Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM HEMATOLOGI


DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER (DHF)

DISUSUN OLEH :
ADE EWA PERMANA
NIM.21113341

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PONTIANAK


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
TAHUN 2021/2022
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN
PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM HEMATOLOGI
DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER (DHF)

Telah mendapat persetujuan dari Pembimbing Akademik


(Clinical Teacher) dan Pembimbing Klinik (Clinical Instructure).
Telah disetujui pada :
Hari :
Tanggal :

Mengetahui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik


BAB I
KONSEP DASAR
A. Pengertian
Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue
haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot atau nyeri sendi
yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan ditesis
hemoragik (Nurarif & Kusuma, 2015).
DHF adalah penyakit yang menyerang anak dan orang dewasa
yang disebab kan oeh virus dengan manifestasi berupa demam akut,
perdarahan, nyeri otot dan sendi. Dengue adalah suatu infeksi Arbovirus
(Atropod Born Virus) yang akut ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti
atau oleh Aedes Aebopictus (Lestari, 2016).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa DHF
adalah infeksi yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan oleh
nyamuk Aedes Aegypti dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot atau
nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia
dan ditesis hemoragik.
B. Etiologi
Virus dengue termasuk genus Flavirus, keluarga flaviridae terdapat
4 serotipe virus dengan DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4, keempatnya
ditemukan di Indonesia dengan den-3 serotype terbanyak. Infeksi salah
satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang
bersangkutan (Nurarif & Kusuma, 2015).
C. Klasifikasi
Menurut Lestari (2016) DHF di klasifikasikan menjadi :
1. Derajat 1 : Demam disertai dengan gejala klinis lain atau perdarahan
spontan, uji torniquet positif, trombositopenia dan hemokonsentrasi
2. Derajat 2 : Derajat 1 disertai dengan perdarahan spontan di kulit
ataupun perdarahan lain
3. Derajat 3 : Kegagalan sirkulasi : nadi cepat dan lemah, hipotensi, kulit
teraba dingin lembab, gelisah
4. Derajat 4 : Renjatan berat denyut nadi dan tekanan darah tidak dapat
diukur. Yang disertai dengan dengue shock sindrom
D. Tanda dan Gejala
1. Gejala awal termasuk:
a. Nafsu makan menurun
b. Demam
c. Sakit kepala
d. Nyeri sendi atau otot
e. Perasaan sakit umum
f. Muntah
2. Gejala fase akut termasuk kegelisahan diikuti oleh:
a. Bercak darah di bawah kulit
b. Bintik-bintik kecil darah di kulit
c. Ruam Generalized
d. Memburuknya gejala awal
3. Fase akut termasuk seperti shock ditandai dengan:
a. Dingin, lengan dan kaki berkeringat
b. Berkeringat.
E. Komplikasi
Menurut Tjokroprawiro (2015) komplikasi Demam Berdarah
Dengue (DBD) biasanya berhubungan dengan syok yang berat dan
memanjang, perdarahan berat. Pemberian cairan yang berlebihan selama
fase kebocoran plasma efusi masif, yang berujung pada gagal nafas, dapat
terjadi gangguan elektrolit atau metabolik atau hiperglikemia
F. Pemeriksaan Penunjang
Price and Wilson (2016) berpendapat, pada pemeriksaan
laboratorium pada pasien DHF didapatkan hasil :
a. Penurunan jumlah trombosit (normalnya 100.000/mm3).
b. Hemoglobin dan hematokrit mengalami peningkatan 20% dari nilai
normal.
c. Terjadi penurunan leukosit atau dalam batas normal.Penatalaksanaan
Medis
G. Penatalaksanaan
Menurut Marni, (2016 ) prinsip penatalaksanaan pada penyakit
DHF yaitu simptomatis dan suportif.
1. Penanganan pertama pada penyakit ini diantaranya memenuhi
kebutuhan cairan, yaitu dengan memberikan cairan oral 1-2 liter per
hari untuk mengatasi dehidrasi dan rasa haus akibat demam tinggi.
2. Pasien yang mengalami demam dapat dikompres dengan air hangat.
Selain itu dapat diberikan antipiretik dari golongan asetaminofen
(parasetamol) jangan berikan asetosal atau ibuprofen karna akan
merangsang terjadinya perdarahan.
3. Demam tinggi pada anak anak akan mengakibatkan terjadinya kejang.
Untuk mengatasi kejang, dapat diberikan antikokonvulsi misalnya
diazepam, stesolid, fenobarbital dan obat konvulsi lainnya.
4. Jika syok dalam kondisi berat/parah maka dapat diatasi atau dicegah
dengan memberikan resuistasi cairan parenteral infus 10-20 ml/kg BB/
jam.
5. Jika tidak ada perbaikan klinis tetapi hematocrit dan hemoglobin
menurun pertimbangkan untuk memberi transfuse darah, jika terdapat
perbaikan klinis (pengisian kapiler dan perfusi perifer mulai membaik,
tekanan nadi melebar) jumlah cairan dikurangi hingga 10 ml/kg BB/
jam dalam 24 jam dan secara bertahap diturunkan tiap 4-6 jam sesuai
kondisi klinis dan laboratorium.( Ariani, 2016 )
BAB III
PROSES KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas
a. Identitas Pasien
1) Nama
2) Umur
3) Alamat
4) Pendidikan
5) Pekerjaan
6) Tanggal masuk
7) Diagnosa medis
8) Nomor register
b. Identitas Penanggungg jawab
1) Nama
2) Umur
3) Alamat
4) Pendidikan
5) Pekerjaan
6) Hubungan dengan klien
2. Pengkajian Fokus
Data dasar, meliputi:
a. Pola Nutrisi dan Metabolik
Gejala : Penurunan nafsu makan, mual muntah, haus, sakit saat
menelan.
Tanda : Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor, nyeri
tekan pada ulu hati.
b. Pola eliminasi
Tanda : Konstipasi, penurunan berkemih, melena, hematuri, (tahap
lanjut).
c. Pola aktifitas dan Latihan
Tanda : Dispnea, pola nafas tidak efektif, karena efusi pleura.
d. Pola istirahat dan tidur
Gejala : Kelelahan, kesulitan tidur, karena demam/ panas/ menggigil.
Tanda : Nadi cepat dan lemah, dispnea, sesak karena efusi pleura,
nyeri epigastrik, nyeri otot/ sendi.
e. Pola persepsi sensori dan kognitif
Gejala : Nyeri ulu hati, nyeri otot/ sendi, pegal-pegal seluruh tubuh.
Tanda : Cemas dan gelisah.
f. Sirkulasi
Gejala : Sakit kepala/ pusing, gelisah
Tanda : Nadi cepat dan lemah, hipotensi, ekstremitas dingin,
dispnea, perdarahan nyata (kulit epistaksis, melena hematuri),
peningkatan hematokrit 20% atau lebih, trombosit kurang dari
100.000/mm.
g. Keamanan
Gejala : Adanya penurunan imunitas tubuh, karena hipoproteinemia.
3. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik meliputi :
a. Keadaan umum pasien : lemah.
b. Kesadaran : kompomentis, apatis, somnolen, soporocoma, koma
refleks, sensibilitas, nilai gasglow coma scale (GCS).
c. Tanda-tanda vital : tekanan darah (hipotensi), suhu (meningkat), nadi
(takikardi), pernafasan (cepat).
d. Keadaan : kepala (pusing), mata, telinga, hidung (epistaksis), mulut
(mukosa kering, lidah kotor, perdarahan gusi), leher, rektum, alat
kelamin, anggota gerak (dingin), kulit (ptekie).
e. Sirkulasi : turgor (>3 detik).
f. Abdomen :
Inspeksi : datar
Palpasi : teraba pembesaran pada hati
Perkusi : bunyi timpani
Auskultasi : peristaltik usus
4. Data khusus, meliputi:
a. Data subyektif
Pada pasien DHF data subyektif yang sering ditemukan adalah :
1) Lemah
2) Panas atau demam
3) Sakit kepala
4) Anoreksia (tidak mafsu makan, mual, sakit saat makan)
5) Nyeri ulu hati
6) Nyeri pada otot dan sendi
7) Pegal-pegal pada seluruh tubuh
8) Konstipasi
b. Data obyektif
Data obyektif yang dijumpai pada penderita Dengue Haemoragic
Fever adalah :
1) Suhu tinggi, menggigil, wajah tampak kemerahan
2) Mukosa kering, perdarahan pada gusi, lidah kotor
3) Tampak bintik merah pada kulit (ptekie) uji tournikuet positif,
epistaksis, (perdarahan pada hidung), ekimosis, hematoma,
hematemesis, melena.
4) Nyeri tekan pada epigastrik
5) Pada palpasi teraba adanya pembesaran hati dan limfa
6) Pada renjatan nadi cepat dan lemah, hipotensi, ekstrimitas
dingin, gelisah, sianosis perifer, nafas dangkal.
B. Masalah Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif
2. Hipovolemia
3. Hipertermi
4. Defisit nutrisi
5. Intoleransi aktivitas
6. Resiko Perdarahan
C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa
No Tujuan Intervensi
Keperawatan
3 Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan PEMANTAUAN RESPIRASI
DEFINISI tindakan keperawatan 3 (I.01014)
Inspirasi dan/atau x. 24 jam, maka pola 1. Observasi
ekspirasi yang tidak nafas tidak efektif  Monitor frekuensi,
memberikan ventilasi menigkat dengan irama, kedalaman, dan upaya
adekuat. kriteria hasil : napas
PENYEBAB  Penggunaan otot  Monitor pola napas
 Depresi pusat bantu nafas menurun (seperti bradipnea, takipnea,
pernapasan  Dispnea menurun hiperventilasi, Kussmaul,
 Hambatan upaya  Pemanjangan fase Cheyne-Stokes, Biot, ataksik0
napas (mis. Nyeri ekspirasi menurun  Monitor kemampuan
saat bernapas,  Frekuensi nafas batuk efektif
kelemahan otot membaik  Monitor adanya
pernapasan)  Kedalaman nafas produksi sputum
 Deformitas dinding membaik  Monitor adanya
dada sumbatan jalan napas
 Deformitas tulang  Palpasi kesimetrisan
dada ekspansi paru
 Gangguan neuro  Auskultasi bunyi napas
muskular  Monitor saturasi
 Gangguan oksigen
neurologis (mis.  Monitor nilai AGD
Elektroensefalogra  Monitor hasil x-
m (EEG) positif, ray toraks
cedera kepala, 2. Terapeutik
gangguan kejang)  Atur interval waktu
pemantauan respirasi sesuai
 Imaturitas
kondisi pasien
neurologis
 Dokumentasikan hasil
 Penurunan energi
pemantauan
 Obesitas 3. Edukasi
 Posisi tubuh yang  Jelaskan tujuan dan
menghambat prosedur pemantauan
ekspansi paru  Informasikan hasil
 Sindrom pemantauan, jika perlu
hipoventilasi Manajemen Jalan Nafas (I. 01011)
 Kerusakan inervasi 1. Observasi
diafragma  Monitor pola napas
(kerusakan saraf (frekuensi, kedalaman, usaha
C5 ke atas) napas)
 Cedera pada  Monitor bunyi napas
medulla spinalis tambahan (mis. Gurgling,
 Efek agen mengi, weezing, ronkhi kering)
farmakologis  Monitor sputum
 Kecemasan (jumlah, warna, aroma)
2. Terapeutik
 Pertahankan kepatenan
jalan napas dengan head-tilt dan
chin-lift (jaw-thrust jika curiga
trauma cervical)
 Posisikan semi-Fowler
atau Fowler
 Berikan minum hangat
 Lakukan fisioterapi
dada, jika perlu
 Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15 detik
 Lakukan
hiperoksigenasi sebelum
 Penghisapan
endotrakeal
 Keluarkan sumbatan
benda padat dengan
forsepMcGill
 Berikan oksigen, jika
perlu
3. Edukasi
 Anjurkan asupan
cairan 2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi.
 Ajarkan teknik batuk
efektif
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.
2 Hipovolemia Setelah diberikan A. MANAJEMEN HIPOVOLEMIA (I
DEFINISI asuhan keperawatan .03116)
Penurunan cairan selama 3 x 24 jam 1. Observasi
intravaskuler, diharapkan status  Periksa tanda dan
interstisial, dan/atau cairan membaik gejala hipovolemia
intraseluler dengan kriteria hasil : (mis. frekuensi nadi
PENYEBAB  Kekuatan nadi meningkat, nadi teraba
 Kehilangan cairan meningkat lemah, tekanan darah
aktif  Turgor kulit menurun, tekanan nadi
 Kegagalan membaik menyempit,turgor kulit
mekanisme  Output urine menurun, membrane
regulasi meningkat mukosa kering, volume
 Peningkatan  Tekanan darah urine menurun,
permeabilitas dalam batas normal hematokrit meningkat,
kapiler  Membrane mukosa haus dan lemah)
 Kekurangan intake membaik  Monitor intake dan
cairan output cairan
 Evaporasi 2. Terapeutik
 Hitung kebutuhan
cairan
 Berikan posisi
modified trendelenburg
 Berikan asupan cairan
oral
3. Edukasi
 Anjurkan
memperbanyak asupan
cairan oral
 Anjurkan menghindari
perubahan posisi
mendadak
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
cairan IV issotonis
(mis. cairan NaCl, RL)
 Kolaborasi pemberian
cairan IV hipotonis
(mis. glukosa 2,5%,
NaCl 0,4%)
 Kolaborasi pemberian
cairan koloid (mis.
albumin, plasmanate)
 Kolaborasi pemberian
produk darah
B.
PEMANATAUAN CAIRAN (I.03121)
1. Observasi
 Monitor frekuensi dan
kekuatan nadi
 Monitor frekuensi
nafas
 Monitor tekanan darah
 Monitor berat badan
 Monitor waktu
pengisian kapiler
 Monitor elastisitas atau
turgor kulit
 Monitor jumlah, waktu
dan berat jenis urine
 Monitor kadar albumin
dan protein total
 Monitor hasil
pemeriksaan serum
(mis. Osmolaritas
serum, hematocrit,
natrium, kalium, BUN)
 Identifikasi tanda-
tanda hipovolemia (mis
. Frekuensi nadi
meningkat, nadi teraba
lemah, tekanan darah
menurun, tekanan nadi
menyempit, turgor
kulit menurun,
membrane mukosa
kering, volume urine
menurun, hematocrit
meningkat, haus,
lemah, konsentrasi
urine meningkat, berat
badan menurun dalam
waktu singkat)
 Identifikasi tanda-
tanda hypervolemia
mis. Dyspnea, edema
perifer, edema
anasarka, JVP
meningkat, CVP
meningkat, refleks
hepatojogular positif,
berat badan menurun
dalam waktu singkat)
 Identifikasi factor
resiko
ketidakseimbangan
cairan (mis. Prosedur
pembedahan mayor,
trauma/perdarahan,
luka bakar, apheresis,
obstruksi intestinal,
peradangan pankreas,
penyakit ginjal dan
kelenjar, disfungsi
intestinal)
2. Terapeutik
 Atur interval waktu
pemantauan sesuai
dengan kondisi pasien
 Dokumentasi hasil
pemantauan
3. Edukasi
 Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
 Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu

3 Hipertermi Setelah diberikan MANAJEMEN HIPERTERMIA


DEFINISI asuhan keperawatan (I.15506)
Suhu tubuh meningkat selama 3 x 24 jam 1. Observasi
diatas rentang normal diharapkan hipertermia  Identifkasi penyebab
tubuh teratasi dengan kriteria hipertermi (mis. dehidrasi
PENYEBAB hasil : terpapar lingkungan panas
 Dehidrasi  Menggigil menurun penggunaan incubator)
 Terpapar  Suhu kulit dalam  Monitor suhu tubuh
lingkungan panas batas normal  Monitor kadar
 Proses penyakit  Suhu tubuh dalam elektrolit
(mis. infeksi, batas normal  Monitor haluaran urine
kanker) 2. Terapeutik
 Ketidaksesuaian  Sediakan lingkungan
pakaian dengan yang dingin
tubuh  Longgarkan atau
 Peningkatan laju lepaskan pakaian
metabolisme  Basahi dan kipasi
 Respon trauma permukaan tubuh
 Aktivitas  Berikan cairan oral
berlebihan  Ganti linen setiap hari
 Penggunaan atau lebih sering jika mengalami
incubator hiperhidrosis (keringat berlebih)
 Lakukan pendinginan
eksternal (mis. selimut
hipotermia atau kompres dingin
pada dahi, leher, dada,
abdomen,aksila)
 Hindari pemberian
antipiretik atau aspirin
 Batasi oksigen, jika
perlu
3. Edukasi
 Anjurkan tirah baring
4. Kolaborasi
 Kolaborasi cairan dan
elektrolit intravena, jika perlu
REGULASI TEMPERATUR (I.14578)
1. Observasi
 Monitor suhu bayi
sampai stabil ( 36.5 C -37.5 C)
 Monitor suhu tubuh
anak tiap 2 jam, jika perlu
 Monitor tekanan darah,
frekuensi pernapasan dan nadi
 Monitor warna dan
suhu kulit
 Monitor dan catat 
tanda dan gejala hipotermia dan
hipertermia
2. Terapeutik
 Pasang alat pemantau
suhu kontinu, jika perlu
 Tingkatkan asupan
cairan dan nutrisi yang adekuat
 Bedong bayi segera
setelah lahir, untuk mencegah
kehilangan panas
 Masukkan bayi BBLR
ke dalam plastic segera setelah
lahir ( mis. bahan polyethylene,
poly urethane)
 Gunakan topi bayi
untuk memcegah kehilangan
panas pada bayi baru lahir
 Tempatkan bayi baru
lahir di bawah radiant warmer
 Pertahankan
kelembaban incubator 50 % atau
lebih untuk mengurangi
kehilangan panas Karena proses
evaporasi
 Atur suhu incubator
sesuai kebutuhan
 Hangatkan terlebih
dahulu bhan-bahan yang akan
kontak dengan bayi (mis.
seelimut,kain
bedongan,stetoskop)
 Hindari meletakkan
bayi di dekat jendela terbuka
atau di area aliran pendingin
ruangan atau kipas angin
 Gunakan matras
penghangat, selimut hangat dan
penghangat ruangan, untuk
menaikkan suhu tubuh, jika
perlu
 Gunakan kasur
pendingin, water circulating
blanket, ice pack atau jellpad
dan intravascular cooling
catherization untuk menurunkan
suhu
 Sesuaikan suhu
lingkungan dengan kebutuhan
pasien
3. Edukasi
 Jelaskan cara
pencegahan heat exhaustion,heat
stroke
 Jelaskan cara
pencegahan hipotermi karena
terpapar udara dingin
 Demonstrasikan teknik
perawatan metode kangguru
(PMK) untuk bayi BBLR
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
antipiretik jika perlu

4 Defisit nutrisi Setelah dilakukan 1. MANAJEMEN NUTRISI (I.


DEFINISI asuhan keperawatan 03119)
Asupan nutrisi tidak selama 3 x 24 jam 1. Observasi
cukup untuk diharapkan kebutuhan  Identifikasi status
memenuhi kebutuhan nutrisi terpenuhi nutrisi
metabolisme. dengan kriteria hasil :  Identifikasi alergi dan
PENYEBAB  Porsi makanan yang intoleransi makanan
 Ketidakmampuan dihabiskan  Identifikasi makanan
menelan makanan meningkat yang disukai
 Ketidakmampuan  Frekuensi makan  Identifikasi kebutuhan
mencerna makanan meningkat kalori dan jenis
 Ketidakmampuan  Tidak terjadi nutrient
mengabsorbsi penurunan berat  Identifikasi perlunya
nutrien badan penggunaan selang
 Peningkatan  IMT dalam batas nasogastrik
kebutuhan normal  Monitor asupan
metabolisme makanan
 Faktor ekonomi  Monitor berat badan
(mis. finansial  Monitor hasil
tidak mencukupi) pemeriksaan
 Faktor psikologis laboratorium
(mis. stres, 2. Terapeutik
keengganan untuk  Lakukan oral hygiene
makan) sebelum makan, jika
perlu
 Fasilitasi menentukan
pedoman diet (mis.
Piramida makanan)
 Sajikan makanan
secara menarik dan
suhu yang sesuai
 Berikan makan tinggi
serat untuk mencegah
konstipasi
 Berikan makanan
tinggi kalori dan tinggi
protein
 Berikan suplemen
makanan, jika perlu
 Hentikan pemberian
makan melalui selang
nasigastrik jika asupan
oral dapat ditoleransi
3. Edukasi
 Anjurkan posisi duduk,
jika mampu
 Ajarkan diet yang
diprogramkan
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum
makan (mis. Pereda
nyeri, antiemetik), jika
perlu
 Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrient yang
dibutuhkan, jika perlU
2. PROMOSI BERAT BADAN
1. Observasi
 Identifikasi
kemungkinan
penyebab BB kurang
 Monitor adanya mual
dan muntah
 Monitor jumlah
kalorimyang
dikomsumsi sehari-hari
 Monitor berat badan
 Monitor albumin,
limfosit, dan elektrolit
serum
2. Terapeutik
 Berikan perawatan
mulut sebelum
pemberian makan, jika
perlu
 Sediakan makan yang
tepat sesuai kondisi
pasien( mis. Makanan
dengan tekstur halus,
makanan yang
diblander, makanan
cair yang diberikan
melalui NGT atau
Gastrostomi, total
perenteral nutritition
sesui indikasi)
 Hidangkan makan
secara menarik
 Berikan suplemen, jika
perlu
 Berikan pujian pada
pasien atau keluarga
untuk peningkatan
yang dicapai
3. Edukasi
 Jelaskan jenis makanan
yang bergizi tinggi,
namuntetap terjangkau
 Jelaskan peningkatan
asupan kalori yang
dibutuhkan

5 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan MANAJEMEN ENERGI (I. 05178)


DEFINISI asuhan keperawatan 1. Observasi
Ketidakcukupan energi selama 3 x 24 jam  Identifkasi gangguan
untuk melakukan diharapkan toleransi fungsi tubuh yang
aktivitas sehari-hari aktivitas meningkat mengakibatkan kelelahan
PENYEBAB dengan kriteria hasil :  Monitor kelelahan fisik
 Ketidak  Frekuensi nadi dan emosional
seimbangan antara membaik  Monitor pola dan jam
suplai dan  Keluhan lelah tidur
kebutuhan oksigen menurun  Monitor lokasi dan
 Tirah baring  Dispnea tidak terjadi ketidaknyamanan selama
 Kelemahan melakukan aktivitas
 Imobilitas 2. Terapeutik
 Gaya hidup  Sediakan lingkungan
monoton nyaman dan rendah stimulus
(mis. cahaya, suara, kunjungan)
 Lakukan rentang gerak
pasif dan/atau aktif
 Berikan aktivitas
distraksi yang menyenangkan
 Fasilitas duduk di sisi
tempat tidur, jika tidak dapat
berpindah atau berjalan
3. Edukasi
 Anjurkan tirah baring
 Anjurkan melakukan
aktivitas secara bertahap
 Anjurkan
menghubungi perawat jika tanda
dan gejala kelelahan tidak
berkurang
 Ajarkan strategi koping
untuk mengurangi kelelahan
4. Kolaborasi
 Kolaborasi dengan ahli
gizi tentang cara meningkatkan
asupan makanan
B. TERAPI AKTIVITAS (I.05186)
1. Observasi
 Identifikasi deficit
tingkat aktivitas
 Identifikasi
kemampuan berpartisipasi dalam
aktivotas tertentu
 Identifikasi sumber
daya untuk aktivitas yang
diinginkan
 Identifikasi strategi
meningkatkan partisipasi dalam
aktivitas
 Identifikasi makna
aktivitas rutin (mis. bekerja) dan
waktu luang
 Monitor respon
emosional, fisik, social, dan
spiritual terhadap aktivitas
2. Terapeutik
 Fasilitasi focus pada
kemampuan, bukan deficit yang
dialami
 Sepakati komitmen
untuk meningkatkan frekuensi
danrentang aktivitas
 Fasilitasi memilih
aktivitas dan tetapkan tujuan
aktivitas yang konsisten sesuai
kemampuan fisik, psikologis,
dan social
 Koordinasikan
pemilihan aktivitas sesuai usia
 Fasilitasi makna
aktivitas yang dipilih
 Fasilitasi transportasi
untuk menghadiri aktivitas, jika
sesuai
 Fasilitasi pasien dan
keluarga dalam menyesuaikan
lingkungan untuk
mengakomodasikan aktivitas
yang dipilih
 Fasilitasi aktivitas fisik
rutin (mis. ambulansi,
mobilisasi, dan perawatan diri),
sesuai kebutuhan
 Fasilitasi aktivitas
pengganti saat mengalami
keterbatasan waktu, energy, atau
gerak
 Fasilitasi akvitas
motorik kasar untuk pasien
hiperaktif
 Tingkatkan aktivitas
fisik untuk memelihara berat
badan, jika sesuai
 Fasilitasi aktivitas
motorik untuk merelaksasi otot
 Fasilitasi aktivitas
dengan komponen memori
implicit dan emosional (mis.
kegitan keagamaan khusu) untuk
pasien dimensia, jika sesaui
 Libatkan dalam
permaianan kelompok yang
tidak kompetitif, terstruktur, dan
aktif
 Tingkatkan
keterlibatan dalam
aktivotasrekreasi dan
diversifikasi untuk menurunkan
kecemasan ( mis. vocal group,
bola voli, tenis meja, jogging,
berenang, tugas sederhana,
permaianan sederhana, tugas
rutin, tugas rumah tangga,
perawatan diri, dan teka-teki dan
kart)
 Libatkan kelarga dalam
aktivitas, jika perlu
 Fasilitasi
mengembankan motivasi dan
penguatan diri
 Fasilitasi pasien dan
keluarga memantau
kemajuannya sendiri untuk
mencapai tujuan
 Jadwalkan aktivitas
dalam rutinitas sehari-hari
 Berikan penguatan
positfi atas partisipasi dalam
aktivitas
3. Edukasi
 Jelaskan metode
aktivitas fisik sehari-hari, jika
perlu
 Ajarkan cara
melakukan aktivitas yang dipilih
 Anjurkan melakukan
aktivitas fisik, social, spiritual,
dan kognitif, dalam menjaga
fungsi dan kesehatan
 Anjurka terlibat dalam
aktivitas kelompok atau terapi,
jika sesuai
 Anjurkan keluarga
untuk member penguatan positif
atas partisipasi dalam aktivitas
4. Kolaborasi
 Kolaborasi dengan
terapi okupasi dalam
merencanakan dan memonitor
program aktivitas, jika sesuai
 Rujuk pada pusat atau
program aktivitas komunitas,
jika perlu

6 Resiko perdarahan Setelah dilakukan  Observasi


Definisi asuhan keperawatan  Monitor tanda dan
Berisiko mengalami selama 3 x 24 jam gejala perdarahan
kehilangan darah baik diharapkan perdarahan  Monitor nilai
internal ( terjadi di tidak terjadi dengan hematokrit/homoglobin
dalam tubuh )maupun kriteria hasil : sebelum dan setelah
eksternal ( terjadi  Kelembapan kehilangan darah
hingga keluar tubuh ) membrane membaik  Monitor tanda-tanda
Faktor Risiko  Kadar hemoglobin vital ortostatik
 Aneurisma membaik  Monitor koagulasi
 Gangguan  Kadar hematokrit (mis. Prothombin time
gastrointestinal membaik (TM), partial
(mis. ulkus thromboplastin time
lambung,polip,vari (PTT), fibrinogen,
ses ) degradsi fibrin dan
 Gangguan fungsi atau platelet)
hati ( mis. sirosis   Terapeutik
hepatis )  Pertahankan bed rest
 Komplikasi selama perdarahan
kehamilan (mis.  Batasi tindakan invasif,
ketuban pecah jika perlu
sebelum waktunya,  Gunakan kasur
plasenta previa pencegah dikubitus
atau  Hindari pengukuran
abrupsio,kehamilan suhu rektal
kembar )   Edukasi
 Komplikasi pasca  Jelaskan tanda dan
partum (mis atoni gejala perdarahan
uterus, retensi  Anjurkan mengunakan
plasenta ) kaus kaki saat
 Gangguan ambulasi
koagulasi ( mis.  Anjurkan
trombossitopenia ) meningkatkan asupan
 Agen farmakologis cairan untuk
 Tindakan menghindari konstipasi
pembedahan  Anjurkan menghindari
 Trauma aspirin atau
antikoagulan
 Kurang terpapar
 Anjurkan
informasi tentang
meningkatkan asupan
pencegahan
makan dan vitamin K
pembedahan
 Anjrkan segera
 Proses keganasan
melapor jika terjadi
perdarahan
  Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
obat dan mengontrol
perdarhan, jika perlu
 Kolaborasi pemberian
prodok darah, jika
perlu
 Kolaborasi pemberian
pelunak tinja, jika
perlu

D. Aplikasi Pemikiran Kritis


Demam berdarah dapat mengancam kehidupan, jumlah trombosit
yang rendah salah satu dari gejala utama DBD adalah menurunnya jumlah
trombosit darah secara mendadak. Angka trombosit di bawah normal
150.000, perlu perawatan lebih intens dan diberikan trombosit tambahan
menggunakan jarum intra vena.
Meningkatkan kadar trombosit dapat menggunakan obat-obatan
armakologi berupa infus (ringer laktat, gelafusal, aminoleban), Injeksi
ranitidin, metilprednisilon, omeprazole, asam traneksamat), dan Pengobatan
non farmakologi. Salah satu pengobatan non farmakologi yang digunakan
adalah pemberian jus buahbuahan berupa jambu biji merah, kurma, pepaya,
meniran, kunyit, temu hitam dan angkak. Buah jambu biji memiliki
kandungan vitamin C yang inggi, sebesar 228,3 mg per 100 gram daging
buahnya (USDA, 2017).
Vitamin C dapat mencegah akumulasi PAF-like lipids (platelet lika
factor), dhesi lekosit pada dinding pembuluh darah dan pembentukan agregat
platelet leukosit, serta meningkatkan produksi sitokin proinflamasi.
Hal ini telah dibuktikan dengan hasil penelitian dari Rahayuningrum
et al. (2019) didapatkan nilai rerata kadar trombosit pada kelompok kontrol
178.625 mcL, sedangkan pada kelompok intervensi 301.125 mcL. Dari hal
tersebut dapat disimpulkan bahwa pemberian konsumsi buah jambu biji dapat
meningkatkan kadar trombosit pada pasien DHF.

i. (PPNI, 2017, 2018b, 2018a)


DAFTAR PUSTAKA

Lestari, T. (2016). Asuhan Keperawatan Anak (1st ed.). Nuha Medika.


Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Dianosa Medis & Nanda NIC-NOC (3rd ed.). Mediaction.
PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (1st ed.). DPP PPNI.
PPNI. (2018a). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (2nd ed.). DPP PPNI.
PPNI. (2018b). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (2nd ed.). DPP PPNI.
Rahayuningrum, D. C., Morika, H. D., & Padang, S. S. (2019). PENGARUH
KOSUMSI JUS JAMBU BIJI MERAH TERHADAP PENINGKATAN
KADAR TROMBOSIT PADA PASIEN DEMAM BERDARAH DENGUE
(DBD) EFFECTS. Jurnal Kesehatan Saintika Meditory, 2(1).
Tjokroprawiro, A. (2015). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (2nd ed.). Airlangga
University Press.
Lampiran
Jurnal Aplikasi Pemikiran Kritis

Anda mungkin juga menyukai