Anda di halaman 1dari 9

PERTEMUAN 3

NEGARA DAN KONSTITUSI

Tujuan Pembelajaran

Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa dapat memahami arti dari Negara dan
Konstitusi, memahami pentingnya pengakuan warga negara yang tinggal di Indonesia.

Uraian Materi

Pengertian Negara

Sekelompok orang yang menempati suatu wilayah tertentu dan diorganisir oleh
pemerintah negara bagian yang sah, yang umumnya memiliki kedaulatan
negara, juga merupakan wilayah atau wilayah yang memiliki sistem atau
peraturan yang berlaku untuk semua individu di wilayah atau wilayah tersebut,
dan Itu berdiri sendiri. Persyaratan dasar suatu negara adalah memiliki orang,
memiliki wilayah dan juga memiliki pemerintahan yang berdaulat. Sedangkan
persyaratan sekunder adalah memiliki pengakuan dari negara lain.
Dasar Negara didasarkan pada kehidupan negara. Yang berarti bahwa setiap
negara harus memiliki dasar untuk melaksanakan kehidupan nasionalnya.
Dasar negara untuk suatu negara adalah dasar untuk mengatur administrasi
negara.
Beberapa perumusan dari pengertian Negara yaitu:

a. Roger H. soltau: “Ngara adalah alat (agency) atau wewnang (authority) yang
mengatur atau mengendalikan persoalan-persoalan bersama, atas nama
masyarakat.”
b. Max weber: “Negara adalah suatu masyarakat yang mempunyai monopoli
dalam penggunaan kekerasan fisik secara sah dalam suatu wilayah.”
c. Robert M. Maclver: “Negara adalah asosiasi yang menyelenggarakan
penertiban di dalam suatu wilayah dengan berdasarkan sistim hukum yang
diselenggarakan oleh suatu pemerintah yang untuk maksud tersebut diberikan
kekuasaan memaksa.”
d. George Jellinek: “Negara adalah organisasi kekuasaan dari sekelompok
manusia yang telah berkediaman di suatu wilayah tertentu.”
e. R. Djopkosoetono: “Negara adalah organisasi manusia yang berbeda di
wilayah suatu pemerintahan yang sama.”
f. J.H.A Logeman:”Negara adalah suatu organisasi kemasyarakatan yang
mempunyai tujuan melalui kekuasaannya untuk mengatur dan
menyelengarakan sesuatu (berkaitan dengan jabatan, fungsi lembaga
kenegaraan atau lapangan kerja) dalam masyarakat.”

1. Sifat-sifat Negara

Pada Umumnya setiap Negara dianggap punya sifat memaksa, sifat monopoli
dan sifat mencakup semua. Berikut penjelasannya:

a. Sifat Memaksa. Agar peraturan dalam undang-undangandapat terlaksana dan


masyarakat mencapai ketertibannya maka Negara harus memiliki sifat
memaksa. Artinya Negara memiliki kekuasaan untuk menggunakan kekerasan
fisik secara legal. Sarana ini ditujukan kepada polisi, tentara dan sebagainya.
b. Sifat monopoli. Negara memiliki sifat monopolistik dalam menetapkan tujuan.
Dalam hal ini, Negara dapat menegaskan bahwa arus kepercayaan dan arus
politik tertentu dilarang untuk hidup dan menyebar, karena dianggap
bertentangan dengan tujuan masyarakat.
c. Sifat Mencakup Semua (all-encopassing, all-embracing). Semua hukum dan
peraturan (misalnya, dalam pembayaran pajak) berlaku untuk semua tanpa
kecuali. Situasi seperti itu sangat diperlukan, karena jika seseorang berada di
luar lingkup kegiatan Negara, maka upaya Negara untuk mencapai masyarakat
yang bercita-cita akan gagal.

2. Unsur Pembentuk Negara

Secara umum, negara dapat diartikan sebagai lembaga pemimpin di suatu


daerah atau daerah karena memiliki pemerintah yang berwenang dan dapat
mencampuri banyak hal di bidang lain dari organisasi. Ada beberapa
komponen yang berperan dalam pembentukan suatu negara, yaitu:

a. Penduduk
Apa yang dimaksudkan oleh penduduk suatu Negara adalah semua orang
yang pernah menduduki wilayah Negara tersebut. Mereka adalah apa yang
secara sosiologis dikenal sebagai "orang" negara. Orang-orang dalam
hubungan di sini dapat diartikan sebagai sekelompok orang yang dipersatukan
oleh rasa kesetaraan dan bersama-sama mendiami atau menempati suatu
wilayah tertentu. Dilihat oleh hukum, orang adalah warga negara suatu negara.
Warga negara adalah semua orang yang memiliki ikatan hukum dengan
Negara tertentu. Mungkin tidak mungkin membayangkan negara tanpa orang,
tanpa warga negara. Orang-orang (warga negara) adalah substrat dari Negara.
Tanpa warga negara, negara akan menjadi fiksi besar.
b. Pemerintahan
Pemerintah juga menggambarkan salah satu dari tiga elemen penyusun
Negara. Bahkan dengan sekelompok orang yang menduduki suatu wilayah, ia
belum dapat menjadi suatu Negara, jika tidak ada segelintir orang yang
berwenang untuk mengatur dan mengatur bersama. Pemerintah dapat
diartikan sebagai organisasi yang mengatur dan memimpin negara. Tanpa
pemerintah, negara tidak mungkin berfungsi dengan baik.
Untuk menjalankan fungsinya secara memadai dan efektif, pemerintah dapat
menggunakan atribut hukum Negara, yaitu kedaulatan. Dalam kedaulatan
pemerintah ditetapkan sebagai atribut Negara. Kekuasaan pemerintah
umumnya dibagi antara legislatif, eksekutif dan yudikatif.
c. Pengakuan Internasional (secara de facto maupun de jure)
Pengakuan yang diberikan oleh suatu negara kepada negara lain yang telah
memenuhi unsur-unsur negara tersebut, seperti kehadiran para pemimpin,
masyarakat dan wilayah.
Menurut sifatnya, pengakuan de facto bersifat permanen, yang berarti bahwa
pengakuan negara-negara lain dapat mengarah pada hubungan bilateral di
bidang perdagangan, serta di bidang ekonomi untuk tingkat diplomatik.
“Pengakuan de facto ini berkaitan dengan pengakuan kedaulatan de facto
suatu negara, menunjuk pada adanya pelaksanaan kekuasaan secara nyata
dalam masyarakat yang dinyatakan merdeka atau telah memiliki independensi.
Kekuasaan yang nyata dalam masyarakat yaitu dimana masyarakat telah
tunduk pada kekuatan penguasa secara nyata yang di sebut de facto”.
Kekuasaan yang diperoleh pihak berwenang secara besar-besaran dari
masyarakat atau kehendak rakyat (dalam hal ini telah terjadi dalam kasus
Timor Timur pada tahun 1975, pada waktu itu sebagian besar rakyat Timor
Lorosae secara sadar memilih wewenang pemerintah Indonesia untuk
mengaturnya, dan diklaim bahwa pemerintah Indonesia telah memiliki
pengakuan hukum atas kedaulatan de facto atas Timor Timur).
Pengakuan de jure adalah pengakuan resmi suatu negara berdasarkan hukum
dengan segala konsekuensi atau pengakuan internasional. Berdasarkan sifat
pengakuan de jure dibagi menjadi dua, yang meliputi:

1) Tetap atau Permanen, yang berarti ini berlaku selamanya dan tanpa batas.
2) Penuh atau Lengkap, yang berarti memiliki dampak membuka hubungan
bilateral di tingkat diplomatik dan Konsul, sehingga masing-masing negara
menempatkan perwakilannya di negara itu, yang biasanya dipimpin oleh
seorang duta besar dalam kekuasaan penuh.

3. Konstitusi

Selain definisi Konstitusi, istilah lain juga digunakan, yaitu "konstitusi." Judul ini
berasal dari bahasa Inggris "Konstitusi" atau "Konstitusi" dari bahasa Belanda.
Terjemahan istilah ini adalah hukum dasar, bahkan sesuai dengan kebiasaan
orang Jerman dan Belanda, yang dalam percakapan sehari-hari mereka
menggunakan kata "Grondwet" (Grond = dasar, basah = hukum), yang
menampilkan teks tertulis.
Konstitusi pada dasarnya dikodifikasi, yaitu dokumen yang berisi aturan untuk
melaksanakan organisasi pemerintah negara bagian, tetapi dalam hal ini,
konstitusi tidak dapat ditafsirkan dalam bentuk dokumen tertulis (formal).
Namun, menurut para ahli dalam ilmu hukum dan politik, konstitusi harus
diterjemahkan ke dalam politik, negara, kekuasaan, pengambilan keputusan,
perumusan kebijakan dan perjanjian distribusi dan alokasi. Konstitusi untuk
organisasi pemerintah negara yang dimaksud adalah keragaman bentuk dan
kompleksitas struktur, ada konstitusi politik atau hukum tetapi juga berarti
konstitusi ekonomi.
Istilah konstitusi kadang-kadang diidentifikasikan dengan kodifikasi dokumen
tertulis dan di Inggris memiliki konstitusi bukan dalam bentuk kodifikasi, tetapi
berdasarkan yurisprudensi dalam administrasi negara Inggris dan tempat lain.
Konstitusi / UUD juga dapat diartikan sebagai peraturan dasar yang berisi
ketentuan dasar dan menjadi sumber perundang-undangan. Konstitusi yaitu
semua peraturan tertulis dan tidak tertulis yang mengatur dan menghubungkan
jalur pemerintahan dalam masyarakat negara.
Pengertian konstitusi menurut pandangan para ahli:

a. K. C. Wheare, konstitusi diartikan sebagai keseluruhan sistem


ketatanegaraaan suatu negara yang berupa kumpulan-kumpulan
peraturan yang membentuk, mengatur, atau memerintah dalam
pemerintahan suatu negara.
b. Herman heller, konstitusi memiliki makna luas daripada UUD. Konstitusi
tidak hanya bersifat yuridis atau legal tetapi juga bersifat sosiologis dan
politis.
c. Lasalle, konstitusi yaitu hubungan antara kekuatan yang terkandung di
dalam masyarakat seperti golongan yang mempunyai kedudukan nyata di
dalam masyarakat misalnya kepala negara angkatan perang, partai politik,
dsb.
d. L.J Van Apeldoorn, konstitusi yang berisi peraturan tertulis dan tidak
tertulis.
e. Koernimanto Soetopawiro, nama konstitusi berasal dari kata latin “cisme”
yang berarti bersama, dengan dan “statute” yang berarti memiliki sesuatu
yang dipertahankan. Jadi konstitusi adalah untuk membangun bersama.
f. Carl schmitt membagi konstitusi dalam 4 makna yaitu:
1) Konstitusi diartikan sebagai kesatuan organisasi yang mencakup
hukum dan semua organisasi yang ada di dalam negara.
2) Konstitusi sebagai bentuk dari negara.
3) Konstitusi sebagai faktor integrasi.
4) Konstitusi sebagai sistem tertutup dari norma hukum yang tertinggi di
dalam suatu negara.
a) Konstitusi dibagi menjadi dua pengertian yaitu konstitusi sebagai
persyaratan borjuis sehingga hak-hak mereka dapat dijamin oleh
otoritas dan konstitusi sebagai konstitusi dalam arti formal
(konstitusi dapat ditulis) dan konstitusi dalam arti material (konstitusi
dalam hal konten).
b) konstitusi dalam arti positif yaitu sebagai keputusan politik yang
paling memadai untuk mengubah struktur kehidupan negara.
c) konstitusi dalam arti ideal yaitu konstitusi yang dapat berisi jaminan
hak asasi manusia dan perlindungan.

4. Hubungan Dasar Negara Dengan Konstitusi

Hubungan antara dasar negera dan konstitusi adalah dasar Negara untuk
menjadi sumber bagi editor konstitusi. Konstitusi sebagai norma hukum di
bawah dasar Negara berasal dan didasarkan pada dasar Negara.
Terhubung dengan sangat baik, konstitusi sebagai upaya untuk
mengimplementasikan dasar negara. Dasar negara yang memuat norma-
norma ideal, dalam penjabarannya dirumuskan dalam pasal-pasal oleh
Konstitusi (UUD) yang merupakan kesatuan yang utuh, di mana dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 negara dasar Pancasila disebutkan
pelaksanakan konstitusi pada dasarnya juga mengimplementasikan landasan
Negara.
5. Konstitusi di Negara Indonesia

a. Dasar Konstitusi di Negara Indonesia


Negara Indonesia adalah Negara Hukum, di mana Negara Indonesia
didasarkan pada undang-undang yang tidak didasarkan pada kekuasaan
semata, ini jelas bahwa pemerintah dan lembaga lain dalam
pengembangan kegiatan apa pun harus didasarkan pada peraturan
hukum, Tujuannya agar kegiatan ini dapat dibenarkan secara hukum.
Selain itu, akan terlihat dalam perumusannya melalui artikel, ketika
melaksanakan implementasi ide-ide utama yang terkandung dalam
pembukaan UUD 1945 yang terwujud dalam cita-cita hukum dan hukum
dasar yang ditulis berdasarkan negara. hukum di mana kegiatan atau
tindakan masing-masing Negara harus mempertimbangkan dua
kepentingan, yaitu, kegunaan dan hukum mereka, sehingga mereka selalu
memenuhi dua kepentingan ini. Hukum dasar tertulis dan tidak tertulis:
1) Hukum Dasar yang Tertulis
Dasar hukum tertulis adalah Konstitusi, yang, berdasarkan sifat dan
fungsinya, adalah teks yang menggambarkan konteks dan tugas utama
operasi badan-badan ini. Undang-Undang Dasarnya ringkas dan supel:
UUD 1945 hanya memiliki 37 pasal, sedangkan pasal-pasal itu hanya
memuat aturan transisi dan aturan tambahan. Ini berarti:
a) Cukup jika undang-undang dasar hanya memuat aturan dasar.
b) Sifatnya yang supel.
c) Berisi aturan, norma dan juga memuat ketentuan yang harus
dilaksanakan secara konstitusional.
d) Undang- undang Dasar 1945 adalah peraturan hukum positif
tertinggi
2) Hukum Dasar yang tidak Tertulis
Aturan-aturan dasar yang keluar dan terpelihara dalam
penyelenggaraan Negara meskipun tidak tertulis. Hukum dasar yang
tidak tertulis memiliki sifat- sifat, sebagai berikut:
a) Merupakan kebiasaan yang berulang kali dalam penyelenggaraan
Negara.
b) Tidak bertentangan dengan undang- undang dasar, artinya bisa
berjalan sejajar.
c) Diterima oleh semua rakyat.
3) Sistem Pemerintahan
Negara menyetujui hasil UUD 1945 dari Amandemen 2002, di mana
sistem pemerintahan di Indonesia diamandemen dan dijelaskan secara
terperinci dan sistematis dalam konstitusi 1945. Sistem pemerintahan
Indonesia dibagi menjadi tujuh, yang Secara sistematis merupakan
tanggung jawab kedaulatan rakyat, karena sistem negara ini dikenal
sebagai tujuh sistem kunci utama pemerintahan, meskipun tujuh kunci
dasar menurut penjelasan tersebut tidak lagi menjadi dasar peradilan,
tetapi ditransformasikan. Penjelasan UUD 1945 yang memuat tujuh
poin utama, yang meliputi:
a) Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum (rechstaat) dan
bukan hanya kekuasaan. Ini berarti bahwa negara dalam
menjalankan aktivitasnya, tindakan apa pun harus didasarkan pada
hukum, yang berarti bahwa semua tindakannya dapat dibenarkan
secara hukum. Negara hukum yang disebut dalam UUD 1945
bukanlah negara konstitusional dalam definisi formal (sebagai polisi
lalu lintas atau penjaga malam) tetapi negara hukum dalam
pengertian material (dalam arti luas), yaitu, negara Tidak hanya
melindungi seluruh bangsa dan semua pertumpahan darah di
Indonesia, tetapi juga harus meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, tetapi juga mendidik kehidupan bangsa.
b) Pemerintah didasarkan pada sistem konstitusional (hukum dasar)
dan bukan absolutisme (kekuasaan tanpa batas). Sistem ini
menegaskan bahwa pemerintah negara dibatasi oleh konstitusi dan
juga secara otomatis dibatasi oleh ketentuan hukum yang
merupakan produk konstitusional lainnya seperti GBHN, UU, dll.
Sistem ini juga dapat memperkuat dan menegaskan sistem rule of
law. Berdasarkan dua sistem ini, diharapkan untuk mencapai
mekanisme tugas dan hubungan hukum antara lembaga negara
yang menjamin implementasi sistem itu sendiri.
c) Kekuasaan negara tertinggi ada ditangan MPR, dan Kedaulatan
rakyat ada ditangan MPR sebagai perwujudan seluruh rakyat
Indonesia. Sebagai kepala otoritas tertinggi, MPR memiliki tugas
dan wewenang, yaitu:
a) Menetapkan UUD dan GBHN.
b) Untuk memilih serta menunjuk Presiden dan Wakilnya.
Majelis menunjuk dan melantik Kepala Negara serta Wakil Kepala
Negara, oleh karena itu Kepala Negara dan Wakil Kepala Negara
harus tunduk dan juga bertanggung jawab kepada MPR.
d) Presiden adalah implementasi pemerintahan Negara yang tertinggi
yaitu berada dibawah MPR. Dalam menjalankan dan mengarahkan
pemerintahan, kekuasaan dan tanggung jawab ada pada Presiden
(concentration of power and responsibility upon the President).
e) Presiden tidak memiliki tanggung jawab terhadap DPR. Presiden
harus bekerja sama dengan DPR tetapi posisi Presiden tidak
tergantung pada DPR. Presiden harus mendapatkan persetujuan
dari DPR untuk mengembangkan dan membentuk Undang-undang
dan menentukan APBN. Presiden tidak dapat membubarkan DPR
dan DPR juga tidak dapat menggulingkan Presiden.
f) Menteri Negara adalah asisten Presiden, Menteri Negara juga tidak
bertanggung jawab kepada DPR. Kedudukan menteri tidak juga
tergantung pada DPR tetapi tergantung pada Presiden.
Pengangkatan maupun pemberhentiannya pun merupakan
kewenangan penuh Presiden (ditetapkan dalam Pasal 17 ayat 2).
Menteri bertanggung jawab kepada Presiden. Dengan instruksi dan
juga persetujuan Presiden, para menteri benar-benar mengarahkan
pemerintah dibidangnya masing-masing.
g) Kekuasaan Kepala Negara tidak terbatas, yang berarti Kepala
Negara bukan dikatator, karena ia harus selalu bertanggung jawab
atas semua tindakannya dihadapan MPR.
SOAL LATIHAN

1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Konstitusi?


2. Jelaskan sistem pemerintahan di negara Indonesia!
3. Bagaimana Hukum dasar di negara Indonesia?
4. Bagaimana hubungan dasar negara dengan Konstitusi?
UMPAN BALIK / TINDAK LANJUT

1. Mahasiswa bertanya tentang materi yang tidak dipahami atau mendiskusikan


pembelajaran secara berkelompok.
2. Dosen menjawab pertanyaan dari mahasiswa dan menjelaskan secara detail, bila
tidak selesai akan dilanjutkan pada pertemuan selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Lemhanas, Pendidikan Kewarganegaraan, PT. Gramedia Pustaka Utama, 2001.

Tim Dosen UGM, Pendidikan Kewarganegaraan, Paradigma, 2002.

Tim Penyusun PUSLIT IAIN Syarif Hidayatullah, Pendidikan Kewarganegaraan (Civic


Education), Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani, IAIN Jakarta Press, 2000.

Sobirin dan Suparman (Penyunting), Pendidikan Kewarganegaraan dan Hak Asasi


Manusia, UII Press, 2003.

Dwi Winarno, Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan, PT. Bumi Aksara, 2006.

Musthafa Kamal, Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education), Citra Karsa Mandiri,


2002.

dan lain lain.

Anda mungkin juga menyukai