Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA KEHIDUPAN DALAM


BERMASYARAKAT, BERBANGSA, DAN BERNEGARA

DOSEN PENGAMPU : INDRIA KRISTIAWAN, S.Pd., M.Pd.

Disusun Oleh :
1A Psikologi Kelompok 3 :
Diyah Putri Asari (2101010013)
Fiki Roudhotul Ummah (2101010014)
Rohmalia Ayu Ningsih (2101010015)
Yunita Ananda Pratiwi (2101010016)
Serli Nona Ina (2101010033)
Yustina Kalli Ghoba (2101010044)

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS WISNUWARDHANA
2021/2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah Pancasila yang
berjudul “Pancasila Sebagai Paradigma Kehidupan dalam Bermasyarakat,
Berbangsa, dan Bernegara”
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
Bapak Indria Kristiawan, S.Pd., M.Pd. pada mata kuliah Pancasila. Selain itu,
makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang paradigma
pancasila bagi para pembaca dan juga bagi tim penulis.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Indria Kristiawan,
S.Pd., M.Pd. selaku dosen mata kuliah Pancasila yang telah memberikan tugas ini,
sehingga kami dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan
program studi yang kami tekuni.
Kami juga menyadari, bahwa makalah yang kami tulis ini masih jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami
nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Malang, 21 Oktober 2021

Tim Penulis

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pancasila adalah tulang punggung ideologi nasional Indonesia. Dengan
demikian, Pancasila menjadi landasan dan pedoman yang kokoh untuk mencapai
tujuan nasional Indonesia. Pancasila adalah visi peradaban Indonesia : manusia
yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, manusia yang adil dan beradab
yang mampu mencapai persatuan, berkembang penuh kearifan dan keadilan
sosial. Pancasila juga merupakan common denominator yang mempersatukan
Indonesia. Pancasila merupakan falsafah dan norma dasar (philosophisce
grondslag) dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, Pancasila
adalah dasar negara dan sumber dari segala sumber hukum dalam negara.
Pancasila yang berkedudukan sebagai dasar negara Indonesia hingga saat
ini telah mengalami perjalanan waktu ang tidak sebentar, dalam intern waktu
tersebut banyak hal atau peristiwa yang terjadi seiring perjalanan Pancasila,
sehingga berdirilah Pancasila seperti sekarang ini di depan semua bangsa
Indonesia. Sejak dicetuskannya Pancasila pertama kali telah diuai banyak konflik
inner para pencetusnya, hingga sekarang pun di periode reformasi dan globalisasi,
Pancasila masih hangat diperbincangkan oleh banyak kalangan berpendidikan,
terutama kalangan politik dan mahasiswa.
Dalam kebanyakan kasus, masalah yang dibahas adalah mengenai awal
dicetuskannya Pancasila tentang sila pertama. Secara historis, pada awal
perkembangan bangsa Indonesia, masyarakat terbagi menjadi 2 kelompok besar,
yaitu agamais dan nasionalis, dan kedua kelompok tersebut berperan penting
dalam konfigurasi fundamental negara Indonesia. Setelah sekian banyak
pembahasan tentang Pancasila sebagai dasar bernegara, maka Pancasila juga
dibahas sebagai paradigma dalam kehidupan berbagai elemen masyarakat,
termasuk Pancasila sebagai paradigma kehidupan mahasiswa di kampus. Di
kampus, mahasiswa mendapatkan informasi tentang berbagai aspek Pancasila,
khususnya tentang penerapan nilai-nilainya.

iv
Pancasila sebagai paradigma mengandung pengertian bahwa Pancasila
adalah sistem nilai yang dijadikan sebagai struktur dasar, sebagai struktur tata cara
dan sekaligus sebagai struktur arah atau tujuan suatu bangsa. Lalu seberapa
pentingkah Pancasila sebagai paradigma pembangunan?
Berdasarkan alinea keempat Pembukaan UUD 1945, yang disebut dengan
hakikat pembangunan nasional adalah : mencerdaskan kehidupan bangsa,
mewujudkan kesejahteraan umum, melindungi segenap tumpah darah Indonesia,
dan membantu mewujudkan ketertiban dunia dan perdamaian abadi, serta
kesepakatan dengan lingkungan sosial budaya bangsa Indonesia.
Paradigma memiliki keunggulan, karena konsepnya mampu
menyederhanakan dan menjelakan kompleksitas fenomena dalam satu set lengkap
konsep dasar. Paradigma tersebut tidak statis, karena dapat diubah jika paradigma
yang ada tidak dapat lagi menjelaskan kompleksitas fenomena yang ingin mereka
jelaskan. Masalah yang paling dasar adalah mempertanyakan dan menjawab jika
Pancasila adalah paradigma yang mampu menjelaskan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara dalam Indonesia pada umumnya, dan kehidupan sosial
politik khususnya, bukan kritik yang paling sering kita dengar adalah bahwa nilai-
nilai yang terkandung dalam Pancasila itu baik, hanya yang merasa sila itu seperti
terlepas dari satu sama lain dan penerapannya adalah pada kenyataannya masih
belum sesuai dengan kandungan normanya. Jika kritik itu benar, bukankah hal itu
berarti bahwa Pancasila masih belum merupakan suatu paradigma, atau jika sudah
pernah menjadi paradigma, ia tidak mampu lagi menerangkan kenyataan politik di
Indonesia dewasa ini?
Jika demikian, sudah menjadi kewajiban kita bersama untuk mengembangkannya
sedemikian rupa sehingga dapat menjelaskan kompleksitas kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia.

v
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Paradigma?
2. Apa arti Pancasila sebagai Paradigma Pembaharuan Hukum?
3. Bagaimanakah Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan?
4. Bagaimanakah Pancasila sebagai Paradigma Reformasi?
5. Apa saja peran Pancasila sebagai Paradigma dalam Pengembangan
berbagai bidang?
6. Apa dasar pengembangan IPTEK pada Pancasila sebagai Paradigma
IPTEK?
7. Bagaimana cara memahami dasar dan arah penerapan IPTEK berdasarkan
aspek-aspeknya?
8. Bagaimana cara mengaktualisasikan Pancasila dalam kehidupan kampus?

1.3 Tujuan
1. Memahami pengertian Paradigma..
2. Memahami lebih lanjut mengenai Pancasila sebagai Paradigma
Pembaharuan Hukum.
3. Menjelaskan bagaimana Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan.
4. Memahami dan menjelaskan Pancasila sebagai Paradigma Reformasi.
5. Mengetahui dan memahami peran Pancasila sebagai Paradigma dalam
Pengembangan di berbagai bidang.
6. Mengetahui dasar pengembangan IPTEK berdasar pada Pancasila sebagai
Paradigma Pengembangan IPTEK.
7. Memahami dasar dan arah penerapan IPTEK berdasar aspek-aspeknya.
8. Menjelaskan cara mengaktualisasikan Pancasila dalam Kehidupan
Kampus.

1.4 Manfaat
Dengan adanya makalah ini, pembaca mampu memahami lebih dalam tentang
Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
selain itu, makalah ini juga membantu pembaca untuk mengetahui peran Pancasila
sebagai Paradigma dalam berbagai bidang, dan memberi tahu seberapa penting
aktualisasi Pancasila untuk kehidupan kampus.

vi
vii
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Paradigma


Menurut KBBI, paradigma adalah daftar dari semua pembentukan dari sebuah
kata yang memperlihatkan konjugasi dan deklinasi kata tersebut, model dalam
teori ilmu pengetahuan, kerangka berfikir. Dalam konteks ini pengertian
paradigma adalah pengertian kedua dan ketiga, khususnya ketiga, yakni kerangka
berfikir.
Secara terminologis, paradigma sebagai ilmu pengetahuan terutama dalam
kaitannya dengan filsafat ilmu pengetahuan. Istilah tersebut dikembangkan oleh
tokoh bernama Thomas S. Khun dalam bukunya yang berjudul “The Structure of
Scientific Revolution” (1970 : 49).
Intisari pengertian Paradigma adalah suatu asumsi-asumsi dasar dan asumsi-
asumsi teoritis yang umum (merupakan suatu sumber nilai), sehingga merupakan
suatu sumber hukum-hukum, metode, penerapan dalam ilmu pengetahuan
sehingga sangat menentukan sifat, ciri karakter ilmu pengetahuan itu sendiri. Ilmu
pengetahuan sifatnya sangat dinamis, hal ini disebabkan oleh semakin banyaknya
hasil-hasil penelitian manusia, sehingga dalam perkembangannya terdapat suatu
kemungkinan yang sangat besar ditemukannya kelemahan-kelemahan pada teori
yang telah ada, dan jikalau demikian maka ilmuwan akan kembali pada asumsi-
asumsi dasar serta asumsi teoretis sehingga dengan demikian perkembangan ilmu
pengetahuan kembali mengkaji paradigma dari ilmu pengetahuan tersebut atau
dengan lain perkataan ilmu pengetahuan harus mengkaji dasar ontologis dari ilmu
itu sendiri. Misalnya dalam ilmu-ilmu sosial manakala suatu teori yang didasarkan
pada suatu hasil penelitian ilmiah yang mendasarkan pada metode kuantitatif yang
mengkaji manusia dan masyarakat berdasarkan pada sifat-sifat yang parsial,
terukur, korelatif dan positivistic maka ternyata hasil dari ilmu pengetahuan
tersebut secara epistemologi hanya mengkaji satu aspek saja dari objek ilmu
pengetahuan yaitu manusia. Oleh karena itu kalangan ilmuwan sosial kembali
mengkaji paradigma ilmu tersebut yaitu manusia. Berdasarkan hakikatnya
manusia dalam kenyataan objektifnya bersifat ganda bahkan dimensi. Atas dasar

viii
kajian paradigma ilmu pengetahuan sosial tersebut kemudian dikembangkanlah
metode baru berdasarkan hakikat dan sifat paradigma ilmu tersebut, yaitu metode
kualitatif.
Istilah ilmiah tersebut kemudian berkembang dalam berbagai bidang
kehidupan manusia serta ilmu pengetahuan lain misalnya politik, hukum,
ekonomi, budaya, serta bidang-bidang lainnya. Dalam masalah yang popular ini
istilah ‘Paradigma’ berkembang menjadi terminologi yang mengandung konotasi
pengertian sumber nilai, kerangka pikir, orientasi dasar, sumber asas serta arah
dan tujuan dari suatu perkembangan, perubahan serta proses dalam suatu bidang
tertentu termasuk dalam bidang pembangunan, iptek, maupun dalam Pendidikan.1

2.2 Pancasila sebagai Paradigma Pembaharuan Hukum.


Pancasila sebagai Paradigma Pembaharuan Hukum merupakan sumber norma
dan sumber nilai, bersifat dinamik nyata ada dalam masyarakat, baik menyangkut
aspirasinya, kemajuan peradabannya, maupun kemajuan IPTEK. Oleh karena itu,
upaya untuk pembaharuan hukum benar-benar mampu menghantarkan manusia
Indonesia ke tingkat harkat dan martabat yang lebih tinggi menuju perwujudan
hak asasi manusia (HAM) yang selaras, serasi, dan seimbang dengan hakikatnya
sebagai makhluk yang berbudaya dan beradab.
Indonesia adalah negara hukum, maka segala tindakan kenegaraan harus
diatur oleh ketentuan-ketentuan yuridis, sehingga ada supremasi hukum,
menjamin hak-hak asasi. Manusia dan hak-hak asasi manusia dijunjung tinggi
serta dilindungi. Secara obyektif, HAM merupakan kewenangan-kewenangan
pokok yang melekat pada manusia sebagai manusia, artinya yang harus diakui dan
dihormati oleh masyarakat dan negara, sebagai manusia yang memiliki harkat dan
martabat yang sama serta sebagai mahkluk yang berbudi pekerti luhur dan
berkarsa merdeka. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.39 Tahun
tentang Hak Asasi Manusia, di dalam konsiderannya yang dimaksud Hak Asasi
Manusia ialah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan
manusia sebagai makhluk Tuhan YME dan merupakan anugerah-Nya yang wajib

1
Ahmad Calam & Sobirin,/Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam
Bermasyarakat,Berbangsa dan Bernegara,/Jurnal SAINTIKOM,Vol.4 No.1,2008,hlm.147-148

ix
dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan
setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Selain hak asasi manusia, UU No. 39 Tahun 1999 juga menentukan
kewajiban dasar manusia, yaitu seperangkat kewajiban jika tidak dilaksanakan,
tidak memungkinkan terlaksana dan tegaknya Hak Asasi Manusia. Lebih lanjut
UU tersebut menegaskan, demi tegaknya hak asasi manusia, maka semua bentuk
pelanggaran HAM yang dapat dilakukan oleh perorangan, kelompok orang atau
penguasa negara dan aparat negara baik yang disengaja maupun tidak disengaja
harus dihindari.

2.3 Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan


Untuk mencapai tujuan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, bernegara,
bangsa Indonesia melaksanakan pembangunan nasional. Hal ini sebagai
perwujudan praksis dalam meningkatkan harkat dan martabat. Tujuan negara yang
tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 yang terinci adalah sebagai berikut :
“melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia”, hal ini dalam
kepastiannya tujuan negara hukum. Adapun rumusan “memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa”, hal ini dalam pengertian negara hukum
material yang secara keseluruhan sebagai manifestasi tujuan khusus atau nasional.
Adapun selaku tujuan nasional juga tujuan internasional (tujuan umum) “ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial”. Hal ini diwujudkan dalam tata pergaulan masyarakat
internasional.
Secara filosofis, hakikat kedudukaan Pancaila sebagai Paradigma
Pembangunan Nasional mengandung suatu konsekuensi bahwa dalam segala
aspek pembangunan nasional kita harus mendasarkan pada hakikat nilai-nilai dari
sila-sila Pancasila. Oleh karena hakikat nilai sila-sila Pancasila mendasarkan diri
pada dasar ontologis manusia sebagai subjek pendukung pokok sila-sila Pancasila
sekaligus sebagai pendukung pokok negara. Hal ini berdasarkan pada kenyataan
objektif bahwa Pancasila dasar negara dan negara adalah organisasi (persekutuan
hidup) manusia. Oleh karena itu negara dalam rangka mewujudkan tujuannya
melalui pembangunan nasional untuk mewujudkan tujuan seluruh warganya harus

x
dikembalikan pada dasar-dasar hakikat manusia “monopluralis”. Unsur-unsur
hakikat manusia “monopluralis” meliputi susunan kodrat manusia, rohani (jiwa)
dan raga, sifat kodrati manusia makhluk individu dan makhluk sosial serta
kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena pembangunan nasional sebagai
upaya praksis untuk mewujudkan tujuan tersebut, maka pembangunan harus
mendasarkan pada Paradigma hakikat manusia “monopluralis” tersebut.
Konsekuensinya dalam realisasi pembangunan nasional dalam berbagai
bidang untuk mewujudkan peningkatan harkat dan martabat manusia secara
konsisten berdasarkan pada nilai-nilai hakikat kodrat manusia tersebut. Maka
pembangunan nasional harus meliputi aspek jiwa (rohani) : yang mencakup akal,
rasa dan kehendak, aspek raga (jasmani), aspek individu, aspek makhluk sosial,
aspek pribadi dan juga aspek kehidupan ketuhanannya. Kemudian pada gilirannya
dijabarkan dalam berbagai bidang pembangunan antara lain, politik, ekonomi,
hukum, pendidikan, sosial, budaya. ilmu pengetahuan dan teknologi serta bidang
kehidupan agama.2

2.4 Pancasila sebagai Paradigma Reformasi


Ketika gelombang gerakan reformasi Indonesia maka seluruh aturan main
dalam wacana politik mengalami keruntuhan terutama praktek-praktek elit politik
yang dihinggapi penyakit KKN. Bangsa Indonesia ingin mengadakan suatu
perubahan, yaitu menata kembali kehidupan berbangsa dan bernegara demi
terwujudnya masyarakat yang sejahtera, masyarakat yang bermartabat
kemanusiaan yang menghargai hak-hak asasi manusia, masyarakat yang
demokratis yang bermoral religious serta masyarakat yang bermoral kemanusiaan
dan beradab.
Dalam kenyataannya gerakan reformasi ini harus dibayar mahal oleh
bangsa Indonesia, yaitu dampak sosial, politik, ekonomi terutama kemanusiaan.
Para elit politik memanfaatkan gelombang reformasi ini demi meraih kekuasaan,
sehingga tidak mengherankan jikalau banyak terjadi perbenturan kepentingan
politik. Berbagai gerakan muncul disertai dengan akibat tragedi kemanusiaan
2
Ahmad Calam & Sobirin,/Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam
Bermasyarakat,Berbangsa dan Bernegara,/Jurnal SAINTIKOM,Vol.4 No.1,2008,hlm.148

xi
yang sangat memilukan dan banyak menelan banyak korban jikwa dari anak-anak
bangsa sebagai rakyat kecil yang tidak berdosa dan mendambakan perdamaian
ketentraman serta kesejahteraan. Tragedi yang sangat memilukan itu antara lain
peristiwa Amuk Masa di Jakarta, Tangerang, Sol, Jawa Timur, Kalimantan serta
daerah-daerah lainnya. Bahkan tragedi pembersihan etnis ala Rezim Serbia di
Balkan terjadi di berbagai daerah antara lain di Dili, Kupang, Ambon, Kalimantan
Barat serta beberapa daerah lainnya. Ancaman disintegrasi dan sentiment SARA
semakin merongrong eksistensi bangsa Indonesia, aparat keamanan diletakkan
dalam posisi yang sangat sulit bahkan krisis kepatuhan terhadap hukum semakin
merosot, sehingga hukum seakan-akan sudah tidak berfungsi lagi.
Kondisi ekonomi semakin memprihatinkan sector riil sudah tidak berdaya,
banyak perusahan maupun perbankan yang gulung tikar dengan sendirinya
disertai dengan PHK dan bertambahnya jumlah tenaga kerja potensial yang
nganggur. Rakyat benar-benar menjerit bahkan banyak yang kondisi kehidupan
sehari-harinya sangat memprihatinkan karena kesulitan untuk memenuhi
kebutuhan makan sehari-hari. Ironisnya kalangan elit politik serta para pelaku
politik lainnya seakan tidak bergeming dengan jeritan kemanusiaan tersebut.
Namun demikian di balik berbagai macam keterpurukan bangsa Indonesia
tersebut masih tersisa satu keyakinan akan nilai yang dimilikinya, yaitu nilai-nilai
yang berakar dari pandangan hidup bangsa Indonesia sendiri yaitu nilai-nilai
Pancasila. Reformasi adalah menata kehidupan bangsa dan negara dalam suatu
sistem negara di bawah nilai-nilai Pancasila, bukan menghancurkan dan
membubarkan bangsa dan negara Indonesia. Berapapun perubahan dan reformasi
dilakukan namun bangsa Indonesia tidak akan menghancurkan nilai religiusnya,
nilai kemanusiaannya, nilai persatuannya, nilai kerakyatan serta nilai keadilannya.
Bahkan pada hakikatnya reformasi itu sendiri adalah mengembalikan tatanan
kenegaraan ke arah sumber nilai yang merupakan platform kehidupan bersama
bangsa Indonesia, yang selama ini diselewengkan demi kekuasaan sekelompok
orang baik pada masa orde lama maupun orde baru. Oleh karena itu proses
reformasi walaupun dalam lingkup pengertian reformasi total harus memiliki
platform dan sumber nilai yang jelas yang merupakan arah, tujuan, serta nilai-nlai
yang terkandung dalam Pancasila.

xii
Secara historis telah kita pahami bersama bahwa para pendiri negara telah
menentukan suatu asas, sumber nilai serta sumber norma yang fundamental dari
negara Indonesia, yaiu Pancasila, yang bersumber dari apa yang dimiliki oleh
bangsa Indonesia sendiri, yaitu nilai-nilai yang merupakan pandangan hidup
sehari-hari bangsa Indonesia. Nilai ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan,
Kerakyatan dan Keadilan adalah ada secara objektif dan melekat pada bangsa
Indonesia yang merupakan pandangan dalam keidupan bangsa sehari-hari. Oleh
karena itu bilamana bangsa Indonesia meletakkan sumber nilai, dasar filosofi serta
number norma kepada nilai-nilai tersebut bukanlah suatu keputusan yang bersifat
politis saja melainkan sifat keharusan yang bersumber dari kenyataan hidup pada
bangsa Indonesia sendiri sehingga dengan lain perkataan bersumber pada
kenyataan objektif pada bangsa sendiri. Maka dalam kehidupan pollitik
kenegaraan dewasa ini sedang melakukan reformasi bukan berarti kita akan
mengubah cita-cita, dasar nilai serta pandang hidup bangsa melainkan melakukan
perubahan dengan menata kembali dalam suatu platform yang bersumber pada
nilai-nilai dari sila-sila tersebut dalam segala bidang reformasi, antara lain bidang
hukum, politik.
Reformasi dengan melakukan perubahan dalam berbagai bidang yang
sering diteriakkan dengan jargon reformasi total tidak mungkin melakukan
perubahan terhadap sumbernya itu sendiri. Mungkinkah reformasi total dewasa ini
akan mengubah kehidupan bangsa Indonesia menjadi tidak berketuhanan, tidak
berperikemanusiaan, tidak berpersatuan, tidak bekerakyatan, serta tidak
berkeadilan dan kiranya hal itu tidak mungkin dilakukan. Oleh karena itu, justru
sebaliknya reformasi itu harus memiliki tujuan, dasar, cita-cita serta platform yang
jelas dan bagi bangsa Indonesia, Nilai-nilai Pancasila itu yang merupakan
paradigma Reformasi Total tersebut. 3

2.5 Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan di Berbagai Bidang


a) Pengembangan di Bidang Ideologi
3
Ahmad Calam & Sobirin,/Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam
Bermasyarakat,Berbangsa dan Bernegara,/Jurnal SAINTIKOM,Vol.4 No.1,2008,hlm.153-154

xiii
Dalam pengembangan Pancasila sebagai ideologi harus memandang sebagai
ideologi yang dinamis yang dapat menangkap tanda-tanda perkembangan dan
perubahan zaman. Jadi, harus memperhatikan peranan dan kedudukan Pancasila
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, seperti berikut :
1) Pancasila sebagai Ideologi Terbuka
Nilai-nilai dasar dalam ideologi Pancasila dirumuskan dalam UUD 1945
untuk memperjelas suatu tatanan kehidupan beragama, hukum, politik, ekonomi,
sosial budaya, hankam, dsb. Nilai dasar tidak berubah dengan mudah, sedangkan
penjabaran nilai dasar kepada nilai operasional dapat berkembang secara
kesepakatan bersama di MPR yang disebut dengan amandemen dan GBHN. Nilai
dasar tidak usah diubah karena merupakan tolak ukur stabilitas dan dinamika,
untuk pasal 37 UUD 1945.
2) Wawasan Kebangsaan (Nasionalisme)
Konsep negara bangsa Indonesia dapat dirangkum dari pokok-pokok
pikiran yang terkandung di dalam Pembukaan UUD 1945. Negara adalah keadaan
kehidupan berkelompok bangsa Indonesia, yang :
-atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, dan
-didorong oleh keinginan luhur bangsa, untuk
-berkehidupan yang bebas, dalam arti
-merdeka, berdaulat, adil dan makmur
-berdasarkan Pancasila.
Pancasila dijadikan platform kehidupan bersama bagi bangsa Indonesia yang
sangat majemuk agar tetap terikat erat sebagai bangsa bersatu.

b) Pengembangan Bidang Politik


Pembangunan dan pengembangan bidang politik harus mendasarkan pada
dasar ontologis manusia. Hal ini didasarkan pada kenyataan objektif bahwa
manusia adalah sebagai subjek negara, oleh karena itu kehidupan politik dalam
negara harus benar-benar untuk merealisasikan tujuan demi harkat dan martabat
manusia. Dalam sistem politik negara harus mendasarkan pada tuntutan hak dasar
kemanusiaan yang di dalam istilah ilmu hukum dan kenegaraan disebut hak asasi
manusia. Hal ini sebagai perwujudan hak atas martabat kemanusiaan sehingga

xiv
sistem politik negara harus mampu menciptakan sistem yang menjamin atas hak-
hak tersebut.
Dalam sistem politik negara harus mendasarkan pada kekuasaan yang
bersumber pada penjelmaan hakikat manusia sebagai individu makhluk sosial
yang terjelma sebagai rakyat. Maka kekuasaan negara harus mendasarkan pada
asal mula dari rakyat untuk rakyat. Maka rakyat merupakan asal mula kekuasaan
negara. Oleh karena itu kekuasaan negara harus berdasarkan kekuasaan rakyat
bukannya kekuasaan perseorangan atau kelompok. Selain sstem politik negara
Pancasila memberikan dasar-dasar moralitas politik negara. Telah diungkapkan
oleh para pendiri negara Majelis Permusyawaratan Rakyat, misalnya Moh.Hatta,
menyatakan bahwa negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa, atas
dasar Kemanusiaan yang adil dan beradab. Hal ini menurut Moh. Hatta agar
memberikan dasar-dasar moral supaya negara tidak berdasarkan kekuasaan, oleh
karena itu dalam politik negara termasuk para elit politik dan para penyelenggara
negara untuk memegang budi pekerti kemanusiaan serta memegang teguh cita-cita
moral rakyat yang luhur.
Dalam sila-sila Pancasila tersusun atas urut-urutan sistematis, bahwa dalam
politik negara harus mendasarkan pada kerakyatan (Sila IV), adapun
pengembangan dan aktualisasi politik negara berdasarkan pada moralitas berturut-
turut moral Ketuhanan (Sila I), moral kemanusiaan (Sila II), dan moral persatuan,
yaitu ikatan moralitas sebagai suatu bangsa (Sila III), adapun aktualisasi dan
pengembangan politik negara demi tercapainya keadilan dalam hidup bersama
(Sila V).4
Dalam usaha membangun kehidupan politik, maka beberapa unsur perlu
dikembangkan dan ditingkatan, seperti :
1) Sistem politik nasional yang berkedaulatan rakyat, demokratis, dan
terbuka.
2) Kemandirian partai politik kepada masyarakat untuk mengembangkan
budaya politik yang demokratis.
3) Pendidikan politik kepada masyarakat untuk mengembangkan budaya
politik yang demokratis.
4
Ahmad Calam & Sobirin,/Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam
Bermasyarakat,Berbangsa dan Bernegara,/Jurnal SAINTIKOM,Vol.4 No.1,2008,hlm.150

xv
4) Pemilihan umum yang berkualitas dengan partisipasi rakyat yang seluas-
luasnya.
Tiga aspek demokrasi yang harus dikembangkan, sebagai berikut :
- Demokrasi sebagai sistem pemerintahan
- Demokrasi sebagai kebudayaan politik
- Demokrasi sebagai struktur organisasi
Demokrasi sebagai sistem pemerintahan hanya akan berhasil kalau didukung
oleh demokrasi sebagai budaya poltik yang rasional objektif. Hak Asasi Manusia
harus dilaksanakan secara kontekstual sesuai dengan kebudayaan Indonesia yang
tercermin dalam kesetaraan dan keseimbangan peranan Lembaga-lembaga
demokrasi.

c) Pengembangan Bidang Ekonomi


Dalam dunia ilmu ekonomi boleh dikatakan jarang ditemukan pakar ekonomi
yang mendasarkan pemikiran pengembangan ekonomi atas dasar moralitas
Kemanusiaan dan Ketuhanan. Sehingga lazimnya pengembangan ekonomi
mengarah pada persaingan bebas, dan akhirnya yang kuat yang menang. Hal ini
sebagai implikasi dari perkembangan ilmu ekonomi pada akhir abad ke-18
menumbuhkan ekonomi kapitalis. Atas dasar kenyataan objektif inilah maka di
Eropa pada awal aband ke-19 muncul pemikiran sebagai reaksi atas
perkembangan ekonomi tersebut yaitu sosialisme komunisme yang
memperjuangkan nasib kaum proletary yang ditindas oleh kaum kapitalis. Oleh
karena itu kiranya menjadi dangat penting bahkan mendesak untuk dikembangkan
sistem ekonomi yang mendasarkan pada moralitas humanistic, ekonomi yang
berkemanusiaan.
Atas dasar kenyataan tersebut maka Mubyarto kemudian mengembangkan
ekonomi kerakyatan, yaitu ekonomi yang humanistic yang mendasarkan pada
tujuan demi kesejahteraan rakyat secara luas. Pengembangan ekonomi bukan
hanya mengejar pertumbuhan saja melainkan demi kemanusiaan, demi
kesejahteraan seluruh bangsa. Maka pengembangan ekonomi tidak bisa
dipisahkan dengan nilai-nilai moral Kemanusiaan (Mubyarto, 1999). Hal ini
didasarkan pada kenyataan bahwa tujuan ekonomi itu sendiri adalah untuk

xvi
memenuhi kebutuhan manusia, agar manusia menjadi lebih sejahtera. Oleh karena
itu, ekonomi harus mendasarkan pada kemanusiaan yaitu demi kesejahteraan
manusia sehingga kita harus menghindarkan diri dari pengembangan ekonomi
yang hanya mendasarkan pada persaingan bebas, monopoli dan lainnya yang
menimbulkan penderiaan pada manusia, menimbulkan penindaasan atas manusia
satu dengan lainnya.5
Pengembangan ekonomi juga harus memperhatikan kualitas Sumber Daya
Manusia (SDM), sebagai berikut :
1) Memiliki kemampuan dasar untuk berkembang.
2) Mampu menggunakan ilmu dan teknologi untuk mengolah sumber daya
alam secara efektif.
3) Memiliki etos professional; tanggung jawab atas pengembangan
keahliannya, kejujuran dalam pelaksanaan tugas, ketelitian pelayanan
kepada masyarakat, penghargaan terhadap waktu dan ketepatan waktu.

d) Pengembangan Bidang HANKAM


Negara pada hakikatnya adalah merupakan suatu masyarakat hukum demi
tegaknya hak-hak warga negara, maka diperlukan peraturan perundang-undangan
negara, baik dalam rangka mengatur ketertiban negara maupun dalam rangka
melindungi hak warga negaranya. Oleh karena itu negara bertujuan melindungi
segenap wilayah negara dan bangsanya. Atas dasar pengertian demikian ini maka
keamanan merupakan syarat mutlaak tercapainya kesejahteraan warga negara.
Adapun demi tegaknya integritas seluruh masyarakat negara diperlukan suatu
pertahanan negara. Untuk itu diperukan aparat keamanan negara dan aparat
penegak hukum negara.
Oleh karena Pancasila sebagai dasar negara dan mendasarkan diri pada
hakikat nilai kemanusiaan monopluralis maka pertahanan dan keamanan negara
harus dikembalikan pada tercapainya harkat dan martabat manusia sebagai
pendukung pokok negara. Dasar-dasar kemanusiaan yang beradab merupakan
basis moralitas pertahanan dan keamanan negara. Dengan demikian pertahanan
dan keamanan negara harus mendasarkan pada tujuan demi terjaminnya harkat
5
Ahmad Calam & Sobirin,/Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam
Bermasyarakat,Berbangsa dan Bernegara,/Jurnal SAINTIKOM,Vol.4 No.1,2008,hlm.150-151

xvii
dan martabat manusia, terutama secara rinci terjaminnya hak-hak asasi manusia.
Pertahanan dan keamanan bukanlah untuk kekuasaan sebab kalau demikian sudah
dapat dipastikan akan melanggar hak asasi manusia.6
Pembangunan nasional tidak terlepas dari ketahanan nasional, yaitu
perwujudan cita-cita bangsa dalam tingkat ketahanan nasional yang terjabar,
sebagai berikut :
1) Nilai-nilai fundamental yang menyangkut pribadi warga negara, yaitu
pengembangan pribadi warga negara, dalam matra horizontal dan vertical,
pertumbuhan sosial ekonomi, keanekaragaman, dan persamaan derajat.
2) Nilai-nilai fundamental yang menyangkut sistem/struktur kehidupan
masyarakat, yaitu pemerataan kesejahteraan, solidaritas masyarakat,
kemandirian, dan partisipasi seluruh masyarakat.
3) Nilai-nilai fundamental yang menyangkut interaksi antara pribadi-pribadi
warga negara dan sistem/struktur kehidupan masyarakat, yaitu keadilan
sosial, keamanan/stabilitas dan keseimbangan lingkungan.

e) Pengembangan Bidang Sosial-Budaya


Dalam pengembangan sosial budaya, Pancasila merupakan sumber normatif
bagi peningkatan humanisasi dalam bidang sosial budaya. Sebagai kerangka
kesadaran Pancasila dapat merupakan dorongan untuk (1) universalisasi, yaitu
melepaskan simbol-simbol dari keterkaitan struktur, dan (2) transedentalisasi,
yaitu meningkatkan derajat kemerdekaan, manusia, dan kebebasan spiritual
(Koentowijoyo, 1986). Dengan demikian maka proses humanisasi universal akan
dihumanisasi serta aktualisasi nilai hanya demi kepentingan kelompok sosial
tertentu sehingga menciptakan system sosial budaya yang beradab.7
Pancasila dapat menjadi kerangka referensi identifikasi diri kalau Pancasila
semakin credible, yaitu bahwa masyarakat mengalami secara nyata realisasi dari
prinsip-prinsip yang terkandung dalam Pancasila.

Usaha yang dilakukan melalui cara-cara sebagai berikut :


6
Ahmad Calam & Sobirin,/Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam
Bermasyarakat,Berbangsa dan Bernegara,/Jurnal SAINTIKOM,Vol.4 No.1,2008,hlm.152
7
Ahmad Calam & Sobirin,/Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam
Bermasyarakat,Berbangsa dan Bernegara,/Jurnal SAINTIKOM,Vol.4 No.1,2008,hlm.151-152

xviii
1) Dihormati martabatnya sebagai manusia.
2) Diperlakukan secara manusiawi.
3) Mengalami solidaritass sebagai bangsa karena semakin hilangnya
kesenjangan ekonomi dan budaya.
4) Memiliki solidaritas untuk berpartisipasi dalam kehidupan politik, dan
5) Merasakan kesejahteraan yang layak sebagai manusia.

f) Pengembangan Kehidupan Beragama


Pada proses reformasi dewasa ini beberapa wilayah negara Indonesia terjadi
konflik sosial yang bersumber pada masalah SARA, terutama pada masalah
agama. Hal ini menunjukkan kemunduran bangsa Indonesia ke arah kehidupan
beragama yang tidak berkemanusiaan. Tragedi di Ambon, Poso, Medan, Mataram,
Kupang serta daerah-daerah lainnya menunjukkan betapa semakin melemahnya
toleransi kehidupan beragama yang berdasarkan kemanusiaan yang adil dan
beradab.
Oleh karena itu suatu tugas berat bagi bangsa Indonesia untuk mengembalikan
suasana kehidupan beragama yang penuh perdamaian, saling menghargai, saling
menghormati dan saling mencintai sebagai sesama umat manusia yang beradab.
Pancasila telah memberikan dasar-dasar nilai yang fundamental bagi umat bangsa
Indonesia untuk hidup secara damai dalam kehidupan beragama di negara
Indonesia tercinta ini. Manusia adalah sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa,
oleh karena itu manusia wajib untuk beribadah kepada Tuhan dalam wilayah
negara dimana mereka hidup. Namun demikian Tuhan menghendaki untuk hidup
saling menghormati, karena Tuhan menciptakan umat manusia dari laki-laki dan
perempuan ini yang kemudian berbangsa-bangsa, bergolong-golong,
berkelompok-kelompok baik sosial, politik, budaya maupun etnis, tidak lain untuk
saling hidup damai yang berkemanusiaan. Dalam pengertian inilah maka negara
menegaskan dalam pokok pikiran ke IV bahwa “Negara berdasar atas Ketuhanan
Yang Maha Esa, atas dasar kemanusiaan yang adil dan beradab”. Hal itu berarti
bahwa kehidupan dalam negara mendasarkan pada nilai-nilai ketuhanan. Negara
memberikan kebebasan kepada warganya untuk memiliki agama serta
menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing. Hal

xix
ini menunjukkan bahwa dalam negara Indonesia memberikan kebebasan atas
kehidupan beragama atau dengan lain perkataan menjamin atas demokrasi di
bidang agama. Oleh karena setiap agama memiliki dasar-dasar ajaran sesuai
dengan keyakinan masing-masing maka dalam pergaulan hidup negara kehidupan
beragama hubungan antar pemeluk agama didasarkan atas nilai-nilai kemanusiaan
yang beradab hal ini berdasarkan pada nilai bahwa semua pemeluk agama adalah
sebagai bagian dari umat manusia di dunia.8

g) Pengembangan Bidang Pembangunan POLEKSOSBUD HANKAM


Pembangunan pada hakikatnya merupakan suatu realisasi praksis untuk
mencapai tujuan bangsa. Adapun pembangunan dirinci dalam berbagai macam
bidang antara lain POLEKSOSBUD HANKAM. Dalam bidang kenegaraan
penjabaran pembangunan dituangkan dalam GBHN yang dirinci dalam bidang-
bidang operasional serta target pencapaiannya.
Pembangunan yang merupakan realisasi praksis dalam negara untuk mencapai
tujuan seluruh warga harus mendasarkan pada hakikat manusia sebagai subjek
pelaksana sekaligus tujuan pembangunan. Hakikat manusia adalah monopluralis
artinya meliputi berbagai unsur yaitu rokhani-jasmani, individu-makhluk sosial,
serta manusia sebagai pribadi-makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu
hakikat manusia merupakan sumber nilai bagi pengembangan POLEKSOSBUD
HANKAM. Hal inilah yang sering diungkapkan dalam pelaksanaan pembangunan
bahwa pembangunan hakikatnya membangun manusia secara lengkap, utuh
meliputi seluruh unsur hakikat manusia monopluralis, atau dengan kata lain
membangun martabat manusia.9

2.6 Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan IPTEK


Dalam upaya manusia mewujudkan kesejahteraan dan peningkatan harkat
dan martabatnya maka manusia mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) pada hakikatnya merupakan suatu hasil
kreativitas rohani manusia. Unsur jiwa (rohani) manusia meliputi aspek akal, rasa
8
Ahmad Calam & Sobirin,/Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam
Bermasyarakat,Berbangsa dan Bernegara,/Jurnal SAINTIKOM,Vol.4 No.1,2008,hlm.152-153
9
Ahmad Calam & Sobirin,/Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam
Bermasyarakat,Berbangsa dan Bernegara,/Jurnal SAINTIKOM,Vol.4 No.1,2008,hlm.149-150

xx
dan kehendak. Akal merupakan potensi rokhaniah manusia dalam hubungan
dengan intelektualitas, rasa dalam bidang estetis, dan kehendak dalam bidang
moral (etika).
Dasar pengembangan IPTEK adalah akal manusia untuk mengolah
kekayaan alam yang disediakan oleh Tuhan dengan tujuan demi kesejahteraan
manusia. Pengembangan IPTEK tidak bebas nilai, namun terikat oleh nilai. Jadi,
pengembangan IPTEK sebagai hasil budaya manusia harus didasarkan pada moral
Ketuhanan dan Kemanusiaan yang adil dan beradab.
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa : IPTEK tidak hanya memikirkan apa yang
bisa ditemukan, dibuktikan, dan diciptakan tetapi juga dipertimbangkan maksud
dan akibatnya apakah merugikan manusia di sekitarnya. Sila ini menempatkan
manusia di alam semesta bukan sebagai pusatnya melainkan sebagai bagian yang
sistematik dari alam yang diolahya.
Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab : Manusia dalam pengembangan
IPTEK harus bersifat beradab, demi peningkatan harkat dan martabat manusia.
Pengembangannya harus didasarkan pada tujuan demi kesejahteraan manusia,
bukan demi kesombongan, kecongkakan dan keserakahan manusia.
Sila Persatuan Indonesia : Pengembangan IPTEK diarahkan demi
kesejahteraan umat manusia termasuk di dalamnya kesejahteraan bangsa
Indonesia. Mengimplementasikan universalia dan internasionalisme
(kemanusiaan) dalam sila-sila lain. Pengembangan IPTEK hendaknya dapat
mengembangkan rasa nasionalisme, kebesaran bangsa serta keluhuruan bangsa
sebagai bagian dari umat manusia di dunia.
Sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan Perwakilan : mendasari pengembangan IPTEK secara
demokratis. Artinya setiap ilmuwan :
- harus memiliki kebebasan untuk mengembangkan IPTEK
- harus menghormati dan menghargai kebebasan orang lain
- harus memiliki sikap terbuka untuk dikritik, dikaji ulang maupun dibandingkan
dengan penemuan teori lain.

xxi
Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia : IPTEK harus
menjaga keseimbangan keadilan dalam kehidupan kemanusiaan yaitu
keseimbangan keadilan dalam hubungan :
- dengan diri sendiri
- dengan Tuhannya
- dengan manusia lain
- manusia dengan alam lingkungannya.10

2.7 Arah Penerapan IPTEK


IPTEK yang kita letakkan diatas Pancasila sebagai Paradigmanya, perlu
kita pahami dasar dan arah penerapannya, yaitu pada aspek Ontologis,
Epistemologis, dan Aksiologisnya.
a) Ontologis
Hakikat Ilmu Pengetahuan dan Teknologi merupakan aktivitas manusia
yang tidak mengenal titik henti dalam upayanya untuk mencari dan menemukan
kebenaran dan kenyataan. Ilmu Pengetahuan harus dipandang secara utuh, dalam
dimensinya sebagai masyarakat, sebagai proses dan sebagai produk. Sebagai
masyarakat menunjukkan banyaknya academic community yang dalam hidup
kesehariannya para warganya mempunyai concern untuk terus menerus menggali
dan mengembangkan ilmu pengetahuan.
Sebagai proses menggambarkan suatu aktivitas warga masyarakat ilmiah
yang melalui abstraksi, spekulasi, imajinasi, refleksi, observasi, eksperimentasi,
konparasi, dan eksplorasi mencari dan menemukan kebenaran dan kenyataan.
Sebagai produk adalah hasil yang diperoleh melalui proses, yang berwujud karya-
karya ilmiah beserta implikasinya yang berwujud fisik maupun non-fisik.

b) Epistemologi
Bahwa Pancasila dengan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya
dijadikan “metode berfikir”, dalam arti menjadikan dasar dan arah di dalam
pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, parameter kebenaran serta

10
Ahmad Calam & Sobirin,/Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam
Bermasyarakat,Berbangsa dan Bernegara,/Jurnal SAINTIKOM,Vol.4 No.1,2008,hlm.148-149

xxii
pemanfaatan hasil yang dicapainya ialah nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila itu sendiri.

c) Aksiologi
Bahwa dengan menggunakan epistemologi tersebut diatas, kemanfaatan
dan efek pengembangan IPTEK secara negatif tidak bertentangan dengan ideal
Pancasila dan secara positif mendukung untuk mewujudkan nilai-nilai ideal
Pancasila. Dengan menggunakan Pancasila sebagai Paradigma, merupakan
keharusan bahwa Pancasila harus dipahami secara benar, karena pada gilirannya
nilai-nilai Pancasila menjadi asumsi-asumsi dasar bagi pemahaman di bidang
ontologis, epistemologis, dan aksiologis.

2.8 Aktualisasi Pancasila dalam Kehidupan Kampus


Pancasila pada aktualitasnya di Negara Republik Indonesia dijadikan dasar
filsafat negara, pandangan hidup bangsa dan ideologi nasional, maka nilai-nilai
yang terkandung didalamya harus terus-menerus meresap dalam kehidupan
manusia Indonesia dan mewujudkan dalam sikap dan perilaku kehidupannya
sehari-hari. Aktualisasi Pancasilasecara obyektif ialah terwujud dalam bidang
kehidupan kenegaraan yaitu meliputi kelembagaan negara antara lain legislatif,
eksekutif, dan yudikatif, juga bidang pragmatis yaitu politik, ekonomi, sosial
budaya, hukum (penjabaran ke dalam undang-undang), GBHN, Pendidikan dan
hankam. Aktualisasi Pancasila secara subyektif adalah perwujudan kesadaran
individu antara manusia Indonesia sebagai warga negara Indonesia yang taat dan
patuh, baik aparat penyelenggara negara, penguasa negara maupun elit politik
dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan politiknya selalu berlandaskan moral
Ketuhanan dan Kemanusiaan sesuai yang terkandung dalam Pancasila.
Kampus adalah tempat hunian atau perkampungan masyarakat ilmiah atau
masyarakat intelektual, maka harus mengamalkan budaya akademik, tidak
terjebak dalam politik praktis atau legitimasi kepentingan penguasa. Masyarakat
kampus harus berpegang pada komitmen moral yang bersumber pada Ketuhanan
dan Kemanusiaan, bertanggung jawab secara moral, bertanggung jawab terhadap
bangsa dan negara serta mengabdi untuk kesejahteraan kemanusiaan. Kampus

xxiii
dalam wujud Perguruaan Tinggi mengemban tugas dan misi pokok Pendidikan,
penelitian dan pengabdian masyarakat (Tri Dharma Perguruan Tinggi). Menurut
PP No. 60 Tahun 1999, Pendidikan dilaksanakan di ruang kuliah melalui
Pendidikan ini ilmu pengetahuan dan teknologi diberikan kepada para mahasiswa
untuk menyiapkan, membentuk dan menghasilkan SDM yang berkualitas,
penetilitan dilakukan di laboratorium, di lapangan, di perusahaan, di rumah sakit
atau dimana saja. Penelitian bersifat obyektif dan ilmiah, baik kaidah serta untuk
menemukan kebenaran ilmiah atau menyelesaikan masalah dalam ilmu
pengetahuan, teknologi, dan kesenian. Penelitian harus berpegang pada moral
kejujuran yang bersumber pada nilai-nilai Pancasila.
Hasil penelitian bermanfaat bagi kemanusiaan dan kesejahteraan manusia
demi harkat dan martabat manusia. Pengabdian kepada masyarakat dilaksanakan
di luar kampus di tengah-tengah masyarakat, di arena kehidupan riil masyarakat
luas. Hal ini merupakan wahana kegiatan memanfaatkan ilmu pengetahuan dalam
memberikan sumbangsih kepada masyarakat. Kegiatan pengabdian kepada
masyarakat demi kesejahteraan umat manusia, demi pengembangan dan
penerapan ilmu pengetahuan, maka harus dijiwai nilai-nilai Ketuhanan dan
Kemanusiaan sesuai yang terkandung dalam Pancasila. Warga Perguruan Tinggi
adalah insan-insan yang memiliki wawasan dan integrasi ilmiah, maka masyarakat
akademik harus selalu mengembangkan budaya akademik atau budaya ilmiah
yang berupa esensi dari aktivitas perguruan tinggi. Ciri-ciri masyarakat ilmiah
sebagai budaya akademik menurut Suhadi (1998:214) adalah kritis, kreatif,
analitis, obyektif kontruktif, dinamik, dialogis, menghargai prestasi
ilmiah/akademik, bebass dari prasangka, menghargai waktu, menghargai dan
menjunjung tinggi tradisi ilmiah, berorientasi ke masa deoan, menerima kritik dan
kemitraan.

xxiv
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, penulis memiliki beberapa kesimpulan antara
lain sebagai berikut :
Paradigma adalah suatu asumsi dasar dan asumsi-asumsi teoretis yang
umum (merupakan suatu sumber nilai), sehingga merupakan suatu sumber
hukum-hukum, metode, penerapan dalam ilmu pengetahuan sehingga menentukan
sifat, ciri serta karakter ilmu pengetahuan itu sendiri.
Pancasila sebagai paradigma pembaharuan hukum merupakan sumber
norma dan sumber nilai, bersifat dinamik nyata ada dalam masyarakat, baik
menyangkut apirasinya, kemajuan peradabannya, maupun kemajuan IPTEK. Oleh
karena itu, upaya untuk pembaharuan hukum benar-benar mampu pengantarkan
hak asasi manusia (HAM) yang selaras, serasi dan seimbang dengan hakekatnya
sebagai makhluk yang berbudaya dan beradab.
Secara filosofis hakikat kedudukan Pancasila sebagai paradigma
pembangunan nasional mengandung suatu konsekuensi bahwa dalam segala aspek
pembangunan nasional kita harus mendasarkan pada hakikat nilai-nilai dari sila-
sila Pancasila. Oleh karena hakikat nilai sila-sila Pancasila mendasarkan diri pada
dasar ontologis manusia sebagai subjek pendukung pokok sila-sila Pancasila
sekaligus sebagai pendukung pokk negara. Hal ini berdasarkan pada kenyataan
objektuf bahwa Pancasila dasar negara dan negara adalah organisasi (persekutuan
hidup) manusia.
Pancasila dikatakan sebagai paradigma reformasi yaitu Ketika gelombang
Gerakan reformasi melanda Indonesia maka seluruh aturan main dalam wacana
politik mengalami keruntuhan terutama praktek-praktek elit politik yang
dihinggapi penyakit KKN. Bangsa Indonesia ingin mengadakan suatu perubahan,
yaitu menata Kembali kehidupan berbangsa dan bernegara demi terwujudnya
masyarakat madani yang sejahtera, masyarakat yang bermartabat kemanusiaan
yang menghargai hak-hak asasi manusia, masyarakat yang demokratis yang
bermoral religious serta masyarakat yang bermoral kemanusiaan dan beradab.

xxv
Namun dalam kenyataannya Gerakan reformasi ini harus dibayar mahal oleh
bangsa Indonesia yaitu dampak sosial, politik, ekonomi terutama kemanusiaan.
Para elit politik memanfaatkan gelombang reformasi ini demi meraih kekuasaan,
sehingga tidak mengherankan jikalau banyak terjadi pembenturan kepentingan
politik.
Pada dasarnya juga terdapat beberapa yaitu Pancasila sebagai Paradigma
dalam pengembangan di berbagai bidang, terdapat 7 diantaranya sebagai berikut :
Pancasila sebagai paradigma pembangunan Ideologi, Politik, Ekonomi,
HANKAM, Sosial Budaya, kehidupan Beragama, dan POLEKSOSBUD
HANKAM.
Dasar pengembangan IPTEK dengan kreativitas akal manusia untuk
mengolah kekayaan alam yang disediakan oleh atuhan dengan tujuan demi
kesejahteraan manusia. Pengembangan IPTEK sebagai hasil budaya manusia
harus didasarkan pada moral Ketuhanan dan Kemanusiaan yang adil dan beradab,
sila persatuan Indonesia, sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dan sila keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Selain itu IPTEK yang kita letakkan di atas Pancasila
sebagai paradigmanya, perlu kita pahami dasar dan arah penerapannya, yaitu pada
aspek ontology, epistemologis, dam aksiologinya.
Pancasila pada aktualisasinya di negara Republik Indonesia dijadikan
dasar filsafat negara, pandangan hidup bangsa dan ideologi nasional, maka nilai-
nilai yang terkandung di dalamnya harus terus-menerus meresap dalam kehidupan
manusia Indonesia dan mewujudkan dalam sikap dan perilaku kehidupannya
sehari-hari. Aktualisasi Pancasila secara obyektif ialah terwujud dalam bidang
kehidupan kenegaraan yaitu meliputi kelembagaan negara antara lain legislative,
eksekutif, dan yudikatif, juga bidang pragmatis yaitu politik, ekonomi, sosial
budaya, hukum, GBHN, Pendidikan dan hankam. Aktualisasi Pancasila secara
subyektif adalah perwujudan kesadaran individu antara manusia Indonesia sebagai
warga negara Indonesia yang taat dan patuh, baik aparat penyelenggara negara,
penguasa negara muaupun elit politik dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan
politiknya selalu berlandaskan moal Ketuhanan dan Kemanusiaan sesuai yang
terkandung dalam Pancasila.

xxvi
3.2 Saran
Adapun saran penulis kepada pembaca hendaklah kita sebagai warga
negara mengamalkan Pancasila sebagai bagian dari kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara. Karena di dalam Pancasila mengandung butir-butir
keluhuran, oleh karena itu yang kami harapkan dengan adanya makalah ini, dapat
menjadikan wawasan pembaca dalam melaksanakan atau menerapkan Pancasila
di masyarakat.
Disini penulis menyadari jika makalah ini memiliki banyak kekurangan
yang jauh dari kata sempurna, tentunya penulis nanti akan memperbaiki lagi
makalah ini dengan mengacu kepada sumber yang bisa dipertanggung jawabkan.

xxvii
DAFTAR PUSTAKA

Bab X Pancasila Dalam Paradigma Kehidupan Bermasyarakat , dan Bernegara. (2000).

C.Ahmad, S. (2008). Pancasila sebagai paradigma kehidupan dalam bermasyarakat,


berbangsa dan bernegara. Jurnal SAINTIKOM, 4(1), 146-155. Retrieved from
https://lppm.trigunadharma.ac.id/public/fileJurnal/25F85-OK-Jurnal2-AC-
Panca.pdf

Septiyadi, R. (2019). Pancasila Sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat


Berbangsa dan Bernegara. 113-124.

Septiyadi, R. (2019). Pancasila Sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat


Berbangsa dan Bernegara. 1-5.

xxviii

Anda mungkin juga menyukai