Anda di halaman 1dari 210

The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium,

and Accounting Workshop


Depok, 4-5 November 2008

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KELEMAHAN PENGENDALIAN


INTERNAL: STUDI EMPIRIS PADA PDAM YANG DIAUDIT OLEH BPK

Benedicta Dhias Ayu Nita Sari


Ronny Prabowo
Intiyas Utami
FE UKSW Salatiga

Abstract

This paper aims to analyze the influencing factors of internal control


weakness. There are four independent variables chosen for the analysis: size, age,
growth, and profitability. Additionally, we also include two control variables: type of
government (Kota or Kabupaten) and location of government (Java/ Bali and Outside
Jaba/Bali). We select PDAM or local water supply firms as our research sample.
Our results show that firm size negatively affects internal control weakness
and while growth positively affects internal control weakness. The result is the same
even after including control variables.

Keywords : Internal control, Internals control weakness, state-owned enterprises


(SOE)

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD01 - 1


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium,
and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

PENDAHULUAN

Terungkapnya kasus Enron tentang adanya window dressing dengan


memanipulasi laporan keuangannya (mark up pendapatan dan menyembunyikan
hutangnya dengan teknik off balance sheet) agar kelihatan dalam kondisi yang baik
telah menyita perhatian publik. Kecurangan tersebut ternyata diketahui dan justru
didukung oleh firma audit Arthur Andersen cabang Houston. Setelah adanya kasus
tersebut, kepercayaan stockholders untuk menanamkan sahamnya pada
perusahaan menjadi berkurang, sehingga keluarlah The Sarbanes-Oxley Act tahun
2002 untuk menggembalikan kepercayaan stockholders. Undang-undang ini
diprakarsai oleh Senator Paul Sarbanes (Maryland) dan Representative Michael
Oxley (Ohio), dan telah ditandatangani oleh Presiden George W. Bush pada tanggal
30 Juli 2002. Undang-undang ini dikeluarkan sebagai respons Kongres Amerika
Serikat terhadap berbagai skandal pada beberapa korporasi besar seperti: Enron,
WorldCom (MCI), AOL TimeWarner, Aura Systems, Citigroup, Computer Associates
International, CMS Energy, Global Crossing, HealthSouth, Quest Communication,
Safety-Kleen dan Xerox; yang juga melibatkan beberapa KAP yang termasuk dalam
“the big five” seperti: Arthur Andersen, KPMG dan PWC.

The Sarbanes-Oxley Act mengharuskan setiap perusahaan untuk melaporkan


pengendalian internal dalam pelaporan keuangannya. Hal ini dilakukan untuk
meningkatkan kepercayaan stockholders, di antaranya dengan meningkatkan
kualitas informasi keuangan serta corporate governance; yang mewajibkan adanya
pengungkapan yang lebih banyak mengenai informasi keuangan, keterangan
tentang hasil-hasil yang dicapai manajemen, dan juga meliputi pengendalian intern.
Dalam Section 404 mengenai Penilaian Manajemen atas Pengendalian Internal
(Management Assessment of Internal Controls) disebutkan bahwa dalam pelaporan
atas pengendalian internal perusahaan harus mencakup mengenai tanggung jawab
manajemen untuk menghasilkan dan memelihara kecukupan bukti-bukti dari struktur
pengendalian internal dan prosedur pengendalian internal dalam setiap pelaporan
keuangan, selain itu dalam assessment pada tiap akhir periode harus mencakup
mengenai keefektifan dari struktur pengendalian internal (lingkungan pengendalian,
sistem akuntansi, dan prosedur pengendalian) dalam pelaporan keuangan
perusahaan. Auditor eksternal diharapkan tidak hanya mengaudit laporan keuangan

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD01 - 2


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium,
and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

perusahaan seperti sebelumnya, namun juga diharapkan memberikan penilaian atas


pengendalian internal perusahaan melalui laporan keuangan dan kinerja
manajemen.

Setiap perusahaan di Amerika diwajibkan melaporkan kekuatan pengendalian


internal dalam laporan keuangannya. SEC (Securities and Exchange Commission)
dalam Final Rule: Management's Reports on Internal Control Over Financial
Reporting and Certification of Disclosure in Exchange Act Periodic Reports mengatur
mengenai pelaporan manajemen mengenai pengendalian internal dalam pelaporan
keuangan dan sertifikasi pengungkapan pada tiap perubahan periode pelaporan,
yang didalamnya mengharuskan adanya pernyataan manajemen mengenai
tanggung jawab untuk membangun dan menjaga kecukupan dengan pengendalian
internal dalam laporan keuangan untuk perusahaan; penaksiran manajemen
mengenai keefektifan dari pengendalian internal; pernyataan yang mengidentifikasi
kerangka kerja yang digunakan manajemen untuk mengevaluasi keefektifan dari
pengendalian internal perusahaan; dan pernyataan mengenai terdaftarnya akuntan
publik dari firma yang mengaudit laporan keuangan perusahaan, meliputi laporan
keuangan tahunan dan penaksiran manajemen mengenai pengendalian internal
perusahaan.

Dalam konteks Indonesia, pengendalian internal juga menjadi salah satu isu
penting dalam tata kelola perusahaan. Pernyataan yang dirilis oleh BUMN (Badan
Usaha Milik Negara) dalam website BPK (http://www.bpk.go.id) menyatakan bahwa
pengendalian internal suatu perusahaan dilakukan dalam rangka menjaga
perusahaan agar tetap berada dalam jalur tujuannya yaitu pencapaian laba dan
misinya, serta untuk meminimalkan perubahan yang mendadak selama operasi
perusahaan. Pengendalian internal melayani berbagai tujuan penting perusahaan,
dan oleh karena itu muncul harapan untuk membuat pengendalian internal dan
pelaporannya menjadi lebih baik. Pengendalian internal adalah suatu proses, yang
dipengaruhi oleh dewan direksi, manajemen, dan personil lain yang dimaksudkan
untuk memberikan keyakinan yang memadai bahwa tujuan-tujuan berikut dapat
dicapai: efektivitas dan efisiensi operasi; kehandalan pelaporan keuangan; dan
ketaatan pada peraturan serta perundangan yang berlaku. Pada praktik dunia
internasional telah muncul kewajiban bagi perusahaan yang berkiprah di dunia pasar

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD01 - 3


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium,
and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

modal untuk menerapkan kerangka sistem pengendalian internal, serta memberikan


evaluasi dan melaporkan pengendalian internal perusahaan secara tersendiri.

Beberapa penelitian menganalisis mengenai faktor-faktor yang


mempengaruhi kelemahan atas pengendalian internal perusahaan. Salah satu
penelitian tersebut adalah penelitian Doyle et al. (2006) mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi kelemahan pengendalian internal dalam pelaporan keuangan
menyatakan bahwa suatu perusahaan yang mempunyai kelemahan dalam
pengendalian internal cenderung merupakan sebuah entitas usaha yang lebih kecil,
lebih muda usianya, mempunyai kelemahan di segi finansial, lebih kompleks,
bertumbuh dengan cepat, dan terdapat restrukturisasi. Kelemahan pengendalian
internal berhubungan dengan: (1) firm size, yang diukur dengan nilai pasar dari
ekuitas ; (2) firm age, diukur dengan angka tahun yang ada pada data CRSP; (3)
financial health, diukur dengan indikator rugi agregat dan proxy untuk resiko
kebangkrutan; (4) financial reporting complexity, yang diukur dengan angka dari
laporan tujuan khusus entitas, laporan segmen, dan translasi mata uang asing; (5)
rapid growth, diukur dengan pengeluaran merger dan akuisisi, serta pertumbuhan
penjualan yang ekstrim; (6) restructuring charges; dan (7) corporate governance,
diukur dengan governance score, yang dikembangkan oleh Brown dan Caylor
(2006).

Krishnan (2005) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi


kelamahan pengendalian internal suatu perusahaan meliputi: (1) governance ; dan
faktor-faktor lain yang berperan sebagai variabel kontrol, yaitu: (2) profitabilitas; (3)
kompleksitas; (4) Perubahan organisasi; (5) Pengalaman CFO. Sedangkan,
Subramanyam et al. (2006) menyatakan bahwa faktor-faktor yang terkait dengan
kelemahan pengendalian internal, meliputi: (1) kompleksitas operasi perusahaan; (2)
perubahan organisasi; (3) pengukuran resiko dalam pengaplikasian akuntansi; (4)
resource constraint indicators.

Di Indonesia, untuk melakukan analisis mengenai faktor-faktor yang


mempengaruhi pengendalian internal pada perusahaan yang bersumber pada data
keuangan masih sulit dilakukan. Hal ini dikarenakan, belum adanya kewajiban bagi
perusahaan publik untuk membuat laporan mengenai pengendalian internal
perusahaan. Namun demikian, pada laporan keuangan PDAM (Perusahaan Daerah

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD01 - 4


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium,
and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Air Minum) yang diaudit oleh BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) terdapat laporan
yang berisi evaluasi mengenai kepatuhan atas pengendalian internal, untuk itu
dalam penelitian ini akan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kelemahan
pengendalian internal dalam PDAM.

Fokus penelitian ini adalah analisis faktor-faktor yang mempengaruhi


kelemahan pengendalian internal dengan mengkombinasikan faktor-faktor dari
penelitian terdahulu, yang dapat diterapkan pada objek penelitian penulis. Namun,
tidak semua faktor-faktor pada penelitian sebelumnya dapat dipakai untuk mengukur
kelemahan pengendalian internal dalam perusahaan publik, karena dalam
perusahaan milik pemerintah, seperti PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum)
variabel-variabel tersebut tidak dapat diukur. Faktor-faktor yang mempengaruhi
kelemahan pengendalian internal tersebut seperti: (1) umur perusahaan,
perusahaan yang mempunyai umur lebih tua biasanya mempunyai prosedur
pengendalian internal untuk perusahaannya, dan biasanya mempunyai lebih sedikit
kelemahan dalam pengendalian internal perusahaan; (2) ukuran perusahaan,
perusahaan yang berukuran besar mempunyai kelebihan dalam mengembangkan
dan mengimplementasikan pengendalian internal perusahaan; (3) kecepatan
pertumbuhan, yang diukur dengan adanya pertumbuhan yang ekstrim terhadap
pendapatan penjualan; (4) profitabilitas, perusahaan dengan profitabilitas yang lebih
tinggi biasanya mempunyai sumber daya yang lebih untuk membangun dan
memelihara pengendalian internal perusahaan tersebut dibanding.

Objek penelitian ini adalah Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), karena
dalam laporan keuangan PDAM yang diaudit oleh BPK terdapat item-item mengenai
evaluasi atas kepatuhan terhadap pengendalian internal, kepatuhan terhadap
pengendalian internal dilakukan untuk memberikan keyakinan bahwa tujuan dari
pengelolaan keuangan yang dikehendaki bisa tercapai.

Pengendalian internal suatu perusahaan dilakukan dalam rangka menjaga


perusahaan agar tetap berada dalam jalur tujuannya yaitu pencapaian laba dan
misinya, serta untuk meminimalkan perubahan yang mendadak selama operasi
perusahaan. Di Amerika Serikat, berdasarkan The Sarbanes-Oxley Act 2002 ada
kewajiban untik melaporkan kelemahan pengendalian internal perusahaan. Di
Indonesia masih sulit dilakukan analisis mengenai pengendalian internal perusahaan

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD01 - 5


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium,
and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

yang bersumber pada data keuangan, karena tidak adanya kewajiban perusahaan
publik untuk membuat laporan mengenai pengendalian internal perusahaan. Namun,
dalam laporan auditor BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) yang bertindak sebagai
auditor PDAM, dilaporkan mengenai evaluasi kepatuhan atas pengendalian internal
perusahaan, sehingga memungkinkan bagi penulis untuk mengadakan penelitian
mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kelemahan pengendalian
internal. Kondisi tersebut menarik untuk diteliti, sehingga masalah penelitian dalam
hal ini adalah bagaimana pengaruh faktor umur perusahaan, ukuran perusahaan,
kecepatan pertumbuhan, dan profitabilitas terhadap kelemahan pengendalian
internal.

Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan bukti empiris tentang faktor-
faktor yang mempengaruhi pengendalian internal. Apakah faktor-faktor seperti: umur
perusahaan; ukuran perusahaan; kecepatan pertumbuhan; profitabilitas suatu
entitas usaha; dapat menjadi penentu dalam memprediksi kelemahan pengendalian
internal perusahaan, jika memang berpengaruh maka diharapkan pengendalian
internal perusahaan akan lebih baik.

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi bukti teoritis mengenai
faktor-faktor yang mempengaruhi kelemahan pengendalian internal pada laporan
keuangan perusahaan, juga dapat menjadi masukan bagi BPK bilamana dalam
penelitian ini ditemukan adanya faktor-faktor yang mempengaruhi kelemahan
pengendalian internal, maka BPK harus memfokuskan pengawasan pada
perusahaan yang memiliki risiko kelemahan pengendalian internal yang lebih besar
untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan dan korupsi.

TINJAUAN TEORITIS
Pengendalian Internal
Pengendalian internal adalah suatu proses, yang dijalankan oleh dewan
komisaris, manajemen, dan personil lain entitas yang didesain untuk memberikan
keyakinan yang memadai tentang pencapaian tiga golongan tujuan berikut ini:
efektivitas dan efisiensi operasi; kehandalan pelaporan keuangan; dan ketaatan
pada peraturan serta perundangan yang berlaku (Standar Profesional Akuntan

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD01 - 6


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium,
and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Publik, SA Seksi 319). Dalam Committee of Sponsoring Organizations of the


Treatway Commission (COSO), pengendalian internal dapat mencegah kerugian
atau pemborosan pengolahan sumber daya perusahaan. Pengendalian internal
dapat menyediakan informasi tentang bagaimana menilai kinerja perusahaan dan
manajemen perusahaan, serta menyediakan informasi yang akan digunakan
sebagai pedoman dalam perencanaan. Komponen pengendalian internal mencakup:
lingkungan pengendalian, penilaian resiko, prosedur pengendalian, pemantauan,
serta informasi dan komunikasi. Dalam Warren (2005), pengendalian internal
didefinisikan sebagai kebijakan dan prosedur yang melindungi aktiva perusahaan
dari kesalahan penggunaan, memastikan bahwa informasi usaha yang disajikan
akurat dan meyakinkan bahwa hukum serta peraturan telah diikuti.
Sedangkan, kelemahan pengendalian internal dalam PCAOB (2004)
didefinisikan sebagai kelemahan yang signifikan, atau kombinasi dari kelemahan
yang signifikan yang hasilnya jauh dari kondisi salah saji material pada laporan
keuangan tahunan atau interim, yang tidak dapat dicegah atau dideteksi.
Pengendalian intern yang lemah menyebabkan tidak dapat terdeteksinya
kecurangan atau ketidakakuratan proses akuntansi sehingga bukti audit yang
diperoleh dari data akuntansi menjadi tidak kompeten (Noviyanti, 2004).

Penelitian Krishnan (2005) mengemukakan mengenai peran komite audit dan


auditor dalam pelaporan kelemahan pengendalian internal setelah diwajibkan oleh
The Sarbanes-Oxley Act. Krishnan menyatakan tingginya jumlah pertemuan dari
komite audit, proporsi ahli keuangan dalam komite audit yang lebih sedikit, dan
perubahan auditor tentang karakteristik perusahaan yang melaporkan kelemahan
pengendalian internal dapat diartikan bahwa perusahaan tersebut tidak mempunyai
kelemahan dalam pengendalian internal. Selain itu adanya restatements dalam
laporan keuangan pada periode pelaporan kelemahan pengendalian internal
perusahaan yang melaporkan kelemahan pengendalian internalnya, dinilai lebih
tinggi daripada perusahaan yang tidak melaporkan kelemahan pengendalain
internal. Krishnan menggunakan profitabilitas, kompleksitas, pertumbuhan,
perubahan struktur organisasi, serta pengalaman CFO, sebagai variabel kontrol atas
kelemahan pengendalian internal perusahaan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan
bahwa kekuatan untuk mengontrol berbagai jenis karakteristik perusahaan meliputi:

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD01 - 7


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium,
and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

kompleksitas dari kegiatan operasi perusahaan, profitabilitas, dan pertumbuhan.


Hasilnya menggarisbawahi pentingnya karakteristik governance melebihi
karakteristik umum perusahaan dalam pemeriksaan pelaporan kelemahan
pengendalian internal, serta mendukung bahwa komite yang lebih aktif mempunyai
kemungkinan untuk menemukan dan melaporkan kelemahan pengendalian internal.

Penelitian Ashbaugh et al. (2006) menjelaskan bahwa pentingnya


pengungkapan pengendalian internal untuk menyelidiki faktor ekonomi yang
mengungkapkan kegagalan resiko pengendalian internal dan insentif manajemen
untuk meneliti dan melaporkan. Ashbaugh et al. menyatakan sebelum The
Sarbanes-Oxley Act Section 404, karakteristik perusahaan yang melaporkan
mengenai kelemahan pengendalian internal adalah : operasi yang kompleks; adanya
pergantian struktur organisasi dan resiko eksposur akuntansi; sumber daya yang
sedikit untuk investasi pengendalian internal, dan adanya pergantian auditor yang
tidak melaporkan mengenai pengendalian internal. Ashbaugh et al. berpendapat
bahwa perusahaan dalam melaporkan kelemahan pengendalian internal yang
berkarakter seperti: mempunyai operasi yang kompleks, adanya merger dan
akuisisi, adanya restukturisasi, mempunyai persediaan yang lebih dan pertumbuhan
yang relatif cepat biasanya merupakan perusahaan yang tidak mengungkapkan
kelemahan pengendalian internal. Hasil penelitian ini mengindikasikan perusahaan
dengan sedikit sumber daya untuk investasi dalam pengendalian internal, lebih
sering mengungkapkan permasalahan kelemahan pengendalian internal
perusahaan. Lebih lagi, timbulnya pergantian auditor yang mengungkapkan
kelemahan pengendalian internal memberi kesan auditor mempunyai pertimbangan
yang besar tenteng kelemahan pengendalian internaldalam aplikasi resiko
akuntansi.

Penelitian Doyle et al. (2006) memeriksa faktor-faktor yang mempengaruhi


kelemahan pengendalian internal untuk 779 perusahaan yang mengungkapkan
kelemahan pengendalian internalselama periode Agustus 2002 sampai 2005.
Variabel-variabel yang berkaitan dengan kelemahan pengendalian internal, menurut
Doyle et al. mencakup: (1) firm size, yang diukur dengan nilai pasar dari ekuitas ; (2)
firm age, diukur dengan angka tahun yang ada pada data CRSP ; (3) financial

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD01 - 8


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium,
and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

health, diukur dengan indikator rugi agregate dan proxy untuk resiko kebangkrutan ;
(4) financial reporting complexity, yang diukur dengan angka dari laporan tujuan
khusus entitas, laporan segmen, dan translasi mata uang asing ; (5) rapid growth,
diukur dengan pengeluaran merger dan akuisisi, serta pertumbuhan penjualan yang
ekstrim ; (6) restructuring charges ; dan (7) corporate governance, diukur dengan
governance score, yang dikembangkan oleh Brown dan Caylor (2006). Doyle et al.
menemukan bahwa perusahaan dengan kelemahan pengendalian internal
cenderung lebih kecil, lebih muda, mempunyai kelemahan segi finansial,
kompleksitas tinggi, bertumbuh secara cepat, atau terjadi restrukturisasi.

Subramanyam et al. (2006) menjelaskan mengenai kewajiban perusahaan


yang terdapat pada The Sarbanes-Oxley Act Section 404 untuk melaporkan
keefektifan pengendalian internal dalam pelaporan keuangan. Pada penelitian ini,
Subramanyam et al. memeriksa hubungan antara implikasi cost of equity dan
keefektifan pengendalian internal suatu entitas usaha. Hasilnya secara konsisten
menjelaskan bahwa kelemahan pengendalian internal sesuai Section 404 tidak
berhubungan langsung pada rata-rata dengan naiknya implikasi cost of equity.
Variabel-variabel yang digunakan meliputi: kompleksitas operasi perusahaan,
perubahan organisasi, pengukuran resiko dalam pengaplikasian akuntansi, dan
resource constraint indicators.

Pengaruh Umur Perusahaan terhadap Kelemahan Pengendalian Internal


Penelitian terdahulu menyatakan suatu perusahaan yang mempunyai umur
lebih tua, biasanya mempunyai prosedur pengendalian internal untuk
perusahaannya. Mereka percaya bahwa pada perusahaan yang lebih tua akan
mempunyai lebih sedikit kelemahan pengendalian internal. Perusahaan yang
mempunyai umur lebih tua tentunya lebih berpengalaman dalam membangun dan
memelihara kestabilan pengendalian internal perusahaan, sehingga kemungkinan
terjadinya kelemahan pengendalian internal lebih kecil. Ini dapat diartikan bahwa
pengendalian internalnya lebih baik dan memiliki lebih sedikit kelemahan. Penelitian
Doyle et al. (2006) mengemukakan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara
umur perusahaan terhadap kelemahan pengendalian intern, karena menurutnya
masalah yang berkaitan dengan umur perusahaan yaitu staffing, bukan terjadi
karena perusahaan itu lebih kecil atau lebih muda, namun lebih dikarenakan

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD01 - 9


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium,
and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

kurangnya sumber daya atau kurangnya pengalaman untuk mengembangkan


kualitas kontrol akuntansi yang tinggi. Ini mengindikasikan bahwa perusahaan yang
lebih lama berdiri melaporkan kelemahan dari pengendalian interna lyang sedikit,
karena perusahaan yang telah lama berdiri dinidikasikan perusahaan yang lebih
stabil dan berpengalaman. Berdasarkan argumen tersebut, maka hipotesis pertama
adalah sebagai berikut:
H1 : Terdapat pengaruh yang negatif signifikan umur perusahaan terhadap
kelemahan pengendalian internal.

Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Kelemahan Pengendalian Internal


Penelitian terdahulu menyatakan suatu perusahaan yang berukuran besar
mempunyai kelebihan dalam mengembangkan dan mengimplementasikan
pengendalian internal perusahaan. Perusahaan yang besar, diharapkan mempunyai
kelemahan pengendalian internal yang lebih sedikit dibanding perusahaan kecil.
Penelitian Doyle et al. (2006) mengemukakan bahwa terdapat hubungan yang
negatif antara ukuran perusahaan terhadap kelemahan pengendalian internal.
Ukuran perusahaan diukur dengan menggunakan nilai pasar dari ekuitas. Penelitian
Kinney and McDaniel (1989) dalam Doyle et al. (2006) menemukan bahwa antara
ukuran perusahaan dan profitabilitas perusahaan mempunyai hubungan yang
negatif dengan kelemahan pengendalian internal. Sedangkan penelitian Defond and
Jiambalvo (1991) dalam Doyle et al. (2006) menjelaskan bahwa ukuran perusahaan
mempunyai hubungan yang negatif, dan ukuran perusahaan bukan merupakan
variabel yang signifikan dalam analisis regresi berganda. Dalam Section 404 juga
disinggung bahwa perusahaan yang berukuran kecil mungkin mengalami kesulitan
pengevaluasian pengendalian internal dalam pelaporan keuangan perusahaan,
dikarenakan belum mempunyai struktur yang formal atau struktur yang baik dalam
pengendalian internal pada pelaporan keuangan seperti perusahaan besar lainnya.
Perusahaan yang memiliki ukuran perusahaan yang besar diindikasikan memiliki
kemapanan ekonomi sehingga mampu mengembangkan serta
mengimplementasikan pengendalian internal dengan baik. Hal ini yang nantinya
membuat perusahaan besar mampu meminimalkan kelemahan dari pengendalian
internalnya. Berdasarkan argumen tersebut, maka hipotesis kedua adalah sebagai
berikut:

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD01 - 10


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium,
and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

H2 : Terdapat pengaruh yang negatif signifikan ukuran perusahaan


terhadap kelemahan pengendalian internal.

Pengaruh Kecepatan Pertumbuhan terhadap Kelemahan Pengendalian Internal


Pertumbuhan yang cepat dari sebuah entitas usaha mungkin menimbulkan
masalah pengendalian internal yang besar di dalamnya dan mungkin dibutuhkan
waktu untuk membangun prosedur yang baru. Dalam Doyle et. al (2006)
menyebutkan bahwa adanya personil baru, proses, dan teknologi biasanya
dibutuhkan untuk menyeimbangkan pengendalian internal dengan pertumbuhan
entitas usaha tersebut. Ada dua tipe dari pertumbuhan, yaitu akusisi dan
pertumbuhan penjualan yang signifikan. Perusahaan dengan pertumbuhan yang
signifikan lebih seperti untuk menutupi persoalan pengendalian internal yang
ditanggulangi dengan perubahan mendadak pada perusahaan. Pertumbuhan yang
cepat menghasilkan persediaan yang besar dan akrual yang menyikapi tambahan
resiko pengendalian internal untuk mengukur dan memonitor perluasan aktiva
lancar. Hal tersebut diatas mengindikasikan bahwa pertumbuhan yang tinggi
berpotensi menyebabkan tingginya kelemahan pengendalian internal. Berdasarkan
argumen tersebut, maka hipotesis ketiga adalah:
H3 : Terdapat pengaruh yang positif signifikan kecepatan pertumbuhan
terhadap kelemahan pengendalian internal.

Pengaruh Profitabilitas terhadap Kelemahan Pengendalian Internal


Perusahaan dengan tingkat profitabilitasnya lebih tinggi biasanya mempunyai
sumber daya yang lebih untuk membangun dan memelihara pengendalian internal
perusahaan tersebut dibanding dengan perusahaan dengan profitabilitas rendah.
Penelitian Krishnan (2005) menjelaskan mengenai perusahaan dengan profitabilitas
tinggi dianggap mempunyai kecukupan dalam membangun dan memelihara
pengendalian internal perusahaan. Selain itu, perusahaan dengan profitabilitas yang
tinggi dinilai mempunyai keefektifan pengendalian internal perusahaan dalam
pelaporan keuangan tahunan perusahaan. Hal ini mengindikasikan bahwa
perusahaan yang mempunyai profitabilitas tinggi atau mempunyai kemapanan
ekonomi mempunyai kemampuan untuk menjaga kecukupan pengendalian internal

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD01 - 11


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium,
and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

perusahaan, sehingga kelemahan pengendalian internal dapat diminimalkan.


Berdasarkan argumen tersebut, maka hipotesis keempat adalah sebagai berikut:
H4 : Terdapat pengaruh yang negatif signifikan profitabilitas terhadap
kelemahan pengendalian internal.

Pengembangan Model Penelitian


Berdasarkan pengembangan hipotesis penelitian, maka dapat dirumuskan
persamaan regresi sebagai berikut:
WEAK = β0 + β1 AGE + β2 SIZE + β3GROWTH + β4PROFIT + ε....(1)
Model penelitian dapat dilihat pada gambar 1.

METODE PENELITIAN
Populasi dan Sampel
Populasi dari penelitian ini adalah semua laporan keuangan Perusahaan
Daerah Air Minum (PDAM) yang diaudit oleh BPK. Sedangkan yang menjadi sampel
dalam penelitian ini dipilih berdasarkan kriteria tertentu. Kriteria tersebut adalah,
laporan keuangan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tahun Buku 2004-2005
yang diaudit oleh BPK (firm-year data) dan memiliki informasi variabel-variabel yang
akan diukur, serta memuat mengenai satuan pemahaman pengendalian internal
termasuk laporan mengenai kepatuhan terhadap undang-undang dan pengendalian
internal.

Jenis Data
Data yang digunakan adalah data sekunder, data dalam penelitian ini adalah
data menegenai Laporan Keuangan Perusahaan Daerah Air Minum yang telah
diaudit oleh BPK yang didapatkan dari media internet dalam situs BPK dengan
alamat website http://www.bpk.go.id periode tahun 2007.

Pengukuran Variabel
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kelemahan pengendalian
internal perusahaan (WEAK). Kelemahan pengendalian internal diukur dengan
jumlah item kelemahan pengendalian internal yang dilaporkan oleh BPK, dalam
kepatuhan terhadap pengendalian internal. Pengendalian internal suatu perusahaan

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD01 - 12


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium,
and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

dilakukan dalam rangka menjaga perusahaan agar tetap berada dalam jalur
tujuannya, yaitu pencapaian laba dan misinya. Kelemahan pengendalian internal
didefinisikan sebagai kelemahan yang signifikan, atau kombinasi dari kelemahan
yang signifikan yang hasilnya jauh dari kondisi salah saji material pada laporan
keuangan tahunan atau interim, yang tidak dapat dicegah atau dideteksi.

Variabel Independen
Variabel bebas yang mempengaruhi adalah : (1) Umur perusahaan (AGE),
yang diukur dengan menghitung tahun pelaporan keuangan dikurangi tahun
perusahaan didirikan; (2) Ukuran perusahaan (SIZE), yang diukur dengan
menggunakan data jumlah pelanggan atau sambungan; (3) Kecepatan
pertumbuhan (GROWTH), diukur dengan pertumbuhan pendapatan penjualan
air t dan t-1; (4) Profitabilitas (PROFIT), untuk mengukur profitabilitas kita
menggunakan ROA atau ROI yang diukur dari pendapatan operasi, diukur dengan
laba atau rugi setelah pajak diobagi dengan total aktiva dengan dummy variabel
yang berarti 1 apabila t dan t-1 lebih kecil dari nol, dan dummy variabel 0 bila
sebaliknya. Mengacu pada penelitian Abdullah (2006), variabel kontrol yang
digunakan adalah jenis pemerintah daerah dan letak pemerintah daerah. Jenis
pemerintah daerah (JPEM) adalah kabupaten dan kota (kota 0, kabupaten 1),
sementara letak pemerintah daerah (LPEM) adalah Jawa-Bali (0) dan luar Jawa-Bali
(1).

Alat Analisis
Regresi digunakan sebagai alat analisis dalam penelitian ini untuk menguji
pengaruh antara: umur perusahaan (AGE), ukuran perusahaan (SIZE), kecepatan
pertumbuhan (GROWTH), dan peningkatan profitabilitas (PROFIT), terhadap
kelemahan pengendalian internal (WEAK). Dua variabel kontrol yang digunakan
adalah jenis pemerintah daerah (JPEM) dan letak pemerintah daerah (LPEM).

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD01 - 13


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium,
and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

ANALISIS HASIL
Sampel yang Digunakan
Sampel dalam penelitian ini adalah 35 laporan keuangan Perusahaan Daerah
Air Minum (PDAM) 2004-2005 yang diaudit oleh BPK dan dipublikasikan di website
BPK (http://www.bpk.go.id) periode tahun 2007. Tiga puluh lima laporan keuangan
tersebut berasal dari 24 PDAM yang tersebar di seluruh Indonesia. Data yang
diperoleh dari perusahaan yang terpilih menjadi sampel diolah dengan
menggunakan program SPSS 14.0, sehingga diperoleh data statistik deskriptif.

Data Deskriptif
Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang
dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, maksimum, minimum, sum, range,
kurtosis, dan skewness. Perhitungan yang dilakukan terhadap variabel kelemahan
pengendalian internal (WEAK), umur perusahaan (AGE), ukuran perusahaan (SIZE),
kecepatan pertumbuhan (GROWTH), dan perubahan profitabilitas (PROFIT)
memberikan hasil seperti berikut ini:
Umur perusahaan memiliki rata-rata (mean) sebesar 19.43, nilai maksimum
sebesar32, dan minimum sebesar 1. Perusahaan sampel yang memiliki umur
perusahaan terendah adalah PDAM Kota Bitung tahun buku 2004, dengan umur
perusahaan 1 tahun. Sedang PDAM yang paling lama berdiri adalah PDAM Kota
Kediri (2005) dengan umur perusahaan 32 tahun.
Ukuran perusahaan merupakan variabel independen, ukuran perusahaan ini
dilihat dari jumlah pelanggan atau sambungan yang dimiliki oleh masing-masing
PDAM. Seperti dilihat dari tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 35 PDAM, nilai
rata-rata jumlah pelanggan atau sambungan sebesar 50,066.57 dengan nilai
maksimum sebesar 346,888 dan nilai minimumnya adalah 2,359. Nilai maksimum
variabel ini dimiliki oleh PDAM Tirtanadi tahun buku 2005, sedangkan nilai
minimumnya dimiliki oleh PDAM Kabupaten Halmahera Tengah tahun buku 2004.
Kecepatan pertumbuhan adalah variabel independen kecepatan pertumbuhan
diukur dengan menggunakan selisih pendapatan atas penjualan air t – t1 dari
masing-masing PDAM. Seperti dilihat dari tabel di atas dapat diketahui bahwa dari
35 PDAM, nilai rata-rata kecepatan pertumbuhan sebesar 5,668,300,294.16
dengan nilai maksimum sebesar 52,892,256,721.18 dan nilai minimumnya adalah -

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD01 - 14


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium,
and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

1,628,528,012.00. Nilai maksimum variabel ini dimiliki oleh PDAM Kabupaten


Tangerang tahun buku 2004, sedangkan nilai minimumnya dimiliki oleh PDAM
Kabupaten Kupang tahun buku 2004.

Kelemahan pengendalian internal (WEAK) merupakan variabel dependen


dalam penelitian ini. Pada tabel 2 dapat dilihat dari rata-rata (mean) PDAM adalah
sebesar 3.63, ini berarti rata-rata terdapatnya kelemahan pada pengendalian internal
PDAM adalah sebesar 3 item. Nilai maksimum dari variabel ini adalah 7 dan
minimumnya adalah 0. Dari data yang diperoleh, nilai maksimum dimiliki oleh PDAM
Kota Bogor tahun buku 2004, PDAM Kota Kendari tahun buku 2004, PDAM Kota
Palangkaraya tahun buku 2005, yang sama-sama melaporkan kelemahan
pengendalian sebanyak 7 item. Sedangkan untuk nilai minimumnya terdapat pada
PDAM Tirtanadi tahun buku 2004, PDAM Kabupaten Pandegelang tahun buku 2004,
PDAM Kota Magelang tahun buku 2004, PDAM Kabupaten Buleleng tahun 2005,
keempat PDAM tersebut dilaporkan bahwa tidak diketemukan adanya kelemahan
pengendalian internal didalamnya (0 item).

Pengkategorian variabel profitabilitas perusahaan (PROFIT) dilakukan


dengan menggunakan analisis ROA atau ROI perusahaan yang dihitung dengan
laba atau rugi setelah pajak dibagi dengan total aktiva, dengan dummy variabel yang
berarti 1 apabila profitabilitas t – (t-1) lebih kecil dari 0, dan dummy variabel 0
apabila profitabilitas t – (t-1) lebih besar dari 0. Dari tabel di atas dapat diketahui
bahwa dari 35 sampel perusahaan, terdapat 17 PDAM yang mengalami penurunan
profitabilitas, dan terdapat 18 PDAM yang mengalami kenaikan profitabilitas.

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD01 - 15


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium,
and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Statistik Deskriptif

Pengaruh Umur Perusahaan terhadap Kelemahan Pengendalian Internal


Penjelasan lebih lanjut mengenai pengaruh umur perusahaan terhadap
kelemahan pengendalian internal dijelaskan pada tabel statistik deskriptif crosstabs.
Perusahaan dikelompokkan menjadi empat skala nominal. Kelompok umur (AGE) 1
untuk PDAM yang mempunyai umur 1-10 tahun. Kelompok umur (AGE) 2 untuk
PDAM yang mempunyai umur 11-20 tahun. Kelompok umur (AGE) 3 untuk PDAM
yang mempunyai umur 21-30 tahun. Kelompok umur (AGE) 4 untuk PDAM yang
mempunyai umur di atas 30 tahun ( >30). Dalam tabel statistik deskriptif crosstabs
dapat diketahui bahwa PDAM dengan kelemahan pengendalian internal yang
termasuk kelompok umur (AGE) 1, berjumlah 7 PDAM. PDAM dengan kelemahan
pengendalian internal yang termasuk kelompok umur (AGE) 2, berjumlah 13 PDAM.
PDAM dengan kelemahan pengendalian internal yang termasuk kelompok umur
(AGE) 3, berjumlah 13 PDAM, dan PDAM dengan kelemahan pengendalian internal
yang termasuk kelompok umur (AGE) 4 berjumlah 2 PDAM. Berdasarkan hasil
tersebut, dapat diketahui bahwa PDAM yang mempunyai kelemahan pengendalian
internal yang tinngi adalah PDAM dengan umur perusahaan antara 11-30 tahun
(kelompok umur (AGE) 2 dan kelompok umur (AGE) 3).
Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Kelemahan Pengendalian Internal
Penjelasan lebih lanjut mengenai pengaruh umur perusahaan terhadap
kelemahan pengendalian internal dijelaskan pada tabel statistik deskriptif crosstabs.
Dalam tabel statistik deskriptif crosstabs dapat diketahui bahwa PDAM dengan
kelemahan pengendalian internal yang termasuk kelompok ukuran perusahaan
(SIZE) 1, berjumlah 19 PDAM. PDAM dengan kelemahan pengendalian internal
yang termasuk kelompok ukuran perusahaan (SIZE) 2, berjumlah 7 PDAM. PDAM
dengan kelemahan pengendalian internal yang termasuk kelompok ukuran
perusahaan (SIZE) 3, berjumlah 3 PDAM, dan PDAM dengan kelemahan
pengendalian internal yang termasuk kelompok ukuran perusahaan (SIZE) 4
berjumlah 6 PDAM. Berdasarkan hasil tersebut, dapat diketahui bahwa PDAM yang
mempunyai kelemahan pengendalian internal yang tinggi adalah PDAM dengan
ukuran perusahaan (SIZE) kelompok 1, yaitu PDAM yang mempunyai jumlah
pelanggan atau sambungan antara 0-25000 pelanggan. Dengan demikian, dapat

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD01 - 16


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium,
and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

diartikan PDAM yang diindikasikan mempunyai kelemahan pengendalian yang tinggi


adalah PDAM dengan ukuran perusahaan yang kecil (jumlah pelanggan atau
sambungan kecil).
Pengujian Asumsi Klasik
Sebelum dilakukan uji hipotesis, penulis melakukan uji asumsi klasik (hasil
tidak disajikan). Semua data terdistribusi normal (seperti ditunjukkan oleh uji
Kolmogorov-Smirnov). Selain itu, nilai VIF menunjukkan bahwa persamaan regresi
bebas dari masalah multikolinearitas. Untuk mendeteksi masalah
heteroskedastisitas, penulis menggunakan uji Glejser. Hasil uji menunjukkan bahwa
tidak ada variabel independen yang secara signifikan berasosiasi dengan nilai
absolut dari unstandardized residual (Ghozali, 2005).
Pengujian Hipotesis dan Pembahasan
Hasil regresi yang diperoleh dari penelitian ini dapat dilihat pada tabel 8.
Besarnya adjusted R2 menunjukkan 6,8% variance kelemahan pengendalian internal
(WEAK) dapat dijelaskan oleh variance dari keempat variabel independen, AGE,
SIZE, GROWTH, dan PROFIT. Sedangkan sisanya dijelaskan oleh sebab-sebab
yang lain diluar model. Dari tabel 8 dapat diketahui bahwa nilai signifikansi untuk
nilai F adalah 1,621 dengan probabilitas 0,195. Karena probabilitas jauh lebih besar
dari 0.05, maka AGE, SIZE, GROWTH, dan PROFIT secara bersama-sama tidak
berpengaruh terhadap WEAK.

Analisis lebih lanjut terhadap tabel tersebut menunjukkan bahwa nilai


signifikansi untuk variabel AGE lebih besar dari nilai α = 0.05. Ini berarti bahwa
hipotesis pertama ditolak. Hasil penelitian ini tidak mendukung hasil penelitian yang
dilakukan oleh Doyle et al (2006), yang menunjukkan bahwa umur perusahaan
berpengaruh negatif signifikan terhadap kelemahan pengendalian internal (WEAK).

Indikator untuk mengukur ukuran perusahaan dalam penelitian ini adalah


jumlah pelanggan atau sambungan. Variabel ukuran perusahaan (SIZE) memiliki t-
value sebesar 0,065, yang berarti signifikan pada alpha 0,1. Hasil penelitian ini
mendukung hasil penelitian Doyle et al (2006) dan Asbaugh (2006), yang
menggunakan market value dari ekuitas untuk menentukan ukuran perusahaan, dan
menunjukkan hasil bahwa perusahaan kecil cenderung melaporkan kelemahan
pengendalian internal lebih banyak dibandingkan perusahaan besar.

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD01 - 17


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium,
and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Variabel kecepatan pertumbuhan (GROWTH) diukur dengan menghitung


selisih t- (t-1) atas pendapatan penjualan air, mempunyai t-value sebesar 0,042
dengan koefisien regresi 8.78E-011. Karena t-value lebih kecil dari α = 0,05, ini
menandakan terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara kecepatan
pertumbuhan terhadap kelemahan pengendalian internal. PDAM yang mempunyai
kecepatan pertumbuhan yang tinggi cenderung memiliki lebih banyak kelemahan
pengendalian internal dibandingkan dengan PDAM pertumbuhan pendapatan atas
penjualan airnya lambat. Hal ini berarti hipotesis ketiga diterima. Ini
mengindikasikan bahwa kecepatan pertumbuhan atas pendapatan penjualan air
berkontribusi terhadap adanya kompleksitas transaksi, dan hal inilah yang dapat
mengakibatkan adanya celah untuk melakukan korupsi, sehingga mengakibatkan
tingginya kelemahan dalam pengendalian internal. Hasil penelitian ini mendukung
hasil penelitian yang dilakukan oleh Doyle et al (2006), yang menunjukkan bahwa
kecepatan pertumbuhan yang diukur dengan pengeluaran untuk merger dan akuisisi
serta kecepatan pertumbuhan atas penjualan berpengaruh positif signifikan terhadap
kelemahan pengendalian internal (WEAK).

Variabel profitabilitas diukur dengan menggunakan ROA atau ROI


perusahaan yang dihitung dengan laba atau rugi setelah pajak dibagi dengan total
aktiva PDAM t- (t-1), dengan menggunakan dummy variabel 1 apabila profitabilitas
perusahaan t – (t-1) lebih besar dari 0, dan dummy variabel 0 bila sebaliknya.
Variabel profitabilitas (PROFIT) mempunyai t-value sebesar 0,546 dengan koefisien
regresi -0,463, karena t-value lebih besar dari derajat signifikansi 0.05, maka
hipotesis keempat dalam penelitian ini ditolak. Hasil penelitian ini mendukung
penelitian Krishnan (2005) dimana diperoleh hasil bahwa profitabilitas tidak
signifikan terhadap kelemahan pengendalian internal. Hal ini mempunyai indikasi
bahwa baik perusahaan yang mempunyai peningkatan atau penurunan profitabilitas
sama-sama tidak mempengaruhi kelemahan pengendalian internal.

Dalam penelitian ini digunakan dua variabel kontrol yaitu jenis pemerintah
daerah (JPEM) dan letak pemerintah daerah (LPEM). Analisis atas pengaruh jenis
dan letak pemerintah daerah dalam penelitian ini perlu untuk memberi bukti bahwa
kelemahan pengendalian internal berkaitan dengan status daerah sebagai kota atau
kabupaten dan berada di pulau Jawa-Bali atau di luar pulau Jawa-Bali. Pandangan

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD01 - 18


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium,
and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

bahwa kelemahan pengendalian internal di luar pulau Jawa-Bali lebih besar


daripada di pulau Jawa-Bali bersumber dari anggapan kontrol sosial terhadap
pelayanan publik tidak sebaik di Jawa-Bali. Misalnya, di Jawa-Bali gerakan pers,
mahasiswa, dan masyarakat sangat efektif dalam mengungkap berbagai
penyimpangan pada pelayanan publik untuk mendorong aparat yang berwenang
menindaklanjuti berbagai laporan yang terjadi. Hal yang sama terjadi di
pemerintahan kabupaten dan kota dimana perbedaan karakteristik masyarakat dan
struktur pendapatan berimplikasi pada kontrol sosial yang berbeda pula.

Untuk mengetahui pengaruh jenis pemerintah daerah (JPEM) dan letak


pemerintah daerah (LPEM) terhadap kelemahan pengendalian internal (WEAK),
maka variabel JPEM dan LPEM dimasukkan ke dalam regresi 1 di atas bersama
variabel AGE, SIZE, GROWTH, dan PROFIT. Jumlah PDAM yang terletak di Jawa-
Bali adalah 13 PDAM, dan yang berada di luar Jawa-Bali adalah 11 PDAM, data
LPEM dan JPEM PDAM dengan metode firm-year-data dapat dilihat pada lampiran
2. Hasil regresi yang diperoleh digambarkan dalam tabel 9.

Dari tabel 7 dapat diketahui bahwa nilai signifikansi untuk nilai F adalah
3.283 dengan probabilitas 0.014. Karena probabilitas jauh lebih kecil dari 0.05,
maka AGE, SIZE, GROWTH, PROFIT, JPEM, dan LPEM secara bersama-sama
berpengaruh terhadap WEAK. Nilai t untuk variabel LPEM signifikan secara statistik.
Hal ini bermakna bahwa letak pemerintahan daerah berpengaruh terhadap
kelemahan pengendalian internal. Dengan demikian dapat dipahami bahwa
kelemahan pengendalian internal pada laporan keuangan PDAM berbeda antara
PDAM di Jawa-Bali dengan di luar Jawa-Bali. PDAM yang berada di luar Jawa-Bali
berpotensi mempunyai kelemahan pengendalian internal yang lebih tinggi daripada
PDAM di Jawa-Bali.

Sementara itu, terjadi perubahan hasil terhadap regresi sebelumnya dimana


hanya kecepatan pertumbuhan (GROWTH) yang signifikan pada derajat signifikansi
5%, dengan ditambahkannya dua variabel kontrol membuat variabel ukuran
perusahaan (SIZE) menjadi signifikan pada derajat signifikansi 5%. Hal ini
dikonfirmasi dengan Sig. value atas ukuran perusahaan (SIZE) sebesar 0.006 dan
nilai t-value sebesar -2.950.

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD01 - 19


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium,
and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

SIMPULAN DAN IMPLIKASI

Dari analisis dan pembahasan yang telah dilakukan pada bab-bab sebelumnya,
maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut
1. Umur perusahaan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
kelemahan pengendalian internal. Hal ini menandakan bahwa baik PDAM
yang sudah lama berdiri dengan PDAM yang baru saja berdiri sama-
sama berpotensi memiliki kelemahan pengendalian internal.
2. Ukuran perusahaan yang diukur dengan menggunakan jumlah pelanggan
atau sambungan pada derajat signifikansi 0.1 berpengaruh negatif
signifikan terhadap kelemahan pengendalian internal. Hal ini berarti
perusahaan yang mempunyai ukuran perusahaan yang besar (dengan
jumlah pelanggan atau sambungan yang besar) cenderung lebih sedikit
melaporkan kelemahan pengendalian internal.
3. Kecepatan pertumbuhan diukur dengan menggunakan selisih
pendapatan atas penjualan air t- (t-1) memiliki pengaruh yang positif
signifikan terhadap kelemahan pengendalian internal. Hal ini berarti
perusahaan yang mempunyai mempunyai pertumbuhan yang tinggi
berpotensi menyebabkan tingginya kelemahan pengendalian internal.
Dalam PDAM pertumbuhan yang signifikan lebih seperti untuk menutupi
persoalan pengendalian internal yang ditanggulangi dengan perubahan
mendadak. Pertumbuhan yang cepat menghasilkan pendapatan yang
besar dan akrual yang menyikapi tambahan resiko pengendalian internal
untuk mengukur dan memonitor perluasan aktiva lancar.
4. Profitabilitas diukur dengan menggunakan ROA atau ROI yang dihitung
dengan laba atau rugi setelah pajak dibagi dengan total aktiva t- (t-1)
tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kelemahan
pengendalian internal. Hal ini berarti, baik PDAM yang memiliki
peningkatan profitabilitas maupun yang memiliki penurunan profitabilitas,
sama-sama berpotensi dalam kelemahan pengendalian internal.

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD01 - 20


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium,
and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Implikasi Teoritis Hasil Penelitian

Variabel umur tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kelemahan


dari pengendalian internal. Hasil penelitian ini tidak mendukung hasil penelitian
yang dilakukan oleh Doyle et al (2006), yang menunjukkan bahwa umur perusahaan
berpengaruh negatif signifikan terhadap kelemahan pengendalian internal.

Sedangkan untuk variabel ukuran perusahaan yang diukur dengan jumlah


pelanggan atau sambungan mempunyai pengaruh yang negatif signifikan terhadap
kelemahan pengendalian internal pada α 0.1. Hasil penelitian ini mendukung hasil
penelitian Doyle et al (2006) dan Asbaugh (2006), yang menggunakan market value
untuk menentukan ukuran perusahaan, dan menunjukkan hasil bahwa perusahaan
kecil cenderung melaporkan kelemahan pengendalian internal lebih banyak
dibandingkan perusahaan besar.

Variabel ketiga dalam penelitian ini adalah kecepatan pertumbuhan yang


diukur dengan pertumbuhan pendapatan atas penjualan air mempunyai pengaruh
yang positif signifikan terhadap kelemahan pengendalian internal. Hasil penelitian ini
mendukung hasil penelitian Doyle et al (2006) yang menggunakan indikator
pengeluaran untuk merger dan akuisisi, serta kecepatan pertumbuhan atas
penjualan untuk mengukur kecepatan pertumbuhan dimana hasilnya adalah
kecepatan pertumbuhan berpengaruh positif signifikan terhadap kelemahan
pengendalian internal.

Variabel profitabilitas diukur dengan menggunakan ROA atau ROI


perusahaan t – (t-1) tidak signifikan dengan kelemahan pengendalian internal. Hasil
ini mendukung hasil penelitian Krishnan (2005) bahwa profitabilitas tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap kelemahan pengendalian internal.

Implikasi Terapan Hasil Penelitian


Penilaian mengenai kelemahan pengendalian internal penting untuk
dilakukan, dengan melihat seberapa kuat pengendalian internal suatu perusahaan,
dapat meminimalkan kecurangan yang terjadi dalam perusahaan tersebut. Dalam
hasil penelitian ini, faktor ukuran perusahaan dan kecepatan pertumbuhan

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD01 - 21


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium,
and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

berpengaruh signifikan terhadap kelemahan pengendalian internal pada PDAM. Dari


hasil penelitian ini, diharapkan agar:
1. PDAM yang diindikasikan mempunyai kelemahan pengendalian internal,
yaitu PDAM yang mempunyai ukuran perusahaan kecil dan kecepatan
pertumbuhan yang ekstrim, hendaknya lebih concern dalam menjaga
transparansi dalam pelaporan keuangan dan meningkatkan akuntabilitas
perusahaan.
2. BPK hendaknya lebih memperketat pemeriksaan pada PDAM yang
mempunyai ukuran perusahaan kecil dan kecepatan pertumbuhan yang
ekstrim, agar dapat meminimalkan kelemahan pengendalian internal.

Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini masih terdapat beberapa keterbatasan, yaitu dalam
menghitung variabel kelemahan pengendalian internal, hanya melihat dari kuantitas
kelemahan dari pengendalian internal yang dimiliki oleh PDAM (jumlah item
kelemahan yang dilaporkan BPK), tidak melihat dari segi intensitasnya (materialitas
kelemahan pengendalian internal tersebut).

Penelitian Mendatang
Mengingat keterbatasan dalam penelitian ini adalah pengukuran kelemahan
pengendalian internal hanya dari segi kuantitasnya saja, bukan dari segi intensitas
(materialitas kelemahan pengendalian internal), maka untuk penelitian mendatang
diharapkan dapat mengembangkan alat ukur yang dapat mengukur kelemahan
pengendalian internal tidak hanya dari segi kuantitasnya, namun juga dari segi
materialitasnya.

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD01 - 22


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium,
and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Syukriy, dan Jhon Andra Asmara, 2006. Perilaku Oportunistik Legislatif
dalam Penganggaran Daerah. Simposium Nasional Akuntansi 9 Padang.

Ashbaugh-Skaife, H., Collins, D., Kinney, W., 2007. The discovery and reporting of
internal control deficiencies prior to SOX-mandated audits. Journal of
Accounting and Economics, forthcoming. http://ssrn.com/abstract694681. 23
Juli 2007

BUMN Go Pubilc: Laporan Hasil Penelitian Kesiapan BUMN Go Public terhadap


Pelaporan Sistem Pengendalian Internal.
http://www.bpkp.go.id/index.php?idpage=596&idunit=48. 23 Juli 2007

Doyle, J., W. Ge, dan S. McVay., 2006, Determinants of Weaknesses in Internal


Control Over Financial Reporting, Journal of Accounting and Economics.

Final Rule: Management’s Reports on Internal Control Over Financial Reporting and
Certification. http://www.sec.gov/rules/final33-8238.htm

Ghozali, H. Imam, 2005, Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS,


Badan Penerbit Universitas Diponogoro, Semarang.

IAI, 2001, Standar Profesional Akuntan Publik, Salemba Empat.

Krishnan, G.V., dan G. Visvanathan, 2005, Reporting Internal Control Deficiencies in


The Post-SarbanesOxley Era: The Role of Auditors ang Corporate
Governance, George Mason University.

Noviyanti, Suzy, dan Intiyas Utami, 2004, Dasar-Dasar Pengauditan, Fakultas


Ekonomi Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga.

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD01 - 23


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium,
and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Santoso, M.N. Huda D, 2007, Keterkaitan Sarbanes-Oxley Act, SAS No. 99, dan
Corporate Governance: Hal-hal Apa Saja Yang Perlu Kita Ketahui.
http://www.bpkp.go.id/unit/investigasi/sarbanes.pdf. 23 Juli 2007

Santoso, S., 2002, Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik, PT. Elex Media
Komputindo, Jakarta

Ogneva et al, K.R., M. Ogneva, dan K. Raghunandan. 2006. Internal Control


Weakness and Cost of Equity: Evidence from SOX Section 404 Disclosures.
Unversity of Southern California. Los Angeles.

Trihendradri, Cornelius, 2005, Statistik Inferen Teori Dasar dan Aplikasinya


Menggunakan SPSS 12, Andi, Yogyakarta.

Warren, Carl S., Reeve, James M., dan Fess, Phillip E., 2005, Pengantar Akuntansi
Edisi Dua Puluh Satu, Salemba Empat, Jakarta

http://id.wikipedia.org/wiki/Pengendalian_internal . 27 Februari 2008.

http://www.bpk.go.id . 1 September 2007

http://id.wikipedia.org/wiki/Badan_Usaha_Milik_Negara

http://en.wikipedia.org/wiki/COSO

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD01 - 24


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium,
and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

LAMPIRAN
Variabel Independen
H1 negatif signifikan
Umur perusahaan

H2 negatif signifikan Variabel


Ukuran perusahaan
Dependen

Kelemahan
H3 positif signifikan pengendalian internal
Kecepatan pertumbuhan

H4 negatif signifikan
Profitabilitas

Gambar 1
Model Penelitian

Tabel 1
Prosedur Pemilihan Sampel
Total laporan keuangan PDAM tahun buku 2004-2005 yang diaudit 40
oleh BPK
Dikurangi:
- Tidak lengkap karena tidak ada data jumlah pelanggan (4)
(sambungan)
- Tidak lengkap karena tidak ada data atas total asset dan laba (rugi) (1)
tahun
Berjalan
Jumlah laporan keuangan PDAM tahun buku 2004-2005 yang 35
diaudit oleh BPK yang memenuhi criteria
Sumber: data diolah, 2007

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD01 - 25


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium,
and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Tabel 2
Statistik Deskriptif

Minimum Maksimum Mean Standar Deviasi


AGE 1 32 19.43 8.247
SIZE 2,359 346,888 50,066.57 78,148.12
GROWTH - 52,892,256,721.18 5,668,300,294.16 11,602,585,493.81
WEAK 1,628,528,012 7 3.63 2.184
0

Sumber: data diolah, 2007

Tabel 3
Profitabilitas
Faktor N = 35
Frekuensi Presentase
Penurunan profitabilitas 17 48,57%
Peningkatan Profitabilitas 18 51,43%
Total 35 100%
Sumber: Data diolah, 2007

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD01 - 26


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium,
and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Tabel 4
Statistik Deskriptif Crosstabs
Pengaruh Umur Perusahaan Terhadap Kelemahan Pengendalian Internal

Item Kelemahan Pengendalian Total


Internal (Item
Umur 0 1 2 3 4 5 6 7 )
Kategori Umur 1 0 2 1 0 0 2 1 7
Perusahaan 1
( 1-10 tahun)
0 0 2 2 5 2 1 1 13
Sumber: 2
data (11-20 tahun)
diolah, 3 1 3 0 0 1 4 1 13
2008 3
(21-30 tahun)
0 0 1 1 0 0 0 0 2
4
(>30 tahun)
Total 4 1 8 4 5 3 7 3 35

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD01 - 27


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium,
and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Tabel 5
Statistik Deskriptif Crosstabs
Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Kelemahan Pengendalian Internal

Item Kelemahan Pengendalian Total


Internal (Item)
0 1 2 3 4 5 6 7
Kategori Ukuran Perusahaan 2 1 5 1 4 2 3 1 19
1
(0-25,000 pelanggan)
2 1 0 3 2 1 0 0 0 7
(25,001-50,001 pelanggan)
3 0 0 0 1 0 0 1 1 3
(50,002-75,002 pelanggan)
4 1 0 0 0 0 1 3 1 6
(>75,002 pelanggan)
Total 4 1 8 4 5 3 7 3 35
Sumber: data diolah, 2008

Tabel 6 Koefisien Korelasi

Model PROFIT GROWTH AGE SIZE


Correlations Profit 1.000 0.203 0.113 -0.237
Growth 0.203 1.000 -0.280 -0.652
Age 0.113 -0.280 1.000 0.395
Size -0.237 -0.652 0.395 1.000
Covariances Profit 0.572 6.34E-012 0.004 -1.17E-006
Growth 6.34E- 1.70E-021 -5.68E- -1.76E-016
Age 012 -5.68E- 013 1.26E-007
Size 0.004 013 0.002 4.25E-011
-1.17E- -1.76E- 1.26E-
006 016 007

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD01 - 28


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium,
and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Sumber: Data diolah, 2007


Tabel 7
Nilai Tolerance dan VIF

Tolerance VIF
Age 0.797 1.255
Size 0.503 1.986
Sumber:
Growth 0.571 1.753
Data diolah, 2008
Profit 0.888 1.126

Tabel 8
Hasil Uji Regresi Awal

Variabel Koefisien Standar Signifikansi


Independen Regresi Eror
Konstanta 5.232 1.188 0.000
AGE -0.064 0.049 0.200
SIZE -1.25E-005 0.000 0.065
GROWTH 8.78E-011 0.000 0.042
PROFIT -0.463 0.757 0.546
Adj R 2 0.068
R 0.422
Sig 0.195
F 1.621
Sumber: Data diolah, 2008

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD01 - 29


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium,
and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Tabel 9
Hasil Uji Regresi dengan Variabel Kontrol

Variabel Koefisien Standar Eror Signifikansi


Independen Regresi
Konstanta 4.659 1.290 0.001
Age -4.52E-02 0.046 0.338
Size -1.74E-05 0.000 0.006
Growth 1.173E-010 0.000 0.004
Profit 0.191 0.717 0.792
JPEM -1.375 0.712 0.064
LPEM 1.738 0.718 0.022
Adj R 2 0.287
R 0.413
Sig 0.014
F 3.283
Sumber: Data diolah, 2008

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD01 - 30


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

MODEL DISKRIMINASI UPAH DAN IMPLIKASINYA TERHADAP


KEBERHASILAN KARIR AUDITOR

Dra Rina Trisnawati


Fakultas Ekonomi / Akuntansi Universitas Muhammadiyah Surakarta

Abstract
Participation of Indonesian women in auditing professions has been increasing from
year to year. Previous studies however, show the existence of wage differentials
between male and female auditors. In most cases, female auditors receive lower
wage as compared to male auditors. The main objectives of this study are to
examine the exist of discrimination, determine the wages dicrimination model on
auditor’s profession and examine the relationship between wage level and auditor`s
career This study used Oaxaca-Wage Decomposition Model (Oaxaca 1 and 2),
Reimers model, Cotton model and Neumark model ( Pooled Model) to identify
factors that determine gender wage differentials and the discrimination existing
.Bootsrap Analysis was used to determine the wages discrimination model on
auditor`s profession. Correlations analysis was used to identify the relationship
between wage level and auditor`s career. A total of 284 auditors were selected as
respondents in this study. Among them, 183 were males and 101 were females. The
study was conducted in Central Java and Jogyakarta, Indonesia. The study shows
that human capital are the main factors that determine gender wage level among
auditors. Age, and location of client’s firm are also the determinants of gender wage
levels. Discrimination does exist and it is an important determinant factor for gender
wage differentials. Oacaxa 2 is the selected model of wages discrimination model
on auditor`s career. Regardless of auditors’ gender, this study finds that there is no
relationship between wage level and auditors careers. Auditing firms should be fairly
in assigning jobs to their auditors. Firms should also provide conducive job
environments and proper reward system to enhance auditors’ careers. Government
on the other hand should formulate policies that can facilitate and encourage the
professional women to participate in labour market.

Keywords: auditor, wages discrimination, Oacaxa analysis

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD02 - 1


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

1.PENDAHULUAN
Setiap perbedaan mengandung unsur diskriminasi. Diskriminasi selalu terjadi
dalam kelompok yang berbeda misalnya dari jenis kelamin yang dikenal sebagai
diskriminasi gender, dari segi warna kulit, agama, lokasi maupun profesi. Di pasar
tenaga kerja, diskriminasi terjadi disebabkan oleh perbedaan upah yang terjadi
ketika kelompok minoritas dibayar lebih rendah dibandingkan kelompok lain pada
pekerjaan yang sama dan perbedaan upah tersebut tidak ditentukan oleh perbedaan
produktivitas. Diskriminasi ini dikenal dengan diskriminasi upah (wages
discrimination) (Campbell et al, 2004).
Teori diskriminasi pertama kali dimunculkan oleh Gary Becker tahun 1957.
Berdasarkan pendekatan neoklasik, diskriminasi upah terjadi ketika pekerja memiliki
produktivitas yang sama tetapi dibayar dengan upah yang berbeda Untuk
menganalisis diskriminasi di pasar tenaga kerja, Becker (1964) menggunakan
asumsi bahwa diskriminasi disebabkan sikap atau persepsi majikan yang cenderung
mendiskriminasi kelompok tertentu misalnya tenaga kerja wanita (f). Jika majikan
cenderung mendiskriminasi f maka upah yang dibayar adalah lebih rendah.
Andaikan tenaga kerja wanita dan laki-laki memiliki produktivitas yang sama,
majikan di pasar persaingan sempurna ini akan membayar pekerja dengan dua
tingkat upah yang berbeda dan laki-laki akan menerima tingkat upah yang lebih
tinggi. Jika majikan tidak melakukan diskriminasi, mereka seharusnya akan
membayar dengan tingkat upah yang lebih rendah baik kepada tenaga kerja laki-laki
dan wanita.
Pandangan ahli ekonomi mengenai keberadaan wanita di pasar tenaga kerja
menjadi isu penting karena banyak penelitian di berbagai negara menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan upah diantara pekerja laki-laki dan wanita meskipun
tingkat keahlian yang dimiliki pekerja adalah sama. Perbedaan upah gender di
negara-negara Australia, Austria, Scandinavia menunjukkan rasio upah wanita lebih
rendah dibandingkan dengan pekerja laki-laki yaitu 73-76% (Neumark 2004). Di
Perancis menunjukkan angka 81%, di Norwegia sebesar 86%, di Jepang sebesar
73%, dan di Kanada sebesar 66.9% (Blau 2006). Perbedaan upah ini juga berlaku
di Indonesia. Berdasarkan data Biro Pusat Statistik tahun 2007, rasio upah pekerja
wanita adalah 50%-80% per bulan : 100% upah pekerja laki-laki di semua sektor
ekonomi. Di wilayah Jawa Tengah, rasio rata-rata upah pekerja wanita dibandingkan

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD02 - 2


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

pekerja laki-laki adalah 78.9 % : 100 % (Biro Pusat Satistik propinsi Jawa Tengah,
2007).
Kenaikan tingkat pendidikan wanita menyebabkan wanita juga memasuki
pekerjaan-pekerjaan profesional di pasar tenaga kerja. Bagi pekerja-pekerja
profesional, juga didapati pekerja wanita menerima upah lebih rendah dibandingkan
laki-laki. Pada pekerja sains dan teknik, didapati bahwa upah wanita 20% lebih
rendah dibandingkan dengan upah laki-laki (Graham & Smith 2004). Pada penelitian
lain didapati bahwa pekerja sains wanita memperoleh pendapatan 40% lebih rendah
dibandingkan pekerja laki-laki (North 2005). Romer (2000) menjelaskan bahwa
manajer wanita juga memperoleh pendapatan lebih rendah dibanding kan manajer
laki-laki. Upah bagi auditor wanita profesional yang tergabung dalam ICANZ
(International Certified Accountant New Zealand) adalah 83%: 100% upah auditor
laki-laki (Gibb 2000).
Terkait dengan upah yang diterima oleh auditor wanita, ketika rekruitmen,
auditor laki-laki dan wanita diberikan upah permulaan (starting salaries) yang sama
karena tingkat pendidikan, pengalaman dan keahlian yang sama. Tetapi untuk
beberapa tahun berikutnya upah auditor wanita lebih rendah dibandingkan auditor
laki-laki. Hal ini disebabkan oleh keberhasilan karir auditor wanita lebih lambat
dibandingkan laki-laki (Pilsburry et al.1999). Johnson dan Scandura (2004)
menjelaskan bahwa auditor laki-laki menerima upah lebih dari $5,000 dibandingkan
$4,000 upah auditor wanita. Hoffman (2001) menjelaskan bahwa auditor wanita
hanya menerima upah 66%:100%.Temuan ini konsisten dengan Smith dan Ward
(1994) yang menunjukkan bahwa auditor wanita menerima upah 60.4% :100%.
Rhoda (1998) menemukan bahwa auditor wanita di England menerima upah lebih
rendah yaitu 41.24%:100%. Dari berbagai penelitian ini dapat dijelaskan bahwa
terdapat perbedaan upah di antara auditor laki-laki dan wanita
Diskriminasi adalah salah satu faktor penting yang menyebabkan berlakunya
perbedaan upah gender. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa wanita
diperlakukan berbeda di pasar tenaga kerja dalam hal perbedaan upah, perbedaan
kenaikan karir, perbedaan jenis pekerjaan, perbedaan status pekerja, perbedaan
penerimaan oleh rekan sekerja dan supervisor, dan perbedaan perlakuan, (Pasey
1995; Sorensen 1993; Eric 1998; Sicilian & Grosberg 2001; Rhoda 1998; Laksmi
1999; Rina Trisnawati 2003,2005; Flo Hamrick 2007).

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD02 - 3


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Tingkat upah pekerja mempengaruhi keberhasilan karir pekerja. Keberhasilan


karir seorang pekerja dapat diukur dari perspektif internal yaitu kepuasan bekerja,
komitmen terhadap organisasi dan turnover. Penelitian sebelumnya menemukan
bahwa upah yang tinggi akan menyebabkan pekerja berpuas hati. Tingkat upah juga
meningkatkan komitmen seseorang pekerja terhadap organisasi dan tingkat upah
yang tinggi akan menyebabkan tingkat turnover yang rendah karena tidak ingin
berpindah organisasi (Igbaria 1997; Currivan 2000; Gaetner 2000; Griffeth et al.
2000; Milkovich & Newman 1999). Berdasarkan teori modal manusia, wanita
menerima upah lebih rendah dibandingkan laki-laki karena rendahnya produktivitas
dan implikasinya keberhasilan karir wanita adalah lebih rendah jika dibandingkan
laki-laki. Berdasarkan isu diatas maka penelitian ini bertujuan untuk
1. Menganalisis terjadinya/ wujudnya diskriminasi karena perbedaan upah
gender pada profesi auditor.
2. Menentukan model diskriminasi upah yang sesuai dengan profesi auditor
3. Menganalisis pengaruh tingkat upah terhadap keberhasilan karir auditor.
Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari hasil analisis yang dilakukan
dalam penelitian ini adalah:
1. Penelitian ini dapat mengembangkan model dasar dari analisis perbedaan
upah yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya (wages decomposition
model-Oaxaca) dengan melakukan teknik boostrap sehingga memberikan
gambaran lebih lengkap mengenai model diskriminasi upah pada profesi
auditor.
2. Secara metodologi, penelitian ini memberikan kontribusi dalam permodelan
diskriminasi sehingga model decomposition yang selama ini digunakan dapat
berkembang dan sesuai untuk berbagai profesi.
3. Memberi informasi tentang adanya perbedaan upah gender, faktor penentu
tingkat upah dan implikasinya terhadap keberhasilan karir pada profesi
auditor sehingga memberi kasusadaran kepada auditor wanita untuk
meningkatkan produktivitasnya untuk dapat memperoleh kasusetaraan upah.

2. KAJIAN LITERATUR
Isu mengenai auditor wanita yang berprofesi sebagai auditor sebenarnya
tidak lepas dari masalah gender. Bias gender terjadi sebagai konsekwensi bahwa
profesi auditor merupakan male-stereotype proffesion (Eric et al, 1998).Berdasarkan
Bridging the Gap between Theory and Practice AUD02 - 4
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

data ILO tahun 2006, jumlah auditor di Indonesia adalah 24,475 orang dan 31
persen diantaranya adalah auditor wanita. Hal ini menunjukkan bahwa pekerjaan
auditor juga banyak dilakukan oleh wanita meskipun pekerjaan ini dianggap sebagai
pekerjaan male occupation. Namun demikian dari jumlah tersebut hanya sedikit
auditor wanita mencapai posisi/ karir yang tinggi. Berdasarkan directory IAI bulan
Maret 2006 bahwa dari 183 KAP hanya 10 KAP atau 5 persen yang manajernya
adalah wanita dan dari 318 rekan (partner) hanya 28 atau 8.8 persen yang
merupakan auditor wanita. Fenomena ini memunculkan penelitian yang menarik
tentang auditor wanita.
Kondisi profesi ini di Indonesia juga tidak terlepas dari bentuk diskriminasi.
Rina Trisnawati (2003, 2007) menemukan bahwa auditor wanita diperlakukan
berbeda di pasar tenaga kerja dalam hal perbedaan upah, perbedaan kenaikan
karir, perbedaan penerimaan oleh rekan sekerja dan supervisor, dan perbedaan
komitmen terhadap organisasi. Laksmi dan Indriantoro (1999) menemukan bahwa
adanya perbedaan kasusempatan dalam berkarir, perlakuan , penerimaan dalam
pekerjaan dan komitmen terhadap karir antara auditor laki-laki dan wanita. Hasil
penelitian ini memberikan implikasi bahwa masih terdapat ketidaksesuaian persepsi
antara auditor wanita dan auditor laki-laki dalam memandang isu-isu yang terkait
dengan gender. Hal ini memberikan gambaran bagaimana keadaan sesungguhnya
yang dihadapi oleh auditor wanita yanng memasuki profesi ini.
Hasil penelitian yang dilakukan Trapp et all.( 1999) menemukan bahwa 41%
responden yang mereka teliti yaitu auditor wanita yang telah meninggalkan karir di
KAP merasakan adanya bentuk-bentuk diskriminasi yang telah mempengaruhi karir
mereka. Sebaliknya hanya 28% dari responden yang masih bekerja dalam
pekerjaan ini dan merasakan adanya diskriminasi.
Pasey (1995) menemukan bahwa praktek auditor di Scotlandia menunjukkan
bahwa 55% wanita merasa diperlakukan diskriminatif, 72% merasa keberhasilan
karirnya tidak sebaik laki-laki, hanya 76% yang bekerja full-time (sebagian besar tak
memiliki anak). 13% bekerja part time dan 6% pekerjaaan dilakukan di rumah. 60%
laki-laki bekerja lebih dari 45 jam per minggu dan hanya 21% wanita yang bekerja
lebih dari 45 jam per minggu. Akibat hal ini wanita mempunyai keahlian yang lebih
rendah, produktifitas yang lebih rendah dan karir yang lebih lambat. Disamping itu
wanita memiliki karir yang lebih rendah dibandingkan laki-laki dan bekerja pada area
yang berbeda. Hal ini dapat digambarkan bahwa hanya 16% sebagai partner dan
Bridging the Gap between Theory and Practice AUD02 - 5
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

10% wanita sebagai manajer. Wanita cenderung mengerjakan pekerjaan domestik


yaitu bidang pajak (26%) dan bidang konsultan (54%), sedangkan pekerjaan audit
lapangan lebih banyak dilakukan oleh laki-laki (31%).
Keadaan diatas juga berlaku pada negara-negara lain seperti di Australia
(Wilson, 2003), di New Zealand (Abu Helewa, 2005), Canada (Flo Hamrick, 2007).
Kondisi ini juga terjadi di Indonesia.
Berkaitan dengan upah, pada saat rekruitmen, auditor laki-laki dan wanita
diberikan starting salaries yang sama akibat tingkat pendidikan yang sama. Namun
pada beberapa tahun kemudian gaji auditor wanita lebih rendah dibandingkan
auditor laki-laki, hal ini disebabkan kenaikan karir auditor wanita lebih lambat
dibandingkan laki-laki. Pilsburry et al (1999) menemukan bahwa auditor laki-laki dan
auditor wanita memulai karir mereka dengan posisi dan gaji yang sama namun
beberapa tahun kemudian auditor wanita menerima $4000 lebih rendah
dibandingkan laki-laki.
Analisis yang digunakan oleh peneliti sebelumnya berkaitan dengan
perbedaan upah adalah Wages Decompotion Model Oaxaca dan Ramson (1973).
Model ini awalnya dikembangkan menjadi 2 model yaitu (a) Metode OAXACA 1 Æ
β* = βf sehingga (βm-βf)Xf. Model ini menggambarkan discrimination against
women (disadvantage womenI). (b) Metode OAXACA 2 Æ β* = βm sehingga (βm-
βf)Xm. Model ini menggambarkan discrimination in favour of mens (advantage men).
Oacaxa (1973) menggunakan data dari Survey of Economic Opportunity tahun 1967
yang mengklasifikasikan upah berdasarkan jenis kelamin dan ras. Oaxaca
melakukan estimasi β* dengan cara Æ Β* = Ω βw + (1- Ω ) βe. Dimana Ω = I dan Ω
=0
Seterusnya model Oaxaca ini dikembangkan oleh peneliti-peneliti berikutnya
dengan melakukan estimasi β* dengan cara yang berbeda. Metode Reimers (1983)
mengasumsikan bahwa Ω = 0.5 I sehingga β* = (βm + βf) / 2. Reimers
menggunakan data Survey of Income and Education tahun 1976 dengan melakukan
bedaan upah untuk pekerja Hispanic dan non Hispanic (Black worker). Selanjutnya
Cotton (1988) melakukan estimasi dengan Ω = fw dimana fw adalah proporsi dalam
group w dibagi dengan total pekerja. Data yang digunakan adalah Census Public
Use Samples tahun 1980. Kemudian Neumark (1988) melakukan estimasi β* adalah
vektor dari rate of return yang diperoleh dari fungsi upah dengan memasukkan
seluruh group (pooled model) Sehingga untuk menghitung Ω dilakukan dengan cara
Bridging the Gap between Theory and Practice AUD02 - 6
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

: Ω = (X`X)-1 (X`mXm) dimana X dan Xm adalah matrik dari karakteristik human


capital dalam pooled sample (seluruh group M dan F). Model yang dikembangkan
oleh Neumark (1988) yang mengestimasi β* menggunakan pooled sampel. β*
dihitung dari rata-rata koefisien hasil log regresi upah total dengan variabel-variabel
observed dari seluruh sampel.
Latifah (1998) meneliti perbedaan upah di Peninsular Malaysia yang hasil
penelitiannya menjelaskan bahwa perbedaan upah disebabkan oleh diskriminasi
sebesar 51.30% sedangkan selebihnya disebabkan oleh variabel human capital,
occupation dan family. Latifah (1994) menggunakan decomposition wages model
dan pooled sampel model. Glovanni (1998) menggunakan alat analisis yang sama
melakukan penelitian perbedaan upah di Switzerland. Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa pada tahun 1995 perbedaan upah disebabkan oleh
diskriminasi sebesar 53% dan pada tahun 1997 sebesar 51%. Variabel-variabel
yang digunakan untuk mengukur perbedaan upah yaitu pendidikan, pengalaman,
pangkat, besaran perusahaan, fungsi manajerial dan kasusesuaian pendidikan dan
pekerjaan. Variabel-variabel ini hanya mampu menjelaskan 47 % dari perbedaan
upah.
Drahomira Fishclova (2002) melakukan analisis Oaxaca untuk menganalisis
perbedaan upah di Czech Republic dan EU. Variabel-variabel yang digunakan untuk
menentukan fungsi upah adalah pendidikan, umur, klasifikasi pekerjaan, type
manajemen, tariff class, sektor, jam kerja dan type skedul pekerjaan. Hasil
analisisnya menunjukkan bahwa 52% disebabkan diskriminasi gender sedangkan
faktor-faktor tersebut hanya menjelaskan 48%.
Rahmah dan Zulridah (2003) menggunakan analisis Oacaxa dengan
menggunakan model wage decomposition dan pooled sample. Variabel-variabel
yang membentuk fungsi upah yaitu faktor demografi, human capital, karakteristik
pekerjaan dan karakteristik industri. Data yang digunakan adalah 2,046 pekerja
pada enam industri di Klang Valley dan Penang. Hasil analisisnya menunjukkan
bahwa faktor demografi dan human capital berperan penting dalam menentukan
perbedaan upah. Variabel ini menyumbang 78% dari perbedaan upah sedangkan
diskriminasi menjelaskan 22 % dari perbedaan upah.
Rahmah (2001) menggunakan analisis Oaxaca untuk menentukan perbedaan
pendapatan tenaga kerja mengikut kemahiran dalam industri pembuatan di
Malaysia. Data yang digunakan adalah 2065 pekerja dari enam industri pembuatan
Bridging the Gap between Theory and Practice AUD02 - 7
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

di Malaysia. Variabel yang digunakan aadalah modal manusia, faktor lokasi dan
gender. Hasil analisisnya menunjukkan bahwa pekerja mahir dan separuh mahir
didapati 41.22% dari perbedaan upah ditentukan oleh variabel modal manusia,
sedangkan lokasi hanya menyumbang 1.08 % dan gender menyumbang 26.7
%.perbedaan upah yang disebabkan oleh diskriminasi adalah 30.97 %. Pada
pekerja mahir dan tidak mahir, variabel modal manusia menyumbang 19.09 persen
kepada perbedaan upah. Sementara lokasi menyumbang 11.04 persen dan gender
3.52 persen. Variabel diskriminasi sangat menentukan dalam perbedaan upah ini
yaitu 66.35 persen. Pada kelompok pekerja separuh mahir dan tidak mahir, faktor
modal manusia menyumbang 54.88 persen dari perbedaan upah mereka, Lokasi
menyumbang 1.16 persen dan gender 5.13 persen. Sementara itu perbedaan upah
karena diskriminasi menyumbang 38.83 persen.
Penelitian perbedaan upah pada pekerjaan auditor dilakukan oleh Rhoda
(1998) dengan menggunakan basic model modal manusia, yaitu pendidikan dan
pengalaman dan hasilnya menunjukkan bahwa modal manusia hanya menjelaskan
33.33% kepada perbedaan upah dan 66.66% karena diskriminasi.
Penelitian ini mengembangkan dari penelitian Rhoda (1998) dengan
menganalisis faktor penentu perbedaan upah selain faktor modal manusia yang
merupakan basic model, mengembangkan model diskriminasi upah oaxaca wages
decomposition model dan melihat implikasi keberhasilan karir auditor sebagai akibat
tingkat upah yang berbeda diantara auditor laki-laki dan wanita

3. METODE PENELITIAN
3.1. Sampel dan Pengumpulan Data
Populasi penelitian ini adalah auditor laki-laki maupun auditor wanita yang bekerja
pada KAP yang ada di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Jogyakarta. Berdasarkan
directory IAI tahun 2006 terdapat 26 KAP di Jawa Tengah dan 8 KAP di DIY.
Peneliti melakukan survey secara langsung dan menanyakan kepada manager KAP
tentang jumlah auditor yang bekerja di KAP tersebut. Ini dilakukan karena tidak ada
informasi secara formal mengenai jumlah auditor di wilayah Jawa Tengah dan
Jogyakarta.
Sampel penelitian ini diperoleh dengan metode purposive non random
sampling, dengan kriteria auditor yang bekerja di KAP yang terdaftar pada direktori
IAI di wilayah Jawa Tengah dan Jogyakarta tahun 2006, memiliki pendidikan sarjana
Bridging the Gap between Theory and Practice AUD02 - 8
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

(S1), berpangkat supervisor atau staf auditor, dan bersedia memberi jawaban
questioner secara lengkap untuk tujuan analisis. Sampel penelitian yang diperoleh
berjumlah 284 auditor.
Tabel 1 Sampel penelitian
Pangkat Jumlah
Supervisor Staf
Auditor Laki-laki 65 orang 118 orang 183 orang
Auditor Wanita 28 orang 73 orang 101 orang
Jumlah 93 orang 191orang 284 orang
Sumber : data diolah

3.2. Instrumen penelitian


Instrumen penelitian ini ialah questioner. Secara ringkas, instrumen
penellitian dan pengukurannya dapat dijelaskan pada tabel berikut ini.
Tabel 2. Pengukuran Variabel Penelitian
Variabel Pengukuran
Upah Jumlah penghasilan rata-rata yang diterima oleh auditor dari
KAP selama sebulan (Skala interval)
Ln upah Ln upah rata-rata dari auditor wanita dan auditor laki-laki
Nomor register (pendidikan) 1 : memiliki nomor register akuntan
0 : tidak memiliki nomor register akuntan
Pengalaman Lama bekerja sebagai auditor (tahun)
Umur Umur auditor sekarang (tahun)
Status perkawinan 1 : sudah menikah
0 : belum menikah
Pangkat 1 : jika pangkat auditor supervisor
0 : jika pangkat auditor staf
Status pekerja 1 : jika auditor bekerja penuh waktu/pekerjaan utama
0 : jika auditor bekerja part time/ pekerjaan sampingan
Lokasi perusahaan klien 1 : jika perusahaan yang diaudit lebih banyak di luar kota
0 : jika perusahaan yang diaudit lebih banyak di dalam kota
Ukuran perusahaan klien 1 : jika lebih banyak melakukan audit perusahaan besar
0 : jika lebih banyak melakukan audit perusahaan kecil
Jenis KAP 1 : jika KAP berafiliasi dengan KAP lain
0 : Jika KAP lokal atau perseorangan
Umur KAP Lama KAP beroperasi hingga sekarang (tahun)
Lokasi KAP 1 : jika KAP terletak di kota besar (Semarang dan Yogya)
0 : jika KAP terletak di luar kota besar
Kepuasan bekerja Job Descriptive Index (skala likert) --- Smith et al.1986
Komitmen terhadap organisasi Organizational Commitment Questioner (skala likert) ---Porter
1979
Turnover Keinginan untuk berpindah pekerjaan (skala likert) ---Smith et
al. 1986
Sumber : Questioner

3.3. Teknik Analisis Data


Bridging the Gap between Theory and Practice AUD02 - 9
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Untuk tujuan analisis data, pada penelitian ini dilakukan beberapa tahap
sebagai berikut:
1. Analisis faktor-faktor penentu tingkat upah dan faktor-faktor penentu
perbedaan upah. Analisis yang digunakan adalah analisis Oaxaca dengan
Wages Decomposition Mode l(basic model), dikembangkan dengan analisis
Oaxaca-Pooled Model, Cotton model dan Reimers model
2. Analisis penentuan model diskriminasi upah pada profesi auditor
menggunakan bootstrap technique.
3. Analisis deskriptif dan korelasi untuk melihat hubungan tingkat upah gender
terhadap keberhasilan karir auditor (kepuasan bekerja, komitmen terhadap
organisasi dan turnover)

3.3.1. Analisis Faktor Perbedaan Upah Gender


Untuk menganalisis perbedaan upah dan wujud diskriminasi upah gender
digunakan OAXACA analysis (Wages decomposition Model). Adapun model
yang digunakan untuk mengestimasi perbedaan upah dengan menggunakan OLS
yaitu :

Log W = βo + β1PENDIDIKAN +β2PENGALAMAN + β3 PENGALAMAN


KUADRAT + β4 UMUR + β5STATUS PERKAWINAN+ β6PANGKAT + β7
STATUS PEKERJA + β8 LOKASI KLIEN + β9 UKURAN KLIEN + β10 JENIS
KAP +β11 UMUR KAP +β12 LOKASI KAP + µ
Pendekatan statistik dengan menggunakan wages decompotition model yang
dikembangkan oleh Oaxaca dan Ransom (1994) dengan formula :
Jika Wf adalah upah pekerja wanita dan Wm upah pekerja laki-laki, Xf dan Xm
adalah determinan dari fungsi upah maka dapat dibuat persamaan sebagai berikut :
Log Wf = ∑Xf bf ..........………………………………………………………(1)
log Wm = ∑ Xm bm ..........……………………………………………………(2)
Dimana Xf dan Xm adalah mean dari variabel-variabel penentu upah laki–laki dan
wanita . Dengan menggunakan OAXACA dapat dihitung rata-rata nilai dari log upah
pekerja wanita dengan persamaan
Log Wf = ∑Xf bm ………………………………………………………… (3)
Dengan melakukan gabungan dari persamaan (2) dan (3) maka dapat dibuat
persamaan :
Bridging the Gap between Theory and Practice AUD02 - 10
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Log Wm – log Wf = ∑[(Xm - Xf) bm] + [Xf(bm - bf)]……………………….(4)


Log Wm – log Wf menggambarkan perbedaan upah antara laki-laki dan wanita
(Xm - Xf) bm Æ perbedaan mean dari variabel-variabel observed yaitu (
pendidikan, pengalaman, umur, status perkawinan, pangkat, jenis
KAP, umur KAP, lokasi KAP, ukuran klien, lokasi klien dan status
pekerja)
Xf(bm - bf ) Æ besarnya wujud diskriminasi

3.3.2. Penentuan/ pengembangan model diskriminasi upah


Oaxaca analysis (Wages decomposition Model) merupakan suatu alat
analisis yang digunakan untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi
perbedaan upah dari dua kelompok sampel yang disebabkan oleh faktor demografi,
human capital, karakteristik individu dan faktor-faktor lainnya.
Wages Decompotion Model Oaxaca dan Ramson (1994) dapat dilakukan
dengan menggunakan beberapa cara atau prosedur untuk melakukan
decompotition. Formula umum untuk menghitung fungsi upah ( man and women)
berdasarkan model Oaxaca adalah :
Ln Wm = βm Xm …………………………………………………………….. (1)
LnWw = βw Xw ………………………………………………………………(2)
Dimana Xm dan Xw adalah vektor yang berisi rata-rata nilai human capital
sedangkan βm dan βw adalah vektor dari rate of return dari human capital sebagai
hasil regresi log upah (W) dengan variabel human capital. Sehingga kombinasi dari
formula 1 dan 2 dapat digabungkan sebagai berikut :
LnWm – LnWw = βm Xm – βw Xw ………………………………………… (3)
= (βm – β*) Xm + (β*- βw)Xw + β* (Xm-Xw)…………..……..(4)
Persamaan 1 mengukur diskriminasi sebagai advantage men, persamaan 2
mengukur diskriminasi sebagai disadvantage women dan persamaan 3 mengukur
perbedaan human capital.
Ada beberapa prosedur decompotition dengan melakukan estimasi terhadap
β*. Analisis untuk membandingkan prosedur-prosedur decompotition menggunakan
bootstrap technique. Beberapa metode untuk mengestimasi β* tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut :

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD02 - 11


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

• Metode OAXACA 1 Æ β* = βm sehingga (βm-βf)Xf. Model ini


menggambarkan discrimination against women (disadvantage women)
• Metode OAXACA 2 Æ β* = βf sehingga (βm-βf)Xm. Model ini
menggambarkan discrimination in favour of men (advantage men)
Oaxaca and Ramson (1994) melakukan estimasi β* dengan cara
Β* = Ω βm + (1- Ω ) βf. Dimana Ω = I dan Ω = 0
• Metode Reimers (1983) mengasumsikan bahwa Ω = 0.5 I sehingga
β* = (βm + βf) / 2
• Metode Cotton (1988) melakukan estimasi dengan Ω = fm dimana fm
adalah proporsi dalam group m dibagi dengan total pekerja.
Metode Neumark (1988) melakukan estimasi β* adalah vektor dari rate of
return yang diperoleh dari fungsi upah dengan memasukkan seluruh group
(pooled model ). Model yang dikembangkan oleh Neumark (1988) yang
mengestimasi β* menggunakan pooled sampel. β* dihitung dari rata-rata
koefisien hasil log regresi upah total dengan variabel-variabel observed dari
seluruh sampel.
Log Wm – log Wf = β*(Xm – Xf) bm + Xm (bm - β*) + Xf (β*- bf)
β*(Xm – Xf) bm Æ perbedaan mean dari variabel-variabel human capital
Xm(bm - β*) Æ Male favourable against women (male advantage)
Xf(β*- bf) Æ female treatment agains male (women disadvantage)
Xm (bm - β*) + Xf (β*- bf) Æ Total discrimination
Dari kelima model tersebut masing-masing dianalisis dan dihitung untuk
menentukan besarnya diskriminasi upah pada profesi auditor. Selanjutnya dengan
bootstrap technique ditentukan model yang tepat untuk mengukur diskriminasi upah.
Untuk melihat implikasi perbedaan upah dengan keberhasilan karir auditor, analisis
correlation pearson dilakukan untuk menganalisis pengaruh tingkat upah terhadap
kepuasan bekerja, komitmen terhadap organisasi dan turnover. Analisis dilakukan
secara terpisah pada sampel auditor laki-laki dan auditor wanita. Hal ini dilakukan
karena rata-rata tingkat upah yang diterima oleh kedua sampel berbeda.

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD02 - 12


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

4. HASIL PENELITIAN
4.1. Hasil Analisis Oaxaca
Berdasarkan pada tujuan penelitian, untuk menentukan wujud atau berlakunya
diskriminasi pada profesi auditor, dilakukan terlebih dahulu analisis mengenai faktor-
faktor penentu tingkat upah dengan menggunakan metode Ordinary Least Square
(OLS). Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 3 dibawah ini
Tabel 3. Hasil analisis regresi fungsi upah
Variabel Seluruh Sampel Sampel Laki-laki Sampel Wanita
Koef t-hitung Koef t-hitung Koef t-hitung
konstanta 5.521 68.944*** 5.526 50.799*** 5.444 33.811***
Modal Manusia
-No register .282 6.512*** .381 6.512*** .107 1.907
-Pengalaman .161 6.478*** .206 6.913*** .019 .304
-Pengalaman2 -.009 -4.490*** -.011 -4.721*** -.001 -.198
Ciri-ciri Individu
-Umur .010 4.099*** .009 2.805*** .019 2.188
-Status .092 1.915 -.006 -.086 .126 2.069
perkawinan
-Pangkat .074 1.398 -.044 -.551 .243 3.523***
Ciri-ciri KAP
-Jenis KAP -.109 -2.234 -.132 -1.943 -.130 -2.180
-Umur KAP .005 1.312 .004 .762 .011 2.497
-Lokasi KAP .032 .799 .124 2.201 -.116 1.954
Ciri-ciri Pekerjaan
-Ukuran klien .122 2.619 .095 1.405 .244 4.689***
-Lokasi klien .251 6.886*** .262 4.513*** .262 3.853***
-Status pekerjaan -.003 -.060 -.093 -1.114 .121 1.966
Jumlah sampel (n)
284 183 101
F hitung 61.252 *** 31.880*** 30.206***
R kuadrat (R2) .731 .728 .805
Sumber : data diolah
*** signifikan pada α=1%

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD02 - 13


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa nilai R2 yang diperoleh adalah


cukup tinggi yaitu di atas 0.6. Ini menggambarkan bahwa variasi pada variabel
dependen dapat dijelaskan oleh variabel independen dalam model yang
dianggarkan adalah lebih dari 60%. Angka ini dapat diterima bagi regresi regresi
(Nunally 1978). Model regresi yang digunakan juga kuat(robust) karena nilai F
hitung menunjukkan hasil yang signifikan untuk ketiga-tiga model regresi tersebut.
Hasil analisis regresi untuk keseluruhan sampel diperoleh bahwa faktor
modal manusia, umur auditor, dan lokasi perusahaan klien mempunyai pengaruh
positif dan signifikan terhadap tingkat upah gender. Untuk regresi sampel auditor
laki-laki, diperoleh bahwa modal manusia, umur auditor, dan lokasi perusahaan klien
berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat upah. Untuk sampel auditor
wanita, hasil analisis menunjukkan bahwa faktor ciri-ciri individu, ciri-ciri KAP dan
ciri-ciri pekerjaan berpengaruh signifikan dengan tingkat upah.
Setelah fungsi regresi upah dilakukan dan diperoleh nilai beta untuk setiap
kelompok sampel, selanjutnya dilakukan analisis Oaxaca yang terdiri dari analisis
Oaxaca-Wages Decomposition Model (model Oxaca 1-Discrimination Against
Women dan model Oaxaca 2- Discrimination in Favour Men), Cotton model,
Reimers model dan Neumark model atau Oaxaca-Pooled Model. Hasil analisis dari
model penentuan diskriminasi upah pada profesi auditor dapat dijelaskan sebagai
berikut.

4.1.1. Model Oaxaca 1


Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, perbedaan upah berlaku di antara
auditor laki-laki dan wanita. Rata-rata ln upah auditor laki-laki adalah Rp 6,7791 dan
rata-rata ln upah auditor wanita adalah Rp 6,4082. Perbedaan ln upah auditor laki-
laki dan wanita adalah Rp 0.3709 (sumber : data diolah).
Wages decomposition model digunakan sebagai satu metode statistik untuk
menentukan berapa persen kontribusi setiap faktor kepada perbedaan upah. Jika
diandaikan diskriminasi berlaku pada auditor wanita (f) yang menyebabkan upah
lebih rendah jika dibandingkan dengan auditor laki-laki (m) maka dapat dinotasikan
d=1. Pada kasus ini struktur upah kelompok m digunakan oleh majikan untuk
memilih pekerja. Pada kasus ini disebut disadvantage women atau discrimination
against women. Maka persamaan yang dilakukan untuk menghitung diskriminasi
adalah:
Bridging the Gap between Theory and Practice AUD02 - 14
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

LnWm - LnWf = βˆ m ( Xm - Xf )+( βˆ m- βˆ f) Xf


Hasil perhitungan dari analisis diatas dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini
Tabel 4 Hasil Analisis Oaxaca 1

LnWm - LnWf = 0.3709

LnWm - LnWf = ∑ βˆ m ( Xm - Xf )+( βˆ m- βˆ f) Xf

Faktor-faktor Perbedaan Upah Discrimination


∑ βˆ m ( Xm - Xf ) ∑( βˆ m- βˆ f) Xf

Modal Manusia 0.553156


0.095214

Ciri-ciri Individu -0.411441


0.059686

Ciri-ciri KAP 0.071384


0.020187

Ciri-ciri pekerjaan -0.082569


0.082271

Jumlah Diskriminasi
0.237324 0.13053 (33 persen)
(67 persen)
Sumber: Data diolah
Hasil analisis penelitian dengan metode Oaxaca 1 menjelaskan diskriminasi
wujud dalam pekerjaan auditor ini karena didapati faktor ini memberi kontribusi 33%
terhadap perbedaan upah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa diskriminasi
memberi kontribusi lebih besar terhadap perbedaan upah dibandingkan dengan
faktor-faktor lainnya yaitu modal manusia, ciri-ciri individu, ciri-ciri KAP dan ciri-ciri
pekerjaan. Hasil penelitian ini konsisten dengan tujuan penelitian.

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD02 - 15


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

4.1.2. Model Oaxaca 2


Model Oaxaca 2 dikembangkan dari basic model dengan menggunakan
anggapan majikan dalam memilih pekerja. Jika asumsi diskriminasi menyebabkan
kelompok auditor laki-laki (m) lebih disukai oleh majikan sehingga dibayar upah lebih
tinggi dibandingkan kelompok auditor wanita (f) maka pada kasus ini dinotasikan
d=0. Struktur perolehan kelompok f akan digunakan sebagai dasar dalam rekruitmen
pekerja. Pada kasus ini disebut sebagai advantage m atau discrimination in favour
of men. Persamaan yang digunakan untuk menghitung diskriminasi adalah sebagai
berikut:
LnWm - LnWf = βˆ f ( Xm - Xf )+( βˆ m- βˆ f) Xm
Hasil perhitungan persamaan di atas dapat dijelaskan pada tabel 5 berikut ini

Tabel 5. Hasil Analisis Oaxaca 2

LnWm - LnWf = 0.3809

LnWm - LnWf = ∑ βˆ f( Xm - Xf )+( βˆ m- βˆ f) Xm

Faktor-faktor Perbedaan Upah Discrimination


∑ βˆ f ( Xm - Xf ) ∑( βˆ m- βˆ f) Xm
Modal Manusia 0.631625
0.016745
Ciri-ciri Individu -0.52297
0.171214
Ciri-ciri KAP - 0.118022
0.02645
Ciri-ciri pekerjaan -0.06228
0.061987
Jumlah Diskriminasi
0.223496 0.164397
(57 persen) (43 persen)
Sumber : data primer diolah

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD02 - 16


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Hasil analisis penelitian dengan metode Oaxaca 2 menjelaskan bahwa faktor


perbedaan ciri-ciri individu memberi kontribusi paling besar dalam perbedaan upah
yaitu 76% sedangkan faktor lain yaitu perbedaan modal manusia, perbedaan ciri-ciri
pekerjaan dan perbedaan ciri-ciri KAP memberikan kontribusi yang kecil terhadap
perbedaan upah. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa diskriminasi wujud dalam
pekerjaan auditor ini karena didapati faktor ini memberi kontribusi 43% terhadap
perbedaan upah. Wujud diskriminasi dalam model ini lebih besar dibandingkan
dengan model Oaxaca 1 yang hanya memberikan nilai wujud diskriminasi sebesar
33%. Hasil penelitian ini juga konsisten dengan tujuan penelitian.

4.1.3. Model Reimers


Reimers (1983) mengembangkan model Oaxaca di atas dan diandaikan
tingkat diskriminasi di pasar tenaga kerja adalah sama di antara kelompok auditor
laki-laki (m) dan kelompok auditor wanita (f) iatu ( βˆ m+ βˆ f) / 2 dengan dinotasikan d
= 0.5. Maka dapat ditulis persamaan untuk model Reimers adalah:
LnWm - LnWf = 0.5( Xm - Xf ) ( βˆ m+ βˆ f) + 0.5( Xm + Xf ) ( βˆ m- βˆ f).
Dan ln upah rata-rata untuk kedua kelompok tersebut adalah :
LnWm = 0.5 Xm ( βˆ m+ βˆ f)

LnWf = 0.5 Xf ( βˆ m+ βˆ f)
Hasil perhitungan persamaan di atas dapat dijelaskan pada tabel 6 berikut ini
Tabel 6 Hasil Analisis Model Reimers

LnWm - LnWf = 0.3809


LnWm - LnWf = ∑0.5( Xm - Xf ) ( βˆ m+ βˆ f) + 0.5( Xm + Xf ) ( βˆ m- βˆ f)

Faktor-faktor Perbedaan Upah Discrimination


∑0.5( Xm - Xf ) ( βˆ m+ βˆ f) ∑0.5( Xm + Xf ) ( βˆ m- βˆ f)
Modal Manusia 0.0559796 0.5923906
Ciri-ciri Individu 0.1154501 -0.4672053
Ciri-ciri KAP -0.00313195 0.09470275
Ciri-ciri pekerjaan 0.0721291 -0.0724266
Jumlah Diskriminasi 0.14746145
0.24042685 (37 persen)
(63 persen)
Sumber : data primer diolah

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD02 - 17


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Hasil analisis penelitian dengan metode Reimers dapat dijelaskan bahwa


faktor perbedaan ciri-ciri individu memberi kontribusi paling besar dalam perbedaan
upah yaitu 46% sedangkan faktor lain yaitu perbedaan modal manusia, perbedaan
ciri-ciri pekerjaan dan perbedaan ciri-ciri KAP memberikan kontribusi yang kecil
terhadap perbedaan upah. Diskriminasi wujud dalam pekerjaan auditor ini karena
didapati faktor ini memberi kontribusi 37% terhadap perbedaan upah. Jika
dibandingkan dengan model Oaxaca 1 yang hanya memberikan wujud sebesar
33%, hasil penelitian ini menunjukkan wujud diskriminasi lebih besar dengan
memberi kontribusi 37 % terhadap perbedaan upah. Namun jika dibandingkan
metode Oaxaca 2, kontribusi diskriminasi pada model ini lebih kecil yaitu 37% : 43%.
Hasil penelitian ini juga konsisten dengan tujuan penelitian.

4.1.4. Model Cotton


Cotton (1988) melakukan estimasi terhadap d dengan membagi secara
proporsional rekruitmen kelompok auditor laki-laki (m) terhadap kelompok auditor
wanita (f). Data yang diperoleh didapati bahwa jumlah auditor laki-laki dan wanita
adalah 183 orang berbanding 101 orang atau 55% dengan jumlah pekerja
kelompok m lebih besar (m>f, m≠f) Artinya jika jumlah kelompok pekerja m
mendekati f maka nilai d juga mendekati 1. Berdasarkan data yang diperoleh maka
proporsi pekerja m terhadap f dapat ditulis dengan persamaan:
LnWm - LnWf = 0.55( Xm - Xf ) ( βˆ m+ βˆ f) + 0.55( Xm + Xf ) ( βˆ m- βˆ f)
Dan ln upah rata-rata yang diestimasikan untuk kedua kelompok tersebut adalah:
LnWm = 0.55 Xm ( βˆ m+ βˆ f)

LnWf = 0.55 Xf ( βˆ m+ βˆ f)

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD02 - 18


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Hasil perhitungan persamaan di atas dapat dijelaskan pada tabel 7 berikut ini
Tabel 7 Hasil Analisis Model Cotton

LnWm - LnWf = 0.4266

LnWm - LnWf = ∑0.55( Xm - Xf ) ( βˆ m+ βˆ f) + 0.55( Xm + Xf ) ( βˆ m- βˆ f)

Faktor-faktor Perbedaan Upah Male advantage


∑0.55( Xm - Xf ) ( βˆ m+ βˆ f) ∑0.55( Xm + Xf ) ( βˆ m- βˆ f)
Modal Manusia 0.65162966
0.06157756
Ciri-ciri Individu -0.51392583
0.12699511
Ciri-ciri KAP - 0.104173025
.003445145
Ciri-ciri pekerjaan -0.07966926
0.07934201
Jumlah Diskriminasi
0.264469535 0.162207595
(61 persen) (39 persen)
Sumber : data diolah
Hasil analisis penelitian dengan metode Cotton dapat dijelaskan bahwa faktor
perbedaan ciri-ciri individu memberi kontribusi paling besar dalam perbedaan upah
yaitu 46% Hasil analisis juga menunjukkan diskriminasi wujud dalam pekerjaan
auditor ini karena didapati faktor ini memberi kontribusi 39% terhadap perbedaan
upah. Dalam model ini, diperoleh bahwa diskriminasi adalah faktor penting sebagai
penentu perbedaan upah gender dalam pekerjaan auditor.. Jika dibandingkan
dengan model Oaxaca 1 yang hanya memberikan wujud sebesar 33% dan model
Reimers sebesar 37%, nilai diskriminasi pada model Cotton ini memberikan
kontribusi yang lebih besar terhadap perbedaan upah. Namun jika dibandingkan
metode Oaxaca 2, kontribusi diskriminasi pada model ini lebih kecil yaitu 39% : 43%.
Hasil penelitian ini juga konsisten dengan tujuan penelitian.

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD02 - 19


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

4.1.5. Model Neumark (Pooled Model)


Pooled model adalah satu metode pada analisis Oaxaca dengan
memasukkan seluruh kelompok sampel dalam regresi untuk menngestimasi β* yang
dihitung dari rata-rata koefisien hasil regresi ln upah dengan variabel-variabel yang
diestimasi dari seluruh sampel. Neumark (1988) melakukan estimasi terhadap β* di
mana β* adalah koefisien yang diperoleh dari fungsi logaritma perolehan dengan
memasukkan seluruh kelompok pekerja (pooled model ). Persamaan yang
digunakan adalah :
LnWm - LnWf = β *( Xm - Xf ) + ( βˆ m – β *) Xm + ( β *- βˆ f) Xf
Hasil perhitungan persamaan di atas dapat dijelaskan pada tabel 8 berikut ini
Tabel 8 Hasil Analisis Neumark-Pooled Model

LnWm - LnWf = 0.3809

LnWm - LnWf == ∑β*( Xm - Xf ) + ( βˆ m – β*) Xm + (β*- βˆ f) Xf


Faktor Penentu Male Female Total
Perbedaan Upah advantage disadvantage discrimination
β*( Xm - Xf ) ∑( βˆ m – β*) Xm ∑(β*- βˆ f) Xf ∑( βˆ m – β*) Xm +

(β*- βˆ f) Xf
Modal manusia 0.176533 0.402556 0.5790889
0.069181

Ciri-ciri individu -0.133574 -0.309399 -0.442973


0.091218

Ciri-ciri KAP 0.055627 0.032222 0.087748


0.003823

Ciri-ciri pekerjaan 0.082638 -0.155937 -0.0733


0.073002

Jumlah 0.237324 0.181123 -0.030559 0.150564


(61 persen) (39 persen)
Sumber : data diolah

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD02 - 20


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Hasil analisis penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa faktor


perbedaan modal manusia memberi kontribusi 18% kepada perbedaan upah. Angka
ini lebih rendah jika dibandingkan wages decomposition model (Oaxaca 1 dan
Oaxaca 2). Diskriminasi wujud pada model ini dan ditemukan lebih tinggi jika
dibandingkan dengan wages decomposition model. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa diskriminasi memberi kontribusi cukup besar terhadap perbedaan upah
dibandingkan dengan faktor-faktor observed lainnya. Jika dibandingkan dengan
model Oaxaca 1 yang hanya memberikan wujud sebesar 33% dan model Reimers
sebesar 37%, nilai diskriminasi pada model Neumark ini memberikan kontribusi
yang lebih besar terhadap perbedaan upah. Namun jika dibandingkan metode
Oaxaca 2, kontribusi diskriminasi pada model ini lebih kecil yaitu 39% : 43%. Hasil
penelitian ini juga konsisten dengan tujuan penelitian.

4.2.Teknik Bootsrap
Hasil analisis penelitian diatas menunjukkan bahwa penggunaan model
wages decomposition model (model Oaxaca), model Reimers, model Cotton dan
model Neumark (pooled model) dalam menentukan faktor penentu perbedaan upah
gender adalah konsisten. Hasil penemuan ini kemudian dilakukan perbandingan
untuk menentukan model diskriminasi upah secara tepat. Prosedur decompotition
dengan menggunakan bootstrap technique telah dilakukan oleh Silber dan Weber
(1999). Hasil bootstrap technique dapat dijelaskan pada tabel 9.

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD02 - 21


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Tabel 9. Perbandingan model diskriminasi upah


Komponen Model Oaxaca 1 Neumark Reimers Cotton Oaxaca 2
Perbedaan Oaxaca 1 - > > > >
modal Neumark < - > > >
manusia Reimers < < - < >
Cotton < < > - >
Oaxaca 2 < < < < -

Perbedaan Oaxaca 1 - < < < <


ciri-ciri Neumark > - < < <
individu Reimers > > - < <
Cotton > > > - <
Oaxaca 2 > > > > -

Perbedaan Oaxaca 1 - > > > >


ciri-ciri KAP Neumark < - > > >
Reimers < < - = >
Cotton < < = - >
Oaxaca 2 < < < < -
Perbedaan Oaxaca 1 - > > > >
ciri-ciri Neumark < - > > >
pekerjaan Reimers < < - > >
Cotton < < < - <
Oaxaca 2 < < < > -

Diskriminasi Oaxaca 1 - < < < <


Neumark > - > = <
Reimers > < - < <
Cotton > = > - <
Oaxaca 2 > > > > -

Sumber : data diolah

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD02 - 22


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Berdasarkan tabel di atas maka dapat dijelaskan bahwa untuk penghitungan


diskriminasi pada profesi auditor yang paling tepat menggunakan metode Oaxaca 2
yaitu melakukan penghitungan dengan asumsi bahwa terjadinya diskriminasi karena
kelompok m (auditor laki-laki) lebih digemari oleh majikan sehingga dibayar upah
lebih tinggi. Pada kasus ini struktur upah kelompok f (auditor wanita) akan
digunakan sebagai dasar pada saat rekruitmen pekerja.
Hasil analisis ini tidak konsisten dengan hasil teknik boostrap yang dilakukan
oleh Silber dan Weber (1999). Hasil analisis terhadap pekerja tenaga kerja Migran
di South Africa menunjukkan bahwa dalam penghitungan total diskriminasi, model
Oaxaca 1 lebih baik dibandingkan dengan metode yang lain, sedangkan model
Neumark atau disebut sebagai Pooled Model lebih baik dalam penghitungan
perbedaan modal manusia .
Hasil analisis ini juga membuktikan bahwa model penghitungan diskriminasi
dengan obyek yang berbeda ternyata memberikan hasil perhitungan diskriminasi
yanng berbeda. Ketidakkonsistenan hasil analisis ini sangat mungkin disebabkan
oleh karakteristik pekerja yang berbeda. Perlu diketahui bahwa analisis Oxaca–
wages decomposition model pada awalnya digunakan untuk menghitung
diskriminasi upah pada kelompok pekerja kulit putih dan kulit hitam. Dalam
perkembangannya model dasar (basic model) ini mengalami perkembangan karena
diskriminasi upah tidak hanya disebabkan oleh warna kulit tetapi disebabkan oleh
hal-hal lainnya seperti modal manusia, lokasi pekerjaan, jenis kelamin, karakteristik
individu, karakteristik pekerjaan dan faktor-faktor lainnya. Pada penelitian ini
mencoba mengembangkan dari penelitian sebelumnya (Rhoda, 1998) dengan
melakukan komparasi berbagai model diskriminasi untuk menentukan hasil yang
paling baik dalam menghitung diskriminasi pada profesi auditor.

4.3 Implikasi perbedaan upah gender terhadap keberhasilan karir auditor


Berdasarkan tujuan penelitian, analisis dilakukan untuk melihat pengaruh
tingkat upah terhadap keberhasilan karir auditor. Analisis yang digunakan adalah
analisis korelasi dan dilakukan secara terpisah untuk sampel auditor laki-laki dan
auditor wanita.
Hasil analisis pada sampel auditor wanita menunjukkan bahwa upah yang
diterima auditor wanita tidak mempengaruhi keberhasilan karir. Nilai korelasi ln upah
dengan kepuasan bekerja menunjukkan angka 0.132 (prob. value=0.175). Korelasi
Bridging the Gap between Theory and Practice AUD02 - 23
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

ln upah dengan komitmen terhadap organisasi ditunjukkan denngan nilai korelasi


0.069 (prob. value=0.482), jadi upah tidak berpengaruh terhadap komitmen
organisasi. Pengaruh upah terhadap turnover ditunjukkan dengan nilai korelasi -
0.089 (prob. value= 0.275). Hal ini menunjukkan upah tidak berpengaruh terhadap
turnover.
Hasil analisis pada sampel auditor laki-laki juga menunjukkan bahwa upah
yang di terima auditor laki-laki juga tidak mempengaruhi keberhasilan karir auditor.
Nilai korelasi ln upah dengan kepuasan bekerja menunjukkan angka 0.023 (prob.
value=0.674). Korelasi ln upah dengan komitmen terhadap organisasi ditunjukkan
dengan nilai korelasi 0.052 (prob. value=0.344), jadi upah tidak berpengaruh
terhadap komitmen organisasi. Pengaruh upah terhadap turnover ditunjukkan
dengan nilai korelasi -0.061 (prob. value= 0.293). Hal ini menunjukkan upah tidak
berpengaruh terhadap turnover.
Hasil analisis tidak konsisten denngan tujuan penelitian karena pada sampel
auditor laki-laki maupun auditor wanita, upah tidak mempengaruhi keberhasilan
karir auditor sehingga pada kasus ini kepuasan berkerja, komitmen terhadap
organisasi maupun turnover tidak disebabkan oleh tingkat upah.
Penemuan ini menarik karena bagi pekerja pada umumnya, upah adalah
faktor yang sangat penting untuk menentukan apakah ia tetap bekerja di tempat
tersebut atau memilih bekerja di tempat lain yang dapat memberi upah lebih tinggi.
Perlu disadari bahwa kepuasan bekerja seseorang pekerja tidak selalu ditentukan
oleh upah yang diterima. Dalam kasus ini, keinginan auditor lebih kepada keinginan
sosial (social need), karena pekerjaan auditor adalah jenis pekerjaan yng
mementingkan kerja bersama (teamwork). Oleh karena itu, auditor memerlukan
lingkungan kerja yang nyaman, hubungan yang baik dengan rekan sekerja, dengan
pihak atasan dan dengan pihak-pihak lain di luar KAP adalah lebih penting
dibandingkan dengan upah yang diterima
Pada kasus auditor wanita, rasa puas hati dalam berkerja tidak selalu
disebabkan oleh upah yang diterima. Jadual pekerjaan dan lingkungan berkerja
yang nyaman kemungkinan menyebabkan mereka puas hati dalam bekerja apalagi
jika auditor tersebut sudah menikah dan memiliki anak. Jika terjadi keadaan darurat,
contohnya anak sakit, maka pekerjaannya dapat digantikan oleh rekan kerja yang
lain sehingga menjaga hubungan baik dengan rekan sekerja merupakan hal yang
penting. Selain itu, hubungan baik dengan atasan juga sangat diperlukan. Jika
Bridging the Gap between Theory and Practice AUD02 - 24
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

terjadi sesuatu yang menyebabkan pekerja tersebut terpaksa mengambil cuti maka
ia akan dibolehkan karena pekerjaan yang ditinggalkan sementara dapat digantikan
oleh auditor lain. Bagi pimpinan KAP, mereka lebih mementingkan hasil akhir dari
pekerjaan secara teamwork dan target waktu yang tercapai.
Hasil analisis juga menunjukkan bahwa upah tidak mempengaruhi komitmen
individu terhadap organisasi. Upah tidak selalu menjadi faktor penting bagi individu
untuk komit terhadap organisasi. Banyak faktor lain selain upah yang kemungkinan
menyebabkan individu komit kepada organisasi, contohnya umur, masa berkerja,
pendidikan, pangkat, status perkawinan, jumlah tanggungan dalam keluarga dan
relokasi keluarga (rujuk Becker`s side-bet theory of Commitment, 1960).
Pada kasus auditor, komitmen terhadap KAP kemungkinan ditentukan oleh
adanya anggapan auditor terhadap alternatif pekerjaan lain di luar KAP.
Kebanyakan lulusan akuntansi, menganggap pekerjaan auditor adalah pekerjaan
prestise apalagi di KAP besar. Mereka akan komit terhadap KAP apalagi jika
mereka memiliki nomor register sebagai bukti bahwa ia telah menjadi auditor
profesional Jika keahlian profesional dimiliki seorang auditor dan auditor tersebut
tidak memiliki alternatif pekerjaan lainnya, maka komitmen auditor terhadap KAP
akan tinggi karena merasa cemas akan kehilangan investasi jika memilih keluar
KAP. Oleh sebab itu, kemungkinan komitmen auditor terhadap organisasi bukan
hanya disebabkan oleh upah yang diterima.
Faktor lain yang kemungkinan terjadi pada kasus ini adalah status
perkawinan dan jumlah tanggungan yang merupakan salah satu pengukuran
investasi pada organisasi. Bagi auditor yang sudah menikah dan memiliki anak,
memiliki rasa tanggungjawab terhadap organisasi adalah lebih tinggi. Kesempatan
untuk memilih pekerjaan lain akan semakin rendah dibandingkan pekerja yang
masih bujang (single-worker) karena waktu bekerja dan bersama keluarga perlu
dibagi dengan cermat. Ini berarti, pekerja terpaksa komit terhadap organisasi karena
rasa tanggungjawab terhadap keluarga bukan karena upah yang diterima.
Faktor relokasi keluarga juga kemungkinan menyebabkan auditor terpaksa
komitmen terhadap KAP. Jika seseorang auditor berpindah KAP apalagi di lain kota,
faktor keluarga adalah menjadi pertimbangan penting, terutama auditor wanita.
Dengan berpindah KAP atau pekerjaan maka harus membawa suami dan anak-
anak dan hal ini merupakan kos yang harus ditanggung oleh auditor tersebut. Jika
hal ini terjadi pada auditor laki-laki, maka relokasi keluarga juga merupakan salah
Bridging the Gap between Theory and Practice AUD02 - 25
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

satu faktor penting untuk dipertimbangkan apakah tetap komitmen terhadap KAP
atau pindah dari KAP.
Hasil analisis juga menjelaskan bahwa tingkat upah tidak berpengaruh
terhadap turnover. Keinginan berpindah KAP bagi seorang pekerja tidak selalu
disebabkan oleh upah. Ketidakpuasan dalam bekerja dan rendahnya komitmen
terhadap organisasi merupakan salah satu faktor yang menyebabkan seorang
pekerja ingin berpindah KAP.
Hasil dari penelitian ini tidak mendukung hasil penelitian sebelumnya (Igbaria
1997; Currivan 2000; Gaetner 2000; Okpara 2006;; Griffeth et al. 2000). Akan tetapi
teori motivasi dan teori komitmen dapat menjelaskan mengapa hal tersebut terjadi
pada profesi auditor Perlu diketahui bahwa keberhasilan karir tidak selalu ditentukan
oleh tingkat upah yang diterima seorang pekerja tetapi juga ditentukan oleh faktor
selain upah.

SIMPULAN DAN KETERBATASAN PENELITIAN


Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa auditor wanita menerima upah lebih
rendah dibandingkan auditor laki-laki. Faktor modal manusia merupakan faktor
penting dalam menentukan tingkat upah dan perbedaan upah auditor. Hasil analisis
dengan model decomposition (Oaxaca 1, Oaxaca 2, Reimers, Cotton dan Neumark
atau pooled model ) menunjukkan bahwa terjadi diskriminasi dalam profesi auditor di
Indonesia. Hasil ini konsisten dengan penelitian sebelumnya (Rhoda, 1998). Dengan
teknik bootstrap dapat ditentukan bahwa untuk penghitungan diskriminasi pada
kasus ini yang paling tepat menggunakan metode Oaxaca 2. Pada model ini
penghitungan decomposition dilakukan dengan asumsi bahwa terjadinya
diskriminasi disebabkan kelompok m (auditor laki-laki) lebih digemari oleh manajer/
partner.
Hasil analisis juga menunjukkan bahwa tingkat upah tidak mempengaruhi
keberhasilan karir auditor baik pada kasus auditor wanita maupun auditor laki-laki.
Teori komitmen (Becker`s side bet theory of commitment ) dan teori motivasi
(Maslow) dapat digunakan untuk menjelaskan kasus ini.
Terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian ini, diantaranya ialah kajian
ini hanya mengambil sampel auditor di wilayah Jawa Tengah dan Jogyakarta.
Peneliti melakukan survey secara langsung dengan datang sendiri ke setiap KAP

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD02 - 26


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

karena jika melalui surat atau e-mail kemungkinan response rate rendah. Maka hasil
penelitian kurang dapat digeneralisasi.
Subyek penelitian ini adalah auditor sebagai contoh pekerja profesional.
Analisis diskriminasi upah perlu dilakukan dengan objek pekerja profesional lainnya
misalnya dokter, pendidik, ahli teknik dan pekerja-pekerja profesional lainnya agar
hasil kajian lebih konsisten. Penelitian berikutnya dengan objek pekerja profesional
yang berbeda akan memberi gambaran kepada pemerintah Indonesia mengenai
keadaan sebenarnya yang terjadi pada pekerja profesional di Indonesia sehingga
pihak pemerintah tidak hanya memberi perhatian kepada pekerja-pekerja wanita
yang mempunyai pendidikan yang rendah saja.
Kajian ini menggunakan Oaxaca wages decomposition model. Meskipun alat
analisis ini sudah dikenal dalam menganalisis faktor penentu perbedaan upah
namun kritik terhadap analisis ini ialah tidak mempertimbangkan faktor-faktor lain
yang tidak tercerap (unobserved factor) dalam mengestimasi fungsi upah. Selain
diskriminasi, tentunya banyak faktor lain yang kemungkinan sebagai faktor yang
tidak tercerap (unobserved factor) dalam model regresi. Faktor-faktor tersebut
diantaranya ialah attitude, motivasi, kemampuan fisik dan sifat yang berbeda
diantara auditor laki-laki dan wanita.

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD02 - 27


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

DAFTAR PUSTAKA

Blau, D.M., 2006. Self-employment, earnings, and mobility in peninsular Malaysia.


World Development, 14: 839–852.

Becker, G. 1957. The Economics of Discrimination. University of Chichago Press,


Chichago. Illinois.

Becker, G. 1964. Human Capital. National Bureau of Economics Research. New


York.

Biro Pusat Statistik Propinsi Jawa Tengah. 2007. Statistik Kependudukan dan
Ketenagakerjaan Jawa Tengah

Campbell, R., Connel, Mc., Stanley, L.B. & David, A.M. 2004. Contemporary of
Labour Economics. Sixth ed. Mc. Graw-Hill. Irwin. Florida state.

Cotton, 1988. On the decomposition of wage differentials. Review of Economics and


Statistics, 70:236–243.

Currivan, D.B. 2000. The causal order of job satisfaction and organizational
commitment in models of employee turnover. Human Resources
Management Review. Vol.9(4):495-524.

Drahomira, F. 2002. Analysis of differences in the wages of men and women


proposal of a model procedure for determining the proportion of discrimination.
ILO publication. http:/www.ILO.org (22 April 2004)

Eric, J.J. 1998. Perceived of effects of gender, family structure and physical
appearance on career progression in public accounting. Accounting,
Organization and Society. Vol.19:12-27.

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD02 - 28


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Gaertner, S. 2000. Structural determinants of job satisfaction and organizational


commitment in turnover models. Human Resources Management Review,
Vol.9(4):479-493.

Gibb, J. 2000. Study claims work discrimination found. Otago Daily Times. October

Graham,W.J. & Smith, S.A. 2004. Gender differences in employment and earnings
in science and engineering in US. Economics of Education Review, October:1-
14.

Hamrick, F. 2007. Career women and discrimination. Paper presented on Fouth


Annual Women and Works Conference. Arlington.Texas.
Hoffman, E.P. 2001. Essay on the economist discrimination. Journal of Labor
Economics, 33(4):236-249.

Igbaria, M. & Chindambaran, L. 1997. The impact of gender on career success of


information system professionals: A human capital perspective. Information
Technology and People, Vol. 10:63-86.

Laksmi & Nur Indriantoro. 1999. Persepsi akuntan publik wanita dan akuntan publik
laki-laki terhadap isu-isu yang berkaitan dengan akuntan publik wanita.
Simposium Nasional Akuntansi. Malang, Jawa Timur, 74: 855-868.

Latifah Mohd.Noor. 1998. An overview of gender earnings differentials in Peninsular


Malaysia. Journal of Economics and Management,Vol. 6, No.1. International
Islamic University Malaysia.

Lehman, R. & Maupin, R.J. 1994. Talking heads: Stereotypes, status, sex-roles and
satisfaction of female and male auditors. Accounting, Organization and
Society. Vol 19(4): 145-162.

Mason, S.E. 1995. Gender differences in job satisfaction. Journal of Social


Psychology, Vol.153, No.2:143-151.

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD02 - 29


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Neumark, D., 1988. Employers’ discriminatory behavior and the estimation of wage
discrimination. Journal of Human Resources, 23: 279–295.

Neumark, D. 2004. Sex Differences in Labor Markets. London:Routledge

Oaxaca, R.L. & Ransom, M.R. 1973. Male–female wage differentials in urban labour
markets. International s Economic Review, 14: 693–709.

Oaxaca, R.L. & Ransom, M.R. 1994. On discrimination and the decomposition of
wage differentials. Journal of Econometrics, 61: 5–21.

Okpara, J. 2006. Gender and the relationship between perceived fairness in pay,
promotion, and job satisfaction in sub-Saharan African Economy. Women in
Management Review. Vol.21(3): 224-240.

Pasey, C. 1995. Career development on female chartered accountants in Scotland :


Marginalization and segregation. International Journal of Career
Management. Vol 7.

Pilsburry, L.C. & Clampa, A. 1999. A syntesis of research study regarding the
upward mobility of woman in public accountants. Journal of Organizational
Behaviour, Vol. 3: 24-31.

Rahmah Ismail & Zulridah Mohd.Noor. 2003. Gender wages differentials in the
Malaysian manufacturing sector. Proceeding National Conference
Management Science and Operating Research. Kuala Lumpur.

Rahmah Ismail. 2001. Penentu perbezaan pendapatan buruh mengikut kemahiran


dalam industri pembuatan di Malaysia. Analisis 8 (1&2):129-152.

Reimers, C.W.1983. Labor market discrimination against Hispanic and black men.
The Review of Economics and Statistics, 65: 570–579.

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD02 - 30


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Rhoda, P.B. 1998. An application of human capital theory to salary differentials in


the accounting profession. Women in Management Review, Vol.13(5). MCB
University press.

Rina Trisnawati. 2003. Perbedaan organizational experience dan pengaruhnya


terhadap kinerja akuntan publik perempuan dan laki-laki di Jawa Tengah,
(Differences of organizational experience and its impact on professional
accountant performance). Proceedings, The International Conference on
Governance, Accountability and Taxation. Kuala Lumpur: Universiti Utara
Malaysia.

Rina Trisnawati. 2007. Pengaruh penerimaan, perlakuan dan komitmen terhadap


karir auditor. Jurnal akuntansi dan keuangan Vol 25 No 2 September

Romer, P.M. 2000. Should the government subsidize supply or demand in the
market scientists and engineers? NBER. Working paper No. 7723. http:/www.
Emeraldinsight.com. (24 Pebruari 2004)

Schroeder, R. & Dole, C. 2001. The impact of various factors on the personality, job
satisfaction and turnover intention of professional accountants. Managerial
Auditing Journal, Vol 16(4): 57-71.

Smith, P.C., Kendall, L.M. & Hullin, C.L. 1986. The Job Descriptive Index
Measurement of Satisfaction in Work. Rand McNally. Chichago.Il.

Silber, J. & Weber, M. 1999. Labour market discrimination: Are there significant
differences between the various decomposition procedures? Journal Applied
Economics, Vol. 31:351-369.

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD02 - 31


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

IDENTIFIKASI POTENSI PEMBERIAN JASA NONASSURANCE


OLEH AKUNTAN PUBLIK BAGI USAHA KECIL DAN MENENGAH
(Studi Empiris pada UKM di Kota Semarang)

Intyas Utami
Aprilia Zulfika
Universitas Kristen Satya Wacana

Abstract
The potencies of small and medium enterprises (SMEs) have motivated
various parties to run such of developing activities, which are able to increase the
business capacity of this business unit. On the other way, several problems that are
possessed by the SMEs become the barrier of those developing activites realization.
The accounting capability and the management capacity limitation will become the
set of problems in this research, because they provenly obstruct SMEs, particularly
for the funding access point of view from the existing financial institutions. This
research aims to indentify the potency of nonassurance service implementation, that
consist of the accounting and bookkeeping service and the management
consultation service, by the certified public accountant (CPA) for the SMEs. Both of
the two services relevant to solve the accounting capability and the management
capacity limitation of the SMEs.
The data which are used in this research are the primary data that are
obtained through the interview with 13 SMEs as the samples, which are determined
by utilizing purposive sampling method. The indicators, which are used to measure
the accounting capability of the samples, are developed by the European
Commission’s Recommendation of 16 May 2002 about Statutory Auditor’s
Independence in the EU: A Set of Fundamental Principles, while the management
capacity indicators are developed by Priyanto (2002), and Rougoor et al. (1998), as
cited in Priyanto (2002).
Statistically and base on the interview, the result of this research shows that
the samples of the SMEs have the tendency to possess bad accounting capability.
Whereas, even the statistic output of the 13 samples of the SMEs have the tendency
to possess good management capacity, but the interview result explain that they
have weaknesess of planning, implementing, and controlling the business activities.
This research concludes the existance of high potency of nonassurance service
implementation by the CPA for the SMEs, which are used as the samples in this
research.
Keywords : Small and Medium Enterprises (SMEs), Certified Public Accountant
(CPA), Nonassurance Service.

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD03 - 1


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Dalam Policy Brief yang dipublikasikan oleh Bank Dunia, usaha kecil dan
menengah (UKM) dinyatakan sebagai salah satu kekuatan pendorong terdepan
dalam pembangunan ekonomi. Hal tersebut didukung oleh fakta-fakta bahwa UKM
berperan besar dalam penciptaan lapangan kerja, dapat dengan mudah beradaptasi
dengan pasang surut dan arah permintaan pasar, serta adanya diversifikasi usaha
yang sangat beragam sehingga menggiatkan aktivitas perdagangan dan ekspor.
Potensi-potensi tersebut berfondasikan jumlah UKM yang sangat besar, yang
memungkinkan unit usaha ini tersebar luas secara geografis maupun bidang usaha.
Berdasarkan catatan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Republik Indonesia untuk tahun 2005, 99% dari 43,7 juta unit usaha di Indonesia
merupakan Usaha Kecil dan Menengah (UKM).

Potensi-potensi tersebut memotivasi berbagai pihak untuk melaksanakan


program-program pemberdayaan UKM, dengan tujuan meningkatkan kapasitas
usaha dari UKM. Peningkatan kapasitas usaha tersebut akan berimbas pada
peningkatan kontribusi unit usaha ini terhadap PDB, penurunan angka kemiskinan
serta penurunan jumlah pengangguran. Aktivitas-aktivitas pemberdayaan UKM
yang telah terealisasi antara lain dirumuskannya Undang-undang No. 9 Tahun 1995
pasal 5 tentang meningkatkan peran usaha kecil dalam perekonomian nasional oleh
pemerintah, dikembangkannya Pusat Konsultasi Pengusaha Kecil (PKPK) oleh
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia, serta
dibentuknya Klinik Usaha Kecil dan Koperasi (KUKK) oleh Ikatan Akuntan Indonesia
(IAI) untuk mengembangkan pengaturan administrasi yang baik.

Namun tidak dapat dipungkiri, berbagai upaya tersebut belum membuahkan


hasil yang berarti. Dalam Rakornas di Bali, MenegkopUKM menyampaikan
eksistensi masalah eksternal dan internal UKM, yang menjadi penghambat
pelaksanaan kegiatan-kegiatan pengembangan UKM. Masalah eksternal dari UKM
terdiri atas kurang memadainya institusi yang membidangi UKM, serta adanya
beberapa Perda yang kurang kondusif bagi pengembangan UKM. Sedangkan
masih rendahnya kualitas SDM UKM, baik dari segi keterampilan teknis maupun

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD03 - 2


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

manajerial, masih rendahnya kemampuan UKM dalam penguasaan faktor produksi,


khususnya modal dan teknologi, serta keterbatasan akses UKM terhadap sumber
daya produktif, khususnya sumber daya pembiayaan dari kredit perbankan, menjadi
kendala internal yang menghambat perkembangan unit usaha ini. Keterbatasan-
keterbatasan tersebut telah dibuktikan dalam penelitian Chotim dan Thamrin pada
tahun 1997, seperti dikutip dalam Kaballu dan Kameo (2001).

Tidak hanya di Indonesia, penelitian-penelitian tentang upaya-upaya


pemberdayaan UKM yang diselenggarakan di berbagai negara mengindikasikan
adanya masalah-masalah serupa. Patton et al. (2000), dalam Schwartz dan Bar-El
(2004), menyatakan bahwa UKM kekurangan informasi terkait dengan eksistensi
program pemberdayaan yang ada. Devins (1999), serta Huang dan Brown (1999),
dalam Schwartz dan Bar-El (2004), menyatakan bahwa berbagai program
pemberdayaan bagi UKM hanya memiliki solusi-solusi standar tanpa
memperhatikan heterogenitas dari UKM maupun permasalahannya. Fogel (2001),
dalam Schwartz dan Bar-El (2004), mengungkapkan bahwa program-program
tersebut tidak memenuhi ekspektasi dari usahawan.

Penelitian ini akan menyoroti keterbatasan kemampuan akuntansi (Suharto,


2005; Peacock (1985) dalam Suhairi et al., 2004; Wichman (1984) dalam Suhairi et
al., 2004; Deakins et al. (2001) dalam Gooderham et al., 2004) dan keterbatasan
kapasitas manajemen (Suharto, 2005; Rey (1995) dalam Gooderham et al., 2004;
Stanworth dan Gray (1992) dalam Gooderham et al., 2004; Shader, Mulford dan
Blackburn (1989) dalam Priyanto, 2002; Baldwin, (1993) dalam Priyanto, 2002;
Rougoor et al. (1998) dalam Priyanto, 2002), yang merupakan masalah internal dari
UKM dan menjadi faktor penghambat utama perkembangan unit usaha ini. Deakins
et al. (2001), dalam Gooderham et al., (2004), menyatakan bahwa sebagian besar
pemilik atau manajer UKM memiliki keahlian dan pengetahuan yang rendah terkait
dengan masalah finansial dan bagaimana sistem pengendalian keuangan harus
diterapkan untuk pengambilan keputusan. Rougoor et al. (1998), seperti dikutip
dalam Priyanto (2002), mengklasifikasikan kapasitas manajemen menjadi 2, yaitu
personal aspect, yang dapat mengindikasikan kelemahan atas drives/motivation,
abilities dan biografical facts dari seorang manajer, serta decision making process

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD03 - 3


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

aspect, yang yang dapat mengindikasikan kelemahan planning, implementation dan


control dalam proses bisnis.

Unit-unit usaha dalam skala kecil dan menengah memiliki ketergantungan


yang besar atas ketersediaan dana dari pihak lain, terutama dari sektor perbankan
(Batchelor (1989) dalam Berry et al., 1993; Chittenden (1990) dalam Berry et al.,
1993; Sunarto, 2002). Keterbatasan kemampuan akuntansi dan keterbatasan
kapasitas manajemen pada UKM menimbulkan masalah utama berupa
terhambatnya akses pendanaan dari institusi-institusi finansial yang ada (Bartlett
dan Bukvic (2001) dalam Schwartz dan Bar-El, 2004; Binks (1979) dalam Deakins
dan Hussain, 1994; Deakins (1999) dalam Schwartz dan Bar-El, 2004; Felsenstein
dan Schwartz (1993) dalam Schwartz dan Bar-El, 2004), termasuk menghambat hal-
hal yang berhubungan dengan urusan birokrasi pengajuan kredit (Bartlett dan
Bukvic (2001) dalam Schwartz dan Bar-El, 2004; Ren (1999) dalam Schwartz dan
Bar-El, 2004). Permasalahan timbul karena informasi keuangan dan wawancara
personal merupakan komponen penting yang mempengaruhi keputusan kredit dari
bank (Tabb dan Tabb (1978) dalam Berry et al., 1993; Berry et al. (1987) dalam
Berry et al., 1993).

Wawancara personal akan memberikan gambaran kemampuan dan


pengetahuan dari seseorang. Tabb dan Tabb (1978) serta Mansfield (1979), dalam
Berry et al. (1993), mengungkapkan bahwa pengetahuan dari usahawan merupakan
faktor pertimbangan yang penting. Bahkan Rye (1995), dalam Agustini dan Yudiati
(2002), serta Stanworth dan Gray (1992), dalam Gooderham et al. (2004),
menyatakan bahwa mayoritas usahawan yang berusaha dalam skala kecil dan
menengah sering mengalami kegagalan akibat kurangnya kulifikasi manajemen dan
profesional formal, serta kurangnya pengalaman usaha. Kebutuhan informasi atas
kemampuan dan pengetahuan usahawan menjadi penting karena pemberian kredit
pada UKM memiliki makna memberikan pinjaman kepada seseorang, semakin kecil
informasi atau pengetahuan yang dimiliki pihak bank atas orang tersebut, semakin
besar ketergantungan bank terhadap laporan keuangan orang tersebut (Berry et al.,
1993).

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD03 - 4


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Terkait dengan ketersediaan informasi keuangan, Suhardjono (2003: 39)


menyatakan bahwa UKM, yang lebih membutuhkan jenis kredit nonkonsumtif untuk
kebutuhan ekspansi dan eksploitasi usaha, harus menyajikan laporan keuangan
mereka sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku. Beberapa penelitian
terdahulu mengungkapkan bahwa laporan keuangan yang disajikan oleh UKM tidak
memenuhi syarat (Egginton (1982), dalam Berry et al., 1993; Tomlinson dan Knight
(1989), dalam Berry et al., 1993; Berry et al. (1987), dalam Berry et al., 1993).
Berger dan Udell (2000), dalam Sunarto (2005), mengemukakan bahwa
ketidakkonsistenan pencatatan informasi akuntansi yang sering terjadi pada UKM,
menimbulkan asimetri informasi antara UKM dengan para kreditur. Secara statistik,
pernyataan-pernyataan tersebut ditegaskan oleh data BPS, yang mengungkapkan
bahwa baru 2,3 juta UKM dari total 55.437 usaha menengah dan 39.121.350 usaha
kecil pada tahun 2000, yang memanfaatkan pinjaman dari sektor perbankan,
sisanya mengalami hambatan dikarenakan kelemahan pendokumentasian usaha
dan ketidakmampuan memenuhi syarat agunan (Kompas, 14 Desember 2001 dalam
www.smeindonesia.com).

Harahap (1995: 18) mengungkapkan bahwa kebutuhan sumber pendanaan


dari sektor perbankan, sebenarnya telah memicu UKM untuk memanfaatkan jasa
audit, tetapi hanya didasarkan pada keharusan untuk mentaati peraturan perbankan.
Pemanfaatan jasa audit ini menimbulkan ketidaksepahaman persepsi antara
kebutuhan jasa dan informasi yang disediakan dari sisi akuntan publik dengan
persepsi kebutuhan dari sisi pihak manajemen UKM. Templeman dan Wootton
(1987), dalam Marriott dan Marriott (2000), menyatakan bahwa keterbatasan
kemampuan akuntansi pada small and medium enterprises, menimbulkan
keterbatasan pengetahuan yang berkaitan dengan pemanfaatan jasa dan informasi
yang disediakan oleh akuntan publik. Bahkan Rothschild (1979), dalam Marriott dan
Marriott (2000), menyatakan bahwa ketika manajemen suatu UKM membeli suatu
pedoman accounting information yang sesuai dengan ketentuan, market akan
menyebutnya sebagai distress purchase. Penelitian Woolf (1991) membuktikan
bahwa pelaksanaan audit bagi UKM tidaklah sesuai karena unit usaha ini biasanya
hanya membutuhkan jasa pembukuan dan jasa perpajakan (seperti dikutip dalam
Harahap, 1995: 19).

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD03 - 5


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Fenomena tersebut memberikan gambaran adanya peluang bagi profesi


akuntan publik untuk mengembangkan jasa profesinya, pada area jasa
nonassurance. Pengetahuan formal yang dimiliki oleh profesi ini dapat
mengedukasi, melatih, memberikan saran-saran bisnis profesional dan bantuan-
bantuan teknis yang dapat meningkatkan daya saing dari UKM (Brugger (1995),
dalam Gooderham et al., 2004). Jasa nonassurance yang dapat diberikan bagi
UKM, dengan tujuan membantu meningkatkan dan mengembangkan kemampuan
akuntansi serta kapasitas manajemen dari UKM, adalah jasa kompilasi laporan
keuangan dan jasa konsultasi manajemen.

Jasa kompilasi laporan keuangan akan membantu UKM dalam penyusunan


laporan keuangan yang sesuai dengan SAK. Berry et al. (1987, 1993), Deakins dan
Hussain (1994) menyatakan bahwa UKM membutuhkan lebih banyak bantuan
dalam bidang akuntansi (seperti dikutip dalam Marriott dan Marriott, 2000). Bantuan
dalam bidang akuntansi tersebut dapat mempermudah akses pendanaan dari pihak
lain, terutama pendanaan dari sektor perbankan (Suharto, 2005).

Pemanfaatan jasa konsultasi manajemen dari akuntan publik oleh UKM dapat
membantu pendeteksian masalah-masalah yang terjadi di dalam perusahaan untuk
kemudian ditidaklanjuti dengan pemberian rekomendasi-rekomendasi pengukuran
atau tindakan sehingga perusahan dapat memanfaatkan sumber dayanya secara
rasional dan dengan cara yang efisien (Ribeiro (1998; 2000) dalam Soriano et al.,
2002). Selain itu, Cuadrado et al. (1986), Del Rio (1992) dan Ribeiro (1998; 2000),
dalam Soriano et al. (2002), menyatakan bahwa pemanfaatan jasa konsultasi
profesional dari luar organisasi merupakan aktivitas yang dapat meningkatkan
penurunan beban struktural dan biaya upah tetap perusahaan.

Berdasarkan latar belakang di atas, kelemahan UKM dalam hal akuntansi


dan manajemen usaha dimungkinkan untuk ditanggulangi dengan adanya campur
tangan profesional, dalam hal ini profesi akuntan publik. Oleh karena itu, penelitian
ini tertarik untuk mengetahui potensi pemberian jasa nonassurance oleh akuntan
publik bagi UKM.

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD03 - 6


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

1.2 Masalah Penelitian

Berbagai upaya pemberdayaan UKM yang dilakukan oleh pemerintah dan


lembaga-lembaga profesi di berbagai Negara memang tengah gencar dilaksanakan.
Tujuan dari berbagai usaha tersebut adalah peningkatan kapasitas usaha dari UKM,
untuk kemudian dapat menopang perekonomian suatu Negara.

Pada Negara-negara maju, kegiatan-kegiatan pengembangan UKM


cenderung dilakukan oleh lembaga profesi dengan dukungan penuh dari
pemerintah. Potensi penggunaan rasio keuangan dan grafik-grafik untuk membantu
manajer small and medium enterprises (SMEs) telah diperkenalkan oleh Financial
and Management Accounting Committee (FMAC) dari International Federation of
Accountants (IFAC) (1986). Federation des Experts Comtables Europeens (FEE)
dan Chartered Institute of Management Accountants (CIMA) telah menghasilkan
pedoman untuk perbaikan manajemen dan pengendalian keuangan SME yang
dapat mengidentifikasikan informasi dasar yang dibutuhkan (IFAC, 1998a) serta
bagan dan grafik yang berguna (IFAC, 1998b) (seperti dikutip dalam Marriott dan
Marriott, 2000). Norges Autoriserte RegnskapafØreres Forening (NARF), yang
merupakan asosiasi utama bagi para akuntan publik di Norwegia, telah
mengupayakan para anggotanya secara aktif untuk melaksanakan jasa konsultasi
bisnis.

Di Indonesia, kerjasama antara pemerintah dengan lembaga profesi dalam


upaya pemberdayaan UKM belum terjalin secara penuh, namun berbagai aktivitas
telah berhasil direalisasikan. Dikeluarkannya UU No.9 Tahun 1995 pasal 9 yang
mengatur tentang peningkatan kemampuan manajemen keuangan dari UKM oleh
pemerintah, mendorong pihak-pihak lain untuk memberikan perhatian khusus pada
UKM. Sektor perbankan, secara khusus, memperhatikan dan mengupayakan
pengadaan kredit untuk UKM, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah Republik Indonesia mengembangkan Pusat Konsultasi Pengusaha Kecil
(PKPK), dan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) membentuk Klinik Usaha Kecil dan
Koperasi (KUKK) yang bertujuan mengembangkan UKM dalam hal pengaturan
administrasi yang baik.

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD03 - 7


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Tidak dapat dipungkiri, bahwa berbagai upaya pemberdayaan UKM yang


dilaksanakan di berbagai Negara tersebut belum berhasil sepenuhnya, dikarenakan
adanya berbagai hambatan. MenegkopUKM telah menyatakan dalam Rakornas di
Bali, bahwa UKM di Indonesia memiliki keterbatasan internal maupun keterbatasan
eksternal yang menghambat perkembangan unit usaha ini. UKM di negara-negara
lain juga mengalami masalah serupa, Patton et al. (2000), Devins (1999), Hang dan
Brown (1999), serta Fogel (2001), dalam Schwartz dan Bar-El (2004), menegasakan
bahwa program-program pemberdayaan UKM yang ada kurang diinformasikan dan
belum memenuhi kebutuhan dari UKM.

Penelitian ini tertarik untuk mengetahui potensi penyelenggaraan jasa


nonassurance oleh akuntan publik bagi UKM, karena jasa nonassurance relevan
dalam membantu menangani keterbatasan akuntansi (Taylor dan Glezen, 1979:
740; Holmes dan Nicholls, 1988, dalam Suhairi (2004)) maupun keterbatasan
kapasitas manajemen (Birley dan Westhead (1992), Storey (1994), Jennings dan
Beaver (1997), Bennett dan Robson (1999), Curran et al. (1993), dan Gibb (1997),
dalam Gooderham et al., 2004) dari UKM.

1.3 Persoalan Penelitian

Pertanyaan yang dapat dirumuskan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah potensi penyelenggaraan jasa kompilasi laporan keuangan
oleh akuntan publik bagi UKM?
2. Bagaimanakah potensi penyelenggaraan jasa konsultasi manajemen oleh
akuntan publik bagi UKM?

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan :


1. Mengetahui potensi penyelenggaraan jasa kompilasi laporan keuangan oleh
akuntan publik bagi UKM.
2. Mengetahui potensi penyelenggaraan jasa konsultasi manajemen oleh
akuntan publik bagi UKM.

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD03 - 8


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada :


1. Manajemen UKM
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukkan berkaitan dengan
tingkat pemahaman mereka atas adanya jasa nonassurance, terutama jasa
kompilasi dan jasa konsultasi manajemen.
2. Praktisi akuntan professional
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi berkaitan dengan
potensi penyelenggaraan jasa nonassurance pada UKM, serta memberikan
gambaran informasi-informasi yang sesungguhnya dibutuhkan oleh pihak
manajemen UKM.
3. Institusi-institusi pemerintah yang membidangi UKM
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan gambaran sesungguhnya
berkaitan dengan keterbatasan kemampuan akuntansi dan keterbatasan
kapasitas manajemen yang dialami oleh UKM.
4. Mahasiswa/akademisi
Hasil penelitian diharapkan dapat menambah wawasan tentang kondisi nyata
dari UKM, terkait dengan kemampuan akuntansi, kapasitas manajemen, dan
pemahaman pihak manajemen UKM tentang penyelenggaraan jasa
nonassurance, terutama jasa kompilasi dan jasa konsultasi manajemen.

1.6 Garis Besar Penelitian

Penelitian ini disusun dengan menggunakan format lima bab yang saling
berhubungan untuk menjelaskan persoalan-persoalan dalam penelitian ini. Secara
singkat isi dari tiap-tiap bab adalah sebagai berikut:

1. Bab I merupakan bab pendahuluan yang menguraikan tentang latar belakang


penelitian, masalah penelitian, persoalan penelitian, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, dan garis besar penelitian.
2. Bab II memuat dasar teori dan pengembangan kerangka pemikiran teoritis
atas penelitian.

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD03 - 9


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

3. Bab III berisi tentang metode penelitian yang menjabarkan jenis dan sumber
data, populasi dan sampel, metode pengumpulan data dan teknik analisis.
4. Bab IV memuat tentang analisis dan bahasan analisis.
5. Bab V memuat tentang kesimpulan dan implikasi.

II. DASAR TEORI

1.1 Usaha Kecil dan Menengah


Berdasarkan UU No.9 tahun 1995 pasal 5 dan Surat Edaran Bank Indonesia
No. 3/9Bkr tahun 2001, entitas bisnis yang termasuk dalam klasifikasi usaha kecil
memiliki kriteria sebagai berikut :

1. Kegiatan usaha yang memiliki kekayaan bersih (total aktiva) paling banyak
senilai Rp200.000.000,00, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
2. Memiliki hasil penjualan bersih tahunan paling banyak Rp1.000.000.000,00.
3. Milik warga Negara Indonesia.
4. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan
yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi baik secara langsung maupun tidak
langsung dengan usaha menengah atau usaha besar.
5. Berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang berbadan hukum
termasuk koperasi.
Kategori tersebut masih mengandung definisi usaha mikro, Komite
Penanggulangan Kemiskinan Nasional menyatakan bahwa usaha mikro adalah unit
usaha yang memiliki aktiva maksimal senilai Rp25.000.000,00, di luar tanah dan
bangunan tempat usaha. Oleh karena itu, usaha kecil ditetapkan sebagai entitas
bisnis yang memiliki memiliki kekayaan bersih (total aktiva) diatas Rp25.000.000,00
sampai dengan Rp200.000.000,00, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha.

Suhardjono (2003: 53) menyatakan bahwa kriteria-kriteria umum yang


menentukan suatu usaha masuk dalam klasifikasi usaha menengah belum
dibakukan dan masih menjadi perdebatan. Menurut kesepakatan antara Menko
Kesra selaku Ketua Komite Penanggulangan Kemiskinan dengan Gubernur Bank
Indonesia tentang Penanggulangan Kemiskinan Melalui Pemberdayaan dan

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD03 - 10


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (No.


11/KEP/MENKO/KESRA/IV/2002 – No. 4/2/KEP.GBI/2002) tanggal 22 April 2002,
kriteria usaha menengah akan ditetapkan kemudian. Maka penelitian ini
menggunakan Inpres RI No.10 Tahun 1999 sebagai dasar pengklasifikasian, usaha
kelas menengah merupakan kegiatan usaha yang memiliki kekayaan bersih (total
aktiva) minimal Rp200.000.000,00 dan maksimal Rp10.000.000.000,00, tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

Dewi (2006) mengetengahkan bahwa beberapa penelitian terdahulu


menyatakan ukuran perusahaan dengan berbagai alternatif proksi seperti total
aktiva (Suripto, 1999; Fitriany, 2001), rerata aset (Marwata, 2001), kapitalisasi pasar
(Fitriany, 2001; Gunawan, 2002), penjualan bersih (Fitriany, 2001) dan jumlah
karyawan dalam perusahaan (Arifin, 2002; Sabeni, 2002). Penelitian ini
menggunakan total aktiva untuk mewakili ukuran perusahaan karena dalam
penelitian Fitriany (2001 : 151) ditemukan bahwa total aktiva lebih menunjukkan
ukuran perusahaan, maka dalam penelitian ini usaha kecil dan menengah
didefinisikan sebagai unit usaha yang memiliki kekayaan bersih (total aktiva) diatas
Rp25.000.000,00 sampai dengan Rp10.000.000.000,00, tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha.

Penelitian ini mengambil UKM sebagai subjek penelitian karena beberapa


alasan, yaitu berdasarkan Policy Brief yang dipublikasikan oleh Bank Dunia yang
menyatakan bahwa UKM merupakan salah satu kekuatan pendorong terdepan dan
pembangunan ekonomi, serta berdasarkan hasil penelitian Bennett dan Robson
(1999), seperti dikutip dalam Schwartz dan Bar-El (2004), yang menyatakan bahwa
semakin kecil ukuran suatu unit usaha, semakin kecil kemungkinannya untuk
diperhatikan oleh konsultan bisnis eksternal.

1.2 Akuntan Publik


Messier (2000: 13) menyatakan bahwa Certified Public Accountant (CPA)
merupakan sebutan atau gelar profesional yang diberikan kepada seseorang yang
telah menempuh pendidikan di fakultas ekonomi jurusan akuntansi pada suatu
universitas atau perguruan tinggi, serta telah lulus dari the uniform CPA examination

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD03 - 11


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

yang diawasi oleh American Institute of Certified Public Accountants (AICPA).


Pemerintah Indonesia menerapkan ketentuan dan definisi baku serupa dengan yang
berlaku di Amerika. Berdasarkan Standar Profesional Akuntan Publik, akuntan
publik adalah akuntan yang memiliki izin dari Menteri Keuangan atau pejabat yang
berwenang lainnya untuk menjalankan praktik akuntan publik. Ketentuan mengenai
praktek Akuntan di Indonesia diatur dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1954
yang mensyaratkan bahwa gelar akuntan hanya dapat dipakai oleh mereka yang
telah menyelesaikan pendidikannya dari perguruan tinggi dan telah terdaftar pada
Departemen keuangan R.I.

Profesi akuntan publik memiliki potensi lebih baik dibanding profesi lain dalam
mengembangkan hubungan baik dengan suatu unit usaha, yang dalam penelitian ini
berupa UKM. Mereka memiliki kelebihan dalam hal lamanya waktu keterikatan
(Marriot dan Marriot, (2000); Nordhaug (2000), dalam Gooderham et al., 2004),
kecakapan dalam memahami karakteristik unit usaha, dan terciptanya faktor
kepercayaan dalam hubungan dengan klien (Gooderham dan Nordhaug (2000)
dalam Gooderham et al., 2004). Bennett dan Robson (1999), dalam Schwartz dan
Bar-El (2004), menyatakan bahwa faktor kepercayaan klien terhadap seorang
akuntan publik juga didasarkan pada kerangka hukum dan formal yang membangun
profesi ini. Pengetahuan formal yang dimiliki oleh profesi ini dapat mengedukasi,
melatih, memberikan saran-saran bisnis profesional dan bantuan-bantuan teknis
yang dapat meningkatkan daya saing dari UKM (Brugger (1995), dalam Gooderham
et al., 2004).

1.3 Jasa Akuntan Publik


Profesi akuntan publik menghasilkan 2 kelompok jasa, yaitu jasa assurance
dan jasa nonassurance. Hasan, Maijoor, Mock, Roebuck, Simnett dan Vanstraelen
(2005) mendefinisikan jasa assurance sesuai dengan pendefinisian dalam
International Standard on Assurance Engagements (ISAE) yang dikeluarkan oleh
IAPC, yaitu:

“Engagements that involve the evaluation or measurement of a


subject matter that is the responsibility of another party against

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD03 - 12


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

identified suitable criteria, in order to express a conclusion that


provides the intended user with a level of assurance about the subject
matter”.

Sedangkan jasa nonassurance, atau lebih dikenal sebagai jasa nonatestasi,


merupakan jasa yang dihasilkan oleh Akuntan Publik yang didalamnya ia tidak
memberikan suatu pendapat, keyakinan negatif, ringkasan temuan, atau bentuk lain
keyakinan, dengan pembagian sebagai berikut (Mulyadi, 2002: 7) :

1. Jasa Kompilasi Laporan Keuangan


Merupakan jasa yang menyediakan informasi laporan keuangan sebagai
representasi pihak manajemen perusahaan, dimana laporan kompilasi
laporan keuangan yang dikeluarkan oleh akuntan publik ini tidak memberikan
jaminan apapun atas laporan keuangan kompilasi laporan keuangan yang
bersangkutan (Messier, 2000: 768; Konrath, 2002: 639).
2. Jasa Konsultasi Manajemen
Merupakan jasa yang meliputi pemberian nasihat dan bantuan teknis pada
klien guna meningkatkan penggunaan kemampuan dan sumberdaya mereka
dalam mencapai tujuan (Boyton, Johnson dan Kell, 2006: 14). Menurut
Massier (2000: 21), jasa ini fokus pada entitas perusahaan, personalia,
keuangan perusahaan, operasi perusahaan, sistem atau aktivitas perusahaan
lainnya.
3. Jasa Perpajakan
Merupakan jasa yang membantu penyiapan dan pamenuhan tax return,
memberikan nasehat berkenaan dengan perencanaan pajak dan kekayaan,
serta memberikan gambaran tentang isu-isu perpajakan terkini (Messier,
2000: 20).
Penyelenggaraan jasa nonassurance di Indonesia telah disahkan melalui
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 423/KMK.06/2002
tentang Jasa Akuntan Publik, yang tertera dalam bab II bagian kedua pasal 6
tentang bidang jasa akuntan publik.

Penelitian ini fokus pada jasa kompilasi laporan keuangan dan jasa konsultasi
manajemen, karena kedua jasa ini memiliki relevansi lebih baik dengan kebutuhan

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD03 - 13


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

UKM untuk mengatasi kelemahan akuntansi dan manajemennya. Relevansi


tersebut searah dengan hasil penelitian Woolf (1991), yang dikutip oleh seperti
dikutip dalam Harahap (1995: 19), tentang hambatan dalam pelaksanaan audit pada
UKM, yang menyatakan bahwa biasanya UKM hanya membutuhkan jasa
pembukuan dari akuntan publik, mereka tidak membutuhkan jasa audit karena tidak
adanya nilai yang sifatnya jelas. Taylor dan Glezen (1979: 740) mengungkapkan
bahwa UKM membutuhkan bantuan profesional dalam penyusunan laporan
keuangannya. Selain itu, Birley dan Westhead (1992), serta Storey (1994), dalam
Gooderham et al. (2004), menyatakan bahwa UKM memiliki kebutuhan khusus
dalam peningkatan kemampuan usaha dengan memanfaatkan saran dari
profesional eksternal.

1.4 Potensi Pemberian Jasa Nonassurance Bagi UKM


Beberapa penelitian terdahulu menyatakan pentingnya peran akuntan
publik dalam memajukan UKM. Marriot dan Marriot (2000) menyimpulkan hasil
penelitiannya bahwa terdapat potensi bagi akuntan profesional untuk memperluas
jasa akuntansi dan manajemen mereka sampai pada usaha-usaha pada skala kecil.
Hal tersebut didukung oleh hasil beberapa penelitian lainnya, seperti penelitian
Næringsliv (2003), seperti dikutip dalam Gooderham et al. (2004), yang
menyimpulkan dua per tiga UKM di Norwegia menyewa jasa akuntan publik berupa
jasa kompilasi laporan keuangan untuk menyusun laporan keuangan tahunan yang
wajib disajikan, dan hasil penelitian Cuadrado dan Rubalcaba (1993), seperti dikutip
oleh Soriano et al. (2002), mengungkapkan bahwa pelaksanaan konsultasi bisnis
internal tidak mudah untuk dilaksanakan karena melibatkan pembayaran gaji yang
tinggi, dan salah satu alternatif adalah mempekerjakan jasa profesional eksternal
yang dapat membantu organisasi untuk memecahkan masalah atau meningkatkan
keadaan.

Hal yang perlu dipahami dalam meneliti potensi pemberian jasa kompilasi
laporan keuangan ataupun jasa konsultasi manajemen adalah terlalu naif untuk
mengasumsikan bahwa mayoritas dari pemilik atau manajer UKM memiliki
kebutuhan untuk meningkatkan kemampuan mereka (Stanworth dan Gray (1992),

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD03 - 14


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

dalam Gooderham et al., 2004). Berdasarkan penelitian Low dan Macmillan (1988),
dalam Gooderham et al. (2004), disimpulkan bahwa sebagian besar pemilik atau
manajer UKM lebih mementingkan otonomi dan kebebasan dalam usaha
dibandingkan masalah pertumbuhan usaha. Oleh karena itu, penelitian ini
mengukur potensi pemberian jasa nonassurance oleh akuntan publik melalui
eksistensi keterbatasan kemampuan akuntansi (Suharto, 2005; Peacock (1985),
dalam Suhairi et al. (2004); Wichman (1984), dalam Suhairi et al. (2004); Deakins et
al. (2001), dalam Gooderham et al., 2004) dan keterbatasan kapasitas manajemen
(Suharto, 2005; Rey (1995), dalam Agustini dan Yudiati, 2002; Stanworth dan Gray
(1992), dalam Gooderham et al. 2004; Shader, Mulford dan Blackburn (1989), dalam
Priyanto, 2002; Baldwin (1993), dalam Priyanto, 2002; Rougoor et al. (1998), dalam
Priyanto, 2002) dari UKM.

Arens dan Loebbecke (1994: 3) memebrikan definisi atas kata akuntansi


sebagai :

”The process of recording, classifying, and summarizing economic


event in a logical manner for the purpose of providing financial
information for decision making”

Maka keterbatasan kemampuan akuntansi dapat dimaknai sebagai keterbatasan


dalam kemampuan pencatatan, pengklasifikasian, dang pengikhtisaran kejadian
ekonomi berdasarkan tata cara yang logis dengan tujuan menyediakan informasi
keuangan untuk pengambilan keputusan. Keterbatasan kemampuan akuntansi
bukan merupakan hal yang baru-baru ini muncul sebagai hasil dari penelitian
tentang kinerja UKM. Adanya permasalahan dalam penerapan akuntansi telah lama
diungkapkan oleh Wichman (1984), seperti dikutip dalam Suhairi et al. (2004).
Penelitian-penelitian yang menempatkan UKM sebagai subjek penelitian juga
membuktikan hal serupa. Peacock (1985), dalam Suhairi et al. (2004),
menyimpulkan bahwa rendahnya pengetahuan akuntansi pemilik menyebabkan
banyak perusahaan kecil yang mengalami kegagalan. Deakins et al. (2001), dalam
Gooderham et al. (2004), mengungkapkan bahwa sebagian besar pemilik atau
manajer UKM memiliki keahlian dan pengetahuan yang rendah terkait dengan
masalah finansial dan bagaimana sistem pengendalian keuangan harus diterapkan

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD03 - 15


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

dalam pengambilan keputusan. Di Indonesia, penelitian Benjamin (1989), seperti


dikutip dalam Harahap (1995: 74), mengungkapkan bahwa laporan keuangan
perusahaan kecil lebih banyak menggunakan tatabuku tunggal (single entry), dan
hal ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan. Suharto (2005) menunjukkan
bahwa melakukan pencatatan dan administrasi atas semua transaksi dengan baik
merupakan syarat yang harus dipenuhi UKM jika ingin mengakses pendanaan dari
pihak lain, namun kenyataannya unit usaha ini justru kurang memiliki kemampuan
melakukan pencatatan dan administrasi.

Keterbatasan kemampuan akuntansi pada UKM ini bisa dibantu


penanganannya oleh akuntan publik dengan memberikan jasa kompilasi laporan
keuangan. Taylor dan Glezen (1979: 740) mengungkapkan bahwa UKM
membutuhkan bantuan profesional dalam penyusunan laporan keuangannya.
Holmes dan Nicholls (1988), dalam Suhairi et al. (2004), berpendapat bahwa
pengetahuan pimpinan yang rendah menyebabkan banyak UKM menggunakan jasa
akuntan publik dalam penyediaan informasi akuntansi.

Robbins dan Coulter (1999) dalam Dwiatmadja, et al. (2003: 12)


mendefinisikan manajemen sebagai :

”The process of coordinating and integrating work activities so that


they are completed efficiently and effectively with and through other
people”

Maka keterbatasan kapasitas manajemen dapat dipahami sebagai keterbatasan


dalam kemampuan mengkoordinasi dan mengintegrasikan aktivitas kerja sehingga
dapat diselesaikan secara efisien dan efektif dengan dan melalui orang lain.
Kapasitas manajemen merupakan salah satu hal yang penting dalam mengelola
suatu usaha. Rougoor et al. (1998), seperti dikutip dalam Priyanto (2002),
menunjukkan bahwa kapasitas manajemen merupakan sesuatu yang berhubungan
dengan karakteristik personal dan keahlian untuk mencapai persoalan dan
kesempatan yang benar dalam momen yang tepat dan dengan cara yang benar.
Rougoor et al. (1998), seperti dikutip dalam Priyanto (2002), juga menegaskan
bahwa aspek personal dari manajer, yang terdiri atas drives, motivation, abilities dan
biografical factor, akan mempengaruhi kemampuannya dalam proses pengambilan

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD03 - 16


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

keputusan, berupa aktivitas planning, implementation dan control. Aspek personal


dapat mempengaruhi kemampuan dalam proses pengambilan keputusan, sehingga
penghitungan salah satu komponen tersebut penting tetapi tidak cukup jika
mengukur manajemen secara benar (Priyanto, 2002).

Kelemahan UKM dalam hal kapasitas manajemen, dengan nyata, memiliki


peran yang besar dalam menghambat kelangsungan usaha. Shader, Mulford dan
Blackburn (1989), serta Baldwin (1993), dalam Priyanto (2002), menyatakan bahwa
kinerja dari UKM berkaitan dengan tingginya tingkat kecakapan manajemen. Clark,
Berkeley dan Steuer (2001), serta Pounds (1969), seperti dikutip oleh Schwartz dan
Bar-El (2004), menyimpulkan bahwa kesulitan UKM dalam mengidentifikasikan
permasalahan-permasalahan mereka disebabkan oleh kurangnya pengetahuan dan
motivasi dari pemilik atau pengelola usaha. Penelitian Stanworth dan Gray (1992) di
UK, seperti dikutip dalam Gooderham et al. (2004), mengindikasikan bahwa
mayoritas pemilik UKM tidak mempunyai kulifikasi manajemen dan profesional yang
formal. Rey (1995), dalam Gooderham et al. (2004), mengungkapkan bahwa salah
satu sebab utama yang membuat wirausahawan mengalami kegagalan adalah
karena mereka tidak mempunyai pengalaman manajemen usaha. Di Indonesia,
Suharto (2005) menegaskan bahwa kemampuan manajemen merupakan salah satu
kekurangan UKM dalam menjalankan usahanya.

Keterbatasan kapasitas manajemen pada UKM dapat dibantu


penanganannya oleh akuntan publik dengan memberikan jasa konsultasi
manjemen. Chell dan Baines (2000), Marshall et al. (1995) Nordhaug dan
Goderham (1996), serta Wynarczyk et al. (1993), seperti dikutip dalam dalam
Gooderham et al. (2004), menyatakan bahwa ketidakpastian usaha serta
keterbatasan sumber daya menimbulkan penelaahan dan perkembangan yang
problematik bagi UKM. Hal ini berarti UKM memiliki kebutuhan khusus untuk
memanfaatkan konsultasi bisnis dari sumber eksternal (Birley dan Westhead (1992)
dalam Gooderham et al., 2004; Storey (1994) dalam Gooderham et al., 2004).
Jennings dan Beaver (1997), seperti dikutip dalam Gooderham et al. (2004),
mengungkapkan bahwa pemilik atau manajer dari UKM memerlukan keahlian dan
pengetahuan manajemen khusus yang mudah diproleh, yang secara langsung

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD03 - 17


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

berhubungan dengan kewirausahaan dan manajemen profesional dalam lingkungan


operasional bisnis. Apabila konteks eksternal dapat dipahami, ada banyak
kemungkinan bahwa UKM mempelajari kebutuhan tersebut dari akuntan (Bennett
dan Robson (1999) dalam Gooderham et al., 2004; Curran et al. (1993) dalam
Gooderham et al., 2004; Gibb (1997) dalam Gooderham et al., 2004). Searah
dengan pendapat ini, Agustini dan Yudiati (2002) menyatakan bahwa bagi
wirausahawan, kemampuan untuk mengenali lingkungan, mengindera peluang
usaha, dan mengerahkan sumber daya guna meraih peluang tersebut dalam batas
risiko yang tertanggungkan untuk menikmati nilai tambah merupakan hal yang
penting. Oleh karenanya, Setyawan (1993), seperti dikutip dalam Agustini dan
Yudiati (2002), mengutarakan bahwa diperlukan alat bantu yang dapat digunakan
untuk mengungkapkan sikap dan sistem nilai tersebut dalam diri seseorang.

1.5 Kerangka Pemikiran Teoritis


Gambaran kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian ini dapat dilihat pada
gambar 2.1 dan 2.2.

UKM
KAPASITAS
MANAJEMEN

PROSES
PENGAMBILAN
KEMAMPUAN KEPUTUSAN
AKUNTANSI

ASPEK
PERSONAL

POTENSI PEMBERIAN JASA NONASSURANCE

Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran Teoritis 1

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD03 - 18


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Gambar 2.1 menjelaskan suatu kondisi dimana sebuah UKM memiliki


kemampuan akuntansi yang memadai, yang dapat diindikasikan oleh kecukupan
pengetahuan akuntasi, penerapan yang baik atas pencatatan aktivitas transaksi dan
administrasi perusahaan, serta adanya pembagian kewenangan atau otorisasi yang
memadai. Selain itu pemilik atau pengelola dari UKM tersebut memiliki aspek
personal yang baik, sehingga meningkatkan kualitas proses dan hasil dari
pengambilan keputusan.

Dalam kondisi perusahaan semacam ini, potensi pemberian jasa


nonassurance cenderung kecil. Hal ini timbul karena kondisi-kondisi yang
memerlukan perbaikan maupun perubahan cenderung sedikit, sehingga peran
akuntan publik sebagai pembantu dalam penyusunan laporan keuangan maupun
sebagai penasehat bisnis cederung kurang diperlukan.

UKM
KAPASITAS
MANAJEMEN

PROSES
PENGAMBILAN
KEMAMPUAN KEPUTUSAN
AKUNTANSI

ASPEK
PERSONAL

POTENSI PEMBERIAN JASA NONASSURANCE

Gambar 2.2
Kerangka Pemikiran Teoritis 2

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD03 - 19


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Gambar 2.2 merupakan kondisi yang berkebalikan dengan UKM pada


gambar 2.1. UKM pada gambar ini memiliki kemampuan akuntansi yang terbatas,
yang dapat diindikasikan oleh kurangnya pengetahuan akuntasi, penerapan yang
kurang memadai atas pencatatan aktivitas transaksi dan administrasi perusahaan,
serta adanya pembagian kewenangan atau otorisasi yang tidak sesuai. Selain itu
pemilik atau pengelola dari UKM tersebut memiliki aspek personal yang lemah,
sehingga menurunkan kualitas proses dan hasil dari pengambilan keputusan.

Dalam kondisi UKM seperti ini, potensi pemberian jasa nonassurance


cenderung besar. Hal ini timbul karena kondisi-kondisi yang memerlukan perbaikan
maupun perubahan cenderung banyak, sehingga peran akuntan publik sebagai
pembantu dalam penyusunan laporan keuangan maupun sebagai penasehat bisnis
cederung diperlukan.

III. METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, yang berusaha memberikan
gambaran atau profil atas suatu objek atau fenomena. Penelitian ini menetapkan
seluruh UKM di Kota Semarang yang, dengan total aktiva diatas Rp25.000.000,00
sampai dengan Rp10.000.000.000,00, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha, sebagai populasi. Sampel penelitian ditetapkan dengan metode purposive
sampling dengan kriteria-kriteria sebagai berikut :

1. UKM yang kegiatan usahanya terdaftar di Dinas Perindustrian dan


Perdagangan Provinsi Jawa Tengah.
2. UKM yang belum tutup usaha, atau tidak mengalami penggabungan usaha
dengan perusahaan berskala usaha besar, baik dalam bentuk akuisisi atau
konsolidasi atau merger.
3. Pemilik atau pengelola dari UKM terkait, bersedia memberikan informasi
tentang perusahaan sesuai dengan item-item yang ditanyakan oleh peneliti
(bersedia diwawancara dengan sukarela).

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD03 - 20


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Tabel 3.1
Pengambilan Sampel

Keterangan Jumlah UKM


UKM yang kegiatan usahanya terdaftar di
Dinas Perindustrian dan Perdagangan 30
Provinsi Jawa Tengah

UKM yang sudah tutup usaha, atau


(11)
mengalami penggabungan usaha dengan
perusahaan berskala usaha besar

Pemilik atau pengelola UKM yang tidak (6)


bersedia diwawancara

Total UKM di Kota Semarang yang dapat


digunakan sebagai sampel 13
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh
melalui wawancara langsung terhadap pemilik atau manajer pelaksana dari 13 UKM
yang memenuhi kriteria sebagai sampel penelitian, dengan menggunakan alat bantu
berupa kuesioner tertutup.

3.2 Definisi Operasional dan Pengukuran Variable


Variabel yang digunakan untuk mengukur potensi pemberian jasa
nonassurance oleh akuntan publik bagi UKM terdiri atas variabel kemampuan
akuntansi dan variabel kapasitas manajemen.

Indikator-indikator dari kemampuan akuntansi yang digunakan dalam


penelitian ini, dikembangkan berdasarkan the European Commission’s
Recommendation of 16 May 2002 tentang Statutory Auditor’s Independence in the
EU: A Set of Fundamental Principles yang berisi kriteria-kriteria pemberian jasa
nonassurance yang diakomodasi oleh SEC/PCAOB, IFAC, EU, APB dan AICPA.

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD03 - 21


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Tabel 3.2
Definisi Operasional Variabel Kemampuan Akuntansi

Indikator Skala Pengukuran


Terdiri dari :
a. Sangat buruk (skor = 1)
Pembuatan bukti-bukti atas b. Buruk (skor = 2)
1
setiap aktivitas usaha c. Tidak berpendapat (skor = 3)
d. Baik (skor = 4)
e. Sangat baik (skor = 5)
Terdiri dari :
a. Sangat buruk (skor = 1)
Pembuatan jurnal/pembukuan b. Buruk (skor = 2)
2 atas setiap transaksi
perusahaan c. Tidak berpendapat (skor = 3)
d. Baik (skor = 4)
e. Sangat baik (skor = 5)
Terdiri dari :
a. Sangat buruk (skor = 1)
Penyusunan laporan keuangan b. Buruk (skor = 2)
3
sesuai SAK c. Tidak berpendapat (skor = 3)
d. Baik (skor = 4)
e. Sangat baik (skor = 5)
Terdiri dari :
a. Sangat buruk (skor = 1)
Rutinitas penyusunan laporan b. Buruk (skor = 2)
4
keuangan c. Tidak berpendapat (skor = 3)
d. Baik (skor = 4)
e. Sangat baik (skor = 5)
Terdiri dari :
a. Sangat buruk (skor = 1)
b. Buruk (skor = 2)
5 Pengarsipan dokumen akuntansi
c. Tidak berpendapat (skor = 3)
d. Baik (skor = 4)
e. Sangat baik (skor = 5)
Terdiri dari :
Penetapan aras a. Sangat buruk (skor = 1)
pertanggungjawaban/pembagian b. Buruk (skor = 2)
6
kewenangan atas aktivitas c. Tidak berpendapat (skor = 3)
akuntansi d. Baik (skor = 4)
e. Sangat baik (skor = 5)

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD03 - 22


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Indikator-indikator kapasitas manajemen yang digunakan dalam penelitian ini,


disarikan dari hasil penelitian Rougoor et al. (1998), seperti dikutip dalam Priyant,
(2002) dan hasil penelitian Priyanto (2002). Berdasarkan penelitian Rougoor et al.
(1998), seperti dikutip dalam Priyanto et al. (2002), variabel kapasitas manajemen
dibagi dalam dua aspek, yaitu aspek personal (personal aspect) dan aspek proses
pengambilan keputusan (decision making process). Dua komponen tersebut saling
berhubungan, sehingga penghitungan salah satu komponen tidak cukup mengukur
manajemen secara benar (Priyanto, 2002).
Tabel 3.3
Definisi Operasional Variabel Kapasitas Manajemen

Indikator Skala Pengukuran


Aspek Personal
Terdiri dari :
a. Sangat buruk (skor = 1)
Motivasi untuk mengelola b. Buruk (skor = 2)
1
usaha. c. Tidak berpendapat (skor = 3)
d. Baik (skor = 4)
e. Sangat baik (skor = 5)
Terdiri dari :
a. Sangat buruk (skor = 1)
Tingkat pendidikan formal b. Buruk (skor = 2)
2
maupun nonformal c. Tidak berpendapat (skor = 3)
d. Baik (skor = 4)
e. Sangat baik (skor = 5)
Terdiri dari :
a. Sangat buruk (skor = 1)
b. Buruk (skor = 2)
3 Pengalaman kerja
c. Tidak berpendapat (skor = 3)
d. Baik (skor = 4)
e. Sangat baik (skor = 5)

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD03 - 23


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Indikator Skala Pengukuran


Aspek Proses Pengambilan Keputusan
Terdiri dari :
a. Sangat buruk (skor = 1)
Penyusunan perencanaan b. Buruk (skor = 2)
4
atas aktivitas usaha c. Tidak berpendapat (skor = 3)
d. Baik (skor = 4)
e. Sangat baik (skor = 5)
Terdiri dari :
a. Sangat buruk (skor = 1)
Implementasi atas aktivitas
b. Buruk (skor = 2)
5 usaha yang
c. Tidak berpendapat (skor = 3)
ditetapkan/direncanakan
d. Baik (skor = 4)
e. Sangat baik (skor = 5)
Terdiri dari :
a. Sangat buruk (skor = 1)
Pengendalian atas b. Buruk (skor = 2)
6
pelaksanaan aktivitas usaha c. Tidak berpendapat (skor = 3)
d. Baik (skor = 4)
e. Sangat baik (skor = 5)

3.3 Teknik dan Langkah Analisis


Penelitian Identifikasi Potensi Pemberian Jasa Nonassurance Oleh Akuntan
Publik Bagi UKM ini dirancang untuk dilaksanakan dalam 4 tahap, yang diawali oleh
pelaksanaan tahap 1 yang terdiri atas 2 aktivitas, sebagai berikut :

1. Perancangan kuesioner. Item-item pertanyaan dalam draft kuesioner terdiri


atas 2 kelompok, yaitu kelompok kemampuan akuntansi, yang dikembangkan
berdasarkan the European Commission’s Recommendation of 16 May 2002
tentang Statutory Auditor’s Independence in the EU: A Set of Fundamental
Principles yang berisi kriteria-kriteria pemberian jasa nonassurance yang
diakomodasi oleh SEC/PCAOB, IFAC, EU, APB dan AICPA, serta Internal

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD03 - 24


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Questioner yang dikembangkan oleh Stelzer (1964), seperti dikutip dalam


Harahap (1995: 96-98), serta kelompok kapasitas manajemen, yang disarikan
dari hasil penelitian Rougoor et al. (1998), seperti dikutip dalam Priyanto
(2002), Penelitian Stratifikasi IKM di Jawa Tengah yang diselenggarkan oleh
Center for Micro and Small Scale Enterprises Dynamics (CEMSED), dan hasil
penelitian Priyanto (2002).

2. Pelaksanaan pilot study dan revisi kuesioner. Pilot study dilaksanakan


dengan tujuan ditemukannya item-item pertanyaan yang memiliki
kemungkinan dapat membingungkan responden, item-item pertanyaan
tersebut kemudian akan dimodifikasi atau diganti tanpa merubah hasil
informasi yang diharapkan dapat diperoleh atas pengajuan pertanyaan-
pertanyaan tersebut. Pilot study pada penelitian ini telah dilaksanakan pada
4 UKM berbentuk CV yang berdomisili di Kota Semarang.

Kuesioner revisi akan mendasari dan membantu pelaksanaan tahap


penelitian 2. Tahap ini berisi pelaksanaan survey dengan metode wawancara
kepada pemilik atau manajer pengelola dari 13 UKM yang dijadikan sampel.

Data hasil wawancara, yang merupakan hasil akhir dari pelaksanaan tahap 2,
akan diolah pada tahap penelitian 3 :

1. Pengolahan data, diawali dengan mentransformasikan hasil wawancara


dengan responden dalam skala likert sesuai dengan indikator-indikator
variabel kemamapuan akuntansi dan kapasitas manajemen, kemudian hasil
tabulasi akan diolah dengan menyajikan statistik deskriptif dari 13 UKM
sampel, dilengkapi dengan penyajian hasil tabulasi silang (crosstab)
menggunakan software SPSS.
2. Penyusunan draft laporan akhir.

Rangkaian kegiatan penelitian Identifikasi Potensi Pemberian Jasa


Nonassurance Oleh Akuntan Publik Bagi UKM diakhiri oleh pelaksanaan tahap
penelitian 4, yang akan menghasilkan laporan akhir. Laporan akhir diperoleh melalui
pelaksanaan aktivitas presentasi draft laporan, yang akan merangkum pendapat dan
kritik pihak-pihak lain atas penelitian ini, untuk kemudian menjadi dasar pelaksanaan
revisi atas draft laporan terkait.

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD03 - 25


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Secara skematis, tahap-tahap penelitian Identifikasi Potensi Pemberian Jasa


Nonassurance Oleh Akuntan Publik Bagi UKM dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 3.1
Rangkaian Kegiatan Penelitian Identifikasi Potensi Pemberian
Jasa Nonassurance Oleh Akuntan Publik Bagi UKM

IV. ANALISIS DAN BAHASAN ANALISIS

4.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan dengan kepemilikan


kekayaan bersih (total aktiva), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha, diatas Rp25.000.000,00 sampai dengan Rp.10.000.000.000,00, yang
sering disebut sebagai Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Penetapan syarat
objek penelitian dalam penelitian ini didasarkan pada pernyataan Komite
Penanggulangan Kemiskinan Nasional tentang definisi usaha mikro, UU No.9
tahun 1995 pasal 5 dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 3/9Bkr tahun 2001
yang mengatur tentang kriteria-kriteria usaha kecil, dan Inpres RI No.10 Tahun
1999 yang mengatur klasifikasi usaha menengah.

Populasi penelitian berupa UKM yang berdomisili di Kota Semarang, sedangkan


sampel dalam penelitian ini adalah UKM dengan kriteria UKM yang kegiatan
usahanya terdaftar di Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD03 - 26


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Tengah, UKM yang belum tutup usaha, atau tidak mengalami penggabungan
usaha dengan perusahaan berskala usaha besar, serta pemilik atau pengelola
dari UKM terkait bersedia diwawancara dengan sukarela.

Tabel 4.1 menyajikan data demografi dari 13 UKM yang menjadi sampel
penelitian dan digunakan dalam analisis data.

Tabel 4. 1
Karakteristik Demografi UKM Sampel Penelitian

Keterangan Jumlah Persentase


Jenis Industri
Industri Furniture dari Kayu 4 30,77%
Industri Barang-barang Plastik Lainnya 1 7,69%
Industri Sabun dan Bahan Pembersih
Keperluan Rumah Tangga 2 15,38%
Industri Pupuk Alam/Nonsintesis Hara
Makro Primer 1 7,69%
Industri Moulding dan Komponen Bahan
Bangunan 1 7,69%
Industri Perlengkapan Penunjang Asesoris
Otomotif 2 15,38%
Industri Percetakan 2 15,38%
Total 13 100%

Area Pemasaran
Lokal 11 84,62%
Ekspor 2 15,38%
Total 13 100%

Bentuk Usaha
Perorangan 6 46,15%
CV 4 30,77%
PT 3 23,08%
Total 13 100%

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD03 - 27


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Nilai Aktiva
Rp 25.000.001 - Rp 200.000.000 8 61,54%
Rp 200.000.001 - Rp 10.000.000.000 5 38,46%
Total 13 100%

Jasa Akuntan Publik


Tidak 9 69,23%
Ya 4 30,77%
Total 13 100%
Sumber : Output SPSS, 2007

Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa mayoritas UKM sampel


bergerak dalam Industri Furniture dari Kayu, yaitu sebanyak 4 UKM (30,77%).
Sedangkan sisanya tersebar secara merata masing-masing 2 UKM (15,38%) yang
bergerak dalam Industri Sabun dan Bahan Pembersih Keperluan Rumah Tangga
dan Industri Percetakan dan Industri Perlengkapan Penunjang Asesoris Otomotif,
serta masing-masing 1 UKM (7,69%) yang bergerak dalam Industri Barang-barang
Plastik Lainnya, Industri Pupuk Alam/Nonsintesis Hara Makro Primer, Industri
Moulding dan Komponen Bahan Bangunan.

Berdasarkan klasifikasi area pemasaran, mayoritas dari UKM sampel


memasarkan hasil produksinya secara lokal, yaitu sebanyak 11 UKM (84,62%).
Jumlah tersebut berasal dari seluruh jenis industri, yaitu masing-masing 2 UKM
yang bergerak dalam Industri Furniture dari Kayu, Industri Sabun dan Bahan
Pembersih Keperluan Rumah Tangga dan Industri Percetakan dan Industri
Perlengkapan Penunjang Asesoris Otomotif, serta masing-masing 1 UKM yang
bergerak dalam Industri Barang-barang Plastik Lainnya, Industri Pupuk
Alam/Nonsintesis Hara Makro Primer, Industri Moulding dan Komponen Bahan
Bangunan.

Berdasarkan hasil wawancara, diketahui bahwa 8 UKM memasarkan hasil


produksinya secara langsung ke konsumen. 2 UKM dari jumlah tersebut hanya
melayani penjualan dalam partai besar sesuai kapasitas produksi maksimal untuk
area pemasaran lokal, sedangkan 1 UKM hanya melayani penjualan dalam partai

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD03 - 28


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

besar sesuai kapasitas produksi maksimal, dengan mengkhususkan area


pemasaran di luar negeri. UKM dengan tipe pemasaran semacam ini sekaligus
melayani jasa pemasangan, dan jasa pelengkap lainnya. Selain itu, terdapat 2
UKM, seluruhnya bergerak dalam Industri Furniture dari Kayu, yang memasarkan
hasil produksinya secara langsung maupun melalui distributor. Salah satu dari
UKM-UKM tersebut menggunakan jasa distributor untuk daerah pemasaran di luar
Kota Semarang, sedangkan lainnya untuk untuk memenuhi kebutuhan ekspor.
Lebih lanjut, terdapat 3 UKM, yang seluruhnya memiliki area pemasaran lokal,
memasarkan hasil produksinya hanya melalui distributor. Hal ini dilakukan untuk
meminimalisasi penjualan kredit dengan tingkat ketidakpastian penagihan yang
tinggi.

Dari aspek bentuk usaha, sebanyak 6 UKM (46,15%) berbentuk perusahaan


perorangan, 4 UKM (30,77%) berbentuk CV, dan 3 UKM (23,08%) berbentuk PT.
Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa 12 UKM sampel merupakan sumber
penghasilan utama bagi pemilik ataupun pengelolanya, sedangkan 1 UKM, yang
berbentuk CV, merupakan sumber penghasilan tambahan bagi pemilik. Selain itu
12 UKM sampel merupakan UKM yang didirikan sendiri oleh pemilik saat ini, dan 1
UKM, yang berbentuk usaha perorangan, merupakan usaha warisan. Lebih lanjut,
pembagian kepemilikan atas UKM sampel dengan bentuk CV maupun PT, hanya
terbagi antar anggota keluarga inti, seperti istri dan anak dari pemilik.

Berdasarkan total nilai aktiva, dengan tidak memasukkan nilai tanah dan nilai
bangunan tempat usaha, mayoritas dari UKM sampel, sebanyak 8 UKM (61,54%),
merupakan usaha kecil. Dari jumlah tersebut, 5 UKM merupakan perusahaan
dengan bentuk usaha perorangan.

Terkait dengan pemanfaatan jasa akuntan publik, sejumlah 9 UKM (69,23%)


belum memanfaatkan jasa kompilasi laporan keuangan maupun jasa konsultasi
manajemen. 2 UKM dari jumlah tersebut, sudah pernah memanfaatkan jasa
kompilasi laporan keuangan maupun jasa konsultasi manajemen, namun kemudian
memutuskan untuk menghentikan pemanfaatan jasa-jasa tersebut. Berdasarkan
hasil wawancara, diketahui bahwa faktor harga bukan merupakan masalah utama
yang menyebabkan UKM-UKM tersebut tidak atau tidak lagi menyewa jasa akuntan

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD03 - 29


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

publik. 7 UKM yang belum pernah memanfaatkan jasa akuntan publik menyatakan
bahwa mereka tidak mengerti hakikat dari jasa kompilasi laporan keuangan maupun
jasa konsultasi manajemen. 2 UKM yang memutuskan untuk menghentikan
pemanfaatan jasa akuntan publik menyatakan bahwa penyelenggaraan jasa
kompilasi laporan keuangan dan jasa konsultasi manajemen tidak mengedukasi
perusahaan sehingga lebih baik dari sebelumnya, terutama dalam hal akuntansi.
Kedua UKM tersebut merasa hanya memindahtangankan tanggung jawab akuntansi
kepada akuntan publik tanpa diberi masukan atau penjelasan lebih lanjut atas hal-
hal yang harus diperbaiki oleh perusahaan. Fakta ini sesuai dengan pernyataan
Fogel (2001), dalam Schwartz dan Bar-El (2004), yang mengungkapkan bahwa
program-program pemberdayaan UKM belum memenuhi ekspektasi dari usahawan.

4.2 Gambaran Umum Responden Penelitian

Responden dalam penelitian ini adalah pemilik, yang mengelola UKM secara
langsung, atau manajer pengelola, yang bertanggungjawab atas pengelolaan UKM,
dari UKM sampel. Syarat ini ditetapkan mengingat pernyataan Berry et al. (1993)
yang mengungkapkan bahwa pemberian kredit pada UKM memiliki makna
memberikan pinjaman kepada seseorang. Maka pemilik atau manajer pengelola
dari suatu UKM merupakan pihak yang dianggap paling mengetahui seluk beluk
perusahaan, baik secara keseluruhan maupun untuk hal-hal detail.

Tabel 4.2 menyajikan data karakteristik dari 13 orang yang menjadi


responden dalam penelitian ini.

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD03 - 30


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Tabel 4. 2
Karakteristik Responden Penelitian

Responden

Manajer Total

Pengelola Pemilik

Jenis Kelamin

Pria 4 7 11

Wanita 1 1 2

Pendidikan Formal 13

SMA 1 5 6

Perguruan Tinggi 4 3 7

Pendidikan Nonformal 13

Tidak Memiliki 3 2 5

Seminar 1 0 1

Kursus Manajemen/Organisasi 0 2 2

Kursus Keterampilan Teknis/Teknologi


Produksi 1 4 5

Pengalaman Kerja 13

Tidak Memiliki 4 1 5

< 1 tahun 0 1 1

1 - 10 tahun 1 2 3

>10 tahun 0 4 4

13

Sumber : Output SPSS, 2007

Mayoritas responden dalam penelitian ini, yaitu sebanyak 8 orang (61,54%),


berkedudukan sebagai pemilik UKM, dan 11 orang dari total responden (84,62%)

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD03 - 31


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

berjenis kelamin pria. Berdasarkan klasifikasi pendidikan formal, tampak bahwa


responden yang berkedudukan sebagai manajer pengelola, yaitu 4 orang dari 5
manajer pengelola (80%), memiliki tingkat pendidikan akhir perguruan tinggi, dan
jumlah perbandingan ini lebih tinggi dibanding pemilik UKM yang memiliki latar
pendidikan perguruan tinggi, yaitu 3 orang dari 8 pemilik UKM. Hasil wawancara
dengan para manajer pengelola menjelaskan bahwa latar belakang utama
penunjukan mereka sebagai manajer pengelola oleh para pemilik UKM adalah level
pendidikan. Dengan kata lain, paling tidak 4 pemilik UKM yang tidak memimpin
secara langsung perusahaannya, memiliki latar belakang pendidikan formal yang
lebih rendah dibandingkan dengan para manajer pengelola.

Klasifikasi pendidikan nonformal mengetengahkan fakta yang berbeda.


Mayoritas pemilik UKM yang mengelola sendiri usahanya, yaitu sebanyak 75% dari
8 pemilik UKM, memiliki latar belakang pendidikan nonformal, dan jumlah
perbandingan ini lebih tinggi dibanding pemilik UKM yang memiliki latar pendidikan
perguruan tinggi, yaitu 20% dari 5 manajer pengelola UKM sampel. Hanya 1
manajer pengelola, dengan pendidikan terakhir perguruan tinggi, yang memiliki
pendidikan nonformal, dan pendidikan nonformal tersebut hanya berupa
keikutsertaan dalam seminar. Hal ini mengindikasikan bahwa para pemilik UKM
yang memilih untuk menjalankan sendiri usahanya, telah berupaya untuk
meningkatkan kapabilitas mereka dengan mengikuti program-program pendidikan
nonformal, seperti kursus manajemen/organisasi, yang diikuti oleh 25% pemilik
UKM, atau kursus keterampilan teknis/teknologi produksi, yang diikuti oleh 50%
pemilik UKM.

Sama halnya dengan klasifikasi pendidikan nonformal, sejumlah 7 orang


(87,5%) dari 8 orang pemilik UKM memiliki pengalaman kerja. 4 orang diantara 7
pemilik UKM tersebut, memiliki pengalaman kerja di atas 10 tahun dengan distribusi
profesi sebagai pengusaha (50%), karyawan swasta (25%), dan dosen (25%). Hal
ini mengindikasikan bahwa kemampuan pengelolaan usaha para pemilik UKM
sampel cenderung ditopang oleh latar belakang pendidikan nonformal dan
pengalaman mereka dalam dunia kerja.

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD03 - 32


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

4.3 Analisis Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran tentang variabel


kemampuan akuntansi dan kapasitas manajemen yang digunakan dalam penelitian.
Statistik deskriptif yang digunakan didalam penelitian ini adalah nilai maksimum,
nilai minimum, rata-rata, dan standar deviasi, serta tabulasi silang (crosstab).

Analisis statistik deskriptif dengan menggunakan nilai maksimum, nilai


minimum, rata-rata, dan standar deviasi, dilakukan dengan membandingkan kisaran
teoritis dengan kisaran sesungguhnya. Kisaran teoritis adalah kisaran atas bobot
jawaban yang secara teoritis didesain sebagai media scoring kuesioner penelitian
dan hasil wawancara. Kisaran sesungguhnya yaitu nilai terendah sampai dengan
tertinggi atas bobot jawaban responden yang sesungguhnya. Apabila nilai rata-rata
jawaban tiap konstruk pada kisaran sesungguhnya dibawah rata-rata kisaran teoritis
dapat disimpulkan bahwa jawaban responden cenderung memiliki kemampuan
akuntansi dan atau kapasitas manajemen yang rendah. Sedangkan jika nilai rata-
rata kisaran sesungguhnya di atas rata-rata kisaran teoritis, maka responden
cenderung memiliki kemampuan akuntansi dan atau kapasitas manajemen yang
tinggi. Hasil tabulasi silang akan menampilkan gambaran tentang variabel
kemampuan akuntansi dan kapasitas manajemen dari UKM sampel berdasarkan
kategori demografi tertentu.

4.3.1 Analisis Statistik Deskriptif Variabel Kemampuan Akuntansi

Tabel 4.3 menyajikan statistik deskriptif untuk variabel kemampuan


akuntansi, termasuk statistik deskriptif atas 6 indikator kemampuan akuntansi, dari
13 UKM sampel. Variabel ini digunakan dalam penelitian sebagai proksi potensi
pemberian jasa kompilasi laporan keuangan oleh akuntan publik bagi UKM.

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD03 - 33


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Tabel 4. 3
Statistik Deskriptif Variabel Kemampuan Akuntansi

Teoritis Sesungguhnya
Variabel Rata- Rata- Standar
Kisaran rata Kisaran rata Deviasi

Kemampuan dalam
membuat bukti-
1-5 3 2-5 3,31 1,316
bukti atas setiap
aktivitas usaha

Kemampuan dalam
membuat

jurnal/pembukuan atas 1-5 3 2-2 2,00 0,000


setiap

transaksi perusahaan

Kemampuan dalam
menyusun laporan 1-5 3 1-4 2,46 1,127
Keuangan sesuai SAK

Rutinitas penyusunan
1-5 3 1-5 3,92 1,706
laporan keuangan

Kemampuan dalam
mengarsipkan 1-5 3 1-4 2,15 0,899
dokumen akuntansi

Penetapan aras
pertanggungjawaban/

pembagian 1-5 3 1-4 3,31 1,109


kewenangan atas

aktivitas akuntansi

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD03 - 34


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Kemampuan Akuntansi 6 - 30 18 11 - 23 17,08 3,730

Sumber : Output SPSS, 2007

Berdasarkan tabel 4.3, variabel kemampuan akuntansi memiliki nilai kisaran


teoritis bobot jawaban antara 6 sampai dengan 30, dengan rata-rata sebesar 18.
Pada kisaran sesungguhnya, jawaban responden mempunyai bobot antara 11
sampai dengan 23, dengan rata-rata sebesar 17,15 dan standar deviasi sebesar
3,826. Nilai rata-rata jawaban sesungguhnya untuk mengukur kemampuan
akuntansi dari UKM sampel berada di bawah rata-rata teoritis, maka dapat
disimpulkan bahwa UKM sampel cenderung mempunyai kemampuan akuntansi
yang rendah. Kemampuan akuntansi yang cenderung rendah mengindikasikan
bahwa pemilik atau pengelola dari UKM sampel memiliki pengetahuan dan keahlian
yang cenderung kurang memadai terkait dengan pencatatan, pengklasifikasian dan
pengikhtisaran kejadian ekonomi berdasarkan tata cara yang logis dengan tujuan
menyediakan informasi keuangan untuk pengambilan keputusan. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Deakins et al. (2001), dalam Gooderham et al. (2004), yang
mengungkapkan bahwa sebagian besar pemilik atau manajer UKM memiliki
keahlian dan pengetahuan yang rendah terkait dengan masalah finansial dan
bagaimana sistem pengendalian keuangan harus diterapkan dalam pengambilan
keputusan.

Tabel 4.3 juga menyajikan hasil analisis atas 6 indikator variabel kemampuan
akuntansi, dan hasilnya menunjukkan bahwa rata-rata jawaban sesungguhnya atas
indikator 2, indikator 3, dan indikator 5 berada di bawah rata-rata teoritis.

Hasil analisis atas indikator 2 mengindikasikan bahwa UKM sampel memiliki


kemampuan yang cenderung rendah terkait dengan kemampuan dalam membuat
jurnal/pembukuan atas setiap transaksi perusahaan. Berdasarkan hasil wawancara,
diketahui bahwa 13 UKM sampel selalu membuat pembukuan atas setiap transaksi
perusahaan, hanya saja mayoritas UKM sampel, yaitu sebanyak 11 UKM,
menggunakan sistem pembukuan single entry, sesuai dengan pernyataan Benjamin
(1989), seperti dikutip dalam Harahap (1995: 74), yang menyatakan bahwa laporan
keuangan perusahaan kecil lebih banyak menggunakan tatabuku tunggal (single

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD03 - 35


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

entry). Lebih lanjut, diketahui bahwa 2 UKM lainnya tidak menganut sistem
pembukuan tertentu (sesuai kebijakan perusahaan).

Analisis atas indikator 3 mengindikasikan bahwa UKM sampel memiliki


kemampuan yang cenderung rendah terkait dengan kemampuan dalam menyusun
laporan keuangan sesuai SAK. Hasil wawancara menjelaskan bahwa hanya 11
UKM dari 13 UKM sampel yang menyusun laporan keuangan, dan hanya 3 UKM
dari jumlah tersebut yang mendasarkan pembuatan laporan keuangannya
berdasarkan arahan dari akuntan publik, yang mengacu pada SAK. 11 UKM yang
menyusun laporan keuangan menggunakan laporan keuangan tersebut sebagai
media evaluasi, terutama evaluasi biaya produksi.

Hasil analisis atas indikator 5 mengindikasikan bahwa UKM sampel memiliki


kemampuan yang cenderung rendah terkait dengan kemampuan dalam
mengarsipkan dokumen akuntansi. Wawancara dengan para pemilik atau manajer
pengelola UKM sampel menerangkan bahwa 10 UKM sampel tidak mengetahui
keharusan perusahaan dengan bentuk PT untuk menyimpan dokumen-dokumen
usaha selama minimal 10 tahun (UU No.8 tahun 1997), dan selama minimal 30
tahun untuk perusahaan dengan bentuk non-PT (Kitab Undang-undang Hukum
Dagang). 3 UKM lainnya memperoleh informasi mengenai ketentuan tersebut dari
akuntan publik yang mereka sewa.

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD03 - 36


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Tabel 4.4
Tabulasi Silang antara Karakteristik Demografi UKM sampel
dengan Variabel Kemampuan Akuntansi

Kemampuan
Akuntansi
Keterangan
Renda
Tinggi
h

Jenis Industri

Industri Furniture dari Kayu 2 2

Industri Barang-barang Plastik Lainnya 1 0

Industri Sabun dan Bahan Pembersih Keperluan


1 1
Rumah Tangga

Industri Pupuk Alam/Nonsintesis Hara Makro Primer 1 0

Industri Moulding dan Komponen Bahan Bangunan 0 1

Industri Perlengkapan Penunjang Asesoris Otomotif 1 1

Industri Percetakan 2 0

Total 8 5

Area Pemasaran

Lokal 7 4

Ekspor 1 1

Total 8 5

Bentuk Usaha

Perorangan 4 2

CV 2 2

PT 2 1

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD03 - 37


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Total 8 5

Nilai Aktiva

Rp 25.000.001 - Rp 200.000.000 5 3

Rp 200.000.001 - Rp 10.000.000.000 3 2

Total 8 5

Jasa Akuntan Publik

Tidak 6 3

Ya 2 2

Total 8 5

Sumber : Output SPSS, 2007

Tabel 4.4 menyajikan gambaran kemampuan akuntansi dari 13 UKM sampel


berdasarkan karakteristik jenis industri, area pemasaran, bentuk usaha, nilai aktiva,
dan pemanfaatan jasa akuntan publik. Sesuai dengan hasil analisis atas tabel 4.3,
tabel 4.4 juga menunjukkan bahwa mayoritas dari 13 UKM sampel, sejumlah 8 UKM
(61,54%), memiliki kemampuan akuntansi yang cenderung rendah.

Berdasarkan klasifikasi jenis industri, 8 UKM sampel dengan kemampuan


akuntansi yang cederung rendah terdiri atas masing-masing 2 UKM yang bergerak
dalam Industri Furniture dari Kayu, dan Industri Percetakan, serta masing-masing 1
UKM yang bergerak dalam Industri Barang-barang Plastik Lainnya, Sabun dan
Bahan Pembersih Keperluan Rumah Tangga, Industri Pupuk Alam/Nonsintesis Hara
Makro Primer, dan Industri Perlengkapan Penunjang Asesoris Otomotif.

UKM sampel dengan kemampuan akuntansi yang cenderung rendah,


berdasarkan klasifikasi area pemasaran, didominasi oleh UKM dengan area
pemasaran lokal. Dari 8 UKM sampel dengan kemampuan akuntansi yang
cenderung rendah, 7 UKM mengkhususkan area pemasaran produknya di wilayah
Indonesia. Selain disebabkan oleh jumlah sampel UKM lokal lebih banyak dari
jumlah sampel UKM ekspor, berdasarkan hasil wawancara, diperoleh keterangan
bahwa UKM yang menjual produknya untuk kepentingan ekspor harus mentaati tata

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD03 - 38


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

cara akuntansi tertentu, yang umumnya lebih ketat dibanding UKM dengan area
pemasaran lokal, sesuai dengan tata cara yang disepakati bersama dengan
perusahaan lain di negara tujuan pemasaran. Kesesuaian tata cara akuntansi
antara perusahaan Indonesia dengan perusahaan partner di luar negeri juga
ditegaskan oleh pernyataan 1 UKM yang memiliki kemampuan akuntansi yang
cenderung rendah, meskipun orientasi pemasarannya ekspor. Manajer pengelola
dari UKM yang bergerak dalam Industri Furniture dari Kayu tersebut menyatakan
bahwa perusahaan partner yang berada di Malaysia juga merupakan perusahaan
dengan klasifikasi Small and Medium Enterprises, yang dapat menerima serta turut
menerapkan tata cara akuntansi sederhana seperti yang dianut oleh
perusahaannya.

4 UKM dari 8 UKM sampel dengan kemampuan akuntansi yang cenderung


rendah berbentuk usaha perorangan. Wawancara dengan para pemilik atau
manajer pengelola dari UKM tersebut menerangkan bahwa mereka tidak terikat
kepentingan harus bertanggungjawab terhadap pihak lain, yang membuat mereka
merasa tidak memerlukan penerapan tata cara akuntansi yang memadai atas
kegiatan ekonomi perusahaan. Fakta lain yang berhasil diperoleh adalah para
pemilik atau manajer pengelola dari 4 UKM tersebut tidak mengetahui manfaat atas
penerapan tata cara akuntansi yang benar, dan kendala utama yang mereka hadapi
atas penerapan tata cara akuntansi yang saat ini dianut adalah tidak terkendalinya
biaya-biaya luar biasa yang terjadi dalam perusahaan.

Berdasarkan klasifikasi pemanfaatan jasa akuntan publik, UKM sampel


dengan kemampuan akuntansi yang cenderung rendah didominasi oleh 6 UKM
sampel yang tidak memanfaatkan jasa kompilasi laporan keuangan. Perlu
digarisbawahi bahwa, berdasarkan hasil wawancara dengan para responden, 2
UKM sampel yang turut terklasifikasi dalam UKM sampel dengan kemampuan
akuntansi yang cenderung rendah, meskipun telah memanfaatkan jasa akuntan
publik, tidak memperoleh tindakan edukasi dari akuntan publik terkait. 2 UKM yang
bergerak dalam Industri Barang-barang Plastik Lainnya, dan Industri Percetakan ini
merasa hanya memindahkan tanggung jawab pembuatan laporan keuangan
perusahaan kepada akuntan publik tanpa memperoleh tindak lanjut berupa saran-

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD03 - 39


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

saran tentang tata cara akuntansi perusahaan yang perlu dibenahi, sesuai dengan
pernyataan Fogel (2001), dalam Schwartz dan Bar-El (2004), yang mengungkapkan
bahwa program-program pemberdayaan UKM belum memenuhi ekspektasi dari
usahawan.

4.3.2 Analisis Statistik Deskriptif Variabel Kapasitas Manajemen

Tabel 4.5 menyajikan statistik deskriptif untuk variabel kapasitas manajemen


dari UKM yang dijadikan sampel penelitian. Variabel ini digunakan dalam penelitian
sebagai proksi potensi pemberian jasa konsultasi manajemen oleh akuntan publik
bagi UKM.

Tabel 4. 5
Statistik Deskriptif Variabel Kapasitas Manajemen

Teoritis Sesungguhnya
Variabel Rata- Rata- Standar
Kisaran rata Kisaran rata Deviasi
Motivasi untuk mengelola
1-5 3 1-5 4,08 1,441
usaha
Tingkat pendidikan formal
maupun 1-5 3 2-5 3,92 0,954
Nonformal
Pengalaman kerja 1-5 3 2-5 3,38 1,387
Perencanaan atas
1-5 3 1-4 2,85 1,144
aktivitas usaha
Implementasi atas
aktivitas usaha yang
1-5 3 1-4 2,54 1,050
ditetapkan/telah
direncanakan
Pengendalian atas
pelaksanaan aktivitas 1-5 3 1-4 2,08 0,954
Usaha
Kapasitas Manajemen 6 - 30 18 11 - 24 18,85 3,913
Sumber : Output SPSS, 2007

Berdasarkan tabel 4.3, variabel kapasitas manajemen memiliki nilai kisaran


teoritis bobot jawaban antara 6 sampai dengan 30, dengan rata-rata sebesar 18.

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD03 - 40


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Kisaran sesungguhnya memiliki bobot jawaban antara 11 sampai dengan 24,


dengan nilai rata-rata 18,85 dan standar deviasi 3,913. Nilai rata-rata jawaban
sesungguhnya, terkait dengan pengukuran variabel kapasitas manajemen, berada di
atas rata-rata teoritis. Hal ini mengindikasikan bahwa kapasitas manajemen dari
UKM sampel cenderung baik. Kapasitas manajemen yang cenderung baik berarti
pemilik atau pengelola dari UKM sampel memiliki kemampuan yang cenderung
memadai terkait dengan kecakapan mereka dalam pengkoordinasian dan
pengintegrasian aktivitas kerja sehingga dapat diselesaikan secara efisien dan
efektif.

Tabel 4.5 juga menyajikan hasil analisis atas 6 indikator variabel kapasitas
manjemen dari 13 pemilik atau manajer pengelola UKM sampel, dan perlu
diperhatikan bahwa hasil analisis statistik deskriptif atas 6 indikator kapasitas
manajemen tersebut, menunjukkan bahwa hanya indikator 1, indikator 2, dan
indikator 3 saja yang memiliki rata-rata sesungguhnya lebih tinggi dari rata-rata
teoritis. Tingginya rata-rata sesungguhnya atas indikator 1 dan indikator 2,
bertentangan dengan hasil penelitian Clark, Berkeley dan Steuer (2001), serta
Pounds (1969), seperti dikutip oleh Schwartz dan Bar-El (2004), yang menyimpulkan
bahwa kesulitan UKM dalam mengidentifikasikan permasalahan-permasalahan
mereka disebabkan oleh kurangnya pengetahuan dan motivasi dari pemilik atau
pengelola usaha.

Berdasarkan hasil wawancara dengan para responden diperoleh keterangan


bahwa 10 orang pemilik atau manajer pengelola dari UKM sampel ingin
mengembangkan usahanya sekuat tenaga. Keinginan tersebut telah terealisasi
dengan semakin berkembangnya kapasitas perusahaan jika dibandingkan dengan
tahun 2006, ditinjau dari peningkatan kapasitas produksi, peningkatan cakupan
pemasaran, peningkatan jumlah tenaga kerja, dan peningkatan jumlah mesin
produksi. Bahkan 2 UKM dari 10 sampel tersebut, yang bergerak dalam Industri
Perlengkapan Penunjang Asesoris Otomotif, telah berhasil memperluas pabrik dan
menambah jumlah showroom.

Hasil analisis atas indikator 2 sesuai dengan karakteristik responden


penelitian pada tabel 4.2, 4 orang manajer pengelola UKM (30,77%) dan 3 orang

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD03 - 41


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

pemilik UKM (23,08%) yang menjadi responden penelitian memiliki latar belakang
pendidikan perguruan tinggi. Bahkan 1 orang pemilik UKM dari total 3 orang,
mengenyam pendidikan sampai level S3. Latar belakang pendidikan perguruan
tinggi ini secara nyata membantu para pengelola UKM untuk berpikir lebih logis,
serta menciptakan suasana pergaulan profesional yang lebih kondusif. Selain itu,
dari 3 orang pemilik UKM tersebut, 1 orang memiliki latar belakang pendidikan
nonformal berupa kursus manajemen/organisasi, dan 2 orang memiliki latar
belakang pendidikan nonformal berupa kursus keterampilan teknis/teknologi
produksi.

Berdasarkan hasil analisis atas indikator pengalaman kerja, 7 orang pemilik


UKM (53,85%) dan 1 orang manajer pengelola UKM (7,69%) memiliki latar belakang
pengalaman kerja, dan berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa pengalaman
kerja yang dimiliki oleh 8 responden tersebut sesuai dengan bidang usaha yang kini
ditekuni.

Berdasarkan hasil wawancara diperoleh keterangan bahwa kelemahan para


responden atas pengukuran indikator 4, indikator 5 dan indikator 6, disebabkan
kapasitas usaha yang belum begitu besar, memungkinkan bagi mereka untuk
mengambil tindakan spontan dalam pelaksanaan kerja sehari-hari. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Suharto (2005), yang menegaskan bahwa kemampuan
manajemen merupakan salah satu kekurangan UKM dalam menjalankan usahanya.

Para pemilik dan manajer pengelola dari UKM sampel mengakui bahwa
penyusunan rencana kerja yang mereka lakukan hanya berupa garis besar, yang
dalam pengimplementasiannya diperlukan arahan langsung yang dilakukan secara
spontan, dan tanpa pengendalian kerja yang terpadu. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Stanworth dan Gray (1992) dalam Gooderham et al. (2004), yang
mengindikasikan bahwa mayoritas pemilik UKM tidak mempunyai kulifikasi
manajemen dan profesional yang formal. Permasalahan yang timbul sebagai akibat
dari kelemahan dalam penyusunan rencana kerja, pengimplementasian dan
pengendalian kerja adalah terjadinya biaya-biaya tidak terduga selama proses kerja,
dan para pengelola UKM sampel berpendapat bahwa besarnya biaya tersebut
seringkali signifikan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Chell dan Baines (2000),

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD03 - 42


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Marshall et al. (1995) Nordhaug dan Goderham (1996), serta Wynarczyk et al.
(1993), seperti dikutip dalam dalam Gooderham et al. (2004), yang menyatakan
bahwa ketidakpastian usaha serta keterbatasan sumber daya menimbulkan
penelaahan dan perkembangan yang problematik bagi UKM.

Tabel 4.6 akan menyajikan gambaran kapasitas manajemen dari 13 UKM


sampel berdasarkan karakteristik jenis industri, area pemasaran, bentuk usaha, nilai
aktiva, dan pemanfaatan jasa akuntan publik.

Tabel 4.6
Tabulasi Silang antara Karakteristik Demografi UKM sampel
dengan Variabel Kapasitas Manajemen

Kapasitas
Manajemen
Keterangan
Renda
Tinggi
h

Jenis Industri

Industri Furniture dari Kayu 2 2

Industri Barang-barang Plastik Lainnya 0 1

Industri Sabun dan Bahan Pembersih Keperluan


1
Rumah Tangga 1

Industri Pupuk Alam/Nonsintesis Hara Makro Primer 1 0

Industri Moulding dan Komponen Bahan Bangunan 0 1

Industri Perlengkapan Penunjang Asesoris Otomotif 0 2

Industri Percetakan 1 1

Total 5 8

Area Pemasaran

Lokal 4 7

Ekspor 1 1

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD03 - 43


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Total 5 8

Bentuk Usaha

Perorangan 2 4

CV 1 3

PT 2 1

Total 5 8

Nilai Aktiva

Rp 25.000.001 - Rp 200.000.000 3 5

Rp 200.000.001 - Rp 10.000.000.000 2 3

Total 5 8

Jasa Akuntan Publik

Tidak 4 5

Ya 1 3

Total 5 8

Sumber : Output SPSS, 2007

Sesuai dengan hasil analisis atas tabel 4.5, tabel 4.6 juga menunjukkan
bahwa mayoritas dari 13 UKM sampel, sejumlah 8 UKM (61,54%), memiliki
kapasitas manajemen yang cenderung baik. Berdasarkan klasifikasi jenis industri, 8
UKM sampel dengan kapasitas manajemen yang cederung tinggi terdiri atas
masing-masing 2 UKM yang bergerak dalam Industri Furniture dari Kayu, dan
Industri Perlengkapan Penunjang Asesoris Otomotif, serta masing-masing 1 UKM
yang bergerak dalam Industri Barang-barang Plastik Lainnya, Sabun dan Bahan
Pembersih Keperluan Rumah Tangga, Industri Moulding dan Komponen Bahan
Bangunan, dan Industri Percetakan.

UKM sampel dengan kapasitas manajemen yang cederung tinggi,


berdasarkan klasifikasi area pemasaran, didominasi oleh UKM dengan area

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD03 - 44


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

pemasaran lokal. Dari 8 UKM sampel dengan kapasitas manajemen yang cederung
tinggi, 7 UKM memasarkan hasil produksinya di wilayah Indonesia saja.

Selain disebabkan oleh jumlah sampel UKM lokal lebih banyak dari jumlah
sampel UKM ekspor, berdasarkan hasil wawancara, diketahui bahwa UKM-UKM
lokal memiliki kapasitas usaha yang lebih kecil sehingga lebih mudah bagi pemilik
atau manajer pengelola untuk mengatur proses kerja. Selain itu, UKM-UKM dengan
area pemasaran lokal ini tidak terikat kewajiban mematuhi kesepakatan dengan
perusahaan di luar negeri yang memiliki regulasi tertentu yang akan mempengaruhi
proses kerja UKM tersebut. Hal ini ditegaskan oleh 2 UKM sampel yang memiliki
area pemasaran ekspor, perusahaan partner di luar negeri memang tidak
menetapkan suatu syarat yang secara langsung menentukan jalannya perusahaan,
tetapi kebijakan jam kerja mereka yang berbeda, kebijakan pengiriman barang, serta
hal-hal lain sejenis, banyak mempengaruhi manajemen perusahaan Indonesia.

4 UKM dari 8 UKM sampel dengan kapasitas manajemen yang cederung


tinggi berbentuk usaha perorangan. Wawancara dengan para pemilik atau manajer
pengelola dari UKM tersebut menerangkan bahwa kapasitas produksi mereka belum
terlalu besar, sehingga masih sangat mudah diatur secara spontan. Selain itu para
pegawai hanya bertanggungjawab kepada 1 orang, sehingga tidak tarjadi
redundancy pelaporan yang dapat menimbulkan kekacauan laporan. Hal ini
ditegaskan oleh para pemilik atau manajer pengelola dari UKM sampel lainnya yang
memiliki kapasitas manajemen yang cederung tinggi, meskipun 3 dari UKM tersebut
berbentuk CV dan 1 UKM berbentuk PT, pembagian kewenangan yang berlebihan
justru menimbulkan pemborosan waktu kerja, ketidakakuratan data, dan hasil kerja
yang tidak efisien.

Berdasarkan klasifikasi pemanfaatan jasa akuntan publik, UKM sampel


dengan kapasitas manajemen yang cederung tinggi terdiri atas 5 UKM yang tidak
memanfaatkan jasa konsultasi manajemen dan 3 UKM yang memanfaatkan jasa
tersebut. Berdasarkan wawancara dengan para responden yang telah
memanfaatkan jasa akuntan publik, diperoleh keterangan bahwa pemanfaatan jasa
ini belum memberikan kontribusi yang signifikan dalam kemajuan perusahaan.
Kondisi ini sesuai dengan pernyataan Fogel (2001), dalam Schwartz dan Bar-El

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD03 - 45


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

(2004), yang mengungkapkan bahwa program-program pemberdayaan UKM belum


memenuhi ekspektasi dari usahawan.

Konsultasi yang diberikan oleh akuntan publik, maupun yang ditanyakan oleh
pengelola UKM, tidak dapat dipisahkan dari kebutuhan UKM akan penerapan tata
cara akuntansi yang dapat merekam seluruh aktivitas ekonomi perusahaan.
Responden berpendapat bahwa sistem pencatatan akuntansi yang baik akan
mempermudah manajemen suatu perusahaan, terutama dalam hal pengendalian
biaya, namun mereka tidak mengetahui tentang tata cara akuntansi tersebut, dan
akuntan publik yang mereka sewa tidak memberikan saran-saran perbaikan kecuali
jika ditanya.

4.3.3 Tabulasi Silang antara Variabel Kemampuan Akuntansi dengan Variabel


Kapasitas Manajemen

Tabel 4.7 menyajikan hasil tabulasi silang antara variabel kemampuan


akuntansi dengan variabel kapasitas manajemen dari UKM yang dijadikan sampel
penelitian.

Tabel 4.7
Tabulasi Silang antara Variabel Kemampuan Akuntansi
dengan Variabel Kapasitas Manajemen

Kapasitas
Manajemen Total

Rendah Tinggi

Kemampuan
Akuntansi

Rendah 4 4 8

Tinggi 1 4 5

Total 5 8 13

Sumber : Output SPSS, 2007

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD03 - 46


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Dari hasil penghitungan tabulasi silang (crosstab) antara variabel


kemampuan akuntansi dengan variabel kapasitas manajemen dari 13 UKM sampel,
diperoleh hasil bahwa 1 UKM (7,69%) memiliki kemampuan akuntansi maupun
kapasitas manajemen yang cenderung rendah, 4 UKM (30,77%) yang memiliki
kemampuan akuntansi cenderung tinggi dengan kapasitas manajemen cenderung
rendah, 4 UKM (30,77%) yang memiliki kemampuan akuntansi cenderung rendah
dengan kapasitas manajemen cenderung tinggi, serta 4 UKM (30,77%) yang
memiliki kemampuan akuntansi maupun kapasitas manjemen cenderung tinggi.

Dari 4 UKM yang memiliki kemampuan akuntansi maupun kapasitas


manajemen cenderung tinggi, 3 unit usaha justru berasal dari perusahaan yang
belum pernah memanfaatkan jasa akuntan publik dalam bentuk jasa kompilasi
laporan keuangan dan jasa konsultasi manajemen. Ditinjau dari aspek ini, potensi
untuk memberikan jasa kompilasi laporan keuangan dan jasa konsultasi manajemen
oleh akuntan publik bagi UKM sampel memang kecil, namun berdasarkan
penjabaran isi tabel 4.1 sampai dengan tabel 4.7 serta penyajian hasil wawancara,
dapat dilihat potensi yang besar bagi para akuntan publik untuk memperluas
cakupan pemberian jasa kompilasi laporan keuangan dan jasa konsultasi
manajemen sampai dengan usaha kecil. Selain temuan ini, berdasarkan hasil
analisis atas variablel kemampuan akuntansi dan variabel kapasitas manajemen
dari 13 UKM sampel, ditemukan fakta bahwa kinerja akuntan publik yang
bekerjasama atau pernah bekerjasama dengan UKM sampel, dalam
penyelenggaraan jasa kompilasi laporan keuangan maupun jasa konsultasi
manajemen, belum sesuai dengan kebutuhan pelaku usaha, terutama pelaku usaha
yang usahanya terklasifikasi dalam usaha kecil dan menengah.

Berdasarkan hasil tabulasi ini, kondisi UKM sampel, terkait dengan


keterbatasan kemampuan akuntansi dan kapasitas manajemen mereka,
memerlukan bantuan professional. Hal ini sesuai dengan pernyataan Taylor dan
Glezen (1979: 740) mengungkapkan bahwa UKM membutuhkan bantuan
profesional dalam penyusunan laporan keuangannya, serta hasil penelitian Birley
dan Westhead (1992), serta Storey (1994), sepeti dikutip dalam Gooderham et al.
(2004), yang menyimpulkan bahwa UKM memiliki kebutuhan khusus dalam

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD03 - 47


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

peningkatan kemampuan usaha dengan memanfaatkan saran dari profesional


eksternal.

V. PENUTUP

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan pada bab IV, maka dapat
disimpulkan bahwa:

1. Sebagian besar dari UKM yang menjadi sampel dalam penelitian ini memiliki
kemampuan akuntansi yang cenderung rendah. Hal ini mengindikasikan
pemilik atau pengelola dari UKM sampel memiliki pengetahuan dan keahlian
yang cenderung kurang memadai terkait dengan pencatatan,
pengklasifikasian dan pengikhtisaran kejadian ekonomi berdasarkan tata cara
yang logis dengan tujuan menyediakan informasi keuangan untuk
pengambilan keputusan. Kelemahan utama UKM-UKM sampel ini terletak
pada kemampuan membuat jurnal/pembukuan atas setiap transaksi
perusahaan, kemampuan membuat laporan keuangan, dan kemampuan
mengarsipkan dokumen akuntansi. Lebih lanjut, kondisi ini mencerminkan
potensi yang tinggi bagi para akuntan publik untuk memberikan jasa
kompilasi laporan keuangan pada UKM-UKM tersebut.
2. Sebagian besar dari UKM yang menjadi sampel dalam penelitian ini memiliki
kapasitas manajemen yang cenderung baik. Kecenderungan ini
mengindikasikan bahwa pemilik atau pengelola dari UKM sampel memiliki
kemampuan yang cenderung memadai terkait dengan kecakapan mereka
dalam pengkoordinasian dan pengintegrasian aktivitas kerja sehingga dapat
diselesaikan secara efisien dan efektif. Tingginya motivasi pemilik atau
manajer pengelola UKM dalam menjalankan usaha, tingkat pendidikan formal
dan nonformal yang mereka miliki, serta pengalaman dalam dunia kerja,
merupakan faktor utama yang menyusun kapasitas manajemen mereka. Jika
hanya ditinjau dari faktor-faktor tersebut, terdapat potensi yang rendah bagi
para akuntan publik untuk memberikan jasa konsultasi manajemen pada
UKM-UKM tersebut. Akan tetapi kelemahan dalam hal perencanaan aktivitas
kerja, implementasi aktivitas kerja, dan pengendalian aktivitas kerja

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD03 - 48


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

mengindikasikan potensi yang besar bagi para akuntan publik untuk


memberikan jasa konsultasi manajemen pada UKM sampel.

5.2 Implikasi Teoritis

Terkait dengan keterbatasan kemampuan akuntansi, hasil analisis data


dalam penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar dari UKM sampel memang
memiliki kemampuan akuntansi yang cenderung rendah. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Deakins et al. (2001), dalam Gooderham et al. (2004), yang
mengungkapkan bahwa sebagian besar pemilik atau manajer UKM memiliki
keahlian dan pengetahuan yang rendah terkait dengan masalah finansial dan
bagaimana sistem pengendalian keuangan harus diterapkan dalam pengambilan
keputusan. Selain itu, hasil analisis data dalam penelitian ini juga menjelaskan
bahwa mayoritas pencatatan kejadian ekonomi perusahaan kecil dan menengah
yang menjadi sampel penelitian didasarkan pada sistem tatabuku tunggal. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Benjamin (1989), seperti dikutip dalam Harahap (1995:
74), yang menyatakan bahwa laporan keuangan perusahaan kecil lebih banyak
menggunakan tatabuku tunggal (single entry).

Keterbatasan kemampuan akuntansi yang dialami oleh sebagian besar UKM


sampel, memberikan indikasi adanya potensi penyelenggaraan jasa kompilasi
laporan keuangan oleh akuntan publik bagi UKM sampel. Kondisi ini sesuai dengan
hasil penelitian Marriot dan Marriot (2000), yang berpendapat bahwa terdapat
potensi bagi akuntan profesional untuk memperluas jasa akuntansi mereka sampai
pada usaha-usaha pada skala kecil. Selain itu, hasil penelitian ini juga sesuai
dengan pernyataan Taylor dan Glezen (1979: 740), yang mengungkapkan bahwa
UKM membutuhkan bantuan profesional dalam penyusunan laporan keuangannya

Lebih lanjut, hasil wawancara pada UKM sampel menyajikan kenyataan


bahwa pemanfaatan jasa kompilasi laporan keuangan oleh beberapa UKM sampel,
ternyata belum memberikan kontribusi yang memadai terhadap kemampuan
akuntansi pemilik atau manajer pengelola, dan perusahaan secara keseluruhan.
Fakta ini sesuai dengan pernyataan Devins (1999), serta Huang dan Brown (1999),
seperti dikutip dalam Schwartz dan Bar-El (2004), menyatakan bahwa berbagai

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD03 - 49


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

program pemberdayaan bagi UKM hanya memiliki solusi-solusi standar tanpa


memperhatikan heterogenitas dari UKM maupun permasalahannya, serta
pernyataan Fogel (2001), dalam Schwartz dan Bar-El (2004), yang mengungkapkan
bahwa program-program pemberdayaan UKM belum memenuhi ekspektasi dari
usahawan.

Hasil olah data dalam penelitian ini memang menemukan bahwa hanya
sebagian kecil dari UKM sampel yang memiliki kapasitas manajemen cenderung
rendah. Motivasi yang tinggi dari para pemilik atau manajer pengelola UKM sampel,
tingkat pendidikan formal dan nonformal yang mereka miliki, serta pengalaman
dalam dunia kerja, menjadi faktor-faktor penting yang mendukung proses
pengambilan keputusan. Hal ini bertentangan dengan hasil penelitian Clark,
Berkeley dan Steuer (2001), serta Pounds (1969), seperti dikutip oleh Schwartz dan
Bar-El (2004), yang menyimpulkan bahwa kesulitan UKM dalam mengidentifikasikan
permasalahan-permasalahan mereka disebabkan oleh kurangnya pengetahuan dan
motivasi dari pemilik atau pengelola usaha. Hanya saja, faktor-faktor tersebut
berguna dalam proses pengambilan keputusan ketika kapasitas usaha belum besar,
sehingga pelaksanaan tindakan-tindakan spontan dalam penanganan masalah
usaha dimungkinkan masih sangat memadai. Jika kemudian UKM sampel
mengalami peningkatan kapasitas usaha melebihi yang dapat diantisipasi, faktor
motivasi, latar belakang pendidikan formal maupun nonformal, serta pengalaman
kerja, tidak lagi memberikan kontribusi sebesar saat ini. Hal ini ditegaskan oleh para
pemilik dan manajer pengelola dari UKM sampel yang mengalami pembengkakan
biaya-biaya tidak terduga selama proses kerja, yang disebabkan oleh peningkatan
kapasitas usaha.

Situasi tersebut menggambarkan bahwa mayoritas dari pemilik atau


manajer pengelola UKM sampel tidak mengetahui cara-cara penyusunan suatu
rencana kerja, bagaiman cara mengimplementasikan rencana tersebut, serta jenis-
jenis pengendalian kerja yang harus diterapkan. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Stanworth dan Gray (1992) dalam Gooderham et al. (2004), yang mengindikasikan
bahwa mayoritas pemilik UKM tidak mempunyai kulifikasi manajemen dan
profesional yang formal, pernyataan Suharto (2005), yang menegaskan bahwa

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD03 - 50


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

kemampuan manajemen merupakan salah satu kekurangan UKM dalam


menjalankan usahanya, serta pernyataan Chell dan Baines (2000), Marshall et al.
(1995) Nordhaug dan Goderham (1996), serta Wynarczyk et al. (1993), seperti
dikutip dalam dalam Gooderham et al. (2004), yang menyatakan bahwa
ketidakpastian usaha serta keterbatasan sumber daya menimbulkan penelaahan
dan perkembangan yang problematik bagi UKM.

Dapat disimpulkan terdapat potensi yang besar bagi para akuntan publik
untuk memberikan jasa konsultasi manajemen bagi UKM sampel, sesuai dengan
Birley dan Westhead (1992), Storey (1994), seperti dikutip dalam Gooderham et al.
(2004), yang menyatakan bahwa UKM memiliki kebutuhan khusus untuk
memanfaatkan konsultasi bisnis dari sumber eksternal, serta pernyataan Bennett
dan Robson (1999), Curran et al., (1993), Gibb (1997), seperti dikutip dalam
Gooderham et al. (2004), yang menegaskan bahwa apabila konteks eksternal dapat
dipahami, ada banyak kemungkinan bahwa UKM mempelajari kebutuhan akan
keahlian dan pengetahuan manajemen khusus yang mudah diperoleh, yang secara
langsung berhubungan dengan kewirausahaan dan manajemen profesional dalam
lingkungan operasional bisnis, dari akuntan.

5.3 Implikasi Terapan

Penelitian ini penting untuk mendorong riset akuntansi, terkait dengan


penyelenggaraan jasa-jasa akuntan publik, untuk mempertimbangkan faktor
kebutuhan dari pengguna jasa akuntan publik. Faktor kebutuhan ini dapat menjadi
arahan dalam penyelenggaraan dan pembenahan jasa-jasa akuntan publik,
terutama jasa kompilasi laporan keuangan dan jasa konsultasi manajemen, baik dari
segi cakupan kuantitas maupun kualitas, sehingga lebih tepat guna.
Lebih lanjut, hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran tentang kondisi
nyata UKM, terkait dengan penguasaan aspek akuntansi dan manjemen, yang
berguna bagi institusi-institusi pemerintah, seperti Kadin. Informasi tersebut dapat
menjadi pertimbangan bagi Kadin untuk menyelenggarakan program-program
edukasi bagi UKM, dengan tujuan menyadarkan unit usaha ini atas kelemahan-
kelemahan mereka, memberikan arahan tentang penanganannya, termasuk
menginformasikan eksistensi jasa akuntan publik sebagai alternatif bantuan
penanggulangan masalah.

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD03 - 51


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

5.4 Keterbatasan Penelitian


Keterbatasan utama dalam pelaksanaan penelitian ini adalah
ketidaklengkapan data dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa
Tengah terkait dengan eksistensi UKM yang berdomisili di Kota Semarang, dan
masih beroperasi atau tidaknya UKM tersebut. Sehingga UKM-UKM yang tidak
tercantum dalam daftar UKM Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa
Tengah, belum dapat terakomodasi dalam penelitian ini.
Selain itu, metode wawancara yang diterapkan dalam pencarian data
mendapat respon yang masih sangat rendah, sehingga hasil penelitian belum dapat
mencerminkan keadaan populasi. Hal ini terjadi dikarenakan pemilik atau manajer
pengelola dari UKM yang menjadi populasi dalam penelitian ini, memiliki
kekhawatiran terjadinya kebocoran informasi perusahaan pada orang-orang Kantor
Pajak.
Lebih lanjut, penggabungan klasifikasi usaha kecil dengan klasifikasi usaha
menengah menyebabkan tidak diperhatikannya faktor-faktor kebutuhan yang
mungkin berbeda antara kedua jenis unit usaha tersebut.

5.5 Penelitian Mendatang

Untuk penelitian selanjutnya disarankan agar penelitian menetapkan syarat


sampel penelitian yang berbeda, sebagai contoh adalah penetapan ukuran UKM
berdasarkan omset atau jumlah tenaga kerja. Pencarian informasi tentang UKM-
UKM dapat melalui Dinas Koperasi Usaha Kecil dan Menengah, karena dinas ini
melakukan sensus atas UKM dengan dasar klasifikasi berdasarkan omset.
Penelitian mendatang juga dapat menetapkan area geografis penelitian yang
berbeda. Faktor geografis seringkali menimbulkan perbedaan tingkat pengetahuan
dan kemudahan dalam pengaksesan sumber-sumber pengetahuan tersebut
(Schwartz dan Bar-El, 2004).
Lebih lanjut, penelitian mendatang dapat memisahkan fokus penelitian pada
usaha kecil atau usaha menengah saja, karena terdapat beberapa faktor yang
memang membedakan kedua unit usaha ini. Dalam praktek nyata pengajuan kredit,
usaha kecil seringkali tidak perlu melampirkan laporan keuangan sebagai salah satu
syarat, sehingga kebutuhan unit usaha dalam skala kecil atas jasa kompilasi laporan
keuangan cenderung lebih kecil dibanding kebutuhan unit usaha dalam skala
menengah atas jenis jasa ini.

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD03 - 52


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

VI. DAFTAR PUSTAKA

Agustini, Dwi Hayu, dan Erna Agustina Yudiati, 2002, Keterkaitan Keberhasilan
Usaha dengan Jiwa Kewirausahaan dan Manajemen Usaha pada Pedagang
Eceran Berskala Kecil di Semarang, Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol. VIII,
No. 3, Desember : 357-374.

Arens, Alvin A., and James K. Loebbecke, 1994, Auditing : an Integrated


Approach, 6th Edition, Prentice-Hall.

Arens, Alvin A., Randal J. Elder and Mark S. Beasley, 2003, Auditing and
Assurance Services : an Integrated Approach, 9th Edition, Pearson
Education, Inc., New Jersey.

Basioudis, Ilias G., and Fifi Fifi, 2004, The Market for Professional Services in
Indonesia, International Journal of Auditing, Vol. 8 : 153-164.

Berry, A.J., et al., 1993, Financial Information, The Banker and The Small Business,
British Accounting Review, Vol. 25 : 131-150.

Boynton, William C., and Raymond N. Johnson, 2006, Modern Auditing, 8th Edition,
John Wiley & Sons, Inc, New York.

CEMSED, Penelitian Stratifikasi IKM di Jawa Tengah, Salatiga, Indonesia.

Deakins, David, and Guhlum Hussain, 1994, Financial Information, The Banker and
The Small Business : A Comment, British Accounting Review, Vol. 26 :
323-335.

Dewi, Suma Nirmala, 2006, Pengaruh Struktur Kepemilikan, Karakteristik Komite


Audit, dan Karakteristik Perusahaan Terhadap Tingkat Pengungkapan

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD03 - 53


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Sukarela, Skripsi Program S1 Fakultas Ekonomi Universitas Kristen


Satya Wacana (tidak dipublikasikan).

Dwiatmadja, et al., 2001, Manajemen : Suatu Hampiran Fungsional, Edisi ke 3,


Fakultas Ekonomi Kristen Satya wacana, Salatiga.

Ghozali, Imam, 2005, Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Edisi
ke 3, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.

Gooderham, Paul N., Anita Tobiassen, Erik Døving and Odd Nordhaug, 2004,
Accountants as Sources of Business Advice for Small Firms, International
Small Business Journal, Vol. 22 : 5-22.

Harahap, Sofyan Syarif, 1995, Auditing Perusahaan Kecil, Bumi Aksara, Jakarta.

Hasan, Mahreen, et al., 2005, The Different Types of Assurance Services and
Levels of Assurance Provided, International Journal of Auditing, Vol. 9 :
91-102.

http://omperi.wikidot.com/pembaruan-pengelolaan-dokumen-perusahaan

http://web.ebscohost.com/bsi/pdf?vid=13&hid=119&sid=f78fab44-97f6-42ee-ba6a-
e479a92a51c9%40sessionmgr109

http://www.bisnis.com

http://www.smeindonesia.com

http://www.theceli.com/dokumen/produk/1997/uu8-1997.htm

http://www.worldbank.or.id

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD03 - 54


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Publik, 2001, Standar


Profesional Akuntan Publik, Salemba Empat, Jakarta.

Kaballu, Obed Umbu, dan Daniel D. Kameo, 2001, Strategi Bertahan Usaha Kecil
dalam Menghadapi Krisis Ekonomi : Studi Industri Kecil Konveksi di Salatiga,
Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol. VII, No. 2, September : 191-205.

Kakisina, Stephen, 2002, Small and Medium Enterprise Development Policies in


Papua, Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol. VIII, No. 3, Desember : 429-442.

Konrath, Larry F., 2002, Auditing : a Risk Analysis Approach, 5th Edition,
Thomson Learning, Singapore.

Marriot, Neil, and Pru Marriot, 2000, Professional Accountants and the Development
of a Management Accounting Service for the Small Firm : Barriers and
Possibilities, Management Accounting Research, Vol. 11, 475-492.

Messier, William F. Jr, 2000, Auditing and Assurance Service : a Systematic


Approach, 2nd Edition, McGraw-Hill Company, Inc., New York.

Messier, William F. Jr, Steven M. Glover, and Douglas F. Prawitt, 2006, Auditing
and Assurance Service : a Systematic Approach, 4th Edition, McGraw-Hill
Company, Inc., New York.
Priyanto, Sony Heru, 2002, Pengembangan Kapasitas Manajemen dan
Kewirausahaan pada UKM Pertanian, Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol. VIII,
No. 3, Desember : 401-428.

Saleh, Sanubari, 2004, Statistik Deskriptif, UPP AMP YKPN, Yogyakarta.

Schwartz, Dafna, and Raphael Bar-El, 2004, Targeted Consultancy Services as an


Instrument for the Development of Remote SMEs : A Brazilian Case,
International Small Business Journal, Vol. 22 : 503-521.

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD03 - 55


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Soriano, Domingo Ribiero, Salvador Roig, Joan Ramon Sanchis and Ramon Torcal,
2002, The Role of Consultants in SMEs : The Use of Service by Spanish
Industry, International Small Business Journal, Vol. 20 : 95-103.

Suhairi, Sofri Yahya, dan Hasnah Haron, 2004, Pengaruh Pengetahuan Akuntansi
dan Kepribadian Wirausaha Terhadap Penggunaan Informasi Akuntansi
dalam Pengambilan Keputusan Investasi, Simposium Nasional Akuntansi
VII, Denpasar, 2-3 Desember : 296-307.

Suhardjono, 2003, Manajemen Perkreditan Usaha Kecil dan Menengah, UPP


AMP YKPN, Yogyakarta.

Suharto, Harry, 2005, Akuntan Peduli UKM, Media Akuntansi 43, Tahun XII : 44.

------------------, 2005, Kriteria Usaha Kecil Menengah : Bagaimana Kewajiban


Pembukuannya?, Media Akuntansi 43, Tahun XII : 8.

------------------, 2005, UKM dan Kebutuhan Standar, Media Akuntansi 43, Tahun
XII:4.

Suharto, Harry, dan Satyo, 2005, Perlukah Standar akuntansi Khusus UKM, Media
Akuntansi 43, Tahun XII : 5-6.

Suharto, Harry, et al., 2005, Usaha Kecil Menengah : Kenapa Lambat Berkembang,
Media Akuntansi 43, Tahun XII : 12-13.

Sunarto, Hari, 2005, Relasi Bank : Mengatasi Kegagalan Alokasi Dana Dalam
Pengembangan UKM, Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol. VIII, No. 3,
Desember : 375-400.

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD03 - 56


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Susilo, Y. Sri, D. Wahyu Ariani, dan Y. Sukmawati S., 2002, Strategi Industri Kecil :
Kasus pada Beberapa Industri Kecil di Yogyakarta dan Surakarta, Jurnal
Ekonomi dan Bisnis, Vol. VIII, No. 3, Desember : 443-458.

Taylor, Donald H., and G. William Glezen, 1979, Auditing : Integrated Concepts
and Procedures, John Wiley & Sons, Inc, New York.

Untung, Budi, 2005, Kredit Perbankan di Indonesia, ANDI, Yogyakarta.

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD03 - 57


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

SISI BAIK KEWAJIBAN ROTASI KANTOR AKUNTAN PUBLIK (KAP),


PEMBUKTIAN DI INDONESIA

Arie Wibowo
Pascasarjana Ilmu Akuntansi FE UI

Abstract

Purpose of this study is to explore the effects of mandatory audit firm


rotation on Indonesia audit market share that will affect audit quality of auditor to
their clients by doing empirical research. The methodology is using t-test and
Wilcoxon test to compare before and after appliance of mandatory audit firm
rotation rule in Indonesia on 2003. Audit market share is proxies by audit client
market share and revenue market share of Big 4/5 firm.
The paper finds that mandatory audit form rotation have substantial effects
on Indonesia audit market share by declining of Big 4/5 firm market share.
The paper assumes that the declining of Big 4/5 audit market share will
improve audit quality which stated by Yardley et all (1992) that the domination of
big firms will protect competition that raise concerning if the competition is broken
then it would harm independence and lower audit quality, but there no test again
Yardley et all proposition.

Keywords: Independence, Audit quality, Mandatory audit firm rotation, Audit


market share

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD04 - 1


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

I. Pendahuluan
Rotasi KAP ini sejak lama sudah diperdebatkan tentang kegunaannya
oleh akuntan dan akademisi, namun setelah terjadi Skandal akuntansi yang baru-
baru ini terjadi di dunia, dari Enron dan WorldCom di AS sampai Parmalat di
Eropa telah meningkatkan perhatian publik terhadap independensi auditor
sehingga rotasi KAP ini juga sudah menjadi objek diskusi bagi institusi
pemerintah maupun profesi yang berkaitan seperti AICPA, SEC, EUC dll.
Keterlibatan auditor dalam kecurangan akuntansi adalah produk
mekanisme dimana peran mereka sebagai penghubung yang independen antara
perusahaan dan partisipan pasar (termasuk investor, kreditor dan pegawai)
terganggu (Sikka dan Willmott, 1995).
Independensi auditor adalah masalah relevan untuk evaluasi kehandalan
laporan auditor yang memiliki beberapa implikasi:
1. masalah politis, independensi auditor akan meningkatkan kredibilitas
laporan keuangan publikasi dan menambah nilai untuk beberapa kategori
pemegang saham
2. pengaruh langsung ke profesi, berlaku independen adalah cara terbaik
untuk mendemonstrasikan kepada regulator dan Publik bahwa auditor
telah melakukan tugasnya sesuai dengan prinsip etika seperti objektifitas
(auditor mempunyai kemampuan untuk tidak bias) dan integritas (auditor
mengeluarkan opini sesuai yang ditemukan saat audit
Regulator berpendapat bahwa makin panjang jangka waktu auditor
(hubungan auditor-klien yang lama), auditor makin sering untuk
mengkompromikan pilihan akuntansi dan pelaporan klien dalam rangka
bisnisnya, maka untuk menjaga independensi auditor diterapkan aturan
Kewajiban Rotasi KAP. Pendukung dari aturan Kewajiban Rotasi KAP memberi
alasan bahwa menentukan limit tahun maksimum yang dapat dilaksanakan oleh
auditor pada audit perusahaan yang sama akan meningkatkan independensi
auditor dan kualitas audit. Idenya ialah auditor akan berkurang insentif untuk
shirking dan mencari keuntungan ekonomi mendatang.
Di lain pihak, penentang dari aturan Kewajiban Rotasi KAP memberi
alasan bahwa auditor akan mendapatkan pengalaman dari jangka waktu yang
lama tersebut, mereka akan mempunyai pengetahuan spesifik tentang klien yang

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD04 - 2


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

lebih baik untuk menentukan apakah pilihan akuntansi dan pelaporan klien
tersebut layak sehingga menyatakan bahwa kualitas audit akan meningkat jika
makin lama jangka waktu auditor dimaksud.
Beberapa studi menemukan bahwa aturan Kewajiban Rotasi KAP bukan
merupakan kebijakan yang dianjurkan dengan alasan :
• biaya melebihi keuntungan
• fraud diasosiasikan dengan perubahan KAP
• kehilangan pengetahuan audit spefisik klien dan pengalaman akan menuju
ke pengurangan kualitas audit
• kebijakan yang cukup andal sudah diterapkan tanpa perlu rotasi KAP
• perubahan komposisi tim audit sudah terjadi
dilain pihak, ada beberapa alasan mendukung aturan rotasi KAP Alasan
dilaksanakannya rotasi KAP :
o menjamin pandangan yang lebih baru dalam audit setiap beberapa tahun
sekali
o membuat auditor lebih awas terhadap pelanggaran, investigasi
keseluruhan dan lebih skeptis
o meningkatkan kemampuan auditor untuk memberi informasi dan
melindungi publik
o meningkatkan kualitas jasa karena dapat memeriksa pekerjaan KAP
lain/sebelumnya
o menghindarkan objektivitas auditor dari ancaman hubungan lama dan baik
dengan klien.
Ada efek penting dari rotasi wajib yang harus dipertimbangkan adalah efek
terhadap kompetisi pasar audit. Argumen ini jarang dianalisa mendalam dalam
literatur karena masalah ini termasuk pendapat otoritas antitrust daripada sudut
pandang akuntansi. Hubungan antara aturan Kewajiban Rotasi KAP dan
kompetisi pasar penting untuk dipertimbangkan dalam rangka evaluasi yang lebih
baik terhadap aturan ini. Aturan rotasi dapat memodifikasi kompetisi pasar
dengan mengenalkan distorsi potensial atau pengembangan industri Jasa
Akuntan Publik. Lebih lanjut, pendukung rotasi wajib berpendapat bahwa pasar
audit terlalu terkonsentrasi dan rotasi dapat meningkatkan kompetisi antara KAP

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD04 - 3


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

besar (Big 4/5) dan non besar (Non Big 4/5) jika perusahaan dipaksa untuk
mengganti auditor.
Pangsa pasar audit umum dilihat sebagai hal yang penting bagi KAP yang
menentukan pendapatan dan profit. Jika KAP kehilangan pangsa pasar
signifikan, akan menjadi target pengambilalihan, yang menghasilkan kenaikan
konsentrasi pasar untuk jasa akuntansi dan audit fee yang tinggi. Hal sama, jika
pemimpin pasar menguasai pasar secara signifikan sehingga akan menghasilkan
kekuatan monopoli dan kontrol pasar jasa audit umum secara signifikan akan
menurunkan independensi dan kualitas audit. Umumnya, KAP menentang aturan
Kewajiban Rotasi KAP untuk alasan di atas serta ingin mempertahankan
legitimasi pada pangsa pasar audit umum (KAP besar).
Beberapa negara melakukan eksperimen pada rotasi (Buijink et al, 1996
dan SDA Bocconi, 2005). Italy telah mengadopsi aturan Kewajiban Rotasi KAP,
sedangkan Brazil mengadopsi aturan Kewajiban Rotasi KAP pada institusi
keuangan dan Singapore mengadopsi untuk Bank. Spanyol, Slovakia, turkey
telah mengadopsi aturan Kewajiban Rotasi KAP namun saat ini telah dibatalkan.
Irlandia mempertimbangkan dan menolak kebijakan aturan rotasi wajib KAP.
Beberapa Negara lain seperti India dan Korea Selatan sudah mempunyai
regulasi tentang Kewajiban Rotasi KAP dilakukan setelah periode maksimum
tertentu.
Kondisi di Indonesia, rotasi KAP dengan jangka waktu maksimum 5 tahun
buku berturut-turut pertama kali diterapkan di Indonesia oleh Bank Indonesia di
lingkungan perbankan melalui Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/22/PBI/2001
tahun 2001. kemudian Departemen Keuangan mengeluarkan Keputusan Menteri
Keuangan No. 423/KMK.06/2002 tentang Jasa Akuntan Publik tanggal 30
September 2002 yang kemudian direvisi melalui Keputusan Menteri Keuangan
No. 359/KMK.06/2003 tanggal 21 Agustus 2003 dan terakhir oleh Peraturan
Menteri Keuangan No. 17/PMK.01/2008. Bapepam melalui Peraturan VIII.A.2
tanggal 12 November 2002 juga mulai memberlakukan rotasi KAP dengan masa
cooling-off 3 tahun. Penelitian ini mengambil waktu penerapan KMK 423 jo. 359
yang direvisi oleh PMK 17 karena berlaku untuk semua jenis usaha, bukan hanya
Bank atau Pasar Modal saja.

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD04 - 4


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

II. Dasar Teori dan Pengembangan Hipotesa


Masalah Keagenan dan Independensi
Menurut Jensen dan Meckling (1976), hubungan antara manajemen dan
pemilik dijelaskan dalam kerangka hubungan keagenan. Dalam hubungan ini,
terjadi kontrak antara satu pihak yang disebut pemilik dengan pihak lain (agen)
yang diminta melakukan beberapa jasa, termasuk didalamnya pendelegasian
kewenangan untuk mengambil keputusan sehingga akan sering terjadi benturan
kepentingan antara pemilik (prinsipal) dengan pihak yang diserahi untuk
mengelola perusahaan (agen).
Masalah keagenan auditor adalah suatu produk dari mekanisme
kelembagaan, di mana auditor (agen) ditunjuk dan dibayar jasanya oleh pihak
manajemen yang mereka audit (prinsipal) (Gavious, 2007). Hal ini menciptakan
satu benturan kepentingan yang tidak bisa dipisahkan oleh auditor, seperti suatu
ketergantungan dari auditor kepada klien auditnya; auditor mungkin merasa
dipaksa untuk mematuhi berbagai keinginan klien mereka dengan mengharapkan
perikatan auditnya tidak diputus.
Adalah kepentingan auditor yang alami untuk mempertahankan aliran
pendapatan dari jasa audit (dan lebih baik meningkatkan) dengan memenuhi
keinginan klien audit, terutama klien jangka panjang dalam rangka menjamin
keberlanjutan perikatan audit. Insentif untuk bekerja sama dengan manajemen
yang curang berasal dari ketergantungan ekonomi ini. Jadi dalam kepentingan
ekonomi, perikatan audit jangka panjang akan membuat kedekatan dan loyalitas
antara auditor dan klien yang akan melemahkan obyektifitas, dan menurunkan
independensi auditor. Masalah yang harus diperhatikan ialah jika auditor yang
sekarang dipertahankan dalam jangka waktu lama, auditor tersebut akan menjadi
nyaman sehingga akan menyebabkan obyektifitas terganggu (Mautz dan Sharaf,
1961).
Peningkatan independensi juga konsisten dengan kualitas audit yang
ditingkatkan, di mana kualitas audit digambarkan sebagai kemungkinan
pendeteksian dan pelaporan suatu pelanggaran di dalam laporan keuangan
(Watts dan Zimmerman, 1986).

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD04 - 5


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Kewajiban Rotasi Kantor Akuntan Publik (KAP)


Kaplan (2004) dan Gavious (2007) menyatakan bahwa KAP, daripada
hanya rekan audit dalam KAP, harus merotasi perikatan audit setelah beberapa
tahun berurutan. Disadari bahwa suatu hubungan yang jangka panjang antara
auditor dan klien akan menimbulkan masalah; bagaimanapun, menggantikan
satu rekan audit dengan yang lain tidak melepaskan kepentingan KAP di suatu
audit yang jangka panjang. klien. Dengan demikian, satu perikatan audit antara
satu KAP dengan suatu perusahaan tertentu harus dibatasi waktunya.
Namun kewajiban rotasi KAP secara alami juga membawa masalah, yang
resiko utamanya yaitu kemungkinan terjadi kegagalan audit karena tidak adanya
pengetahuan spesifik klien pada awal periode dan KAP tidak serius
melaksanakan audit pada akhir periode. (Arel dkk, 2005).
Beberapa peneliti menemukan efek positif diasosiasikan dengan Kewajiban
Rotasi KAP. Gietzmann dan Sen (2001) menggunakan game theory untuk studi
terhadap efek aturan Kewajiban Rotasi KAP pada independensi auditor dan
menemukan bahwa walaupun aturan Kewajiban Rotasi KAP berbiaya tinggi,
meningkatkan independensi auditor melebihi biaya di pasar secara relatif pada
beberapa klien besar. Dopuch dkk (2001) menggunakan Teorema Bayes di
konteks eksperimen untuk studi efek bersama antara aturan kewajiban rotasi dan
retensi KAP pada independensi auditor dan menemukan bahwa rotasi, sendiri
maupun bersama dengan retensi, menurunkan tendensi auditor dalam
mengeluarkan laporan. Catanagh dan Walker (1999) membangun model teoritis
yang menghubungkan aturan Kewajiban Rotasi KAP dengan kualitas audit tapi
tidak menyediakan data empiris untuk menguji hipotesa.
Beberapa studi empiris menemukan bahwa kewajiban rotasi KAP akan
menurunkan kualitas audit yang didekati dengan pendeknya jangka waktu audit
diasosiasikan dengan rendahnya kualitas audit karena rendahnya kualitas laba
(Johnson dkk, 2002; Myers dkk, 2003). Ghosh dan Moon (2005) juga
menyatakan bahwa persepsi pasar terhadap kualitas audit akan meningkat
dengan semakin lamanya jangka waktu.
Selain itu, dengan mengaitkan kualitas audit dengan kegagalan audit dan
fraud, beberapa peneliti menemukan bahwa kegagalan audit dan fraud banyak
ditemukan pada periode awal audit (Raghunathan dkk, 1994; Walker dkk, 2001;

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD04 - 6


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Carcello dan Nagy, 2004; Stanley dan DeZoort, 2007). Namun Deis dan Giroux
(1992) menemukan kebalikannya bahwa kualitas audit menurun dengan semakin
lamanya jangka waktu audit. Dan selain itu, Nagy (2005) menyatakan bahwa
pergantian KAP akan meningkatkan kualitas laba.

Dampak Penguasaan Pangsa Pasar Audit


Beattie dkk (2003) dan Wotton dkk (1994) menyatakan bahwa konsekuensi
dari peningkatan konsentrasi pasar adalah akan mengakibatkan berkurangnya
pilihannya bagi pengguna jasa karena adanya barrier to entry bagi KAP baru dan
enggannya klien untuk mengganti KAP.
Teori ekonomi juga menjelaskan bahwa regulasi tentang barriers to entry
akan membawa penurunan suplai terhadap jasa yang diregulasi dan
menimbulkan biaya tinggi (Stigler 1975; Peltzman 1989).
Senat Amerika Serikat (1976) menyatakan bahwa kondisi pasar audit di
Amerika yang dikuasai oleh Big-8 menyebabkan independence in fact dari Big-8
atas hubungannya dengan klien mereka patut dipertanyakan.
Lubbers (1993) menyatakan bahwa dampak peningkatan dari konsentrasi
pasar audit diantaranya adalah meningkatnya audit fee, berkurangnya
independensi dari Akuntan Publik dan menurunkan kualitas audit.
Yardley dkk (1992) dan Walker dan Jonson (1996) menyatakan bahwa
dengan adanya dominasi oleh KAP besar dalam pasar audit akan menghalangi
kompetisi sehingga timbul ketakutan bahwa rusaknya kompetisi akan
mengurangi independensi auditor, yang akhirnya akan mengurangi koalitas audit.

Dampak Kewajiban Rotasi Kantor Akuntan Publik (KAP) Terhadap Pangsa


Pasar Audit
SDA Bocconi (2002) menguji efek aturan Kewajiban Rotasi KAP di Italy dan
diperoleh bahwa konsentrasi pangsa pasar setelah penerapan aturan Kewajiban
Rotasi KAP di Italy lebih stabil dan dikuasai oleh KAP Big 4/5 dibandingkan
dengan sebelum penerapannya. Hasilnya mendukung pendapat bahwa aturan
Kewajiban Rotasi KAP mengarahkan konsentrasi pangsa pasar di segmen klien
besar yang akan memilih KAP Big 4/5 dan aturan ini akan meningkatkan
probabilita terjadinya kolusi antar KAP Big 4/5 untuk koordinasi klien. Arrunada

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD04 - 7


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

dan Paz-Arez (1997) menggunakan data di pasar Spanyol dengan


mengasumsikan proyeksi pangsa pasar KAP di masa depan dan menganggap
aturan rotasi efektif. Ditemukan bahwa KAP kecil telah meningkat pangsa
pasarnya, KAP besar pemimpin pasar mengalami penurunan. Comunale dan
Sexton (2005) dengan menggunakan model Rantai Markov menemukan bahwa
Kewajiban Rotasi KAP mempunyai efek yang substansial pada pangsa pasar
jangka panjang.

Penerapan Kewajiban Rotasi KAP di Pasar Audit Indonesia


Kondisi di Indonesia, rotasi KAP dengan jangka waktu maksimum 5 tahun
buku berturut-turut pertama kali diterapkan di Indonesia oleh Bank Indonesia di
lingkungan perbankan melalui Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/22/PBI/2001
tahun 2001. kemudian Departemen Keuangan mengeluarkan Keputusan Menteri
Keuangan No. 423/KMK.06/2002 tentang Jasa Akuntan Publik tanggal 30
September 2002 yang kemudian direvisi melalui Keputusan Menteri Keuangan
No. 359/KMK.06/2003 tanggal 21 Agustus 2003 dan terakhir oleh Peraturan
Menteri Keuangan No. 17/PMK.01/2008. Bapepam melalui Peraturan VIII.A.2
tanggal 12 November 2002 juga mulai memberlakukan rotasi KAP dengan masa
cooling-off 3 tahun. Penelitian ini mengambil waktu penerapan KMK 423 jo. 359
yang direvisi oleh PMK 17 karena berlaku untuk semua jenis usaha, bukan hanya
Bank atau Pasar Modal saja.
Dalam ketentuan Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan No.
17/PMK.01/2008 (pasal ini sudah ada dalam Pasal 6 dalam Keputusan Menteri
Keuangan No. 423/KMK.06/2002 jo. 359/KMK.06/2003) antara lain dinyatakan
bahwa:
(1) Pemberian jasa audit umum atas laporan keuangan dari suatu entitas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a dilakukan oleh
KAP paling lama untuk 6 (enam) tahun buku berturut-turut dan oleh
seorang Akuntan Publik paling lama untuk 3 (tiga) tahun buku berturut-
turut. (dalam KMK 423 jo. 359, KAP paling lama 5 (lima) tahun berturut-
turut)
:
:

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD04 - 8


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

(4) Dalam hal KAP yang telah menyelenggarakan audit umum atas laporan
keuangan dari suatu entitas melakukan perubahan komposisi Akuntan
Publiknya, maka terhadap KAP tersebut tetap diberlakukan ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(5) KAP yang melakukan perubahan komposisi Akuntan Publik yang
mengakibatkan jumlah Akuntan Publiknya 50% (lima puluh per seratus)
atau lebih berasal dari KAP yang telah menyelenggarakan audit umum
atas laporan keuangan dari suatu entitas, diberlakukan sebagai
kelanjutan KAP asal Akuntan Publik yang bersangkutan dan tetap
diberlakukan pembatasan penyelenggaraan audit umum atas laporan
keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(6) Pendirian atau perubahan nama KAP yang komposisi Akuntan Publiknya
50% (lima puluh per seratus) atau lebih berasal dari KAP yang telah
menyelenggarakan audit umum atas laporan keuangan dari suatu
entitas, diberlakukan sebagai kelanjutan KAP asal Akuntan Publik yang
bersangkutan dan tetap diberlakukan pembatasan penyelenggaraan
audit umum atas laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1).

Hipotesa
Berangkat dengan pendapat bahwa akan terjadi pergeseran pangsa pasar
audit di Indonesia setelah diterapkannya aturan Kewajiban Rotasi KAP di
Indonesia, maka dikembangkan hipotesa
H1 = Proporsi pangsa pasar audit KAP Big 4/5 di Indonesia saat
setelah penerapan aturan Kewajiban Rotasi KAP lebih kecil
(mengalami penurunan) dibandingkan saat sebelum penerapan aturan
Kewajiban Rotasi KAP
Kemudian, pada kenyataannya, banyak KAP menengah-besar, terutama
Big 4, melakukan tindakan untuk menyiasati aturan Kewajiban Rotasi KAP
tersebut agar mempertahankan klien-klien audit umumnya dan menjaga proporsi
pangsa pasar audit umum di Indonesia. KAP Big 4/5 melakukan perubahan
nama dan melakukan perubahan rekan AP dengan cara mencutikan AP lama
dan melakukan regenerasi dengan mempromosikan pegawai KAP menjadi rekan

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD04 - 9


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

AP baru. Penulis belum menemukan studi tentang efek aturan Kewajiban Rotasi
KAP terhadap regenerasi karena mungkin hal ini merupakan efek samping yang
tidak terlalu signifikan di dunia Internasional, namun menurut penulis hal ini patut
menjadi perhatian di Indonesia karena sedikitnya jumlah Akuntan Publik dan
proporsi Akuntan Publik dikuasai oleh angkatan tua (63% Akuntan Publik
berumur > 50 tahun). Maka diajukan hipotesa tambahan
H2 = Pertumbuhan rekan AP baru di KAP Big 4/5 saat setelah
penerapan aturan Kewajiban Rotasi KAP lebih tinggi (meningkatkan)
dibanding saat sebelum penerapan aturan Kewajiban Rotasi KAP

III. Desain Penelitian


Signifikansi penerapan aturan Kewajiban Rotasi KAP terhadap proporsi
pangsa pasar audit di Indonesia dan pertumbuhan rekan KAP Big 4/5
(regenerasi) diuji dengan cara membandingkan kondisi pasar audit sebelum dan
setelah penerapan aturan rotasi KAP dengan menggunakan Uji t – 2 sample
beda varians (asumsi distribusi normal) dan Uji Wilcoxon (asumsi tidak diketahui
bentuk distribusinya apakah normal atau tidak).
Populasi dari penelitian ini adalah seluruh KAP yang mendapatkan izin
usaha dari Menteri Keuangan sejak tahun 1999 sampai 2006 dan melaksanakan
kewajiban menyampaikan Laporan Kegiatan Usaha dan Keuangan kepada
Menteri Keuangan.
Data yang digunakan ialah data sekunder yang diperoleh dari Buku
Laporan Kegiatan Usaha KAP yang disusun oleh Pusat Pembinaan Akuntan dan
Jasa Penilai, Departemen Keuangan untuk tahun 1999 sampai dengan tahun
2006.
Variabel yang akan dioperasionalkan ialah pangsa pasar audit umum KAP
Big 4/5 dan regenerasi Akuntan Publik di KAP Big 4/5. Pangsa pasar audit umum
KAP Big 4/5 didekati oleh proporsi pangsa pasar berdasarkan jumlah klien audit
umum KAP (dan pendapatan total KAP. Kemudian, regenerasi Akuntan publik di
KAP Big 4/5 didekati oleh pertumbuhan rekan baru Akuntan Publik di KAP.
Pendekatan variabel pangsa pasar audit dengan jumlah klien audit umum
dapat dipakai karena sesuai dengan kondisi nyata, biasanya jumlah klien audit
umum lah yang mencerminkan pangsa pasar audit. Penelitian sebelumnya ada

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD04 - 10


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

juga yang memakai jumlah klien audit umum untuk mendekati variabel pangsa
pasar audit (SDA Bocconi, 2002; Arrunada dan Paz-Arez ,1997, Arfiansyah,
2007)
Pendekatan variabel pangsa pasar audit dengan pendapatan total KAP
dapat dipakai karena didalamnya terkandung informasi mengenai jumlah audit
fee yang diterima oleh KAP (yang biasanya merupakan komponen terbesar
pendapatan KAP jika dibandingkan non audit fee), dan biasanya makin besar
audit fee berarti klien semakin besar dan kompleks, sehingga cukup
mencerminkan penguasaan pasar audit.
Data diolah dan disusun dengan membedakan data seluruh KAP
dimaksud ke dalam dua kategori, Big 4/5 dan Non Big 4/5, kemudian dihitung
proporsinya. Kemudian data-data tersebut di atas dikelompokkan menjadi waktu
sebelum penerapan aturan Kewajiban Rotasi KAP (tahun 1999-2002) dan
setelah penerapan aturan Kewajiban Rotasi KAP (tahun 2003-2006), baik untuk
jumlah klien audit umum KAP maupun untuk pendapatan total KAP.
Sedangkan regenerasi pada KAP Big 4/5 dikelompokkan menjadi waktu
sebelum penerapan aturan Kewajiban Rotasi KAP (tahun 2000-2002) dan
setelah penerapan aturan Kewajiban Rotasi KAP (tahun 2003-2005).

IV. Hasil Pengolahan Data


Pengujian hipotesa 1
1. Variabel Pangsa Pasar Audit didekati dengan proporsi klien audit umum
Dapat dilihat di Tabel 1 dan Grafik 1, pangsa pasar Big 4/5 berdasarkan
proporsi klien audit umum cenderung untuk mengalami penurunan setelah tahun
2002, berarti ada perpindahan klien audit umum dari KAP Big 4/5 ke Non Big 4/5.
Setelah dilakukan pengujian dengan uji t (dengan asumsi distribusi
normal) diperoleh p (2 arah) = 0.022, yang berarti signifikan pada α = 2.2%.
Kemudian diuji lagi dengan uji Wilcoxon (dengan asumsi distribusi tidak diketahui
apakah normal atau tidak) diperoleh p (2 arah) = 0.068, yang berarti signifikan
pada α = 6.8%.
Hasilnya diperoleh bukti bahwa proporsi pangsa pasar audit KAP Big 4/5
di Indonesia, saat setelah penerapan aturan Kewajiban Rotasi KAP mengalami
penurunan secara signifikan dibandingkan saat sebelum penerapan aturan rotasi
KAP .

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD04 - 11


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

2. Variabel Pangsa Pasar Audit didekati dengan proporsi pendapatan


Dapat dilihat di Tabel 2 dan Grafik 2, pangsa pasar Big 4/5 berdasarkan
proporsi pendapatan total KAP cenderung untuk mengalami penurunan setelah
tahun 2002, berarti ada perpindahan klien dari KAP Big 4/5 ke Non Big 4/5
(Sebab lain yang bisa ditelaah yaitu penurunan audit fee yang diminta KAP,
namun hal ini hampir tidak mungkin sehingga alasan yang paling tepat ialah
adanya perpindahan klien dari Big 4/5 ke Non Big 4/5)
Setelah dilakukan pengujian dengan uji t (dengan asumsi distribusi
normal) diperoleh p (2 arah) = 0.003, yang berarti signifikan pada α = 0.3%.
Kemudian diuji lagi dengan uji Wilcoxon (dengan asumsi distribusi tidak diketahui
apakah normal atau tidak) diperoleh p (2 arah) = 0.068, yang berarti signifikan
pada α = 6.8%.
Hasilnya diperoleh bukti bahwa proporsi pangsa pasar audit KAP Big 4/5
di Indonesia, saat setelah penerapan aturan Kewajiban Rotasi KAP mengalami
penurunan secara signifikan dibandingkan saat sebelum penerapan aturan rotasi
KAP .
Hasil yang diperoleh dari 2 pengujian di atas sejalan dengan hasil yang
diperoleh Arrunada dan Paz-Arez (1997) dan Comunale dan Sexton (2005)
bahwa penerapan aturan Kewajiban Rotasi KAP akan menurunkan konsentrasi
pasar audit umum dengan terbukti adanya penurunan pangsa pasar audit umum
KAP Big 4/5 di Indonesia sehingga akan membuat pasar audit lebih kompetitif
yang nantinya diharapkan akan meningkatkan kualitas audit KAP akibat
kompetitifnya pasar audit di Indonesia. Dengan pendekatan yang berbeda,
Arfiansyah (2007) juga menemukan bahwa konsentrasi pasar audit di Indonesia
menurun dilihat dari Herfindahl Index dan Concentration Ratio. Hal ini juga sesuai
dengan penemuan DeFond dkk (2000) bahwa peningkatan independensi akan
menurunkan pangsa pasar KAP besar di China.
Namun hasil ini berlawanan dengan yang diperoleh SDA Bocconi (2002)
bahwa penerapan aturan Kewajiban Rotasi KAP meningkatkan konsentrasi pasar
audit di Big 4/5 sehingga nantinya akan menimbulkan kolusi diantara mereka.

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD04 - 12


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Pengujian hipotesa 2
Dapat dilihat di Tabel 3 dan Grafik 3, pertumbuhan rekan Akuntan Publik
(regenerasi) di KAP Big 4/5 mengalami peningkatan sejak tahun 2003. Hal ini
disebabkan oleh penyiasatan KAP Big 4/5 terhadap aturan Kewajiban Rotasi
KAP (KMK 423 jo. 359) untuk mempertahankan pangsa pasar audit KAP di
Indonesia.
Setelah dilakukan pengujian dengan uji t (dengan asumsi distribusi
normal) diperoleh p (2 arah) = 0.017, yang berarti signifikan pada α = 1.7%.
Kemudian diuji lagi dengan uji Wilcoxon (dengan asumsi distribusi tidak diketahui
apakah normal atau tidak) diperoleh p (2 arah) = 0.109, yang berarti signifikan
pada α = 10.9%.
Hasilnya diperoleh bukti bahwa pertumbuhan rekan (regenerasi) KAP Big
4/5 di Indonesia, saat setelah penerapan aturan Kewajiban Rotasi KAP
mengalami kenaikan cukup signifikan dibandingkan saat sebelum penerapan
aturan rotasi KAP .

V. Kesimpulan dan Saran


Penulis menyimpulkan bahwa aturan Kewajiban Rotasi KAP akan menghasilkan
efek yang substansi bagi KAP Big 4/5 di pasar audit umum Indonesia yaitu
pangsa pasar audit umum yang dikuasai oleh KAP Big 4/5 mengalami penurunan
yang signifikan baik didekati oleh jumlah klien audit umum KAP maupun oleh
pendapatan total KAP. Dari sini dapat diberikan saran bahwa regulator dapat
yakin bahwa aturan Kewajiban Rotasi KAP ini tidak membuat konsentrasi pasar
audit yang berlebihan (tinggi) di KAP Big 4/5 sehingga kondisi pasar audit di
Indonesia akan kompetitif, tidak ada pemimpin pasar yang menguasai pasar
secara signifikan yang dapat menghasilkan kekuatan monopoli dan kontrol pasar
jasa audit umum dan secara signifikan akan menurunkan independensi dan
kualitas audit.
Efek yang muncul belakangan akibat motif ingin mempertahankan klien
audit umum oleh KAP Big 4/5 ialah meningkatnya regenerasi/pertumbuhan rekan
AP baru jika dibandingkan antara kondisi sebelum penerapan aturan Kewajiban
Rotasi KAP dengan setelah penerapan aturan rotasi wajin untuk KAP. Hal ini,
meskipun dianggap hanya pemanis dan kurang berarti untuk peningkatan

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD04 - 13


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

kualitas audit dan independensi AP, dianggap penulis termasuk penting karena
akan merubah struktur AP yang selama ini didominasi oleh angkatan tua akan
diregenerasi oleh angkatan muda. Masalah perkembangan AP menjadi masalah
di Indonesia karena saat ini 63 % AP yang aktif mempunyai usia diatas 50 tahun,
sedangkan jumlah angkatan muda sedikit sehingga dikhawatirkan akan
menyebabkan punahnya dan terjadi kelangkaan pada profesi AP.
Namun ada sedikit kekuatiran seperti yang disampaikan oleh Comunale
dan Sexton (2005) yaitu pasar audit umum akan makin tergantung dari
kemampuan KAP untuk mencari klien bukan untuk mempertahankan klien. KAP
diekspektasi akan mengalokasikan lebih banyak uang untuk merekrut klien audit
baru dan lebih sedikit uang untuk mempertahankan uang yang akan
menimbulkan tekanan pada KAP untuk mengurangi biaya dan kualitas audit yang
secara ironis akan berlawanan dengan kebijakan penerapan aturan ini yang
bertujuan untuk meningkatkan kualitas audit dan independensi auditor.
Penelitian lebih lanjut tentang efek penerapan aturan Kewajiban Rotasi
KAP terhadap pangsa pasar audit di Indonesia dapat ditambahkan dengan
parameter usaha KAP dalam mempertahankan klien maupun mencari klien baru.
Selain itu, dapat diteliti lebih lanjut lagi mengenai faktor-faktor yang dapat
meningkatkan kuantitas AP di Indonesia (selain aturan Kewajiban Rotasi KAP)
dalam rangka mengembangkan profesi AP dan yang termasuk penting ialah
mengenai hubungan antara kualitas audit dan pangsa pasar.

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD04 - 14


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Referensi
Arel, B., R., G. Brody., and K. Pany. 2005. Audit firm rotation and audit quality.
The CPA Journal 2005 75(1): 36-39
Arfiansyah, Z. (2007), Konsentrasi Pasar Audit di Indonesia, Universitas
Indonesia
Arrunada, B. & Paz-Ares C.(1997), Mandatory rotation of company auditors: A
critical examination, International Review of Law and Economics, Vol. 17,
Issue 1, p.31-61
Beattie, V., Goodcare, A. & Fearnley, S. (2003), And then there four: A Study of
UK audit market concentration-causes, concequences and the scope for
market adjustment, Journal of Financial Regulation and Compliance, 11, 3,
p. 250-265
Buijink, W., Maijoor, S., Meuwissier, R., & van Witteloostuijn, A. (1996), The Role,
Position, and Liability of the Statutory Auditor within the European Union,
ECSC-EC-EAEC, study commissioned by DG XV of the European
Commission, European Commission, Luxembourg
Catanagh, A.H. & Walker, P.L. (1999), The International debate over mandatory
auditor rotation : a conceptual research framework, Journal of International
Accounting, Auditing, and Taxation, Vol. 8, p. 43-66
Cameron, M., Di Vincenzo, D., & Merlotti, E. (2005), The Audit Firm Rotation
Rule : A Review of the Literature, Academic Research, SDA Bocconi
School of Management.
Cameron, M., Di Vincenzo, D., & Merlotti, E. (2002), The Impact of mandatory
audit rotation on audit quality and on audit pricing: the case of Italy.
Academic Research, SDA Bocconi School of Management
Carcello, J. V., and NAGY, A. L. (2004), Audit Firm Tenure and Fraudulent
Financial Reporting. Auditing: A Journal of Practice and Theory 23, p. 55-
69.
Chung, H. (2004), Selective Mandatory Auditor Rotation and Audit Quality: an
Empirical Investigation of Auditor Designation Policy in Korea. SSRN
Working paper

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD04 - 15


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Comunale, C.L. & Sexton, T.R. (2003), Current Accounting Investigation: Effect
on Big 5 Market Share, Managerial Auditing Journal 18 No. 6/7, p. 569-
576
Comunale, C.L., Sexton, T.R. (2005), Mandatory auditor rotation and retention:
impact on market share, Managerial Auditing Journal 20 No. 3, Accounting
& Tax Periodicals, p. 235-248
Deis, D.R., and Giroux, G. A. (1992), Determinants of Audit Quality in the Public
Sector. The Accounting Review 67, p. 462-479
Departemen Keuangan, Profil KAP Tahun 1999
Departemen Keuangan, Profil KAP Tahun 2000
Departemen Keuangan, Profil KAP Tahun 2001
Departemen Keuangan, Profil KAP Tahun 2002
Departemen Keuangan, Profil KAP Tahun 2003
Departemen Keuangan, Profil KAP Tahun 2004
Departemen Keuangan, Profil KAP Tahun 2005
Departemen Keuangan, Profil KAP Tahun 2006
Dopuch, N., King, R.R., Schwartz, R. (2001), An Experimental investigation of
retention and rotation requirements, Journal of Accounting Research, Vol.
39 No. 1, p. 93-117
DeFond, M.L., Wong, T.J., Li, S. (2000), The impact of improved auditor
independence on audit market concentration in China, Journal of
Accounting and Economics 28, p. 269-305
Gavious, I. (2007), Alternative perspectives to deal with auditors’ agency
problem, Critical Perspectives on Accounting 18, p. 451-467
Ghosh, A., and D. C. Moon. 2005. Auditor tenure and perceptions of audit quality.
The Accounting Review 80 (2): 585-612
Gietzmann, M.B., Sen, P.K. (2002), Improving auditor independence through
selective mandatory rotation, International Journal of Auditing, Vol. 6, p.
183-210
Indarto (2007), Rancangan Undang-Undang Profesi Akuntan Publik : Sebuah
Tuntutan, Economic Business & Accounting Review Vol. II No. 3

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD04 - 16


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Jensen, M., and W. Meckling.1976. Theory of the firm: managerial behaviour,


agency costs, and ownership structure. Journal of Financial Economics 3
(4): 305-360
Johnson, V, E., I. K. Khurana., and J. K. Reynolds. 2002. Audit firm tenure and
the quality of financial reports. Contemporary Accounting Research 19 (4):
637-660
Kaplan, R. L. (2004), The Mother of All Conflicts: Auditors and Their Clients,
Illinois Public Law and Legal Theory Research Series, No. 04-13
Lubbers, M. C. (1993), The Changing Competitive Structure of the Canadian
Accounting Market over A Period of Large Firm Merger Activity, University
of Ledbridge
Mautz, R. K., and H. A. Sharaf. 1961. The Philosophy of Auditing. Monograph
No. 6. Sarasota, FL: American Accounting Association
Myers, J. N., L. A. Myers., and T. C. Omer. 2003. Exploring the term of the
auditor-client relationship and the quality of earnings: a case for mandatory
auditor rotation? The Accounting Review 78 (3): 779-799
Nagy.L. (2005), Mandatory Audit Firm Turnover, Financial Reporting Quality, and
Client Bargaining Power: The Case of Arthur Andersen. Accounting
Horizons 19, p.51-68
Peltzman, S. (1989). The Economic Theory of Regulation after a Decade of
Deregulation." Brookings Papers on Economic Activity: Microeconomics.
p. 1-60
Raghunathan, B., L. Barry., and J.H. Evans III. 1994. An empirical investigation of
problem audits. Research in Accounting Regulation 1 (1): 33-58
Sikka, P., & Willmott, H. C. (1995). Illuminating the state-profession relationship.
Critical Perspectives on Accounting, 5, p. 341-369
Stanley, J.D., and Dezoort, T.F. (2007), Audit Firm Tenure and Financial
Restatements: An Analysis of Industry Specialization and Fee Effects.
Journal of Accounting & Public Policy 26, p. 131-159
Stigler, G. J. (1975). The Citizen and the State: Essays on Regulation. Chicago:
University of Chicago Press.
US Senat (1976), The Accounting Establishment

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD04 - 17


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Walker, K. B. & Johnson, E. N. (1996). A Review and Synthesis of Research on


Supplier Concentration, Quality and Fee Structure in Non-U.S. Markets for
Auditor Services. The International Journal of Accounting, 31, 1, p. 1-18
Walker, P. L., B. L. Lewis., and J. R. Casterella. 2001. Mandatory auditor rotation:
arguments and current evidence. Accounting Enquiries 10 (2):209-242
Watts, R., and J. Zimmerman. 1986. Positive Accounting Theory. New York, NY:
Prentice Hall
Wotton, C. W., Tonge, S. D. & Wolk, C. M, (1994), Pre and Post Big 8 Mergers:
Comparison of Auditor Concentration, Accounting Horizon, 8, 3, p. 58-74
Yardley, J. A., Kauffman, N. C., Cairney, T. D. & Albrecht, W. D. (1992), Supplier
Behavior in the U.S. Audit Market. Journal Accounting Literature, Vol. 11,
p.151

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD04 - 18


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Lampiran
1. Tabel 1. Proporsi Pangsa Pasar Berdasarkan Klien Audit Umum KAP
Proporsi Klien Audit Umum
Tahun KAP Big 5/4 KAP Non Big 5/4
1999 69.46% 30.54%
2000 66.50% 33.50%
2001 43.00% 57.00%
2002 43.42% 56.58%
2003 22.55% 77.45%
2004 26.36% 73.64%
2005 23.76% 76.24%
2006 23.89% 76.11%

2. Tabel 2. Proporsi Pendapatan Total KAP


Proporsi Pendapatan
Tahun KAP Big 5/4 KAP Non Big 5/4
1999 94.59% 5.41%
2000 91.73% 8.27%
2001 83.00% 17.00%
2002 90.59% 9.41%
2003 75.81% 24.19%
2004 72.07% 27.93%
2005 71.70% 28.30%
2006 69.80% 30.20%

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD04 - 19


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

3. Tabel 3. Regenerasi Akuntan Publik di KAP Big 4/5


Pertumbuhan rekan Akuntan Publik baru KAP
Big 4/5
200
KAP 0 2001 2002 2003 2004 2005
PwC - Hadi Sutanto &
Rekan + Haryanto Sahari &
Rekan 0 0 0 5 0 2
KPMG – Siddharta
Siddharta & Harsono +
Siddharta Siddharta &
Widjaja 0 0 1 1 5 2
Deloitte - Hans Tuanakotta
& Mustofa + Hans
Tuanakotta Mustofa &
Halim + Osman Ramli
Satrio & Rekan 0 0 0 4 8 0
EY (+Andersen) - Prasetio
Utomo & Rekan + Hanadi
Sarwoko & Sandjaja +
Prasetio Sarwoko &
Sandjaja 0 0 0 0 2 7

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD04 - 20


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

4. Grafik 1. Proporsi Pangsa Pasar Berdasarkan Klien Audit Umum KAP

Proporsi Pangsa Pasar Berdasarkan Klien Audit Umum KAP

90.00%
Proporsi Pangsa Pasar

80.00%
70.00%
60.00%
50.00%
40.00%
30.00%
20.00%
10.00%
0.00%
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Tahun

KAP Big 4/5 KAP Non Big 4/5

5. Grafik 2. Proporsi Pangsa Pasar Berdasarkan Pendapatan Total KAP

Proporsi Pangsa Pasar Berdasarkan Pendapatan KAP

100.00%
Proporsi Pangsa Pasar

80.00%

60.00%

40.00%

20.00%

0.00%
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Tahun

KAP Big 4/5 KAP Non Big 4/5

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD04 - 21


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

6. Grafik 3. Pertumbuhan rekan Akuntan Publio baru KAP Big 4/5

Pertumbuhan rekan Akuntan Publik baru KAP Big 4/5

9 PwC - Hadi Sutanto & Rekan


+ Haryanto Sahari & Rekan
8
7
Jumlah Rekan Baru

6 KPMG - Siddharta Siddharta


& Harsono + Siddharta
5
Siddharta & Widjaja
4
3 Deloitte - Hans Tuanakotta &
Mustofa + Hans Tuanakotta
2 Mustofa & Halim + Osman
1 Ramli Satrio & Rekan
0 EY (+Andersen) - Prasetio
2000 2001 2002 2003 2004 2005 Utomo & Rekan + Hanadi
Sarwoko & Sandjaja +
Tahun Prasetio Sarwoko & Sandjaja

7. Pengujian Hipotesa 1 dengan variable pangsa pasar audit didekati dengan


proporsi klien audit umum
Uji t : dengan 2 sample beda varians
Sebelum Aturan Rotasi Setelah Aturan Rotasi
KAP KAP
Mean 0.55595 0.2414
Variance 0.02060073 0.000255447
Observations 4 4
Hypothesized Mean
Difference 0
Df 3
t Stat 4.356145093
P(T<=t) one-tail 0.011176845
t Critical one-tail 1.637745299
P(T<=t) two-tail 0.02235369
t Critical two-tail 2.353363016

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD04 - 22


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Uji Wilcoxon
Ranks

Mean Sum of
N Rank Ranks

Setelah_rotasi - Negative
4a 2.50 10.00
Sebelum_rotasi Ranks

Positive
0b .00 .00
Ranks

Ties 0c

Total 4

a. Setelah_rotasi < Sebelum_rotasi


b. Setelah_rotasi > Sebelum_rotasi
c. Setelah_rotasi = Sebelum_rotasi

Test Statisticsb

Setelah_rotasi - Sebelum_rotasi

Z -1.826a
Asymp. Sig. (2-
.068
tailed)

a. Based on positive ranks.


b. Wilcoxon Signed Ranks Test

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD04 - 23


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

8. Pengujian Hipotesa 1 dengan variable pangsa pasar audit didekati dengan


proporsi pendapatan
Uji t : dengan 2 sample beda varians
Sebelum Aturan Rotasi Setelah Aturan Rotasi
KAP KAP
Mean 0.899775 0.72345
Variance 0.002446903 0.000632497
Observations 4 4
Hypothesized Mean
Difference 0
Df 4
t Stat 6.354931801
P(T<=t) one-tail 0.001571023
t Critical one-tail 1.533205705
P(T<=t) two-tail 0.003142047
t Critical two-tail 2.131846486

Uji Wilcoxon
Ranks

Mean Sum of
N Rank Ranks

Setelah_rotasi - Negative
4a 2.50 10.00
Sebelum_rotasi Ranks

Positive
0b .00 .00
Ranks

Ties 0c

Total 4

a. Setelah_rotasi < Sebelum_rotasi


b. Setelah_rotasi > Sebelum_rotasi
c. Setelah_rotasi = Sebelum_rotasi

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD04 - 24


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Test Statisticsb

Setelah_rotasi -
Sebelum_rotasi

Z -1.826a
Asymp. Sig. (2-
.068
tailed)

a. Based on positive ranks.


b. Wilcoxon Signed Ranks Test

9. Pengujian Hipotesa 2
Uji t : dengan 2 sample beda varians
Sebelum Aturan Rotasi Setelah Aturan
KAP Rotasi KAP
Mean 0.333333333 12
Variance 0.333333333 7
Observations 3 3
Hypothesized Mean
Difference 0
Df 2
t Stat -7.462025072
P(T<=t) one-tail 0.008744713
t Critical one-tail 1.885618985
P(T<=t) two-tail 0.017489425
t Critical two-tail 2.91998731

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD04 - 25


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Uji Wilcoxon
Ranks

Mean Sum of
N Rank Ranks

Setelah_rotasi - Negative
0a .00 .00
Sebelum_rotasi Ranks

Positive
3b 2.00 6.00
Ranks

Ties 0c

Total 3

a. Setelah_rotasi < Sebelum_rotasi


b. Setelah_rotasi > Sebelum_rotasi
c. Setelah_rotasi = Sebelum_rotasi

Test Statisticsb

Setelah_rotasi - Sebelum_rotasi

Z -1.604a
Asymp. Sig. (2-tailed) .109

a. Based on negative ranks.


b. Wilcoxon Signed Ranks Test

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD04 - 26


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

PENGARUH TURNOVER INTENTIONS, SELF RATE EMPLOYEE


PERFORMANCE, DAN SELF ESTEEM TERHADAP PENERIMAAN
DYSFUNCTIONAL BEHAVIOR IN AUDIT
DALAM PRESPEKTIF GENDER
(Studi pada Kantor Akuntan Publik Se - Jawa Tengah)

Falikhatun
Universitas Sebelas Maret Surakarta

Abstract
The objective of this research are: first, examining the effect of turnover
intentions, self rate employee performance and self esteem on acceptance of
dysfunctional behavior in audit, and second tested the differences on acceptance of
dysfunctional behavior in audit for male and female auditor. Hypotheses that
proposed are turnover intentions and self esteem will have positive effect on
acceptance of dysfunctional behavior in audit, while, self rate employee performance
will has negative effect on acceptance of dysfunctional behavior in audit. The next
hypotheses is the difference of acceptance of dysfunctional behavior in audit for
male and female auditor.
The population is auditors working in public accountant firm located in Central
Java. Purposive random sampling used to take the samples. Data collection method
that used is mail questionnaires method. Data analyze method is validity and
reliability analysis, classic assumption analysis and hypotheses analysis that used
multiple regression and independent sample t test.
The results are all variables valid and reliable and fulfil classic assumption.
The result of hypotheses analysis show that self rate employee performance will has
positive significantly effect on acceptance of dysfunctional behavior in audit, while
turnover intentions, and self esteem have insignificant positive effect on acceptance
dysfunctional behavior. For gender prespective, acceptance of dysfunctional
behavior in audit for male and female auditor isn’t different.

Keywords: turnover intentions, self rate employee performanc, self esteem,


acceptance of dysfunctional behavior in audit, gender.

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD05- 1 -


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Akuntan perempuan mungkin menjadi subjek penyimpangan di tempat kerja
sebagai suatu konsekuensi profesi Akuntan Publik berstereotype pria. Efek
negatif gender-stereotype pada perempuan sebagai Akuntan Publik adalah
situation-centered dan person-centered (Maupin, 1990). Situation-centered berarti
bahwa penerimaan pada informasi dalam perusahaan seperti struktur sosial dan
struktur kekuasaan adalah factor penting dalam pengembangan karir
profesionalnya. Adapun Person-centered melihat penyimpangan gender
didasarkan pada sex-role inventory (Bem’s 1974, dalam Maupin, 1990), yang
mengklasifikasikan ciri kepribadian sebagai kepemilikan karakteristik maskulin,
feminim atau netral.
Lehman (1990 dalam Maupin, 1990) menemukan bahwa stereotype
kepribadian maskulin (seperti kepemimpinan, ketangguhan pribadi, ketegasan)
lebih lazim berada di rangking atas (manajer dan partner) pada kedua gender.
Selanjutnya Lehman (1990) dalam Maupin (1990) menginterpretasikan sikap
stereotype-maskulin adalah salah satu kunci sukses dalam Akuntansi Publik.
Hasil survei American Institute of Certified Public Accountant (1988) yang
dikutip Samekto (1999), menunjukkan perbandingan lebih dari 50% lulusan
akuntansi adalah perempuan. Secara umum, setiap lulusan jurusan akuntansi
dapat memilih profesi akuntansi dan auditing. Hal ini juga berlaku pada lulusan
akuntansi perempuan. Penelitian Collins, Hooks, dan Cheramy menunjukkan
adanya peningkatan jumlah perempuan yang memilih profesi akuntan publik pada
25 tahun terakhir mengangkat isu perbedaan gender yang berkembang dalam
profesi akuntan ini (Samekto,1999).
Penelitian terdahulu (Cohen dan Sharp, 1998) menemukan bahwa secara
psikologi dan literatur pemasaran menyarankan bahwa gender merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi penampilan auditor dalam memberikan judgment.
Penelitian ini menunjukkan bahwa perempuan lebih efisien dan efektif dalam
melaksanakan tugas auditnya dibandingkan pria karena perempuan memiliki
kemampuan superior untuk membedakan dan menyatukan dalam suatu
judgment.
Selanjutnya hasil penelitian Chung dan Monroe (2001) menyatakan bahwa
dalam kondisi tingkat tekanan yang rendah, auditor perempuan kurang akurat
Bridging the Gap between Theory and Practice AUD05- 2 -
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

dalam memberikan judgment dibandingkan pria. Kebalikannya, seorang auditor


perempuan dalam kondisi tingkat tekanan yang tinggi akan memberikan judgment
yang lebih akurat dibandingkan auditor pria. Auditor pria dalam kondisi tekanan
rendah akan memberikan judgment yang lebih tepat dibandingkan auditor pria
yang memberikan judgment dalam kondisi tekanan tinggi. Sementara itu, auditor
perempuan dalam memberikan judgment tidak terlalu terpengaruh dengan kondisi
tekanan yang ada.
Ada kalanya judgment audit kurang mendapat respon yang positif
dimungkinkan adanya dysfunctional behavior oleh seorang auditor dalam proses
audit (Donnelly, Quirin, & O'Bryan 2003). Dysfunctional behavior biasanya
dilakukan oleh seorang auditor antara lain melaporkan waktu audit dengan total
waktu yang lebih pendek daripada waktu yang sebenarnya (underreporting of
audit time), merubah prosedur yang telah ditetapkan dalam pelaksanaan audit di
lapangan (replacing and altering original audit procedures) dan penyelesaian
langkah-langkah audit yang terlalu dini tanpa melengkapi keseluruhan prosedur
(premature signing - off of audit steps without completion of the procedure).
Selain itu Donnelly, Quirin, & O'Bryan (2003) juga mengemukakan
penyebab para auditor melakukan dysfunctional behavior tersebut adalah
karakteristik personal yang berupa turnover intention dan self rate employee
performance yang dimiliki oleh para auditor. Hasil penelitian mereka menyatakan
bahwa terdapat pengaruh positif antara turnover intentions dengan tingkat
penerimaan dysfunctional behavior dalam audit serta adanya pengaruh negatif
antara self rate employee performance dengan tingkat penerimaan dysfunctional
behavior dalam audit.
Pendapat Donnelly, Quirin & O'Bryan di atas diperkuat dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh enam besar audit senior yang terdapat dalam
laporan Public Oversight Board dalam Donnelly, Quirin, & O'Bryan (2003) yang
menyatakan 85% bentuk dysfunctional behavior yang terjadi adalah penyelesaian
langkah-langkah audit yang terlalu dini tanpa melengkapi keseluruhan prosedur
dan kira-kira 12.2% bentuk dysfunctional behavior yang terjadi adalah
melaporkan waktu audit dengan total waktu yang lebih pendek daripada waktu
yang sebenarnya. Selebihnya bentuk dysfunctional behavior yang terjadi adalah
bukti-bukti yang dikumpulkan kurang mencukupi dan mengganti prosedur audit
yang telah ditetapkan pada waktu pemeriksaan di lapangan.
Bridging the Gap between Theory and Practice AUD05- 3 -
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Di Indonesia, isu mengenai dysfunctional behavior dalam audit


berkembang seiring dengan terjadinya beberapa pelanggaran etika, baik yang
dilakukan oleh Akuntan Publik, Akuntan Intern, maupun Akuntan Pemerintah.
Pelanggaran etika oleh Akuntan Publik misalnya dapat berupa pemberian opini
wajar tanpa pengecualian untuk laporan keuangan yang tidak memenuhi
kualifikasi tertentu menurut Standar Profesional Akuntan Publik (Ludigdo dalam
Nugrahaningsih, 2005). Widiastuti dalam Nugrahaningsih (2005)
mengungkapkan bahwa sejak merebaknya kasus Bank Duta tahun 1990,
kemudian berturut-turut kasus Golden Key, Kanindotex, dan maraknya praktek
markup seperti disinyalir Menteri Keuangan pada saat pembukaan Kongres
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) VII di Bandung pada tahun 1994, profesi
Akuntan Publik mendapat sorotan dari masyarakat. Bahkan, beberapa waktu
lalu Departemen Keuangan telah menindak 29 Kantor Akuntan Publik (KAP)
karena melanggar kode etik IAI dengan mencabut izin praktek dan
memasukkan ke dalam daftar hitam (black list), sedangkan 25 KAP lainnya
diskors karena penyalahgunaan wewenang.
Penelitian ini menguji kembali hasil penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Donnelly, Quirin, & O'Bryan (2003). Perbedaan utama antara
penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah tambahan variabel self
esteem sebagai salah satu bagian dari karakter personal auditor. Self esteem
dapat mempengaruhi seseorang dalam melakukan dysfunctional behavior. Perera
(2004) menyatakan bahwa harga diri yang tinggi mampu mendorong seorang
individu memiliki ambisi yang tinggi dan dapat menyebabkan individu
menggunakan segala cara untuk mencapainya sehingga dapat mengakibatkan
terjadinya dysfunctional behavior dalam audit.
Selain itu penelitian ini juga akan menyelidiki apakah dysfunctional
behavior dalam audit dipengaruhi oleh gender dalam pemberian judgement
audit. Hasil studi yang dilakukan oleh Chung and Monroe (2001) menunjukkan
bahwa wanita (females) adalah pembuat keputusan yang lebih akurat di dalam
tugas-tugas pengambilan keputusan yang kompleks. Oleh karena itu beberapa
rumusan masalah yang akan diselidiki dalam penelitian ini, meliputi:
1. Apakah terdapat pengaruh turnover intentions, self rate employee
performance dan self esteem terhadap penerimaan Dysfunctional Behavior
dalam Audit ?
Bridging the Gap between Theory and Practice AUD05- 4 -
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

2. Apakah terdapat perbedaan penerimaan Dysfunctional Behavior dalam


Audit antara Auditor Pria dan Auditor Perempuan?

TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS


Penerimaan Dysfunctional Behavior dalam Audit adalah perilaku seorang auditor
dalam memanipulasi proses audit untuk mendapatkan capaian kinerja yang
diinginkan (Donnelly, Quirin, & O'Bryan 2003). Perilaku ini diperkirakan sebagai
akibat dari karakteristik personal yang kurang bagus yang dimiliki seorang
auditor. Dampak negatif dari perilaku ini adalah terpengaruhnya kualitas audit
secara negatif dari segi akurasi dan reliabilitas. Pengurangan kualitas audit akan
menghasilkan tindakan yang mungkin dilihat sebagai pengorbanan yang
dilakukan agar auditor tetap survive dalam lingkungan audit Pelanggaran yang
dilakukan auditor dalam audit dapat dikategorikan sebagai sebuah Dysfunctional
Behavior dalam Audit.
Donnelly, Quirin, & O'Bryan (2003) menyatakan bahwa karakteristik
personal yang meliputi turnover intentions, self rate employee performance
mempunyai pengaruh terhadap penerimaan dysfunctional behavior dalam Audit.

Turnover Intentions
Turnover Intentions merupakan hasil akhir keluarnya beberapa karyawan dan
masuknya karyawan lain pada suatu organisasi (Glueck dalam Wibowo, 2004).
Werther dan Davis dalam Wibowo (2004) mendefinisikan turnover intentions
sebagai kesediaan karyawan untuk meninggalkan organisasi dan berpindah ke
organisasi lainnya. Turnover intentions bisa terjadi karena adanya tekanan dalam
pekerjaan, sehingga turnover intentions bisa terjadi karena adanya tekanan
dalam pekerjaan , sehingga turnover intentions bisa menjadi petunjuk tekanan
tersebut (Filippo dalam Wibowo, 2004). Fenomena turnover intentions
menunjukkan perubahan-perubahan yang terjadi pada tenaga kerja yaitu tendensi
karyawan untuk meninggalkan organisasi dan untuk digantikan yang lain (Yoder
dalam Wibowo, 2004).
Malone dan Roberts (1996) mengatakan auditor yang memiliki keinginan
untuk meninggalkan perusahaan lebih dapat terlibat dalam dysfunctional behavior
karena menurunnya ketakutan akan kemungkinan jatuhnya sangsi apabila
perilaku tersebut terdeteksi. Lebih lanjut, individu yang berniat meninggalkan
Bridging the Gap between Theory and Practice AUD05- 5 -
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

perusahaan dapat dianggap tidak begitu peduli dengan dampak buruk dari
dysfunctional behavior terhadap penilaian kinerja dan promosi. Jadi, auditor
yang memiliki keinginan tinggi untuk berhenti dari perusahaan lebih menerima
dysfunctional behavior dalam audit. Hipotesis yang dirumuskan adalah:
H1: Turnover Intentions berpengaruh positif dan signifikan
terhadap penerimaan Dysfunctional Behavior dalam Audit.

Self Rate Employee Performance


Dysfunctional behavior lebih mungkin terjadi di situasi dalam hal persepsi atas
kinerja pribadi rendah, atau dengan kalimat lain Dysfunctional behavior terjadi
dalam situasi dalam hal individu melihat kemampuan diri mereka sendiri yang
rendah dalam meningkatkan outcome yang diharapkan sejalan dengan usaha
yang mereka lakukan (Gable dan Dangello dalam Donnelly, Quirin, dan O’Bryan,
2003). Oleh karena itu, auditor yang mempunyai persepsi yang rendah atas
kinerja pribadi mereka diekspektasikan menunjukkan penerimaan yang tinggi
terhadap dysfunctional behavior.
Solar dan Bruehl dalam Donnelly, Quirin, dan O’Bryan (2003)
menyatakan bahwa individu yang melakukan pekerjaan dibawah standar yang
ditetapkan lebih mungkin untuk melakukan tindakan penyimpangan sejak mereka
melihat diri mereka sendiri tidak mampu untuk bertahan dalam pekerjaan melalui
usaha mereka sendiri. Jadi dysfunctional behavior dilihat sebagai kebutuhan
dalam situasi dalam hal ini tujuan organisasi atau individual tidak dapat dicapai
melalui langkah-langkah atau cara-cara umum yang sering dilakukan.
Selanjutnya penggunaan program audit, penganggaran waktu
penyelesaian tugas audit, dan pengawasan yang ketat dapat menyebabkan
proses audit dirasa sebagai lingkungan yang memiliki struktur yang tinggi. Oleh
karena itu, auditor yang memiliki persepsi yang rendah terhadap self rate
performance akan memperlihatkan penerimaan yang lebih tinggi terhadap
dysfunctional behavior dalam audit. Hipotesis yang dapat dibentuk adalah:
H2: Self rate employee performance berpengaruh negatif terhadap
penerimaan dysfunctional behavior dalam audit.

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD05- 6 -


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Self Esteem
Self perceived competency dan self evaluation diasumsikan sebagai fungsi dari
pengalaman dan pembelajaran sosial dan merupakan nilai yang diberikan
seseorang terhadap dirinya sebagai akibat dari interaksi dengan orang lain.
Belkoui (1989) menyatakan bahwa self esteem adalah penilaian yang dibuat
seseorang tentang nilai dirinya sendiri.
Field (2001) menyatakan bahwa self esteem adalah derajat suka atau
tidak suka individu terhadap dirinya sendiri. Self esteem dapat diperoleh dari
pengalaman yang dimiliki seseorang dalam mengatasi tantangan dalam hidup
mereka. Self esteem akan mempengaruhi cara-cara seseorang berperilaku
dalam lingkungan. Self esteem yang tinggi mampu mendorong individu memiliki
ambisi yang tinggi dan dapat menyebabkan individu menggunakan segala cara
untuk mencapairrya.
Self Esteem dapat diperoleh dari pengalaman yang dimiliki seseorang
dalam mengatasi tantangan dalam hidup mereka. Dalam hal ini, self esteem akan
mempengaruhi cara seseorang berperilaku dalam lingkungan. Dalam lingkungan
organisasi, orang yang memiliki self esteem yang tinggi akan mampu menghargai
diri sendiri dan rekan kerja mereka. Selanjutnya Perera (2004) menyatakan
bahwa jika individu yang mempunyai self esteem rendah dan mengabaikan
ambisi yang dimilikinya, maka individu tersebut tidak akan mencapai hasil sesuai
keinginannya.
Dalam bidang audit, individu yang menggunakan segala cara untuk
mendapatkan apa yang diinginkannya, dapat menimbulkan dysfunctional
behavior dalam menjalankan tugasnya sebagai auditor. Atas dasar ini, maka
auditor yang memiliki self esteem yang tinggi sebagai faktor penyebab tingginya
ambisi lebih dapat menerima dan melakukan dysfunctional behavior dalam audit.
Hubungan antara self esteem dengan dysfunctional behavior dalam audit dapat
membentuk hipotesis berikut:
H3: Self Esteem berpengaruh positif dan signifikan terhadap
Penerimaan Dysfunctional Behavior dalam Audit.

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD05- 7 -


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Perbedaan penerimaan Dysfunctional Behavior dalam Audit antara Auditor


Pria dan Auditor Perempuan
Johnson dan Dierks (1998) menyatakan bahwa beberapa kepribadian individu
kelihatan berbeda dengan yang lain tetapi bukan karakteristik secara
keseluruhan. Kecenderungan perilaku, kematangan mental, kepuasan kerja
antara auditor pria dan perempuan juga tidak memiliki perbedaan yang signifikan.
Davidson dan Dalby (1993) dalam menemukan dalam penelitiannya
mengenai karakteristik kepribadian auditor bahwa diantara auditor pria dan
auditor perempuan sama-sama memiliki karakteristik kepribadian yang kuat.
Auditor pria dan auditor perempuan mempunyai karakteristik kepribadian yang
sangat cerdas, tegas, bersemangat, berpikiran terbuka, memiliki kemampuan
yang cukup, suka bekerja dengan keras dan dalam keadaan yang tertekan
karena mereka belum mampu untuk meraih tujuan-tujuan mereka. Namun auditor
pria dan auditor perempuan juga memiliki karakteristik yang sangat berbeda.
Auditor perempuan mempunyai karakteristik lebih realistis, teguh pendirian, dapat
dipercaya, memiliki kecurigaan yang tinggi (tidak mudah terpengaruh), penuh
perhatian dan teliti, kurang percaya diri, dan cenderung untuk mematuhi
peraturan, sedangkan auditor pria memiliki keperibadian yang tidak berpihak,
kurang dapat bekerja sama, cenderung tidak praktis dan tidak realistis, lebih
percaya diri, dan cenderung sembarangan dalam melaksanakan tugas yang
memungkinkan terjadi Dysfunctional Behavior.
H4: Terdapat perbedaan penerimaan Penerimaan Dysfunctional
Behavior dalam Audit antara Auditor Pria dan Auditor
Perempuan

METODA PENELITIAN
Pemilihan Sampel dan Pengumpulan Data
Populasi dalam penelitian ini adalah auditor yang bekerja di Kantor Akuntan
Publik (KAP) se Jawa Tengah. Penyampelan dilakukan dengan metoda
purposive sampling method. Dalam metoda ini, informasi akan dikumpulkan dari
responden yang memenuhi kriteria tertentu antara lain: auditor telah bekerja
minimal satu tahun dan telah memiliki pengalaman audit minimal tiga kali.
Pengumpulan data menggunakan kuesioner dengan mail survey disertai dengan
perangko balasan.
Bridging the Gap between Theory and Practice AUD05- 8 -
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Kuisioner yang disebar sebanyak 100 kuisioner, kembali 56 kuisioner,


dan yang bisa dianalisis sebanyak 44 kuisioner. Deskripsi demografi responden
dapat ditunjukkan pada tabel 1.
Tabel 1. Demografi Responden

Jenis Kelamin Jumlah Persentase


Pria 26 59,10%
Perempuan 18 40,90%
Total 44 100.00%

Usia (Tahun) Jumlah Persentase


21-30 24 54,54%
31-40 17 38,63%
41-50 3 6,83%
> 50 0 0.00%
Total 44 100.00%

Lama Kerja
(Tahun) Jumlah Persentase
< 1 tahun 4 9,10%
1-2 tahun 13 29,54%
2-3 tahun 11 25,00%
> 3 tahun 16 36,36%
Total 44 100.00%

Pendidikan
Terakhir Jumlah Persentase
D3 9 20,45%
S1 32 72,73%
S2 3 6,82%
S3 0 0.00%
Total 44 100.00%
Sumber; Hasil Olahan Data

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD05- 9 -


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Tabel 1 menunjukkan bahwa sebanyak 59,10% responden berjenis


kelamin pria, dengan usia responden antara 21-30 tahun, mempunyai
pengalaman kerja lebih dari 3 tahun, dan tingkat pendidikan tertinggi S1 yaitu
sebesar 72,73%.

Definisi Operasional Variabel dan Pengukuran Variabel


Variabel independen dalam penelitian ini adalah Tingkat penerimaan
dysfunctional behavior dalam audit, sedangkan variabel dependennya meliputi
Turnover intention, Self rate employee performance, Self Esteem, Self Esteem.
Adapun gender sebagai variabel dummy.
Tingkat penerimaan dysfunctional behavior dalam audit adalah perilaku
penerimaan seorang auditor dalam menghadapi manipulasi proses audit untuk
mendapatkan capaian kinerja yang diinginkan (Donnelly, Quirin, & O'Bryan
2003). Variabel tingkat penerimaan terhadap dysfunctional behavior dalam audit
mengadopsi pernyataan-pernyataan Donnelly, Quirin & O’Bryan (2003).
Selanjutnya turnover intentions merupakan kesediaan karyawan untuk
meninggalkan suatu organisasi dan berpindah ke organisasi lainnya (Werther dan
Davis dalam Wibowo, 2003). Variabel ini diukur dengan memodifikasi
pernyataan-pertanyaan yang telah digunakan oleh Aranya dan Ferris (1984).
Adapun Self rate employee performance cenderung ditentukan oleh
bagaimana seorang karyawan itu bekerja, apakah dia mempunyai standar
minimal dalam bekerja atau tidak akan terlihat dari cara bagaimana mereka
bekerja (Solar dan Bruehl dalam Donelly, Quirin, dan O’Brien, 2003). Variabel ini
diukur dengan memodifikasi pernyataan-pertanyaan yang telah digunakan oleh
Mahoney et al.dalam Donnelly, Quirin, dan O’Bryan (2003).
Perera (2004) menyatakan bahwa ambition dan self esteem yang tinggi
akan membuat seseorang menjadi individu yang baik dan mengembangkan
kariernya menuju ke karier yang diinginkan. Self esteem sebagai faktor
penentu ambisi memodifikasi pernyataan-pernyataan dari Pierce, Gardner,
Cummings, dan Dunham dalam Cahyaning (2004).

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD05- 10 -


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Metoda Analisis Data


Untuk menguji hipotesis 1, 2, dan 3 digunakan regresi linier berganda,
sedangkan untuk menguji hipotesis 4 digunakan Independent Sample t test
(Sekaran, 2000).
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Hasil analisis deskriptif terhadap variabel-variabel yang digunakan dalam
penelitian ini nampak pada tabel 2.
Tabel 2. Deskripsi Variabel Turnover intentions, Self rate employee
performance,
Self Esteem, dan Penerimaan dysfunctional behavior dalam audit
Variabel Kisaran Kisaran Mean Deviasi
Teoritis Aktual
Standar
Turnover Intension 3 - 21 5 – 21 12,45
4,04 Self rate 7 – 49 30 – 49
37,06 5,16 Self Esteem 10 – 70 40 – 70
50,13 6,75 Dysfunctional Behavior 12 - 84
30 – 69 50,05 8,53 ----------------------------------------
-------------------------------------------------------------------
Sumber : Hasil Olahan Data

Pengujian Hipotesis dan Pembahasan

H1: Turnover Intentions berpengaruh positif dan signifikan dengan


penerimaan Dysfunctional Behavior dalam Audit.

Hasil pengujian hipotesis satu dengan regresi linier berganda nampak pada
tabel 3 berikut:

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD05- 11 -


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Tabel 3. Hasil Regresi Pengaruh Turnover Intentions Terhadap


penerimaan
Dysfunctional Behavior dalam Audit.

Variabel Nilai Koefisien Standar Error t-value


p-value
Konstanta 15,929 9,427 1,690 0,099
Turnover Intentions 0,411 0,293 1,404
0,168
Adjusted R Square = 26,1%, F=6,064, p=0,002
Sumber: Hasil Olahan Data
Hasil regresi di atas menunjukkan bahwa koefisien regresi positif sebesar
0,411 dengan probabilitas 0,168 (p<0,05) yang berarti turnover intentions tidak
berpengaruh terhadap penerimaan dysfunctional behavior dalam audit,
sehingga hipotesis pertama ditolak (tidak didukung data). Koefisien beta Turnover
Intentions sebesar 0,411 berarti jika Turnover Intentions bertambah sebesar 1,
maka akan meningkatkan penerimaan dysfunctional behavior dalam audit
sebesar 0,411. Hasil penelitian ini berkebalikan dengan hasil penelitian yang
dilakukan Malone dan Roberts (1996) dan Donnelly, Quirin, dan O’Bryan (2003)
yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan antara turnover
intentions dengan penerimaan dysfunctional behavior dalam audit . Hal ini
dimungkinkan karena turnover yang terjadi di Kantor Akuntan Publik se Jawa
Tengah merupakan Voluntary Turnover (Robbins, 2002) yaitu auditor keluar dari
pekerjaannya secara sukarela karena merasa kurang produktif atau tidak
potensial dalam KAP dan atau karena tersedianya alternatif pekerjaan lain yang
lebih sesuai dengan minat dan impiannya.
H2: Self rate employee performance berpengaruh negatif terhadap
penerimaan dysfunctional behavior dalam audit.

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD05- 12 -


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Hasil pengujian hipotesis dua dengan regresi linier nampak pada tabel 4
berikut:

Tabel 4. Hasil Regresi Pengaruh Self rate employee performance


terhadap penerimaan Dysfunctional Behavior dalam Audit.

Variabel Nilai Koefisien Standar Error t-value


p-value
Konstanta 15,929 9,427 1,690 0,099
Self rate employee 0,801 0,300 2,669
0,011
Adjusted R Square = 26,1%, F=6,064, p=0,002
Sumber: Hasil Olahan Data

Hasil pengujian hipotesis kedua ditunjukkan oleh koefisien regresi (ß2)


sebesar 0,801 dengan probabilitas 0,011 yang berarti Self rate employee
mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap penerimaan
Dysfunctional Behavior dalam Audit, sehingga hipotesis yang menyatakan
bahwa Self rate employee performance berpengaruh negatif terhadap
penerimaan dysfunctional behavior dalam audit tidak diterima (tidak didukung
data). Arah positif menunjukkan semakin besar self rate employee performance
akan membuat penerimaan dysfunctional behavior dalam audit cenderung
meningkat. Hasil penelitian ini bertentangan dengan hasil penelitian yang
dilakukan Donnelly, Quirin, dan O’Bryan (2003). Hal ini dimungkinkan karena
adanya beberapa faktor dalam pengauditan yang perlu dipertimbangkan,
misalnya penggunaan program audit, penganggaran waktu penyelesaian tugas
audit, dan pengawasan yang ketat dalam proses pengauditan menyebabkan
dysfunctional behavior dalam audit tidak dianggap sebagai suatu kecurangan
melainkan langkah efisiensi yang akan meningkatkan penilaian kinerja mereka.

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD05- 13 -


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

H3: Self Esteem berpengaruh positif dan signifikan terhadap Penerimaan


Dysfunctional Behavior dalam Audit.

Hasil pengujian hipotesis ini nampak pada tabel 5 berikut:

Tabel 5. Hasil Regresi Pengaruh Self Esteem terhadap penerimaan


Dysfunctional
Behavior dalam Audit.

Variabel Nilai Koefisien Standar Error t-value


p-value
Konstanta 15,929 9,427 1,690 0,099
Self Esteem - 0,01392 0,223 -0,063 0,950
Adjusted R Square = 26,1%, F=6,064, p=0,002
Sumber: Hasil Olahan Data

Hasil pengujian hipotesis ketiga ditunjukkan oleh koefisien regresi (ß3)


sebesar -0,01392 dengan probabilitas 0,950 yang berarti self esteem tidak
berpengaruh terhadap penerimaan Dysfunctional Behavior dalam Audit,
sehingga hipotesis yang menyatakan bahwa Self Esteem berpengaruh positif
dan signifikan terhadap Penerimaan Dysfunctional Behavior dalam Audit
tidak diterima (tidak didukung data). Koefisien beta Self Esteem sebesar -0,01392
berarti jika Self Esteem berkurang sebesar 1, maka akan meningkatkan
penerimaan dysfunctional behavior dalam audit sebesar 0,01392. Hasil penelitian
ini tidak konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Perera (2004) yang
menyebutkan bahwa self esteem mempunyai pengaruh positif dan signifikan
terhadap penerimaan dysfunctional behavior dalam audit. Perbedaan hasil
penelitian ini dimungkinkan karena auditor ingin memenuhi ambisi yang tinggi,
sehingga mereka cenderung mengabaikan harga diri mereka untuk dapat
memenuhi ambisi tersebut, yaitu dengan cara menerima dysfunctional behavior
dalam proses audit. Selain itu penerimaan dysfunctional behavior dalam proses
audit kemungkinan juga karena adanya budaya paternalistik yang mencerminkan
perilaku dalam keseluruhan hirarki organisasi lebih didasarkan pada hubungan

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD05- 14 -


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

familiar, sehingga sangat mentolerir adanya kesalahan dalam melaksanakan


pekerjaan (Setiawan, 1998).

H4:Terdapat perbedaan penerimaan Dysfunctional Behavior dalam Audit


antara Auditor Pria dan Auditor Perempuan

Pengujian hipotesis keempat ini menggunakan uji statistik Independent


Sample t test. Hasil pengujian nampak pada tabel 6 berikut:

Tabel 6. Hasil uji statistik Independent Sample t test.

Levene Test
’sfor t-TestFor Mean
EqualitOf Equalit
yVarian y of
ces
F Sig. t df Sig. (2- Mean Std. 95%
tailed) Differe Error Confide
nce Differe nce
nce Interval
of the
Differen
ce
Lower Upp
er
DYSF Equal variances 0.248 0.621 0.67 42 0.505 1.769 2.633 -3.5457 7.08
UN assumed 2 7 42
Equal variances 0.66 34.57 0.513 1.769 2.676 -3.6670 7.20
not assumed 1 5 6 54
Sumber: Hasil Olahan Data

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD05- 15 -


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Hasil uji Independent Sample t Test pada penerimaan Dysfunctional


Behavior dalam Audit menunjukkan nilai F hitung pada equal variance
assumed (e.v.a) sebesar 0,248 dengan probabilitas 0,621, yang berarti tidak
terdapat perbedaan penerimaan Dysfunctional Behavior dalam Audit
antara Auditor Pria dan Auditor Perempuan, sehingga hipotesis yang
menyatakan terdapat perbedaan penerimaan Dysfunctional Behavior dalam
Audit antara Auditor Pria dan Auditor Perempuan tidak diterima (tidak didukung
data). Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Davidson dan Dalby (1993)
yang menyatakan bahwa auditor pria dan auditor perempuan sama-sama
memiliki karakteristik kepribadian yang kuat, sehingga tidak akan melakukan
sesuatu yang merugikan pekerjaannya. Selanjutnya penelitian ini juga konsisten
dengan hasil penelitian Johnson dan Dierks (1998) yang menemukan bahwa
kecenderungan perilaku, kematangan mental, kepuasan kerja antara auditor pria
dan perempuan tidak memiliki perbedaan yang signifikan termasuk dalam
penerimaan Dysfunctional Behavior dalam Audit.

SIMPULAN
Hasil analisis data dalam penelitian ini mengidentifikasikan beberapa hal, yaitu
secara keseluruhan hasil penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian
sebelumnya, terutama Donnelly, Quirin, dan O’Bryan (2003). Namun dalam
perspektif gender, hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian Davidson
dan Dalby (1993), serta Johnson dan Dierks (1998). Selanjutnya hasil pengujian
hipotesis pertama menghasilkan koefisien regresi 0,411 dengan probabilitas 0,168
(p<0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa turnover intentions tidak
berpengaruh terhadap penerimaan dysfunctional behavior dalam audit
Hasil pengujian hipotesis kedua menghasilkan koefisien regresi sebesar
0,801 dengan probabilitas 0,011, sehingga simpulannya adalah Self rate employee
berpengaruh terhadap penerimaan Dysfunctional Behavior dalam Audit.
Adapun hasil pengujian hipotesis ketiga ditunjukkan oleh koefisien regresi sebesar -
0,01392 dengan probabilitas 0,950, sehingga dapat disimpulkan self esteem tidak
berpengaruh terhadap penerimaan Dysfunctional Behavior dalam Audit.
Hipotesis keempat yang dilakukan dengan uji statistik Independent Sample t-
Test menunjukkan nilai F hitung pada equal variance assumed (e.v.a) sebesar
0,248 dengan probabilitas 0,621, sehingga simpulannya adalah tidak terdapat
Bridging the Gap between Theory and Practice AUD05- 16 -
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

perbedaan penerimaan Dysfunctional Behavior dalam Audit antara Auditor


Pria dan Auditor Perempuan.

Keterbatasan
Sekalipun penelitian ini telah dirancang dengan baik, namun hasil penelitian ini
masih memiliki berbagai keterbatasan, oleh karena itu terdapat beberapa saran
yang perlu dikemukakan untuk memperbaiki penelitian selanjutnya, antara lain:
1. Responden perlu diperluas pada Kantor Akuntan Publik lain, terutama KAP di
kota-kota besar di Indonesia,
2. Metoda pengumpulan data perlu ditambahkan dengan metoda lain untuk
mendapatkan data yang lengkap, misalnya dengan cara mendatangi
langsung responden dalam proses penyebaran dan pengumpulan kuesioner
serta melakukan wawancara secara langsung dalam pengisian kuesioner
sehingga jawaban responden lebih mencerminkan jawaban yang
sebenarnya.
3. Penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan memasukkan variabel-variabel
lain terutama variabel-variabel organisasional.

Implikasi
1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan
antara Self rate employee terhadap penerimaan dysfunctional behavior dalam
audit. Oleh karena itu Kantor Akuntan Publik perlu mempertimbangkan
karakter personal staf audit yang akan ditugaskan dalam pengauditan,
sehingga penerimaan dysfunctional behavior dalam audit dapat
diminimalisasi.
2. Auditor harus memiliki pengetahuan dan pemahaman yang baik mengenai
Standar Audit (Standar Umum, Standar Pelaporan, Standar Pekerjaan
Lapangan) dan Kode Etik Akuntan, sehingga kemungkinan terjadinya
dysfunctional behavior dalam audit dapat dikurangi.
3. Kantor Akuntan Publik harus memberi sanksi yang tegas kepada auditor yang
melakukan penerimaan dysfunctional behavior dalam audit.

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD05- 17 -


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

DAFTAR PUSTAKA

Aranya, N., and K. R. Ferris. 1984. "A Reexamination of Accountant


Organizational Professional Conflict". The Accounting Review. 4
:Januari, Vol. 49, No. l, pp.: 1-15.

Belkoui, Ahmed. 1989. “Slack Budgeting, Information Distortion, and Self


Esteem. Contemporary Accounting Research, Vol. 2, pp. 111 – 123.

Cahyaning K, Ika, 2004. Pengaruh Organizational Based Self Esteem dan


Budaya Organisasional Terhadap Komitmen Organisasi. Skripsi
Fakultas Ekonomi tidak dipublikasikan. Universitas Sebelas Maret.

Chung J. dan G.S. Monroe. 2001. A Research note on the effects of gender
and task complexity on an audit judgment. Behavioral Research in
Accounting Vol. 13: 111-125.

Cohen, J.R., L.W. Paint dan D.J. Sharp. 1998. The effect of gender and
academic discipline diversity on the ethichal intentions and ethichal
orientation of potential public accounting recruits. Accounting Horizon,
Vol. 12:3.

Davidson A. Ronald dan Dalby Thomas, J. 1993. Personality profile of


female Public Accountants. Accounting, Auditing & Accountability
Journal, Vo. 6, No.2:81-97.

Donnely, David P., Jeffrey J. Q, and David O., 2003 "Auditor Acceptance of
Dysfunctional Audit Behavior : An Explanatory Model Using Auditors'
Personal Characteristics." Journal of Behavioral Research In
Accounting: vol 15: 87-107.

Field, Linda. 2002. “Self Esteem for Woman: A Practical Guide to Love,
Intimacy and Success”, Vermilion, London.

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD05- 18 -


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Johnson, Eric N, S.E. Kaplan, dan Philip M.J. Reckers, 1998. An


Examination of Potencial Gender-based Differencer in Audit Managers’
Performance Evaluation Judgments. Behavioral Research in
Accounting Vol. 10:47-75.

Maupin, Lehman. 1990. An Examination of Potential Gender- Based


Differences in Audit Managers’ Performance Evaluation Judgment.
Behavioral research in Accounting, Vol. 6: 55-77

Malone, C.F., and R.W. Roberts. 1996. Factors Associated with The
Incidence of Reduced Audit Quality Behaviors. Auditing: A Journal of
Practice and Theory 15 (2): 49-64.

Nugrahaningsih, Putri. 2005. Analisis Perbedaan Perilaku Etis Auditor di


KAP dalam Etika Profesi (Studi Terhadap Peran Faktor-Faktor
Individual: Locus of Control, Lama Pengalaman Kerja, Gender, dan
Equity Sensitivity). Skripsi Fakultas Ekonomi tidak dipublikasikan.
Universitas Sebelas Maret.

Perera, K. 2004. "Ambition and How It Is Link to Your Self Esteem".


Newsletter, January (web document). http://www.more-
selfesteem.com/newsletter20.htm. January 2004.

Robbins, Stephen P. 2002. Prinsip-Prinsip P'erilaku Organisasi (Judul Asli:


Essentials of Organizational Behavior). Edisi 5. Penerjemah: Halida
dan Dewi Sartika. Jakarta: Erlangga.

Samekto, Agus. 1999. Perbedaan Kinerja Laki-laki & Wanita pada Kantor
Akuntan Publik di Surabaya. Tesis S2 (tidak diterbitkan). Fakultas
Ekonomi UGM.

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD05- 19 -


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Sekaran, Uma. 2000. Research Methods for Business: A Skill Building


Approach Edisi 3. New York: John Willey & Sons Inc.

Setiawan Ahmad. 1998. Perilaku Birokrasi dalam Pengaruh Kekuasaan


Jawa. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Wibowo, Agung. 2003. Pengaruh Komitmen Organisasi dan Kepuasan Kerja


Terhadap Tingkat Keinginan untuk pindah (Turnover Intention). Skripsi.
Fakultas Ekonomi tidak dipublikasikan. UNS.

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD05- 20 -


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD05- 21 -


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Kuisioner ini terdiri dari beberapa item pertanyaan. Yakinkan bahwa Bapak/Ibu
hanya mengisi/melingkari 1 jawaban dan tidak ada pertanyaan yang tidak
dijawab.

BAGIAN A (IDENTITAS RESPONDEN)


Pada bagian ini Bapak/Ibu diminta untuk menuliskan data diri.
Nama : ( Boleh tidak diisi)
Jenis Kelamin : Pria / Wanita
Lama Bekerja : a. < 1 tahun b. 1-2 tahun c. 2-3 tahun d. > 3 tahun
Pendidikan Terakhir : D3 / S1 / S2 / S3
Pernah Bergabung dengan KAP Lain : a. Ya b. Tidak

BAGIAN B (Turnover Intentiosn)


Pertanyaan-pertanyaan di bawah ini berkaitan dengan Turnover Intention,
Bapak/Ibu diminta untuk menunjukkan seberapa jauh Bapak/Ibu setuju atau tidak
setuju dengan masing-masing pernyataan tersebut. Lingkarilah pilihan yang
Bapak/Ibu kehendaki
(1) STSS : Sangat Tidak Setuju Sekali (5) S : Setuju
(2) STS : Sangat Tidak Setuju (6) SS : Sangat Setuju
(3) TS : Tidak Setuju (7) SSS : Sangat Setuju Sekali
(4) N : Netral

No Pertanyaan STSS STS TS N S SS SSS


1 Anda berencana untuk terus 1 2 3 4 5 6 7
mengingat KAP anda yang terakhir
sampai anda pensiun
2 Anda Berencana untuk terus 1 2 3 4 5 6 7
mengingat KAP anda yang terakhir
untuk 2 tahun lagi
3 Anda berencana untuk terus 1 2 3 4 5 6 7
mengingat KAP anda yang terakhir
paling tidak untuk 5 tahun lagi

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD05- 22 -


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

BAGIAN C (Self Rate Employe Performance)


Pertanyaan-pertanyaan di bawah ini berkaitan dengan Self Rate Employe
Performance, Bapak/Ibu diminta untuk menunjukkan seberapa jauh Bapak/Ibu
setuju atau tidak setuju dengan masing-masing pernyataan tersebut. Lingkarilah
pilihan yang Bapak/Ibu kehendaki
(1) SBuS : Sangat Buruk Sekali (5) Ba : Baik
(2) SBu : Sangat Buruk (6) SBa : Sangat Baik
(3) Bu : Buruk (7) SBaS : Sangat Baik Sekali
(4) Rata : Rata-rata
No Pertanyaan SBuS SBu Bu Rata Ba SBa SBaS
1 Kinerja anda dalam hal
perencanaan (contohnya
adalah tujuan yang diinginkan 1 2 3 4 5 6 7
dan kebijakan, penganggaran,
dan persiapan agenda)
2 Kinerja anda dalam hal
berinvestasi (contohnya adalah
mengumpulkan dan 1 2 3 4 5 6 7
menyiapkan informasi, laporan
keuangan, dan inventarisasi)
3 Kinerja anda dalam hal
berkoordinasi (contohnya
adalah pertukaran informasi, 1 2 3 4 5 6 7
merenacakan pertemuan,
memberi masukan)
4 Kinerja anda dalam hal
pengawasan (contohnya
1 2 3 4 5 6 7
adalah mengarahkan,
membimbing, dan memimpin)
5 Kinerja anda dalam hal
kepegawaian (contohnya 1 2 3 4 5 6 7
adalah rekruitmen, interview

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD05- 23 -


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

karyawan, dan promosi


karyawan)
6 Kinerja anda dalam hal untuk
menampilkan/memperlihatkan
(contohnya adalah 1 2 3 4 5 6 7
meningkatkan ketertarikan
umum KAP)
7 Keseluruhan kinerja anda 1 2 3 4 5 6 7

BAGIAN D (Self Esteem )


Pertanyaan-pertanyaan di bawah ini berkaitan dengan Self in Relation with
Ambition, Bapak/Ibu diminta untuk menunjukkan seberapa jauh Bapak/ibu setuju
atau tidak setuju dengan masing-masing pernyataan tersebut. Lingkarilah pilihan
yang Bapak/Ibu kehendaki
(1) STSS : Sangat Tidak Setuju Sekali (5) S : Setuju
(2) STS : Sangat Tidak Setuju (6) SS : Sangat Setuju
(3) TS : Tidak Setuju (7) SSS : Sangat Setuju Sekali
(4) N : Netral

No Pertanyaan STSS STS TS N S SS SSS


1 Di KAP ini, keberadaan 1 2 3 4 5 6 7
anda diperhitungkan
2 Di KAP ini, anda tidak 1 2 3 4 5 6 7
dianggap remeh
3 Di KAP ini, anda adalah 1 2 3 4 5 6 7
orang yang penting
4 Di KAP ini, anda 1 2 3 4 5 6 7
dipercaya
5 Ada kepercayaan 1 2 3 4 5 6 7
terhadap diri anda di KAP

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD05- 24 -


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

ini
6 Di KAP ini, anda dapat 1 2 3 4 5 6 7
membuat perubahan
7 Di KAP ini, anda berharga 1 2 3 4 5 6 7
8 Anda senang membantu 1 2 3 4 5 6 7
di KAP ini
9 Di KAP ini, anda adalah 1 2 3 4 5 6 7
orang yang efisien
10 Di KAP ini, anda dapat 1 2 3 4 5 6 7
diajak bekerjasama

BAGIAN E (Penerimaan Dysfunctional Behavior dalam Audit)


Pertanyaan-pertanyaan di bawah ini berkaitan dengan penerimaan Dysfunctional
Behavior dalam Audit, Bapak/Ibu diminta untuk menunjukkan seberapa jauh
Bapak/Ibu setuju atau tidak setuju dengan masing-masing pernyataan tersebut.
Lingkarilah pilihan yang Bapak/Ibu kehendaki
(1) STSS : Sangat Tidak Setuju Sekali (5) S : Setuju
(2) STS : Sangat Tidak Setuju (6) SS : Sangat Setuju
(3) TS : Tidak Setuju (7) SSS : Sangat Setuju Sekali
(4) N : Netral
No Pertanyaan STSS STS TS N S SS SSS
1 Anda lebih menerima
pelanggaran dari auditor jika
a) Mereka percaya langkah 1 2 3 4 5 6 7
audit tidak menemukan
kesalahan jika diteruskan
b) Pada auditor sebelumnya, 1 2 3 4 5 6 7
tidak ada masalah dengan
bagian ini dari system
klien/catatan
c) Pengawasan auditor 1 2 3 4 5 6 7
memperlihatkan perhatian

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD05- 25 -


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

yang kuat pada saat


melengkapi langkah audit dan
meletakkan tekanan pada saat
penyelesaian
d) Mereka percaya langkah 1 2 3 4 5 6 7
audit adalah perlu
2 Anda lebih menerima
keterlambatan laporan auditor
jika
a) Itu menunjukkan 1 2 3 4 5 6 7
kesempatan mereka untuk
promosi dan tambahan
b) itu menunjukkan evaluasi 1 2 3 4 5 6 7
kinerja mereka
c) Itu disarankan oleh 1 2 3 4 5 6 7
pengawas mereka
d) laporan auditor lainnya juga 1 2 3 4 5 6 7
terlambat dan harus
menyesuaikan dengan yang
lain
3 Anda lebih menerima daripada 1 2 3 4 5 6 7
mengganti atau merubah
prosedur audit jika
a) Mereka percaya prosedur 1 2 3 4 5 6 7
audit asli tidak perlu lagi
b) Auditor sebelumnya tidak 1 2 3 4 5 6 7
memiliki masalah dengan
bagian ini pada system klien
c) Mereka tidak percaya pada 1 2 3 4 5 6 7
prosedur audit yang asli akan
menemukan kesalahan
d) Mereka berada di bawah 1 2 3 4 5 6 7
tekanan waktu untuk
menyelesaikan audit

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD05- 26 -


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Uji Normalitas

Coefficients(a)

Stan
dardi
zed
Coef
Unstandardized ficie
Coefficients nts
Std.
Model B Error Beta t Sig.
1 (Constant) -2.600 8.011 -.325 .747
X1
- -
TURNOVE -.264 .173 .131
.198 1.530
R
X2 SELF
RATE
8.731E-
EMPLOYE .170 .083 .513 .610
02
E
X3
SELF 3.421E-
.161 .043 .212 .833
ESTEEM 02

a Dependent Variable: RES_1 Unstandardized Residual

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD05- 27 -


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Uji Multikolinearitas
Coefficients(a)

Stan
dardi
zed
Coef
Unstandardized ficie Collinearity
Coefficients nts Statistics
Std. Toleran
Model B Error Beta t Sig. ce VIF
1 (Constant) -
11.95 13.426 -.890 .377
0
X1
1.50 1.19
TURNOVE .436 .289 .161 .137 .836
7 6
R
X2 SELF
RATE 1.28 1.87
.368 .285 .172 .202 .534
EMPLOYE 9 2
E
X3
SELF - 2.89
-.116 .271 -.427 .671 .345
ESTEEM .071 6

a Dependent Variable: Y DISFUNTIONAL BEHAVIOR

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD05- 28 -


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Uji Autokorelasi

Model Summary(b)

Std.
Error of Durbin
R Adjuste the -
Mod Squar dR Estimat Watso
el R e Square e n
1 .653a .427 .379 7.59 1.855
a Predictors: (Constant), X1 TURNOVER, X2 SELF RATE EMPLOYEE , X3
SELF ESTEEM
b Dependent Variable: Y DYSFUNCTIONAL BEHAVIOR

Uji Heterokedastisitas
Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual
Dependent Variabel: DYSFUNCTIONAL BEHAVIOR
p
1.00

.75
Expected Cum Prob

.50

.25

0.00
0.00 .25 .50 .75 1.00

Observed Cum Prob

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD05- 29 -


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Regression

Variables Entered/Removed
Model Variables Variables Method
Entered Removed
1 SELFESTE, . Enter
TURNOVER
, SELFRATE
a All requested variables entered.
b Dependent Variable: DISFUNCT

Model Summary
Model R R Adjusted R Std. Error of the Durbin-Watson
Square Square Estimate
1 .559 .313 .261 7.3362 1.338
a Predictors: (Constant), SELFESTE, TURNOVER, SELFRATE
b Dependent Variable: DISFUNCT

ANOVA
Model Sum of df Mean F Sig.
Squares Square
1 Regressi 979.088 3 326.363 6.064 .002
on
Residual 2152.82 40 53.821
1
Total 3131.90 43
9
a Predictors: (Constant), SELFESTE, TURNOVER, SELFRATE
b Dependent Variable: DISFUNCT

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD05- 30 -


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Coefficients
Unstand Standard t Sig.
ardized ized
Coefficie Coefficie
nts nts
Model B Std. Beta
Error
1 (Constan 15.929 9.427 1.690 .099
t)
TURNO .411 .293 .195 1.404 .168
VER
SELFRA .801 .300 .485 2.669 .011
TE
SELFES -1.392E- .223 -.011 -.063 .950
TE 02
a Dependent Variable: DISFUNCT

Casewise Diagnostics
Case Std. DISFUN
Number Residual CT
30 -4.140 30.0
a Dependent Variable: DISFUNCT

Residuals Statistics
Minimum Maximu Mean Std. N
m Deviatio
n
Predicte 44.143 61.379 50.045 4.7717 44
d Value
Residual -30.373 11.987 .000 7.0757 44
Std. -1.237 2.375 .000 1.000 44

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD05- 31 -


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Predicte
d Value
Std. -4.140 1.634 .000 .964 44
Residual
a Dependent Variable: DISFUNCT

T-Test

Group Statistics
GENDE N Mean Std. Std.
R Deviatio Error
n Mean
DISFUN pria 26 50.769 8.2768 1.6232
CT
perempu 18 49.000 9.0294 2.1282
an

Independent Sample t test


Levene Test
’sfor t-TestFor Mean
EqualitOf Equalit
yVarian y of
ces
F Sig. t df Sig. (2- Mean Std. 95%
tailed) Differe Error Confide
nce Differe nce
nce Interval
of the
Differe
nce

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD05- 32 -


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Lower Upp
er
DYSF Equal 0.248 0.621 0.67 42 0.505 1.769 2.633 -3.5457 7.08
UN varian 2 7 42
ces
assum
ed
Equal 0.66 34.57 0.513 1.769 2.676 -3.6670 7.20
varian 1 5 6 54
ces
not
assum
ed

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD05- 33 -


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD05- 34 -


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

ANALISIS PENGARUH OPINION SHOPPING TERHADAP


PENERIMAAN PARAGRAF PENJELAS MENGENAI KEMAMPUAN ENTITAS
DALAM MEMPERTAHANKAN KELANGSUNGAN HIDUPNYA*

Wa Ode Tiara Armaliya


Sri Opti
Novita
STEKPI, School of Business and Management

Abstract
The prediction on issuing going concern opinion has been major concern for
auditor or shareholders. Today, auditor responsibility is winding, not only in judging
the financial report or detecting fraud, but also they have to judge the company
ability to maintain company going concern. That happens because there is demand
from the shareholders to give the early warning information about company prospect
that influence the investing decision of the shareholders. The goal of this research
are to predicting the influence of opinion shopping that exercise by the company
ability with the change of receiving going concern opinion.
This research use manufacture company that listed in Jakarta Stock
Exchange (JSX) between 2003 to 2007 as the sample. The method that been used
to analyses the correlation between variable are binary logistic regression method,
with the using of two type of regression : first, the correlation between opinion
shopping with going concern and the others, is the correlation between opinion
shopping with auditor switching. This regression method refer to the research that
done by Mirna Dyah Praptitorini and Indira Januarti (2007) which adapted to the
research that done by Lennox (2002).
From the result, can be conclude that opinion shopping indicate the difference
way with hypothsis, this thing could be happened because of the condition in
Indonesia are different with other country, company in other country more likely
prefer to replace their auditor to get good opinion in going concernThe other result
from this research is going concern in auditor’s opinion more often happen during
normal year (after crisis), this thing occur because of politics factors between year of
2003 to 2007 not stabile that effect the economy of Indonesia.

Keywords : Going Concern Assumption, Opinion Shopping, Altman Z Score, Audit


Lag, Prior Opinion and Auditor Switching
* Makalah ini merupakan tugas akhir penulis dalam meraih gelar Sarjana Akuntansi
di STEKPI

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD06 - 1


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

1. PENDAHULUAN
Keberadaan entitas bisnis merupakan ciri dari sebuah lingkungan ekonomi,
yang dalam jangka panjang bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup
usahanya. Kelangsungan hidup usaha selalu dihubungkan dengan kemampuan
manajemen dalam mengelola perusahaan agar bertahan hidup. Ketika kondisi
ekonomi merupakan sesuatu yang tidak pasti, para investor mengharapkan auditor
memberikan early warning akan kegagalan keuangan perusahaan (Chen dan
Church 1996). Opini audit atas laporan keuangan menjadi salah satu pertimbangan
yang penting bagi investor dalam mengambil keputusan berinvestasi. Oleh karena
itu, auditor sangat diandalkan dalam memberikan informasi yang baik bagi investor
(Levitt, 1998 dalam Fanny dan Saputra, 2005).
Auditor juga bertanggung jawab untuk menilai apakah terdapat kesangsian
besar terhadap kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan
hidupnya dalam periode waktu tidak lebih dari satu tahun sejak tanggal laporan audit
(SPAP seksi 341, 2001). Saat ini, auditor harus mengemukakan secara eksplisit
apakah perusahaan klien akan dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya
sampai setahun kemudian setelah pelaporan (AICPA, 1988). Masalah timbul ketika
banyak terjadi kesalahan opini (audit failures) yang dibuat oleh auditor menyangkut
paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan
kelangsungan hidupnya (Sekar, 2003 dalam Mirna Dyah Praptitorini dan Indira
Januarti, 2007). Beberapa penyebabnya antara lain, pertama, masalah self-fulfilling
prophecy yang mengakibatkan auditor enggan mengungkapkan status yang
mengancam menyangkut kelangsungan hidup usahanya, yang muncul ketika
auditor khawatir bahwa paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas dalam
mempertahankan kelangsungan hidupnya yang dikeluarkan dapat mempercepat
kegagalan perusahaan yang bermasalah (Venuti, 2007). Meskipun demikian,
paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan
kelangsungan hidupnya harus diungkapkan dengan harapan dapat segera
mempercepat upaya penyelamatan perusahaan yang bermasalah.
Dampak yang tidak diharapkan dari paragraf penjelas mengenai kemampuan
entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya, yang tidak diinginkan
tersebut mendorong manajemen untuk mempengaruhi auditor dan menimbulkan
konsekuensi negatif dalam pengeluaran paragraf penjelas mengenai kemampuan

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD06 - 2


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Geiger et al (1996)


menemukan bukti terjadinya peningkatan pergantian auditor yang mengeluarkan
paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan
kelangsungan hidupnya pada perusahaan financial disstress. Kondisi tersebut
memungkinkan manajemen untuk berpindah ke auditor lain apabila perusahaannya
terancam menerima paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas dalam
mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Fenomena seperti ini disebut opinion shopping. Manajer dapat menunda atau
menghindari paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas dalam
mempertahankan kelangsungan hidupnya dengan memberikan laporan keuangan
yang yang baik untuk meyakinkan auditor, atau melakukan pergantian auditor
(auditor switching) dengan harapan bahwa auditor baru tidak memberikan paragraf
penjelas mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan
hidupnya (Bryan et. al, 2005). Lennox (2000) dalam Chen et al (2005) dalam
penelitiannya berpendapat bahwa perusahaan yang mengganti auditor (switching
auditor) menurunkan kemungkinan mendapatkan opini audit dan paragraph penjelas
yang tidak diinginkan, daripada perusahaan yang tidak melakukan pergantian
auditor. Perusahaan yang berhasil dalam opinion shopping melakukan pergantian
auditor dengan harapan mendapat opini yang lebih baik dan tanpa paragraf penjelas
yang menerangkan adanya kesangsian mengenai kemampuan perusahaan
mempertahankan kelangsungan hidupnya. Pada kenyataannya, masalah going
concern merupakan hal yang kompleks dan terus ada. Sehingga diperlukan faktor-
faktor sebagai tolak ukur yang pasti untuk menentukan status going concern pada
perusahaan. Dan kekonsistenan faktor-faktor tersebut harus diuji agar dalam
keadaan ekonomi yang fluktuatif agar status going concern tetap dapat diprediksi.

2. PERUMUSAN MASALAH
Apakah praktik opinion shopping berpengaruh terhadap kemungkinan
penerimaan paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas dalam
mempertahankan kelangsungan hidupnya pada perusahaan yang mengalami
financial disstress?

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD06 - 3


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN


3.1 Tujuan Penelitian
Untuk menguji secara empiris apakah opinion shopping berpengaruh
terhadap kemungkinan penerimaan laporan auditor independen dengan paragraf
penjelas mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan
hidupnya pada perusahaan financial disstress.

3.2 Manfaat Penelitian


1. Bagi pengembangan teori dan pengetahuan di bidang akuntansi, terutama yang
berkaitan dengan auditing dan akuntansi keuangan, khususnya dalam bidang
keputusan opini audit.
2. Bagi regulator pasar modal, yakni memberikan kontribusi praktis pada pihak
BAPEPAM mengenai perhatiannya terhadap kemungkinan terjadinya praktik
opinion shopping di Indonesia.
3. Bagi praktisi akuntan publik terutama bagi auditor dalam memberikan penilaian
keputusan pemberian paragraf penjelas yang mengacu pada kelangsungan
hidup (going concern) perusahaan di masa yang akan datang. Hal ini dengan
memperhatikan kondisi keuangan dan non keuangan pada perusahaan.

4. TINJAUAN PUSTAKA
4.1 Paragraf Penjelas Mengenai Kemampuan Entitas dalam Mempertahankan
Kelangsungan Hidupnya
Opini audit merupakan bagian penting informasi yang disampaikan oleh
auditor ketika mengaudit laporan keuangan suatu perusahaan yang menitikberatkan
pada kesesuaian antara laporan keuangan dengan standard akuntansi yang
berterima umum. Auditor harus mempertimbangkan kondisi going concern
perusahaan yang tercermin dalam prediksi kebangkrutan..
Menurut Penelitian yang dilakukan oleh Margaretta Fanny dan Sylvia Saputra
(2000), Auditor memiliki suatu tanggung jawab untuk mengevaluasi status
kelangsungan hidup perusahaan dalam setiap pekerjaan auditnya. Mengacu kepada
Statement On Auditing Standard No. 59 (AICPA, 1988), auditor harus memutuskan
apakah mereka yakin bahwa perusahaan klien akan bisa bertahan di masa yang
akan datang. PSA 29 paragraf 11 huruf d menyatakan bahwa keragu-raguan yang

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD06 - 4


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

besar tentang kemampuan satuan usaha untuk mempertahankan kelangsungan


hidupnya (going concern) merupakan keadaan yang mengharuskan auditor
menambahkan paragraf penjelasan (atau bahas penjelasan lain) dalam laporan
audit, meskipun tidak mempengaruhi pendapat Wajar Tanpa Pengecualian
(Unqualified Opinion), yang dinyatakan oleh auditor. IAI disamping menerbitkan
ISAK No. 4 melalui Komite Standar Akuntansi Keuangan, juga menerbitkan melalui
Komite Standar Profesional Akuntan Publik, Interpretasi Pernyataan Standar
Auditing (IPSA) nomor 30,01 tentang “Laporan Auditor Independen tentang Dampak
Memburuknya Kondisi Ekonomi Indonesia Terhadap Kelangsungan Hidup Entitas”.
IPSA tersebut menganggap auditor perlu untuk mempertimbangkan tiga hal, yaitu :
1. Kewajiban auditor untuk memberikan saran bagi kliennya dalam
mengungkapkan dampak kondisi ekonomi tersebut (jika ada) terhadap
kemampuan entitas untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya.
2. Pengungkapan peristiwa kemudian yang mungkin timbul sebagai akibat kondisi
ekonomi tersebut, dan
3. Modifikasi laporan audit bentuk baku jika memburuknya kondisi ekonomi tersebut
berdampak terhadap kemampuan entitas untuk mempertahankan kelangsungan
hidupnya.
McKeown et al. (1991) berpendapat bahwa auditor mungkin saja gagal untuk
memberikan pendapat tentang adanya indikasi kebangkrutan kepada suatu
perusahaan yang ternyata mengalami kebangkrutan beberapa dalam beberapa
tahun mendatang. Hal ini disebabkan karena perusahaan tersebut sedang berada
dalam posisi ambang batas antara kebangkrutan dengan kelangsungan usahanya.
Untuk menanggapi keadaan dimana kemampuan perusahaan untuk
mempertahankan kelangsungan usaha perlu dipertanyakan, maka dikeluarkanlah
PSA 30 (SA 341) yang menyinggung masalah ini dengan judul “Pertimbangan
auditor atas kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan
hidupnya”. .
Pertimbangan auditor atas kemampuan entitas dalam mempertahankan
kelangsungan hidupnya dituangkan dalam SPAP (2007:SA Seksi 341) yang
bersumber dari PSA No. 30 paragraf 01 yang menyatakan bahwa :
”Seksi ini memberikan pandangan bagi auditor atas laporan keuangan
berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia,

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD06 - 5


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

dalam hal auditor mengevaluasi apakah ada kesangsian tentang kemampuan


entitas untuk mempertahankan keberlangsungan hidupnya. Kelngsungan
hidup entitas dipakai sebagai asumsi dalam pelaporan keuangan sepanjang
tidak terbukti adanya informasi yang menunjukan hal yang berlawanan.
Biasanya, informasi yang secara signifikan berlawanan denagn asumsi
kelangsunganhidup entitas adalah berhubungan dengan ketidakmampuan
entitas dalam memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo tanpa
melakukan penjualan sebagian besar aktiva kepada pihak laur melalui bisnis
biasa, restrukturisasi utang, perbaikan operasi yang dipaksakan dari luar, dan
kegiatan serupa yang lain”

Pernyataan yang mendukung statement diatas ditemukan dalam paragraf 06


yang menyatakan sebagai berikut :
”Auditor dapat mengidentifikasi informasi mengenai kondisi atau
peristiwa tertantu yang, jika dipertimbangkan secara keseluruhan,
menunjukan adanya kesangsian besar tentang kemampuan entitas dalam
mempertahankan keberlangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas.
Signifikan atau tidaknya kondisi atau peritiwa tersebut akan tergantung atas
keadaan, dan beberapa diantaranya memungkinkan hanya menjadi signifikan
jika ditinjau bersama-sama dengan kondisi atau peristiwa lain. Berikut ini
adalah contoh kondisi dan peristiwa tersebut :
a) Trend Negatif–sebagai contoh, kerugian operasi yang berulang kali
terjadi, kekurangan modal kerja; arus kas negatif dari kegiatan usaha,
ratio keuangan penting yang jelek.
b) Petunjuk lain tentang kemungkinan kesulitan keuangan–sebagai
contoh, kegagalan dalam memenuhi kewajiban utangnya atau perjanjian
serupa, penunggakan pembayaran dividen, penolakan oleh pemasok
terhadap pengajuan permintaan pembelian kredit biasa, restrukturisasi
utang, kebutuhan untuk mencari sumber atau metode pendanaan baru,
atau penjualan sebagaian besar aktiva.
c) Masalah intern–sebagai contoh, pemogokan kerja atau kesulitan
hubungan perburuhan yang lain, ketergantungan besar atas sukses projek

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD06 - 6


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

tertentu, komitmen jangka panjang yang tidak bersifat ekonomis,


kebutuhan untuk secara signifikan mempengaruhi operasi.
d) Masalah luar yang terjadi–sebagai contoh, pengaduan gugatan
pengadilan, keluarnya undang-undang, atau masalah-masalah lain yang
kemungkinan membahayakan kemampuan entitas untuk beroperasi;
kehilangan franchise, lisensi atau paten penting; kehilangan pelanggan
atau pemasok utama; kerugian akibat bencana besar seperti gempa bumi,
banjir, kekeringan, yang tidak diasuransikan atau diasuransikan namun
dengan pertangguhan yang tidak memadai.”

4.2 Opinion Shopping


Seperti yang dikutip dalam penelitian yang dilakukan oleh Reza Ephasbody
(1991), Opinion shopping didefinisikan oleh Security Exchange Commite sebagai
praktik pencarian auditor yang bersedia membantu merencanakan suatu accounting
treatment agar perusahaan berhasil mendapatkan opini yang diinginkannya,
walaupun dengan melakukan hal tersebut dapat membuat laporan yang dimiliki
perusahaan menjadi tidak reliable.
Bebarapa faktor yang memotivasi manajer untuk melakukan opinion shopping
termasuk keinginan untuk mencapai tujuan tertentu, atau bahkan kebutuhan untuk
mempertahankan keberlangsungan hidup perusahaannya. Untuk itu, manajemen
ingin agar hasil audit mereka mendapat hasil positive (unqualified). Hasil audit yang
negative akan mempengaruhi kompensasi yang mereka terima, kemampuan
perusahaan dalam pasar sekuritas, dan nilai perusahaan tersebut.
Menurut Mirna Dyah Praptitorini dan Indira Januarti (2007), perusahaan
biasanya menggunakan pergantian auditor (auditor switching) untuk menghindari
penerimaan paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas dalam
mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam dua cara (Teoh, 1992). Pertama,
jika auditor bekerja pada perusahaan tertentu, perusahaan dapat mengancam
melakukan pergantian auditor. Kedua, bahkan ketika auditor tersebut independen,
perusahaan akan memberhentikan akuntan publik (auditor) yang cenderung
memberikan paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas dalam
mempertahankan kelangsungan hidupnya, atau sebaliknya akan menunjuk auditor

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD06 - 7


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

yang cenderung memberikan paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas


dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Argumen ini disebut opinion
shopping. Tujuan pelaporan dalam opinion shopping dimaksudkan untuk
meningkatkan (memanipulasi) hasil operasi atau kondisi keuangan perusahaan
walaupun opinion shopping menyebabkan dampak negatif.
Karena dalam hipotesa penelitian ini dikembangkan berdasarkan argumen
yang dikembangkan oleh Teoh (1992) dalam melakukan pergantian auditor (auditor
switching) dan memprediksi terjadinya praktik opinion shopping dengan cara
memberhentikan akuntan publik (auditor) yang cenderung memberikan paragraf
penjelas mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan
hidupnya. Maka model pergantian auditor yang dikembangkan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
AS 1 0
Ln = b + b (GC -GC ) + b BANKRUPT + b ALAG + e
1 – AS 0 1 2 3

4.3 Kondisi Keuangan Perusahaan


Kondisi keuangan perusahaan menggambarkan tingkat kesehatan
perusahaan sesungguhnya (Ramadhany, 2004). Mc Keown dkk (1991) menemukan
bahwa auditor hampir tidak pernah memberikan paragraf penjelas mengenai
kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya pada
perusahaan yang tidak mengalami kesulitan keuangan. Krishnan dan Krishnan
(1996) menyatakan bahwa auditor lebih cenderung untuk mengeluarkan paragraf
penjelas mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan
hidupnya ketika kemungkinan kebangkrutan berada diatas 28 persen dengan
menggunakan model prediksi Zmijeski. Carcello dan Neal (2000) dalam Setyarno
(2006) menyatakan bahwa semakin buruk kondisi keuangan perusahaan maka
semakin besar probabilitas perusahaan menerima paragraf penjelas mengenai
kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Dengan
menggunakan model prediksi Zscore Altman, hasil penelitian Ramadhany (2004)
selaras dengan penelitian Mc Kweon, Carcello dan Neal.
Altman (1968) menemukan bahwa perusahaan dengan profitabilitas serta
solvabilitas yang rendah sangat berpotensi mengalami kebangkrutan. Ia mencoba
mengembangkan suatu model prediksi dengan menggunakan 22 rasio keuangan

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD06 - 8


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

yang diklasifikasikan ke dalam lima kategori yaitu likuiditas, profitabilitas, leverage,


rasio uji pasar, dan aktivitas. Altman mengembangkan modelnya dengan
menggunakan analisis multidiskriminan dengan menggunakan sampel 33
perusahaan bangkrut dan 33 perusahaan yang tidak bangkrut. Sampai dengan saat
ini, Z Score model ini masih lebih banyak digunakan oleh para peneliti, praktisi, serta
para akademis di bidang akuntansi dibandingkan model prediksi kebangkrutan
lainnya (Altman, 1993). Hasil penelitian yang dikembangkan Altman, yaitu :

Z = 1.2Z1 + 1.4Z2 + 3.3Z3 + 0.6Z4 + 0.999Z5

Dimana:
Z1 = working capital / total asset
Z2 = retained earnings / total asset
Z3 = earnings before interest and taxes / total asset
Z4 = market capitalization / book value of debt
Z5 = sales / total asset

Model yang telah di kembangkan oleh Altman ini mengalami suatu revisi.
Revisi yang dilakukan oleh Altman merupakan penyesuaian yang dilakukan agar
model prediksi kebangkrutan ini tidak hanya untuk perusahaan – perusahaan
manufaktur yang go public melainkan juga dapat diaplikasikan untuk perusahaan –
perusahaan di sektor swasta.
Model yang lama mengalami perubahan pada salah satu variabel yang
digunakan menjadi :

Z’ = 0.717 Z1 +0.874 Z2 + 3.107 Z3 + 0.420 Z4 + 0.998 Z5


Dimana:
Z1 = working capital / total asset
Z2 = retained earnings / total asset
Z3 = earnings before interest and taxes / total asset
Z4 = book value of equity / book value of debt
Z5 = sales / total asset

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD06 - 9


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

4.4 Opini Audit Tahun Sebelumnya


Lenard et al. (1998) mengatakan bahwa salah satu hal yang penting yang
harus diputuskan auditor adalah apakah perusahaan dapat mempertahankan
kelangsungan hidupnya (going concern). Laporan keuangan dengan “modifikasi”
tentang going concern mengindikasikan bahwa dalam penilaian auditor ada risiko
bahwa perusahaan tidak dapat bertahan dalam bisnis. Barnes dan Huan (1993)
berpendapat bahwa seharusnya permasalahan going concern diberikan oleh auditor
yang dimasukkan di dalam opini auditnya pada saat opini tersebut dibuat. McKeown
et al. (1991) mempelajari opini audit dari perusahaan yang akan segera bangkrut.
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa perusahaan yang segera akan
bangkrut ternyata menerima opini tanpa modifikasi dan perusahaan ini lebih sedikit
kemungkinannya untuk mempunyai indikasi – indikasi akan adanya bahaya
keuangan, serta memiliki periode waktu yang pendek antara akhir tahun fiskal
dengan tanggal laporan audit. McKeown et al. (1991) berpendapat bahwa auditor
mungkin saja gagal untuk memberikan pendapat tentang adanya indikasi
kebangkrutan kepada suatu perusahaan yang ternyata mengalami kebangkrutan
dalam beberapa tahun mendatang. Hal ini disebabkan karena perusahaan tersebut
sedang berada dalam posisi ambang batas antara kebangkrutan dengan
kelangsunganusahanya. Mutchler (1985) berusaha untuk meninjau opini audit yang
sedang “bermasalah” dengan mempelajari apa yang disebutnya sebagai “masalah”.
Perusahaan yang bermasalah didefinisikan sebagai perusahaan yang
memiliki sedikitnya satu di antara ciri – ciri dalam penelitian Mutchler (1984)
terdahulu. Ciri – ciri tersebut adalah arus kas negatif, pendapatan operasi negatif,
modal kerja negatif, kerugian pada tahun berjalan, atau defisit saldo laba tahun
berjalan. Informasi tersebut secara umum digunakan untuk melihat perbedaan
antara laporan audit dengan paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas dalam
mempertahankan kelangsungan hidupnya dan laporan audit tanpa paragraf penjelas
mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya
pada perusahaan yang bermasalah.
Mutchler (1984) melakukan wawancara dengan praktisi auditor yang
menyatakan bahwa perusahaan yang menerima paragraf penjelas mengenai
kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya pada tahun
sebelumnya lebih cenderung untuk menerima opini yang sama pada tahun berjalan.

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD06 - 10


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Mutchler (1985) menguji pengaruh ketersediaan informasi publik terhadap prediksi


paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan
kelangsungan hidupnya, yaitu tipe opini audit yang telah diterima perusahaan.
Hasilnya menunjukkan bahwa model discriminant analysis yang memasukkan tipe
opini audit tahun sebelumnya mempunyai akurasi prediksi keseluruhan yang paling
tinggi sebesar 89,9 persen dibanding model yang lain.

4.5 Audit Lag


Menurut penelitian yang dilakukan Luciana Spica Almilia dan Lucas Setiady
(2006), ketepatan waktu penyajian laporan keuangan merupakan hal penting yang
harus diperhatikan oleh suatu perusahaan. Apabila penyelesaian penyajian laporan
keuangan terlambat atau tidak diperoleh saat dibutuhkan, maka relevansi dan
manfaat laporan keuangan untuk pengambilan keputusan akan berkurang
(Mamduh, 2003 : 35). Dalam penelitiannya, Made Gede mengukur penyelesaian
penyajian laporan keuangan dengan menggunakan rentang waktu atau
keterlambatan atas penyelesaian penyajian laporan keuangan (Made Gede, 2004).
Keterlambatan penyelesaian dapat disebabkan karena perusahaan berusaha
untuk mengumpulkan informasi yang banyak untuk menjamin keandalan dari
laporan keuangan (SAK, 2002 : SAK kerangka dasar par 43). Dapat dikatakan
bahwa perusahaan dalam membuat laporan keuangan mempertimbangkan trade off
antara relevansi dan keandalan (reliabilitas) dari laporan keuangan tersebut
(Kieso,2002:51).
Owusu – Ansah, dalam penelitian oleh Made Gede, mengungkapkan bahwa
penyelesaian penyajian laporan keuangan juga dapat dipengaruhi faktor – faktor
spesifik perusahaan (Made Gede, 2004). Berdasarkan keputusan Bapepam
No.80/PM/1996 tentang kewajiban penyampaian laporan keuangan berkala,
perusahaan publik diwajibkan untuk menyampaikan laporan keuangan yang telah
diaudit selambat – lambatnya seratus dua puluh hari atau empat bulan setelah
tanggal neraca.

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD06 - 11


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

4.6 Pergantian Auditor (Auditor Switching)


Pertumbuhan usaha yang cepat, terjadinya perubahan manajemen mungkin
tidak diikuti oleh “expertise” auditor. Manajemen memerlukan auditor yang lebih
berkualitas dan mampu memenuhi tuntutan pertumbuhan perusahaan yang cepat.
Jika hal ini tidak bisa dipenuhi kemungkinan besar perusahaan akan mengganti
auditor yang ada saat ini (Joher et al. 2000).
Perusahaan yang sedang melakukan aktivitas pendanaan atau melakukan
new financing tentunya berharap mendapatkan reaksi yang positif dari auditor switch
yang dilakukan. Dengan mengganti auditornya dengan auditor yang lebih punya
nama maka reputasi perusahaan juga akan terangkat dimata investor. (Smith dan
Nichols 1982), (Eichenseher et al. 1989).
Pada umumnya perusahaan yang berkembang menjadi besar lebih memilih
untuk mengganti auditor nya dengan auditor yang punya nama. Rasionalisasi dari
tindakan mengganti KAP dengan memilih KAP yang lebih punya nama disebabkan
karena perusahaan yang bertumbuh menjadi semakin besar akan mendapat
keuntungan dengan menggunakan auditor yang memiliki reputasi yang baik dan hal
itu umumnya dimiliki oleh KAP yang tergolong besar (Joher et.al. 2000).
Perpindahan ke KAP yang lebih prestisius menghasilkan reaksi pasar yang positif,
sementara perindahan ke KAP yang kurang prestis memberikan reaksi pasar yang
negatif (Dupuch and Simunic 1982).

5. PENELITIAN TERDAHULU
Penelitian yang memprediksi penerimaan paragraf penjelas mengenai
kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya terus
dilakukan, dan perkembangan terbaru mengenai topik ini adalah adanya fenomena
opinion shopping pada perusahaan di Indonesia. Penelitian ini menggunakan model
penelitian Mirna Dyah Praptitorini dan Indira Januarti (2007) yang mengadptasi
model penelitian Lennox (2000) untuk menguji pengaruh opinion shopping terhadap
laporan audit entitas bisnis di Indonesia.

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD06 - 12


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

6. PENGEMBANGAN HIPOTESIS
H1 : Opinion shopping berpengaruh negatif terhadap penerimaan laporan auditor
dengan paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas dalam
mempertahankan kelangsungan hidupnya
7. METODE PENELITIAN
7.1 Variabel Dependen
Paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan
kelangsungan hidupnya. (GC)
Paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan
kelangsungan hidupnya concern merupakan variable dikotomous. Variabel ini
merepresentasikan kode 1 jika terdapat paragraf penjelas mengenai kemampuan
entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dan 0 jika tidak terdapat
paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan
kelangsungan hidupnya.

7.2 Variabel Independen


a. Kondisi Keuangan (BANKRUPT)
Variabel ini menggunakan proksi prediksi kebangkrutan revised Altman dalam
penelitian Lennox (2002) dan dibuat dalam bentuk variable dummy dengan kriteria
1, jika memiliki indeks kebangkrutan lebih kecil sama dengan dari 1,81 dan 0 jika
memiliki indeks kebangkrutan lebih besar sama dengan dari 1,81.
b. Audit Lag (ALAG)
Audit lag didefinisikan sebagai jumlah hari antara akhir periode akuntansi
sampai dikeluarkannya laporan audit. Variable ini dibuat dalam bentuk variable
dummy dengan kriteria 1, jika memiliki lama waktu audit lag kurang dari 90 hari dan
0 jika memiliki lama waktu audit lag lebih dari 90 hari sesuai dengan keputusan
BAPEPAM no Kep-36/PM/2003. Penelitian menunjukkan bahwa auditor sering
memberikan paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas dalam
mempertahankan keberlangsungan hidupnya ketika laporan audit tertunda lebih
lama (McKeown et al, 1991). Auditor menunda pengeluaran laporan audit dengan
harapan bahwa perusahaan dapat memecahkan masalah keuangannya dan
menghindari paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas dalam
mempertahankan keberlangsungan hidupnya. Jadi, diharapkan bahwa audit lag

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD06 - 13


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

akan berpengaruh positif terhadap paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas


dalam mempertahankan keberlangsungan hidupnya.
c. Opini audit tahun sebelumnya (PO)
Variabel ini menggunakan variabel dummy, 1 jika opini audit tahun sebelumnya
menyertakan paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas dalam
mempertahankan keberlangsungan hidupnya dan 0 jika opini audit tahun
sebelumnya tidak menyertakan paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas
dalam mempertahankan keberlangsungan hidupnya. Beberpa penelitian
menemukan bahwa auditor lebih sering mengeluarkan opini audit dengan paragraf
penjelas mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan keberlangsungan
hidupnya jika opini audit tahun sebelumnya juga menyertakan paragraf penjelas
mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan keberlangsungan hidupnya
(Mutchler, 1985). Sehingga, opini audit tahun sebelumnya berpengaruh positif
terhadap pengungkapan paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas dalam
mempertahankan keberlangsungan hidupnya dalam laporan auditor independen.
d. Auditor Switching (AS)
Variabel ini menggunakan variabel dummy, 1 jika perusahaan melakukan
pergantian auditor atau auditor switching dan 0 jika perusahaan tidak melakukan
pergantian auditor atau auditor switching. Model pergantian auditor ini dibuat untuk
meprediksi terjadinya praktik opinion shopping dengan cara memberhentikan
akuntan publik (auditor) yang cenderung memberikan paragraf penjelas mengenai
kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya.

7.3 Sampel Penelitian


Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang bergerak
dalam industri manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta, dasar penentuan
perusahaan yang masuk dalam kategori manufaktur dilihat berdasarkan klasifikasi
pada Indonesian Capital Market Directory (ICMD). Penelitian ini mengambil sampel
pada jenis perusahaan manufaktur dengan alasan bahwa perusahaan manufaktur
cukup sensitif terhadap setiap kejadian yang ada (Gantyowati,1998) dalam
(Tarjo,2005). Alasan lain diambilnya perusahaan manufaktur sebagai sampel adalah
karena jumlah perusahaan manufaktur yang terdaftar pada Bursa Efek Jakarta
berjumlah 153 perusahaan dari 262 perusahaan per 2003 (58,4 % dari seluruh

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD06 - 14


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

perusahaan yang ada), maka penelitian ini mengambil sampel dari perusahaan
manufaktur karena sektor ini dianggap cukup mewakili keseluruhan perusahaan
yang ada.
Tahun penelitian adalah tahun 2003 sampai 2007, dengan tujuan untuk
mengetahui trend perkembangan terbaru penerimaan paragraf penjelas mengenai
kemampuan entitas dalam mempertahankan keberlangsungan hidupnya sesudah
terjadinya krisis ekonomi dan melonjaknya harga minyak dunia yang mengakibatkan
resesi ekonomi di banyak negara maju dan berkembang. Sampel ditentukan melalui
metode purposive sampling dengan kriteria sampel sebagai berikut:
1. Auditee sudah terdaftar di BEJ sebelum 1 Januari 2003.
2. Auditee tidak keluar (delisting) dari BEJ selama periode penelitian (2003– 2007)
3. Menerbitkan laporan keuangan yang telah diaudit oleh auditor independen dari
tahun 2003-2007
4. Mengalami laba bersih setelah pajak yang negatif sekurangnya dua periode
laporan keuangan selama periode pengamatan (tahun 2003-2007). Kriteria ini
dipilih atas dasar trend negative yang dikemukan IAI dalam PSAP Seksi 341
paragraf keenam.
Melalui metode penentuan sampel tersebut, didapatlah total sampel
sebanyak 155 perusahaan (pooled data tahun 2003-2007), dengan jumlah sampel
setiap tahunnya sebanyak 31 perusahaan.

7.4 Metode Analisis Data


Pengujian hipotesis dilakukan dengan analisis multivariat dengan
menggunakan regresi logistik (logistic regression), yang variabel independennya
merupakan kombinasi antara metric dan non metric (nominal). Model regresi logistik
yang digunakan untuk menguji hipotesis ada dua hal tersebut berdasarkan model
pelaporan audit yang digunakan oleh Lennox (2002), yaitu dengan model regresi
logistik sebagai berikut :

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD06 - 15


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

ln GC
= b0 + b1 BANKRUPT + b2 PO + b3 ALAG + b4 AS + e
1 – GC

Keterangan :
GC = paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan
kelangsungan hidupnya (variabel dummy, 1 jika terdapat paragraf penjelas
mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan
hidupnya, 0 jika tidak terdapat paragraf penjelas mengenai kemampuan
entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya)

BANKRUPT = prediksi kebangkrutan menggunakan persamaan revisedAltman


(variabel dummy, 1 memiliki indeks kebangkrutan ≤ 1,81dan 0 jika
memiliki indeks kebangkrutan ≥ 1,81)
Z’ = 0.717 Z1 + 0.874 Z2 + 3.107 Z3 + 0.420 Z4 + 0.998 Z5

PO = opini tahun sebelumnya (variabel dummy, 1 jika terdapat paragraf penjelas


mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan
hidupnya dalam laporan auditor independent tahun sebelumnya, 0 jika tidak
terdapat paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas dalam
mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam laporan auditor independent
tahun sebelumnya)

ALAG = jumlah hari antara akhir periode akuntansi sampai dikeluarkannya laporan
audit (variabel dummy, 1 jika kurang dari 90 hari, 0 jika lebih dari 90 hari)

AS = pergantian auditor (variabel dummy, 1 jika melakukan pergantian auditor,


0 jika tidak melakukan pergantian auditor). Model yang dikembangkan untuk
memprediksi pergantian auditor sebagai berikut:
AS 1 0
Ln = b + b (GC -GC ) + b BANKRUPT + b ALAG + e
1 – AS 0 1 2 3

dengan :

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD06 - 16


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008
1 0
(GC -GC ) = variabel opinion shopping yang menangkap dampak perbedaan
pelaporan karena keputusan pergantian auditor

8. HASIL DAN PEMBAHASAN


8.1 Pengujian Hipotesis
Penilaian model fit tehadap data dilakukan dengan membandingkan fungsi
likelihood block number 0 dan block number 1, dilakukan penghitungan selisih nilai -
2LogLikelihood sebesar 54.203 (213.784 – 159.581), adanya penurunan nilai pada
model -2 Log Likelihood awal dan akhir menunjukan adanya perbaikan model fit
pada model hipotesis yang dikembangkan atau dengan kata lain model yang
dihipotesiskan fit dengan data.
Dalam pengujian koefisien determinasi dihasilkan nilai Cox Snell’s R Square
sebesar 0,295 dan nilai Nargelkerke R2 adalah 0,394. Hasil bagi kedua koefisien
tersebut adalah sebesar 74,8% yang menjelaskan tingat variabilitas variable
dependen yang dapat dijelaskan oleh variable independennya.
Dan dari pengujian kelayakan model fit didapat nilai Hosmer and Lemeshow
Test sebesar 0,952, nilai ini lebih besar dari 0,05 menyatakan tidak ada perbedaan
yang nyata antara klasifikasi yang diamati dengan klasifikasi yang diprediksi, atau
dengan kata lain model regresi binary cocok dipakai untuk analisis selanjutnya.
Pada tabel klasifikasi, dapat dilihat bahwa 71 perusahaan diprediksi tidak
tidak mendapatkan paragraf penjelas mengenai kemampuan entisa dalam
mempertahankan kelangsungan hidupnya pada laporan auditnya, sedangkan
perusahaan yang benar-benar tidak mendapatkan paragraf penjelas mengenai
kemampuan entisa dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya pada laporan
auditnya sejumlah 56 perusahaan, jadi ketepatan klasifikasi perusahaan yang tidak
melakukan pergantian auditor sebesar 78,87%.
Sedangkan perusahaan yang diprediksi akan mendapatkan paragraf penjelas
mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya
pada laporan auditnya adalah sejumlah 84 perusahaan, dengan total perusahaan
yang benar-benar mendapatkan paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas
dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya pada laporan auditnya sebanyak

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD06 - 17


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

61 perusahaan, maka dapat diketahui ketepatan klasifikasi sample sekitar 72,61%.


Dan presentase ketepatan prediksi secara keseluruhan adalah sebesar 75,48%.

8.2 Pengujian Koefisien Regresi


Hasil perhitungan koefisien dari model regresi logistik biner yang
memprediksi penerimaan paragraf penjelas menganai kemampuan entitas dalam
mempertahankan kelangsungan hidup usahanya ini terlihat pada persamaan
berikut:
GC -4,217 + 2,731 Bankrupt + 0,928 PO + 1,188 ALAG + 2,444
Ln =
1 – GC AS

Sedangkan perhitungan koefisien yang memprediksi pergantian auditor


dengan motif mendapatkan opini yang lebih baik terlihat pada persamaan berikut :
AS -3,435 + 0,515 (GC1 – GC0) + 0,575 BANKRUPT – 0,973
Ln =
1 – AS ALAG

8.3 Pembahasan
Dari pengujian koefisien diatas, dapat dilihat bahwa variable BANKRUPT
yang diuji melalui Altman Z Score berpengaruh positif terhadap penerimaan paragraf
penjelas mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan
hidupnya. Hasil ini menunjukan bahwa perusahaan yang memiliki indeks
kebangkrutan dibawah 1,81 atau menurut klasifikasi Altman berada dalam kategori
bankrupt cenderung menerima paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas
dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya pada laporan auditnya. Hal ini
dimungkinkan terjadi karena didominasi faktor adanya ketidakpastian dalam kondisi
perekonomian Indonesia pada tahun penelitian, selain karena perusahaan memang
sedang berusaha untuk merustrukturisasi kewajibannya dan beberapa perusahaan
sample memilih untuk melakukan penghentian operasi untuk meminimalisasi
kerugian karena laba dari hasil penjualannya belum cukup untuk menutupi seluruh
kewajiban.
Variabel PO juga memiliki berpengaruh positif terhadap penerimaan paragraf
penjelas mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan
hidupnya perusahaan, hal ini sesuai dengan prediksi penulis dan hipotesa yang

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD06 - 18


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

dikembangkan oleh Lennox (2002), bahwa perusahaan yang mendapatkan paragraf


penjelas mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan
hidupnya pada tahun sebelumnya cenderung akan menerima paragraf penjelas
mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya
pada tahun berikutnya.
Alasan mengapa variabel PO seringkali digunakan dalam memprediksi
penerimaan paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas dalam
mempertahankan kelangsungan hidupnya berdasarkan alasan logika bahwa prior
opinion dapat digunakan untuk memprediksi opini audit pada tahun ini dengan
asumsi reabilitas dalam proses auditnya. Argumen ini dapat dianalogikan bahwa
porses yang reliable akan membawa hasil yang reliable, yang berarti bahwa proses
audit yang reliable akan menghasilkan laporan audit yang reliable, dan laporan yang
reliable akan dapat digunakan sebagai dasar yang terpercaya dalam
mempertimbangkan opini yang tepat pada laporan audit berikutnya. Dengan kata
lain reliable prior opinion dapat digunakan sebagai referensi terpercaya untuk
pembertimbangan pemberian opini audit pada tahun ini.
Variable ALAG berpengaruh positif terhadap penerimaan paragraf penjelas
mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya
perusahaan, yang berarti bahwa perusahaan yang memiliki rentang waktu
penerbitan laporan audit lebih cepat (kurang dari 90 hari) cenderung akan menerima
paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan
kelangsungan hidupnya pada laporan auditnya. Hal ini senada dengan yang
dikemukakan McKeown et al. (1991) bahwa auditor akan menunda pengeluaran
laporan audit dengan harapan bahwa perusahaan dapat memecahkan masalah
keuangannya dan menghindari paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas
dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Perusahaan yang menerbitkan
laporan auditnya pada rentang waktu kurang dari 90 hari membuktikan bahwa
perusahaan berusaha memauhi peraturan KEP-36/PM/2003 yang dikeluarkan oleh
BAPEPAM. Perusahaan juga berusaha menerbitkan laporan auditor tepat waktu
dikarenakan untuk menyakinkan investor lama agar tidak mencabut investasinya
dan mencari investor baru dengan tujuan menambah modal yang nantinya
diharapkan dapat membantu perusahaan untuk keluar dari kondisi financial distress.

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD06 - 19


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Variable AS berpengaruh positif terhadap penerimaan paragraf penjelas


mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidup
perusahaan, yang berarti bahwa perusahaan yang melakukan pergantian auditor
akan cenderung menerima paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas dalam
mempertahankan kelangsungan hidupnya pada laporan auditnya. Hal ini
mematahkan hipotesa yang dikembangkan dalam penelitian ini bahwa variable AS
tidak berhasil memprediksi terjadinya praktik opinion shopping dengan cara
mengganti auditor karena mengharapkan opini yang lebih baik dari auditor baru,
yang menjadi fokus utama dalam penelitian ini. Karena variable AS yang diprediksi
akan menjadi variable kunci yang mendorong terjadinya praktek opinion shopping
menunjukan koefisien yang positif, sedangkan koefisien AS yang diharapkan untuk
menunjukan terjadinya praktik opinion shopping seharusnya negative sesuai dengan
hipotesa yang dikembangkan, walapun pada variable lain sudah menujukan kondisi
seperti yang diharapkan untuk mendukung terjadinya praktek opinion shopping. Dari
hasil koefisien ini hanya dapat membuktikan bahwa perusahaan yang melakukan
pergantian auditor belum tentu akan mendapat opini tanpa paragraf penjelas
menganai kemampuan entitas untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya
pada laporan auditnya.
Walaupun perusahaan yang mengalami financial distress melakukan
pergantian auditor, nampaknya kebanyakan dipacu bukan untuk melakukan praktik
opinion shopping melainkan untuk mendapatkan reaksi positif dari auditor switch
yang dilakukan karena perusahaan kebanyakan sedang melakukan pencarian
aktivitas pendanaan baru atau new financing. Dengan mengganti auditornya dengan
auditor yang lebih punya nama maka diharapkan reputasi perusahaan akan
terangkat dimata investor.
Bedasarkan hasil perhitungan koefisien model pergantian auditor diatas
dapat disimpulkan bahwa praktik opinion shopping dengan cara mengganti auditor
lama dengan yang baru untuk mendapatkan opini lebih baik dan tanpa adanya
paragraf penjelas yang menyangsikan kemampuan perusahaan dalam
mempertahankan kelangsungan hidupnya, yang menjadi fokus utama penelitian
tidak dapat diprediksi pada model penelitian ini karena koefisien variable AS dan
variabel (GC1–GC0) menunjukan hasil yang tidak sesuai dengan harapan. Tidak
signifikannya koefisien (GC1–GC0) yang digambarkan sebagai GC2 juga

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD06 - 20


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

menguatkan bukti bahwa praktik opinion shopping dengan cara mengganti auditor
untuk mendapatkan opini yang lebih baik dan tanpa adanaya paragraf penjelas yang
menyangsikan kemampuan perusahaan dalam memperthankan kelangsungan
hidupnya tidak sesuai dengan kondisi di Indonesia.

9. PENUTUP
9.1 Kesimpulan
Hasil diatas juga tidak dapat menunjukkan bahwa perusahaan di Indonesia
cenderung tidak menerima paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas dalam
mempertahankan kelangsungan hidupnya ketika mempertahankan auditornya. Ini
memberikan bukti bahwa kondisi dalam penelitian ini kurang sesuai dengan praktik
opinion shopping model kedua yang dikemukakan oleh Teoh (1992). Penelitian
terdahulu oleh Mirna Dyah Praptitorini dan Indira Januarti (2007) yang juga
mengedaptasi penelitian Teoh (1992), juga tidak dapat membuktikan terjadinya
praktik opinion shopping melalui yaitu cara yang kedua, yaitu kecenderungan untuk
berganti auditor dengan harapan akan memperoleh opini lebih baik dan tanpa
adanya paragraf penjelas yang menyangsikan kemampuan entitas dalam
mempertahankan kelangsungan hidupnya. Ini membuktikan bahwa praktik opinion
shopping yang terjadi di Indonesia lebih sesuai dengan praktik opnion shopping cara
pertama yang dikemukakan oleh Teoh (1992), yaitu argumen ancaman pergantian
auditor, yang mengakibatkan auditor akhirnya mengeluarkan opini tanpa adanya
paragraf penjelas yang menyasikan kemampuan perusahaan dalam
mempertahankan kelangsungan hidupnya untuk mempertahankan klien tersebut.
Hal ini bisa saja terjadi mengingat marak dan ketatnya persaingan yang terjadi antar
Kantor Akuntan Publik di Indonesia, akibat kurangnya independensi audior yang
seharusnya secara objektif dapat memberikan opini sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya. Argumen ini sejalan dengan pendapat dari Chow dan Rice (1982)
dalam Lennox (2002), dimana dikatakan bahwa walaupun perusahaan sering
mengganti auditor setelah menerima paragraf penjelas mengenai kemampuan
entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya, masih belum jelas apakah
ini mencerminkan praktik opinion shopping. Apalagi masih besar adanya
kemungkinan bahwa opinion shopping justru terjadi pada perusahaan yang
mempertahankan auditor lama.

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD06 - 21


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

9.2 Saran
Pada penelitian selanjutnya dilakukan dengan mencari kaitan antara peranan
komite audit dalam perusahaan dengan praktik opinion shopping yang terjadi di
Indonesia, seperti yang dilakukan oleh Lennox (2002), yang memprediksi apakah
komite audit ikut berperan dalam ancaman pergantian auditor yang diterima bila
tidak memberikan opini sesuai dengan yang diharapkan manajemen.

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD06 - 22


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

DAFTAR PUSTAKA

Agoes, Sukrisno. 1996. Pemeriksaan Akuntan (Auditing) oleh Kantor Akuntan


Publik. Edisi 2. Jakarta : Lembaga Penerbit FE UI

Almilia, Luciana Spica. dan Lucas Setiady.2006. “Faktor – Faktor yang


Mempengaruhi Penyelesaian Penyajian Laporan Keuangan pada Perusahaan
yang Terdaftar di BEJ”. STIE Perbanas Surabaya. www.google.com

Arens, Alvin A., dan James K Lobbecke.1996. Auditing : Pendekatan Terpadu (Judul
Asli : Auditing : An Integrated Approach) Edisi Revisi, Jilid 1. Penerjemah Amir
Abadi Jusuf. Jakarta : Salemba Empat.

Chasteen, Lanny G., Richard E. Flaherty, dan Melvin C. O’Connor. 1989.


Intermediate Accounting. Third Edition. New York : McGraw-Hill.

Espahbodi, Reza.1991. ”Second Opinion, Opinion Shopping and Independence”.


Dalam The CPA Journal Online. www.google.com

Fanny, Margaretta dan Saputra, S. 2005. “Opini Audit Going Concern : Kajian
Berdasarkan Model Prediksi Kebangkrutan, Pertumbuhan Perusahaan, dan
Reputasi Kantor Akuntan Publik (Studi Pada Emiten Bursa Efek Jakarta)”.
Dalam Simposium Nasional Akuntansi VIII. 966-978. www.google.com

Ghozali, Imam. 2006. Analisis Multivariate Lanjutan dengan Program SPSS. Edisi
1.. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro

Gujarati, Damodar N. 2003. Basic Econometrics. International Edition. Edisi 4.


Singapore : Mc Graw-Hill

Ikatan Akuntansi Indonesia. 2001. “Standar Profesional Akuntan Publik”. Jakarta:


Salemba Empat.

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD06 - 23


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Inderawati, Ade. 2005. “Perbedaan Kinerja Keuangan Perusahaan Sebelum dan


Sesudah Merger”. Dalam Skripsi. Jakarta : Perpustakaan STEKPI

Kawijaya, Nelly. dan Juniarti. 2002. “Faktor-Faktor yang Mendorong Perpindahan


Auditor (Auditor Switch) pada Perusahaan- Perusahaan di Surabaya dan
Sidoarjo”. Dalam Jurnal Akuntansi & Keuangan Vol. 4, No. 2, Nopember 2002:
93 – 105. www.puslit.petra.ac.id/journals/accounting/

Lennox, C., 2000. “Do Companies Successfully Engage in Opinion Shopping:


Evidence from The UK?”. Dalam Journal of Accounting and Economics 29. pp 321-
37. www.google.com

Lennox, C., 2002. “Opinion Shopping and Audit Committees”. www.google.com

Pramanik, Pemi. 1994. “Pengaruh Ekspansi terhadap Modal Kerja pada PT Chakra
Perkebunan The Dewata”. Dalam Skripsi. Jakarta : Perpustakaan STEKPI

Praptitorini, Mirna Dyah. dan Indira Januarti. 2007. Analisis Pengaruh Kualitas Audit,
Debt Default dan Opinoin Shopping terhadap Penerimaan Opini Going
Concern. Dalam Simposium Nasional Akuntansi X. Makassar.
www.google.com.

Rahayu, Puji. 2007. Assessing Going Concern Opinion: A Study Based On Finacial
and Non - Finacial Informations. Dalam Simposium Nasional Akuntansi X.
Makassar. www.google.com

Setiawan, Santy. 2006. “Opini Going Concern dan Prediksi Kebangkrutan


Perusahaan”. Dalam Jurnal Ilmiah Akuntansi, Vol V No 1. Mei. Hal 59-67.
www.google.com.

Setyarno, Eko Budi dan Indira Januarti. 2006. “Pengaruh Kualitas Audit, Kondisi
Keuangan Perusahaan, Opini Audit Tahun Sebelumnya, Pertumbuhan

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD06 - 24


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Perusahaan terhadap Opini Audit Going Concern”. Dalam Simposium Nasional


Akuntansi IX. www.google.com

Siregar, Mashuri Jaya. 2002. “Analisa Kinerja PT Texmaco Jaya, Tbk. Sebelum dan
Sesudah Dilaksanakannya Restrukturisasi Hutang oleh BPPN”. Dalam Skripsi.
Jakarta : Perpustakaan STEKPI

Teoh, S. 1992. “Auditor Independence, Dismissal Threats, and The Market Reaction
to Auditor Switches”. Dalam Journal of Accounting Research 30. pp 1-23. 5.
www.google.com

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD06 - 25


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

LAMPIRAN

Hasil Output Regresi Logistik SPSS 13 Model Prediksi Persamaan Penerimaan


Paragraf Penjelas Mengenai Kemampuan Entitas dalam Mempertahankan
Kelangsungan Hidupnya

Logistic Regression

Case Processing Summary


a
Unweighted Cases N Percent
Selected Cases Included in Analysis 155 100.0
Missing Cases 0 .0
Total 155 100.0
Unselected Cases 0 .0
Total 155 100.0
a. If weight is in effect, see classification table for the total
number of cases.

Dependent Variable Encoding

Original Value Internal Value


Opini non going concern 0
Opini going concern 1

Block 0: Beginning Block


Iteration History a,b,c

-2 Log Coefficients
Iteration likelihood Constant
Step 1 213.784 .168
0 2 213.784 .168
a. Constant is included in the model.
b. Initial -2 Log Likelihood: 213.784
c. Estimation terminated at iteration number 2 because
parameter estimates changed by less than .001.

Classification Table a,b

Predicted

Opini Going Concern


Opini non Opini going Percentage
Observed going concern concern Correct
Step 0 Opini Going Opini non going concern 0 71 .0
Concern Opini going concern 0 84 100.0
Overall Percentage 54.2
a. Constant is included in the model.
b. The cut value is .500

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD06 - 26


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)


Step 0 Constant .168 .161 1.088 1 .297 1.183

Variables not in the Equation

Score df Sig.
Step Variables BANKRUPT 16.633 1 .000
0 PO 10.870 1 .001
ALAG .158 1 .691
AS 24.656 1 .000
Overall Statistics 45.417 4 .000
Block 1: Method = Enter

Iteration Historya,b,c,d

-2 Log Coefficients
Iteration likelihood Constant BANKRUPT PO ALAG AS
Step 1 163.693 -2.667 1.660 .700 .758 1.665
1 2 159.790 -3.818 2.434 .894 1.093 2.262
3 159.582 -4.185 2.705 .927 1.182 2.432
4 159.581 -4.217 2.731 .928 1.188 2.444
5 159.581 -4.217 2.731 .928 1.188 2.444
a. Method: Enter
b. Constant is included in the model.
c. Initial -2 Log Likelihood: 213.784
d. Estimation terminated at iteration number 5 because parameter estimates changed by
less than .001.

Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.
Step 1 Step 54.203 4 .000
Block 54.203 4 .000
Model 54.203 4 .000

Model Summary

-2 Log Cox & Snell Nagelkerke


Step likelihood R Square R Square
1 159.581a .295 .394
a. Estimation terminated at iteration number 5 because
parameter estimates changed by less than .001.

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD06 - 27


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Hosmer and Lemeshow Test

Step Chi-square df Sig.


1 1.605 6 .952

Contingency Table for Hosmer and Lemeshow Test

Opini Going Concern =


Opini non going Opini Going Concern =
concern Opini going concern
Observed Expected Observed Expected Total
Step 1 15 15.074 1 .926 16
1 2 11 10.896 3 3.104 14
3 4 3.816 2 2.184 6
4 26 24.675 17 18.325 43
5 10 11.466 23 21.534 33
6 3 3.243 15 14.757 18
7 2 1.256 10 10.744 12
8 0 .574 13 12.426 13

Classification Tablea

Predicted

Opini Going Concern


Opini non Opini going Percentage
Observed going concern concern Correct
Step 1 Opini Going Opini non going concern 56 15 78.9
Concern Opini going concern 23 61 72.6
Overall Percentage 75.5
a. The cut value is .500

Variables in the Equation

95.0% C.I.for EXP(B)


B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper
Step
a
BANKRUPT 2.731 .858 10.136 1 .001 15.353 2.857 82.493
1 PO .928 .394 5.541 1 .019 2.529 1.168 5.476
ALAG 1.188 .519 5.235 1 .022 3.281 1.186 9.080
AS 2.444 .549 19.804 1 .000 11.520 3.926 33.802
Constant -4.217 1.041 16.409 1 .000 .015
a. Variable(s) entered on step 1: BANKRUPT, PO, ALAG, AS.

Correlation Matrix

Constant BANKRUPT PO ALAG AS


Step Constant 1.000 -.862 -.143 -.589 -.431
1 BANKRUPT -.862 1.000 -.064 .187 .223
PO -.143 -.064 1.000 .078 .042
ALAG -.589 .187 .078 1.000 .392
AS -.431 .223 .042 .392 1.000

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD06 - 28


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Hasil Output Regresi Logistik SPSS 13 Model Prediksi Praktik Opinion Shopping
dengan Cara Mengganti Auditor (Auditor Switching)

Logistic Regression

Case Processing Summary


a
Unweighted Cases N Percent
Selected Cases Included in Analysis 155 100.0
Missing Cases 0 .0
Total 155 100.0
Unselected Cases 0 .0
Total 155 100.0
a. If weight is in effect, see classification table for the total
number of cases.

Dependent Variable Encoding

Original Value Internal Value


Tidak Melakukan
0
Pergantian Auditor
Melakukan
1
Pergantian Auditor

Iteration Historya,b,c

-2 Log Coefficients
Iteration likelihood Constant
Step 1 188.594 -.813
0 2 188.513 -.862
3 188.513 -.863
a. Constant is included in the model.
b. Initial -2 Log Likelihood: 188.513
c. Estimation terminated at iteration number 3 because
parameter estimates changed by less than .001.

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD06 - 29


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Block 0: Beginning Block


Classification Tablea,b

Predicted

AS
Tidak
Melakukan Melakukan
Pergantian Pergantian Percentage
Observed Auditor Auditor Correct
Step 0 AS Tidak Melakukan
109 0 100.0
Pergantian Auditor
Melakukan
46 0 .0
Pergantian Auditor
Overall Percentage 70.3
a. Constant is included in the model.
b. The cut value is .500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)


Step 0 Constant -.863 .176 24.076 1 .000 .422

Variables not in the Equation

Score df Sig.
Step Variables GC2 4.234 1 .040
0 BANKRUPT 2.001 1 .157
ALAG 8.381 1 .004
Overall Statistics 11.342 3 .010

Block 1: Method = Enter

Iteration Historya,b,c,d

-2 Log Coefficients
Iteration likelihood Constant GC2 BANKRUPT ALAG
Step 1 177.919 -.266 .408 .364 -.872
1 2 177.312 -.409 .509 .546 -.969
3 177.308 -.435 .515 .575 -.973
4 177.308 -.435 .515 .575 -.973
a. Method: Enter
b. Constant is included in the model.
c. Initial -2 Log Likelihood: 188.513
d. Estimation terminated at iteration number 4 because parameter estimates
changed by less than .001.

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD06 - 30


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.
Step 1 Step 11.205 3 .011
Block 11.205 3 .011
Model 11.205 3 .011

Model Summary

-2 Log Cox & Snell Nagelkerke


Step likelihood R Square R Square
1 177.308a .070 .099
a. Estimation terminated at iteration number 4 because
parameter estimates changed by less than .001.

Hosmer and Lemeshow Test

Step Chi-square df Sig.


1 1.902 4 .754

Correlation Matrix

Constant GC2 BANKRUPT ALAG


Step Constant 1.000 .313 -.885 -.396
1 GC2 .313 1.000 -.183 .138
BANKRUPT -.885 -.183 1.000 .064
ALAG -.396 .138 .064 1.000

Classification Tablea

Predicted

AS
Tidak
Melakukan Melakukan
Pergantian Pergantian Percentage
Observed Auditor Auditor Correct
Step 1 AS Tidak Melakukan
99 10 90.8
Pergantian Auditor
Melakukan
31 15 32.6
Pergantian Auditor
Overall Percentage 73.5
a. The cut value is .500

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD06 - 31


The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral
Colloquium, and Accounting Workshop
Depok, 4-5 November 2008

Contingency Table for Hosmer and Lemeshow Test

AS = Tidak Melakukan AS = Melakukan


Pergantian Auditor Pergantian Auditor
Observed Expected Observed Expected Total
Step 1 14 14.557 3 2.443 17
1 2 41 41.285 11 10.715 52
3 2 1.443 0 .557 2
4 35 34.157 14 14.843 49
5 7 5.929 3 4.071 10
6 10 11.629 15 13.371 25

Variables in the Equation

95.0% C.I.for EXP(B)


B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper
Step
a
GC2 .515 .380 1.838 1 .175 1.674 .795 3.527
1 BANKRUPT .575 .677 .721 1 .396 1.777 .471 6.703
ALAG -.973 .404 5.814 1 .016 .378 .171 .834
Constant -.435 .756 .332 1 .565 .647
a. Variable(s) entered on step 1: GC2, BANKRUPT, ALAG.

Bridging the Gap between Theory and Practice AUD06 - 32

Anda mungkin juga menyukai