Anda di halaman 1dari 16

KONSEP IJARAH DALAM FIKIH MUAMALAH

OLEH
LA ODE USMAN
B1A119272

JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini.
Dalam proses penyusunan tugas ini kami menemui beberapa hambatan, namun
berkat dukungan materil dari berbagai pihak, akhirnya kami dapat menyelesaikan
tugas ini dengan cukup baik. Oleh karena itu, melalui kesempatan ini kami
menyampaikan terimakasih kepada semua pihak terkait yang telah membantu
terselesaikannya tugas ini.
Penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
itu, segala saran dan kritik yang membangun dari semua pihak sangat kami
harapkan demi perbaikan pada tugas selanjutnya. Harapan kami semoga tugas ini
bermanfaat khususnya bagi kami dan bagi pembaca lain pada umumnya.

Kendari, November 2021

Penyusun,
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................


DAFTAR ISI ................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ............................................................
1.1. Latar Belakang .......................................................................
1.2. Rumusan Masalah .................................................................
1.3. Tujuan ....................................................................................
BAB II PEMBAHASAN ..............................................................
2.1. Ijarah .........................................................................................
2.2. Ijarah dalam properti................................................................
2.3. Akad ijarah dalam mengatur sewa menyewa dalam syariat
islam..........................................................................................
2.4. Jenis jenis ijarah……………………………………………..
2.5.Syarat syarat akad ijarah ………………………………………..
2.6 Landasan hukum ijarah………………………………………….
2.7 Hal hal yang membatalkan ijarah…………………………………
2.8 Prosedur ijarah……………………………………………………
2.9 Contoh kasus ijarah……………………………………………….
BAB III PENUTUP .............................................................................
3.1.Kesimpulan .....................................................................................
3.2. Saran………………………………………………………………

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Salah satu bentuk kegiatan manusia dalam lapangan mu‟amalah ialah Ijarah.
Menurut bahasa, Ijarah berarti “upah” atau “ganti” atau “imbalan”. Karena itu lafaz
Ijarah mempunyai pengertian umum yang meliputi upah atas Pemanfaatan sesuatu
benda atau imbalan sesuatu kegiatan, atau upah karena melakukan sesuatu aktivitas.
Kalau sekiranya kitab – kitab fikih selalu menerjemahkan kata Ijarah dengan “sewa
– menyewa”, maka hal tersebut janganlah di artikan menyewa sesuatu barang untuk
diambil manfaatnya saja, tetapi harus di pahami dalam arti yang luas.
Sewa menyewa itu di artikan sebagai “Suatu jenis akad untuk mengambil
manfaat dengan jalan penggantian”. Dari pengertian di atas terlihat bahwa yang
dimaksud dengan sewa – menyewa itu adalah mengambil manfaat sesuatu benda,
jadi dalam hal ini bendanya tidak berkurang sama sekali, dengan perkataan lain
dengan terjadinya peristiwa sewa – menyewa, yang berpindah hanyalah manfaat
dari benda yang di sewakan tersebut.

Dalam arti luas, Ijarah bermakna suatu akad yang berisi penukaran manfaat
sesuatu dengan jalan memberikan imbalan dalam jumlah tertentu. Hal ini sama
artinya dengan menjual manfaat sesuatu benda, bukan menjual „ain dari benda itu
sendiri. Istilah lain dapat pula disebutkan bahwa ijarah adalah salah satu akad yang
berisi pengambilan manfaat sesuatu dengan jalan penggantian.
Ijarah di dasarkan pada adanya perpindahan manfaat. Pada prinsipnya ia
hampir sama dengan jual beli. Perbedaan antara keduanya dapat di lihat pada dua
hal utama, yaitu berbeda pada objek akad di mana objek jual beli adalah barang
konkrit, sedang yang menjadi objek pada Ijarah adalah jasa atau manfaat, antara
jual beli dan Ijarah juga berbeda pada penetapan batas waktu, di mana pada jual
beli tidak ada pembatasan waktu untuk memiliki objek transaksi, sedang
kepemilikan dalam Ijarah hanya untuk batas waktu tertentu. Ijarah dapat menjadi
sah dengan memakai ijab seperti : “Aku-sewakan barang ini kepadamu atau aku
kontrakkan ini kepadamu atau aku berikan manfaat (jasa) ini kepadamu selama
satu tahun dengan imbalan pembayaran sejumlah sekian.” (Sah pula dengan)
qabul seperti lafaz, “aku sewakan atau aku kontrak atau aku terima sewanya
Dalam tatanan pertanian pedesaan, secara garis besar sistem penguasaan lahan
dapat di klasifikasikan statusnya menjadi hak milik, sewa, sakap (bagi hasil), dan
gadai. Status hak milik adalah lahan yang di kuasai dan di miliki oleh perorangan
atau kelompok atau lembaga/organisasi. Sementara itu, status sewa, sakap (bagi
hasil), dan gadai adalah bentuk-bentuk penguasaan lahan di mana terjadi
pengalihan hak garap dari pemilik lahan kepada orang lain. Bentuk kelembagaan
ini sudah menjadi bagian dari tatanan masayarakat pedesaan dimana
keberadaannya bersifat dinamis antar ruang dan waktu

1.2 RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat di tentukan rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Apa yang di maksut dengan ijarah
2. Apa yang di maksut dengan ijarah dalam properti?
3. Bagaimana akad ijarah mengatur sewa menyewa alam syariat islam?
4. Sebutkan jenis-jenis ijarah?
5. Sebutkan syarat syarat akad ijarah?
6. Bagaimana landasan hukum ijarah?
7. Jelaskan hal hal yang membatalkan ijarah ?
8. Bagaimana prosedur ijarah?
9. Bagaimana contoh kasus ijarah?
1.3 TUJUAN
Adapun tujuan dari makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui yang di maksut dengan ijarah
2. Untuk mengetahui yang di maksut dengan ijarah dalam properti?
3. Untuk mengetahui bagaimana akad ijarah mengatur sewa menyewa alam syariat
islam?
4. Untuk mengetahui jenis-jenis ijarah?
5. Untuk mengetahui syarat syarat akad ijarah?
6. Untuk mengetahui landasan hukum ijarah?
7. Untuk mengetahui hal hal yang membatalkan ijarah ?
8. Untuk mengetahui prosedur ijarah?
9. Untuk mengetahui contoh kasus ijarah?

BAB 11
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN IJARAH
Ijarah adalah akad sewa menyewa secara harfiah, ijarah berasal dari kata al-
ajru dari bahasa Arab yang menurut bahasa Indonesia berarti ganti dan upah.
Sementara secara etimologi, ijarah bermakna menjual manfaat. Dalam arti luas,
ijarah adalah akad atas kemanfaatan suatu barang dalam waktu tertentu dengan
pengganti sejumlah tertentu yang telah disepakati.

Dilansir dari Dsnmui.or.id, menurut fatwa DSN-MUI No. 09/DSN-MUI/IV/2000,


ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam
waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau upah, tanpa diikuti dengan
pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. Hukum ijarah adalah mubah atau
diperbolehkan.

2.2 IJARAH DALAM PROPERTI

Praktik tata cara ijarah ijarah sangat sering dijumpai dalam masyarakat, apalagi
jika berkaitan dengan sewa menyewa properti. Dalam hukum Islam, ijarah yang
berhubungan dengan sewa aset atau properti didefinisikan sebagai akad
memindahkan hak untuk memakai dari aset atau properti tertentu kepada orang lain
dengan imbalan biaya sewa. Tata cara ijarah harus melalui ketentuan hukum agama
yang betul agar transaksinya halal.

Bentuk tata cara ijarah ini mirip dengan kegiatan leasing atau sewa pada bisnis
konvensional namun dengan syarat dan rukun tertentu. Dalam hukum Islam, pihak
yang menyewa atau lessee disebut dengan mustajir. Pihak yang menyewakan
atau lessor disebut dengan mu’jir atau muajir. Kemudian biaya sewa disebut ujrah.
2.3. AKAD IJARAH MENGATUR SEWA MENYEWA DALAM SYARIAT
ISLAM

Sementara tata cara ijarah yang berkaitan dengan sewa menyewa jasa dalam
properti berarti mempekerjakan jasa seseorang misalnya untuk membangun
rumah, memperbaiki atau merenovasi rumah dengan upah sebagai imbalan jasa
yang disewa. Dalam praktik tata cara ijarah yang berhubungan dengan jasa ini,
pihak yang mempekerjakan disebut mustajir. Pihak pekerja yang menyediakan
jasa disebut ajir. Kemudian upah yang dibayarkan disebut ujrah.

Di Indonesia, pembelian properti yang berdasarkan syariah banyak menganut


sistem tata cara ijarah yang diawali dengan aktivitas perdagangan lalu menjadi
model keuangan. Secara sederhananya ini berarti bank membeli aset atau properti
yang sudah Anda setujui kemudian bank menyewakan kepada Anda dengan
membayar angsuran selama jangka waktu tertentu. Jika periode sewa
berakhir akan ada pengalihan kepemilikan dari bank kepada Anda.

2.4 JENIS- JENIS IJARAH

Dari ulasan di atas, definisi tata cara ijarah berbeda tergantung apakah
berhubungan dengan dengan sewa aset dan properti atau berhubungan dengan jasa.
Karena itu, jenis ijarah dibagi menjadi dua jenis:

a. Ijarah Murni

Praktik tata cara ijarah murni ini sama dengan perjanjian sewa menyewa biasa.
Dalamtata cara ijarah yang berkaitan dengan jasa ini kedua belah pihak
berkedudukan sama. Artinya jika perjanjian telah selesai, maka pihak penyewa dan
pihak yang menyewakan akan kembali ke kedudukannya masing-masing.
Dalam skema tata cara ijarah murni, yang dititikberatkan adalah jasa
pemborongan suatu pekerjaan. Misalnya jasa borongan pembangunan gedung, jasa
borongan renovasi rumah dan lain sebagainya. Yang diijarahkan bukan tenaga atau
jasanya, namun hasil dari pekerjaan pemborongan.

b. Ijarah Muntahia Bi Al-Tamlik

Tata cara ijarah muntahia bi al-tamlik merupakan jenis ijarah yang memiliki dua
akad yang saling berangkaian. Dua akad tersebut yaitu akad al-ba’i dan akad al-
ijarah muntahia bi al-tamlik. Pertama adalah akad al-ba’i yang merupakan akad
jual beli. Kedua adalah akad al-ijarah muntahia bi al-tamlik, yaitu akad ijarah
(sewa menyewa) yang dikombinasikan dengan akad jual beli di akhir masa sewa.

Secara sederhana, tata cara ijarah muntahia bi al-tamlik adalah transaksi sewa
menyewa yang memiliki dua akad, yaitu perjanjian menyewa dalam periode
tertentu, dan ketika masa sewa berakhir objek sewa akan dijual atau dihibahkan
kepada penyewa.

Praktik tata cara ijarah muntahia bi al-tamlik ini seringkali kita jumpai dalam
transaksi jual beli rumah. Dalam praktik tata cara ijarah, uang sewa diwujudkan
sebagai uang muka (DP) dan cicilan atau angsuran tiap bulannya. Masa mencicil
ini biasanya ditetapkan dalam periode tertentu, misalnya selama 10 tahun.
Kemudian jika masa sewa sudah mencapai 10 tahun, maka rumah tersebut menjadi
milik penyewa.
2.5 RUKUN RUKUN IJARAH

Rukun-rukun ijarah seperti dilansir dari Islam.nu.id yaitu:

1. Sighat ijarah, yaitu pernyataan dari kedua belah pihak yang berakad. Ini bisa
dinyatakan dalam bentuk lisan dan dikuatkan dengan perjanjian tertulis sesuai
ketentuan yang berlaku.
2. Pemberi sewa atau pemberi jasa
3. Penyewa atau pengguna jasa
4. Objek akad ijarah yang berupa manfaat barang atau manfaat jasa.
5. Ujrah atau upah, ongkos, biaya

2.6 SYARAT YARAT AKAD IJARAH

Dalam tata cara ijarah, syarat-syarat sah harus terpenuhi agar transaksi sewa
menywa menjadi halal. Setelah mengetahui rukunnya, berikut syarat akad ijarah:

a. Syarat Saat Terjadinya Akad

Syarat ini berkaitan dengan Aqid, zat, dan tempat akad. Ketiga hal
mendasar ini wajib hukumnya untuk diketahui oleh pihak yang akan
melakukan akad. Aqid sebaiknya Baligh, berakal dan mampu mengatur
hartanya, dan saling mengizinkan atau ridho.

b. Syarat Saat Pelaksanaan

Barang yang akan disewakan harus menjadi hak milik penuh pihak yang
akan menyewakan. Akad ijarah tidak akan sah jika barang tidak dimiliki
secara penuh. Maka ada baiknya sebelum ijarah pihak penyewa mengetahui
status kepemilikan dengan jelas.

c. Syarat Sah Ijarah

Barang yang menjadi objek harus memiliki manfaat yang jelas. Sahnya
perjanjian ditentukan oleh tata cara ijarah yang sama-sama disetujui dengan
ikhlas oleh masing-masing pihak. Pihak yang menyewakan harus
menjelaskan dengan rinci mengenai manfaat dan batasan waktunya.

d. Syarat Kelaziman

Syarat kelaziman meliputi:

• Barang terhindar dari cacat atau mauquf'alaih.


• Tidak ada hal yang dapat menyebabkan akad akan menimbulkan kerugian
baru atau mudharat.

Syarat-syarat atau unsur-unsur yang harus diperhatikan agar terpenuhinya


akad ijarah antara lain sebagai berikut:

1. Para pihak yang menyelenggarakan akad ijarah, baik pihak penyewa dan
pihak yang menyewakan harus berbuat dilandasi asas sukarela dan tidak
atas keterpaksaan.
2. Tidak diperbolehkan ada unsur penipuan dalam akad ijarah. Jika di
kemudian hari ditemukan unsur penipuan, maka akad ijarah bisa
dibatalkan dan pihak yang ditipu diperbolehkan meminta
pertanggungjawaban.
3. Obyek yang diakadkan harus berwujud, berbentuk dan sesuai realitas.
Misalnya, barang modal seperti bangunan, rumah, kantor, ruko dan lain-
lain. Barang produksi seperti mesin dan alat-alat berat. Barang transportasi
seperti mobil dan sepeda motor.
4. Manfaat obyek ijaroh harus sesuatu yang bersifat mubah (dibolehkan),
bukan sesuatu yang diharamkan. Manfaat ini juga harus bisa dikenali
dengan jelas dan spesifik. Sehingga tidak diperbolehkan misalnya
menyewakan pohon untuk diambil buahnya atau mata air untuk diambil
airnya, karena bukan manfaatnya yang diambil melainkan bendanya.
5. Pemberian upah atau imbalan dalam transaksi ijarah harus berupa sesuatu
yang bernilai, dalam praktiknya berupa mata uang yang berlaku
2.7 PEMBATALAN IJARAH

Akad Ijarah (sewa - menyew) dapat berakhir atau dibatalkan apabila terjadi
permasalahan - permasalahan di bawah ini.

1. Objek atau barang yang hendak disewakan mengalami kerusakan.


2. Objek sewa hilang atau musnah.
3. Masa sewa - menyewa yang sebelumnya sudah disepakati oleh kedua
belah pihak telah berakhir. Apabila dalam bentuk barang, maka penyewa
harus mengembalikan kepada pemiliknya. Sementara jika yang disewa
adalah jasa, maka orang tersebut berhak menerima upah dari jasa yang
telah dilakukan.
4. Terjadi uzur pada salah satu pihak.

2.8 LANDASAN HUKUM IJARAH

Landasan hukum dari transaksi Ijarah sendiri berasal dari Q.S. Ath-Thalaq
[65] : 6 yang berbunyi “Tempatkan lah mereka (para isteri) di mana kamu
bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan
mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (isteri-isteri yang
sudah ditalaq) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya
hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak) mu
untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di
antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan
maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.”

Serta Q.S. Al-Qashash [28] : 26 dan 27 yang memiliki arti “Salah seorang
dari kedua wanita itu berkata: “Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang
bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu
ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.
(27). Berkatalah dia (Syu´aib): “Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan
kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu
bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka
itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu.
Dan kamu Insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik”.

2.9 PROSEDUR IJARAH

Dalam pelaksanaannya, tata cara ijarah atau prosedurnya dalam properti ini
terbagi menjadi beberapa tahap seperti dijelaskan sebagai berikut:

• Tahap 1 Tata Cara Ijarah, Permohonan pembiayaan ijarah Nasabah


mengajukan pembiayaan ijarah ke bank syariah.
• Tahap 2 Tata Cara Ijarah, Menyewa atau membeli ijarah Bank syariah
kemudian membeli atau menyewa barang yang diinginkan oleh nasabah
sebagai objek ijarah dari penjual, pemilik, pengembang, atau supplier.
• Tahap 3 Tata Cara Ijarah, Akad pembiayaan ijarah atas obyek ijarah
Bank dan nasabah menandatangani akad pembiayaan ijarah setelah dicapai
kesepakatan antara nasabah dan bank mengenai barang objek ijarah, tarif
ijarah, periode ijarah dan biaya pemeliharaannya.
• Tahap 4 Tata Cara Ijarah, Penyerahan objek ijarah selama akhir periode
sewa Bank menyerahkan objek ijarah kepada nasabah sesuai akad yang
disepakati. Jika periode ijarah berakhir, nasabah atau penyewa harus
menyerahkan kembali obyek ijarah kepada bank sebagai aset untuk
disewakan kembali atau bank mengembalikan obyek ijarah kepada penjual,
pemilik, pengembang, atau supplier.
• Tahap 5 Tata Cara Ijarah, Pemindahan kepemilikan jika jenis
transaksinya Ijarah muntahia bi al-tamlik. Jika akadnya adalah Ijarah
muntahia bi al-tamlik, maka di akhir periode sewa, objek ijarah tersebut
sewa akan dijual atau dihibahkan kepada penyewa.

2.10 CONTOH IJARAH

Contoh praktek ijarah dalam kehidupan sehari-hari misalnya seseorang ingin


mencari bangunan rumah kontrakan untuk menjadi rumah produksi usahanya
dengan biaya 30 juta/tahun. Selanjutnya, pihak yang ingin menyewa bertemu
dengan orang yang dapat menyewakan propertinya. Setelah menunjukkan kondisi
rumah secara detail pada penyewa tersebut, setelah itu penyewa sudah yakin bahwa
keadaan rumah yang akan disewakan baik untuk menunjang usahanya.

Pihak yang memiliki bangunan rumah melakukan kesepakatan dengan


penyewa serta meyakinkannya, dan pihak penyewa menerima kesepakatan untuk
menyetujui bahwa akan mengontrak rumah tersebut sekaligus. Pihak penyewa
mendapatkan manfaat yaitu dengan menempati rumah tersebut dan memanfaatkan
semua isi rumah yang ada untuk usaha sedangkan pihak yang menyewakan juga
mendapatkan manfaat dengan menerima bayaran. Jika tidak mampu dengan jumlah
pembiayaan tertentu pihak penyewa dapat mengajukan pinjaman bank syariah
untuk memediasi akad ijarah tersebut.

Selain jual beli, salah satu kegiatan dalam bisnis properti adalah sewa
menyewa. Kegiatan menyewa properti seperti menyewa rumah, ruko, apartemen,
kost dan lain sebagainya sudah lumrah dan jamak dilakukan dalam masyarakat
Indonesia. Apalagi bagi Anda yang memiliki properti lebih dari satu, menyewakan
properti tersebut kepada orang lain bisa menjadi ladang bisnis dan
bentuk investasi tersendiri. Pun bagi Anda yang membutuhkan properti namun
belum mampu membelinya, menyewa akan menjadi solusi. Tata cara ijarah yang
sesuai dengan syariat agama dapat menjadi salah satu solusi dalam sewa menyewa.

Karena pentingnya kegiatan sewa menyewa dalam masyarakat, kegiatan sewa


menyewa ini juga telah diatur secara jelas dan terperinci dalam hukum agama Islam.
Dalam hukum Islam, sewa menyewa dikenal dengan istilah Ijarah.
BAB 11I
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Dari pemaparan makalah di atas dapat disimpulkan :
Ijarah merupakan Ijarah adalah akad sewa menyewa secara harfiah, ijarah
berasal dari kata al-ajru dari bahasa Arab yang menurut bahasa Indonesia berarti
ganti dan upah. Sementara secara etimologi, ijarah bermakna menjual manfaat.
Dalam arti luas, ijarah adalah akad atas kemanfaatan suatu barang dalam waktu
tertentu dengan pengganti sejumlah tertentu yang telah disepakati.

3.2 PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat kami sampaikan. Kami yakin dalam
penulisan makalah ini masih banyak kessalahan-kesalahan. Untuk itu, kritik dan
saran yang bersifat konstruktif sangat kami harapkan demi kesempurnaan
makalah yang selanjutnya. Semoga makalah ini dapat memberiakan manfaat pada
kita semua. AAmiin.
DAFTAR PUSTAKA

Antonio Muhammad Syafi’I, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, Jakrta : Gema Insani, 2001
Hasan M. Ali, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat), Jakrta : PT Raja
Grafindo Persada, 2003
http://punyahari.blogspot.com/2009/12/transaksi-dan-akad-dalam-ekonomi.html
Karim Adiwarman, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan, Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada, 2004
Mas’adi Ghufron A., Fiqh Muamalah Kontekstual, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2002

Anda mungkin juga menyukai