Anda di halaman 1dari 7

Apa itu COVID-19?

COVID-19 (Coronavirus Disease-19)1 adalah


penyakit menular yang disebabkan oleh
evere acute respiratory syndrome
coronavirus 2 (SARS-CoV-2), yang sama
dengan penyebab SARS pada tahun 2003.
Meski tergolong dalam satu keluarga besar
virus, namun berbeda jenis virus, dan
penyebarannya lebih luas dan cepat dibanding virus SARS. Sejak Desember tahun 2019,
negara-negara di dunia mengalami pandemi penyakit menular ini, sehingga Badan
Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) pada tanggal 30 Januari 2020
mendeklarasikan sebagai Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) atau
Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia.
Kondisi Lansia Indonesia

9,6% atau sekitar 25,7 juta masyarakat


Indonesia merupakan lansia, dengan
11 juta diantaranya berada di 40%
terbawah spektrum kemiskinan.
Kemiskinan yang dialami lansia
meningkat seiring dengan usia,
meningkat 13% untuk mereka yang
berusia 60–69 tahun, dan hampir
mencapai 20% untuk lansia yang
berusia 80 tahun ke atas (Susenas,
Maret 2019). 
Analisis yang dilakukan oleh TNP2K (2018 dan 2020)  menunjukkan tingkat kemiskinan
tertinggi Indonesia sebelum pandemi COVID-19 adalah  pada kelompok lansia dan kelompok
anak-anak. Pada 2019, tingkat kemiskinan nasional adalah 9,41% (BPS, 2019),  sementara
tingkat kemiskinan lansia berkisar antara  10-20%, dan tingkat kemiskinan anak-anak antara
10-15%.  Hal ini menunjukkan bahwa kelompok usia lansia adalah kelompok paling rentan,
disusul kelompok anak. 

Dampak Wabah COVID-19 pada Lansia


Pandemi COVID-19 ini berdampak multidimensi pada berbagai aspek kehidupan. Lansia
umumnya menghadapi risiko yang signifikan terkena COVID-19, dari data WHO lebih dari
95% kematian terjadi pada usia lebih dari 60 tahun atau lebih, dan lebih dari 50% pada
berusia 80 tahun atau lebih. Sebanyak 8 dari 10 kematian terjadi pada individu dengan
setidaknya mempunyai satu komorbiditas, dengan penyakit jantung/kardiovaskular,
hipertensi dan diabetes, tetapi juga dengan berbagai kondisi kronis lainnya. Data umumnya
disajikan secara total, tidak terpilah menurut jenis kelamin dan umur. Sebagai gambaran
dapat dilihat data per tanggal 23 April 2020 . Dari 6714 orang yang terkonfirmasi positif, laki-
laki (59,1%) dibanding perempuan (40,9%). Urutan sesuai usia, sebagai berikut: 18-65 tahun
(5.757), 65 tahun ke atas (731 orang), 5-17 tahun (175 orang), dan 0-4 tahun (51 orang).

Menjadi lansia artinya meningkatnya risiko disabilitas, menurunnya


status kesehatan, keterbatasan mobilitas, terbatasnya perawatan
atau bahkan tanpa adanya perawatan sama sekali dari keluarga
terdekat mereka, kemungkinan mengalami pengucilan dan isolasi
sosial yang lebih tinggi, dan keterbatasan penghasilan atau tidak
ada penghasilan sama sekali apalagi tidak adanya
simpanan/jaminan untuk hari tuanya.
Mobilitas yang terbatas sebagai akibat dari pemberlakuan kebijakan pembatasan sosial
menjadikan lansia lebih sulit untuk mengakses layanan dasar seperti pelayanan kesehatan,
akses pendapatan dan lain-lain. Selain itu, adanya pembatasan sosial juga meningkatkan
potensi isolasi lansia dan berdampak pada meningkatnya rasa kesepian, dan depresi. Dari
segi ekonomi, menurut data TNP2K (2020) sebelum pandemi COVID-19, lebih dari 80%
lansia di Indonesia belum memiliki akses terhadap tabungan hari tua atau jaminan pensiun.
Kenyataan ini membuat lansia menjadi salah satu kelompok yang lebih rentan terhadap
goncangan ekonomi akibat COVID-19. 

Gejala COVID-19 pada Lansia


Beragam gejala umum infeksi virus COVID-19 sudah kita kenali, seperti demam, batuk
kering, atau rasa lelah. Selain itu, untuk lansia juga pengidap penyakit penyerta (komorbid),
ada gejala lain ynag mungkin muncul jika terinfeksi virus COVID-19, seperti:

Hubungan Penyakit Komorbid dan COVID-19


Apabila terinfeksi COVID-19, pasien yang memiliki penyakit penyerta akan memiliki tingkat
kematian yang lebih tinggi daripada pasien biasa. Misalnya, pasien yang memiliki masalah
jantung kemudian terkena COVID-19, maka gejala yang dialami bisa lebih parah dari pasien
yang tidak memiliki komorbid.
Pasalnya, infeksi virus COVID-19 disebut dapat membuat darah menjadi lebih kental dan ini
berbahaya bagi jantung bahkan bisa memicu kematian. Hal ini yang membuat biasanya
pasien COVID-19 dengan komorbid lebih membutuhkan perawatan khusus agar bisa pulih
dari virus corona.
Berikut komorbid yang berdampak buruk saat terinfeksi virus covid-19:

 Diabetes Mellitus (DM)

 Penyakit autoimun, seperti lupus/SLE 

 Penyakit ginjal 
 Penyakit Jantung Koroner (PJK) 

 Hipertensi 

 Tuberkulosis 

 Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)  

 Penyakit kronis lain Tumor/kanker/keganasan 

 Penyakit terkait geriartri

Cegah dengan Menjaga Tubuh Tetap Bugar


Tanya-Jawab seputar COVID-19 dan Penyakit Jantung

Saya menderita penyakit jantung. Apakah saya lebih mudah terkena penyakit
Covid-19?
Tidak, Semua orang bisa terjangkit Covid-19. Kemungkinan seseorang terinfeksi adalah
tergantung paparan dari orang lain yang sudah terinfeksi SARS-CoV-2 melalui droplet, atau
saat menyentuh benda yang sudah ditempeli oleh virus.

Apakah penderita sakit jantung mengalami gejala yang lebih berat jika
terinfeksi virus corona?
Benar, Berdasarkan data yang ada, penderita sakit jantung memiliki risiko terjadi infeksi
yang lebih berat, dan risiko kematian yang 2-3x lipat lebih tinggi dibandingkan pasien tanpa
penyakit jantung.

Risiko yang sama juga dialami oleh pasien berusia >65 tahun, penderita hipertensi/darah
tinggi, diabetes melitus, penyakit ginjal, penyakit paru-paru kronis, dan penyakit gangguan
kekebalan tubuh. Data di Inggris menunjukkan 9 dari 10 pasien yang meninggal akibat
Covid-19 memiliki faktor risiko tersebut di atas.

Mengapa penderita jantung memiliki gejala Covid-19 yang lebih berat?


Karena pada pasien jantung sudah terdapat abnormalitas struktur dan fungsi/kekuatan
jantung. Tanpa infeksi saja, kemampuan fisik pasien sudah menurun, ditandai dengan gejala
nyeri dada dan sesak nafas.  Jantung yang tidak sehat tidak bisa mencukupi kebutuhan
metabolik normal sehari-hari.

Dalam keadaan infeksi virus corona, demam menyebabkan metabolisme meningkat,


kebutuhan oksigen bertambah, batuk dan produksi lendir saluran nafas membuat tubuh
semakin lelah. Pasien jantung yang awalnya stabil bisa menunjukkan tanda perburukan
(deteriorasi). Akibatnya penyembuhan lebih sulit dan risiko kematian lebih tinggi.

Virus SARS-CoV-2 masuk ke dalam sel melalui reseptor ACE2. Reseptor ini juga banyak
terdapat pada organ jantung dan lapisan endotel pembuluh darah. Secara ilmiah, bisa
dijelaskan bahwa SARS-CoV-2 secara langsung menginvasi dan merusak organ jantung.

Anda mungkin juga menyukai