Disusun oleh:
Nama : Nurul aini ihsan
: Rosa amelia
: Muhammad alfauzi
Puji syukur kami panjatkan keadirat tuhan yang maha kuasa, atas anugrah-Nyalah
sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan makalah yang berjudul “Ruang Lingkup
Pendidikan Inklisi”.
Adapun maksud dan tujuan dari penusunan ini selain untuk menyyelesaikan tugas mata
kuliah juga untuk memperluas pengetahuan mahasiswa khususnya bagi penulis.
Penulis telah berusaha untuk dapat menyusun maklah ini dengan baik, namun penulis
menyadari bahwa penulis memiliki keterbatasan sebagai manusia biasa. Oleh karena itu jika
didapati adanya kesalahan-kesalahan baik dari segi teknik penulisan maupun dari isi, maka kami
memohon maaf dan kritik serta saran dari dosen pengajar bahkan semua pembaca sangat
diharapkan oleh penulis untuk dapat menyempurnakan makala terlebih juga dalam pengetauan
bersama.
Akhir kata penulis berharap semoga makalah tentang Ruang lingkup pendidikan inklusi
dapat memberikan manfaat maupun insfirasi terhadap pembaca.
KATA PENGANTAR..............................................................................................
DAFTAR ISI.............................................................................................................
BAB I PENDAULUAN............................................................................................
A. Latar belakang.............................................................................................
B. Rumusan masalah........................................................................................
C. Tujuan penulisan..........................................................................................
A. Kesimpulan ..................................................................................................
B. Saran .............................................................................................................
Daftar Pustaka………………………………………………………………….
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hal ini sesuai dengan apa yang diharapkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal
31 ayat 1 dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
dapat disimpulkan bahwa Negara memberikan jaminan sebenarnya kepada anak-anak
berkebutuhan khusus untuk memperoleh layanan pendidikan yang berkualitas. Hal ini
menunjukkan bahwa anak-anak berkebutuhan khusus mendapatkan kesempatan yang sama
dengan anak-anak normal lainnya dalam pendidikan. Hanya saja, jika ditinjau dari sudut
pandang pendidikan, karena karakteristiknya yang berbeda dengan anak normal pada
umumnya menyebabkan dalam proses pendidikannya mereka membutuhkan layanan
pendekatan dan metode yang berbeda dengan pendekatan khusus Pemerintah sebagai faktor
utama dalam membuat kebijaksanaan pendidikan mengupayakan program pemerataan
pendidikan dengan penyelenggaraan pendidikan inklusif.
Ruang lingkup media pendidikan inklusif sebaiknya mencakup semua jenis media
pendidikan untuk semua peserta didik termasuk didalamnya anak berkebutuhan khusus,
seperti: Tunanetra, Tunarungu, Tunagrahita, Tunadaksa, Tunalaras, Tuna Wicara,
Tunaganda, HIV/AIDS, Gifeted, Talented, Kesulitan Belajar, Lamban Belajar, Autis, Korban
Penyalahgunaan Narkoba, Indigo, dan lain sebagainya. Khusus untuk pembelajaran MIPA,
memang tidaklah mudah mengajarkan dan mengaplikasikan konsep-konsep materi pada anak
yang berkebutuhan khusus atau memiliki bakat istimewa. Tetapi hal itu bukan berarti mata
pelajaran MIPA tidak dapat diberikan kepada mereka. Dengan dilatarbelakangai hal tersebut
maka dirasa perlu untuk mempelajari lebih mendalam tentang kajian pendidikan inklusif.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut:
1. Apa pengertian pendidikan inklusif ?
2. Apa tujuan pendidikan inklusif?
3. Apa manfaat pendidikan inklusif ?
4. Bagaimanakah desain pembelajaran pendidikan inklusif
5. Bagaimanakah proses pembelajaran dalam pendidikan inklusi?
6. Apa saja prinsip-prinsip pembelajaran dalam pendidikan inklusif.
C. Tujuan Penulisan
PEMBAHASAN
1. Menurut Permen No.70 Tahun 2009 Pasal 1 menyatakan bahwa pendidikan inklusif adalah
sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik
yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan atau bakat istimewa untuk
mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam llingkungan pendidikan secara bersama-sama
dengan peserta didik pada umumnya.
3. Pengertian Pendidikan Inklusi menurut Prof. Dr. Ir. Amos Neolaka, M.Pd. Pendidikan
Inklusi adalah pelayanan pendidikan untuk peserta didik yang berkebutuhan khusus tanpa
memandang kondisi fisik, intelektual, sosial emosional, linguistik atau kondisi lainnya untuk
bersama sama mendapatkan pelayanan pendidikan di sekolah regular.
4.Pengertian Pendidikan Inklusi menurut Staub dan Peck
Pendidikan Inklusi adalah penempatan anak berkelainan ringan, sedang dan berat secara
penuh di kelas. Hal ini menunjukkan kelas regular merupakan tempat belajar yang relevan bagi
anak anak berkelainan, apapun jenis kelainannya.
Pendidikan Inklusi adalah mengenai hak setiap siswa atas perkembangan individu, sosial,
dan intelektual. Para siswa harus diberi kesempatan untuk mencapai potensi mereka. Untuk
mencapai potensi tersebut, sistem pendidikan harus dirancang dengan memperhitungkan
perbedaan-perbedaan yang ada pada diri siswa. Bagi mereka yang memiliki ketidakmampuan
khusus dan memiliki kebutuhan belajar yang luar biasa harus mempunyai akses
terhadap pendidikan yang bermutu tinggi dan tepat.
6.penpenddikan inklusif menurut Vaughn, Bos dan Schum (2000, lih Sunardi,2002)
istilah inklusif sering di pakai bergantian dengan istilah mainstreaming, yang secara teori
diartikan sebagai penyedian layanan, pendidikan yang layak bagi anak yang berkebutuhan
pendidikan khusus sesuai dengan kebutuhan individunya.
Bakat istimewa atau khusus (talent) adalah kemampuan bawaan yang merupakan potensi
khusus yang jika memperoleh kesempatan dengan baik untuk pengembangannya akan muncul
sebagai kemampuan khusus dalam bidang tertentu
Sekolah inklusi merupakan salah satu bentuk pemerataan dan bentuk perwujudan
pendidikan tanpa diskriminasi, dimana anak berkebutuhan khusus dan anak-anak pada umumnya
dapat memperoleh pendidikan yang sama. Pendidikan inklusi merupakan bentuk pelayanan
pendidikan khusus yang mensyaratkan agar semua anak berkebutuhan khusus dapat menerima
pendidikan yang setara di kelas biasa bersama teman-teman seusianya.
Dalam kelas yang inklusif, dilakukan asesmen terhadap siswa ABK untuk menentukan
kebutuhan belajar yang diwujudkan dalam bahan pembelajaran yang disesuaikan dengan
kurikulum. Sedangkan untuk siswa non-ABK, materi pelajarannya dapat langsung diambil dari
kurikulum.
Dalam pelaksanaan desain tersebut harus memperhatikan empat aspek penting yang
disarankan oleh Sternberg & Tylor yaitu:
Dapat disimpulkan bahwa dalam proses pembelajaran kelas inklusif perlu dirancang suatu
desain pembelajaran yang terdiri atas metode, materi, media, serta evaluasi pembelajaran. Desain
pembelajaran tersebut disusun berdasarkan kebutuhan masing-masing siswa yang sangat
beragam. Peran guru disini sangatlah penting. Dalam merancang desain pembelajaran,
hendaknya terlebih dahulu guru harus memahami masing-masing karakteristik peserta didiknya
sehingga bisa dipilih desain yang cocok yang sesuai kebutuhan.
5. Proses Pembelajaran
Dalam pasal 8 permendiknas No.7 tahun 2009 dipaparkan bahwa: pembelajaran pada
pendidikan inklusif mempertimbangkan prinsip-prinsip pembelajaran yang disesuaikan dengan
karakteristik belajar peserta didik. Dalam pelaksanaannya, tenaga pendidik sangat berperan
penting untuk mewujudkan cita-cita dari pendidikan inklusif. Untuk itu, tenaga pendidik yang
memahami pendidikan inklusif sangat diperlukan agar terciptanya kondisi kelas yang ramah
terhadap anak berkebutuhan khusus. Namun masalah yang dihadapi saat ini masih banyak tenaga
pendidik yang belum memahami tentang pendidikan inklusif.
Pembelajaran dapat didefinisikan sebagai suatu proses membelajarkan peserta didik yang
telah direncanakan, dilaksanakan, dan dievaluasi agar peserta didik dapat mencapai tujuan
pembelajaran tersebut secara efektif dan efisien. Pembelajaran dapat dipandang melalui dua
sudut pandang, pertama pembelajaran merupakan suatu sistem. Pembelajaran terdiri dari
beberapa komponen yang terstruktur antara lain: tujuan pembelajaran, media pembelajaran,
strategi, metode pembelajaran, evaluasi pembelajaran dan tindak lanjut pembelajaran berupa
remedial dan pengayaan.
Kedua, pembelajaran merupakan suatu proses, maka pembelajaran merupakan kegiatan guru
dalam rangka membuat siswa untuk belajar. Proses tersebut meliputi:
Hal yang harus diperhatikan dalam perencanaan program pengajaran adalah kurikulum yang
merupakan seperangkat rencana dan peraturan pelaksanaan pembelajaran yang mencangkup
pengaturan tentang tujuan, isi, proses dan evaluasi. Kurikulum yang digunakan dalam
penyelenggaraan pendidikan inklusif pada dasarnya adalah kurikulum standar nasional yang
berlaku disekolah umum. Namun, karena keberagaman hambatan yang dialami oleh peserta
didik berkebutuhan khusus, mulai dari yang ringan sampai berat, maka dalam implementasinya
kurikulum yang sesuai dengan standar pendidikan nasional perlu dilakukannya modifikasi
sehingga sesuai dengan kebutuhan peserta didik.Kegiatan pembelajaran pada sekolah inklusi
berlangsung dengan pendekatan, bahan ajar dan media yang sesuai kebutuhan setiap peserta
didik. Dalam proses pembelajarannya, guru diminta untuk aktif, inovatif, dan kreatif dalam
menyajikan pelajaran. Di samping itu guru juga harus mampu untuk memanajemen kelas agar
tercipta kondisi yang efektif.
Dalam proses pembelajaran ada hal-hal yang harus diperhatikan, antara lain:
1. Metode pembelajaran, meliputi: metode ceramah, metode demonstrasi, metode tanya
jawab, dan metode diskusi.
2. Strategi pembelajaran, meliputi:
3. Strategi ekspositori
Adalah bentuk dari pembelajaran yang berorientasi pada guru, dikatakan demikian sebab dalam
strategi ini guru memegang peranan penting.
1. Strategi inkuiri
Merupakan bentuk pendekatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir
siswa secara kritis dan analitis.
2. Strategi pembelajaran Afektif
Berhubungan dengan nilai (value) yang sulit diukur karena menyangkut kesadaran
seseorang yang tumbuh dari dalam siswa dalam batas tertentu, afeksi dapat muncul dalam
kejadian behavioral. Akan tetapi penilaiannya untuk sampai pada kesimpulan yang bisa
dipertanggungjawabkan membutuhkan ketelitian dan observasi yang terus menerus.
3. Strategi pembelajaran kooperatif
Adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok
tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.
4. Strategi pembelajaran konstektual
Adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan
dengan situasi dunia nyata siswa yang mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Jadi, dengan adanya keberagaman peserta didik, maka dalam implementasinya kurikulum
yang sesuai dengan standar pendidikan nasional perlu dilakukannya modifikasi sehingga sesuai
dengan kebutuhan peserta didik. Kegiatan pembelajaran pada sekolah inklusi berlangsung
dengan pendekatan, bahan ajar dan media yang sesuai kebutuhan setiap peserta didik. Dalam
proses pembelajarannya, guru diminta untuk aktif, inovatif, dan kreatif dalam menyajikan
pelajaran. Di samping itu guru juga harus mampu untuk memanajemen kelas agar tercipta
kondisi yang efektif.
6. Prinsip–Prinsip Pembelajar dalam Pendidikan Inklusi
Dalam tataran praktis pembelajaran, inklusi merupakan suatu perubahan yang dapat
menguntungkan tidak hanya anak berkebutuhan khusus akan tetapi juga anak pada umumnya
dalam kelas. Prinsip paling mendasar dalam pendidikan inklusif adalah bagaimana agar peserta
didik dapat belajar bersama, belajar untuk dapat hidup bersama.
Johnsen dan Miriam Skojen menjabarkan dalam tiga prinsip, yaitu: (1) bahwa setiap anak
termasuk dalam komunitas setempat dan dalam suatu kelas atau kelompok, (2) bahwa hari
sekolah diatur penuh dengan tugas-tugas pembelajaran koopertif dengan perbedaan pendidikan
dan fleksibilitas dalam memilih dengan sepuas hati, dan (3) guru bekerja bersama dan mendapat
pengetahuan pendidikan umum, khusus dan teknik belajar individu serta keperluan-keperluan
pelatihan dan bagaimana mengapresiasikan keanekaragaman dan perbedaan individu dalam
pengorganisasian kelas.
Sementara itu, Mulyono dalam Sri Wahyu Ambarwati mengidentifikasikan prinsip pendidikan
inklusif ke dalam sembilan elemen dasar yang memungkinkan pendidikan inklusif dapat
dilaksanakan:
Elemen paling penting dalam pendidikan inklusif adalah sikap guru terhadap siswa yang
membutuhkan layanan pendidikan khusus. Sikap guru tidak hanya berpengaruh
terhadap classroom setting tetapi juga dalam pemilihan strategi pembelajaran. Sikap positif guru
terhadap keragaman kebutuhan siswa dapat ditingkatkan dengan cara memberikan informasi
yang akurat tentang siswa dan cara penanganannya.
2. Interaksi promotif
Penyelenggaraan pendidikan inklusif menuntut adanya interaksi promotif antara siswa. Yang
dimaksud interaksi promotif adalah upaya untuk saling menolong dan saling memberi motivasi
dalam belajar. Interaksi promotif hanya dimungkinkan jika terdapat rasa saling menghargai dan
saling memberikan urunan dalam meraih keberhasilan belajar bersama. Interaksi promotif pada
hakikatnya sama dengan interaksi transpersonal, yaitu interaksi yang didasarkan atas rasa saling
menghormati, tidak hanya terhadap sesama manusia tetapi juga sesama makluk ciptaan Tuhan.
Interaksi promotif hanya dimungkinkan jika guru menciptakan suasana belajar kooperatif. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa dalam suasana belajar kooperatif, siswa cenderung memperoleh
prestasi belajar matematika lebih tinggi dari pada dalam suasana belajar kompetitif.
Dalam pendidikan inklusif, suasana belajar kooperatif harus dominan sedangkan suasana
belajar kompetitif hanya untuk bersenang-senang atau untuk selingan atau untuk materi belajar
yang membosankan.
Pendidikan inklusif tidak hanya menekankan pencapaian tujuan dalam bentuk kompetensi
akademik tetapi juga kompetensi sosial. Oleh sebab itu, perencanaan pembelajaran harus
melibatkan tidak hanya pencapaian tujuan akademik (academic objectives) tetapi juga tujuan
keterampilan bekerjasama (collaborative skills objectives).
4. Pembelajaran adaptif
Ciri khas dari pendidikan inklusif adalah tersedianya program pembelajaran yang adaftif atau
program pembelajaran individual (individualized instructional programs). Program pembelajaran
adaptif tidak hanya ditujukan kepada peserta didik dengan problema belajar tetapi juga untuk
peserta didik yang dikaruniai keunggulan.
Penyusunan program pembelajaran adaptif menuntut keterlibatan tidak hanya guru kelas atau
guru bidang studi tetapi juga guru PLB, orangtua, guru BK, dan ahli-ahli lain yang terkait.
5. Konsultasi kolaboratif
Konsultasi kolaboratif (collaborative consultation) adalah saling tukar informasi antar
profesional dari semua disiplin yang terkait untuk memperoleh keputusan legal dan instruksional
yang berhubungan dengan siswa yang membutuhkan layanan pendidikan khusus.Yang dimaksud
dengan profesional dalam hal ini adalah guru PLB, guru kelas atau guru bidang studi, konselor,
psikolog, dan atau ahli-ahli lain yang terkait. Beberapa ahli telah mengembangkan model
konsultasi kolaboratif untuk melakukan tindakan pencegahan dan rahabilitasi siswa yang
membutuhkan layanan pendidikan khusus di kelas reguler.
Berdasarkan model yang mereka buat, guru PLB dan guru reguler bersama anggota tim
lainnya melakukan diskusi untuk menentukan sifat dan ukuran-ukuran yang dipergunakan untuk
menentukan masalah siswa, memilih dan merekomendasikan tindakan, merencanakan dan
mengimplementasikan program pembelajaran, dan melakukan evaluasi hasil intervensi serta
melakukan perencanaan ulang jika diperlukan.
Dalam pendidikan inklusif kelas harus merupakan bentuk mini dari suatu kehidupan
masyarakat yang diidealkan. Di dalam kelas diciptakan suasana yang silih asah, silih asih, dan
silih asuh. Dengan kata lain, suasana belajar yang kooperatif harus diciptakan sehingga di antara
siswa terjalin hubungan yang saling menghargai. Semua siswa tidak peduli betapapun
perbedaannya, harus dipandang sebagai individu unik yang memiliki potensi kemanusiaan yang
harus dikembangkan dan diaktualisasikan dalam kehidupan.
Keluarga merupakan fondasi tempat anak-anak belajar dan berkembang. Begitu pula dengan
sekolah, juga tempat anak belajar dan berkembang. Keduanya memiliki fungsi yang sama.
Perbedaannya, pendidikan dalam keluarga tidak terprogram dan terukur sedangkan di sekolah
pendidikan lebih banyak dilakukan secara terprogram dan terukur atau yang biasa disebut dengan
pembelajaran.
Karena kedua lembaga tersebut hakikatnya mempunyai fungsi yang sama, maka keduanya harus
menjalin hubungan kemitraan yang erat dalam upaya memberdayakan semua potensi
kemanusiaan siswa agar dapat berkembang optimal dan terintegrasi. Keluarga memiliki
informasi yang lebih akurat mengenai keunikan, kekuatan, dan minat anak, sedangkan sekolah
memiliki informasi yang lebih akurat mengenai prestasi akademik siswa. Informasi mengenai
anak yang dimiliki oleh keluarga merupakan landasan penting bagi penyelenggaraan pendidikan
inklusif.
Dalam pendidikan inklusif guru mendorong agar siswa mencapai perkembangan kognitif
taraf tinggi dan kreatif agar mampu berfikir independen. Berkenaan dengan semakin majunya
ilmu dan teknologi, pendidikan inklusif sangat menekankan agar siswa memiliki keterampilan
belajar dan berpikir.Guru hendaknya juga mengetahui bahwa hasil-hasil penelitian mengenai
anak-anak kesulitan belajar (students with learning difficulties) menunjukkan bahwa mereka
umumnya pasif dalam belajar, kurang mampu melakukan kontrol diri, cenderung bergantung
(dependent), dan kurang memiliki strategi untuk belajar.
Sehubungan dengan karakteristik siswa berkesulitan belajar semacam itu, maka guru perlu
memiliki kemampuan untuk memberikan dorongan atau motivasi dengan menerapkan berbagai
teknik, terutama yang berkenaan dengan manajemen perilaku atau memodifikasi perilaku
Oleh karena itu, pendidikan inklusif menekankan pada pengalaman belajar yang bermanfaat
bagi kelangsungan proses belajar peserta didik dalam kehidupan masyarakat.
Jadi, prinsip penting seorang pendidik dalam pendidikan inklusi adalah mampu memahami
peserta didiknya melalui keberagaman yang dimilikinya. Sehubungan dengan karakteristik siswa
berkesulitan belajar, maka guru perlu memiliki kemampuan untuk memberikan dorongan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Menurut Badrudin, penempatan peserta didik yaitu kegiatan pengelompokan peserta didik
yang dilakukan menggunakan sistem kelas. Menurut Prihatin, pengelompokan berdasarkan
karakteristik peserta didik dibagi menjadi tujuh, yaitu:
Direktorat Pendidikan Tinggi. 2001. Pedoman Pengembangan Profesi Guru Pendidikan Luar
Biasa. Jakarta : Depdiknas.
O’Neil, J. 1994/1995. Can Inclusion Work ? A Conversation With James Kaufman and Mara
Sapon-Selvin. Educational Leadership.52 (4) 7-11.
Vaughn, S., Bos, C S., dan Schumm, J S. 2000. Teaching Exce tional, Diverse, and At-Risk
Student in the General Education Classroom. Boston, London, Taronto, Sydney, Tokyo,
Singapore : Cassel.