Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Uraian Materi :
3.1 Definisi Fiksi
Istilah fiksi dalam bahasa Indonesia diserap dari bahasa Inggris “fiction”
yang berarti cabang seni sastra yang berupa cerita-cerita imajinatif dan berbentuk
prosa (Roffi’uddin dan Zuhdi, 1999: 41). Karangan fiksi adalah karangan yang di
dalamnya terdapat unsur khayal atau imajinasi pengarang (Hasani, 2005: 21).
Maksud dari pernyataan tersebut adalah bahwa sebuah karangan dapat
digolongkan ke dalam karangan fiksi apabila didalamnya merupakan hasil dari
imajinasi atau khayalan si pengarang, baik dari segi kejadian, tokoh, latar, serta
unsur-unsur lainnya.
Altenbernd dan Lewis dalam Nurgiyantoro (2007: 2-3), juga mendefinisikan
karangan fiksi sebagai prosa naratif yang bersifat imajinatif, namun biasanya
masuk akal dan mengandung kebenaran yang mendramatisasikan hubungan-
hubungan antarmanusia. Maksud dari pernyataan tersebut adalah karangan fiksi
merupakan hasil imajinasi pengarang yang bisa diterima oleh masyarakat umum.
Secara tidak disengaja, karangan fiksi juga dapat saja terjadi dalam kehidupan
nyata. Seperti terjadinya kesamaan cerita, tokoh maupun tempat kejadian. Bahkan
si pengarang lebih sering mengangkat sebuah peristiwa yang benar-benar terjadi
dalam kehidupan nyata. Akan tetapi, semua itu sengaja dilebihlebihkan oleh
pengarang agar lebih menarik dan banyak diminati oleh masyarakat umum.
1
Hal senada disampaikan Sudjiman (1984:17), fiksi dengan istilah cerita
rekaan juga memaparkan mengenai pengertian fiksi, yaitu kisahan yang
mempunyai tokoh, lakuan, dan alur yang dihasilkan oleh daya khayal atau
imajinasi, dalam ragam prosa. Dalam hal ini, Sudjiman menjelaskan bahwa
karangan fiksi merupakan hasil imajinasi seorang pengarang yang di dalamnya
mengandung unsur-unsur seperti tokoh, alur, dan lainnya. Unsurunsur tersebut
saling berkesinambungan agar terjadinya sebuah cerita.
Berdasarkan uraian ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa karangan fiksi
merupakan hasil imajinasi pengarang yang dituangkan menjadi sebuah cerita.
Cerita tersebut bisa saja secara tidak sengaja terjadi di kehidupan nyata, tetapi
dilebih-lebihkan oleh pengarang untuk memancing daya khayal dan daya tarik
pembaca. Bahkan tidak jarang kita menemukan sebuah cerita fiksi yang benar-
benar bersifat imajinasi dan tidak dapat diterima oleh akal sehat manusia,
misalnya pada novel Harry Potter, Lord of the Ring, dan lainlain. Karangan fiksi
juga menghubungkan berbagai masalah kehidupan manusia dalam interaksinya
dengan diri sendiri, lingkungan, maupun interaksinya dengan Tuhan. Selain itu,
karangan fiksi bertujuan untuk menghibur para pembaca yang haus akan cerita
kehidupan.
Jenis-jenis karangan fiksi di antaranya adalah roman, novel, cerita
pendek, cerbung (cerita bersambung), novelet, dan puisi. Roman berisi paparan
cerita yang panjang yang terdiri dari beberapa bab yang saling berhubungan.
Sama halnya pada roman, novel adalah cerita berbentuk prosa yang menceritakan
kehidupan manusia. Bedanya, novel lebih sederhana dan lebih singkat daripada
roman. Novel menceritakan kejadian luar biasa yang melahirkan konflik yang
pada akhirnya melahirkan perubahan nasib para pelakunya dengan uraian-uraian
yang sederhana. Cerita pendek merupakan kisah mengenai kehidupan manusia
yang memiliki konflik. Akan tetapi, cerita pendek memiliki alur dan tokoh yang
lebih sedikit dibandingkan novel dan roman. Novel merupakan karya fiksi yang
menawarkan sebuah dunia, dunia yang berisi model kehidupan yang diidealkan,
dunia imajinatif, yang dibangun melalui berbagai unsur intrinsiknya, seperti
peristiwa, plot, tokoh, penokohan, latar, sudut pandang, dan lain-lain yang
semuanya juga bersifat imajinatif. Puisi adalah suatu pernyataan perasaan dan
2
pandangan hidup seorang penyair yang memandang suatu peristiwa alam dengan
ketajaman perasaannya. Karangan fiksi dapat diterbitkan melalui majalah, tabloid,
koran maupun berbentuk buku.
3
b) Plot lembut, jika akhir cerita berupa bisikan, tidak mengejutkan pembaca, namun
tetap disampaikan dengan mengesan sehingga seperti terus tergiang di telinga
pembaca.
c) Plot lembut-meledak, atau plot meledak-lembut adalah campuran plot keras dan
lembut.
Adapun jika kita melihat sifatnya, maka ada cerpen dengan plot terbuka, plot
tertutup dan campuran keduanya. sifat plot ada kalanya:
a) Terbuka
Jika akhir cerita merangsang pembaca untuk mengembangkan jalan cerita, di
samping masalah dasar persoalan.
b) Tertutup
Akhir cerita tidak merangsang pembaca untuk meneruskan jalan cerita.
c) Campuran keduanya.
4) Penokohan
Penokohan yaitu penciptaan citra tokoh dalam cerita. Tokoh harus tampak hidup
dan nyata hingga pembaca merasakan kehadirannya. Dalam cerpen modern,
berhasil tidaknya sebuah cerpen ditentukan oleh berhasil tidaknya menciptakan
citra, watak dan karakter tokoh tersebut. Penokohan, yang didalamnya ada
perwatakkan sangat penting bagi sebuah cerita, bisa dikatakan ia sebagai mata air
kekuatan sebuah cerita pendek. Pada dasarnya sifat tokoh ada dua macam; sifat
lahir (rupa, bentuk) dan sifat batin (watak, karakter). Sifat tokoh bisa diungkapkan
dengan berbagai cara, di antaranya melalui:
a) tindakan, ucapan dan pikirannya,
b) tempat tokoh tersebut berada,
c) benda-benda di sekitar tokoh,
d) kesan tokoh lain terhadap dirinya, dan
e) Deskripsi langsung secara naratif oleh pengarang.
5) Latar atau setting : yaitu segala keterangan mengenai waktu, ruang dan suasana
dalam suatu cerita. Pada dasarnya, latar mutlak dibutuhkan untuk menggarap tema
dan plot cerita, karena latar harus bersatu dengan tema dan plot untuk
menghasilkan cerita pendek yang gempal, padat, dan berkualitas.
6) Sudut Pandang Pengarang
4
Di antara elemen yang tidak bisa ditinggalkan dalam membangun cerita pendek
adalah sudut pandangan tokoh yang dibangun sang pengarang. Sudut pandangan
tokoh ini merupakan visi pengarang yang dijelmakan ke dalam pandangan tokoh-
tokoh bercerita. Jadi sudut pandang ini sangat erat dengan teknik bercerita.
Terdapat 4 macam sudut pandang dalam bercerita sebagai berikut.
a) Sudut pandang dari Yang Maha Kuasa : Pengarang seolah– olah maha tau,
pengarang ini menggambarkan semua tingkah laku para tokoh dan juga mengerti
apa yang dikerjakan oleh tokoh.
b) Sudut pandang dari Orang pertama : Pengarang menggunakan gaya aku dalam
bercerita, sipengarang disini tidak tidak mewakili dari pribadinya tetapi seluruh
ceritanya itu tergantung pada watak tokoh aku.
c) Sudut pandang dari Orang ketiga atau peninjau : seorang pengarang menggunakan
gaya dia dalam bercerita, sudut pandang ini gabungan dari Yang Maha Kuasa dan
Aku yang dapat melukiskan jiwa dia tapi tidak dapat melukiskan yang lain.
d) Sudut pandang Objektif : Pengarang bertindak seperti dalam sudut pandang Yang
Maha Kuasa, tetapi pengarang tidak sampai menuliskan bathin tokoh-tokoh yang
ada dalam cerita.
7) Diksi adalah pilihan Kata
Diksi diartikan oleh Kamus Besar Bahasa Indonesia sebagai pilihan kata yang
tepat dan sesuai penggunannya guna mengungkapkan ide sehingga didapatkan
efek sesuai yang diharapkan. Sedangkan menurut Wikipedia, diksi adalah pilihan
kata yang digunakan untuk merangkai kalimat. Penggunaan dikti ditujukan untuk
membuat kalimat lebih terkesan atraktif. Diksi sendiri memiliki beberapa fungsi
diantaranya sebagai berikut
a) Difungsikan agar pembaca atau pendengarnya dapat memahami apa yang ingin
disampaikan penyair atau penulis.
b) Digunakan untuk mencapai target komunikasi yang efisien dan efektif.
c) Mengekspresikan ide atau gagasan yang dituangkan dalam bentuk verbal.
8) Gaya Bahasa
Gaya bahasa yaitu cara khas pengungkapan seseorang, hal ini tercermin dalam
pengarang memilih kata-kata, tema, dan memandang persoalan.
5
3.2.2 Unsur Ekstrinsik
Unsur ekstrinsik (extrinsic) adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra
itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem karya sastra.
Unsur ekstrinsik juga terdiri dari sejumlah unsur. Unsur-unsur yang dimaksud
(Wellek & Warren, 1956:75-135) antara lain adalah keadaan subjektivitas
individu pengarang yang memiliki sikap, keyakinan, dan pandangan hidup yang
kesemuanya itu akan mempengaruhi karya yang ditulisnya. Unsur ekstrinsik
berikutnya adalah psikologi, baik berupa psikologi pengarang (yang mencakup
proses kreatifnya), psikologi pembaca, maupun penerapan prinsip psikologi dalam
karya.
3.3 Macam-Macam Karangan Fiksi
3.3.1 Dongeng
Dongeng adalah cerita yang tidak benar-benar terjadi dan dalam banyak
hal sering tidak masuk akal (Nurgiantoro, 2005:198). Pendapat lain mengenai
dongeng adalah cerita yang tidak benar-benar terjadi. Dongeng adalah suatu kisah
fiktif yang bisa juga diambil dari kisah asli atau sejarah kuno yang dibentuk dari
unsur tertentu (KBBI, 2007:274). Senada dengan Lezin dalam bukunya
bibliocollège Charles Perrault yang mengatakan bahwa « Le conte est un court
récit d’aventures imaginaires mettant en scène des situations et des personnages
surnaturels. » Dongeng adalah cerita pendek tentang petualangan khayal dengan
situasi dan tokoh-tokoh yang luar biasa dan gaib.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa dongeng
adalah cerita yang tidak benar-benar tejadi yang berisi tentang petualangan yang
penuh imajinasi dan terkadang tidak masuk akal dengan menampilkan situasi dan
para tokoh yang luar biasa/ goib.
Dongeng termasuk cerita rakyat dan merupakan bagian tradisi lisan.
Menurut Brunvard, Carvalho, dan Neto (dalam Danadjaja 2007:35) dongeng
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut.
1) Penyebaran dan pewarisannya dilakukan secara lisan, yaitu disebarkan dari mulut
ke mulut, melalui kata-kata dan dari generasi ke generasi berikutnya
2) disebarkan diantara kolektif tertentu dalam waktu yang cukup lama
6
3) ada dalam versi yang berbeda-beda. Hal ini diakibatkan oleh cara penyebaran dari
mulut ke mulut (lisan)
4) bersifat anonim, yaitu nama penciptanya sudah tidak diketahui lagi
5) biasanya mempunyai bentuk berumus atau berpola seperti kata klise, kata-kata
pembukaan dan penutup baku
6) mempunyai kegunaan (function) dalam kehidupan bersama suatu kolektif, sebagai
alat pendidik, pelipur lara, protes sosial dan proyeksi keinginan yang terpendam
7) bersifat pralogis, yaitu memiliki logika tersendiri yang tidak sesuai dengan logika
umum
8) Menjadi milik bersama dari kolektif tertentu. Hal ini disebabkan penciptanya yang
pertama sudah tidak diketahui lagi, sehingga setiap anggota kolektif merasa
memilikinya.
9) Bersifat polos dan lugu, sehingga seringkali kelihatannya kasar, terlalu spontan.
Hal ini dapat dimengerti bahwa dongeng juga merupakan proyeksi emosi manusia
yang paling jujur manifestasinya.
Dongeng sebagai salah satu dari sastra anak, berfungsi untuk memberikan
hiburan, juga sebagai sarana untuk mewariskan nilai-nilai yang diyakini
kebenarannya oleh masyarakat pada waktu itu. Dongeng dipandang sebagai
sarana untuk mewariskan nilai-nilai, dan untuk masyarakat lama itu dapat
dipandang sebagai satu-satunya cara. Sesuai dengan keberadaan misi tersebut,
dongeng mengandung ajaran moral. Dongeng sering mengisahkan penderitaan
tokoh, namun karena kejujuran dan ketahanujiannya tokoh tersebut mendapat
imbalan yang menyenangkan. Sebaliknya tokoh jahat pasti mendapat hukuman.
(Nurgiyantoro, 2005:200).
Hal senada juga dikemukakan oleh (Danandjaja, 2007:83) bahwa dongeng
diceritakan terutama untuk hiburan, walaupun banyak juga yang melukiskan
kebenaran, berisikan pelajaran (moral), atau bahkan sindiran. Sama halnya yang
diungkapkan oleh Carvalho-Neto (dalam Danandjaja, 2007:4) bahwa dongeng
mempunyai kegunaan sebagai alat pendidik, pelipur lara, protes sosial, dan
proyeksi keinginan terpendam.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa dongeng
mempunyai banyak fungsi antara lain: sebagai hiburan atau pelipur lara, pendidik,
7
sarana mewariskan nilai-nilai, protes sosial, dan juga sebagai proyeksi keinginan
terpendam.
Menurut Nuraeni (2010: 183) Beberapa bentuk dongeng yaitu legenda,
mite, sage dan fabel yaitu sebagai berikut :
1. Legenda
Menurut Oxford Advanced Learner’s Dictonary, kata ‘legenda’ yang
muncul dalam Bahasa Inggris sekitar tahun 1340, memiliki pengertian: A story
from ancient times about people and events, that may or may not be true (OALD,
2002:766). Menurut Bascom (dalam Hutomo, 1991: 63), legenda adalah cerita
yang dianggap benar-benar terjadi, tetapi tidak dianggap suci. Berlainan dengan
mite, legenda ditokohi oleh manusia biasa walaupun ada kalanya mempunyai
sifatsifat luar biasa, atau sering dibantu oleh makhluk-makhluk gaib (halus).
Tempat terjadinya legenda adalah dunia seperti ysng kita kenal sekarang. Waktu
terjadinya belum begitu lampau. Para pelaku legenda dibayangkan sebagai pelaku
yang betul-betul pernah hidup pada masyarakat masa lalu (Rusyana, 2000: 39).
Legenda sering kali dipadani dengan sejarah kolektif (folk history), legenda
biasanya bersifat migratoris yakni dapat berpindah-pindah, sehingga dikenal luas
di pengelompokan yang disebut siklus (cycle), yaitu sekelompok cerita yang
berkisar pada suatu tokoh atau kejadian tertentu (Danandjaya, 2002: 66).
Sebelum ditemukannya mesin percetakan, cerita diteruskan dari mulut ke
mulut. Seorang pencerita menyampaikan cerita yang telah ia dengar dari pencerita
sebelumnya yang mungkin, walaupun sebenarnya lebih tidak mungkin, telah
menyaksikan “cerita” tersebut benar-benar terjadi. Legenda dibedakan dari sejarah
berdasarkan fakta bahwa legenda menggunakan susunan yang mengungkapkan
definisi moral dari berbagai kejadian, memberikan nilai yang menempatkan
legenda di atas kehidupan manusia yang rata-rata terbatas dan terjadi berulang-
ulang, dan memberikan keseragaman. Hal-hal tesebut yang membuat legenda
layak untuk diteruskan atau diceritakan dari generasi ke generasi. Adapun contoh
cerita legenda adalah legenda terjadinya Danau Toba di Sumatra, Sangkuriang
(Legenda Gunung Tangkuban Perahu) di Jawa Barat, Rara Jonggrang di
Yogyakarta dan
8
Jawa Tengah, Ajisaka di Jawa Tengah dan Desa Trunyan di Bali. Berikut
ditampilkan contoh legenda Sangkuriang
2. Mite
Hutomo (1991: 63) berpendapat mitos (mite) yang berasal dari bahasa
Yunani berarti cerita-cerita tentang dewa-dewa atau pahlawanpahlawan yang
dipuja-puja. Mitos adalah cerita-cerita suci yang mendukung sistem kepercayaan
atau agama/religi. Menurut Bascom (Danandjaya, 2002: 50), mite atau mitos
merupakan cerita prosa rakyat yang dianggap benar-benar terjadi serta dianggap
suci oleh yang empunya cerita. Mite ditokohi oleh para dewa atau mahluk
setengah dewa. Peristiwa terjadi di dunia yang bukan seperti yang kita kenal
sekarang, dan terjadi pada masa lampau. Sutarto (1997:13) memiliki pandangan
yang sejalan dengan dua definisi sebelumnya. Ia memandang mite sebagai cerita
yang berkisah tentang kegiatan, hubungan keluarga, sahabat dan musuh,
kemenangan dan kekalahan, serta kisah cinta para dewa.
Ketiga ahli di atas memilki sebuah persamaan dalam cara mereka
memandang mitos, yaitu mitos berhubungan dengan para dewa. Mereka
berpendapat bahwa mitos ditokohi oleh para dewa. Selain persamaan tersebut,
perbedaan fungsi dari sebuah mitos juga dapat ditemukan dari ketiga pendapat di
atas. Mitos berdasarkan pendapat Hutomo merupakan cerita suci yang berfungsi
untuk mendukung sistem kepercayaan atau religi. Mitos Bascom memang
dianggap suci tapi hanya oleh si empunya cerita. Jika cerita tersebut hanya
dianggap suci oleh si empunya cerita bukan oleh suatu masyarakat atau populasi
di suatu wilayah tertentu, maka mitos ini tidak dapat mendukung sistem
kepercayaan dan hanya berfungsi sebagai pengetahuan belaka. Berdasarkan
pandangan Sutarto, penulis menyimpulkan bahwa fungsi mitos hanya sebatas
9
menghibur, karena hanya menceritakan kehidupan, cinta dan hal-hal lain dari para
dewa.
Menurut sejarahnya, mitos mengikuti dan memiliki kaitan erat dengan
ritual. Mitos merupakan bagian ritual yang diucapkan, cerita yang diperagakan
oleh ritual. Dalam suatu masyarakat, ritual yang adalah “acara” yang diperlukan
dan berkaitan dengan panen, kesuburan, inisiasi anak muda ke dalam kebudayaan
masyarakat dan upacara kematian dilakukan oleh para pemuka agama untuk
menghindarkan bahaya atau mendatangkan keselamatan. Dalam pengertian yang
lebih luas, mitos berarti cerita-cerita anonim mengenai asal mula alam semesta
dan nasib serta tujuan hidup; penjelasan-penjelasan yang bersifat mendidik
mengenai dunia, tingkah laku manusia, citra alam, dan tujuan hidup manusia dan
biasanya diturunkankan oleh suatu masyarakat kepada anak-anak mereka.
(Wellek,1995: 242-243). Levi-Strauss menyatakan mitos adalah naratif atau cerita
itu sendiri khususnya yang berkaitan dengan aspek-aspek kebudayaan tertentu.
Levi-Strauss beranggapan pada dasarnya mitos merupakan pesan-pesan kultural
terhadap anggota masyarakat. Mitos, totem bukanlah takhayul primitif, melainkan
sebagai contoh dasar cara-cara berpikir (Ratna, 2006: 134-135).
Dari sudut pandang kesusastraan, Wellek (1995: 242-243) mendefinisikan
mitos sebagai naratif, cerita yang dikontraskan dengan wacana dialektis,
eksposisi. Mitos bersifat irasional dan intuitif, bukan uraian filosofis yang
sistematis. Sedangkan Scholes (dalam Ratna, 2006: 136) mengatakan mitos dan
cerita rakyat merupakan prototipe semua jenis naratif, sebagai nenek moyang dan
model perkembangan fiksi kemudian. Mitos adalah cerita anonim yang berakar
dalam kebudayan primitif. Awalnya mitos diartikan sebagai imajinasi yang
sederhana dan primitif untuk menyusun suatu cerita, namun dalam pengertian
modern mitos adalah struktur cerita itu sendiiri (Ratna, 2006: 67)
Berdasarkan pengertian-pengertian tentang mitos di atas, baik yang berasal
dari para ahli maupun kamus dan ensiklopedia, dapat disimpulkan bahwa mitos
adalah sebuah cerita naratif yang berakar dari kebudayaan atau sejarah primitif
pada suatu masyarakat, daerah atau agama. Biasanya cerita primitif ini merupakan
perwujudan dari fantasi alam bawah sadar bukan berdasarkan akal pikiran.
Maksudnya, mitos tersebut dibuat untuk menjawab hal-hal yang tidak dapat
10
dijawab dengan pikiran manusia. Maka dari itu, mitos berkaitan dengan dewa-
dewa, mahluk setengah dewa atau pahlawanpahlwan yang dipuja-puja yang
keberadaannya di luar akal manusia.
Contoh cerita mitos adalah Nyai Roro Kidul (Ratu Laut Selatan), cerita
Nyai Roro Jongrang), dan Cerita Joko Tarub. Berikut salah satu contoh cerita
mite.
3. Sage
Sage adalah cerita yang berkaitan dengan nilai-nilai kejujuran atau
kepahlawanan. Sage menurut Poerwadarminto (1985: 848) adalah “Cerita yang
mendasar peristiwa sejarah yang telah bercampur dengan fantasi rakyat”,
sedangkan menurut sari kata Bahasa Indonesia (2007: 20) sage yaitu dongeng
yang mengandung unsur sejarah. Jadi dapat disimpulkan bahwa sage merupakan
cerita dongeng yang berhubungan dengan peristiwa atau sejarah. Contoh cerita
sage adalah Hang Tuah, Calon Arang, Airlangga, Diponegoro, Sultan
Hasanuddin, dan Ciung Wanara. Berikut contoh Sage Ciung Wanara.
4. Fabel
Fabel adalah cerita yang tokoh dan perannya binatang. Menurut kamus
besar bahasa Indonesia, fabel yang berasal dari bahasa Inggris fable adalah cerita
yang menggambarkan watak dan budi manusia yang pelakunya diperankan oleh
binatang. Dongeng binatang (fabel) adalah dongeng yang ditokohi binatang
peliharaan dan binatang liar, seperti binatang menyusui, burung, binatang melata
(reptillia), ikan, dan serangga. Binatang-binatang itu dalam cerita jenis ini dapat
berbicara dan berakal budi seperti manusia (Danandjaja, 2002:86).Dengan
demikian dongeng binatang menyimbolkan binatang dalam setiap ceritanya,
dimana binatang-binatang itu memiliki watak seperti manusia, berbicara, dan
berakal budi. Seolah-olah binatang itu hidup dan memiliki kebudayaan
masyarakat. Berikut contoh cerita fabel Kelinci dan Kura-kura.
3.3.2 Cerpen
Cerita pendek adalah cerita yang pada hakikatnya merupakan salah satu
wujud pernyataan seni yang menggunakan bahasa sebagai media komunikasi.
Sebagai wujud pernyataan seni, dalam hal ini seni sastra, cerita pendek tentunya
memiliki persamaan dengan bentukbentuk karya sastra lain seperti novel, drama,
11
dan sajak (Sutawijaya dan Rumini, 1996: 1). Cerpen adalah fiksi pendek yang
selesai dibaca dalam “sekali duduk” (Sumardjo, 2007: 202).
Cerpen merupakan cerita yang pendek, akan tetapi berapa ukuran panjang
pendek itu memang tidak ada aturannya (Nurgiyantoro, 2012: 10). Cerita pendek
dapat diartikan sebagai cerita berbentuk prosa pendek. Ukuran pendek di sini
bersifat relatif (Suyanto, 2012: 46). Lebih menspesifikasikan yaitu cerita pendek
adalah cerita yang panjangnya sekitar 5000 kata atau kira-kira 17 halaman kuarto
spasi rangkap yang terpusat dan lengkap pada dirinya sendiri (Tarigan 2011: 180).
Cerita pendek pada dasarnya adalah cerita yang menceritakan: hal (benda
atau manusia, juga keadaan), dan peristiwa (Sutawijaya dan Rumini, 1996: 3).
Kelebihan cerpen yang khas adalah kemampuan mengemukakan masalah yang
kompleks dalam bentuk (dan waktu) yang sedikit (Nurgiyantoro, 2012: 10).
Berdasarkan uraian pakar di atas, penulis menyimpulkan bahwa konflik
cerpen adalah cerita yang relatif singkat dan menceritakan peristiwa kehidupan
yang kompleks. Peristiwa yang diceritakan berdasarkan kejadian-kejadian yang
ada di masyarakat.
3.3.3 Novel
Novel atau sering disebut sebagai roman adalah suatu cerita prosa yang
fiktif dalam panjang yang tertentu, yang melukiskan para tokoh, gerak serta
adegan nyata yang representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak
kacau atau kusut. Novel memunyai ciri bergantung pada tokoh, menyajikan lebih
dari satu impresi, menyajikan lebih dari satu efek, menyajikan lebih dari satu
emosi (Tarigan, 1991:
164-165).
Nurgiyantoro (2010:10) mengemukakan bahwa novel merupakan karya
fiksi yang dibangun oleh unsur-unsur pembangun, yakni unsur intrinsik dan unsur
ekstrinsik. Novel juga diartikan sebagai suatu karangan berbentuk prosa yang
mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang lain di
sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat pelaku. Novel merupakan jenis
karya sastra yang ditulis dalam bentuk naratif yang mengandung konflik tertentu
dalam kisah kehidupan tokoh-tokoh dalam ceritanya. Biasanya novel kerap
12
disebut sebagai suatu karya yang hanya menceritakan bagian kehidupan
seseorang. Hal ini didukung oleh pendapat Sumardjo (1984: 65) yaitu sedang
novel sering diartikan sebagai hanya bercerita tentang bagian kehidupan seseorang
saja, seperti masa menjelang perkawinan setelah mengalami masa percintaan; atau
bagian kehidupan waktu seseorang tokoh mengalami krisis dalam jiwanya, dan
sebagainya.
Berdasarkan beberapa pandangan terdahulu, dapat disimpulkan bahwa
novel merupakan karya fiksi yang dibangun oleh unsur-unsur pembangun, yakni
unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik yang mengandung rangkaian cerita kehidupan
seseorang dengan orang lain di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat
pelaku
3.3.4 Roman
Roman adalah suatu jenis karya sastra yang merupakan bagian dari epik
panjang. Dalam perkembangannya roman menjadi suatu karya sastra yang sangat
digemari. Seperti yang dikemukakan Ruttkowski & Reichmann (1974 : 37)
bahwa: Der Roman hat sich seit den 16. Jahrhundert zur beliebigsten epischen
Großform in der Prosa entwickelt. Sebagai salah satu karya sastra epik panjang,
roman berisi paparan cerita yang panjang dan terdiri dari beberapa bab, di mana
antara bab satu dengan yang lain saling berhubungan. Biasanya roman bercerita
tentang suatu tokoh dari lahir sampai mati. Kata roman sendiri berasal dari bahasa
Perancis romanz pada abad ke-12, serta dari ungkapan bahasa Latin yaitu lingua
romana, yang dimaksudkan untuk semua karya sastra dari golongan rakyat biasa
(Matzkowski,1998:81).
Roman adalah suatu karya sastra yang disebut fiksi. Kata fiksi di sini
berarti sebuah karya khayalan atau rekaan. Dengan kaitannya roman sebagai karya
yang fiksi, Goethe mengatakan: Der Roman soll uns mögliche Begebenheiten
unter unmöglichen oder beinahe unmöglichen Bedingungen als wirklich
darstellen. Der Roman ist eineubjective
Epopöe, in welcher der Verfasser sich die Erlaubnis ausbittet, die Welt nach
seiner Weise darzustellen (Neis, 1981:13), yang artinya: ”Roman (seharusnya)
mengambarkan peristiwa yang mungkin terjadi dengan kondisi yang tidak
13
memungkinkan atau hampir tidak memungkinkan sebagai sebuah kenyataan.
Roman adalah sebuah cerita subjektif, di dalamnya pengarang berusaha
menggambarkan dunia menurut pendapatnya sendiri”.
Dalam perkembangannya, roman disamakan dengan novel, padahal
berbeda. Roman merupakan cerita yang digambarkan secara panjang lebar dan
menceritakan tokoh-tokoh atau peristiwa-peristiwa fiktif, sedangkan novel adalah
sebuah cerita yang menceritakan peristiwa-peristiwa lebih panjang daripada
cerpen, tetapi lebih pendek daripada roman. Namun perkembangannya di dunia
sastra Indonesia, istilah roman dan novel sama, yaitu cerita rekaan yang panjang,
menceritakan tokoh-tokoh dan menampilkan serangkaian peristiwa dan latar
secara tersusun. Istilah yang lebih populer di Indonesia sendiri adalah novel.
Definisi lain juga disampaikan oleh Marwata (2008:131) yang menyebutkan,
bahwa novel adalah salah satu genre sastra yang cukup banyak ditulis dengan
menggunakan atau realitas ekstratekstual dalam peristiwa historis.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat ditarik simpulan bahwa roman
adalah sebuah karya gambaran dunia yang diciptakan oleh pengarangnya, yang di
dalamnya menampilkan keseluruhan hidup suatu tokoh beserta permasalahannya,
terutama dalam hubungan dengan kehidupan sosialnya.
3.4 Definisi Karangan Nonfiksi
Karangan nonfiksi menurut Hasani (2005:21) adalah karangan yang
berupa data dan fakta. Jadi tidak ada unsur imajinasi pengarang. Sebuah karangan
dapat digolongkan ke dalam karangan nonfiksi apabila di dalamnya terdapat data-
data yang dapat dibuktikan kebenarannya. Selain itu, karangan nonfiksi juga
disusun melalui fakta-fakta yang secara nyata terjadi di lapangan tanpa adanya
unsur imajinasi dari pengarang.
Karangan nonfiksi menurut Mulyati (2004: 7. 3) adalah tulisan yang
disusun berdasarkan kenyataan. Maksud dari pernyataan tersebut adalah suatu
tulisan yang mengandung unsur-unsur kebenaran dalam pembuatannya dan
didapatkan dari kenyataan yang terjadi di lapangan, maka dapat dikategorikan ke
dalam karangan nonfiksi. Tulisan nonfiksi tercipta karena penulisnya tidak
mengarang cerita rekaan, imajinasi atau fantasi, melainkan menulis fakta,
peristiwa, gejala, opini (pendapat) yang bukan fiksi (Soesono, 1995:1).
14
Natawijaya (2004: 2.29) menyatakan bahwa jenis bacaan nonfiksi adalah
jenis bacaan yang berbentuk artikel. Dalam jenis bacaan ini yang memegang
peranan penting adalah akal dan pikiran. Suparman menyatakan bahwa karangan
nonfiksi merupakan suatu bacaan yang berbentuk artikel. Seperti yang kita ketahui
bahwa artikel merupakan karya tulis lengkap, misalnya laporan berita atau esai
dalam majalah. Menurut definisi ini, sebuah artikel idealnya membahas seluk
beluk suatu tema secara tuntas.
Berdasarkan pemaparan ahli mengenai karangan nonfiksi, maka dapat
diartikan bahwa karangan nonfiksi merupakan suatu karangan yang dihasilkan
melalui proses penelitian, baik itu secara langsung maupun tidak langsung, dan
dapat dibuktikan kebenarannya tanpa ada unsur imajinasi atau khayalan
pengarang. Suatu tulisan yang di dalamnya mengandung unsurunsur fakta dan
memiliki data-data yang sah, maka dapat digolongkan ke dalam karangan
nonfiksi. Karangan nonfiksi juga ditulis dengan bahasa yang baku sesuai dengan
EYD yang berlaku secara tepat, jelas dan efektif. Selain itu, karangan nonfiksi
juga disusun secara jelas dan logis dengan sistematika penulisan ilmiah yang baik
dan benar.
Karangan nonfiksi memiliki ciri sebagai berikut:
1. Memiliki ide yang ditulis secara jelas dan logis serta sistematis;
2. Mengandung informasi yang sesuai dengan fakta;
3. Menyajikan temuan baru atau penyempurnaan temuan yang sudah ada;
4. Motivasi, rancangan dan pelaksanaan penelitian yang tertuang jelas;
5. Penulis memberikan analisis dan interpretasi intelektual dari data yang
diketengahkan dalam tulisannya. Untuk karya nonfiksi diharuskan menggunakan
kata baku sesuai dengan kamus umum Bahasa Indonesia. Karya nonfiksi harus
memakai bahasa berciri tepat, singkat, jelas, resmi dan teratur agar efektif.
3.5 Jenis-jenis Karangan Nonfiksi
Bacaan nonfiksi bersifat aktualitas, yaitu apa yang benar-benar terjadi
(Tarigan,1979:75). Pada garis besarnya, Soesono (1995:2) membagi bacaan
nonfiksi menjadi empat, yaitu berita, artikel, feature, dan laporan.
1. Berita merupakan tulisan yang berisi informasi yang bersifat fakta.
15
2. Feature adalah tuturan mengenai fakta, kejadian, peristiwa, atau proses, disertai
penjelasan riwayat terjadinya, duduknya perkara, proses pembentukannya serta
cara kerjanya.
3. Artikel adalah tulisan tentang masalah berikut pendapat dan pendirian penulis
tentang masalah itu.
4. Laporan merupakan tulisan panjang tentang suatu masalah atau persoalan yang
disusun secara berurutan, rinci, dan lengkap berdasarkan pengamatan sendiri.
Artati (2007:20) menambahkan macam-macam tulisan yang
merupakan tulisan nonfiksi,
1. Berita
Berita adalah cerita atau laporan mengenai kejadian atau peristiwa yang
faktual yang baru dan luar biasa sifatnya (Semi, 1995:11). Di dalam rumusan ini
dipersyaratkan berita itu adalah peristiwa yang benar-benar terjadi dalam waktu
yang baru sehingga mempunyai nilai kejutan dan dapat memenuhi hasrat
keingintahuan orang banyak, serta peristiwa itu bukan kejadian secara rutin dan
natural, tetapi terjadi di luar kebiasan dan di luar dugaan.
Agar pemahaman mengenai berita lebih jelas dan lebih lengkap, masih
perlu dielaborasikan lebih lanjut mengenai ciri-ciri berita yang baik atau dengan
kata lain, perlu diberikan ciri penanda suatu kejadian yang dapat diangkat menjadi
berita. Adapun ciri-ciri berita yang dipaparkan Semi (1995:13), sebagai berikut. a.
Merupakan Fakta
Berita tidaklah sebuah karya fiksi yang berlandaskan imajinasi penulis. Penulis
berita tidak boleh melebih-lebihkan apa yang sebenarnya terjadi.
b. Baru
Suatu peristiwa yang terjadi bulan yang lalu tidak mempunyai nilai lagi sebagai
sebuah berita yang layak disiarkan kecuali berita itu merupakan ulasan dan
penggambaran latar belakang.
c. Luar Biasa
Peristiwa atau kejadian yang jarang terjadi dan mengherankan merupakan bahan
berita yang baik.
d. Penting dan Ternama
16
Peristiwa itu melibatkan orang penting, ternama, dikenal secara luas, pujaan
masyarakat, pejabat penting, ilmuan, artis, politikus, bintang film, dan lain-lain.
e. Skandal dan Persengketaan
Sesuatu yang berupa skandal dan sengketa merupakan hal yang menarik untuk
dijadikan berita.
f. Lingkungan Sendiri
Suatu kejadian atau peristiwa yang dinilai penting bila kejadian atau peristiwa itu
berada dalam lingkungan sendiri.
g. Sesuai dengan Selera dan Minat Konsumen Berita
Suatu berita yang baik dan patut menjadi berita diputuskan setelah
mempertimbangkan kesesuaian dengan minat dan selera pembaca. Berdasarkan
pemaparan singkat mengenai berita pada bagian terdahulu, dapat disimpulkan
bahwa berita adalah cerita atau laporan mengenai kejadian atau peristiwa faktual
yang baru dan luar biasa sifatnya dengan ciri-ciri penanda yaitu kejadian itu
merupakan suatu fakta, kejadian itu baru, luar biasa, penting dan ternama, skandal
dan persengketaan, dalam lingkungan sendiri, dan sesuai dengan selera dan minat
konsumen berita.
2. Feature
Feature adalah tulisan hasil reportase (peliputan) mengenai suatu objek
atau peristiwa yang bersifat memberikan informasi, mendidik, menghibur,
meyakinkan, serta menggugah simpati atau empati pembaca. (LeSPI, 1999-2000).
Penulisan ini tidak terikat oleh 5W + 1H dan tidak terikat waktu, jadinya lebih
awet. Penulisan feature itu lebih santai dan fleksibel. Selain itu, feature lebih
bersifat subyektif (tersirat opini atau sudut pandang penulis) sehingga opini itu
tersamar dalam pelukisan suasana, penggunaan contoh-contoh, serta penyertaan
nara sumber pilihan yang dapat dipertanggungjawabkan kredibilitasnya.
Sebuah feature hendaknya ditulis dengan gaya bertutur, deskriptif,
sedemikian rupa sehingga susunan kata dan kalimatnya mampu menggambarkan
atau melukiskan suatu profil atau peristiwa tertentu. Oleh karena itu, feature
sesungguhnya sebuah “cerita”, tapi bukan cerita mengenai fiksi melainkan
mengenai fakta. A feature is a story about facts, not about fiction (feature ialah
17
cerita tentang fakta, bukan tentang fiksi). Sedangkan karya tulis tentang fiksi
disebut novel, cerita pendek. Adapun cirri-ciri feature adalah sebagai berikut.
1. Lengkap
Sebuah feature disebut lengkap bila menyatukan bagian-bagian fakta dari suatu
peristiwa, dan memadukan jalan pikiran penulisnya dalam bagian pendahuluan,
rincian atau uraian , dan kesimpulan atau penutup (punch).
2. Melawan Kebasian
Feature dapat menjadi alat ampuh melawan kebiasaan berita. berita hanya
berumur 24 jam. Dengan feature, sebuah berita dapat dipoles menjadi menarik
kembali dan tetap aktual.
3. Nonfiksi
Feature merupakan pengungkapan fakta-fakta yang dirangkai menjadi satu
kesatuan dan memebrikan gambaran yang jelas dan utuh kepada pembaca
mengenai suatu peristiwa atau suatu objek.
4. Bagian Dari Media Massa
Sebuah feature harus disajikan dalam media massa, baik cetak (surat kabar,
majalah dan buletin) maupun elektronik (televisi dan radio, dan web)
5. Panjang tak Tentu
Belum ada ketentuan mengenai panjang pendeknya sebuah feature, sehingga
tulisanfeature sangat bervariasi tergantung penulisnya. Panjang pendeknya sebuah
featuretergantung pada penting-tidaknya peristiwa, menariknya aspek yang
diungkap, dan bagaimana penulis berusaha mewarnai feature sehingga memikat
dari awal sampai akhir. Selain ada ciri umumnya, penulisan feature juga
mengandung ciri-ciri khas sebagai berikut.
1. Mengandung segi human interest. Tulisan feature memberikan penekanan pada
fakta-fakta yang dianggap mampu menggugah emosi-menghibur, memunculkan
empati dan keharuan. Dengan kata lain, sebuah feature juga harus mengandung
segi human interest atau human touch-menyentuh rasa manusiawi. Karenanya,
feature termasuk kategori softnews (berita ringan) yang pemahamannya lebih
menggunakan emosi. Berbeda dengan hard news (berita keras), yang isinya
mengacu kepada dan pemahamannya lebih banyak menggunakan pemikiran.
18
2. Mengandung unsur sastra. Satu hal penting dalam sebuah feature adalah ia harus
mengandung unsur sastra. Feature ditulis dengan cara atau gaya menulis fiksi.
Karenanya, tulisan feature mirip dengan sebuah cerpen atau novel-bacaan ringan
dan menyenangkan-namun tetap informatif dan faktual. Karenanya pula, seorang
penulis feature pada prinsipnya adalah seorang yang sedang bercerita.
Jadi, feature adalah jenis berita yang sifatnya ringan dan menghibur. Ia menjadi
bagian dari pemenuhan fungsi menghibur (entertainment) sebuah surat kabar.
3. Reportase
Reportase artinya pemberitaan atau pelaporan. Dari kata “report” yang
artinya “melaporkan” atau “memberitakan”. Mirriam Webster Dictionary
mengartikan reportase (reportage) sebagai “the act or process of reporting news”
(aksi atau proses pemberitaan) dan “something (as news) that is reported” (sesuatu
yang dilaporkan”. Kamus Bahasa Indonesia mengartikan reportase sebagai
“pemberitaan”,
“pelaporan, dan “laporan kejadian (berdasarkan pengamatan atau sumber tulisan).
Reportase adalah laporan keadaan suatu tempat atau kejadian yang ditulis
secara lengkap dan cermat. Reportase biasanya ditulis/ dilaporkan oleh seorang
wartawan atau reporter mengenai peristiwa yang dilihatnya. Kegiatan ini sangat
penting dalm menghasilkan sebuah berita. Informasi yang terkandung dalm
reportase merupakan fakta-fakta yang dikumpulkan dari berbagai sumber dan
narasumber yang kemudian diolah menjadi satu berita yang komplit. Berita yang
baik adalah berita yang menyajikan fakta-fakta secara objektif, oleh karena itu
seorang reporter haruslah mempunyai sifat jujur dan objektif serta tidak memihak.
Berita yang baik harus memenuhi unsur 5W + 1H sehingga menghasilkan
berita yang lengkap. Unsur berita tersebut meliputi :
1. What (apa)
Peristiwa apa yang terjadi/diberitakan
2. Who/siapa?
Siapa saja tokoh yang terlibat dalam peristiwa tersebut
3. Where/ di mana?
Di mana terjadinya peristiwa yang diberitakan
19
4. When/ kapan ?
Waktu terjadinya peristiwa yang diberitakan
5. Why/mengapa?
Alasan atau penyebab mengapa sebuah peristiwa bisa terjadi
6. How/bagaima?
Bagaimana kejadian itu terjadi, atau proses kejadian pada berita yang dilaporkan.
Jika semua unsur di atas telah terpenuhi, maka suatu berita (reportase)
bisa dikatakan lengkap.
4. Kolom
Kolom (column) adalah sebuah rubrik khusus para pakar yang berisikan
karangan atau tulisan pendek, yang berisikan pendapat subjektif penulisnya
tentang suatu masalah. Rubrik khusus ini umumnya bernama asli (“Kolom”),
namun ada pula media massa yang menggunakan nama lain seperti “Resonansi”
(Republika), “Asal Usul” (Kompas), dan sebagainya. Penulisnya disebut kolomnis
(columnist). Dalam kamus bahasa, kolomnis diartikan sebagai seorang penulis
yang menyumbangkan karangan (artikel) pada suatu media massa secara tetap.
Isinya hanya pendapat, berbeda dengan tulisan artikel yang berisi pendapat namun
disertai tuturan data, fakta, berita, atau argumentasi berdasarkan teori keilmuan
yang mendukung pendapatnya tentang suatu masalah.
Nasksh kolom tidak mempunyai struktur tertentu, tapi langsung berisi
tubuh tulisan, yakni berupa pengungkapan pokok bahasan dan pendapat
penulisnya tentang masalah tersebut. Judulnya pun biasanya singkat saja. Bahkan,
dapat hanya satu kata.
5. Tajuk Rencana dan Pojok
Tajuk rencana adalah ulasan penulis terhadap isu yang sedang hangat di
masyarakat secara menyeluruh. Jenis tulisan non-fiktif yang satu ini biasa
dijumpai di surat kabar, ditulis oleh pemimpin redaksi ataupun editor media
tersebut. Karena umumnya ditulis di surat kabar dan dilakukan oleh sang editor,
tajuk rencana dikenal pula dengan sebutan editorial.Sebuah tulisan berupa tajuk
rencana memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
a. Berisi ulasan masalah secara kronologis.
20
b. Mengandung opini dari sang penulis.
c. Menyampaikan saran yang dianggap dapat menjadi solusi atas topik masalah yang
sedang diulas.
Berikut ini struktur yang harus selalu ada dalam setiap pembuatan
tulisannya:
a. Judul
Pilihlah judul yang sesuai dengan topik yang akan dibahas dalam tajuk tersebut
dan buatlah judul seprovokatif mungkin guna mengundang minat membaca orang
yang melihatnya.
b. Latar Belakang Masalah
Bagian ini seperti sinopsis, paparkanlah masalah yang hendak dibahas secara
sepintas agar pembaca tertarik melanjutkan bacaannya.
c. Persoalan
Setelah membahas sepintas masalah yang diulas, penulis dapat melanjutkannya
dengan menerangkan persoalan yang terjadi hingga menjadi isu. Tuturkanlah tiap
peristiwa secara kronologis agar mudah dimengerti pembaca. Jika memang ada
tokoh-tokoh terkait yang dianggap penting, cantumkanlah dalam tulisan.
d. Opini
Sehabis mengulas isu secara menyeluruh, penulis dapat menyampaikan
pandangannya. Opini tersebut harus bersifat netral dan tidak memihak.
e. Saran
Karena fungsinya untuk memberikan informasi dan solusi, tiap tajuk rencana pasti
mengandung saran yang dianggap ideal oleh penulis untuk menyelesaikan
permasalahan yang sedang dibahas.
f. Simpulan
Setelah menyampaikan ulasan masalah, opini, hingga saran, harus ditutup secara
elegan dengan pemberian kesimpulan dari penulis. Kesimpulan dapat berupa
ringkasan dari segala yang sudah dipaparkan sebelumnya.
6. Surat pembaca
Surat pembaca merupakan surat yang dikirimkan oleh pembaca
(masyarakat) kepada suatu surat kabar yang menyatakan suatu maksud seperti
keluhan, pertanyaan, pujian, himbauan, rasa terimakasih, dan lainlain. Melalui
21
surat pembaca, keluhan ataupun ucapan tertentu yang ingin disampaikan oleh
masyarakat yang mungkin tidak mengetahui tempat dimana harus bertanya
tentang sesuatu atau tidak pernah mendapat respon ketika menanyakannya. Surat
pembaca ditulis dalam kalimat yang sangat pendek, langsung ke pokok
permasalahan yang dimaksud.
Surat pembaca memiliki ciri yang membedakan dengan macam surat lainnya.
Ciri dari surat pembaca yaitu:
a. Merupakan surat yang berisi pesan: keluhan, pujian, himbauan, undangan, dan
sebagainya kepada instansi atau orang tertentu. Selain itu, surat pembaca dapat
juga berupa surat balasan yang dikirimkan untuk menjawab keluhan surat
pembaca sebelumnya.
b. Bersifat umum artinya surat yang boleh dibaca oleh orang banyak, mengingat isi
pesan yang disampaikan mempengaruhi hajat hidup orang banyak
c. Singkat, padat, dan jelas. Surat pembaca terdiri atas 1-4 paragraf. Isi yang
disampaikan dalam surat pembaca langsung ke pokok pembicaraan.
d. Menggunakan bahasa yang baku, sopan dan komunikatif.
7. Resensi
Secara etimologis resensi berasal dari bahasa latin, yaitu kata kerja
revidere dan recensere yang artinya melihat kembali, menimbang, atau menilai.
Dari istilah tersebut mengacu pada hal yang sama, yakni mengulas buku. Di
Indonesia, resensi sering juga diistilahkan dengan timbangan buku, tinjauan buku,
bedah buku, ulasan buku, dan sebagainya. Menulis resensi adalah salah satu upaya
memperkenalkan suatu buku kepada orang lain yang belum membaca buku
tersebut sehingga setelah membaca resensi, orang tersebut tergerak hatinya untuk
membaca karya orang lain.
Teks ulasan atau resensi adalah tulisan yang isinya menimbang atau
menilai sebuah karya yang dikarang atau dicipta orang lain (Isnatun & Farida,
2013: 57). Menurut Dalman (2014: 229), resensi adalah sebuah istilah yang
digunakan untuk menilai baik tidaknya sebuah buku. Dalam hal ini, yang dinilai
adalah keunggulan dan kelemahan buku. Menurut Rosidi (2009: 60) resensi
merupakan salah satu upaya menghargai tulisan atau karya orang lain dengan cara
memberikan komentar secara objektif. Menurut Keraf (dalam Dalman, 2014:
22
229), resensi adalah suatu tulisan atau ulasan mengenai nilai sebuah hasil karya
atau buku.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa teks
ulasan atau resensi adalah tulisan yang isinya menimbang atau menilai sebuah
karya yang dikarang atau dicipta orang lain. Pendapat tersebut sangat sesuai
karena teks ulasan adalah kegiatan menilai sebuah karya yang dikarang orang lain.
Karya yang dinilai dalam tulisan resensi meliputi buku, film, novel, cerpen, dan
semacamnya. Oleh sebab itu, sebagai seorang penulis resensi harus jujur dan
paham terhadap isi buku atau tulisan yang diresensinya.
Daniel (dalam Dalman, 2014:231). Ia mengemukakan bahwa tujuan
penulisan teks ulasan/resensi meliputi empat tujuan antara lain sebagai berikut.
1) Memberikan informasi atau pemahaman yang komprehensif tentang apa yang
tampak dan terungkap dalam sebuah buku.
2) Mengajak pembaca untuk memikirkan, merenungkan, dan mendiskusikan lebih
jauh fenomena atau problema yaang muncul dalam sebuah buku.
3) Memberikan pertimbangan kepada pembaca apakah sebuah buku pantas mendapat
sambutan dari masyarakat atau tidak.
4) Menjawab pertanyaan yang timbul jika seseorang melihat buku terbit seperti siapa
pengarangnya, mengapa ia menulis buku itu, bagaimana hubungannya dengan
buku-buku sejenis karya pengarang yang sama, dan bagaimana hubungannya
dengan buku sejenis karya pengarang lain.
Berdasarkan pendapat tersebut, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
oleh seseorang peresensi buku, yaitu informasi yang disampaikan harus jelas,
mampu mengajak pembaca untuk berpikir kritis terhadap hasil resensi, hasil
resensi harus bersifat persuasif, dan memiliki sikap kreatif dalam meresensi buku.
Dalam hal ini, seorang penulis resensi perlu menguasai isi buku atau karya sastra
yang diresensinya sehingga dapat disampaikan apakah buku tersebut layak atau
tidak untuk dinikmati. Oleh sebab itu, keunggulan dan kelemahan buku perlu
disampaikan secara jujur.
Berdasarkan media atau forumnya, resensi buku dibagi menjadi dua, yaitu
resensi ilmiah dan resensi ilmiah populer, Saryono (dalam Dalman, 2014: 232).
Dalam resensi ilmiah digunakan tata cara keilmuan tertentu, menggunakan
23
rujukan atau acuan, dan bahasa resmi serta yang dipaparkan selengkap-
lengkapnya. Sementara itu, resensi ilmiah populer tidak menggunakan rujukan
atau acuan tertentu. Selain itu, isi resensi ilmiah populer seringnya hanya
memaparkan bagian-bagian yang menarik saja dan penyajiannya pun tidak terlalu
tunduk pada bahasa resmi atau bahasa baku. Hal yang membedakan kedua resensi
tersebut adalah bahasa dan tata cara penulisan yang digunakan.
Berdasarkan isi sajian atau isi resensinya, resensi buku digolongkan
menjadi tiga jenis, yaitu sebagai berikut.
1) Resensi Informatif
Resensi informatif hanya berisi tentang hal-hal dari suatu buku. Pada umumnya,
isi resensi informatif hanya ringkasan dan paparan mengenai apa isi buku atau
hal-hal yang bersangkutan dengan suatu buku.
2) Resensi Evaluatif
Resensi evaluatif lebih banyak menyajikan penilaian resensi tentang isi buku atau
hal-hal yang berkaitan dengan buku. Informasi tentang isi buku hanya disajikan
sekilas saja, bahkan kadang-kadang hanya dijadikan ilustrasi.
3) Resensi Informatif-Evaluatif
Resensi informatif-evaluatif merupakan perpaduan dua jenis resensi, yaitu resensi
informatif dan resensi evaluatif. Resensi jenis ini disamping untuk menyajikan
semacam ringkasan buku atau hal-hal yang berkaitan penting yang ada di buku
juga menyajikan penilaian peresensi tentang isi buku tersebut, Saryono (dalam
Dalman, 2014: 232-233).
Berdasarkan ketiga jenis resensi tersebut, jenis resensi ketiga yang paling
ideal karena bisa memberikan laporan, penilaian, dan pertimbangan secara
memidai. Oleh sebab itu, dalam meresensi buku, penulis resensi lebih banyak
menggunakan jenis resensi informatifevaluatif. Pemilihan jenis resensi informatif-
evaluatif karena jenis resensi ini lebih menggabungkan kedua jenis resensi, yaitu
resensi informatif dan resensi evaluatif. Resensi informatif-evaluatif memiliki isi
kajian lebih lengkap jika dibandingkan dengan kedua resensi lainnya. Jenis resensi
ini menyajikan ringkasan buku dan juga penilaian peresensi terhadap buku
tersebut, termasuk melihat keunggulan dan kelemahan pada buku tersebut.
Dalam membuat resensi, terdapat unsur-unsur yang harus
24
dipenuhi agar resensi yang dibuat menjadi jelas dan berkualitas. Berikut ini adalah
beberapa unsur yang harus ada dalam pembuatan resensi menurut Isnatun dan
Farida (2013: 57-58).
1) Judul Ulasan
Judul ulasan/resensi harus menarik dan benar-benar menjiwai seluruh
tulisan atau inti tulisan. Judul dapat dibuat setelah ulasan selesai. Yang penting
judul ulasan harus sesuai dengan isi ulasan. Penulis judul ulasan/resensi harus
jelas, singkat, dan tidak menimbulkan kesalahan penafsiran. Judul resensi juga
harus menarik sehingga menimbulkan minat membaca bagi calon pembaca.
Sebab, awal keinginan membaca seseorang didahului dengan melihat judul
tulisan.
Jika judulnya menarik, maka orang akan membaca
tulisannya. Sebaliknya, jika judul tidak menarik, maka tidak akan dibaca. Namun,
perlu diingat bahwa judul yang menarik pun harus sesuai dengan isinya. Artinya,
jangan sampai hanya menulis judulnya saja yang menarik, sedangkan isi
tulisannya tidak sesuai, maka tentu saja hal ini dapat mengecewakan pembaca.
2) Data Karya yang Diulas
Data yang diperlukan untuk mengulas buku/novel, meliputi: judul buku,
pengarang, genre, penerjemah (jika ada), editor atau penyunting, penerbit, tahun
terbit beserta informasi cetakan keberapa, tebal buku, harga buku, ISBN, dan lain-
lain. Sedangkan data yang diperlukan untuk mengulas film, meliputi: judul film,
sutradara, produser, tahun peluncuran, para pemeran, durasi, genre atau kategori,
dan keterangan lain yang dianggap perlu.semakin lengkap maka akan semakin
baik.
3) Pembukaan
Pembukaan dapat dimulai dengan hal-hal berikut ini. a) Ulasan pembuat karya,
karya, dan prestasinya.
b) Perbandingan dengan karya sejenis yang sudah ada. Pemaparan keunikan karya.
c) Perumusan tema karya.
d) Pengungkapan kritik dan kesan terhadap karya.
e) Ulasan tentang penerbit (untuk buku) atau produser (untuk film).
f) Pengajuan pertanyaan.
25
g) Pembuka dialog.
4) Tubuh atau Isi Pernyataan Ulasan
Tubuh atau isi pernyataan ulasan biasanya memuat hal-hal berikut. a) Sinopsis
atau isi karya secara padat, singkat, dan kronologis.
b) Pembahasan singkat karya dengan kutipan secukupnya.
c) Keunggulan karya.
d) Kelemahan karya.
e) Rumusan kerangka karya.
f) Tinjauan bahasa (mudah atau berbelit-belit)
g) Adanya kesalahan cetak (untuk buku) atau ketidaklengkapan logika (untuk film).
5) Penutup Ulasan
Bagian penutup berisi pendapat bahwa karya itu penting untuk siapa dan
mengapa.
8. Esai
Kata esai berasal dari bahasa Prancis “essay” yang berarti mencoba dan
berusaha. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Esai adalah karangan prosa
yang membahas suatu masalah secara sepintas lalu dari sudut pandang penulisnya.
Dalman (2014:118) berpendapat bahwa esai adalah salah satu karya tulis yang
mendeskripsikan pendapat penulis tentang topic atau subjek tertentu. Menurut
H.B Jassin (Sang Paus Sastra) Esai adalah uraian yang membicarakan bermacam
ragam, tidak tersusun secara teratur tetapi seperti dipetik dari bermacam jalan
pikiran. Dalam esai terlihat keinginan,sikap terhadap soal yang dibicarakan,
kadang-kadang terhadap soal yang dibicarakan. Pengeetian esai sebagai karangan
yang sedang panjangnya yang membahas persoalan secara mudah dan sepintas
lalu dalam bentuk prosa.
Berdasarkan beberapa pandangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa esai
adalah karya tulis yang berbentuk prosa yang mendeskripsikan suatu topic
sepintas lalu dari sudut pandang penulisnya. Terdapat beberapa cirri-ciri esai.
Arini dan Astawan (2015) mendeskripsikan cirri-ciri esai antara lain:
1. Berbentuk prosa;
2. Singkat;
3. Memiliki gaya pembeda,
26
4. Selalu tidak utuh;
5. Memenuhi keutuhan penulisan; dan
6. Memiliki nada pribadi atau bersifat personal.
Esai yang baik harus memenuhi unsur-unsur pembentuk esai yang benar. Struktur
esai menurut Budiharso (2007:121) terdiri atas tiga bagiam, yaitu 1) satu paragraf
pendahuluan, 2) beberapa paragraf pengembang, dan 3) paragraf penyimpul.
27