NIM : 0811521037
MATA KULIAH : TEORI HUKUM
SEMESTER : GASAL 2021/2022
PERIODE : UJIAN TENGAH SEMESTER
JAWABAN :
Teori hukum adalah ilmu yang mempelajari pengetian-pengertian pokok dan sistem dari
hukum. Pengertian-pengertian pokok seperti itu misalnya subjek hukum, perbuatan
hukum, dan lain-lain yang memiliki pengertian yang bersifat umum dan teknis.
Pengertian-pengertian pokok ini sangat penting supaya dapat memahami sistem hukum
pada umumnya maupun pada sistem hukum positif.
Dogmatika hukum/Ajaran Hukum adalah cabang ilmu hukum yang memaparkan dan
mensistematisasi hukum positif yang berlaku dalam suatu masyarakat tertentu dan pada
kurun waktu tertentu dari sudut pandang normatif.
Filsafat hukum adalah cabang filsafat yang membicarakan apa hakikat hukum itu, apa
tujuannya, mengapa dia ada dan mengapa orang harus tunduk kepada hukum.
Terkait dengan persamaa ketiganya merupakan lapisan bahasan ilmu hukum. Jan Gijssels
dan Mark van Hoecke membagi ilmu hukum dalam tiga lapisan, yakni dogmatik hukum,
teori hukum dan filsafat hukum. Tiap lapisan ilmu hukum tersebut memiliki kharakter
khusus mengenai konsep, eksplanasi, sifat atau hakikat keilmuannya. Dogmatik hukum
konsepnya technisch juridisch begrippen, ekplanasinya teknis yuridis dan sifat
keilmuannya normative. Lapisan teori hukum konsepnya algemene begrippen,
eksplanasinya analitisdan sifat keilmuannya Normatif/Empiris. Lapisan filsafat hukum
konsepnya grond begrippen, eksplanasinya reflektif dan sifat keilmuannya spekuliatif.
Perbedan-perbedaan ruang lingkup kajian dari dogmatik hukum, teori hukum dan filsafat
hukum adalah sebagai berikut:
Filsafat Hukum grond begrippen Reflektif Spekulatif
Teori Hukum algemene begrippen Analitis Normatif/Empiris
Dogmatik Hukum technisch juridisch Teknis Yuridis Normatif
begrippen
2. Berikan analisis Saudara mengenai apa itu hukum, apa tujuan dan fungsinya. Sudahkah
hukum di Indoensia sesuai dengan tujuan dan fungsinya? Berikan penjelasan Saudara.
JAWABAN :
Definisi Hukum
Hukum adalah kumpulan peraturan-peraturan yang terdiri dari norma dan sanksi-sanksi
yang mana tujuan dari peraturan ini adalah untuk mengadakan ketertiban dalam
pergaulan manusia sehingga keamanan dan ketertiban menjadi terpelihara.
Terdapat unsur-unsur dari pengertian hukum adalah :
1. Adanya seperangkat atau kumpulan aturan.
2. Seperangkat aturan tersebut mengatur tingkah laku manusia dalam
bermasyarakat
3. Adanya keharusan bagi masyarakat untuk mentaati aturan tersebut.
hukum secara umum berarti dapat diartikan sebagai suatu norma yang berlaku dan
dibuat oleh pejabat berwenang dan memiliki fungsi mengatur tata cara bermasyarakat
demi terciptanya ketertiban bersama serta memiliki sanksi bagi yang tidak menaati
norma tersebut.
Tujuan Hukum
Untuk mengantarkan kita pada pemahaman terkait dengan tujuan hukum, berikut ini
adalah beberapa pendapat ahli mengenai tujuan hukum :
Gustav Radbruch yang menyebut bahwa tujuan hukum adalah guna mencapai keadilan,
kepastian dan kemanfaatan dalam kehidupan bernegara.
Dari uraian diatas, dalam kehidupan yang tidak teratur, seseorang tidak akan
mengembangkan bakatnya. Oleh karenanya, demi mewujudkan kehidupan yang wajar,
di mana seseorang dapat mengembangkan bakatnya, hukum harus ditegakkan.
Melihat dari berbagai pendapat para ahli tentang tujuan serta fungsi hukum di atas
kalian bisa paham, kan, seberapa penting hukum itu ada bagi suatu negara. Mudahnya
kalian bisa coba uraikan tujuan hukum dalam suatu negara, diantaranya sebagaimana
yang ada dalam poin-poin di bawah ini:
Fungsi Hukum
Fungsi aturan menjadi indera pengendali sosial ialah buat menetapkan tingkah laris yang
diklaim dari hukum aturan. selain itu untuk menetepkan hukuman atau tindakan yang
dilakukan oleh hukum Jika terjadi penyimpangan tadi. kemudian, ronny (1984 : 143)
menuliskan bahwa tingkah laku yangMenyimpang tindakan yg tergantung pada kontrol
sosial. ini merupakan, kontrol sosial memilih tingkah laris bagaimana yang adalah tingkah
laku yg menyimpang. makin tergantung tingkah laku di kontrol sosial, maka semakin
berat nilai penyimpangan pelakunya. masing - masing rakyat tidak sinkron kuantitas
sanksinya terhadap suatu defleksi aturan. menjadi contoh, bagi masyarakat yang
menganut secara konsekuen syariat islam, aturan bagi pezina ialah eksekusi fisik yang
sangat berat, namunBagi masyarakat eropa barat, hukum bagi pezina (overspel) jauh
lebih ringan. dengan kata lain, tepatlah bahwa teori yang pada kemukakan sang ronny
diatas.
Fungsi aturan sebagai alat pengendali sosial bisa dijalankan oleh suatu kekuasaan
terpusat yang dewasa ini berwujud kekuasaan negara,yang dilaksanakan sang the ruling
group tertentu atau suatu elite. hukumnya umumnya berwujud aturan tertulis atau
perundang - undangan. Fungsi hukum menjadi indera Pengendali sosial, dapat jua di
jalankan berasal bawah oleh warga itu sendiri. bentuk hukumnya tak tertulis atau aturan
kebiasaan. Terlaksana atau tidak fungsi aturan menjadi alat pengendali sosial ditentukan
oleh 2 hal yaitu faktor hukum hukumnya sendiri dan faktor pelaksana (orang) hukumnya.
Apa yang pada kemukankan sang curzon memang simbolis itu mencakup proses - proses
menerjemahkan atau penggambaran atau mengartikan suatu kata yang sederhana
wacana korelasi sosial dan kenyataan - fenomena lainnya yang muncul interaksinya
dengan orang lain. contoh : dalam aturan, seorang yang merogoh barang orang lain
dengan maksudMempunyai menggunakan jalan melawan hukum, sang hukum pidana
disimbolkan menjadi tindakan pencurian yang seyoginya dieksekusi. mungkin karena
itulah, barkun m (dalam law without sanction, i : 3) menuliskan bahwa hukum itu tidak
lain : as model of social structure.
Hukum (khususnya hukum tertulis) menjadi alat politik artinya hal yg universal. apalagi
Bila dikaitkan menggunakan fungsi aturan sebagai indera rekayasa sosial, maka peranan
penguasa politik terhadap aturanSangatlah besar . pada sistem aturan kita di indonesia,
undang - undang adalah produk bersama dewan perwakilan rakyat (dewan perwakilan
rakyat) serta pemerintah. kenyataannya ini tidak mungkin disangkal, betapa para
politisilah menghasilkan undang - undang (aturan tertulis).
3. Guba dan Lincoln mengemjukakan empat tipologi paradigma. Jelaskan analisis Saudara
mengenai keempat tipologi tersebut.
JAWABAN :
1. Positivistic
Dasar dari positivistic adalah ontologi yang realist, dimana paradigma ini menganggap
bahwadunia sosial dapat dipelajari dengan cara yang objektif dan bebas nilai.
2. Postpositivis
Postpositivis adalah bentuk perbaikan atau modifikasi dari positivis. Paradigma ini yang
menolak ide-ide bahwa dunia sosial dapat dipelajari dengan cara yang objektif dan bebas
nilai. Esensi paradigma ini dengan kehadirannya sebagai realism kritis, Secara Ontologi,
dinyatakan dalamtulisannya Cool & Campbell ( 1979: 29) menyatakan, ‗‘walaupun dunia
yang nyata ada karena keberadaan alam, ini tidak mungkin bagi manusia untuk
merasakannya dengan ketidaksempurnaan panca indera dan mekanisme yang
intelec.‘‘(‗‘although a real world driven by real natural causes exists, it is imposible for
humans truly to perceive it). Secaraepistemology, postpositivis melihat perlu adanya
modifikasi objektivitas, dimana ketepatanobjektivitas adalah peraturan yang ideal tetapi
sesungguhnya ini tidak dapat diterima oleh pikiranorang lain. Secara metodologi,
postpositivis menetapkan dua tanggapan untuk memunculkan penolakan, yang pertama,
didalam ketertarikan menyesuaikan diri untuk bertanggung jawabsebagai realisme kritik
dan memodifikasi subjektivitas, penekanannya terletak pada multiplismekritis yang
berguna sebagai penguraian triangulasi. Yang kedua, postpositivisme mengakui bahwa
banyak ketidakseimbangan diizinkan muncul untuk mencapai realistis dan
penelitianobjektif. Jadi, agenda utama dari pendekatan ini adalah untuk
mengidentifikasiketidakseimbangan ini dan emngusulkan cara untuk perbaikan dalam hal
itu. ada 4ketidakseimbangan, antara lain: (1) ketidakseimbangan diantara kelakuan dan
relevansinya. (2)ketidakseimbangan diantara keseksamaan(ketelitian) dan
kesempurnaan.(3) ketidakseimbangandiantara kemewahan dan penerapannya, serta (4)
ketidakseimbangan diantara penemuan danverifikasi(pembuktian).
3. Critical Theory
Teori kritis dikenal juga dengan idealis, dimana teori ini melakukan penolakan terhadap
klaimkebebasan nilai yang dibuat oleh positivisme. Aliran ini telah memilih untuk percaya
padarealitas objektif. Hal ini menyiratkan bahwa ada kesadaran yang sebenarnya disuatu
tempatdiluar sana atau mungkin lebih dirasuki oleh peneliti.Bagi teori kritis, pengetahuan
bukanlah sesuatu yang netral baik secara moral maupun politik ataupun ideologi, dimana
tiap pengetahuan mencerminkan kepentingan para pengamatnya.Teori kritis ini
konsisten dalam pandangan metodologi. Secara ontologi, paradigma ini bersifatkritikal
realist, sebagai kasus pada postpositivism, sedangkan secara epistemologi,
bersifatsubjektif, dan secara metodologinya bersifat dialog, transformative.
4. Constructivism
Menurut paradigma ini Positivsm dan postpositivisme sangat cacat, dimana mereka
secarakeseluruhan harus diganti. Aliran ini menyatakan bahwa penelitian merupakan
upaya untuk memahami realitas pengalaman manusia.
JAWABAN :
Keadilan memiliki sifat-sifat khas penting untuk diperhatikan kalau ingin semakin
menuntut menjalankan keadilan sosial. Sifat khas itu menurut Mardiatmaja (1980)
adalah :
1. Keadilan mempunyai tuntutan yang jelas. Dalam hal keadilan, kewajiban adalah
sesuai dengan pranata yang sudah ditentukan. Misalnya dalam keadilan komutatif
menentukan adil atau tidaknya suatu tindakan sangat mudah yakni dengan
menghormati atau tidaknya seseorang itu dengan sesamanya. Dalam keadilan
legal dan distributif, adil tidaknya suatu tindakan bisa dipastikan dari
undangundang atau peraturan. Keadilan sosial mengandaikan bahwa ketiga
keadilan legal, distributif dan komutatif sudah dilaksanakan, kemudian harus
dilampaui dengan lebih mempertahankan yang miskin dan lemah. Keadilan sosial
mau kembali kepada martabat manusia yang asli tanpa dinodai oleh persaingan
bebas dalam ekonomi liberal yang kerap berpangkal pada situasi dan kondisi yang
tidak adil.
2. Keadilan memulihkan tata materi yang sejati. Dalam permasalahan keadilan,
pemilikan benda mau diletakkan dalam proporsi yang asli, atas dasar kesamaan
hak manusia sebagai manusia. Oleh karena itu dapat dikatakan, bahwa keadilan
mau mengembalikan kriteria pemilikan pada hukum dasar kodrat manusia sebagai
manusia.
3. Dibandingkan dengan keutamaan-keutamaan lain, keadilan mempunyai lebih
banyak peluang untuk didesakkan guna dilaksanakan. Keadilan dapat selalu
diacukan kepada kewibawaan tertentu yang jelas. Hak-hak dapat disusun secara
jelas sehingga pelaksanaannya juga dapat dipastikan. Bahkan keadilan sosial,
sejauh merupakan keadilan yang asli, dapat juga didesakkan untuk melaksanakan
sekurang-kurangnya secara dasariah. Misalnya keharusan untuk melepaskan harta
yang berlimpahlimpah pada saat kelaparan melanda suatu daerah. Tetapi, batas-
batas pengharusan itu ditentukan oleh hukum yang aktual dan ukuran
kesejahteraan yang aktual.
Contohnya pada Teori keadilan Socrates. Socrates merumuskan tentang keadilan, yaitu
apabila pemerintah dengan rakyatnya terdapat saling pengertian yang baik, itulah adil
atau keadilan. Bila para penguasa telah mematuhi dan mempraktekkan ketentuan-
ketentuan hukum, dan bila pimpinan negara bersikap bijaksana dan memberi contoh
kehidupan yang baik. Tegasnya keadilan itu tercipta bilamana setiap warga sudah dapat
merasakan bahwa pihak pemerintah (semua pejabat) sudah melaksanakan tugasnya
dengan baik.
Teori keadilan pada era klasik tidak memiliki sifat pemulihan materi yang sejati
sebagaimana poin 2. Hal itu disebabkan oleh, kebahagiaan rakyat yang dicetuskan oleh
teori keadilan klasik belum mencapai titik kajian terkait dengan persamaan hak dan
kewajiban manusia. Oleh karenanya kebahagiaan yang dimaksud hanya terbatas pada
kebahagiaan sebagai wujud dari upaya mencapai keadilan, tidak memperbaiki struktur
masyarakat yang ada.
5. Bandingkan teori keadilan yang dicetuskan oleh Jeremy Bentham dan teori keadilan
john Stuart Mill.
JAWABAN :
Teori Bentham tentang hukuman didasarkan atas prinsip kemanfaatan (Principle of
Utility). Di dalam bukunya yang fenomenal (terbit tahun 1960) bertajuk Introduction to
the Principles of Morals and Legislation, Bentham menggariskan arah dan visi hukum dari
perspektif psikologis yang mendalam tentang prinsip utilitarisme. Bentham menulis:
“Alam telah menempatkan manusia di bawah kekuasaan dua tuan, yaitu ketidaksenangan
dan kesenangan. Apa yang harus kita lakukan dan apa yang akan kita perbuat, semuanya
ditujukan dan ditetapkan dalam rangka keduanya. Standar baik dan buruk, serta mata
rantai sebab dan akibat, juga terkait erat dengan kedua hal itu. Keduanya memandu kita
dalam segala yang kita perbuat, dalam segala yang kita katakan dan pikirkan. Segala
usaha yang dapat dilakukan untuk menolak ketaklukan kita terhadap dua kekuasaan itu,
hanya akan membuktikan dan menegaskan kebenaran itu” (Bentham: 1960, p. 125).
Menggunakan istilah utilitas atau kemanfaatan, Bentham menegaskan sebuah kebenaran
faktual bahwa setiap orang cenderung untuk menghasilkan keuntungan, faedah,
manfaat, kesenangan, kebaikan dan kebahagiaan bagi dirinya. Hal ini berarti setiap orang
dalam tindakannya cenderung untuk menghindari diri dari situasi kemalangan, rasa sakit,
kejahatan, ketidaksenangan, dan ketidakbahagiaan yang menganggu ketenangan dirinya.
Dari tulisan Bentham di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa kebahagiaan setiap
individu dalam hidup layak dilindungi, dipelihara dan dilestarikan. Dari sini muncul the
Greatest Happiness Theory dari Bentham yang menegaskan bahwa tujuan tertinggi setiap
orang dalam kehidupan ini yakni memperoleh kebahagiaan. Orang tidak mungkin tidak
ingin bahagia dalam menghayati ziarah eksistensinya dalam realitas kehidupan ini.
Kebahagiaan adalah tujuan tertinggi setiap pribadi manusia. Malah harus dikatakan
kebahagiaan adalah kemungkinan ultima setiap manusia di planet bumi ini. Kebahagiaan
dan kesenangan yang diorbitkan Bentham tidak hanya merujuk pada konsekuensi-
konsekuensi dari tindakan manusia secara subjektif (pribadi) tetapi juga berupa tindakan
yang diputuskan oleh otoritas pemerintah atau pun kebijakan institusional hukum yang
memiliki kewenangan mengatur dalam negara. Institusi dalam konteks ini tentu adalah
lembaga hukum yang berkompeten memberikan vonis hukuman kepada seorang subjek
terhukum (pengadilan). Tampak di sini bahwa ruang lingkup atau konstelasi pemikiran
utilitarisme sangat luas baik itu mencakup dimensi individual maupun dimensi sosial. Dan
karena itu, Bentham menetapkannya sebagai prinsip fundamental bagi hukum moralitas
(Ohoitimur: 1997, p. 28). Berangkat dari hal ini kita sampai pada pertanyaan penting
tentang bagaimana teori utilitas ini diterapkan pada hukuman untuk pribadi subjek
terhukum. Kalau setiap orang cenderung menghindari diri dari rasa sakit, kemalangan,
kesedihan maka begitu pun dengan seorang terhukum yang hendak menerima hukuman.
Seorang terhukum, secara manusiawi pastilah berusaha untuk mengelak dari hukuman
yang merugikan dirinya. Namun kalau terpaksa seseorang harus dihukum atau menerima
hukuman, maka pelaksanaan hukum tersebut harus menjanjikan bahwa hukuman
dimaksud harus menghindarkan kerugian dan ketidaksenangan yang lebih besar.
Hukuman yang tidak menjanjikan konsekuensi-konsekuensi yang lebih baik pada masa
depan harus ditolak secara tegas. Hukuman yang baik harus menjamin keuntungan-
keuntungan positif bagi pelaku. Hak seseorang untuk hidup bahagia dan terhindar dari
hukuman lebih besar pada masa depan harus tetap jadi prioritas untuk dijaga dan
dilindungi. Teori utilitas Bentham mengatakan bahwa hukuman dapat dibenarkan jika
pelaksanaannya mengkristalkan dua efek utama yakni: pertama, konsekuensi hukuman
itu ialah mencegah agar di masa depan kejahatan terhukum tidak akan terulang lagi.
Kedua, hukuman itu memberikan rasa puas bagi si korban maupun orang lain. Ciri khas
hukuman ini bersifat preventif ke masa depan agar orang tidak lagi mengulangi
perbuatannya dan pemenuhan rasa senang orang-orang yang terkait kasus hukum
tersebut.
Sedangkan pemikiran John Stuart Mill mengenai pandangannya terhadap kebebasan dan
kebahagiaan karena John Stuart Mill dalam beberapa karyanya membahas mengenai
kebebasan dan kebahagiaan. Bukan hanya kebahagiaan individu tetapi kebahagiaan bagi
banyak orang dan tidak mendatangkan penderitaan untuk orang lain sehingga seseorang
dapat mencapai kebahagiaan yang bermakna. John Stuart Mill merupakan seorang filosof
empirisme yang terkenal di Inggris yang memantapkan tujuannya sebagai sosial reformer
atau pembaharu sosial dalam alirannya utilitarianisme yang disebut sebagai teori
kebahagiaan terbesar (the greatest happiness theory) yang menjadi landasan moral
utama dan menggunakan prinsip jelas dan rasional. Di samping itu pula, aliran ini cocok
bagi suatu moralitas manusia sebagai makhluk sosial. Sedangkan kebebasan bagi Mill
kebebasan yang memiliki batasbatasannya. Menurut Mill yang diperlukan pada saat ini
adalah kebebasan. Karena kebebasan adalah sarana dan sekaligus tujuan, suatu syarat
bagi kesejahteraan umum dan komponen intrinsik bagi kebahagiaan pribadi Menurut Mill
bahwa individu tidak boleh mengganggu kebebasan orang lain dan tidak boleh secara
aktif mendorong mereka untuk melakukan kejahatan.