Anda di halaman 1dari 16

MINI-CEX

OS Uveitis Anterior

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Salah Satu Syarat


Dalam Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter
Bagian Ilmu Penyakit Mata RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus

Disusun Oleh:
Neva Wulandari
30101700127

Pembimbing:
dr. Kasihana Hismanita Sopha, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU MATA


RSUD dr. LOEKMONO HADI KUDUS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2021
LEMBAR PENGESAHAN

OS Uveitis Anterior

Diajukan untuk memenuhi syarat Ujian Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu Penyakit Mata RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus

Telah disetujui dan dipresentasikan


pada tanggal: 03 September 2021

Disusun oleh:
Neva Wulandari
30101700127

Dosen Pembimbing,

dr. Kasihana Hismanita Sopha, Sp.M


BAB I
MINI-CEX

1.1 Identitas Pasien


 Nama Pasien : Tn. N
 Umur : 37 tahun
 Jenis Kelamin : Laki - laki
 Status pernikahan : Menikah
 Agama/suku : Islam/Jawa
 Alamat : Dawe, Kudus
 Pekerjaan : Wiraswasta
 Nomor CM : 843xxx

1.2 Anamnesis
Keluhan Utama
Mata kiri berair dan kabur
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poli Mata RSUD dr. Loekmono Hadi pada tanggal 31
Agustus 2021 dengan keluhan mata berair dan penglihatan kabur pada mata kiri,
Pasien juga mengeluhkan keluhan lain seperti penglihatan berkurang, mata
merah,nyeri dan silau jika terkena cahaya, terasa mengganjal dan keluar secret
saat bangun tidur. Pasien mengaku pernah dirawat di RS 3 bulan yang lalu
karena positif HIV.Keluhan lain seperti demam, riwayat trauma pada mata
disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat penyakit serupa : disangkal
 Riwayat alergi : disangkal
 Riwayat DM : disangkal
 Riwayat Hipertensi : disangkal
 Riwayat HIV : + (positif)
Riwayat Penyakit Keluarga
 Riwayat penyakit serupa dikeluarga : disangkal
Riwayat Sosial dan Ekonomi
 Pasien seorang wiraswasta, biaya pengobatan ditanggung BPJS

1.3 Pemeriksaan Fisik


a. Status Umum
 Kesadaran : composmentis
b. Vital Sign
 TD : 120/80 mmHg
 Nadi : 82 x/menit
 RR : 20 x/menit
 Suhu : 36ºC
Status Ophthalmicus :
Oculus Dextra Oculus Sinistra

1.4 Status Opthalmicus


Pemeriksaan Visus
KETERANGAN OD OS

• VISUS

Tajam penglihatan 6/21 6/120

Koreksi Tidak dilakukan Tidak dilakukan


Pemeriksaan Lokalis
PEMERIKSAAN RUTIN UMUM MATA
OD OS
Bulbus Gerak bola mata simetris, Gerak bola mata simetris,
Okuli Enoftalmus (-), Eksoftalmus Enoftalmus (-), Eksoftalmus
(-), Strabismus (-) (-), Strabismus (-)

Supercilia Rontok (-),Rapat (+),Simetris Rontok (-),Rapat (+),Simetris


(+) (+)

Palpebra Edema (-), Hiperemis(-), Edema (-), Hiperemis(-),


Nyeri tekan (-), Blefarospasme Nyeri tekan (-),
(-), Lagoftalmus(-),Ptosis Blefarospasme (-),
(-)Ektropion (-), Entropion (-) Lagoftalmus(-),Ptosis
(-)Ektropion (-), Entropion (-)

Cilia Rapat (+),Rontok (-),Sekret (-) Rapat (+),Rontok (-),Sekret


(-)

Konjungtiva Konjungtiva Palpebra : Konjungtiva Palpebra :


Injeksi (-), Edema (-), Papil Injeksi (-), Edema (-), Papil
(-),Folikel (-), Sekret (-) (-),
Konjungtiva Fornix : Folikel (-), Sekret (-)
Injeksi (-), Edem (-), Sekret (-) Konjungtiva Fornix :
Konjungtiva Bulbi : Injeksi (-), Edem (-), Sekret
Injeksi (-), Edema (-), (-)
Jaringan fibrovaskuler (-), Konjungtiva Bulbi :
Nodul (-), Sekret (-) Injeksi (+), Edema (-),
Jaringan fibrovaskuler (-),
Nodul (-), Sekret (-)
Sklera Putih Putih

Kornea Jernih, Edema (-), Keratik Jernih, Edema (-), Keratik


presipitat (-), Infiltrat (-), presipitat (-), Infiltrat (-),
Sikatriks (-), Sikatriks (-),

Camera Jernih, Dalam, Flare (-), Jernih, Dalam. Flare (-),


Oculi Hipopion (-), Hifema (-) Hipopion (-), Hifema (-)
Anterior
Iris Warna : Hitam, Warna : Hitam,
Bentuk : reguler Bentuk : irreguler
Atrofi (-),
Atrofi (-), Massa (-), Synekia anterior (-),
Massa (-), Synekia anterior (-), Synekia posterior (+)
Synekia posterior (-)
Pupil Bulat, d± 3 mm, Bulat, d± 3 mm,
letak : sentral letak : sentral
Refleks pupil direk (+), Refleks pupil direk (+),
Refleks pupil indirek (+) Refleks pupil indirek (+)
Lensa jernih jernih

TIO tidak dilakukan tidak dilakukan


tes fluorosin Tidak dilakukan

1.5 RESUME
Subyektif

Pasien dengan keluhan mata berair dan penglihatan kabur pada mata kiri,

Pasien juga mengeluhkan keluhan lain seperti penglihatan berkurang, mata merah,

nyeri dan silau jika terkena cahaya, terasa mengganjal dan keluar secret saat

bangun tidur. Pasien mengaku pernah dirawat di RS 3 bulan yang lalu karena

positif HIV.Keluhan lain seperti demam, riwayat trauma pada mata disangkal.

Obyektif

Pada Iris OS ditemukan adanya Synekia Posterior (+) dan bentuk irreguler

1.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Tidak dilakukan
1.7 DIAGNOSIS BANDING
 OS Uveitis anterior
 OS Konjungtivitis
 OS Keratokonjungtivitis
1.8 DIAGNOSIS KERJA
OS Uveitis Anterior
1.9 PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
 Prednison acetate 1% 4x1 OS
 Sulfas Atropine 1% 2x1 OS
1.10 EDUKASI
 Istirahat cukup
 Penggunaan obat tetes mata rutin
 Rutin kontrol pengobatan HIV dengan DPJP
1.11 PROGNOSIS
Prognosis Oculus Dexter Oculus Sinister
Quo ad sanam Ad bonam Ad bonam
Quo ad functionam Ad bonam Dubia ad bonam
Quo ad vitam Ad bonam Dubia ad bonam
Quo ad komestikan Ad bonam Ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. ANATOMI UVEA
Uvea adalah organ yang terdiri dari beberapa kompartemen mata yang
berperan besar dalam vaskularisasi bola mata. Terdiri atas iris, badan silier dan
koroid.

Gambar Anatomi Uvea

Perdarahan uvea dibedakan antara bagian antereior yang diperdarahi oleh


2 buah arteri siliar posterior longus yang masuk menembus sklera di temporal dan
nasal dekat tempat masuk saraf optik dan 7 buah arteri siliar anterior, yang terdapat 2
pada setiap otot rektus superior, medial, inferior dan satu pada otot rektus lateral.
Arteri siliar anterior dan posterior ini bergabung menjadi satu membentuk arteri
sirkulus major pada badan siiar. Uvea posterior mendapat perdarahan dari 15-20
buah arteri siliar posterior brevis yang menembus sklera disekitar tempat masuk
saraf optik.
Persarafan uvea didapatkan dari ganglion siliar yang terletak antara bola
mata dengan otot rektus lateral, 1 cm didepan foramen optik, yang menerima 3 akar
saraf dibagian posterior yaitu : saraf sensoris, yang berasal dari saraf nasosiliaris
mengandung serabut saraf sensoris untuk kornea, iris, dan badan siliar. Saraf
simpatis membuat pupil berdilatasi, yang berasal dari saraf simpatis yang melingkari
arteri karotis; mempersarafi pembuluh darah uvea dan untuk dilatasi pupil. Saraf
parasimpatis untuk mengecilkan pupil. Pada ganglion siliar hanya saraf parasimpatis
yang melakukan sinaps.
1.1 Iris
Iris adalah perpanjangan corpus cilliare ke anterior. Iris berupa permukaan
pipih dengan apertura bulat yang terletak di tengah, pupil.Iris terletak bersambungan
dengan permukaan anterior lensa,memisahkan bilik mata depan dari bilik mata
belakang, yang masing-masing berisi aqueous humor. Didalam stroma iris terdapat
sfingterdan otot-otot dilator.
Iris mengendalikan banyaknya cahaya yang masuk ke dalam mata. Ukuran
pupil pada prinsipnya ditentukan oleh keseimbangan antara konstriksi akibat
aktivitas parasimpatis yang dihantarkan melalui nervus kranialis III dan dilatasi yang
ditimbulkan oleh aktivitas simpatis.
1.2 Corpus ciliare
Corpus ciliare yang secara kasar berbentuk segitiga pada potongan melintang,
membentang ke depan dari ujung anterior koroid ke pangkal iris (sekitar 6 mm).
corpus cilliare terdiri atas zona anterioryang berombak-ombak, pars plicata (2 mm),
dan zona posterior yang datar, pars plana (4 mm). Procesus cilliares dan epitel
siliaris pembungkusnya berfungsi sebagai pembentuk aqueous humor.
Muscullus cilliares tersusun dari gabungan serat-serat longitudional, sirkular,
dan radial. Fungsi serat-serat sirkular adalah untuk mengerutkan dan relaksasi serat-
serat zonula yang berorigo dilembah-lembah di antara procesus cilliares. Otot ini
mengubahtegangan pada kapsul lensa sehingga lensa dapat mempunyai
berbagaifocus baik untuk objek berjarak dekat maupun yang berjarak jauhdalam
lapangan pandang.
1.3 Koroid
Koroid adalah segmen posterior uvea, diantara retina dan sclera. Koroid
disebelah dalam dibatasi oleh membran bruch dan disebelah luar oleh sclera. Ruang
suprakoroid terletak diantara koroid dan sclera. Koroid melekat erat ke posterior
pada tepi-tepi nervus opticus. Di sebelah anterior koroid bergabung dengan korpus
siliaris

2. UVEITIS
2.1 DEFINISI UVEITIS
Uveitis adalah peradangan atau inflamasi yang terjadi pada lapisan traktus
uvealis yang meliputi peradangan pada iris, korpus siliaris, dan koroid yang
disebabkan oleh infeksi, taruma, neoplasia, atau proses autoimun. Struktur yang
berdekatan dengan jaringan uvea yang mengalami inflamasi biasanya juga ikut
mengalami inflamasi. Peradangan pada uvea dapat hanya mengenai bagian depan
jaringan uvea atau iris yang disebut iritis. Bila mengenai badan tengah disebut
siklitis. Iritis dengan siklitis disebut iridosiklitis atau disebut juga dengan uveitis
anterior. Dan bila mengenai lapisan koroid disebut uveitis posterior atau koroiditis.
2.3 ETIOLOGI
- Trauma benda tumpul, luka tembus, atau luka bakar dari bahan kimia atau api
dapat menyebabkan iritis akut
- Infeksi virus di wajah , seperti herpes zoster dan herpes zoster yang disebabkan
oleh virus herpes, dapat menyebabkan iritis.
- Penyakit menular dari virus dan bakteri lain juga bisa dikaitkan dengan uveitis.
Misalnya, mungkin termasuk toksoplasmosis, infeksi yang paling sering
disebabkan oleh parasit dalam makanan mentah; histoplasmosis, infeksi paru-
paru yang terjadi saat Anda menghirup spora jamur; tuberkulosis, yang terjadi
saat bakteri memasuki paru-paru; dan sifilis, yang disebabkan oleh penyebaran
bakteri melalui hubungan seksual.
- Kecenderungan genetik. Orang yang mengembangkan penyakit autoimun
tertentu karena perubahan gen yang memengaruhi sistem kekebalan mereka
mungkin juga mengembangkan iritis akut. Penyakit termasuk jenis radang
sendi yang disebut ankylosing spondylitis serta penyakit autoimun lainnya
seperti penyakit Behcet, Artritis reumatoid.
2.4. KLASIFIKASI
Klasifikasi uveitis dibedakan menjadi empat kelompok utama, yaitu klasifikasi
secara anatomis, klinis, etiologis, dan patologis.
1. Klasifikasi anatomis
a) Uveitis anterior
- Iritis : inflamasi yang dominan pada iris
- Iridosiklitis : inflamasi pada iris dan pars plicata
b) Uveitis intermediet : inflamasi dominan pada pars plana dan retina
perifer
c) Uveitis posterior : inflamasi bagian uvea di belakang batas basis vitreus
d) Panuveitis : inflamasi pada seluruh uvea
2. Klasifikasi klinis
a) Uveitis akut : onset simtomatik terjadi tiba-tiba dan berlangsung selama < 6
minggu
b) Uveitis kronik : uveitis yang berlangsung selama berbulan-bulan atau
bertahun-tahun, seringkali onset tidak jelas danbersifat asimtomatik
3. Klasifikasi etiologis
a) Uveitis eksogen : trauma, invasi mikroorganisme atau agen lain dari
luartubuh
b) Uveitis endogen : mikroorganisme atau agen lain dari dalam tubuh
4. Klasifikasi patologis
a) Uveitis non-granulomatosa : infiltrasi dominan limfosit pada koroid
b) Uveitis granulomatosa : koroid dominan sel epiteloid dan sel-sel raksasa
multinukleus
2.5 GAMBARAN KLINIS
1. Uveitis anterior
Gejala utama uveitis anterior akut adalah fotofobia, nyeri, merah,
penglihatan menurun, dan lakrimasi. Sedangkan pada uveitis anterior kronik mata
terlihat putih dan gejala minimal meskipun telah terjadi inflamasi yang berat.
Tanda-tanda adanya uveitis anterior adalah injeksi silier, keratic precipitate (KP),
nodul iris, sel-sel akuos, flare, sinekia posterior, dan sel-sel vitreus anterior.
2. Uveitis intermediet
Gejala uveitis intermediet biasanya berupa floater, meskipun kadang-
kadan gpenderita mengeluhkan gangguan penglihatan akibat edema makular
sistoid kronik. Tanda dari uveitis intermediet adalah infiltrasi seluler pada
vitreus(vitritis) dengan beberapa sel di COA dan tanpa lesi inflamasi fundus
3. Uveitis posterior
Dua gejala utama uveitis posterior adalah floater dan gangguan
penglihatan.Keluhan floater terjadi jika terdapat lesi inflamasi perifer. Sedangkan
koroiditisaktif pada makula atau papillo macular bundle menyebabkan kehilangan
penglihatan sentral. Tanda-tanda adanya uveitis posterior adalah perubahan pada
vitreus (sepertisel, flare, opasitas, dan seringkali posterior vitreus detachment),
koroditis, retinitis, dan vaskulitis.
2.6 PATOFISIOLOGI
Peradangan uvea biasanya unilateral, dapat disebabkan oleh efek
langsung suatu infeksi atau merupakan fenomena alergi. Infeksi piogenik
biasanya mengikuti suatu trauma tembus okuli, walaupun kadang-kadang
dapat juga terjadi sebagai reaksi terhadap zat toksik yang diproduksi oleh
mikroba yang menginfeksi jaringan tubuh diluar mata.
Uveitis yang berhubungan dengan mekanisme alergi merupakan reaksi
hipersensitivitas terhadap antigen dari luar (antigen eksogen) atau antigen dari
dalam (antigen endogen). Dalam banyak hal antigen luar berasal dari mikroba
yang infeksius. Sehubungan dengan hal ini peradangan uvea terjadi lama
setelah proses infeksinya yaitu setelah munculnya mekanisme
hipersensitivitas.
Radang iris dan badan siliar menyebabkan rusaknya Blood Aqueous
Barrier sehingga terjadi peningkatan protein, fibrin, dan sel-sel radang dalam
humor akuos. Pada pemeriksaan biomikroskop (slit lamp) hal ini tampak
sebagai flare, yaitu partikel- partikel kecil dengan gerak Brown (efek tyndall).

Sel-sel radang yang terdiri dari limfosit, makrofag, sel plasma dapat
membentuk presipitat keratik yaitu sel-sel radang yang menempel pada
permukaan endotel kornea. Apabila presipitat keratik ini besar disebut mutton
fat.
Pada proses peradangan yang lebih akut, dapat dijumpai penumpukan
sel-sel radang didalam bilik mata depan (BMD) yang disebut hipopion,
ataupun migrasi eritrosit ke dalam BMD, dikenal dengan hifema. Akumulasi
sel-sel radang dapat juga terjadi pada perifer pupil yang disebut Koeppe
nodules, bila dipermukaan iris disebut Busacca nodules.
Sel-sel radang, fibrin, dan fibroblast dapat menimbulkan perlekatan
antara iris dengan kapsul lensa bagian anterior yang disebut sinekia
posterior, ataupun antara iris dengan endotel kornea yang disebut dengan
sinekia anterior. Dapat pula terjadi perlekatan pada bagian tepi pupil, yang
disebut seklusio pupil, atau seluruh pupil tertutup oleh sel-sel radang, disebut
oklusio pupil.
Perlekatan-perlekatan tersebut, ditambah dengan tertutupnya
trabekular oleh sel-sel radang, akan menghambat aliran akuos humor dari bilik
mata belakang ke bilik mata depan sehingga akuos humor tertumpuk di bilik
mata belakang dan akan mendorong iris ke depan yang tampak sebagai iris
bombe. Selanjutnya tekanan dalam bola mata semakin meningkat dan
akhirnya terjadi glaukoma sekunder. Pada fase akut terjadi glaukoma
sekunder karena gumpalan-gumpalan pada sudut bilik mata depan, sedangkan
pada fase lanjut glaukoma terjadi karena adanya seklusio pupil.
Pada kasus yang berlangsung kronis dapat terjadi gangguan produksi
akuos humor yang menyebabkan penurunan tekanan bola mata sebagai akibat
hipofungsi badan siliar.
2.7 DIAGNOSA BANDING
- Konjungtivitis : penglihatan tidak kabur, respon pupil normal, ada sekret mata dan
umunya tidak ada sakit, fotofobia, atau injeksi siliaris.
- Keratitis atau keratokonjungtivitis : penglihatan dapat kabur dan ada rasa sakit dan
fotofobia. Pada keratitis disingkirkan karena terdapat kekeruhan pada lensa
- Glaukoma akut : : pupil melebar, tidak ada sinekia posterior
2.7 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Tujuan terapi uveitis anterior menurut AOA antara lain:
 Mengembalikan tajam penglihatan
 Mengurangi rasa nyeri di mata
 Mengeliminasi peradangan atau penyebab peradangan
 Mencegah terjadinya sinekia iris
 Mengendalikan tekanan intraokular
Penatalaksanaan konservatif :
1. Penggunaan kacamata hitam
Kacamata hitam bertujuan untuk mengurangi fotofobi, terutama
akibat pemberian midriatikum.
2. Kompres hangat
Dengan kompres hangat, diharapkan rasa nyeri akan berkurang,
sekaligus untuk meningkatkan aliran darah sehingga resorbsi sel-sel radang
dapat lebih cepat.
3. Midriatikum/ sikloplegik
Tujuan pemberian midriatikum adalah agar otot-otot iris
dan badan silier relaks, sehingga dapat mengurangi nyeri dan
mempercepat penyembuhan. Selain itu, midriatikum sangat
bermanfaat untuk mencegah terjadinya sinekia, atau pun
melepaskan sinekia yang telah ada. Midriatikum yang biasanya
digunakan adalah:
a) Sulfas atropin 1% sehari 3 kali tetes
b) Homatropin 2% sehari 3 kali tetes
c) Scopolamin 0,2% sehari 3 kali tetes
4. Anti inflamasi, yang biasanya digunakan adalah kortikosteroid,
dengan dosis sebagai berikut:
Dewasa : Topikal dengan dexamethasone 0,1 % atau
prednisolone 1 %.
a) Dexamethasone phosphate 4 mg (1 ml)
b) Prednisolone succinate 25 mg (1 ml)
c) Triamcinolone acetonide 4 mg (1 ml)
d) Methylprednisolone acetate 20 mg
Pada pemberian kortikosteroid, perlu diwaspadai
komplikasi-komplikasiyang mungkin terjadi, yaitu glaukoma
sekunder pada penggunaan lokal selama lebih dari dua
minggu, dan komplikasi lain pada penggunaan sistemik.
2.8 KOMPLIKASI
Komplikasi dari uveitis dapat berupa :
a) Glaukoma
Pada uveitis anterior dapat terjadi sinekia posterior
sehingga mengakibatkan hambatan aliran aquos humor dari
bilik posterior kebilik anterior. Penumpukan cairan ini
bersama-sama dengan sel radang mengakibatkan tertutupnya
jalur dari out flow aquos humor sehingga terjadi
glaucoma. Untuk mencegahnya dapat diberikan midriatikum.
b) Katarak
Kelainan polus anterior mata seperti iridosiklitis
yang menahun dan penggunaan terapi kortikosteroid
pada terapi uveitis dapat mengakibatkan gangguan
metabolism lensa sehingga menimbulkan katarak. Operasi
katarak pada mata yang uveitis lebih komplek lebih sering
menimbulkan komplikasi post operasi jika tidak dikelola dengan
baik. Sehingga dibutuhkan perhatian jangka panjang terhadap pre
dan post operasi.
c) Sinekia posterior = perlekatan antara iris dengan kapsul
lensa bagian anterior akibat sel-sel radang, fibrin, dan fibroblas.
d) Sinekia anterior = perlekatan iris dengan endotel kornea akibat
sel-sel radang, fibrin, dan fibroblas.
e) Seklusio pupil = perlekatan pada bagian tepi pupil
f) Oklusio pupil = seluruh pupil tertutup oleh sel-sel radang
g) Endoftalmitis = peradangan supuratif berat dalam rongga mata
dan struktur di dalamnya dengan abses di dalam badan
kaca akibat dari peradangan yang meluas.
h) Panoftalmitis = peradangan pada seluruh bola mata termasuk
skleradan kapsul tenon sehingga bola mata merupakan rongga
abses.
i) Ablasio retina
DAFTAR  PUSTAKA

1. Vaughan, D.G. Oftalmologi Umum, Edisi 14, Cetakan I, Widya Medika,


Jakarta, 2000:

2. Sidarta, I. Ilmu Penyakit Mata, Edisi III, Cetakan I, Balai Penerbit FK UI,
Jakarta. 2004:

3. SUSAN R. CARTER, M.D., Eyelid Disorders: Diagnosis and Management,


University of California, San Francisco, School of Medicine, San Francisco,
CaliforniaAm Fam Physician. 1998 Jun 1;57(11):2695-
2702.http://www.aafp.org.afp/980600ap/articles.html

4. Joanne car Ff. Opthalmology Referral Guidelines. NHS oxfordshire.


2012:19-20

5. James C. tsai ea. Oxford American Handbook of Opthalmology. first ed.


New York2011. 103-13 p.

6. Ilyas Sidarta H: Ikhtisar penyakit mata. Balai Penerbit FKUI Jakarta.2009.


Hal 28-29

7. Kanski JJ. 2009. Clinical Ophthalmology A Synopsis. Butterworth-


Heinemann, Boston

Anda mungkin juga menyukai