OLEH
LA ODE USMAN
B1A119272
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini.
Dalam proses penyusunan tugas ini kami menemui beberapa hambatan, namun
berkat dukungan materil dari berbagai pihak, akhirnya kami dapat menyelesaikan
tugas ini dengan cukup baik. Oleh karena itu, melalui kesempatan ini kami
menyampaikan terimakasih kepada semua pihak terkait yang telah membantu
terselesaikannya tugas ini.
Penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
itu, segala saran dan kritik yang membangun dari semua pihak sangat kami
harapkan demi perbaikan pada tugas selanjutnya. Harapan kami semoga tugas ini
bermanfaat khususnya bagi kami dan bagi pembaca lain pada umumnya.
Penyusun,
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu bentuk kegiatan manusia dalam lapangan mu‟amalah ialah Ijarah.
Menurut bahasa, Ijarah berarti “upah” atau “ganti” atau “imbalan”. Karena itu lafaz
Ijarah mempunyai pengertian umum yang meliputi upah atas Pemanfaatan sesuatu
benda atau imbalan sesuatu kegiatan, atau upah karena melakukan sesuatu aktivitas.
Kalau sekiranya kitab – kitab fikih selalu menerjemahkan kata Ijarah dengan “sewa
– menyewa”, maka hal tersebut janganlah di artikan menyewa sesuatu barang untuk
diambil manfaatnya saja, tetapi harus di pahami dalam arti yang luas.
Sewa menyewa itu di artikan sebagai “Suatu jenis akad untuk mengambil
manfaat dengan jalan penggantian”. Dari pengertian di atas terlihat bahwa yang
dimaksud dengan sewa – menyewa itu adalah mengambil manfaat sesuatu benda,
jadi dalam hal ini bendanya tidak berkurang sama sekali, dengan perkataan lain
dengan terjadinya peristiwa sewa – menyewa, yang berpindah hanyalah manfaat
dari benda yang di sewakan tersebut.
Dalam arti luas, Ijarah bermakna suatu akad yang berisi penukaran manfaat
sesuatu dengan jalan memberikan imbalan dalam jumlah tertentu. Hal ini sama
artinya dengan menjual manfaat sesuatu benda, bukan menjual „ain dari benda itu
sendiri. Istilah lain dapat pula disebutkan bahwa ijarah adalah salah satu akad yang
berisi pengambilan manfaat sesuatu dengan jalan penggantian.
Ijarah di dasarkan pada adanya perpindahan manfaat. Pada prinsipnya ia
hampir sama dengan jual beli. Perbedaan antara keduanya dapat di lihat pada dua
hal utama, yaitu berbeda pada objek akad di mana objek jual beli adalah barang
konkrit, sedang yang menjadi objek pada Ijarah adalah jasa atau manfaat, antara
jual beli dan Ijarah juga berbeda pada penetapan batas waktu, di mana pada jual
beli tidak ada pembatasan waktu untuk memiliki objek transaksi, sedang
kepemilikan dalam Ijarah hanya untuk batas waktu tertentu. Ijarah dapat menjadi
sah dengan memakai ijab seperti : “Aku-sewakan barang ini kepadamu atau aku
kontrakkan ini kepadamu atau aku berikan manfaat (jasa) ini kepadamu selama
satu tahun dengan imbalan pembayaran sejumlah sekian.” (Sah pula dengan)
qabul seperti lafaz, “aku sewakan atau aku kontrak atau aku terima sewanya
Dalam tatanan pertanian pedesaan, secara garis besar sistem penguasaan lahan
dapat di klasifikasikan statusnya menjadi hak milik, sewa, sakap (bagi hasil), dan
gadai. Status hak milik adalah lahan yang di kuasai dan di miliki oleh perorangan
atau kelompok atau lembaga/organisasi. Sementara itu, status sewa, sakap (bagi
hasil), dan gadai adalah bentuk-bentuk penguasaan lahan di mana terjadi
pengalihan hak garap dari pemilik lahan kepada orang lain. Bentuk kelembagaan
ini sudah menjadi bagian dari tatanan masayarakat pedesaan dimana
keberadaannya bersifat dinamis antar ruang dan waktu
BAB 11
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN IJARAH
Ijarah adalah akad sewa menyewa secara harfiah, ijarah berasal dari kata al-
ajru dari bahasa Arab yang menurut bahasa Indonesia berarti ganti dan upah.
Sementara secara etimologi, ijarah bermakna menjual manfaat. Dalam arti luas,
ijarah adalah akad atas kemanfaatan suatu barang dalam waktu tertentu dengan
pengganti sejumlah tertentu yang telah disepakati.
Praktik tata cara ijarah ijarah sangat sering dijumpai dalam masyarakat, apalagi
jika berkaitan dengan sewa menyewa properti. Dalam hukum Islam, ijarah yang
berhubungan dengan sewa aset atau properti didefinisikan sebagai akad
memindahkan hak untuk memakai dari aset atau properti tertentu kepada orang lain
dengan imbalan biaya sewa. Tata cara ijarah harus melalui ketentuan hukum agama
yang betul agar transaksinya halal.
Bentuk tata cara ijarah ini mirip dengan kegiatan leasing atau sewa pada bisnis
konvensional namun dengan syarat dan rukun tertentu. Dalam hukum Islam, pihak
yang menyewa atau lessee disebut dengan mustajir. Pihak yang menyewakan
atau lessor disebut dengan mu’jir atau muajir. Kemudian biaya sewa disebut ujrah.
2.3. AKAD IJARAH MENGATUR SEWA MENYEWA DALAM SYARIAT
ISLAM
Sementara tata cara ijarah yang berkaitan dengan sewa menyewa jasa dalam
properti berarti mempekerjakan jasa seseorang misalnya untuk membangun
rumah, memperbaiki atau merenovasi rumah dengan upah sebagai imbalan jasa
yang disewa. Dalam praktik tata cara ijarah yang berhubungan dengan jasa ini,
pihak yang mempekerjakan disebut mustajir. Pihak pekerja yang menyediakan
jasa disebut ajir. Kemudian upah yang dibayarkan disebut ujrah.
Dari ulasan di atas, definisi tata cara ijarah berbeda tergantung apakah
berhubungan dengan dengan sewa aset dan properti atau berhubungan dengan jasa.
Karena itu, jenis ijarah dibagi menjadi dua jenis:
a. Ijarah Murni
Praktik tata cara ijarah murni ini sama dengan perjanjian sewa menyewa biasa.
Dalamtata cara ijarah yang berkaitan dengan jasa ini kedua belah pihak
berkedudukan sama. Artinya jika perjanjian telah selesai, maka pihak penyewa dan
pihak yang menyewakan akan kembali ke kedudukannya masing-masing.
Dalam skema tata cara ijarah murni, yang dititikberatkan adalah jasa
pemborongan suatu pekerjaan. Misalnya jasa borongan pembangunan gedung, jasa
borongan renovasi rumah dan lain sebagainya. Yang diijarahkan bukan tenaga atau
jasanya, namun hasil dari pekerjaan pemborongan.
Tata cara ijarah muntahia bi al-tamlik merupakan jenis ijarah yang memiliki dua
akad yang saling berangkaian. Dua akad tersebut yaitu akad al-ba’i dan akad al-
ijarah muntahia bi al-tamlik. Pertama adalah akad al-ba’i yang merupakan akad
jual beli. Kedua adalah akad al-ijarah muntahia bi al-tamlik, yaitu akad ijarah
(sewa menyewa) yang dikombinasikan dengan akad jual beli di akhir masa sewa.
Secara sederhana, tata cara ijarah muntahia bi al-tamlik adalah transaksi sewa
menyewa yang memiliki dua akad, yaitu perjanjian menyewa dalam periode
tertentu, dan ketika masa sewa berakhir objek sewa akan dijual atau dihibahkan
kepada penyewa.
Praktik tata cara ijarah muntahia bi al-tamlik ini seringkali kita jumpai dalam
transaksi jual beli rumah. Dalam praktik tata cara ijarah, uang sewa diwujudkan
sebagai uang muka (DP) dan cicilan atau angsuran tiap bulannya. Masa mencicil
ini biasanya ditetapkan dalam periode tertentu, misalnya selama 10 tahun.
Kemudian jika masa sewa sudah mencapai 10 tahun, maka rumah tersebut menjadi
milik penyewa.
2.5 RUKUN RUKUN IJARAH
1. Sighat ijarah, yaitu pernyataan dari kedua belah pihak yang berakad. Ini bisa
dinyatakan dalam bentuk lisan dan dikuatkan dengan perjanjian tertulis sesuai
ketentuan yang berlaku.
2. Pemberi sewa atau pemberi jasa
3. Penyewa atau pengguna jasa
4. Objek akad ijarah yang berupa manfaat barang atau manfaat jasa.
5. Ujrah atau upah, ongkos, biaya
Dalam tata cara ijarah, syarat-syarat sah harus terpenuhi agar transaksi sewa
menywa menjadi halal. Setelah mengetahui rukunnya, berikut syarat akad ijarah:
Syarat ini berkaitan dengan Aqid, zat, dan tempat akad. Ketiga hal
mendasar ini wajib hukumnya untuk diketahui oleh pihak yang akan
melakukan akad. Aqid sebaiknya Baligh, berakal dan mampu mengatur
hartanya, dan saling mengizinkan atau ridho.
Barang yang akan disewakan harus menjadi hak milik penuh pihak yang
akan menyewakan. Akad ijarah tidak akan sah jika barang tidak dimiliki
secara penuh. Maka ada baiknya sebelum ijarah pihak penyewa mengetahui
status kepemilikan dengan jelas.
Barang yang menjadi objek harus memiliki manfaat yang jelas. Sahnya
perjanjian ditentukan oleh tata cara ijarah yang sama-sama disetujui dengan
ikhlas oleh masing-masing pihak. Pihak yang menyewakan harus
menjelaskan dengan rinci mengenai manfaat dan batasan waktunya.
d. Syarat Kelaziman
1. Para pihak yang menyelenggarakan akad ijarah, baik pihak penyewa dan
pihak yang menyewakan harus berbuat dilandasi asas sukarela dan tidak
atas keterpaksaan.
2. Tidak diperbolehkan ada unsur penipuan dalam akad ijarah. Jika di
kemudian hari ditemukan unsur penipuan, maka akad ijarah bisa
dibatalkan dan pihak yang ditipu diperbolehkan meminta
pertanggungjawaban.
3. Obyek yang diakadkan harus berwujud, berbentuk dan sesuai realitas.
Misalnya, barang modal seperti bangunan, rumah, kantor, ruko dan lain-
lain. Barang produksi seperti mesin dan alat-alat berat. Barang transportasi
seperti mobil dan sepeda motor.
4. Manfaat obyek ijaroh harus sesuatu yang bersifat mubah (dibolehkan),
bukan sesuatu yang diharamkan. Manfaat ini juga harus bisa dikenali
dengan jelas dan spesifik. Sehingga tidak diperbolehkan misalnya
menyewakan pohon untuk diambil buahnya atau mata air untuk diambil
airnya, karena bukan manfaatnya yang diambil melainkan bendanya.
5. Pemberian upah atau imbalan dalam transaksi ijarah harus berupa sesuatu
yang bernilai, dalam praktiknya berupa mata uang yang berlaku
2.7 PEMBATALAN IJARAH
Akad Ijarah (sewa - menyew) dapat berakhir atau dibatalkan apabila terjadi
permasalahan - permasalahan di bawah ini.
Landasan hukum dari transaksi Ijarah sendiri berasal dari Q.S. Ath-Thalaq
[65] : 6 yang berbunyi “Tempatkan lah mereka (para isteri) di mana kamu
bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan
mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (isteri-isteri yang
sudah ditalaq) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya
hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak) mu
untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di
antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan
maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.”
Serta Q.S. Al-Qashash [28] : 26 dan 27 yang memiliki arti “Salah seorang
dari kedua wanita itu berkata: “Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang
bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu
ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.
(27). Berkatalah dia (Syu´aib): “Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan
kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu
bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka
itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu.
Dan kamu Insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik”.
Dalam pelaksanaannya, tata cara ijarah atau prosedurnya dalam properti ini
terbagi menjadi beberapa tahap seperti dijelaskan sebagai berikut:
Selain jual beli, salah satu kegiatan dalam bisnis properti adalah sewa
menyewa. Kegiatan menyewa properti seperti menyewa rumah, ruko, apartemen,
kost dan lain sebagainya sudah lumrah dan jamak dilakukan dalam masyarakat
Indonesia. Apalagi bagi Anda yang memiliki properti lebih dari satu, menyewakan
properti tersebut kepada orang lain bisa menjadi ladang bisnis dan
bentuk investasi tersendiri. Pun bagi Anda yang membutuhkan properti namun
belum mampu membelinya, menyewa akan menjadi solusi. Tata cara ijarah yang
sesuai dengan syariat agama dapat menjadi salah satu solusi dalam sewa menyewa.
3.1 KESIMPULAN
Dari pemaparan makalah di atas dapat disimpulkan :
Ijarah merupakan Ijarah adalah akad sewa menyewa secara harfiah, ijarah
berasal dari kata al-ajru dari bahasa Arab yang menurut bahasa Indonesia berarti
ganti dan upah. Sementara secara etimologi, ijarah bermakna menjual manfaat.
Dalam arti luas, ijarah adalah akad atas kemanfaatan suatu barang dalam waktu
tertentu dengan pengganti sejumlah tertentu yang telah disepakati.
3.2 PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat kami sampaikan. Kami yakin dalam
penulisan makalah ini masih banyak kessalahan-kesalahan. Untuk itu, kritik dan
saran yang bersifat konstruktif sangat kami harapkan demi kesempurnaan
makalah yang selanjutnya. Semoga makalah ini dapat memberiakan manfaat pada
kita semua. AAmiin.
DAFTAR PUSTAKA
Antonio Muhammad Syafi’I, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, Jakrta : Gema Insani, 2001
Hasan M. Ali, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat), Jakrta : PT Raja
Grafindo Persada, 2003
http://punyahari.blogspot.com/2009/12/transaksi-dan-akad-dalam-ekonomi.html
Karim Adiwarman, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan, Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada, 2004
Mas’adi Ghufron A., Fiqh Muamalah Kontekstual, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2002