OS Uveitis Anterior
Disusun Oleh:
Neva Wulandari
30101700127
Pembimbing:
dr. Kasihana Hismanita Sopha, Sp.M
OS Uveitis Anterior
Disusun oleh:
Neva Wulandari
30101700127
Dosen Pembimbing,
1.2 Anamnesis
Keluhan Utama
Mata kiri berair dan kabur
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poli Mata RSUD dr. Loekmono Hadi pada tanggal 31
Agustus 2021 dengan keluhan mata berair dan penglihatan kabur pada mata kiri,
Pasien juga mengeluhkan keluhan lain seperti penglihatan berkurang, mata
merah,nyeri dan silau jika terkena cahaya, terasa mengganjal dan keluar secret
saat bangun tidur. Pasien mengaku pernah dirawat di RS 3 bulan yang lalu
karena positif HIV.Keluhan lain seperti demam, riwayat trauma pada mata
disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit serupa : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat HIV : + (positif)
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit serupa dikeluarga : disangkal
Riwayat Sosial dan Ekonomi
Pasien seorang wiraswasta, biaya pengobatan ditanggung BPJS
• VISUS
1.5 RESUME
Subyektif
Pasien dengan keluhan mata berair dan penglihatan kabur pada mata kiri,
Pasien juga mengeluhkan keluhan lain seperti penglihatan berkurang, mata merah,
nyeri dan silau jika terkena cahaya, terasa mengganjal dan keluar secret saat
bangun tidur. Pasien mengaku pernah dirawat di RS 3 bulan yang lalu karena
positif HIV.Keluhan lain seperti demam, riwayat trauma pada mata disangkal.
Obyektif
Pada Iris OS ditemukan adanya Synekia Posterior (+) dan bentuk irreguler
1. ANATOMI UVEA
Uvea adalah organ yang terdiri dari beberapa kompartemen mata yang
berperan besar dalam vaskularisasi bola mata. Terdiri atas iris, badan silier dan
koroid.
2. UVEITIS
2.1 DEFINISI UVEITIS
Uveitis adalah peradangan atau inflamasi yang terjadi pada lapisan traktus
uvealis yang meliputi peradangan pada iris, korpus siliaris, dan koroid yang
disebabkan oleh infeksi, taruma, neoplasia, atau proses autoimun. Struktur yang
berdekatan dengan jaringan uvea yang mengalami inflamasi biasanya juga ikut
mengalami inflamasi. Peradangan pada uvea dapat hanya mengenai bagian depan
jaringan uvea atau iris yang disebut iritis. Bila mengenai badan tengah disebut
siklitis. Iritis dengan siklitis disebut iridosiklitis atau disebut juga dengan uveitis
anterior. Dan bila mengenai lapisan koroid disebut uveitis posterior atau koroiditis.
2.3 ETIOLOGI
- Trauma benda tumpul, luka tembus, atau luka bakar dari bahan kimia atau api
dapat menyebabkan iritis akut
- Infeksi virus di wajah , seperti herpes zoster dan herpes zoster yang disebabkan
oleh virus herpes, dapat menyebabkan iritis.
- Penyakit menular dari virus dan bakteri lain juga bisa dikaitkan dengan uveitis.
Misalnya, mungkin termasuk toksoplasmosis, infeksi yang paling sering
disebabkan oleh parasit dalam makanan mentah; histoplasmosis, infeksi paru-
paru yang terjadi saat Anda menghirup spora jamur; tuberkulosis, yang terjadi
saat bakteri memasuki paru-paru; dan sifilis, yang disebabkan oleh penyebaran
bakteri melalui hubungan seksual.
- Kecenderungan genetik. Orang yang mengembangkan penyakit autoimun
tertentu karena perubahan gen yang memengaruhi sistem kekebalan mereka
mungkin juga mengembangkan iritis akut. Penyakit termasuk jenis radang
sendi yang disebut ankylosing spondylitis serta penyakit autoimun lainnya
seperti penyakit Behcet, Artritis reumatoid.
2.4. KLASIFIKASI
Klasifikasi uveitis dibedakan menjadi empat kelompok utama, yaitu klasifikasi
secara anatomis, klinis, etiologis, dan patologis.
1. Klasifikasi anatomis
a) Uveitis anterior
- Iritis : inflamasi yang dominan pada iris
- Iridosiklitis : inflamasi pada iris dan pars plicata
b) Uveitis intermediet : inflamasi dominan pada pars plana dan retina
perifer
c) Uveitis posterior : inflamasi bagian uvea di belakang batas basis vitreus
d) Panuveitis : inflamasi pada seluruh uvea
2. Klasifikasi klinis
a) Uveitis akut : onset simtomatik terjadi tiba-tiba dan berlangsung selama < 6
minggu
b) Uveitis kronik : uveitis yang berlangsung selama berbulan-bulan atau
bertahun-tahun, seringkali onset tidak jelas danbersifat asimtomatik
3. Klasifikasi etiologis
a) Uveitis eksogen : trauma, invasi mikroorganisme atau agen lain dari
luartubuh
b) Uveitis endogen : mikroorganisme atau agen lain dari dalam tubuh
4. Klasifikasi patologis
a) Uveitis non-granulomatosa : infiltrasi dominan limfosit pada koroid
b) Uveitis granulomatosa : koroid dominan sel epiteloid dan sel-sel raksasa
multinukleus
2.5 GAMBARAN KLINIS
1. Uveitis anterior
Gejala utama uveitis anterior akut adalah fotofobia, nyeri, merah,
penglihatan menurun, dan lakrimasi. Sedangkan pada uveitis anterior kronik mata
terlihat putih dan gejala minimal meskipun telah terjadi inflamasi yang berat.
Tanda-tanda adanya uveitis anterior adalah injeksi silier, keratic precipitate (KP),
nodul iris, sel-sel akuos, flare, sinekia posterior, dan sel-sel vitreus anterior.
2. Uveitis intermediet
Gejala uveitis intermediet biasanya berupa floater, meskipun kadang-
kadan gpenderita mengeluhkan gangguan penglihatan akibat edema makular
sistoid kronik. Tanda dari uveitis intermediet adalah infiltrasi seluler pada
vitreus(vitritis) dengan beberapa sel di COA dan tanpa lesi inflamasi fundus
3. Uveitis posterior
Dua gejala utama uveitis posterior adalah floater dan gangguan
penglihatan.Keluhan floater terjadi jika terdapat lesi inflamasi perifer. Sedangkan
koroiditisaktif pada makula atau papillo macular bundle menyebabkan kehilangan
penglihatan sentral. Tanda-tanda adanya uveitis posterior adalah perubahan pada
vitreus (sepertisel, flare, opasitas, dan seringkali posterior vitreus detachment),
koroditis, retinitis, dan vaskulitis.
2.6 PATOFISIOLOGI
Peradangan uvea biasanya unilateral, dapat disebabkan oleh efek
langsung suatu infeksi atau merupakan fenomena alergi. Infeksi piogenik
biasanya mengikuti suatu trauma tembus okuli, walaupun kadang-kadang
dapat juga terjadi sebagai reaksi terhadap zat toksik yang diproduksi oleh
mikroba yang menginfeksi jaringan tubuh diluar mata.
Uveitis yang berhubungan dengan mekanisme alergi merupakan reaksi
hipersensitivitas terhadap antigen dari luar (antigen eksogen) atau antigen dari
dalam (antigen endogen). Dalam banyak hal antigen luar berasal dari mikroba
yang infeksius. Sehubungan dengan hal ini peradangan uvea terjadi lama
setelah proses infeksinya yaitu setelah munculnya mekanisme
hipersensitivitas.
Radang iris dan badan siliar menyebabkan rusaknya Blood Aqueous
Barrier sehingga terjadi peningkatan protein, fibrin, dan sel-sel radang dalam
humor akuos. Pada pemeriksaan biomikroskop (slit lamp) hal ini tampak
sebagai flare, yaitu partikel- partikel kecil dengan gerak Brown (efek tyndall).
Sel-sel radang yang terdiri dari limfosit, makrofag, sel plasma dapat
membentuk presipitat keratik yaitu sel-sel radang yang menempel pada
permukaan endotel kornea. Apabila presipitat keratik ini besar disebut mutton
fat.
Pada proses peradangan yang lebih akut, dapat dijumpai penumpukan
sel-sel radang didalam bilik mata depan (BMD) yang disebut hipopion,
ataupun migrasi eritrosit ke dalam BMD, dikenal dengan hifema. Akumulasi
sel-sel radang dapat juga terjadi pada perifer pupil yang disebut Koeppe
nodules, bila dipermukaan iris disebut Busacca nodules.
Sel-sel radang, fibrin, dan fibroblast dapat menimbulkan perlekatan
antara iris dengan kapsul lensa bagian anterior yang disebut sinekia
posterior, ataupun antara iris dengan endotel kornea yang disebut dengan
sinekia anterior. Dapat pula terjadi perlekatan pada bagian tepi pupil, yang
disebut seklusio pupil, atau seluruh pupil tertutup oleh sel-sel radang, disebut
oklusio pupil.
Perlekatan-perlekatan tersebut, ditambah dengan tertutupnya
trabekular oleh sel-sel radang, akan menghambat aliran akuos humor dari bilik
mata belakang ke bilik mata depan sehingga akuos humor tertumpuk di bilik
mata belakang dan akan mendorong iris ke depan yang tampak sebagai iris
bombe. Selanjutnya tekanan dalam bola mata semakin meningkat dan
akhirnya terjadi glaukoma sekunder. Pada fase akut terjadi glaukoma
sekunder karena gumpalan-gumpalan pada sudut bilik mata depan, sedangkan
pada fase lanjut glaukoma terjadi karena adanya seklusio pupil.
Pada kasus yang berlangsung kronis dapat terjadi gangguan produksi
akuos humor yang menyebabkan penurunan tekanan bola mata sebagai akibat
hipofungsi badan siliar.
2.7 DIAGNOSA BANDING
- Konjungtivitis : penglihatan tidak kabur, respon pupil normal, ada sekret mata dan
umunya tidak ada sakit, fotofobia, atau injeksi siliaris.
- Keratitis atau keratokonjungtivitis : penglihatan dapat kabur dan ada rasa sakit dan
fotofobia. Pada keratitis disingkirkan karena terdapat kekeruhan pada lensa
- Glaukoma akut : : pupil melebar, tidak ada sinekia posterior
2.7 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Tujuan terapi uveitis anterior menurut AOA antara lain:
Mengembalikan tajam penglihatan
Mengurangi rasa nyeri di mata
Mengeliminasi peradangan atau penyebab peradangan
Mencegah terjadinya sinekia iris
Mengendalikan tekanan intraokular
Penatalaksanaan konservatif :
1. Penggunaan kacamata hitam
Kacamata hitam bertujuan untuk mengurangi fotofobi, terutama
akibat pemberian midriatikum.
2. Kompres hangat
Dengan kompres hangat, diharapkan rasa nyeri akan berkurang,
sekaligus untuk meningkatkan aliran darah sehingga resorbsi sel-sel radang
dapat lebih cepat.
3. Midriatikum/ sikloplegik
Tujuan pemberian midriatikum adalah agar otot-otot iris
dan badan silier relaks, sehingga dapat mengurangi nyeri dan
mempercepat penyembuhan. Selain itu, midriatikum sangat
bermanfaat untuk mencegah terjadinya sinekia, atau pun
melepaskan sinekia yang telah ada. Midriatikum yang biasanya
digunakan adalah:
a) Sulfas atropin 1% sehari 3 kali tetes
b) Homatropin 2% sehari 3 kali tetes
c) Scopolamin 0,2% sehari 3 kali tetes
4. Anti inflamasi, yang biasanya digunakan adalah kortikosteroid,
dengan dosis sebagai berikut:
Dewasa : Topikal dengan dexamethasone 0,1 % atau
prednisolone 1 %.
a) Dexamethasone phosphate 4 mg (1 ml)
b) Prednisolone succinate 25 mg (1 ml)
c) Triamcinolone acetonide 4 mg (1 ml)
d) Methylprednisolone acetate 20 mg
Pada pemberian kortikosteroid, perlu diwaspadai
komplikasi-komplikasiyang mungkin terjadi, yaitu glaukoma
sekunder pada penggunaan lokal selama lebih dari dua
minggu, dan komplikasi lain pada penggunaan sistemik.
2.8 KOMPLIKASI
Komplikasi dari uveitis dapat berupa :
a) Glaukoma
Pada uveitis anterior dapat terjadi sinekia posterior
sehingga mengakibatkan hambatan aliran aquos humor dari
bilik posterior kebilik anterior. Penumpukan cairan ini
bersama-sama dengan sel radang mengakibatkan tertutupnya
jalur dari out flow aquos humor sehingga terjadi
glaucoma. Untuk mencegahnya dapat diberikan midriatikum.
b) Katarak
Kelainan polus anterior mata seperti iridosiklitis
yang menahun dan penggunaan terapi kortikosteroid
pada terapi uveitis dapat mengakibatkan gangguan
metabolism lensa sehingga menimbulkan katarak. Operasi
katarak pada mata yang uveitis lebih komplek lebih sering
menimbulkan komplikasi post operasi jika tidak dikelola dengan
baik. Sehingga dibutuhkan perhatian jangka panjang terhadap pre
dan post operasi.
c) Sinekia posterior = perlekatan antara iris dengan kapsul
lensa bagian anterior akibat sel-sel radang, fibrin, dan fibroblas.
d) Sinekia anterior = perlekatan iris dengan endotel kornea akibat
sel-sel radang, fibrin, dan fibroblas.
e) Seklusio pupil = perlekatan pada bagian tepi pupil
f) Oklusio pupil = seluruh pupil tertutup oleh sel-sel radang
g) Endoftalmitis = peradangan supuratif berat dalam rongga mata
dan struktur di dalamnya dengan abses di dalam badan
kaca akibat dari peradangan yang meluas.
h) Panoftalmitis = peradangan pada seluruh bola mata termasuk
skleradan kapsul tenon sehingga bola mata merupakan rongga
abses.
i) Ablasio retina
DAFTAR PUSTAKA
2. Sidarta, I. Ilmu Penyakit Mata, Edisi III, Cetakan I, Balai Penerbit FK UI,
Jakarta. 2004: