atau
kabupaten dan berada di pulau Jawa-Bali atau di luar pulau Jawa-Bali. Pandangan
Dari tabel 7 dapat diketahui bahwa nilai signifikansi untuk nilai F adalah
3.283 dengan probabilitas 0.014. Karena probabilitas jauh lebih kecil dari 0.05,
maka AGE, SIZE, GROWTH, PROFIT, JPEM, dan LPEM secara bersama-sama
berpengaruh terhadap WEAK. Nilai t untuk variabel LPEM signifikan secara statistik.
Hal ini bermakna bahwa letak pemerintahan daerah berpengaruh terhadap
kelemahan pengendalian internal. Dengan demikian dapat dipahami bahwa
kelemahan pengendalian internal pada laporan keuangan PDAM berbeda antara
PDAM di Jawa-Bali dengan di luar Jawa-Bali. PDAM yang berada di luar Jawa-Bali
berpotensi mempunyai kelemahan pengendalian internal yang lebih tinggi daripada
PDAM di Jawa-Bali.
Dari analisis dan pembahasan yang telah dilakukan pada bab-bab sebelumnya,
maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut
1. Umur perusahaan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
kelemahan pengendalian internal. Hal ini menandakan bahwa baik PDAM
yang sudah lama berdiri dengan PDAM yang baru saja berdiri sama-
sama berpotensi memiliki kelemahan pengendalian internal.
2. Ukuran perusahaan yang diukur dengan menggunakan jumlah pelanggan
atau sambungan pada derajat signifikansi 0.1 berpengaruh negatif
signifikan terhadap kelemahan pengendalian internal. Hal ini berarti
perusahaan yang mempunyai ukuran perusahaan yang besar (dengan
jumlah pelanggan atau sambungan yang besar) cenderung lebih sedikit
melaporkan kelemahan pengendalian internal.
3. Kecepatan pertumbuhan diukur dengan menggunakan selisih
pendapatan atas penjualan air t- (t-1) memiliki pengaruh yang positif
signifikan terhadap kelemahan pengendalian internal. Hal ini berarti
perusahaan yang mempunyai mempunyai pertumbuhan yang tinggi
berpotensi menyebabkan tingginya kelemahan pengendalian internal.
Dalam PDAM pertumbuhan yang signifikan lebih seperti untuk menutupi
persoalan pengendalian internal yang ditanggulangi dengan perubahan
mendadak. Pertumbuhan yang cepat menghasilkan pendapatan yang
besar dan akrual yang menyikapi tambahan resiko pengendalian internal
untuk mengukur dan memonitor perluasan aktiva lancar.
4. Profitabilitas diukur dengan menggunakan ROA atau ROI yang dihitung
dengan laba atau rugi setelah pajak dibagi dengan total aktiva t- (t-1)
tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kelemahan
pengendalian internal. Hal ini berarti, baik PDAM yang memiliki
peningkatan profitabilitas maupun yang memiliki penurunan profitabilitas,
sama-sama berpotensi dalam kelemahan pengendalian internal.
Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini masih terdapat beberapa keterbatasan, yaitu dalam
menghitung variabel kelemahan pengendalian internal, hanya melihat dari kuantitas
kelemahan dari pengendalian internal yang dimiliki oleh PDAM (jumlah item
kelemahan yang dilaporkan BPK), tidak melihat dari segi intensitasnya (materialitas
kelemahan pengendalian internal tersebut).
Penelitian Mendatang
Mengingat keterbatasan dalam penelitian ini adalah pengukuran kelemahan
pengendalian internal hanya dari segi kuantitasnya saja, bukan dari segi intensitas
(materialitas kelemahan pengendalian internal), maka untuk penelitian mendatang
diharapkan dapat mengembangkan alat ukur yang dapat mengukur kelemahan
pengendalian internal tidak hanya dari segi kuantitasnya, namun juga dari segi
materialitasnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Syukriy, dan Jhon Andra Asmara, 2006. Perilaku Oportunistik Legislatif
dalam Penganggaran Daerah. Simposium Nasional Akuntansi 9 Padang.
Ashbaugh-Skaife, H., Collins, D., Kinney, W., 2007. The discovery and reporting of
internal control deficiencies prior to SOX-mandated audits. Journal of
Accounting and Economics, forthcoming. http://ssrn.com/abstract694681. 23
Juli 2007
Final Rule: Management’s Reports on Internal Control Over Financial Reporting and
Certification. http://www.sec.gov/rules/final33-8238.htm
Santoso, M.N. Huda D, 2007, Keterkaitan Sarbanes-Oxley Act, SAS No. 99, dan
Corporate Governance: Hal-hal Apa Saja Yang Perlu Kita Ketahui.
http://www.bpkp.go.id/unit/investigasi/sarbanes.pdf. 23 Juli 2007
Santoso, S., 2002, Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik, PT. Elex Media
Komputindo, Jakarta
Warren, Carl S., Reeve, James M., dan Fess, Phillip E., 2005, Pengantar Akuntansi
Edisi Dua Puluh Satu, Salemba Empat, Jakarta
http://id.wikipedia.org/wiki/Badan_Usaha_Milik_Negara
http://en.wikipedia.org/wiki/COSO
LAMPIRAN
Variabel Independen
H1 negatif signifikan
Umur perusahaan
Kelemahan
H3 positif signifikan pengendalian internal
Kecepatan pertumbuhan
H4 negatif signifikan
Profitabilitas
Gambar 1
Model Penelitian
Tabel 1
Prosedur Pemilihan Sampel
Total laporan keuangan PDAM tahun buku 2004-2005 yang diaudit 40
oleh BPK
Dikurangi:
- Tidak lengkap karena tidak ada data jumlah pelanggan (4)
(sambungan)
- Tidak lengkap karena tidak ada data atas total asset dan laba (rugi) (1)
tahun
Berjalan
Jumlah laporan keuangan PDAM tahun buku 2004-2005 yang 35
diaudit oleh BPK yang memenuhi criteria
Sumber: data diolah, 2007
Tabel 2
Statistik Deskriptif
Tabel 3
Profitabilitas
Faktor N = 35
Frekuensi Presentase
Penurunan profitabilitas 17 48,57%
Peningkatan Profitabilitas 18 51,43%
Total 35 100%
Sumber: Data diolah, 2007
Tabel 4
Statistik Deskriptif Crosstabs
Pengaruh Umur Perusahaan Terhadap Kelemahan Pengendalian Internal
Tabel 5
Statistik Deskriptif Crosstabs
Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Kelemahan Pengendalian Internal
Tolerance VIF
Age 0.797 1.255
Size 0.503 1.986
Sumber:
Growth 0.571 1.753
Data diolah, 2008
Profit 0.888 1.126
Tabel 8
Hasil Uji Regresi Awal
Tabel 9
Hasil Uji Regresi dengan Variabel Kontrol
Abstract
Participation of Indonesian women in auditing professions has been increasing from
year to year. Previous studies however, show the existence of wage differentials
between male and female auditors. In most cases, female auditors receive lower
wage as compared to male auditors. The main objectives of this study are to
examine the exist of discrimination, determine the wages dicrimination model on
auditor’s profession and examine the relationship between wage level and auditor`s
career This study used Oaxaca-Wage Decomposition Model (Oaxaca 1 and 2),
Reimers model, Cotton model and Neumark model ( Pooled Model) to identify
factors that determine gender wage differentials and the discrimination existing
.Bootsrap Analysis was used to determine the wages discrimination model on
auditor`s profession. Correlations analysis was used to identify the relationship
between wage level and auditor`s career. A total of 284 auditors were selected as
respondents in this study. Among them, 183 were males and 101 were females. The
study was conducted in Central Java and Jogyakarta, Indonesia. The study shows
that human capital are the main factors that determine gender wage level among
auditors. Age, and location of client’s firm are also the determinants of gender wage
levels. Discrimination does exist and it is an important determinant factor for gender
wage differentials. Oacaxa 2 is the selected model of wages discrimination model
on auditor`s career. Regardless of auditors’ gender, this study finds that there is no
relationship between wage level and auditors careers. Auditing firms should be fairly
in assigning jobs to their auditors. Firms should also provide conducive job
environments and proper reward system to enhance auditors’ careers. Government
on the other hand should formulate policies that can facilitate and encourage the
professional women to participate in labour market.
1.PENDAHULUAN
Setiap perbedaan mengandung unsur diskriminasi. Diskriminasi selalu terjadi
dalam kelompok yang berbeda misalnya dari jenis kelamin yang dikenal sebagai
diskriminasi gender, dari segi warna kulit, agama, lokasi maupun profesi. Di pasar
tenaga kerja, diskriminasi terjadi disebabkan oleh perbedaan upah yang terjadi
ketika kelompok minoritas dibayar lebih rendah dibandingkan kelompok lain pada
pekerjaan yang sama dan perbedaan upah tersebut tidak ditentukan oleh perbedaan
produktivitas. Diskriminasi ini dikenal dengan diskriminasi upah (wages
discrimination) (Campbell et al, 2004).
Teori diskriminasi pertama kali dimunculkan oleh Gary Becker tahun 1957.
Berdasarkan pendekatan neoklasik, diskriminasi upah terjadi ketika pekerja memiliki
produktivitas yang sama tetapi dibayar dengan upah yang berbeda Untuk
menganalisis diskriminasi di pasar tenaga kerja, Becker (1964) menggunakan
asumsi bahwa diskriminasi disebabkan sikap atau persepsi majikan yang cenderung
mendiskriminasi kelompok tertentu misalnya tenaga kerja wanita (f). Jika majikan
cenderung mendiskriminasi f maka upah yang dibayar adalah lebih rendah.
Andaikan tenaga kerja wanita dan laki-laki memiliki produktivitas yang sama,
majikan di pasar persaingan sempurna ini akan membayar pekerja dengan dua
tingkat upah yang berbeda dan laki-laki akan menerima tingkat upah yang lebih
tinggi. Jika majikan tidak melakukan diskriminasi, mereka seharusnya akan
membayar dengan tingkat upah yang lebih rendah baik kepada tenaga kerja laki-laki
dan wanita.
Pandangan ahli ekonomi mengenai keberadaan wanita di pasar tenaga kerja
menjadi isu penting karena banyak penelitian di berbagai negara menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan upah diantara pekerja laki-laki dan wanita meskipun
tingkat keahlian yang dimiliki pekerja adalah sama. Perbedaan upah gender di
negara-negara Australia, Austria, Scandinavia menunjukkan rasio upah wanita lebih
rendah dibandingkan dengan pekerja laki-laki yaitu 73-76% (Neumark 2004). Di
Perancis menunjukkan angka 81%, di Norwegia sebesar 86%, di Jepang sebesar
73%, dan di Kanada sebesar 66.9% (Blau 2006). Perbedaan upah ini juga berlaku
di Indonesia. Berdasarkan data Biro Pusat Statistik tahun 2007, rasio upah pekerja
wanita adalah 50%-80% per bulan : 100% upah pekerja laki-laki di semua sektor
ekonomi. Di wilayah Jawa Tengah, rasio rata-rata upah pekerja wanita dibandingkan
pekerja laki-laki adalah 78.9 % : 100 % (Biro Pusat Satistik propinsi Jawa Tengah,
2007).
Kenaikan tingkat pendidikan wanita menyebabkan wanita juga memasuki
pekerjaan-pekerjaan profesional di pasar tenaga kerja. Bagi pekerja-pekerja
profesional, juga didapati pekerja wanita menerima upah lebih rendah dibandingkan
laki-laki. Pada pekerja sains dan teknik, didapati bahwa upah wanita 20% lebih
rendah dibandingkan dengan upah laki-laki (Graham & Smith 2004). Pada penelitian
lain didapati bahwa pekerja sains wanita memperoleh pendapatan 40% lebih rendah
dibandingkan pekerja laki-laki (North 2005). Romer (2000) menjelaskan bahwa
manajer wanita juga memperoleh pendapatan lebih rendah dibanding kan manajer
laki-laki. Upah bagi auditor wanita profesional yang tergabung dalam ICANZ
(International Certified Accountant New Zealand) adalah 83%: 100% upah auditor
laki-laki (Gibb 2000).
Terkait dengan upah yang diterima oleh auditor wanita, ketika rekruitmen,
auditor laki-laki dan wanita diberikan upah permulaan (starting salaries) yang sama
karena tingkat pendidikan, pengalaman dan keahlian yang sama. Tetapi untuk
beberapa tahun berikutnya upah auditor wanita lebih rendah dibandingkan auditor
laki-laki. Hal ini disebabkan oleh keberhasilan karir auditor wanita lebih lambat
dibandingkan laki-laki (Pilsburry et al.1999). Johnson dan Scandura (2004)
menjelaskan bahwa auditor laki-laki menerima upah lebih dari $5,000 dibandingkan
$4,000 upah auditor wanita. Hoffman (2001) menjelaskan bahwa auditor wanita
hanya menerima upah 66%:100%.Temuan ini konsisten dengan Smith dan Ward
(1994) yang menunjukkan bahwa auditor wanita menerima upah 60.4% :100%.
Rhoda (1998) menemukan bahwa auditor wanita di England menerima upah lebih
rendah yaitu 41.24%:100%. Dari berbagai penelitian ini dapat dijelaskan bahwa
terdapat perbedaan upah di antara auditor laki-laki dan wanita
Diskriminasi adalah salah satu faktor penting yang menyebabkan berlakunya
perbedaan upah gender. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa wanita
diperlakukan berbeda di pasar tenaga kerja dalam hal perbedaan upah, perbedaan
kenaikan karir, perbedaan jenis pekerjaan, perbedaan status pekerja, perbedaan
penerimaan oleh rekan sekerja dan supervisor, dan perbedaan perlakuan, (Pasey
1995; Sorensen 1993; Eric 1998; Sicilian & Grosberg 2001; Rhoda 1998; Laksmi
1999; Rina Trisnawati 2003,2005; Flo Hamrick 2007).
2. KAJIAN LITERATUR
Isu mengenai auditor wanita yang berprofesi sebagai auditor sebenarnya
tidak lepas dari masalah gender. Bias gender terjadi sebagai konsekwensi bahwa
profesi auditor merupakan male-stereotype proffesion (Eric et al, 1998).Berdasarkan
Bridging the Gap between Theory and Practice AUD02 - 4
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008
data ILO tahun 2006, jumlah auditor di Indonesia adalah 24,475 orang dan 31
persen diantaranya adalah auditor wanita. Hal ini menunjukkan bahwa pekerjaan
auditor juga banyak dilakukan oleh wanita meskipun pekerjaan ini dianggap sebagai
pekerjaan male occupation. Namun demikian dari jumlah tersebut hanya sedikit
auditor wanita mencapai posisi/ karir yang tinggi. Berdasarkan directory IAI bulan
Maret 2006 bahwa dari 183 KAP hanya 10 KAP atau 5 persen yang manajernya
adalah wanita dan dari 318 rekan (partner) hanya 28 atau 8.8 persen yang
merupakan auditor wanita. Fenomena ini memunculkan penelitian yang menarik
tentang auditor wanita.
Kondisi profesi ini di Indonesia juga tidak terlepas dari bentuk diskriminasi.
Rina Trisnawati (2003, 2007) menemukan bahwa auditor wanita diperlakukan
berbeda di pasar tenaga kerja dalam hal perbedaan upah, perbedaan kenaikan
karir, perbedaan penerimaan oleh rekan sekerja dan supervisor, dan perbedaan
komitmen terhadap organisasi. Laksmi dan Indriantoro (1999) menemukan bahwa
adanya perbedaan kasusempatan dalam berkarir, perlakuan , penerimaan dalam
pekerjaan dan komitmen terhadap karir antara auditor laki-laki dan wanita. Hasil
penelitian ini memberikan implikasi bahwa masih terdapat ketidaksesuaian persepsi
antara auditor wanita dan auditor laki-laki dalam memandang isu-isu yang terkait
dengan gender. Hal ini memberikan gambaran bagaimana keadaan sesungguhnya
yang dihadapi oleh auditor wanita yanng memasuki profesi ini.
Hasil penelitian yang dilakukan Trapp et all.( 1999) menemukan bahwa 41%
responden yang mereka teliti yaitu auditor wanita yang telah meninggalkan karir di
KAP merasakan adanya bentuk-bentuk diskriminasi yang telah mempengaruhi karir
mereka. Sebaliknya hanya 28% dari responden yang masih bekerja dalam
pekerjaan ini dan merasakan adanya diskriminasi.
Pasey (1995) menemukan bahwa praktek auditor di Scotlandia menunjukkan
bahwa 55% wanita merasa diperlakukan diskriminatif, 72% merasa keberhasilan
karirnya tidak sebaik laki-laki, hanya 76% yang bekerja full-time (sebagian besar tak
memiliki anak). 13% bekerja part time dan 6% pekerjaaan dilakukan di rumah. 60%
laki-laki bekerja lebih dari 45 jam per minggu dan hanya 21% wanita yang bekerja
lebih dari 45 jam per minggu. Akibat hal ini wanita mempunyai keahlian yang lebih
rendah, produktifitas yang lebih rendah dan karir yang lebih lambat. Disamping itu
wanita memiliki karir yang lebih rendah dibandingkan laki-laki dan bekerja pada area
yang berbeda. Hal ini dapat digambarkan bahwa hanya 16% sebagai partner dan
Bridging the Gap between Theory and Practice AUD02 - 5
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008
di Malaysia. Variabel yang digunakan aadalah modal manusia, faktor lokasi dan
gender. Hasil analisisnya menunjukkan bahwa pekerja mahir dan separuh mahir
didapati 41.22% dari perbedaan upah ditentukan oleh variabel modal manusia,
sedangkan lokasi hanya menyumbang 1.08 % dan gender menyumbang 26.7
%.perbedaan upah yang disebabkan oleh diskriminasi adalah 30.97 %. Pada
pekerja mahir dan tidak mahir, variabel modal manusia menyumbang 19.09 persen
kepada perbedaan upah. Sementara lokasi menyumbang 11.04 persen dan gender
3.52 persen. Variabel diskriminasi sangat menentukan dalam perbedaan upah ini
yaitu 66.35 persen. Pada kelompok pekerja separuh mahir dan tidak mahir, faktor
modal manusia menyumbang 54.88 persen dari perbedaan upah mereka, Lokasi
menyumbang 1.16 persen dan gender 5.13 persen. Sementara itu perbedaan upah
karena diskriminasi menyumbang 38.83 persen.
Penelitian perbedaan upah pada pekerjaan auditor dilakukan oleh Rhoda
(1998) dengan menggunakan basic model modal manusia, yaitu pendidikan dan
pengalaman dan hasilnya menunjukkan bahwa modal manusia hanya menjelaskan
33.33% kepada perbedaan upah dan 66.66% karena diskriminasi.
Penelitian ini mengembangkan dari penelitian Rhoda (1998) dengan
menganalisis faktor penentu perbedaan upah selain faktor modal manusia yang
merupakan basic model, mengembangkan model diskriminasi upah oaxaca wages
decomposition model dan melihat implikasi keberhasilan karir auditor sebagai akibat
tingkat upah yang berbeda diantara auditor laki-laki dan wanita
3. METODE PENELITIAN
3.1. Sampel dan Pengumpulan Data
Populasi penelitian ini adalah auditor laki-laki maupun auditor wanita yang bekerja
pada KAP yang ada di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Jogyakarta. Berdasarkan
directory IAI tahun 2006 terdapat 26 KAP di Jawa Tengah dan 8 KAP di DIY.
Peneliti melakukan survey secara langsung dan menanyakan kepada manager KAP
tentang jumlah auditor yang bekerja di KAP tersebut. Ini dilakukan karena tidak ada
informasi secara formal mengenai jumlah auditor di wilayah Jawa Tengah dan
Jogyakarta.
Sampel penelitian ini diperoleh dengan metode purposive non random
sampling, dengan kriteria auditor yang bekerja di KAP yang terdaftar pada direktori
IAI di wilayah Jawa Tengah dan Jogyakarta tahun 2006, memiliki pendidikan sarjana
Bridging the Gap between Theory and Practice AUD02 - 8
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008
(S1), berpangkat supervisor atau staf auditor, dan bersedia memberi jawaban
questioner secara lengkap untuk tujuan analisis. Sampel penelitian yang diperoleh
berjumlah 284 auditor.
Tabel 1 Sampel penelitian
Pangkat Jumlah
Supervisor Staf
Auditor Laki-laki 65 orang 118 orang 183 orang
Auditor Wanita 28 orang 73 orang 101 orang
Jumlah 93 orang 191orang 284 orang
Sumber : data diolah
Untuk tujuan analisis data, pada penelitian ini dilakukan beberapa tahap
sebagai berikut:
1. Analisis faktor-faktor penentu tingkat upah dan faktor-faktor penentu
perbedaan upah. Analisis yang digunakan adalah analisis Oaxaca dengan
Wages Decomposition Mode l(basic model), dikembangkan dengan analisis
Oaxaca-Pooled Model, Cotton model dan Reimers model
2. Analisis penentuan model diskriminasi upah pada profesi auditor
menggunakan bootstrap technique.
3. Analisis deskriptif dan korelasi untuk melihat hubungan tingkat upah gender
terhadap keberhasilan karir auditor (kepuasan bekerja, komitmen terhadap
organisasi dan turnover)
4. HASIL PENELITIAN
4.1. Hasil Analisis Oaxaca
Berdasarkan pada tujuan penelitian, untuk menentukan wujud atau berlakunya
diskriminasi pada profesi auditor, dilakukan terlebih dahulu analisis mengenai faktor-
faktor penentu tingkat upah dengan menggunakan metode Ordinary Least Square
(OLS). Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 3 dibawah ini
Tabel 3. Hasil analisis regresi fungsi upah
Variabel Seluruh Sampel Sampel Laki-laki Sampel Wanita
Koef t-hitung Koef t-hitung Koef t-hitung
konstanta 5.521 68.944*** 5.526 50.799*** 5.444 33.811***
Modal Manusia
-No register .282 6.512*** .381 6.512*** .107 1.907
-Pengalaman .161 6.478*** .206 6.913*** .019 .304
-Pengalaman2 -.009 -4.490*** -.011 -4.721*** -.001 -.198
Ciri-ciri Individu
-Umur .010 4.099*** .009 2.805*** .019 2.188
-Status .092 1.915 -.006 -.086 .126 2.069
perkawinan
-Pangkat .074 1.398 -.044 -.551 .243 3.523***
Ciri-ciri KAP
-Jenis KAP -.109 -2.234 -.132 -1.943 -.130 -2.180
-Umur KAP .005 1.312 .004 .762 .011 2.497
-Lokasi KAP .032 .799 .124 2.201 -.116 1.954
Ciri-ciri Pekerjaan
-Ukuran klien .122 2.619 .095 1.405 .244 4.689***
-Lokasi klien .251 6.886*** .262 4.513*** .262 3.853***
-Status pekerjaan -.003 -.060 -.093 -1.114 .121 1.966
Jumlah sampel (n)
284 183 101
F hitung 61.252 *** 31.880*** 30.206***
R kuadrat (R2) .731 .728 .805
Sumber : data diolah
*** signifikan pada α=1%
Jumlah Diskriminasi
0.237324 0.13053 (33 persen)
(67 persen)
Sumber: Data diolah
Hasil analisis penelitian dengan metode Oaxaca 1 menjelaskan diskriminasi
wujud dalam pekerjaan auditor ini karena didapati faktor ini memberi kontribusi 33%
terhadap perbedaan upah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa diskriminasi
memberi kontribusi lebih besar terhadap perbedaan upah dibandingkan dengan
faktor-faktor lainnya yaitu modal manusia, ciri-ciri individu, ciri-ciri KAP dan ciri-ciri
pekerjaan. Hasil penelitian ini konsisten dengan tujuan penelitian.
LnWf = 0.5 Xf ( βˆ m+ βˆ f)
Hasil perhitungan persamaan di atas dapat dijelaskan pada tabel 6 berikut ini
Tabel 6 Hasil Analisis Model Reimers
LnWf = 0.55 Xf ( βˆ m+ βˆ f)
Hasil perhitungan persamaan di atas dapat dijelaskan pada tabel 7 berikut ini
Tabel 7 Hasil Analisis Model Cotton
(β*- βˆ f) Xf
Modal manusia 0.176533 0.402556 0.5790889
0.069181
4.2.Teknik Bootsrap
Hasil analisis penelitian diatas menunjukkan bahwa penggunaan model
wages decomposition model (model Oaxaca), model Reimers, model Cotton dan
model Neumark (pooled model) dalam menentukan faktor penentu perbedaan upah
gender adalah konsisten. Hasil penemuan ini kemudian dilakukan perbandingan
untuk menentukan model diskriminasi upah secara tepat. Prosedur decompotition
dengan menggunakan bootstrap technique telah dilakukan oleh Silber dan Weber
(1999). Hasil bootstrap technique dapat dijelaskan pada tabel 9.
terjadi sesuatu yang menyebabkan pekerja tersebut terpaksa mengambil cuti maka
ia akan dibolehkan karena pekerjaan yang ditinggalkan sementara dapat digantikan
oleh auditor lain. Bagi pimpinan KAP, mereka lebih mementingkan hasil akhir dari
pekerjaan secara teamwork dan target waktu yang tercapai.
Hasil analisis juga menunjukkan bahwa upah tidak mempengaruhi komitmen
individu terhadap organisasi. Upah tidak selalu menjadi faktor penting bagi individu
untuk komit terhadap organisasi. Banyak faktor lain selain upah yang kemungkinan
menyebabkan individu komit kepada organisasi, contohnya umur, masa berkerja,
pendidikan, pangkat, status perkawinan, jumlah tanggungan dalam keluarga dan
relokasi keluarga (rujuk Becker`s side-bet theory of Commitment, 1960).
Pada kasus auditor, komitmen terhadap KAP kemungkinan ditentukan oleh
adanya anggapan auditor terhadap alternatif pekerjaan lain di luar KAP.
Kebanyakan lulusan akuntansi, menganggap pekerjaan auditor adalah pekerjaan
prestise apalagi di KAP besar. Mereka akan komit terhadap KAP apalagi jika
mereka memiliki nomor register sebagai bukti bahwa ia telah menjadi auditor
profesional Jika keahlian profesional dimiliki seorang auditor dan auditor tersebut
tidak memiliki alternatif pekerjaan lainnya, maka komitmen auditor terhadap KAP
akan tinggi karena merasa cemas akan kehilangan investasi jika memilih keluar
KAP. Oleh sebab itu, kemungkinan komitmen auditor terhadap organisasi bukan
hanya disebabkan oleh upah yang diterima.
Faktor lain yang kemungkinan terjadi pada kasus ini adalah status
perkawinan dan jumlah tanggungan yang merupakan salah satu pengukuran
investasi pada organisasi. Bagi auditor yang sudah menikah dan memiliki anak,
memiliki rasa tanggungjawab terhadap organisasi adalah lebih tinggi. Kesempatan
untuk memilih pekerjaan lain akan semakin rendah dibandingkan pekerja yang
masih bujang (single-worker) karena waktu bekerja dan bersama keluarga perlu
dibagi dengan cermat. Ini berarti, pekerja terpaksa komit terhadap organisasi karena
rasa tanggungjawab terhadap keluarga bukan karena upah yang diterima.
Faktor relokasi keluarga juga kemungkinan menyebabkan auditor terpaksa
komitmen terhadap KAP. Jika seseorang auditor berpindah KAP apalagi di lain kota,
faktor keluarga adalah menjadi pertimbangan penting, terutama auditor wanita.
Dengan berpindah KAP atau pekerjaan maka harus membawa suami dan anak-
anak dan hal ini merupakan kos yang harus ditanggung oleh auditor tersebut. Jika
hal ini terjadi pada auditor laki-laki, maka relokasi keluarga juga merupakan salah
Bridging the Gap between Theory and Practice AUD02 - 25
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008
satu faktor penting untuk dipertimbangkan apakah tetap komitmen terhadap KAP
atau pindah dari KAP.
Hasil analisis juga menjelaskan bahwa tingkat upah tidak berpengaruh
terhadap turnover. Keinginan berpindah KAP bagi seorang pekerja tidak selalu
disebabkan oleh upah. Ketidakpuasan dalam bekerja dan rendahnya komitmen
terhadap organisasi merupakan salah satu faktor yang menyebabkan seorang
pekerja ingin berpindah KAP.
Hasil dari penelitian ini tidak mendukung hasil penelitian sebelumnya (Igbaria
1997; Currivan 2000; Gaetner 2000; Okpara 2006;; Griffeth et al. 2000). Akan tetapi
teori motivasi dan teori komitmen dapat menjelaskan mengapa hal tersebut terjadi
pada profesi auditor Perlu diketahui bahwa keberhasilan karir tidak selalu ditentukan
oleh tingkat upah yang diterima seorang pekerja tetapi juga ditentukan oleh faktor
selain upah.
karena jika melalui surat atau e-mail kemungkinan response rate rendah. Maka hasil
penelitian kurang dapat digeneralisasi.
Subyek penelitian ini adalah auditor sebagai contoh pekerja profesional.
Analisis diskriminasi upah perlu dilakukan dengan objek pekerja profesional lainnya
misalnya dokter, pendidik, ahli teknik dan pekerja-pekerja profesional lainnya agar
hasil kajian lebih konsisten. Penelitian berikutnya dengan objek pekerja profesional
yang berbeda akan memberi gambaran kepada pemerintah Indonesia mengenai
keadaan sebenarnya yang terjadi pada pekerja profesional di Indonesia sehingga
pihak pemerintah tidak hanya memberi perhatian kepada pekerja-pekerja wanita
yang mempunyai pendidikan yang rendah saja.
Kajian ini menggunakan Oaxaca wages decomposition model. Meskipun alat
analisis ini sudah dikenal dalam menganalisis faktor penentu perbedaan upah
namun kritik terhadap analisis ini ialah tidak mempertimbangkan faktor-faktor lain
yang tidak tercerap (unobserved factor) dalam mengestimasi fungsi upah. Selain
diskriminasi, tentunya banyak faktor lain yang kemungkinan sebagai faktor yang
tidak tercerap (unobserved factor) dalam model regresi. Faktor-faktor tersebut
diantaranya ialah attitude, motivasi, kemampuan fisik dan sifat yang berbeda
diantara auditor laki-laki dan wanita.
DAFTAR PUSTAKA
Biro Pusat Statistik Propinsi Jawa Tengah. 2007. Statistik Kependudukan dan
Ketenagakerjaan Jawa Tengah
Campbell, R., Connel, Mc., Stanley, L.B. & David, A.M. 2004. Contemporary of
Labour Economics. Sixth ed. Mc. Graw-Hill. Irwin. Florida state.
Currivan, D.B. 2000. The causal order of job satisfaction and organizational
commitment in models of employee turnover. Human Resources
Management Review. Vol.9(4):495-524.
Eric, J.J. 1998. Perceived of effects of gender, family structure and physical
appearance on career progression in public accounting. Accounting,
Organization and Society. Vol.19:12-27.
Gibb, J. 2000. Study claims work discrimination found. Otago Daily Times. October
Graham,W.J. & Smith, S.A. 2004. Gender differences in employment and earnings
in science and engineering in US. Economics of Education Review, October:1-
14.
Laksmi & Nur Indriantoro. 1999. Persepsi akuntan publik wanita dan akuntan publik
laki-laki terhadap isu-isu yang berkaitan dengan akuntan publik wanita.
Simposium Nasional Akuntansi. Malang, Jawa Timur, 74: 855-868.
Lehman, R. & Maupin, R.J. 1994. Talking heads: Stereotypes, status, sex-roles and
satisfaction of female and male auditors. Accounting, Organization and
Society. Vol 19(4): 145-162.
Neumark, D., 1988. Employers’ discriminatory behavior and the estimation of wage
discrimination. Journal of Human Resources, 23: 279–295.
Oaxaca, R.L. & Ransom, M.R. 1973. Male–female wage differentials in urban labour
markets. International s Economic Review, 14: 693–709.
Oaxaca, R.L. & Ransom, M.R. 1994. On discrimination and the decomposition of
wage differentials. Journal of Econometrics, 61: 5–21.
Okpara, J. 2006. Gender and the relationship between perceived fairness in pay,
promotion, and job satisfaction in sub-Saharan African Economy. Women in
Management Review. Vol.21(3): 224-240.
Pilsburry, L.C. & Clampa, A. 1999. A syntesis of research study regarding the
upward mobility of woman in public accountants. Journal of Organizational
Behaviour, Vol. 3: 24-31.
Rahmah Ismail & Zulridah Mohd.Noor. 2003. Gender wages differentials in the
Malaysian manufacturing sector. Proceeding National Conference
Management Science and Operating Research. Kuala Lumpur.
Reimers, C.W.1983. Labor market discrimination against Hispanic and black men.
The Review of Economics and Statistics, 65: 570–579.
Romer, P.M. 2000. Should the government subsidize supply or demand in the
market scientists and engineers? NBER. Working paper No. 7723. http:/www.
Emeraldinsight.com. (24 Pebruari 2004)
Schroeder, R. & Dole, C. 2001. The impact of various factors on the personality, job
satisfaction and turnover intention of professional accountants. Managerial
Auditing Journal, Vol 16(4): 57-71.
Smith, P.C., Kendall, L.M. & Hullin, C.L. 1986. The Job Descriptive Index
Measurement of Satisfaction in Work. Rand McNally. Chichago.Il.
Silber, J. & Weber, M. 1999. Labour market discrimination: Are there significant
differences between the various decomposition procedures? Journal Applied
Economics, Vol. 31:351-369.
Intyas Utami
Aprilia Zulfika
Universitas Kristen Satya Wacana
Abstract
The potencies of small and medium enterprises (SMEs) have motivated
various parties to run such of developing activities, which are able to increase the
business capacity of this business unit. On the other way, several problems that are
possessed by the SMEs become the barrier of those developing activites realization.
The accounting capability and the management capacity limitation will become the
set of problems in this research, because they provenly obstruct SMEs, particularly
for the funding access point of view from the existing financial institutions. This
research aims to indentify the potency of nonassurance service implementation, that
consist of the accounting and bookkeeping service and the management
consultation service, by the certified public accountant (CPA) for the SMEs. Both of
the two services relevant to solve the accounting capability and the management
capacity limitation of the SMEs.
The data which are used in this research are the primary data that are
obtained through the interview with 13 SMEs as the samples, which are determined
by utilizing purposive sampling method. The indicators, which are used to measure
the accounting capability of the samples, are developed by the European
Commission’s Recommendation of 16 May 2002 about Statutory Auditor’s
Independence in the EU: A Set of Fundamental Principles, while the management
capacity indicators are developed by Priyanto (2002), and Rougoor et al. (1998), as
cited in Priyanto (2002).
Statistically and base on the interview, the result of this research shows that
the samples of the SMEs have the tendency to possess bad accounting capability.
Whereas, even the statistic output of the 13 samples of the SMEs have the tendency
to possess good management capacity, but the interview result explain that they
have weaknesess of planning, implementing, and controlling the business activities.
This research concludes the existance of high potency of nonassurance service
implementation by the CPA for the SMEs, which are used as the samples in this
research.
Keywords : Small and Medium Enterprises (SMEs), Certified Public Accountant
(CPA), Nonassurance Service.
I. PENDAHULUAN
Pemanfaatan jasa konsultasi manajemen dari akuntan publik oleh UKM dapat
membantu pendeteksian masalah-masalah yang terjadi di dalam perusahaan untuk
kemudian ditidaklanjuti dengan pemberian rekomendasi-rekomendasi pengukuran
atau tindakan sehingga perusahan dapat memanfaatkan sumber dayanya secara
rasional dan dengan cara yang efisien (Ribeiro (1998; 2000) dalam Soriano et al.,
2002). Selain itu, Cuadrado et al. (1986), Del Rio (1992) dan Ribeiro (1998; 2000),
dalam Soriano et al. (2002), menyatakan bahwa pemanfaatan jasa konsultasi
profesional dari luar organisasi merupakan aktivitas yang dapat meningkatkan
penurunan beban struktural dan biaya upah tetap perusahaan.
Pertanyaan yang dapat dirumuskan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah potensi penyelenggaraan jasa kompilasi laporan keuangan
oleh akuntan publik bagi UKM?
2. Bagaimanakah potensi penyelenggaraan jasa konsultasi manajemen oleh
akuntan publik bagi UKM?
Penelitian ini disusun dengan menggunakan format lima bab yang saling
berhubungan untuk menjelaskan persoalan-persoalan dalam penelitian ini. Secara
singkat isi dari tiap-tiap bab adalah sebagai berikut:
3. Bab III berisi tentang metode penelitian yang menjabarkan jenis dan sumber
data, populasi dan sampel, metode pengumpulan data dan teknik analisis.
4. Bab IV memuat tentang analisis dan bahasan analisis.
5. Bab V memuat tentang kesimpulan dan implikasi.
1. Kegiatan usaha yang memiliki kekayaan bersih (total aktiva) paling banyak
senilai Rp200.000.000,00, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
2. Memiliki hasil penjualan bersih tahunan paling banyak Rp1.000.000.000,00.
3. Milik warga Negara Indonesia.
4. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan
yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi baik secara langsung maupun tidak
langsung dengan usaha menengah atau usaha besar.
5. Berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang berbadan hukum
termasuk koperasi.
Kategori tersebut masih mengandung definisi usaha mikro, Komite
Penanggulangan Kemiskinan Nasional menyatakan bahwa usaha mikro adalah unit
usaha yang memiliki aktiva maksimal senilai Rp25.000.000,00, di luar tanah dan
bangunan tempat usaha. Oleh karena itu, usaha kecil ditetapkan sebagai entitas
bisnis yang memiliki memiliki kekayaan bersih (total aktiva) diatas Rp25.000.000,00
sampai dengan Rp200.000.000,00, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha.
Profesi akuntan publik memiliki potensi lebih baik dibanding profesi lain dalam
mengembangkan hubungan baik dengan suatu unit usaha, yang dalam penelitian ini
berupa UKM. Mereka memiliki kelebihan dalam hal lamanya waktu keterikatan
(Marriot dan Marriot, (2000); Nordhaug (2000), dalam Gooderham et al., 2004),
kecakapan dalam memahami karakteristik unit usaha, dan terciptanya faktor
kepercayaan dalam hubungan dengan klien (Gooderham dan Nordhaug (2000)
dalam Gooderham et al., 2004). Bennett dan Robson (1999), dalam Schwartz dan
Bar-El (2004), menyatakan bahwa faktor kepercayaan klien terhadap seorang
akuntan publik juga didasarkan pada kerangka hukum dan formal yang membangun
profesi ini. Pengetahuan formal yang dimiliki oleh profesi ini dapat mengedukasi,
melatih, memberikan saran-saran bisnis profesional dan bantuan-bantuan teknis
yang dapat meningkatkan daya saing dari UKM (Brugger (1995), dalam Gooderham
et al., 2004).
Penelitian ini fokus pada jasa kompilasi laporan keuangan dan jasa konsultasi
manajemen, karena kedua jasa ini memiliki relevansi lebih baik dengan kebutuhan
Hal yang perlu dipahami dalam meneliti potensi pemberian jasa kompilasi
laporan keuangan ataupun jasa konsultasi manajemen adalah terlalu naif untuk
mengasumsikan bahwa mayoritas dari pemilik atau manajer UKM memiliki
kebutuhan untuk meningkatkan kemampuan mereka (Stanworth dan Gray (1992),
dalam Gooderham et al., 2004). Berdasarkan penelitian Low dan Macmillan (1988),
dalam Gooderham et al. (2004), disimpulkan bahwa sebagian besar pemilik atau
manajer UKM lebih mementingkan otonomi dan kebebasan dalam usaha
dibandingkan masalah pertumbuhan usaha. Oleh karena itu, penelitian ini
mengukur potensi pemberian jasa nonassurance oleh akuntan publik melalui
eksistensi keterbatasan kemampuan akuntansi (Suharto, 2005; Peacock (1985),
dalam Suhairi et al. (2004); Wichman (1984), dalam Suhairi et al. (2004); Deakins et
al. (2001), dalam Gooderham et al., 2004) dan keterbatasan kapasitas manajemen
(Suharto, 2005; Rey (1995), dalam Agustini dan Yudiati, 2002; Stanworth dan Gray
(1992), dalam Gooderham et al. 2004; Shader, Mulford dan Blackburn (1989), dalam
Priyanto, 2002; Baldwin (1993), dalam Priyanto, 2002; Rougoor et al. (1998), dalam
Priyanto, 2002) dari UKM.
UKM
KAPASITAS
MANAJEMEN
PROSES
PENGAMBILAN
KEMAMPUAN KEPUTUSAN
AKUNTANSI
ASPEK
PERSONAL
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran Teoritis 1
UKM
KAPASITAS
MANAJEMEN
PROSES
PENGAMBILAN
KEMAMPUAN KEPUTUSAN
AKUNTANSI
ASPEK
PERSONAL
Gambar 2.2
Kerangka Pemikiran Teoritis 2
Tabel 3.1
Pengambilan Sampel
Tabel 3.2
Definisi Operasional Variabel Kemampuan Akuntansi
Data hasil wawancara, yang merupakan hasil akhir dari pelaksanaan tahap 2,
akan diolah pada tahap penelitian 3 :
Gambar 3.1
Rangkaian Kegiatan Penelitian Identifikasi Potensi Pemberian
Jasa Nonassurance Oleh Akuntan Publik Bagi UKM
Tengah, UKM yang belum tutup usaha, atau tidak mengalami penggabungan
usaha dengan perusahaan berskala usaha besar, serta pemilik atau pengelola
dari UKM terkait bersedia diwawancara dengan sukarela.
Tabel 4.1 menyajikan data demografi dari 13 UKM yang menjadi sampel
penelitian dan digunakan dalam analisis data.
Tabel 4. 1
Karakteristik Demografi UKM Sampel Penelitian
Area Pemasaran
Lokal 11 84,62%
Ekspor 2 15,38%
Total 13 100%
Bentuk Usaha
Perorangan 6 46,15%
CV 4 30,77%
PT 3 23,08%
Total 13 100%
Nilai Aktiva
Rp 25.000.001 - Rp 200.000.000 8 61,54%
Rp 200.000.001 - Rp 10.000.000.000 5 38,46%
Total 13 100%
Berdasarkan total nilai aktiva, dengan tidak memasukkan nilai tanah dan nilai
bangunan tempat usaha, mayoritas dari UKM sampel, sebanyak 8 UKM (61,54%),
merupakan usaha kecil. Dari jumlah tersebut, 5 UKM merupakan perusahaan
dengan bentuk usaha perorangan.
publik. 7 UKM yang belum pernah memanfaatkan jasa akuntan publik menyatakan
bahwa mereka tidak mengerti hakikat dari jasa kompilasi laporan keuangan maupun
jasa konsultasi manajemen. 2 UKM yang memutuskan untuk menghentikan
pemanfaatan jasa akuntan publik menyatakan bahwa penyelenggaraan jasa
kompilasi laporan keuangan dan jasa konsultasi manajemen tidak mengedukasi
perusahaan sehingga lebih baik dari sebelumnya, terutama dalam hal akuntansi.
Kedua UKM tersebut merasa hanya memindahtangankan tanggung jawab akuntansi
kepada akuntan publik tanpa diberi masukan atau penjelasan lebih lanjut atas hal-
hal yang harus diperbaiki oleh perusahaan. Fakta ini sesuai dengan pernyataan
Fogel (2001), dalam Schwartz dan Bar-El (2004), yang mengungkapkan bahwa
program-program pemberdayaan UKM belum memenuhi ekspektasi dari usahawan.
Responden dalam penelitian ini adalah pemilik, yang mengelola UKM secara
langsung, atau manajer pengelola, yang bertanggungjawab atas pengelolaan UKM,
dari UKM sampel. Syarat ini ditetapkan mengingat pernyataan Berry et al. (1993)
yang mengungkapkan bahwa pemberian kredit pada UKM memiliki makna
memberikan pinjaman kepada seseorang. Maka pemilik atau manajer pengelola
dari suatu UKM merupakan pihak yang dianggap paling mengetahui seluk beluk
perusahaan, baik secara keseluruhan maupun untuk hal-hal detail.
Tabel 4. 2
Karakteristik Responden Penelitian
Responden
Manajer Total
Pengelola Pemilik
Jenis Kelamin
Pria 4 7 11
Wanita 1 1 2
Pendidikan Formal 13
SMA 1 5 6
Perguruan Tinggi 4 3 7
Pendidikan Nonformal 13
Tidak Memiliki 3 2 5
Seminar 1 0 1
Kursus Manajemen/Organisasi 0 2 2
Pengalaman Kerja 13
Tidak Memiliki 4 1 5
< 1 tahun 0 1 1
1 - 10 tahun 1 2 3
>10 tahun 0 4 4
13
Tabel 4. 3
Statistik Deskriptif Variabel Kemampuan Akuntansi
Teoritis Sesungguhnya
Variabel Rata- Rata- Standar
Kisaran rata Kisaran rata Deviasi
Kemampuan dalam
membuat bukti-
1-5 3 2-5 3,31 1,316
bukti atas setiap
aktivitas usaha
Kemampuan dalam
membuat
transaksi perusahaan
Kemampuan dalam
menyusun laporan 1-5 3 1-4 2,46 1,127
Keuangan sesuai SAK
Rutinitas penyusunan
1-5 3 1-5 3,92 1,706
laporan keuangan
Kemampuan dalam
mengarsipkan 1-5 3 1-4 2,15 0,899
dokumen akuntansi
Penetapan aras
pertanggungjawaban/
aktivitas akuntansi
Tabel 4.3 juga menyajikan hasil analisis atas 6 indikator variabel kemampuan
akuntansi, dan hasilnya menunjukkan bahwa rata-rata jawaban sesungguhnya atas
indikator 2, indikator 3, dan indikator 5 berada di bawah rata-rata teoritis.
entry). Lebih lanjut, diketahui bahwa 2 UKM lainnya tidak menganut sistem
pembukuan tertentu (sesuai kebijakan perusahaan).
Tabel 4.4
Tabulasi Silang antara Karakteristik Demografi UKM sampel
dengan Variabel Kemampuan Akuntansi
Kemampuan
Akuntansi
Keterangan
Renda
Tinggi
h
Jenis Industri
Industri Percetakan 2 0
Total 8 5
Area Pemasaran
Lokal 7 4
Ekspor 1 1
Total 8 5
Bentuk Usaha
Perorangan 4 2
CV 2 2
PT 2 1
Total 8 5
Nilai Aktiva
Rp 25.000.001 - Rp 200.000.000 5 3
Rp 200.000.001 - Rp 10.000.000.000 3 2
Total 8 5
Tidak 6 3
Ya 2 2
Total 8 5
cara akuntansi tertentu, yang umumnya lebih ketat dibanding UKM dengan area
pemasaran lokal, sesuai dengan tata cara yang disepakati bersama dengan
perusahaan lain di negara tujuan pemasaran. Kesesuaian tata cara akuntansi
antara perusahaan Indonesia dengan perusahaan partner di luar negeri juga
ditegaskan oleh pernyataan 1 UKM yang memiliki kemampuan akuntansi yang
cenderung rendah, meskipun orientasi pemasarannya ekspor. Manajer pengelola
dari UKM yang bergerak dalam Industri Furniture dari Kayu tersebut menyatakan
bahwa perusahaan partner yang berada di Malaysia juga merupakan perusahaan
dengan klasifikasi Small and Medium Enterprises, yang dapat menerima serta turut
menerapkan tata cara akuntansi sederhana seperti yang dianut oleh
perusahaannya.
saran tentang tata cara akuntansi perusahaan yang perlu dibenahi, sesuai dengan
pernyataan Fogel (2001), dalam Schwartz dan Bar-El (2004), yang mengungkapkan
bahwa program-program pemberdayaan UKM belum memenuhi ekspektasi dari
usahawan.
Tabel 4. 5
Statistik Deskriptif Variabel Kapasitas Manajemen
Teoritis Sesungguhnya
Variabel Rata- Rata- Standar
Kisaran rata Kisaran rata Deviasi
Motivasi untuk mengelola
1-5 3 1-5 4,08 1,441
usaha
Tingkat pendidikan formal
maupun 1-5 3 2-5 3,92 0,954
Nonformal
Pengalaman kerja 1-5 3 2-5 3,38 1,387
Perencanaan atas
1-5 3 1-4 2,85 1,144
aktivitas usaha
Implementasi atas
aktivitas usaha yang
1-5 3 1-4 2,54 1,050
ditetapkan/telah
direncanakan
Pengendalian atas
pelaksanaan aktivitas 1-5 3 1-4 2,08 0,954
Usaha
Kapasitas Manajemen 6 - 30 18 11 - 24 18,85 3,913
Sumber : Output SPSS, 2007
Tabel 4.5 juga menyajikan hasil analisis atas 6 indikator variabel kapasitas
manjemen dari 13 pemilik atau manajer pengelola UKM sampel, dan perlu
diperhatikan bahwa hasil analisis statistik deskriptif atas 6 indikator kapasitas
manajemen tersebut, menunjukkan bahwa hanya indikator 1, indikator 2, dan
indikator 3 saja yang memiliki rata-rata sesungguhnya lebih tinggi dari rata-rata
teoritis. Tingginya rata-rata sesungguhnya atas indikator 1 dan indikator 2,
bertentangan dengan hasil penelitian Clark, Berkeley dan Steuer (2001), serta
Pounds (1969), seperti dikutip oleh Schwartz dan Bar-El (2004), yang menyimpulkan
bahwa kesulitan UKM dalam mengidentifikasikan permasalahan-permasalahan
mereka disebabkan oleh kurangnya pengetahuan dan motivasi dari pemilik atau
pengelola usaha.
pemilik UKM (23,08%) yang menjadi responden penelitian memiliki latar belakang
pendidikan perguruan tinggi. Bahkan 1 orang pemilik UKM dari total 3 orang,
mengenyam pendidikan sampai level S3. Latar belakang pendidikan perguruan
tinggi ini secara nyata membantu para pengelola UKM untuk berpikir lebih logis,
serta menciptakan suasana pergaulan profesional yang lebih kondusif. Selain itu,
dari 3 orang pemilik UKM tersebut, 1 orang memiliki latar belakang pendidikan
nonformal berupa kursus manajemen/organisasi, dan 2 orang memiliki latar
belakang pendidikan nonformal berupa kursus keterampilan teknis/teknologi
produksi.
Para pemilik dan manajer pengelola dari UKM sampel mengakui bahwa
penyusunan rencana kerja yang mereka lakukan hanya berupa garis besar, yang
dalam pengimplementasiannya diperlukan arahan langsung yang dilakukan secara
spontan, dan tanpa pengendalian kerja yang terpadu. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Stanworth dan Gray (1992) dalam Gooderham et al. (2004), yang
mengindikasikan bahwa mayoritas pemilik UKM tidak mempunyai kulifikasi
manajemen dan profesional yang formal. Permasalahan yang timbul sebagai akibat
dari kelemahan dalam penyusunan rencana kerja, pengimplementasian dan
pengendalian kerja adalah terjadinya biaya-biaya tidak terduga selama proses kerja,
dan para pengelola UKM sampel berpendapat bahwa besarnya biaya tersebut
seringkali signifikan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Chell dan Baines (2000),
Marshall et al. (1995) Nordhaug dan Goderham (1996), serta Wynarczyk et al.
(1993), seperti dikutip dalam dalam Gooderham et al. (2004), yang menyatakan
bahwa ketidakpastian usaha serta keterbatasan sumber daya menimbulkan
penelaahan dan perkembangan yang problematik bagi UKM.
Tabel 4.6
Tabulasi Silang antara Karakteristik Demografi UKM sampel
dengan Variabel Kapasitas Manajemen
Kapasitas
Manajemen
Keterangan
Renda
Tinggi
h
Jenis Industri
Industri Percetakan 1 1
Total 5 8
Area Pemasaran
Lokal 4 7
Ekspor 1 1
Total 5 8
Bentuk Usaha
Perorangan 2 4
CV 1 3
PT 2 1
Total 5 8
Nilai Aktiva
Rp 25.000.001 - Rp 200.000.000 3 5
Rp 200.000.001 - Rp 10.000.000.000 2 3
Total 5 8
Tidak 4 5
Ya 1 3
Total 5 8
Sesuai dengan hasil analisis atas tabel 4.5, tabel 4.6 juga menunjukkan
bahwa mayoritas dari 13 UKM sampel, sejumlah 8 UKM (61,54%), memiliki
kapasitas manajemen yang cenderung baik. Berdasarkan klasifikasi jenis industri, 8
UKM sampel dengan kapasitas manajemen yang cederung tinggi terdiri atas
masing-masing 2 UKM yang bergerak dalam Industri Furniture dari Kayu, dan
Industri Perlengkapan Penunjang Asesoris Otomotif, serta masing-masing 1 UKM
yang bergerak dalam Industri Barang-barang Plastik Lainnya, Sabun dan Bahan
Pembersih Keperluan Rumah Tangga, Industri Moulding dan Komponen Bahan
Bangunan, dan Industri Percetakan.
pemasaran lokal. Dari 8 UKM sampel dengan kapasitas manajemen yang cederung
tinggi, 7 UKM memasarkan hasil produksinya di wilayah Indonesia saja.
Selain disebabkan oleh jumlah sampel UKM lokal lebih banyak dari jumlah
sampel UKM ekspor, berdasarkan hasil wawancara, diketahui bahwa UKM-UKM
lokal memiliki kapasitas usaha yang lebih kecil sehingga lebih mudah bagi pemilik
atau manajer pengelola untuk mengatur proses kerja. Selain itu, UKM-UKM dengan
area pemasaran lokal ini tidak terikat kewajiban mematuhi kesepakatan dengan
perusahaan di luar negeri yang memiliki regulasi tertentu yang akan mempengaruhi
proses kerja UKM tersebut. Hal ini ditegaskan oleh 2 UKM sampel yang memiliki
area pemasaran ekspor, perusahaan partner di luar negeri memang tidak
menetapkan suatu syarat yang secara langsung menentukan jalannya perusahaan,
tetapi kebijakan jam kerja mereka yang berbeda, kebijakan pengiriman barang, serta
hal-hal lain sejenis, banyak mempengaruhi manajemen perusahaan Indonesia.
Konsultasi yang diberikan oleh akuntan publik, maupun yang ditanyakan oleh
pengelola UKM, tidak dapat dipisahkan dari kebutuhan UKM akan penerapan tata
cara akuntansi yang dapat merekam seluruh aktivitas ekonomi perusahaan.
Responden berpendapat bahwa sistem pencatatan akuntansi yang baik akan
mempermudah manajemen suatu perusahaan, terutama dalam hal pengendalian
biaya, namun mereka tidak mengetahui tentang tata cara akuntansi tersebut, dan
akuntan publik yang mereka sewa tidak memberikan saran-saran perbaikan kecuali
jika ditanya.
Tabel 4.7
Tabulasi Silang antara Variabel Kemampuan Akuntansi
dengan Variabel Kapasitas Manajemen
Kapasitas
Manajemen Total
Rendah Tinggi
Kemampuan
Akuntansi
Rendah 4 4 8
Tinggi 1 4 5
Total 5 8 13
V. PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan pada bab IV, maka dapat
disimpulkan bahwa:
1. Sebagian besar dari UKM yang menjadi sampel dalam penelitian ini memiliki
kemampuan akuntansi yang cenderung rendah. Hal ini mengindikasikan
pemilik atau pengelola dari UKM sampel memiliki pengetahuan dan keahlian
yang cenderung kurang memadai terkait dengan pencatatan,
pengklasifikasian dan pengikhtisaran kejadian ekonomi berdasarkan tata cara
yang logis dengan tujuan menyediakan informasi keuangan untuk
pengambilan keputusan. Kelemahan utama UKM-UKM sampel ini terletak
pada kemampuan membuat jurnal/pembukuan atas setiap transaksi
perusahaan, kemampuan membuat laporan keuangan, dan kemampuan
mengarsipkan dokumen akuntansi. Lebih lanjut, kondisi ini mencerminkan
potensi yang tinggi bagi para akuntan publik untuk memberikan jasa
kompilasi laporan keuangan pada UKM-UKM tersebut.
2. Sebagian besar dari UKM yang menjadi sampel dalam penelitian ini memiliki
kapasitas manajemen yang cenderung baik. Kecenderungan ini
mengindikasikan bahwa pemilik atau pengelola dari UKM sampel memiliki
kemampuan yang cenderung memadai terkait dengan kecakapan mereka
dalam pengkoordinasian dan pengintegrasian aktivitas kerja sehingga dapat
diselesaikan secara efisien dan efektif. Tingginya motivasi pemilik atau
manajer pengelola UKM dalam menjalankan usaha, tingkat pendidikan formal
dan nonformal yang mereka miliki, serta pengalaman dalam dunia kerja,
merupakan faktor utama yang menyusun kapasitas manajemen mereka. Jika
hanya ditinjau dari faktor-faktor tersebut, terdapat potensi yang rendah bagi
para akuntan publik untuk memberikan jasa konsultasi manajemen pada
UKM-UKM tersebut. Akan tetapi kelemahan dalam hal perencanaan aktivitas
kerja, implementasi aktivitas kerja, dan pengendalian aktivitas kerja
Hasil olah data dalam penelitian ini memang menemukan bahwa hanya
sebagian kecil dari UKM sampel yang memiliki kapasitas manajemen cenderung
rendah. Motivasi yang tinggi dari para pemilik atau manajer pengelola UKM sampel,
tingkat pendidikan formal dan nonformal yang mereka miliki, serta pengalaman
dalam dunia kerja, menjadi faktor-faktor penting yang mendukung proses
pengambilan keputusan. Hal ini bertentangan dengan hasil penelitian Clark,
Berkeley dan Steuer (2001), serta Pounds (1969), seperti dikutip oleh Schwartz dan
Bar-El (2004), yang menyimpulkan bahwa kesulitan UKM dalam mengidentifikasikan
permasalahan-permasalahan mereka disebabkan oleh kurangnya pengetahuan dan
motivasi dari pemilik atau pengelola usaha. Hanya saja, faktor-faktor tersebut
berguna dalam proses pengambilan keputusan ketika kapasitas usaha belum besar,
sehingga pelaksanaan tindakan-tindakan spontan dalam penanganan masalah
usaha dimungkinkan masih sangat memadai. Jika kemudian UKM sampel
mengalami peningkatan kapasitas usaha melebihi yang dapat diantisipasi, faktor
motivasi, latar belakang pendidikan formal maupun nonformal, serta pengalaman
kerja, tidak lagi memberikan kontribusi sebesar saat ini. Hal ini ditegaskan oleh para
pemilik dan manajer pengelola dari UKM sampel yang mengalami pembengkakan
biaya-biaya tidak terduga selama proses kerja, yang disebabkan oleh peningkatan
kapasitas usaha.
Dapat disimpulkan terdapat potensi yang besar bagi para akuntan publik
untuk memberikan jasa konsultasi manajemen bagi UKM sampel, sesuai dengan
Birley dan Westhead (1992), Storey (1994), seperti dikutip dalam Gooderham et al.
(2004), yang menyatakan bahwa UKM memiliki kebutuhan khusus untuk
memanfaatkan konsultasi bisnis dari sumber eksternal, serta pernyataan Bennett
dan Robson (1999), Curran et al., (1993), Gibb (1997), seperti dikutip dalam
Gooderham et al. (2004), yang menegaskan bahwa apabila konteks eksternal dapat
dipahami, ada banyak kemungkinan bahwa UKM mempelajari kebutuhan akan
keahlian dan pengetahuan manajemen khusus yang mudah diperoleh, yang secara
langsung berhubungan dengan kewirausahaan dan manajemen profesional dalam
lingkungan operasional bisnis, dari akuntan.
Agustini, Dwi Hayu, dan Erna Agustina Yudiati, 2002, Keterkaitan Keberhasilan
Usaha dengan Jiwa Kewirausahaan dan Manajemen Usaha pada Pedagang
Eceran Berskala Kecil di Semarang, Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol. VIII,
No. 3, Desember : 357-374.
Arens, Alvin A., Randal J. Elder and Mark S. Beasley, 2003, Auditing and
Assurance Services : an Integrated Approach, 9th Edition, Pearson
Education, Inc., New Jersey.
Basioudis, Ilias G., and Fifi Fifi, 2004, The Market for Professional Services in
Indonesia, International Journal of Auditing, Vol. 8 : 153-164.
Berry, A.J., et al., 1993, Financial Information, The Banker and The Small Business,
British Accounting Review, Vol. 25 : 131-150.
Boynton, William C., and Raymond N. Johnson, 2006, Modern Auditing, 8th Edition,
John Wiley & Sons, Inc, New York.
Deakins, David, and Guhlum Hussain, 1994, Financial Information, The Banker and
The Small Business : A Comment, British Accounting Review, Vol. 26 :
323-335.
Ghozali, Imam, 2005, Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Edisi
ke 3, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.
Gooderham, Paul N., Anita Tobiassen, Erik Døving and Odd Nordhaug, 2004,
Accountants as Sources of Business Advice for Small Firms, International
Small Business Journal, Vol. 22 : 5-22.
Harahap, Sofyan Syarif, 1995, Auditing Perusahaan Kecil, Bumi Aksara, Jakarta.
Hasan, Mahreen, et al., 2005, The Different Types of Assurance Services and
Levels of Assurance Provided, International Journal of Auditing, Vol. 9 :
91-102.
http://omperi.wikidot.com/pembaruan-pengelolaan-dokumen-perusahaan
http://web.ebscohost.com/bsi/pdf?vid=13&hid=119&sid=f78fab44-97f6-42ee-ba6a-
e479a92a51c9%40sessionmgr109
http://www.bisnis.com
http://www.smeindonesia.com
http://www.theceli.com/dokumen/produk/1997/uu8-1997.htm
http://www.worldbank.or.id
Kaballu, Obed Umbu, dan Daniel D. Kameo, 2001, Strategi Bertahan Usaha Kecil
dalam Menghadapi Krisis Ekonomi : Studi Industri Kecil Konveksi di Salatiga,
Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol. VII, No. 2, September : 191-205.
Konrath, Larry F., 2002, Auditing : a Risk Analysis Approach, 5th Edition,
Thomson Learning, Singapore.
Marriot, Neil, and Pru Marriot, 2000, Professional Accountants and the Development
of a Management Accounting Service for the Small Firm : Barriers and
Possibilities, Management Accounting Research, Vol. 11, 475-492.
Messier, William F. Jr, Steven M. Glover, and Douglas F. Prawitt, 2006, Auditing
and Assurance Service : a Systematic Approach, 4th Edition, McGraw-Hill
Company, Inc., New York.
Priyanto, Sony Heru, 2002, Pengembangan Kapasitas Manajemen dan
Kewirausahaan pada UKM Pertanian, Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol. VIII,
No. 3, Desember : 401-428.
Soriano, Domingo Ribiero, Salvador Roig, Joan Ramon Sanchis and Ramon Torcal,
2002, The Role of Consultants in SMEs : The Use of Service by Spanish
Industry, International Small Business Journal, Vol. 20 : 95-103.
Suhairi, Sofri Yahya, dan Hasnah Haron, 2004, Pengaruh Pengetahuan Akuntansi
dan Kepribadian Wirausaha Terhadap Penggunaan Informasi Akuntansi
dalam Pengambilan Keputusan Investasi, Simposium Nasional Akuntansi
VII, Denpasar, 2-3 Desember : 296-307.
Suharto, Harry, 2005, Akuntan Peduli UKM, Media Akuntansi 43, Tahun XII : 44.
------------------, 2005, UKM dan Kebutuhan Standar, Media Akuntansi 43, Tahun
XII:4.
Suharto, Harry, dan Satyo, 2005, Perlukah Standar akuntansi Khusus UKM, Media
Akuntansi 43, Tahun XII : 5-6.
Suharto, Harry, et al., 2005, Usaha Kecil Menengah : Kenapa Lambat Berkembang,
Media Akuntansi 43, Tahun XII : 12-13.
Sunarto, Hari, 2005, Relasi Bank : Mengatasi Kegagalan Alokasi Dana Dalam
Pengembangan UKM, Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol. VIII, No. 3,
Desember : 375-400.
Susilo, Y. Sri, D. Wahyu Ariani, dan Y. Sukmawati S., 2002, Strategi Industri Kecil :
Kasus pada Beberapa Industri Kecil di Yogyakarta dan Surakarta, Jurnal
Ekonomi dan Bisnis, Vol. VIII, No. 3, Desember : 443-458.
Taylor, Donald H., and G. William Glezen, 1979, Auditing : Integrated Concepts
and Procedures, John Wiley & Sons, Inc, New York.
Arie Wibowo
Pascasarjana Ilmu Akuntansi FE UI
Abstract
I. Pendahuluan
Rotasi KAP ini sejak lama sudah diperdebatkan tentang kegunaannya
oleh akuntan dan akademisi, namun setelah terjadi Skandal akuntansi yang baru-
baru ini terjadi di dunia, dari Enron dan WorldCom di AS sampai Parmalat di
Eropa telah meningkatkan perhatian publik terhadap independensi auditor
sehingga rotasi KAP ini juga sudah menjadi objek diskusi bagi institusi
pemerintah maupun profesi yang berkaitan seperti AICPA, SEC, EUC dll.
Keterlibatan auditor dalam kecurangan akuntansi adalah produk
mekanisme dimana peran mereka sebagai penghubung yang independen antara
perusahaan dan partisipan pasar (termasuk investor, kreditor dan pegawai)
terganggu (Sikka dan Willmott, 1995).
Independensi auditor adalah masalah relevan untuk evaluasi kehandalan
laporan auditor yang memiliki beberapa implikasi:
1. masalah politis, independensi auditor akan meningkatkan kredibilitas
laporan keuangan publikasi dan menambah nilai untuk beberapa kategori
pemegang saham
2. pengaruh langsung ke profesi, berlaku independen adalah cara terbaik
untuk mendemonstrasikan kepada regulator dan Publik bahwa auditor
telah melakukan tugasnya sesuai dengan prinsip etika seperti objektifitas
(auditor mempunyai kemampuan untuk tidak bias) dan integritas (auditor
mengeluarkan opini sesuai yang ditemukan saat audit
Regulator berpendapat bahwa makin panjang jangka waktu auditor
(hubungan auditor-klien yang lama), auditor makin sering untuk
mengkompromikan pilihan akuntansi dan pelaporan klien dalam rangka
bisnisnya, maka untuk menjaga independensi auditor diterapkan aturan
Kewajiban Rotasi KAP. Pendukung dari aturan Kewajiban Rotasi KAP memberi
alasan bahwa menentukan limit tahun maksimum yang dapat dilaksanakan oleh
auditor pada audit perusahaan yang sama akan meningkatkan independensi
auditor dan kualitas audit. Idenya ialah auditor akan berkurang insentif untuk
shirking dan mencari keuntungan ekonomi mendatang.
Di lain pihak, penentang dari aturan Kewajiban Rotasi KAP memberi
alasan bahwa auditor akan mendapatkan pengalaman dari jangka waktu yang
lama tersebut, mereka akan mempunyai pengetahuan spesifik tentang klien yang
lebih baik untuk menentukan apakah pilihan akuntansi dan pelaporan klien
tersebut layak sehingga menyatakan bahwa kualitas audit akan meningkat jika
makin lama jangka waktu auditor dimaksud.
Beberapa studi menemukan bahwa aturan Kewajiban Rotasi KAP bukan
merupakan kebijakan yang dianjurkan dengan alasan :
• biaya melebihi keuntungan
• fraud diasosiasikan dengan perubahan KAP
• kehilangan pengetahuan audit spefisik klien dan pengalaman akan menuju
ke pengurangan kualitas audit
• kebijakan yang cukup andal sudah diterapkan tanpa perlu rotasi KAP
• perubahan komposisi tim audit sudah terjadi
dilain pihak, ada beberapa alasan mendukung aturan rotasi KAP Alasan
dilaksanakannya rotasi KAP :
o menjamin pandangan yang lebih baru dalam audit setiap beberapa tahun
sekali
o membuat auditor lebih awas terhadap pelanggaran, investigasi
keseluruhan dan lebih skeptis
o meningkatkan kemampuan auditor untuk memberi informasi dan
melindungi publik
o meningkatkan kualitas jasa karena dapat memeriksa pekerjaan KAP
lain/sebelumnya
o menghindarkan objektivitas auditor dari ancaman hubungan lama dan baik
dengan klien.
Ada efek penting dari rotasi wajib yang harus dipertimbangkan adalah efek
terhadap kompetisi pasar audit. Argumen ini jarang dianalisa mendalam dalam
literatur karena masalah ini termasuk pendapat otoritas antitrust daripada sudut
pandang akuntansi. Hubungan antara aturan Kewajiban Rotasi KAP dan
kompetisi pasar penting untuk dipertimbangkan dalam rangka evaluasi yang lebih
baik terhadap aturan ini. Aturan rotasi dapat memodifikasi kompetisi pasar
dengan mengenalkan distorsi potensial atau pengembangan industri Jasa
Akuntan Publik. Lebih lanjut, pendukung rotasi wajib berpendapat bahwa pasar
audit terlalu terkonsentrasi dan rotasi dapat meningkatkan kompetisi antara KAP
besar (Big 4/5) dan non besar (Non Big 4/5) jika perusahaan dipaksa untuk
mengganti auditor.
Pangsa pasar audit umum dilihat sebagai hal yang penting bagi KAP yang
menentukan pendapatan dan profit. Jika KAP kehilangan pangsa pasar
signifikan, akan menjadi target pengambilalihan, yang menghasilkan kenaikan
konsentrasi pasar untuk jasa akuntansi dan audit fee yang tinggi. Hal sama, jika
pemimpin pasar menguasai pasar secara signifikan sehingga akan menghasilkan
kekuatan monopoli dan kontrol pasar jasa audit umum secara signifikan akan
menurunkan independensi dan kualitas audit. Umumnya, KAP menentang aturan
Kewajiban Rotasi KAP untuk alasan di atas serta ingin mempertahankan
legitimasi pada pangsa pasar audit umum (KAP besar).
Beberapa negara melakukan eksperimen pada rotasi (Buijink et al, 1996
dan SDA Bocconi, 2005). Italy telah mengadopsi aturan Kewajiban Rotasi KAP,
sedangkan Brazil mengadopsi aturan Kewajiban Rotasi KAP pada institusi
keuangan dan Singapore mengadopsi untuk Bank. Spanyol, Slovakia, turkey
telah mengadopsi aturan Kewajiban Rotasi KAP namun saat ini telah dibatalkan.
Irlandia mempertimbangkan dan menolak kebijakan aturan rotasi wajib KAP.
Beberapa Negara lain seperti India dan Korea Selatan sudah mempunyai
regulasi tentang Kewajiban Rotasi KAP dilakukan setelah periode maksimum
tertentu.
Kondisi di Indonesia, rotasi KAP dengan jangka waktu maksimum 5 tahun
buku berturut-turut pertama kali diterapkan di Indonesia oleh Bank Indonesia di
lingkungan perbankan melalui Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/22/PBI/2001
tahun 2001. kemudian Departemen Keuangan mengeluarkan Keputusan Menteri
Keuangan No. 423/KMK.06/2002 tentang Jasa Akuntan Publik tanggal 30
September 2002 yang kemudian direvisi melalui Keputusan Menteri Keuangan
No. 359/KMK.06/2003 tanggal 21 Agustus 2003 dan terakhir oleh Peraturan
Menteri Keuangan No. 17/PMK.01/2008. Bapepam melalui Peraturan VIII.A.2
tanggal 12 November 2002 juga mulai memberlakukan rotasi KAP dengan masa
cooling-off 3 tahun. Penelitian ini mengambil waktu penerapan KMK 423 jo. 359
yang direvisi oleh PMK 17 karena berlaku untuk semua jenis usaha, bukan hanya
Bank atau Pasar Modal saja.
Carcello dan Nagy, 2004; Stanley dan DeZoort, 2007). Namun Deis dan Giroux
(1992) menemukan kebalikannya bahwa kualitas audit menurun dengan semakin
lamanya jangka waktu audit. Dan selain itu, Nagy (2005) menyatakan bahwa
pergantian KAP akan meningkatkan kualitas laba.
(4) Dalam hal KAP yang telah menyelenggarakan audit umum atas laporan
keuangan dari suatu entitas melakukan perubahan komposisi Akuntan
Publiknya, maka terhadap KAP tersebut tetap diberlakukan ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(5) KAP yang melakukan perubahan komposisi Akuntan Publik yang
mengakibatkan jumlah Akuntan Publiknya 50% (lima puluh per seratus)
atau lebih berasal dari KAP yang telah menyelenggarakan audit umum
atas laporan keuangan dari suatu entitas, diberlakukan sebagai
kelanjutan KAP asal Akuntan Publik yang bersangkutan dan tetap
diberlakukan pembatasan penyelenggaraan audit umum atas laporan
keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(6) Pendirian atau perubahan nama KAP yang komposisi Akuntan Publiknya
50% (lima puluh per seratus) atau lebih berasal dari KAP yang telah
menyelenggarakan audit umum atas laporan keuangan dari suatu
entitas, diberlakukan sebagai kelanjutan KAP asal Akuntan Publik yang
bersangkutan dan tetap diberlakukan pembatasan penyelenggaraan
audit umum atas laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1).
Hipotesa
Berangkat dengan pendapat bahwa akan terjadi pergeseran pangsa pasar
audit di Indonesia setelah diterapkannya aturan Kewajiban Rotasi KAP di
Indonesia, maka dikembangkan hipotesa
H1 = Proporsi pangsa pasar audit KAP Big 4/5 di Indonesia saat
setelah penerapan aturan Kewajiban Rotasi KAP lebih kecil
(mengalami penurunan) dibandingkan saat sebelum penerapan aturan
Kewajiban Rotasi KAP
Kemudian, pada kenyataannya, banyak KAP menengah-besar, terutama
Big 4, melakukan tindakan untuk menyiasati aturan Kewajiban Rotasi KAP
tersebut agar mempertahankan klien-klien audit umumnya dan menjaga proporsi
pangsa pasar audit umum di Indonesia. KAP Big 4/5 melakukan perubahan
nama dan melakukan perubahan rekan AP dengan cara mencutikan AP lama
dan melakukan regenerasi dengan mempromosikan pegawai KAP menjadi rekan
AP baru. Penulis belum menemukan studi tentang efek aturan Kewajiban Rotasi
KAP terhadap regenerasi karena mungkin hal ini merupakan efek samping yang
tidak terlalu signifikan di dunia Internasional, namun menurut penulis hal ini patut
menjadi perhatian di Indonesia karena sedikitnya jumlah Akuntan Publik dan
proporsi Akuntan Publik dikuasai oleh angkatan tua (63% Akuntan Publik
berumur > 50 tahun). Maka diajukan hipotesa tambahan
H2 = Pertumbuhan rekan AP baru di KAP Big 4/5 saat setelah
penerapan aturan Kewajiban Rotasi KAP lebih tinggi (meningkatkan)
dibanding saat sebelum penerapan aturan Kewajiban Rotasi KAP
juga yang memakai jumlah klien audit umum untuk mendekati variabel pangsa
pasar audit (SDA Bocconi, 2002; Arrunada dan Paz-Arez ,1997, Arfiansyah,
2007)
Pendekatan variabel pangsa pasar audit dengan pendapatan total KAP
dapat dipakai karena didalamnya terkandung informasi mengenai jumlah audit
fee yang diterima oleh KAP (yang biasanya merupakan komponen terbesar
pendapatan KAP jika dibandingkan non audit fee), dan biasanya makin besar
audit fee berarti klien semakin besar dan kompleks, sehingga cukup
mencerminkan penguasaan pasar audit.
Data diolah dan disusun dengan membedakan data seluruh KAP
dimaksud ke dalam dua kategori, Big 4/5 dan Non Big 4/5, kemudian dihitung
proporsinya. Kemudian data-data tersebut di atas dikelompokkan menjadi waktu
sebelum penerapan aturan Kewajiban Rotasi KAP (tahun 1999-2002) dan
setelah penerapan aturan Kewajiban Rotasi KAP (tahun 2003-2006), baik untuk
jumlah klien audit umum KAP maupun untuk pendapatan total KAP.
Sedangkan regenerasi pada KAP Big 4/5 dikelompokkan menjadi waktu
sebelum penerapan aturan Kewajiban Rotasi KAP (tahun 2000-2002) dan
setelah penerapan aturan Kewajiban Rotasi KAP (tahun 2003-2005).
Pengujian hipotesa 2
Dapat dilihat di Tabel 3 dan Grafik 3, pertumbuhan rekan Akuntan Publik
(regenerasi) di KAP Big 4/5 mengalami peningkatan sejak tahun 2003. Hal ini
disebabkan oleh penyiasatan KAP Big 4/5 terhadap aturan Kewajiban Rotasi
KAP (KMK 423 jo. 359) untuk mempertahankan pangsa pasar audit KAP di
Indonesia.
Setelah dilakukan pengujian dengan uji t (dengan asumsi distribusi
normal) diperoleh p (2 arah) = 0.017, yang berarti signifikan pada α = 1.7%.
Kemudian diuji lagi dengan uji Wilcoxon (dengan asumsi distribusi tidak diketahui
apakah normal atau tidak) diperoleh p (2 arah) = 0.109, yang berarti signifikan
pada α = 10.9%.
Hasilnya diperoleh bukti bahwa pertumbuhan rekan (regenerasi) KAP Big
4/5 di Indonesia, saat setelah penerapan aturan Kewajiban Rotasi KAP
mengalami kenaikan cukup signifikan dibandingkan saat sebelum penerapan
aturan rotasi KAP .
kualitas audit dan independensi AP, dianggap penulis termasuk penting karena
akan merubah struktur AP yang selama ini didominasi oleh angkatan tua akan
diregenerasi oleh angkatan muda. Masalah perkembangan AP menjadi masalah
di Indonesia karena saat ini 63 % AP yang aktif mempunyai usia diatas 50 tahun,
sedangkan jumlah angkatan muda sedikit sehingga dikhawatirkan akan
menyebabkan punahnya dan terjadi kelangkaan pada profesi AP.
Namun ada sedikit kekuatiran seperti yang disampaikan oleh Comunale
dan Sexton (2005) yaitu pasar audit umum akan makin tergantung dari
kemampuan KAP untuk mencari klien bukan untuk mempertahankan klien. KAP
diekspektasi akan mengalokasikan lebih banyak uang untuk merekrut klien audit
baru dan lebih sedikit uang untuk mempertahankan uang yang akan
menimbulkan tekanan pada KAP untuk mengurangi biaya dan kualitas audit yang
secara ironis akan berlawanan dengan kebijakan penerapan aturan ini yang
bertujuan untuk meningkatkan kualitas audit dan independensi auditor.
Penelitian lebih lanjut tentang efek penerapan aturan Kewajiban Rotasi
KAP terhadap pangsa pasar audit di Indonesia dapat ditambahkan dengan
parameter usaha KAP dalam mempertahankan klien maupun mencari klien baru.
Selain itu, dapat diteliti lebih lanjut lagi mengenai faktor-faktor yang dapat
meningkatkan kuantitas AP di Indonesia (selain aturan Kewajiban Rotasi KAP)
dalam rangka mengembangkan profesi AP dan yang termasuk penting ialah
mengenai hubungan antara kualitas audit dan pangsa pasar.
Referensi
Arel, B., R., G. Brody., and K. Pany. 2005. Audit firm rotation and audit quality.
The CPA Journal 2005 75(1): 36-39
Arfiansyah, Z. (2007), Konsentrasi Pasar Audit di Indonesia, Universitas
Indonesia
Arrunada, B. & Paz-Ares C.(1997), Mandatory rotation of company auditors: A
critical examination, International Review of Law and Economics, Vol. 17,
Issue 1, p.31-61
Beattie, V., Goodcare, A. & Fearnley, S. (2003), And then there four: A Study of
UK audit market concentration-causes, concequences and the scope for
market adjustment, Journal of Financial Regulation and Compliance, 11, 3,
p. 250-265
Buijink, W., Maijoor, S., Meuwissier, R., & van Witteloostuijn, A. (1996), The Role,
Position, and Liability of the Statutory Auditor within the European Union,
ECSC-EC-EAEC, study commissioned by DG XV of the European
Commission, European Commission, Luxembourg
Catanagh, A.H. & Walker, P.L. (1999), The International debate over mandatory
auditor rotation : a conceptual research framework, Journal of International
Accounting, Auditing, and Taxation, Vol. 8, p. 43-66
Cameron, M., Di Vincenzo, D., & Merlotti, E. (2005), The Audit Firm Rotation
Rule : A Review of the Literature, Academic Research, SDA Bocconi
School of Management.
Cameron, M., Di Vincenzo, D., & Merlotti, E. (2002), The Impact of mandatory
audit rotation on audit quality and on audit pricing: the case of Italy.
Academic Research, SDA Bocconi School of Management
Carcello, J. V., and NAGY, A. L. (2004), Audit Firm Tenure and Fraudulent
Financial Reporting. Auditing: A Journal of Practice and Theory 23, p. 55-
69.
Chung, H. (2004), Selective Mandatory Auditor Rotation and Audit Quality: an
Empirical Investigation of Auditor Designation Policy in Korea. SSRN
Working paper
Comunale, C.L. & Sexton, T.R. (2003), Current Accounting Investigation: Effect
on Big 5 Market Share, Managerial Auditing Journal 18 No. 6/7, p. 569-
576
Comunale, C.L., Sexton, T.R. (2005), Mandatory auditor rotation and retention:
impact on market share, Managerial Auditing Journal 20 No. 3, Accounting
& Tax Periodicals, p. 235-248
Deis, D.R., and Giroux, G. A. (1992), Determinants of Audit Quality in the Public
Sector. The Accounting Review 67, p. 462-479
Departemen Keuangan, Profil KAP Tahun 1999
Departemen Keuangan, Profil KAP Tahun 2000
Departemen Keuangan, Profil KAP Tahun 2001
Departemen Keuangan, Profil KAP Tahun 2002
Departemen Keuangan, Profil KAP Tahun 2003
Departemen Keuangan, Profil KAP Tahun 2004
Departemen Keuangan, Profil KAP Tahun 2005
Departemen Keuangan, Profil KAP Tahun 2006
Dopuch, N., King, R.R., Schwartz, R. (2001), An Experimental investigation of
retention and rotation requirements, Journal of Accounting Research, Vol.
39 No. 1, p. 93-117
DeFond, M.L., Wong, T.J., Li, S. (2000), The impact of improved auditor
independence on audit market concentration in China, Journal of
Accounting and Economics 28, p. 269-305
Gavious, I. (2007), Alternative perspectives to deal with auditors’ agency
problem, Critical Perspectives on Accounting 18, p. 451-467
Ghosh, A., and D. C. Moon. 2005. Auditor tenure and perceptions of audit quality.
The Accounting Review 80 (2): 585-612
Gietzmann, M.B., Sen, P.K. (2002), Improving auditor independence through
selective mandatory rotation, International Journal of Auditing, Vol. 6, p.
183-210
Indarto (2007), Rancangan Undang-Undang Profesi Akuntan Publik : Sebuah
Tuntutan, Economic Business & Accounting Review Vol. II No. 3
Lampiran
1. Tabel 1. Proporsi Pangsa Pasar Berdasarkan Klien Audit Umum KAP
Proporsi Klien Audit Umum
Tahun KAP Big 5/4 KAP Non Big 5/4
1999 69.46% 30.54%
2000 66.50% 33.50%
2001 43.00% 57.00%
2002 43.42% 56.58%
2003 22.55% 77.45%
2004 26.36% 73.64%
2005 23.76% 76.24%
2006 23.89% 76.11%
90.00%
Proporsi Pangsa Pasar
80.00%
70.00%
60.00%
50.00%
40.00%
30.00%
20.00%
10.00%
0.00%
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Tahun
100.00%
Proporsi Pangsa Pasar
80.00%
60.00%
40.00%
20.00%
0.00%
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Tahun
Uji Wilcoxon
Ranks
Mean Sum of
N Rank Ranks
Setelah_rotasi - Negative
4a 2.50 10.00
Sebelum_rotasi Ranks
Positive
0b .00 .00
Ranks
Ties 0c
Total 4
Test Statisticsb
Setelah_rotasi - Sebelum_rotasi
Z -1.826a
Asymp. Sig. (2-
.068
tailed)
Uji Wilcoxon
Ranks
Mean Sum of
N Rank Ranks
Setelah_rotasi - Negative
4a 2.50 10.00
Sebelum_rotasi Ranks
Positive
0b .00 .00
Ranks
Ties 0c
Total 4
Test Statisticsb
Setelah_rotasi -
Sebelum_rotasi
Z -1.826a
Asymp. Sig. (2-
.068
tailed)
9. Pengujian Hipotesa 2
Uji t : dengan 2 sample beda varians
Sebelum Aturan Rotasi Setelah Aturan
KAP Rotasi KAP
Mean 0.333333333 12
Variance 0.333333333 7
Observations 3 3
Hypothesized Mean
Difference 0
Df 2
t Stat -7.462025072
P(T<=t) one-tail 0.008744713
t Critical one-tail 1.885618985
P(T<=t) two-tail 0.017489425
t Critical two-tail 2.91998731
Uji Wilcoxon
Ranks
Mean Sum of
N Rank Ranks
Setelah_rotasi - Negative
0a .00 .00
Sebelum_rotasi Ranks
Positive
3b 2.00 6.00
Ranks
Ties 0c
Total 3
Test Statisticsb
Setelah_rotasi - Sebelum_rotasi
Z -1.604a
Asymp. Sig. (2-tailed) .109
Falikhatun
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Abstract
The objective of this research are: first, examining the effect of turnover
intentions, self rate employee performance and self esteem on acceptance of
dysfunctional behavior in audit, and second tested the differences on acceptance of
dysfunctional behavior in audit for male and female auditor. Hypotheses that
proposed are turnover intentions and self esteem will have positive effect on
acceptance of dysfunctional behavior in audit, while, self rate employee performance
will has negative effect on acceptance of dysfunctional behavior in audit. The next
hypotheses is the difference of acceptance of dysfunctional behavior in audit for
male and female auditor.
The population is auditors working in public accountant firm located in Central
Java. Purposive random sampling used to take the samples. Data collection method
that used is mail questionnaires method. Data analyze method is validity and
reliability analysis, classic assumption analysis and hypotheses analysis that used
multiple regression and independent sample t test.
The results are all variables valid and reliable and fulfil classic assumption.
The result of hypotheses analysis show that self rate employee performance will has
positive significantly effect on acceptance of dysfunctional behavior in audit, while
turnover intentions, and self esteem have insignificant positive effect on acceptance
dysfunctional behavior. For gender prespective, acceptance of dysfunctional
behavior in audit for male and female auditor isn’t different.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Akuntan perempuan mungkin menjadi subjek penyimpangan di tempat kerja
sebagai suatu konsekuensi profesi Akuntan Publik berstereotype pria. Efek
negatif gender-stereotype pada perempuan sebagai Akuntan Publik adalah
situation-centered dan person-centered (Maupin, 1990). Situation-centered berarti
bahwa penerimaan pada informasi dalam perusahaan seperti struktur sosial dan
struktur kekuasaan adalah factor penting dalam pengembangan karir
profesionalnya. Adapun Person-centered melihat penyimpangan gender
didasarkan pada sex-role inventory (Bem’s 1974, dalam Maupin, 1990), yang
mengklasifikasikan ciri kepribadian sebagai kepemilikan karakteristik maskulin,
feminim atau netral.
Lehman (1990 dalam Maupin, 1990) menemukan bahwa stereotype
kepribadian maskulin (seperti kepemimpinan, ketangguhan pribadi, ketegasan)
lebih lazim berada di rangking atas (manajer dan partner) pada kedua gender.
Selanjutnya Lehman (1990) dalam Maupin (1990) menginterpretasikan sikap
stereotype-maskulin adalah salah satu kunci sukses dalam Akuntansi Publik.
Hasil survei American Institute of Certified Public Accountant (1988) yang
dikutip Samekto (1999), menunjukkan perbandingan lebih dari 50% lulusan
akuntansi adalah perempuan. Secara umum, setiap lulusan jurusan akuntansi
dapat memilih profesi akuntansi dan auditing. Hal ini juga berlaku pada lulusan
akuntansi perempuan. Penelitian Collins, Hooks, dan Cheramy menunjukkan
adanya peningkatan jumlah perempuan yang memilih profesi akuntan publik pada
25 tahun terakhir mengangkat isu perbedaan gender yang berkembang dalam
profesi akuntan ini (Samekto,1999).
Penelitian terdahulu (Cohen dan Sharp, 1998) menemukan bahwa secara
psikologi dan literatur pemasaran menyarankan bahwa gender merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi penampilan auditor dalam memberikan judgment.
Penelitian ini menunjukkan bahwa perempuan lebih efisien dan efektif dalam
melaksanakan tugas auditnya dibandingkan pria karena perempuan memiliki
kemampuan superior untuk membedakan dan menyatukan dalam suatu
judgment.
Selanjutnya hasil penelitian Chung dan Monroe (2001) menyatakan bahwa
dalam kondisi tingkat tekanan yang rendah, auditor perempuan kurang akurat
Bridging the Gap between Theory and Practice AUD05- 2 -
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008
Turnover Intentions
Turnover Intentions merupakan hasil akhir keluarnya beberapa karyawan dan
masuknya karyawan lain pada suatu organisasi (Glueck dalam Wibowo, 2004).
Werther dan Davis dalam Wibowo (2004) mendefinisikan turnover intentions
sebagai kesediaan karyawan untuk meninggalkan organisasi dan berpindah ke
organisasi lainnya. Turnover intentions bisa terjadi karena adanya tekanan dalam
pekerjaan, sehingga turnover intentions bisa terjadi karena adanya tekanan
dalam pekerjaan , sehingga turnover intentions bisa menjadi petunjuk tekanan
tersebut (Filippo dalam Wibowo, 2004). Fenomena turnover intentions
menunjukkan perubahan-perubahan yang terjadi pada tenaga kerja yaitu tendensi
karyawan untuk meninggalkan organisasi dan untuk digantikan yang lain (Yoder
dalam Wibowo, 2004).
Malone dan Roberts (1996) mengatakan auditor yang memiliki keinginan
untuk meninggalkan perusahaan lebih dapat terlibat dalam dysfunctional behavior
karena menurunnya ketakutan akan kemungkinan jatuhnya sangsi apabila
perilaku tersebut terdeteksi. Lebih lanjut, individu yang berniat meninggalkan
Bridging the Gap between Theory and Practice AUD05- 5 -
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008
perusahaan dapat dianggap tidak begitu peduli dengan dampak buruk dari
dysfunctional behavior terhadap penilaian kinerja dan promosi. Jadi, auditor
yang memiliki keinginan tinggi untuk berhenti dari perusahaan lebih menerima
dysfunctional behavior dalam audit. Hipotesis yang dirumuskan adalah:
H1: Turnover Intentions berpengaruh positif dan signifikan
terhadap penerimaan Dysfunctional Behavior dalam Audit.
Self Esteem
Self perceived competency dan self evaluation diasumsikan sebagai fungsi dari
pengalaman dan pembelajaran sosial dan merupakan nilai yang diberikan
seseorang terhadap dirinya sebagai akibat dari interaksi dengan orang lain.
Belkoui (1989) menyatakan bahwa self esteem adalah penilaian yang dibuat
seseorang tentang nilai dirinya sendiri.
Field (2001) menyatakan bahwa self esteem adalah derajat suka atau
tidak suka individu terhadap dirinya sendiri. Self esteem dapat diperoleh dari
pengalaman yang dimiliki seseorang dalam mengatasi tantangan dalam hidup
mereka. Self esteem akan mempengaruhi cara-cara seseorang berperilaku
dalam lingkungan. Self esteem yang tinggi mampu mendorong individu memiliki
ambisi yang tinggi dan dapat menyebabkan individu menggunakan segala cara
untuk mencapairrya.
Self Esteem dapat diperoleh dari pengalaman yang dimiliki seseorang
dalam mengatasi tantangan dalam hidup mereka. Dalam hal ini, self esteem akan
mempengaruhi cara seseorang berperilaku dalam lingkungan. Dalam lingkungan
organisasi, orang yang memiliki self esteem yang tinggi akan mampu menghargai
diri sendiri dan rekan kerja mereka. Selanjutnya Perera (2004) menyatakan
bahwa jika individu yang mempunyai self esteem rendah dan mengabaikan
ambisi yang dimilikinya, maka individu tersebut tidak akan mencapai hasil sesuai
keinginannya.
Dalam bidang audit, individu yang menggunakan segala cara untuk
mendapatkan apa yang diinginkannya, dapat menimbulkan dysfunctional
behavior dalam menjalankan tugasnya sebagai auditor. Atas dasar ini, maka
auditor yang memiliki self esteem yang tinggi sebagai faktor penyebab tingginya
ambisi lebih dapat menerima dan melakukan dysfunctional behavior dalam audit.
Hubungan antara self esteem dengan dysfunctional behavior dalam audit dapat
membentuk hipotesis berikut:
H3: Self Esteem berpengaruh positif dan signifikan terhadap
Penerimaan Dysfunctional Behavior dalam Audit.
METODA PENELITIAN
Pemilihan Sampel dan Pengumpulan Data
Populasi dalam penelitian ini adalah auditor yang bekerja di Kantor Akuntan
Publik (KAP) se Jawa Tengah. Penyampelan dilakukan dengan metoda
purposive sampling method. Dalam metoda ini, informasi akan dikumpulkan dari
responden yang memenuhi kriteria tertentu antara lain: auditor telah bekerja
minimal satu tahun dan telah memiliki pengalaman audit minimal tiga kali.
Pengumpulan data menggunakan kuesioner dengan mail survey disertai dengan
perangko balasan.
Bridging the Gap between Theory and Practice AUD05- 8 -
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008
Lama Kerja
(Tahun) Jumlah Persentase
< 1 tahun 4 9,10%
1-2 tahun 13 29,54%
2-3 tahun 11 25,00%
> 3 tahun 16 36,36%
Total 44 100.00%
Pendidikan
Terakhir Jumlah Persentase
D3 9 20,45%
S1 32 72,73%
S2 3 6,82%
S3 0 0.00%
Total 44 100.00%
Sumber; Hasil Olahan Data
Hasil pengujian hipotesis satu dengan regresi linier berganda nampak pada
tabel 3 berikut:
Hasil pengujian hipotesis dua dengan regresi linier nampak pada tabel 4
berikut:
Levene Test
’sfor t-TestFor Mean
EqualitOf Equalit
yVarian y of
ces
F Sig. t df Sig. (2- Mean Std. 95%
tailed) Differe Error Confide
nce Differe nce
nce Interval
of the
Differen
ce
Lower Upp
er
DYSF Equal variances 0.248 0.621 0.67 42 0.505 1.769 2.633 -3.5457 7.08
UN assumed 2 7 42
Equal variances 0.66 34.57 0.513 1.769 2.676 -3.6670 7.20
not assumed 1 5 6 54
Sumber: Hasil Olahan Data
SIMPULAN
Hasil analisis data dalam penelitian ini mengidentifikasikan beberapa hal, yaitu
secara keseluruhan hasil penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian
sebelumnya, terutama Donnelly, Quirin, dan O’Bryan (2003). Namun dalam
perspektif gender, hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian Davidson
dan Dalby (1993), serta Johnson dan Dierks (1998). Selanjutnya hasil pengujian
hipotesis pertama menghasilkan koefisien regresi 0,411 dengan probabilitas 0,168
(p<0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa turnover intentions tidak
berpengaruh terhadap penerimaan dysfunctional behavior dalam audit
Hasil pengujian hipotesis kedua menghasilkan koefisien regresi sebesar
0,801 dengan probabilitas 0,011, sehingga simpulannya adalah Self rate employee
berpengaruh terhadap penerimaan Dysfunctional Behavior dalam Audit.
Adapun hasil pengujian hipotesis ketiga ditunjukkan oleh koefisien regresi sebesar -
0,01392 dengan probabilitas 0,950, sehingga dapat disimpulkan self esteem tidak
berpengaruh terhadap penerimaan Dysfunctional Behavior dalam Audit.
Hipotesis keempat yang dilakukan dengan uji statistik Independent Sample t-
Test menunjukkan nilai F hitung pada equal variance assumed (e.v.a) sebesar
0,248 dengan probabilitas 0,621, sehingga simpulannya adalah tidak terdapat
Bridging the Gap between Theory and Practice AUD05- 16 -
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008
Keterbatasan
Sekalipun penelitian ini telah dirancang dengan baik, namun hasil penelitian ini
masih memiliki berbagai keterbatasan, oleh karena itu terdapat beberapa saran
yang perlu dikemukakan untuk memperbaiki penelitian selanjutnya, antara lain:
1. Responden perlu diperluas pada Kantor Akuntan Publik lain, terutama KAP di
kota-kota besar di Indonesia,
2. Metoda pengumpulan data perlu ditambahkan dengan metoda lain untuk
mendapatkan data yang lengkap, misalnya dengan cara mendatangi
langsung responden dalam proses penyebaran dan pengumpulan kuesioner
serta melakukan wawancara secara langsung dalam pengisian kuesioner
sehingga jawaban responden lebih mencerminkan jawaban yang
sebenarnya.
3. Penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan memasukkan variabel-variabel
lain terutama variabel-variabel organisasional.
Implikasi
1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan
antara Self rate employee terhadap penerimaan dysfunctional behavior dalam
audit. Oleh karena itu Kantor Akuntan Publik perlu mempertimbangkan
karakter personal staf audit yang akan ditugaskan dalam pengauditan,
sehingga penerimaan dysfunctional behavior dalam audit dapat
diminimalisasi.
2. Auditor harus memiliki pengetahuan dan pemahaman yang baik mengenai
Standar Audit (Standar Umum, Standar Pelaporan, Standar Pekerjaan
Lapangan) dan Kode Etik Akuntan, sehingga kemungkinan terjadinya
dysfunctional behavior dalam audit dapat dikurangi.
3. Kantor Akuntan Publik harus memberi sanksi yang tegas kepada auditor yang
melakukan penerimaan dysfunctional behavior dalam audit.
DAFTAR PUSTAKA
Chung J. dan G.S. Monroe. 2001. A Research note on the effects of gender
and task complexity on an audit judgment. Behavioral Research in
Accounting Vol. 13: 111-125.
Cohen, J.R., L.W. Paint dan D.J. Sharp. 1998. The effect of gender and
academic discipline diversity on the ethichal intentions and ethichal
orientation of potential public accounting recruits. Accounting Horizon,
Vol. 12:3.
Donnely, David P., Jeffrey J. Q, and David O., 2003 "Auditor Acceptance of
Dysfunctional Audit Behavior : An Explanatory Model Using Auditors'
Personal Characteristics." Journal of Behavioral Research In
Accounting: vol 15: 87-107.
Field, Linda. 2002. “Self Esteem for Woman: A Practical Guide to Love,
Intimacy and Success”, Vermilion, London.
Malone, C.F., and R.W. Roberts. 1996. Factors Associated with The
Incidence of Reduced Audit Quality Behaviors. Auditing: A Journal of
Practice and Theory 15 (2): 49-64.
Samekto, Agus. 1999. Perbedaan Kinerja Laki-laki & Wanita pada Kantor
Akuntan Publik di Surabaya. Tesis S2 (tidak diterbitkan). Fakultas
Ekonomi UGM.
Kuisioner ini terdiri dari beberapa item pertanyaan. Yakinkan bahwa Bapak/Ibu
hanya mengisi/melingkari 1 jawaban dan tidak ada pertanyaan yang tidak
dijawab.
ini
6 Di KAP ini, anda dapat 1 2 3 4 5 6 7
membuat perubahan
7 Di KAP ini, anda berharga 1 2 3 4 5 6 7
8 Anda senang membantu 1 2 3 4 5 6 7
di KAP ini
9 Di KAP ini, anda adalah 1 2 3 4 5 6 7
orang yang efisien
10 Di KAP ini, anda dapat 1 2 3 4 5 6 7
diajak bekerjasama
Uji Normalitas
Coefficients(a)
Stan
dardi
zed
Coef
Unstandardized ficie
Coefficients nts
Std.
Model B Error Beta t Sig.
1 (Constant) -2.600 8.011 -.325 .747
X1
- -
TURNOVE -.264 .173 .131
.198 1.530
R
X2 SELF
RATE
8.731E-
EMPLOYE .170 .083 .513 .610
02
E
X3
SELF 3.421E-
.161 .043 .212 .833
ESTEEM 02
Uji Multikolinearitas
Coefficients(a)
Stan
dardi
zed
Coef
Unstandardized ficie Collinearity
Coefficients nts Statistics
Std. Toleran
Model B Error Beta t Sig. ce VIF
1 (Constant) -
11.95 13.426 -.890 .377
0
X1
1.50 1.19
TURNOVE .436 .289 .161 .137 .836
7 6
R
X2 SELF
RATE 1.28 1.87
.368 .285 .172 .202 .534
EMPLOYE 9 2
E
X3
SELF - 2.89
-.116 .271 -.427 .671 .345
ESTEEM .071 6
Uji Autokorelasi
Model Summary(b)
Std.
Error of Durbin
R Adjuste the -
Mod Squar dR Estimat Watso
el R e Square e n
1 .653a .427 .379 7.59 1.855
a Predictors: (Constant), X1 TURNOVER, X2 SELF RATE EMPLOYEE , X3
SELF ESTEEM
b Dependent Variable: Y DYSFUNCTIONAL BEHAVIOR
Uji Heterokedastisitas
Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual
Dependent Variabel: DYSFUNCTIONAL BEHAVIOR
p
1.00
.75
Expected Cum Prob
.50
.25
0.00
0.00 .25 .50 .75 1.00
Regression
Variables Entered/Removed
Model Variables Variables Method
Entered Removed
1 SELFESTE, . Enter
TURNOVER
, SELFRATE
a All requested variables entered.
b Dependent Variable: DISFUNCT
Model Summary
Model R R Adjusted R Std. Error of the Durbin-Watson
Square Square Estimate
1 .559 .313 .261 7.3362 1.338
a Predictors: (Constant), SELFESTE, TURNOVER, SELFRATE
b Dependent Variable: DISFUNCT
ANOVA
Model Sum of df Mean F Sig.
Squares Square
1 Regressi 979.088 3 326.363 6.064 .002
on
Residual 2152.82 40 53.821
1
Total 3131.90 43
9
a Predictors: (Constant), SELFESTE, TURNOVER, SELFRATE
b Dependent Variable: DISFUNCT
Coefficients
Unstand Standard t Sig.
ardized ized
Coefficie Coefficie
nts nts
Model B Std. Beta
Error
1 (Constan 15.929 9.427 1.690 .099
t)
TURNO .411 .293 .195 1.404 .168
VER
SELFRA .801 .300 .485 2.669 .011
TE
SELFES -1.392E- .223 -.011 -.063 .950
TE 02
a Dependent Variable: DISFUNCT
Casewise Diagnostics
Case Std. DISFUN
Number Residual CT
30 -4.140 30.0
a Dependent Variable: DISFUNCT
Residuals Statistics
Minimum Maximu Mean Std. N
m Deviatio
n
Predicte 44.143 61.379 50.045 4.7717 44
d Value
Residual -30.373 11.987 .000 7.0757 44
Std. -1.237 2.375 .000 1.000 44
Predicte
d Value
Std. -4.140 1.634 .000 .964 44
Residual
a Dependent Variable: DISFUNCT
T-Test
Group Statistics
GENDE N Mean Std. Std.
R Deviatio Error
n Mean
DISFUN pria 26 50.769 8.2768 1.6232
CT
perempu 18 49.000 9.0294 2.1282
an
Lower Upp
er
DYSF Equal 0.248 0.621 0.67 42 0.505 1.769 2.633 -3.5457 7.08
UN varian 2 7 42
ces
assum
ed
Equal 0.66 34.57 0.513 1.769 2.676 -3.6670 7.20
varian 1 5 6 54
ces
not
assum
ed
Abstract
The prediction on issuing going concern opinion has been major concern for
auditor or shareholders. Today, auditor responsibility is winding, not only in judging
the financial report or detecting fraud, but also they have to judge the company
ability to maintain company going concern. That happens because there is demand
from the shareholders to give the early warning information about company prospect
that influence the investing decision of the shareholders. The goal of this research
are to predicting the influence of opinion shopping that exercise by the company
ability with the change of receiving going concern opinion.
This research use manufacture company that listed in Jakarta Stock
Exchange (JSX) between 2003 to 2007 as the sample. The method that been used
to analyses the correlation between variable are binary logistic regression method,
with the using of two type of regression : first, the correlation between opinion
shopping with going concern and the others, is the correlation between opinion
shopping with auditor switching. This regression method refer to the research that
done by Mirna Dyah Praptitorini and Indira Januarti (2007) which adapted to the
research that done by Lennox (2002).
From the result, can be conclude that opinion shopping indicate the difference
way with hypothsis, this thing could be happened because of the condition in
Indonesia are different with other country, company in other country more likely
prefer to replace their auditor to get good opinion in going concernThe other result
from this research is going concern in auditor’s opinion more often happen during
normal year (after crisis), this thing occur because of politics factors between year of
2003 to 2007 not stabile that effect the economy of Indonesia.
1. PENDAHULUAN
Keberadaan entitas bisnis merupakan ciri dari sebuah lingkungan ekonomi,
yang dalam jangka panjang bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup
usahanya. Kelangsungan hidup usaha selalu dihubungkan dengan kemampuan
manajemen dalam mengelola perusahaan agar bertahan hidup. Ketika kondisi
ekonomi merupakan sesuatu yang tidak pasti, para investor mengharapkan auditor
memberikan early warning akan kegagalan keuangan perusahaan (Chen dan
Church 1996). Opini audit atas laporan keuangan menjadi salah satu pertimbangan
yang penting bagi investor dalam mengambil keputusan berinvestasi. Oleh karena
itu, auditor sangat diandalkan dalam memberikan informasi yang baik bagi investor
(Levitt, 1998 dalam Fanny dan Saputra, 2005).
Auditor juga bertanggung jawab untuk menilai apakah terdapat kesangsian
besar terhadap kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan
hidupnya dalam periode waktu tidak lebih dari satu tahun sejak tanggal laporan audit
(SPAP seksi 341, 2001). Saat ini, auditor harus mengemukakan secara eksplisit
apakah perusahaan klien akan dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya
sampai setahun kemudian setelah pelaporan (AICPA, 1988). Masalah timbul ketika
banyak terjadi kesalahan opini (audit failures) yang dibuat oleh auditor menyangkut
paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan
kelangsungan hidupnya (Sekar, 2003 dalam Mirna Dyah Praptitorini dan Indira
Januarti, 2007). Beberapa penyebabnya antara lain, pertama, masalah self-fulfilling
prophecy yang mengakibatkan auditor enggan mengungkapkan status yang
mengancam menyangkut kelangsungan hidup usahanya, yang muncul ketika
auditor khawatir bahwa paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas dalam
mempertahankan kelangsungan hidupnya yang dikeluarkan dapat mempercepat
kegagalan perusahaan yang bermasalah (Venuti, 2007). Meskipun demikian,
paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan
kelangsungan hidupnya harus diungkapkan dengan harapan dapat segera
mempercepat upaya penyelamatan perusahaan yang bermasalah.
Dampak yang tidak diharapkan dari paragraf penjelas mengenai kemampuan
entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya, yang tidak diinginkan
tersebut mendorong manajemen untuk mempengaruhi auditor dan menimbulkan
konsekuensi negatif dalam pengeluaran paragraf penjelas mengenai kemampuan
2. PERUMUSAN MASALAH
Apakah praktik opinion shopping berpengaruh terhadap kemungkinan
penerimaan paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas dalam
mempertahankan kelangsungan hidupnya pada perusahaan yang mengalami
financial disstress?
4. TINJAUAN PUSTAKA
4.1 Paragraf Penjelas Mengenai Kemampuan Entitas dalam Mempertahankan
Kelangsungan Hidupnya
Opini audit merupakan bagian penting informasi yang disampaikan oleh
auditor ketika mengaudit laporan keuangan suatu perusahaan yang menitikberatkan
pada kesesuaian antara laporan keuangan dengan standard akuntansi yang
berterima umum. Auditor harus mempertimbangkan kondisi going concern
perusahaan yang tercermin dalam prediksi kebangkrutan..
Menurut Penelitian yang dilakukan oleh Margaretta Fanny dan Sylvia Saputra
(2000), Auditor memiliki suatu tanggung jawab untuk mengevaluasi status
kelangsungan hidup perusahaan dalam setiap pekerjaan auditnya. Mengacu kepada
Statement On Auditing Standard No. 59 (AICPA, 1988), auditor harus memutuskan
apakah mereka yakin bahwa perusahaan klien akan bisa bertahan di masa yang
akan datang. PSA 29 paragraf 11 huruf d menyatakan bahwa keragu-raguan yang
Dimana:
Z1 = working capital / total asset
Z2 = retained earnings / total asset
Z3 = earnings before interest and taxes / total asset
Z4 = market capitalization / book value of debt
Z5 = sales / total asset
Model yang telah di kembangkan oleh Altman ini mengalami suatu revisi.
Revisi yang dilakukan oleh Altman merupakan penyesuaian yang dilakukan agar
model prediksi kebangkrutan ini tidak hanya untuk perusahaan – perusahaan
manufaktur yang go public melainkan juga dapat diaplikasikan untuk perusahaan –
perusahaan di sektor swasta.
Model yang lama mengalami perubahan pada salah satu variabel yang
digunakan menjadi :
5. PENELITIAN TERDAHULU
Penelitian yang memprediksi penerimaan paragraf penjelas mengenai
kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya terus
dilakukan, dan perkembangan terbaru mengenai topik ini adalah adanya fenomena
opinion shopping pada perusahaan di Indonesia. Penelitian ini menggunakan model
penelitian Mirna Dyah Praptitorini dan Indira Januarti (2007) yang mengadptasi
model penelitian Lennox (2000) untuk menguji pengaruh opinion shopping terhadap
laporan audit entitas bisnis di Indonesia.
6. PENGEMBANGAN HIPOTESIS
H1 : Opinion shopping berpengaruh negatif terhadap penerimaan laporan auditor
dengan paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas dalam
mempertahankan kelangsungan hidupnya
7. METODE PENELITIAN
7.1 Variabel Dependen
Paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan
kelangsungan hidupnya. (GC)
Paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan
kelangsungan hidupnya concern merupakan variable dikotomous. Variabel ini
merepresentasikan kode 1 jika terdapat paragraf penjelas mengenai kemampuan
entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dan 0 jika tidak terdapat
paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan
kelangsungan hidupnya.
perusahaan yang ada), maka penelitian ini mengambil sampel dari perusahaan
manufaktur karena sektor ini dianggap cukup mewakili keseluruhan perusahaan
yang ada.
Tahun penelitian adalah tahun 2003 sampai 2007, dengan tujuan untuk
mengetahui trend perkembangan terbaru penerimaan paragraf penjelas mengenai
kemampuan entitas dalam mempertahankan keberlangsungan hidupnya sesudah
terjadinya krisis ekonomi dan melonjaknya harga minyak dunia yang mengakibatkan
resesi ekonomi di banyak negara maju dan berkembang. Sampel ditentukan melalui
metode purposive sampling dengan kriteria sampel sebagai berikut:
1. Auditee sudah terdaftar di BEJ sebelum 1 Januari 2003.
2. Auditee tidak keluar (delisting) dari BEJ selama periode penelitian (2003– 2007)
3. Menerbitkan laporan keuangan yang telah diaudit oleh auditor independen dari
tahun 2003-2007
4. Mengalami laba bersih setelah pajak yang negatif sekurangnya dua periode
laporan keuangan selama periode pengamatan (tahun 2003-2007). Kriteria ini
dipilih atas dasar trend negative yang dikemukan IAI dalam PSAP Seksi 341
paragraf keenam.
Melalui metode penentuan sampel tersebut, didapatlah total sampel
sebanyak 155 perusahaan (pooled data tahun 2003-2007), dengan jumlah sampel
setiap tahunnya sebanyak 31 perusahaan.
ln GC
= b0 + b1 BANKRUPT + b2 PO + b3 ALAG + b4 AS + e
1 – GC
Keterangan :
GC = paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan
kelangsungan hidupnya (variabel dummy, 1 jika terdapat paragraf penjelas
mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan
hidupnya, 0 jika tidak terdapat paragraf penjelas mengenai kemampuan
entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya)
ALAG = jumlah hari antara akhir periode akuntansi sampai dikeluarkannya laporan
audit (variabel dummy, 1 jika kurang dari 90 hari, 0 jika lebih dari 90 hari)
dengan :
8.3 Pembahasan
Dari pengujian koefisien diatas, dapat dilihat bahwa variable BANKRUPT
yang diuji melalui Altman Z Score berpengaruh positif terhadap penerimaan paragraf
penjelas mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan
hidupnya. Hasil ini menunjukan bahwa perusahaan yang memiliki indeks
kebangkrutan dibawah 1,81 atau menurut klasifikasi Altman berada dalam kategori
bankrupt cenderung menerima paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas
dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya pada laporan auditnya. Hal ini
dimungkinkan terjadi karena didominasi faktor adanya ketidakpastian dalam kondisi
perekonomian Indonesia pada tahun penelitian, selain karena perusahaan memang
sedang berusaha untuk merustrukturisasi kewajibannya dan beberapa perusahaan
sample memilih untuk melakukan penghentian operasi untuk meminimalisasi
kerugian karena laba dari hasil penjualannya belum cukup untuk menutupi seluruh
kewajiban.
Variabel PO juga memiliki berpengaruh positif terhadap penerimaan paragraf
penjelas mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan
hidupnya perusahaan, hal ini sesuai dengan prediksi penulis dan hipotesa yang
menguatkan bukti bahwa praktik opinion shopping dengan cara mengganti auditor
untuk mendapatkan opini yang lebih baik dan tanpa adanaya paragraf penjelas yang
menyangsikan kemampuan perusahaan dalam memperthankan kelangsungan
hidupnya tidak sesuai dengan kondisi di Indonesia.
9. PENUTUP
9.1 Kesimpulan
Hasil diatas juga tidak dapat menunjukkan bahwa perusahaan di Indonesia
cenderung tidak menerima paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas dalam
mempertahankan kelangsungan hidupnya ketika mempertahankan auditornya. Ini
memberikan bukti bahwa kondisi dalam penelitian ini kurang sesuai dengan praktik
opinion shopping model kedua yang dikemukakan oleh Teoh (1992). Penelitian
terdahulu oleh Mirna Dyah Praptitorini dan Indira Januarti (2007) yang juga
mengedaptasi penelitian Teoh (1992), juga tidak dapat membuktikan terjadinya
praktik opinion shopping melalui yaitu cara yang kedua, yaitu kecenderungan untuk
berganti auditor dengan harapan akan memperoleh opini lebih baik dan tanpa
adanya paragraf penjelas yang menyangsikan kemampuan entitas dalam
mempertahankan kelangsungan hidupnya. Ini membuktikan bahwa praktik opinion
shopping yang terjadi di Indonesia lebih sesuai dengan praktik opnion shopping cara
pertama yang dikemukakan oleh Teoh (1992), yaitu argumen ancaman pergantian
auditor, yang mengakibatkan auditor akhirnya mengeluarkan opini tanpa adanya
paragraf penjelas yang menyasikan kemampuan perusahaan dalam
mempertahankan kelangsungan hidupnya untuk mempertahankan klien tersebut.
Hal ini bisa saja terjadi mengingat marak dan ketatnya persaingan yang terjadi antar
Kantor Akuntan Publik di Indonesia, akibat kurangnya independensi audior yang
seharusnya secara objektif dapat memberikan opini sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya. Argumen ini sejalan dengan pendapat dari Chow dan Rice (1982)
dalam Lennox (2002), dimana dikatakan bahwa walaupun perusahaan sering
mengganti auditor setelah menerima paragraf penjelas mengenai kemampuan
entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya, masih belum jelas apakah
ini mencerminkan praktik opinion shopping. Apalagi masih besar adanya
kemungkinan bahwa opinion shopping justru terjadi pada perusahaan yang
mempertahankan auditor lama.
9.2 Saran
Pada penelitian selanjutnya dilakukan dengan mencari kaitan antara peranan
komite audit dalam perusahaan dengan praktik opinion shopping yang terjadi di
Indonesia, seperti yang dilakukan oleh Lennox (2002), yang memprediksi apakah
komite audit ikut berperan dalam ancaman pergantian auditor yang diterima bila
tidak memberikan opini sesuai dengan yang diharapkan manajemen.
DAFTAR PUSTAKA
Arens, Alvin A., dan James K Lobbecke.1996. Auditing : Pendekatan Terpadu (Judul
Asli : Auditing : An Integrated Approach) Edisi Revisi, Jilid 1. Penerjemah Amir
Abadi Jusuf. Jakarta : Salemba Empat.
Fanny, Margaretta dan Saputra, S. 2005. “Opini Audit Going Concern : Kajian
Berdasarkan Model Prediksi Kebangkrutan, Pertumbuhan Perusahaan, dan
Reputasi Kantor Akuntan Publik (Studi Pada Emiten Bursa Efek Jakarta)”.
Dalam Simposium Nasional Akuntansi VIII. 966-978. www.google.com
Ghozali, Imam. 2006. Analisis Multivariate Lanjutan dengan Program SPSS. Edisi
1.. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro
Pramanik, Pemi. 1994. “Pengaruh Ekspansi terhadap Modal Kerja pada PT Chakra
Perkebunan The Dewata”. Dalam Skripsi. Jakarta : Perpustakaan STEKPI
Praptitorini, Mirna Dyah. dan Indira Januarti. 2007. Analisis Pengaruh Kualitas Audit,
Debt Default dan Opinoin Shopping terhadap Penerimaan Opini Going
Concern. Dalam Simposium Nasional Akuntansi X. Makassar.
www.google.com.
Rahayu, Puji. 2007. Assessing Going Concern Opinion: A Study Based On Finacial
and Non - Finacial Informations. Dalam Simposium Nasional Akuntansi X.
Makassar. www.google.com
Setyarno, Eko Budi dan Indira Januarti. 2006. “Pengaruh Kualitas Audit, Kondisi
Keuangan Perusahaan, Opini Audit Tahun Sebelumnya, Pertumbuhan
Siregar, Mashuri Jaya. 2002. “Analisa Kinerja PT Texmaco Jaya, Tbk. Sebelum dan
Sesudah Dilaksanakannya Restrukturisasi Hutang oleh BPPN”. Dalam Skripsi.
Jakarta : Perpustakaan STEKPI
Teoh, S. 1992. “Auditor Independence, Dismissal Threats, and The Market Reaction
to Auditor Switches”. Dalam Journal of Accounting Research 30. pp 1-23. 5.
www.google.com
LAMPIRAN
Logistic Regression
-2 Log Coefficients
Iteration likelihood Constant
Step 1 213.784 .168
0 2 213.784 .168
a. Constant is included in the model.
b. Initial -2 Log Likelihood: 213.784
c. Estimation terminated at iteration number 2 because
parameter estimates changed by less than .001.
Predicted
Score df Sig.
Step Variables BANKRUPT 16.633 1 .000
0 PO 10.870 1 .001
ALAG .158 1 .691
AS 24.656 1 .000
Overall Statistics 45.417 4 .000
Block 1: Method = Enter
Iteration Historya,b,c,d
-2 Log Coefficients
Iteration likelihood Constant BANKRUPT PO ALAG AS
Step 1 163.693 -2.667 1.660 .700 .758 1.665
1 2 159.790 -3.818 2.434 .894 1.093 2.262
3 159.582 -4.185 2.705 .927 1.182 2.432
4 159.581 -4.217 2.731 .928 1.188 2.444
5 159.581 -4.217 2.731 .928 1.188 2.444
a. Method: Enter
b. Constant is included in the model.
c. Initial -2 Log Likelihood: 213.784
d. Estimation terminated at iteration number 5 because parameter estimates changed by
less than .001.
Chi-square df Sig.
Step 1 Step 54.203 4 .000
Block 54.203 4 .000
Model 54.203 4 .000
Model Summary
Classification Tablea
Predicted
Correlation Matrix
Hasil Output Regresi Logistik SPSS 13 Model Prediksi Praktik Opinion Shopping
dengan Cara Mengganti Auditor (Auditor Switching)
Logistic Regression
Iteration Historya,b,c
-2 Log Coefficients
Iteration likelihood Constant
Step 1 188.594 -.813
0 2 188.513 -.862
3 188.513 -.863
a. Constant is included in the model.
b. Initial -2 Log Likelihood: 188.513
c. Estimation terminated at iteration number 3 because
parameter estimates changed by less than .001.
Predicted
AS
Tidak
Melakukan Melakukan
Pergantian Pergantian Percentage
Observed Auditor Auditor Correct
Step 0 AS Tidak Melakukan
109 0 100.0
Pergantian Auditor
Melakukan
46 0 .0
Pergantian Auditor
Overall Percentage 70.3
a. Constant is included in the model.
b. The cut value is .500
Score df Sig.
Step Variables GC2 4.234 1 .040
0 BANKRUPT 2.001 1 .157
ALAG 8.381 1 .004
Overall Statistics 11.342 3 .010
Iteration Historya,b,c,d
-2 Log Coefficients
Iteration likelihood Constant GC2 BANKRUPT ALAG
Step 1 177.919 -.266 .408 .364 -.872
1 2 177.312 -.409 .509 .546 -.969
3 177.308 -.435 .515 .575 -.973
4 177.308 -.435 .515 .575 -.973
a. Method: Enter
b. Constant is included in the model.
c. Initial -2 Log Likelihood: 188.513
d. Estimation terminated at iteration number 4 because parameter estimates
changed by less than .001.
Chi-square df Sig.
Step 1 Step 11.205 3 .011
Block 11.205 3 .011
Model 11.205 3 .011
Model Summary
Correlation Matrix
Classification Tablea
Predicted
AS
Tidak
Melakukan Melakukan
Pergantian Pergantian Percentage
Observed Auditor Auditor Correct
Step 1 AS Tidak Melakukan
99 10 90.8
Pergantian Auditor
Melakukan
31 15 32.6
Pergantian Auditor
Overall Percentage 73.5
a. The cut value is .500