ISSN : 1978-225X
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan mengetahui tingkat prevalensi Toxoplasma pada kucing dan menyusun basis epidemiologis pada kucing yang sangat
penting dalam peranannya sebagai hospes definitif toksoplasmosis. Sampel serum darah dan feses kucing digunakan dalam penelitian ini. Metode
pemeriksaan menggunakan card agglutination Toxoplasma test (CATT) Pastorex™ Toxo kit dan metode sentrifus. Data yang diperoleh
dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat prevalensi Toxoplasma dengan pemeriksaan serum darah kucing sebesar
6,8% dan pemeriksaan feses sebesar 9,4%. Infeksi toksoplasmosis yang terjadi pada kucing secara umum dari pemeriksaan klinis tidak
mempunyai gejala yang spesifik.
_____________________________________________________________________________________________________________________
Kata kunci: Toxoplasma, feses, mikroskopis, serologis
ABSTRACT
The purpose of this study was to determine the prevalence of toxoplasmosis in cats and to compile the epidemiologic data in cats as the
important definitive host for toxoplasmosis. Blood and fecal samples were used in this study. Blood sample was tested with card agglutination
Toxoplasma test (CATT) using Pastorex™ Toxo kit (Bio-rad) while fecal sample was examined microscopically after floating method. The data
collected were analyzed descriptively. The result showed that Toxoplasma prevalence was 6.8% according to blood testing and 9.4% according
to fecal examination. In conclusion, Toxoplasma infection in cat shows no specific clinical signs.
_____________________________________________________________________________________________________________________
Key words: Toxoplasma, feces, microscopy, serology
147
Jurnal Kedokteran Hewan Vol. 8 No. 2, September 2014
148
Jurnal Kedokteran Hewan Wisnu Nurcahyo, dkk
Spira, (2004) diperoleh tingkat prevalensi Toxoplasma Gambaran klinis kasus toksoplasmosis ekstraintestina
yang diperiksa terhadap adanya oosista pada feses lebih terlihat dengan infeksi melalui plasenta. Hal ini
untuk survei secara seroepidemiologis menunjukkan dapat berakibat kematian pada anak yang
bahwa hanya 16,8% pada kucing yang seropositif. dikandungnya.
Hasil survei epidemiologis terhadap pengeluaran Infeksi toksoplasmosis pada kucing tidak
oosista Toxoplasma pada feses di antara beberapa menunjukkan gejala klinis yang spesifik, pada kucing
kucing hasilnya sangat bervariasi pada beberapa studi dengan oosista dalam jumlah besar, hanya terjadi diare
(0-41,3%) (Dubey, 1988). Adanya variasi ini ringan. Pada kucing dengan toksoplasmosis akut
kemungkinan tidak hanya karena tingkat pengeluaran sebelum mati akan menunjukkan gejala pneumonia,
oosista, tetapi juga karena sensitivitas deteksi dari hepatitis, miokarditis, ensefalitis, dan retinitis yang
metode yang digunakan oleh peneliti yang berbeda, diperoleh secara transplasenta (Nurcahyo, 2011).
khususnya ketika penggunaan mikroskop yang Feses yang mengandung oosista dengan mudah
digunakan. mengering dan terbang diterpa angin bersama debu di
Hasil positif pemeriksaan kucing yang menderita musim kemarau atau terbawa air hujan di musim
toksoplasmosis terlihat warna pada kartu CATT penghujan. Oosista selanjutnya pada saat hujan dapat
mendekati warna kontrol positif (hijau) pada kertas mengapung di permukaan air, masuk ke dalam larva
pemeriksaan seperti yang disajikan pada Gambar 1. cacing, dan menempel pada tubuh cacing, atau terjilat
Menurut Lunden et al. (1992) survei prevalensi infeksi oleh insekta. Dengan cara tersebut memungkinkan
toksoplasmosis dengan beberapa metode serologis oosista-oosista menyebar sebagai suatu sumber infeksi
menunjukkan adanya perbedaan angka prevalensi toksoplasmosis (Dubey dan Beattie, 1988).
positif di tiap daerah di seluruh dunia. Cross et al. Dengan banyaknya kucing yang membuang kotoran
(1976) menyatakan bahwa angka prevalensi T. gondii feses yang terbuka di sembarang tempat,
di daerah yang beriklim tropis umumnya lebih tinggi di memungkinkan terjadinya penularan Toksoplasmosis
daerah dataran rendah dibandingkan dengan daerah sepanjang tahun di Indonesia. Hal ini didukung oleh
dataran tinggi. iklim yang sesuai untuk sporulasi dan menjadi sumber
Kucing sebagai inang definitif memegang peranan kontaminasi makanan bagi manusia dan hewan. Bila
penting dalam epidemiologis penyakit toksoplasmosis oosista tersebut tertelan oleh tikus, maka dalam tubuh
(Sasmita et al., 1993). Menurut Damriyasa (2001), tikus oosista tersebut akan pecah dan berkembang lebih
infeksi laten toksoplasmosis pada kucing di beberapa banyak lagi sebagai bradizoit dalam jaringan. Bila tikus
negara dilaporkan berkisar antara 6-52%. Toxoplasma ini dimakan oleh kucing, bradizoit yang ada di tubuh
pada umumnya tidak menunjukkan gejala yang khas, tikus dapat menjadi infeksi instan yang akan
hal tersebut terjadi terutama pada kasus selama siklus berkembang lebih banyak lagi di dalam tubuh kucing.
enteroepitelial. Penyakit ini tidak memberikan Oleh karena itu produksi oosista dalam tubuh kucing
gambaran spesifik pada saluran gastrointestinal. dapat menjadi lebih cepat bila menelan tikus yang
Gambar 1. Hasil positif terhadap pemeriksaan sampel serum kucing menggunakan CATT (Pastorex Toxo) (tanda panah=
menunjukkan hasil positif Toxoplasma)
149
Jurnal Kedokteran Hewan Vol. 8 No. 2, September 2014
150