Anda di halaman 1dari 40

TUGAS MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III

ASUHAN KEPERAWATAN KANKER NASOFARING

Kelas :

5A/Kelompok 14

Disusun Oleh :

1. Nurul faridah al zuhrah (1130019091)


2. Al Silinia Kurnia Rainda (1130019095)

Dosen pembmbing :

Siti Nurhasinah,S.Kep.Ns.M.Tr.Kep

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-nya
maka kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan
Kanker Nasofaring” tepat pada waktunya. Dalam penulisan makalah ini kami
merasa banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun
materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu kritik dan saran
dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan
makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini kami menyampaikan ucapan trimakasih
kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, semoga
makalah ini bermanfaat bagi pembaca, oleh kerena tu kritik dan saran dari semua
pihak yang bersifat membangun penulis harapkan demi mencapai ksempurnaan
makalah berikutnya.
Sekian penulis sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu. Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi segala usaha kita. Amin.

Surabaya, 11 Oktober 2021

Penyusun

Kelompok 14

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB `1 .................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 Latar belakang ........................................................................................ 1
1.2 Rumusan masalah .................................................................................. 1
1.3 Tujuan ..................................................................................................... 1
BAB 2 ..................................................................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 3
2.1. Definisi ..................................................................................................... 3
2.2. Etiologi ..................................................................................................... 3
2.3. Manifestasi klinis .................................................................................... 5
2.4. Patofisiologi ............................................................................................. 6
2.5. Klasifikasi ................................................................................................ 6
2.6. Komplikasi kanker nasofaring .............................................................. 7
2.7. Pemeriksaan diagnostik ......................................................................... 8
2.8 Penatalaksanaan ..................................................................................... 9
2.9. Aasuhan keperawatan teori kanker nasofaring ................................ 10
BAB 3 ................................................................................................................... 22
APLIKASI KASUS ............................................................................................. 22
3.1. Pengkajian ............................................................................................. 22
3.2. Diagnosa Keperawatan ........................................................................ 25
3.3 Intervensi Keperawatan...................................................................... 25
3.4 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan ......................................... 27
BAB 4 ................................................................................................................... 36
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 36
4.1. Kesimpulan ........................................................................................... 36
4.2. Saran ...................................................................................................... 36
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 37

ii
BAB `1
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh di
daerah nasofaring dengan predileksi di fossa rossenmuller dan atap
nasofaring. Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala
dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia. Di Indonesia, karsinoma
nasofaring merupakan penyakit keganasan yang paling sering ditemukan di
bidang penyakit Telinga Hidung Tenggorokan (THT). Dalam urutan 5 besar
tumor ganas dengan frekuensi tertinggi, ia menduduki tempat ke 4 setelah
kanker mulut rahim, payudara dan kulit. Namun penanggulangannya sampai
saat ini masih merupakan masalah, yang sering menjadi masalah adalah
keterlambatan pasien untuk datang berobat, sebagian besar pasien datang
berobat ketika sudah dalam stadium yang lanjut dimana tumor sudah meluas
ke jaringan sekitarnya. Hal ini merupakan penyulit terbesar untuk
mendapatkan hasil pengobatan yang sempurna. Letak nasofaring yang
tersembunyi serta gejala dini yang tidak khas, inilah yang mengakibatkan
diagnosis sering terlambat yang menyebabkan tingginya angka kematian.

1.2 Rumusan masalah


1. Apa definisi kanker nasofaring ?
2. Apa sajakah etiologi kanker nasofaring ?
3. Apa sajakah manifestasi klinik kanker nasofaring ?
4. Bagaimana patofisiologi kanker nasofaring ?
5. Apa sajakah klasifikasi kanker nasofaring ?
6. Apa sajakah komplikasi kanker nasofaring ?
7. Apa sajakah pemeriksaan diagnostik ?
8. Apa sajakah penatalaksanaan kanker nasofaring ?
9. Bagaimana asuhan keperawatan teori kanker nasofaring ?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui dan memahami definisi kanker nasofaring.
2. Mengetahui dan memahami etiologi kanker nasofaring.

1
3. Mengetahui dan memahami manifestasi klinik kanker nasofaring.
4. Mengetahui dan memahami patofisiologi kanker nasofaring.
5. Mengetahui dan memahami klasifikasi kanker nasofaring.
6. Mengetahui dan memahami komplikasi kanker nasofaring.
7. Menegetahui pemeriksaan diagnostik kanker nasofaring.
8. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan kanker nasofaring.
9. Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan teori kanker nasofaring.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Carsinoma Nasofaring adalah Tumor Ganas yang tumbuh di daerah
nasofaring dengan prediksi difosa Rosenmuller dan atap nasofaring.
Letaknya kadang tersembunyi dan berhubungan dengan banyak daerah vital
sehingga diagnosa dini sulit untuk ditegakkan (Peraturan Penatalaksanaan
Kanker Nasofaring dari Kementrian Kesehatan RI). (Abdul, 2018).

2.2. Etiologi
Penyebab terjadinya karsinoma nasoaring (KNF) antara lain :
1. Virus Epstein Barr (VEB)
Pada sebagian kasus kanker nasofaring mengaitkan terjadinya
kanker nasofaring dengan keberadaan virus Ebstein Barr. Virus ini
merupakan virus DNA yang diklasifikasi sebagai anggota famili virus
Herpes. Virus Ebstein barr masuk kedalam tubuh tanpa menimbulkan
kelainan dalam jangka waktu yang lama. Virus ini bisa menjadi aktif
apabila mendapatkan suatu mediator. Jadi virus ini tanpa faktor pemicu
yang lain tidak akan menyebabkan penyakit yang ganas (Primadina dan
Imanto, 2017 ).
2. Faktor Risiko
a. Ikan asin
Ikan yang diasinkan atau makanan lain yang diawetkan
sebenarnya mengandung sejumlah besar nitrosodimethyamine
(NDMA), N-nitrospyrrolidene (NPYR), dan N-nitrospiperidine
(NPIP) yang menjadi faktor karsinogen KNF. Mengkonsumsi ikan
asin pada usia dini berisiko tinggi terserang kanker nasofaring, teori
ini diperkuat dengan insiden kanker nasofaring pada nelayan
tradisional di Hongkong karena terlalu banyak mengkonsumsi ikan
kanton yang diasinkan (Wijaya dan Soeseno,2017).

3
b. Makanan yang diawetkan
Bahan kimia yang dikeluarkan dari dalam uap saat melakukan
pengawetan makanan, seperti ikan, sayuran dapat masuk kedalam
rongga mulut dan meningkatkan risiko kanker nasofaring, serta
paparan paparan pada usia dini dapat meningkatkan risiko
(kemenkes, RI 2017).
c. Genetik
Perubahan genetik yang terjadi menyebabkan proliferasi sel-
sel kanker menjadi tidak terkendali. Beberapa perubahan genetik ini
sebagian besar akibat mutasi, putusnya kromosom, dan kehilangan
sel-sel somatik. Selain genetik HLA (Human Leucocyte Antigen)
juga berperan penting dalam kejadian kanker nasofaring. Teori
tersebut didukung dengan adanya studi epidemiologik mengenai
angka kejadian dari kanker nasofaring. Kanker nasofaring banyak
ditemukan pada masyarakat keturunan Tionghoa (Primadina dan
Imanto,2017 ).
d. Perokok
Orang yang pernah merokok berada pada peningkatan risiko
kanker nasofaring. Risikonya lebih tinggi pada perokok jangka
panjang. Rokok mempunyai kandungan karsinogenik lebih dari
4000, termasuk nitrosamin yang meningkatkan risiko terkena kanker
nasofaring. Sekitar 60% kanker nasofaring tipe I berhubungan
dengan merokok sedangkan risiko karsinoma nasofaring tipe II atau
III tidak berhubungan dengan merokok
e. Risiko pekerjaan
Orang yang terkena debu kayu saat melakukan pekerjaan
memiliki peningkatan risiko kanker nasofaring. tidak tahu persis
bagaimana debu kayu itu meningkatkan risiko kanker, tetapi bisa
juga karena menghirup checmical dari kayu yang dirawat. Orang
yang terpapar formaldehida juga memiliki peningkatan risiko kanker
nasofaring. Formaldehyde adalah bahan kimia industri yang
digunakan untuk membuat bahan kimia dan bahan bangunan lainnya

4
(cancerresearchuk.org).

2.3.Manifestasi klinis
Gejala awal dari KNF tidak disadari oleh pasien maupun dokter,
sehingga dibutuhkan pemeriksaan yang lebih teliti. Gejala umum yang
sering muncul adalah gangguan pada hidung. Gejala yang timbul pada
penderita KNF yang sering ditemukan yaitu :
1. Gejala telinga
Gejala telinga yang terjadi adalah rasa kurang nyaman, nyeri, dan
tinitus. Gejala tersebut terjadi karena tempat tumbuhnya tumor berada
dekat dengan muara tuba Eustachius yaitu fossa Rosenmulleri sebagai
predileksi lokasi tumor dan menginfiltrasi otot-otot pembuka tuba
sehingga terjadi oklusi tuba.
2. Gejala Hidung
Gangguan yang sering terjadi di hidung adalah adanya hidung
tersumbat terus menerus dan keluarnya darah dari hidung (epistaksis).
Hidung tersumbat disebabkan karena tumor menyumbat lubang hidung
posterior dan sering mengenai hanya sebelah saja. Sekitar 70% pasien
mengalami gejala epistaksis. Sewaktu menghisap dengan kuat secret dari
rongga hidung atau nasofaring, bagian dorsal palatum mole bergesekan
dengan permukaan tumor, sehingga pembuluh darah dipermukaan tumor
robek dan menimbulkan epistaksis.
3. Gejala mata dan saraf
Terjadi gangguan pada saraf akibat nasofaring berhubungan
dengan rongga tengkorak karena pada dasar kranium terdapat beberapa
foramen yang dilewati saraf kranialis. Diplopia sering dialami penderita
KNF karena penjalaran melalui foramen laserum akan mengenai saraf
otak ke III, IV, VI dan dapat pula ke V. KNF yang makin parah dapat juga
mengenai saraf otak yang lain seperti saraf IX, X, XI dan XII jika
penjalaran melalui foramen jugulare sehingga menimbulkan gangguan
berupa sindrom Jackson.
4. Pembesaran kelenjar leher
Gejala yang paling sering ditemukan dan gejala ini yang membawa

5
pasien berobat datang ke dokter. Sekitar 40% pasien datang pertama
dengan gejala pembesaran kelenjar limfe leher. Benjolan yang muncul
merupakan metastasis ke kelenjar leher. Lokasi tipikal metastasisnya
adalah kelenjar limfe leher kelompok profunda superior koli, tetapi
karena kelompok kelenjar limfe tersebut permukaannya tertutup otot
sternocleidomastoid, dan benjolan tidak nyeri, maka pada mulanya sulit
diketahui.
5. Metastasis jauh
Lokasi metastasis paling sering ke tulang, paru dan hati. Metastasis
tulang tersering ke pelvis, vertebra, iga dan keempat ekstremitas.
Manifestasi metastasis tulang adalah nyeri kontinu dan nyeri tekan
setempat, lokasinya tetap, tidak berubah-ubah dan secara bertahab
memberat.

2.4. Patofisiologi
Pada kanker nasofaring ini disebabkan oleh virus Epstein-Barr
melalui mediator ikan asin, makanan yang diawetkan (mengandung
nitrosamine), kontak dengan zat karsinogen (asap industri, gas kimia) dan
juga dapat dikarenakan radang kronis daerah nasofaring. Setelah Setelah itu,
virus masuk berkembang biak kemudian menyerang bagian telinga dan
hidung khususnya. Dengan hidupnya virus Epstein-Barr didaerah nasofaring
(dekat telinga dan hidung), membuat sel-sel kanker berkembang sehingga
membuat terjadinya sumbatan atau obstruksi pada saluran tuba eusthacius
dan hidung. Sumbatan yang terjadi dapat menyebabkan baik gangguan
pendengaran maupun gangguan penghidu, Sehingga merupakan gangguan
persepsi sensori.

2.5.Klasifikasi
Stadium kanker nasofaring berdasarkan (Union Internationale Centre
Cancer) dan AJCC (Americant Joint Committe on Cancer), mmeliputi :
a. Stadium I
Kanker belum menyebar ke jaringan terdekat, kelenjar getah bening atau
organ lain

6
b. Stadium II A
Tumor meluas ke orofaring atau fosal nasa
c. Stadium II B
Tumor meluas ke orofaring dan mungkin terdapat pembesaran kelenjar
<6cm
d. Stadium III
Kanker telah menyebar ke tulang dan rongga udara terdekat (sinus).
Mungkin juga telah menyebar ke kelenjar getah bening pada satu atau
kedua sisi leher, atau di belakang tenggorokan, tapi belum menyebar
tempat lain
e. Stadium IV A
Kanker telah tumbuh di dalam tengkorak, mata atau jaringan di dekatnya,
atau bagian bawah tenggorokan. Mungkin ada sel kanker di kelenjar
getah bening pada satu atau kedua sisi leher. Simpul kanker ini berukuran
lebih kecil dari 6cm dan di atas area tulang selangka.
f. Stadium IV B
Kanker mungkin telah tumbuh menjadi jaringan atau tulang di dekatnya
dan telah menyebar ke setidaknya salah satu kelenjar getah bening ukuran
lebih besar dari 6 cm, atau kelenjar getah bening di area tulang selangka,
atau keduanya.
g. Stadium IV C
Kanker telah menyebar ke bagian tubuh yang lain, seperti paru-paru
metastasis (Primadina dan Imanto, 2017).

2.6.Komplikasi kanker nasofaring


Toksitosis dan radioterapi dapat mencakup xerostomia,
hipotiroidisme, fibrosis dari leher dengan hilangnya lengkap dari jangkauan
gerak, trimus, kelainan gigi, dan hypoplasia struktur otot dan tulang di
radiasi. Komplikasi ini terjadi selama atau beberapa hari setelah
dilakukannya radioterapi. Retedersi pertumbuhan dapat terjadi sekunder
akibat radioterapi terhadap kelenjar hipofisis. Panhypopituitarism dapat
terjadi dalam beberapa kasus. Kehilangan pendengaran sensorineural
mungkin terjadi dengan penggunaan cisplatin dan radioterapi. Toksisitas

7
ginjal dapat terjadi pada pasien yang menerima cisplatin. Mereka yang
menerima bleomycin berisiko untuk menderita fibrosis paru. Osteonecrosis
dari mandibula merupakan komplikasi langka radioterapi dan sering
dihindari dengan perawatan gigi yang tepat.
2.7. Pemeriksaan diagnostik
1. Nasopharyngoscopy
Pemeriksaan yang paling penting dalam mendiagnosa kanker
nasofaring. Caranya dengan mendoskopi melalui kedalaman rongga
hidung nasofaring dan tenggorokan untuk memeriksa pada mukosa
nasofaring dan tenggorokan untuk mengetahui lesi abnormal
(asiancancer.com).
2. MRI
Pemeriksaan MRI dapat digunakan untuk menunjukkan
penyebaran penyakit kanker nasofaring yang terjadi didalam tubuh
(Komite Penanggulangan Kanker Nasional, 2017).
3. X-Ray
Sinar-X digunakan untuk melihat tulang yang mengalami
perubahan yang disebabkan oleh kanker (Komite Penanggulangan Kanker
Nasional, 2017).
4. Pemindai tulang.
Pemindaian tulang menunjukkan perubahan atau kelainan pada
tulang. Ia juga disebut uji radionuklida. Pemeriksaan ini untuk
mengetahui apakah kanker telah menyebar ke area tulang mana saja
(Wijaya, Soeseno, 2017).
5. Pemeriksaan Patologi Anatomi
Kanker nasofaring dapat dibuktikan melalui pemeriksaan patologi
anatomi yang berguna untuk menunjukkan jenis keganasan dan derajat
diferensiasi. Pengambilan spesimen biopsi dari nasofaring dapat
dikerjakan dengan bantuan anestesi lokal ataupun dengan anestesi umum
(Komite Penanggulangan Kanker Nasional, 2017).
6. Serologi
Pemeriksaan serologi dapat dilakukan untuk menjadi skrining awal

8
untuk mendeteksi adanya kanker nasofaring yang bersarang ditubuh.
7. Computerized Tomography (CT)-Scan
Computerized Tomography atau (CT) Scan dapat digunakan dalam
menentukan lokasi, karakteristik dan stadium pada pasien kanker. Selain
menentukan lokasi dan karakteristik, CT Scan dapat memberikan
gambaran informasi tentang penyebaran kelenjar getah bening, infiltrasi
jaringan sekitarnya, dan destruksi tulang-tulang terutama pada basis krani
pada kanker nasofaring .
8. Endoskopi
Endoskopi dapat dilakukan untuk mengetahui persebaran kanker
pada permukaan mukosa nasofaring tetapi tidak dapat melihat
pertumbuhan dan persebaran kanker sampai intrakranial (Wijaya &
Soeseno, 2017).

2.8 Penatalaksanaan
1. Radioterapi
Radioterapi merupakan salah terapi pilihan karena sangat efektif
terhadap pengobatan tumor yang belum mengadakan invasi ke
intrakranial. Selain efektif biaya yang relatif murah menjadikan
radioterapi ini sebagai pilihan pengobatan pertama untuk kanker
nasofaring (Rahman, 2014).
2. Kemoterapi
Kombinasi kemoradiasi sebagai radio sesnsitizer prioritas
diberikan kepada pasien kanker nasofaring yang sudah meluas ke otak
serta mengenai syaraf otak dan sudah ada pembesaran kelanjar. (Komite
Penanggulangan Kanker Nasional, 2017).
3. Pembedahan
Selain tindakan terapi dan farmakologi, bisa juga dilakukan
Tindakan operasi berupa diseksi leher radikal, hal ini dilakukan jika
masih ada sisa kelenjar tidak menghilang pasca radiasi (residu) atau
adanya kekambuhan kelenjar timbul kembali setelah penyinaran, tetapi
dengan syarat bahwa tumor primer sudah dinyatakan bersih, atau sudah
hilang yang dibuktikan dengan pemeriksaan radiologi dan serologi

9
(Primadina dan imanto, 2017).
4. Dukungan Nutrisi
Pasien kanker nasofaring sering mengalami kejadian malnutrisi
dengan angka kejadian 35% dan 6,7% mengalami malnutrisi berat.
Malnutrisi tersebut dapat mempengaruhi respon terapi yang sedang
dilakukan dan kualitas hidup pasien. Efek samping yang dialami stelah
melakukan pengobatan terapi, berupa mukositis, xerostomia, mual,
muntah, diare, disgeusia, dan lain-lain. Kondisi tersebut dapat
meningkatkan stres metabolisme, sehingga pasien perlu mendapatkan
pemenuhan nutrisi secara optimal (Komite Penanggulangan Kanker
Nasional, 2017).

2.9. Aasuhan keperawatan teori kanker nasofaring


1. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah pertama dari proses keperawatan
melalui kegiatan pengumpulan data atau problem data yang akurat pada
klien guna mengetahui berbagai permasalahan yang ada.
1) Identitas Klien
Meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku/bangsa, alamat,
tanggal masuk Rumah Sakit, dan Penanggung jawab.
2) Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengkajian ini dilakukan untuk mendukung keluhan
utama seperti menanyakan tentang perjalanan sejak timbul
keluhan hingga klien meminta pertolongan dan sampai klien
dirawat di Rumah Sakit. Faktor apa saja yang memperberat dan
memperingan keluhan dan bagaimana cara klien menggambarkan
apa yang dirasakan, daerah terasanya keluhan, semua dijabarkan
dalam bentuk PQRST.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Perawat menanyakan penyakit-penyakit yang pernah
dialami sebelumnya, yang berhubungan dengan penyakit
keturunan dan kebiasaan atau gaya hidup.

10
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Perawat akan menanyakan apakah ada anggota keluarga
yang menderita penyakit yang sama dengan klien atau adanya
penyakit keturunan.
3) Pola Fungsional
a. Aktivitas/istirahat
Pada kanker nasofaring keadaan klien kelemahan atau
keletihan, perubahan pada pola istirahat, adanya faktor-faktor
yang mempegaruhi tidur seperti nyeri, ansietas.
b. Sirkulasi
Akibat metastase pada kanker nasofaring terdapat
palpitasi, nyeri dada, penurunan tekanan darah,
epistaksis/pendarahan hidung.
c. Eliminasi
Mengalami perubahan defekasi konstipasi atau diare,
perubahan eliminasi urin, perubahan bising usus, ditensi
abdomen.
d. Makanan/cairan
Kebiasaan buruk (rendah serat, aditif, bahan pengawet),
anoreksia, mual/muntah, mulut rasa kering, intoleransi makanan,
perubahan berat badan, kakeksia, perubahan kelembapan atau
turgor kulit.
e. Neurosensori
Sakit kepala, tinitus (telingan berdenging), tuli, diplopia
(penglihatan ganda), juling, eksoftalmus (penonjolan abnormal
pada mata).
f. Nyeri/kenyamanan
Rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri telinga
(otalgia), rasa kaku di daerah leher karena fibrosis jaringan akibat
penyinaran.
g. Pernapasan

11
Gejalanya adanya asap pabrik atau industri, merokok
(tembakau, mariyuana, hidup dengan seseorang yang merokok).
Pada saat pemeriksaan penunjang akan terlihat adanya sumbatan
seperti massa atau bisa disebut dengan neoplasma.
4) Pemeriksaan Fisik
1. Sistem penglihatan
Pada penderita karsinoma nasofaring terdapat posisi bola
mata simetris, kelopak mata normal, pergerakan bola mata
normal namun konjuntiva anemis, kornea normal, sclera
anikterik, pupil mata isokor, otot mata tidak ada kelainan, namun
fungsi penglihatan kabur, tanda-tanda radang tidak ada, reaksi
terhadap cahaya baik (+/+). Hanya bagian tertentu yang
mengalami beberapa gejala yang tidak normal seperti
konjungtiva anemis disebabkan klien memiliki kekurangan
nutsisi dan fungsi penglihatan kabur.
2. Sistem pendengaran
Pada penderita karsinoma nasofaring, daun telinga kiri dan
kanan normal dan simetris, terdapat cairan pada rongga telinga,
ada nyeri tekan pada telinga. Hal ini terjadi akibat adanya nyeri
saat menelan makanan oleh pasien dengan tumor nasofaring
sehingga terdengar suara berdengung pada telinga.
3. Sistem pernafasan
Jalan nafas tidak ada sumbatan, tampak sesak, tidak
menggunakan otot bantu nafas dengan frekuensi pernafasan
26x/menit, irama nafas teratur, jenis pernafasan spontan, nafas
dalam, mengalami batuk produktif dengan sputum kental
berwarna kuning, tidak terdapat darah, palapasi apakah dada
simetris atau tidak, perkusi adanya bunyi sonor serta auskultasi
adanya kelainan bunyi.
4. Sistem kardiovaskuler
Karsinoma nasofaring tidak menyerang peredaran darah
sehingga tidak akan mengganggu peredarah darah tersebut.

12
5. Sistem saraf pusat
Kaji tingkat kesadaran klien atau GCS. Karisnoma
nasofaring juga bisa menyerang saraf otak karena ada lubang
penghubung di rongga tengkorak yang bisa menyebabkan
beberapa gangguan pada bebrapa saraf otak. Jika terdapat
gangguan pada otak maka pasien akan mengalami prognosis
yang buruk.
6. Sistem pencernaan
Ditemukan gangguan menelan pada karisnoma nasofaring.
7. Sistem endokrin
Karisnoma nasofaring tidak menyerang kelenjar tiroid
pasien sehingga tidak mengganggu kerja sistem endokrin.
8. Sistem urogenital
Karisnoma nasofaring tidak sampai melebar sampai daerah
urogenital sehingga tidak mengganggu sistem tersebut.
9. Sistem integumen
Warna kulit pucat, terlihat pucat pada pasien menujukkan
adanya sumbatan yang ada di dalam tenggorokan sehingga
pasien terlihat pucat.
10. Sistem musculoskeletal
Pada karisnoma nasofaring ini tidak menyerang otot
rangka sehingga tidak ada kelainan yang mengganggu sistem
musculoskeletal, tetapi klien akan mengalami nyeri pada bagian
leher dan mungkin akan terasa sakit jika ada pergerakan pada
bagian leher.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai
respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik yang berlangsung sktual maupun potensial yang
bertujuan untuk mengidentifikasi respon klien individu, keluarga, dan
komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan (SDKI,
2017).

13
a. Nyeri Akut b.d agen pencedera fisiologis d.d mengeluh nyeri,
tampak meringis, gelisah, sulit tidur.
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d benda asing dalam jalan nafas
d.d ronkhi, gelisah, frekuensi nafas berubah.
c. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan d.d berat
badan menurun, nyeri abdomen, otot menelan lemah, membran
mukosa pucat.
d. Ansietas b.d ancaman terhadap kematian d.d merasa khawatir
terhadap kondisi yang dihadapi, sulit berkonsentrasi, tampak
tegang.
3. Intervensi
Perencanaan diawali dengan merumuskan tujuan yang ingin
dicapai serta rencana tindakan untuk mengatasi masalah yang ada.
Tujuan dirumuskannya untuk mengatasi stresor dan intervensi
dirancang berdasarkan tiga tingkat pencegahan yaitu: primer untuk
memperkuat garis pertahanan fleksibel, sekunder untuk memperkuat
pertahanan sekunder, dan tersier untuk memperkuat garis pertahanan
resisten.
No Standar Diagnosis Standar Luaran Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia Keperawatan Indonesia Keperawatan Indonesia
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
1. Kode: D.0077 Kode : L.08066 Kode : I.08238
Nyeri akut Tingkat Nyeri Manajemen nyeri
Kategori : Fisiologis Kategori : Menurun Observasi
Subkategori : Nyeri dan Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi skala
Kenyamanan keperawatan selama 3x24 nyeri
jam diharapkan nyeri akut 2. Identifikasi faktor
Nyeri Akut b.d agen dapat menurun dengan yang memperberat
pencedera fisiologis d.d kriteria hasil : dan memperingan
mengeluh nyeri, tampak 1. Keluhan nyeri dari nyeri
meringis, gelisah, sulit tidur. skala 2 (Cukup 3. Monitor efek
meningkat) menjadi samping

14
skala 4 (cukup penggunaan
menurun). analgetik
2. Meringis dari skala 2 Terapeautik
(Cukup meningkat) 1. Berikan teknik
menjadi skala 4 nonfarmakologis
(cukup menurun) untuk mengurangi
3. Gelisah dari skala 2 rasa nyeri (mis.
(cukup meningkat) TENS, hipnosis,
menjadi skala 4 akupresur, terapi
(cukup menurun) musik,
4. Kesulitan tidur dari biofeedback, terapi
skala 2 (cukup pijat, aromaterapi,
meninngkat) teknik imajinasi
menjadi skala 4 terbimbing,
(cukup menurun) kompres
hangat/dingin,
terapi bermain)
2. Fasilitasi istirahat
tidur
3. Pertimbangkan
jenis dan sumber
nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab,
periode, pemicu
nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Ajarkan teknik
nonfarmakologis

15
untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian
analgetik jika perlu
2. Kode : D.0149 Kode : L.01001 Kode : I.01011
Bersihan Jalan Napas Bersihan Jalan Napas Manjemen jalan napas
Tidak Efektif Kategori : Meningkat Observasi
Kategori : Fisiologis Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor pola napas
Subkategori : Respirasi keperawatan 3x24 jam (frekuensi,
diharapkan bersihan jalan kedalaman, usaha
Bersihan jalan nafas tidak napas tidak efektif dapat napas)
efektif b.d benda asing meningkat dengan kriteria 2. Monitor bunnyi
dalam jalan nafas d.d hasil : napas tambahan
ronkhi, gelisah, frekuensi 1. Gelisah dari skala 2 (mis. Gurgling,
nafas berubah (cukup meningkat) mengi, whezing,
menjadi skala 4 ronkhi kering)
(cukup menurun). 3. Monitor sputum
2. Frekuensi napas dari (jumlah, warna,
skala 2 (cukup aroma)
memburuk) menjadi Terapeautik
skala 4 (cukup 1. Posisikan pasien
membaik) semi-fowler atau
fowler
2. Lakukan fisioterapi
dada jika perlu
Edukasi
1. Ajarkan teknik
batuk efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi

16
pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik, jika
perlu
3. Kode : D.0019 Kode : L.03030 Kode : I.03119
Defisit Nutrisi Status Nutrisi Manajemen nutrisi
Kategori : Fisiologis Ekspektasi : Membaik Observasi
Subkategori : Nutrisi dan Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi status
Cairan keperawatan 3 x 24 jam nutrisi
diharapkan Defisit Nutrisi 2. Identifikasi alergi
Defisit nutrisi b.d dapat membaik dengan dan intoleransi
ketidakmampuan menelan kriteria hasil : makanan
makanan d.d berat badan 1. Berat badan dari 3. Identifikasi
menurun, nyeri abdomen, skala 2 (cukup makanan yang
otot menelan lemah, memburuk) menjadi disukai
membran mukosa pucat. skala 4 (cukup 4. Identifikasi
membaik) kebutuhan kalori
2. Nyeri abdomen dari dan jenis nutrisi
skala 2 (cukup 5. Identifikasi
meningkat) menjadi perlunya
skala 4 (cukup penggunana selang
menurun) nasogastrik
3. Kekuatan otot 6. Monitor asupan
menelan dari skala 2 makanan
(cukup menurun) 7. Monitor berat
menjadi skala 4 badan
(cukup meningkat) 8. Monitor hasil
4. Membran mukosa pemeriksaan
dari skala 2 (cukup laboratorium
memburuk) menjadi Terapeautik
skala 4 (cukup 1. Lakukan oral

17
membaik) hygiene sebelum
makan, jika perlu
2. Sajikan makanan
secara menarik dan
suhu yang sesuai
3. Berikan makanan
tinggi serat untuk
mencegah kostipasi
4. Berikan makanan
tinggi kalori dan
tinggi protein
5. Hentikan
pemberian makan
melalui selang
nasogatrik jika
asupan oral dapat
ditoleransi
Edukasi
1. Anjurkan posisi
duduk jika mampu
2. Ajarkan diet yang
di programkan
Kolaborasi
1. Kolqaborasi
pemberian
medikasi sebelum
makan (mis, pereda
nyeri, antiemetik),
jika perlu
2. Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan jumlah

18
kalori dan jenis
nutrien yang
dibutuhkan
4. Kode : D.0080 Kode : L.09093 Kode : I.09326
Ansietas Tingkat ansietas Terapi relaksasi
Kategori :Psikologis Ekspektasi : Menurun Observasi
Subkategori : Integritas Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi
Ego keperawatan 3 x 24 jam penurunan tingkat
diharapkan ansietas dapat energi,
Ansietas b.d ancaman menurun dengan kriteria ketidakmampuan
terhadap kematian d.d hasil : berkonsentrasi, atau
merasa khawatir terhadap 1. Verbilisasi khawatir gejala lain yang
kondisi yang dihadapi, sulit akibat kondisi yang mengganggu
berkonsentrasi, tampak dihadapi dari skala 2 kemampuan
tegang. (cukup meningkat) kognitif.
menjadi skala 4 2. Identifikasi teknik
(cukup menurun) relaksasi yang
2. Konsentrasi dari pernah efektif
skala 2 (cukup digunakan
memburuk) menjadi 3. Periksa ketegangan
skala 4 (cukup otot, frekuensi nadi,
membaik) tekanan darah dan
3. Perilaku tegang dari suhu sebelum dan
skala 2 (Cukup sesudah latihan
meningkat) menjadi 4. Monitor respon
skala 4 (cukup terhadap relaksasi
menurun) Terapeautik
1. Ciptakan
lingkungan tenang
dan tanpa gangguan
dengan
pencahayaan dan

19
suhu ruanag yang
nyaman, jika
memungkinkan.
2. Berikan informasi
tertulis tentang
persiapan dan
prosedur teknik
relaksasi
3. Gunkan pakaian
longgar
4. Gunakan nada
suara lembut
dengan irama
lambat dan
berirama
5. Gunakan relaksasi
sebagai strategi
penunjang dengan
analgetik atau
tindakan medis
lain, jika sesuai.
Edukasi
1. Jelaskan tujuan,
manfaat, batasan,
dan jenis relaksasi
yang tersedia (mis
musik, meditasi,
napas dalam,
relaksasi otot
progresif)
2. Jelaskan secara
rinci intervensi

20
relaksasi yang
dipilih
3. Anjurkan
mengambil posisi
nyaman
4. Anjurkan rileks dan
merasakan sensasi
relaksasi
5. Anjurkan sering
mengulangi atau
melatih teknik yang
dipilih
6. Demonstrasikan
dan latih teknik
relaksasi (mis
napas dalam,
peregangan, atau
imajinasi
terbimbing).

4. Implementasi
Implementasi merupakan langkah keempat dalam tahap proses
keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan
(tindakan keperawatan) yang telah direncanakan dalam rencana
keperawatan sebelumnya. Dilakukan secara nyata dan terencana oleh
perawat.
5. Evaluasi
Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai
tindakan keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui
pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan mengukuir hasil dari
proses keperawatan.

21
BAB 3
APLIKASI KASUS

Kasus :
Tn.K berumur 60 tahun datang ke poliklinik THT RS BDH surabaya
bersama istrinya. Tn.K mengeluh hidung tersumbat, pusing. Susah menelan
makanan, BB berkurang 2 kg dan badan terasa lemas. Keluhan dirasakan sejak 2
bulan yang lalu. Pekerjaan Tn.K sebagai pegawai pabrik kayu, dan perokok aktif.
Dari hasil pemeriksaan didapatkan TD : 110/80 mmHg, N: 72x/menit, RR:
25x/menit, Suhu; 36,9oC. Terdengar suara ronchi dan terdapat benjolan besar dan
keras di leher di bawah telinga kanan. Klien tidak merasakan adanya penurunan
pendengaran.

3.1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Nama : Tn.K
Tanggal masuk : 15 Oktober 2021
Kamar/ruang : 5A/Ruang hanoman
Umur : 60 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Buruh pabrik kayu
Agama : Islam
Alamat : Jl. Babat jerawat, pakal surabaya
b. Identitas penanggung jawab
Nama : Ny.N
Umur : 50 tahun
Hubungan dengan px : Istri
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Alamat : Jl. Babat jerawat, pakal surabaya
c. Keluhan Utama : Pasien mengeluh hidung tersumbat
d. Riwayat penyakit sekarang : Pasien mengeluh hidung tersumbat dan
pusing. Susah menelan makanan, BB berkurang 2 kg dan badan terasa

22
lemas. Pasien tidak merasakan adanya penurunan pendengaran. Keluhan
dirasakan sejak 2 bulan yang lalu
e. Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien mengatakan tidak pernah
mengalami penyakit yang serupa
f. Riwayat Kesehatan Keluarga : Adanya riwayat penyakit kanker
nasofaring pada ibu pasien
g. Pemeriksaan Fisik
1) Tanda- tanda Vital
Kesadaran : Compos mentis
Keadaan Umum : Meringis kesakitan
GCS : E:4, M:6, V:5 = 15
Suhu badan : 36,9 °C
Denyut nadi : 72x/menit
Tekanan darah : 110/80mmHg
Pernafasan : 25x/menit
BB MRS : 57 kg
2) Pemeriksaan B1-B6
a) B1 (Breathing)
- Inspeksi : Dada simestris, takipnea
- Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
- Perkusi : Suara paru-paru sonor
- Auskultasi : Terdapat suara tambahan ronchi
b) B2 (Blood)
- Inspeksi : Normal
- Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, jantung tidak
mengalami kardiomegali
- Perkusi : Tidak ada pergeseran jantung
- Auskultasi : Suara pekak, S1 S2 tunggal, tidak ada suara
tambahan
c) B3 (Brain)
- Inspeksi : Terdapat benjolan besar dan keras di leher
di bawah telinga kanan

23
- Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
- Perkusi : Normal
- Auskultasi :-
d) B4 (Bowel)
- Inspeksi : Sulit menelan makanan
- Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
- Perkusi : Timpani
- Auskultasi : Bising usus 5x/menit
e) B5 (Bledder)
- Inspeksi : Sistem perkemihan normal
- Palpasi :-
- Perkusi :-
- Auskultasi :-
f) B6 (Bone)
- Inspeksi : Kelemahan
- Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
- Perkusi :-

Analisa data
No Data Etiologi Masalah
1. DS : Disfungsi neuro Bersihan jalan
1. Px mengeluh hidung tersumbat muscular napas tidak
dan kepala mengalami pusing. efektif
2. Px mengatakan bahwa dia
bekerja sebagai buruh pabrik
kayu dan perokok aktif.
DO :
1. TTV = TD : 110/80 mmHg
Suhu : 36,9oC
Nadi : 72x/menit
RR : 25x/menit
2. Terdengar suara ronchi

24
2. DS : Ketidakmampuan Defisit nutrisi
1. Px mengatakan merasa sakit menelan makanan
pada bagian leher pada saat
menelan makanan dan badan
terasa lemas.
DO :
1. TTV = TD : 110/80 mmHg
Suhu : 36,9oC
Nadi : 72x/menit
RR : 25x/menit
2. Sulit menelan makanan.
3. Berat badan menurun 2 kg.
4. Membran mukosa pucat.

3.2. Diagnosa Keperawatan


1. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d disfungsi neuro muscular d/d hidung
tersumbat, pusing, TD : 110/80 mmHg, N: 72x/menit, RR: 25x/menit,
Suhu; 36,9oC , terdengar suara ronchi.
2. Defisit nutrisi b/d ketidakmampuan menelan makanan d/d sulit menelan
makan, BB berkurang 2 kg dan badan terasa lemas, terdapat benjolan
besar dan keras di leher di bawah telinga kanan, TD : 110/80 mmHg, N:
72x/menit, RR: 25x/menit, Suhu; 36,9o

3.3 Intervensi Keperawatan


Standar Diagnosis Standar Luaran Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia Keperawatan Indonesia Keperawatan Indonesia
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
Kode : D.0001 Kode : L.01001 Kode : I.01011
Bersihan Jalan Napas Bersihan Jalan Napas Manajemen jalan napas
Tidak Efektif Setelah dilakukan tindakan Observasi
Definisi: keperawatan 2x24 jam 1. Monitor pola napas

25
Ketidakmampuan diharapkan bersihan jalan (frekuensi, kedalaman,
membersihkan secret atau napas tidak efektif dapat usaha napas)
obstruksi jalan napas teratasi dengan kriteria 2. Monitor bunyi napas
untuk memepertahankan hasil : (mis, gurgling, mengi,
jalan napas tetap paten. 1. Batuk efektif dari wheezing, ronkhi
skala 2 (cukup kering)
menurun) menjadi 3. Monitor sputum
skala 4 (cukup (jumlah, warna,
meningkat) aroma)
2. Produksi sputum dari Terapeutik
skala 2 (cukup 1. Posisikan semi fowler
meningkat) menjadi atau fowler
skala 4 (cukup 2. Lakukan fisioterapi
menurun) dada
3. Wheezing dari skala 2 Edukasi
(cukup meningkat) 1. Ajarkan teknik batuk
menjadi skala 4 efektif
(cukup menurun)
4. Frekuensi napas dari
skala 3 (sedang)
menjadi skala 5
(membaik)

Kode : D.0019 Kode : L.03030 Kode: I.03119


Defisit Nutrisi Status Nutrisi Manajemen Nutrisi
Definisi : Ekspektasi : Membaik Observasi
Asupan nutrisi tidak Setelah dilakukan 1. Monitor asupan
cukup untuk memenuhi tindakan keperawatan makanan
kebutuhan metabolisme. 2x24 jam diharapkan 2. Monitor berat badan
Defisit Nutrisi dapat Terapeutik
teratasi dengan kriteria 1. Berikan suplemen
hasil : makanan

26
1. Kekuatan otot menelan Kolaborasi
dari skala 2 (cukup 1. Kolaborasi pemberian
menurun) menjadi medikasi sebelum
skala 4 (cukup makan (mis, pereda
meningkat) nyeri, antiemetik)
2. Berat badan dari skala
2 (cukup memburuk)
menjadi skala 4 (cukup
membaik)
3. Frekuensi makan dari
skala 2 (cukup
memburuk) menjadi
skala 4 (cukup
membaik)
4. Nafsu makan dari
skala 2 (cukup
memburuk) menjadi
skala 4 (cukup
membaik)
5. Membran mukosa dari
skala 2 (cukup
memburuk) menjadi
skala 4 (cukup
membaik)

3.4 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan


No Hari/Tang Implementasi Evaluasi Paraf
. gal/Jam
1. Senin, 15 Memeriksa tanda-tanda vital S:
Okt 2021 R: Px mengatakan hidungnya
07.00 TD : 110/80 mmHg tersumbat, sakit pada
Suhu : 36,9oC daerah leher ketika

27
Nadi : 72x/menit digunakan untuk menelan.
RR : 25x/menit O:
08.00 Memonitor frekuensi napas TTV= TD : 110/80 mmHg
R: Suhu : 36,9oC
Pernafasan px 25x/menit, hampir Nadi : 72x/menit
mendekati normal RR : 25x/menit
08.05 Memonitor bunyi nafas Suara nafas rochi
R: Berat badan turun 2 kg
Px mengalami suara nafas ronchi Sulit menelan makanan
08.10 Memonitor sputum Membran mukosa pucat
R: A:
Jumlah sputum yang keluar dari Masalah belum teratasi
mulut px tidak banyak karena P :
mengalami sumbatan dalam Intervensi dilanjutkan
hidung, warna sputum coklat
kental dan sedikit bau
08.45 Memposisikan px semi fowler
R:
Px tidak menolak dan kooperatif
terhadap tindakan yang
diberikan oleh perawat
08.50 Memonitor asupan makanan
R:
Selera makan px berkurang
karena leher terasa sakit saat
digunakan untuk menelan
09.00 Memonitor berat badan
R:
Berat badan px menurun 2kg
dari 67 kg menjadi 65 kg
14.00 Memeriksa tanda-tanda vital
R:

28
TD : 110/80 mmHg
Suhu : 36,7oC
Nadi : 72x/menit
RR : 24x/menit
14.10 Mengajarkan teknik batuk
efektif
R:
Px kooperatif dan menirukan apa
yang diajarkan oleh perawat
14.30 Memberikan suplemen makanan
R:
Px kooperatif dan meminum
obat yang diberikan oleh perawat
15.10 Memberikan obat pereda nyeri
sebelum makan
R:
Px meminum obat yang
diberikan
15.40 Melakukan fisioterapi dada
R:
Px kooperatif dan melakukan
instruksi perawat
2. Selasa,16 Memeriksa tanda-tanda vital S:
Okt 2021 R: Px mengatakan hidungnya
07.00 TD : 110/80 mmHg yang tersumbat sudah
Suhu : 36,7oC mulai membaik, nyeri pada
Nadi : 72x/menit bagian leher pun sudah
RR : 24x/menit mulai berkurang.
08.20 Memonitor bunyi napas O:
R: TTV = TD : 110/80 mmHg
Suara nafas ronchi pada pasien Suhu : 36,7oC
sudah mulai berkurang Nadi : 72x/menit

29
08.26 Memonitor sputum RR : 23x/menit
R: Suara nafas rochi sedikit
Jumlah sputum yang dikeluarkan berkurang, Berat badan
lumayan banyak dengan warna naik dari 65kg menjadi
cream dan sedikit bau 66kg dan nyeri pada saat
09.10 Melakukan fisioterapi dada menelan sudah mulai
R: berkurang
Px kooperatif dan melakukan A :
apa yang diinstruksikan oleh Masalah teratasi sebagian
perawat P:
13.20 Memeriksa tanda-tanda vital Intervensi dihentikan, dan
R: dilakukan perawatan
TD : 110/80 mmHg dirumah.
Suhu : 36,7oC
Nadi : 72x/menit Dischart planning :
RR : 23x/menit 1. Meminum obat secara
13.30 Memberikan suplemen makanan rutin sesuai dengan
dan obat pereda nyeri anjuran dokter
R: 2. Kontrol asupan nutrisi
Px menurut dan mau meminum dengan baik
obat yang diberikan 3. Istirahat dengan baik
14.10 Memonitor asupan makanan dan cukup
R: 4. Apabila terdapat
Selera makan px mulai betambah keluhan diharapkan
karena sudah diberikan segera kembali ke
suplemen makan dan obat pereda rumah sakit
nyeri
16.00 Memonitor berat badan
R:
Berat badan px mulai meningkat
dari 65 kg menjadi 66 kg

30
JURENAL EBN

31
32
33
34
35
BAB 4
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh di daerah
nasofaring dengan predileksi di fossa rossenmuller dan atap nasofaring.
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher
yang terbanyak ditemukan di Indonesia. Pada sebagian kasus kanker
nasofaring mengaitkan terjadinya kanker nasofaring dengan keberadaan
virus Ebstein Barr. Virus ini merupakan virus DNA yang diklasifikasi
sebagai anggota famili virus Herpes. Virus Ebstein barr masuk kedalam
tubuh tanpa menimbulkan kelainan dalam jangka waktu yang lama. Virus
ini bisa menjadi aktif apabila mendapatkan suatu mediator.

Penanggulangannya sampai saat ini masih merupakan masalah, yang


sering menjadi masalah adalah keterlambatan pasien untuk datang berobat,
sebagian besar pasien datang berobat ketika sudah dalam stadium yang
lanjut dimana tumor sudah meluas ke jaringan sekitarnya. Letak nasofaring
yang tersembunyi serta gejala dini yang tidak khas, inilah yang
mengakibatkan diagnosis sering terlambat yang menyebabkan tingginya
angka kematian.

4.2. Saran
Dalam pembuatan makalah ini mungkin terjadi kesalahan dalam
penulisan, maka dari itu kami mohon maaf jika terjadi kesalahan dalam
penulisan dan kami menerima kritikan dan saran dari pembimbing agar
pembuatan makalah berikutnya lebih baik dari sebelumnya. Bagi
mahasiswa semoga makalah ini dapat membantu kita semua
dalam berbagai ilmu pada proses pembelajaran. Diharapkan mahasiswa
dapat menjelaskan materi dan asuhan keperawatan pada pasien dengan
kanker nasofaring dan komplikasinya. Bagi pembaca semua, diharapkan
mampu memberikan materi dan asuhan keperawatan secara komprehensif
pada pasien dengan kanker nasofaring dan komplikasinya.

36
DAFTAR PUSTAKA

Abdul K. 2018. Asuhan keperawatan pasien kanker nasofaring yang mengalami


gangguan nutrisi terhadap efek kemoterapi di ruang 23 infeksi RSUD Dr.
Saiful Anwar Malang [KTI]. Malang: Politeknik kesehatan malang.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Panduan penatalaksanaan kanker
nasofaring. Jakarta: Komite Penanggulangan Kanker Nasional; 2017. 1-7 p.
Komite Penanggulangan Kanker Nasional. 2017. Kanker nasofaring. Pedoman
Nasional Pelayanan Kedokteran Kanker Nasofaring. 12(2): 90.
Primadina MA, Imanto M. Tumor nasofaring dengan diplopia pada pasien usia 44
tahun. 2017 Nov;7(4):181
Rahman S. Update diagnosis dan tatalaksana karsinoma nasofaring. Padang; 2014.
106 p.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia :
Definisi dan Indikator Diagnostik. Edisi I. Cetakan II. Jakarta : Dewan
Pengurus PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia :
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Edisi I. Cetakan II. Jakarta :
Dewan Pengurus PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia :
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Edisi I. Cetakan II. Jakarta : Dewan
Pengurus PPNI
Wijaya, Frita Oktina, dan Bogi Soeseno. 2017. “Deteksi Dini dan Diagnosis
Karsinoma Nasofaring” 44 (7): 4.

37

Anda mungkin juga menyukai