Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang

dinamis dan sarat perkembangan. Oleh karena itu, perubahan atau perkembangan

pendidikan adalah hal yang memang seharusnya terjadi sejalan dengan perubahan

budaya kehidupan. usaha yang secara sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

belajar dalam proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, ahklat mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya,

masyarakat, bangsa, dan negara. Proses pendidikan pada akhirnya mempunyai tujuan

untuk membentuk sikap, mengembangkan kecerdasan, serta mengembangkan

keterampilan peserta didik sesuai kebutuhan (Yuliati, 2014: 109). Pendidikan

merupakan langkah strategis dalam mencetak generasi muda yang berkualitas yang

mampu menghadapi dan memecahkan masalah dalam kehidupan masyarakat yang

beragam di setiap daerah.

Motivasi merupakan sesuatu yang dibutuhkan untuk melakukan aktivitas atau dorongan

yang timbul pada diri seseorang secara sadar atau tidak sadar, untuk melakukan suatu

tindakan dengan tujuan tertentu. Sedangkan secara piskologi, berarti usaha yang dapat

menyebabkan seseorang atau kelompok orang tergerak melakukan sesuatu karena ingin

mencapai tujuan yang dikehendakinya.

Salah satu cara untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu pendidikan dapat

dilakukan dengan perbaikan terhadap aspek-aspek yang mempengaruhi keberhasilan

pendidikan yakni meliputi kurikulum, sarana dan prasarana, guru, peserta didik, serta

metode mengajar (Kemendikbud, 2013.). Kurikulum sebagai salah satu cara untuk

mencapai tujuan pendidikan. Kurikulum yang sedang diterapkan di Indonesia saat ini
adalah kurikulum 2013. Kurikulum 2013 mengedepankan pada pengalaman personal

melalui observasi, asosiasi, bertanya, menyimpulkan dan mengkomunikasikan.

Dengan demikian peran guru sangat penting dalam proses pembelajaran. Peran guru

dalam proses pembelajaran sebagai fasilitator, manajer, pembimbing dan sekaligus

menjadi teman. Peran guru sebagai manajer dapat dilihat dari aktivitas guru dalam

menyiapkan pembelajaran. Peran guru sebagai fasilitator, pembimbing dan sekaligus

sebagai teman dapat dilihat dari aktivitas guru dalam melaksanakan proses

pembelajaran

Proses pembelajaran diharapkan dapat menumbuhkan kreativitas, inovasi dan

keterampilan peserta didik. Proses pembelajaran diharapkan memberi lima pokok

pengalaman belajar, yaitu : (1) mengamati, (2) menanya, (3) mengumpulkan

informasi, (4) mengasosiasi, dan (5) mengkomunikasikan (Kemdikbud, 2013: 8).

Proses belajar yang menitikberatkan pada pengalaman langsung dapat meningkatkan

penguasaan konsep peserta didik. Hal ini juga terjadi pada pembelajaran fisika, dengan

demikian diperlukan suatu desain pembelajaran yang dapat mendukung peserta didik

dalam memahami konsep-konsep fisika.

Belajar fisika merupakan salah satu ilmu yang mempelajari tentang fenomena-

fenomena alam atau tingkah laku alam dan berbagai bentuk gejalanya (Pelita, 2011:

364). Melalui pembelajaran fisika, peserta didik dapat mengaplikasikan konsep sains

pada kehidupan sehari-hari serta dapat menjelaskan secara ilmiah fenomena-fenomena

alam di sekitarnya. Pada peserta didik tidak hanya ditanamkan konsep teoritis dari

materi tetapi juga aplikasi dalam kehidupan nyata dari konsep yang telah disampaikan

(Novana, 2014: 110). Salah satu cara guru dalam merancang proses pembelajaran

fisika yang dapat membuka pengalaman belajar langsung bagi peserta didik misalnya

dengan menerapkan teknologi atau aplikasi.

Balim (2012), menyatakan discovery learning merupakan suatu metode yang

mendorong siswa untuk sampai pada suatu kesimpulan berdasarkan kegiatan dan
pengamatan siswa sendiri. Berdasarkan uraian di atas maka dipandang penting untuk

melakukan perbaikan dalam proses pembelajaran fisika di kelas . Proses perbaikan

dilakukan melalui implementasi metode pembelajaran discovery learning berbantuas

mind mapping pada materi gerak harmonis di SMA Negeri 2 Salahutu.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

Apakah metode pembelajaran discovery learning berbantuan mind mapping dalam

pembelajaran fisika untuk mengetahui kemampuan kognitif dan motivasi peserta didik

pada materi gerak harmonis kelas X SMA Negeri 2 Salahutu Permasalahan tersebut

dapat dijawab melalui pertanyaan-pertanyaan berikut ini:

a. Bagaimana kemampuan awal peserta didik pada materi gerak harmonis sebelum

diajarkan dengan metode pembelajaran discovery learning berbantuan mind

mapping ?

b. Bagaimana kemampuan peserta didik pada materi gerak harmonis setelah

pembelajaran dengan metode discovery learning berbantuan mind mapping?

c. Apakah penggunaan model pembelajaran Discovery Learning berbantuan mind

mapping dalam pembelajaran fisika untuk mengetahui kemampuan kognitif dan

motivasi peserta didik materi gerak harmonis kelas X SMA Negeri 2 Salahutu ?

C. Tujuan Penelitian.

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan umum dari penelitian ini adalah

untuk mengetahui kemampuan kognitif dan moivasi peserta didik pada materi gerak

harmonis kelas X SMA NEGERI 2 SALAHUTU melalui metode pembelajaran

discovery learning berbantuan mind mapping.

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui:
1. Kemampuan awal peserta didik sebelum proses pembelajaran dengan

menggunakan model pembelajaran berbantuan mind mapping.

2. Kemampuan peserta didik pada materi gerak harmonis setelah pembelajaran

dengan menggunakan metode discovery learning berbantuan mind mapping.

3. Untuk mengetahui kemampuan kognitif dan motivasi setelah digunakan metode

pembelajaran discovery learning berbantuan mind mapping.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat :

1. Bagi Peserta Didik

a. Pembelajaran menjadi lebih menarik, sehingga peserta didik menjadi lebih

mudah

b. memamahami dan menguasai materi yang diberikan

c. dengan menggunakan model pembelajaran Discovery Learning berbantuan

mind mapping dalam pembelajaran fisika diharapkan dapat mengethui

kemampuan kognitif dan motivasi peserta didik terhadap materi tertentu yang

dipelajari.

2. Bagi Guru

a. Sebagai bahan pertimbangan dan informasi bagi guru fisika dalam memilih

model pembelajaran yang sesuai efesien dan efektif dalam kegiatan belajar

mengajar fisika khususnya materi gerak harmonis.

b. Guru sebagai penyalur informasi dalam meningkatkan mutu pendidikan,

khususnya dalam penelitian model pembeljaran sesuai dengan situasi dan

kondisi sehingga dapat membantu siswa dalam memperlajari materi fisika.

3. Bagi Peneliti

Peneliti ini dapat menambah pengalaman yang baru sehingga dapat digunakan

dalam proses belajar mengajar dimasa mendatang.


4. Bagi sekolah

Memberikan sumbangan pikiran kepada kepalasekolah terkait penggunaan

model – model pembelajaran untuk meningkatkan kualitas pembelajaran

khususnya pembelajaran fisika.


BAB II

LANDASAN TEORI

A. Hakikat Belajar

1. Pengertian Belajar

Belajar merupakan istilah kunci yang paling penting dalam pendidikan dapat

dikatakan bahwa tanpa belajar, sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Belajar

sangat penting untuk dapat mengkaji masalah-masalah yang menarik dalam ilmu

pendidikan (Gerson, 2015: 2). Menurut Bruner dalam Slamato (2010: 11), belajar

adalah suatu proses dimana dalam proses tersebut mementingkan partisipasi aktif dari

tiap peserta didik, dan mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan. Belajar

juga diartikan sebagai “suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh

perubahan perilaku secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman sendiri dalam

berinteraksi dengan lingkungan (Rusman, 2011.7). Menurut defenisi yang

dikemukakan oleh ahli, dapat dikatakan bahwa belajar adalah suatu usaha nyata yang

dapat menghasilkan perubahan diri seseorang dalam belajar. Perubahan yang

dimaksud adalah perubahan perilaku seseorang, pengetahuan seseorang, dan,

keterampilan seseorang

2. Unsur-unsur belajar

Sudjana (2010: 157) mengemukakan adanya tujuh unsur utama dalam proses

belajar, yaitu:

a. Tujuan. Belajar dimulai karena adanya suatu tujuan yang ingin dicapai.

b. Kesiapan. Untuk dapat melakukan perbuatan belajar dengan baik maka perlu

adanya kesiapan yang dimiliki seseorang, baik kesiapan fisik dan psikis, maupun

kesiapan dalam pengetahuan dan kecakapan-kecakapan yang mendasarinya.


c. Situasi. Kegiatan belajar berlangsung dalam suatu situasi belajar. Kelancaran

dalam proses belajar dapat dipengaruhi oleh suatu situasi.

d. Interpretasi. Dalam menghadapi situasi, individu mengadakan interpretasi, yaitu

melihat hubungan diantara komponen-komponen situasi belajar, melihat makna

dari hubungan tersebut untuk dapat menghubungkan dengan pencapaian tujuan.

e. Respons. Dengan adanya hasil dari interpretasi maka individu mungkin atau tidak

mungkin mencapai tujuan yang diharapkan, dengan demikian adanya respon yang

diberikan oleh individu.

f. Konsekuensi. Setiap usaha akan membawa hasil, apabila adanya konsekuensi entah

itu keberhasilan atau kegagalan.

g. Reaksi terhadap kegagalan. Selain keberhasilan, kemungkinan juga dapat diperoleh

kegagalan peserta didik dalam belajar. Kegagalan dapat menurunkan semangat

belajar peserta didik dan dapat menurunkan usaha-usaha belajar beserta didik.

3. Prinsip-prinsip belajar

Adapun beberapa prinsip-prinsip belajar yang harus diperhatikan menurut Sandra

(2013: 3) yakni:

a. Belajar merupakan bagian dari perkembangan.

b. Belajar berlangsung seumur hidup.

c. Keberhasilan belajar dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan, serta

kematangan dari individu sendiri.

d. Belajar mencakup semua aspek pendidikan.

e. Kegiatan belajar dapat berlangsung pada setiap waktu dan tempat.

f. Belajar dapat berlangsung dengan guru maupun tanpa guru.

g. Belajar yang berencana dan disengaja menuntut motivasi yang tinggi.

h. Belajar bervariasi dari yang paling sederhana sampai dengan yang sangat

kompleks.
B. Hakikat Penguasaan Materi

Penguasaan materi merupakan suatu kompetensi untuk menentukan

keberhasilan suatu pembelajaran. Sehingga penguasaan materi yang mencakup

ranah kognitif tidak hanya sekedar memahami secara sederhana, namun dapat

pula dijabarkan sebagai kemampuan mengingat (C1), memahami (C2),

mengaplikasikan (C3), menganalisis (C4), mengevaluasi (C5), dan mencipta (C6)

sesuai dengan Taksonomi Bloom yang telah direvisi Anderson dan Krathwohl

(Gunawan, 2016:105-107).

a. Mengingat (C1)

Mengingat merupakan usaha mendapatkan kembali pengetahuan dari memori

atau ingatan yang telah lampau, baik yang baru saja di dapatkan maupun yang

sudah lama didapatkan. Mengingat meliputi mengenali (recognition) dan

memanggil kembali (recalling). Misalnya peserta didik diminta untuk

menyebutkan variabel-variabel apa saja yang terdapat dalam konsep gerak

harmonik sederhana.

b. Memahami (C2)

Memahami berkaitan dengan membangun sebuah pengertian dari berbagai

sumber seperti pesan, bacaan dan komunikasi. Memahami meliputi aktivitas

mengklasifikasikan (classification) dan membandingkan (comparing)

Sebagai contoh peserta didik diminta untuk menjelaskan apa yang dimaksud

dengan gerak harmonik sederhana.

c. Mengaplikasikan (C3)

Menerapakan menunjuk pada proses kognitif memanfaatkan atau

mempergunakan suatu prosedur untuk melaksanakan percobaan atau

menyelesaikan permasalahan. Menerapakan meliputi kegiatan menjalankan

prosedur (executing) dan mengimplementasikan (implementing). Misalnya

peserta didik menggunakan persamaan periode untuk menyelesaikan soal


fisika terkait pendulum sederhana.

d. Menganalisis (C4)

Menganalisis merupakan memecahkan suatu permasalahan dengan

memisahkan tiap-tiap bagian dari permasalahan dan mencari keterkaitan dari

tiap-tiap bagian tersebut dan mencari tahu bagaimana keterkaitan tersebut

dapat menimbulkan permasalahan. Menganalisis berkaitan dengan proses

kognitif memberi atribut (attributeing) dan mengorganisasikan (organizing).

Contohnya setelah melakukan sebuah pembelajaran fisika melalui percobaan

peserta didik untuk pengaruh panjang tali terhadap periode ayunan bandul.

e. Mengevaluasi (C5)

Evaluasi berkaitan dengan proses kognitif memberikan penilaian berdasarkan

kriteria dan satndar yang sudah ada. Kriteria yang biasanya digunakan adalah

kualitas, efektivitas, efisiensi, dan konsistensi. Evaluasi meliputi mengecek

(checking) dan mengkritisi (critiquing). Misalnya peserta didik diminta untuk

meenggambarkan grafik yang merepresentasikan pengaruh konstanta pegas

terhadap periode getaran.

f. Mencipta (C6)

Menciptakan mengarah pada sebuah proses kognitif meletakan unsur-unsur

secara bersama-sama untuk membentuk kesatuan yang koheren dan

mengarahkan peserta didik untuk menghasilkan suatu produk baru dengan

mengorganisasikan beberapa unsur menjadi bentuk atau pola yang berbeda

darisebelumnya. Mencipta meliputi menggeneralisasikan (generating) dan

memproduksi (producing). Sebagai contoh peserta didik diminta untuk

menjelaskan secara matematis hubungan antara sudut sinus yang terbentuk

dengan panjang tali dan simpangan bandul


C. Hakikat mengajar

Mengajar adalah penciptaan system lingkungan yang memungkinkan terjadinya

proses belajar. Sistem lingkungan ini terdiri dari komponen – komponen yang saling

mempengaruhi, yakni tujuan intruksional yang ingin dicapai, materi yang diajarkan,

guru dan siswa yang arus memainkan peranan serta ada dalam hubungan sosial

tertentu, jenis kegiatan yang dilakukan, serta sarana dan prasarana belajar mengajar

yang tersedia ( Hasibuan & Moedjino, 2010: 3). Mengajar secara efektif sangat

bergantung pada pemilihan dan penggunaan metode mengajar yang serasi dengan

tujuan mengajar. Menurut John R Pancella, mengajar dapat dilukiskan sebagai

membuat keputusan ( decision making ) dalam interaksi, dan hasil dari keputusan guru

adalah jawaban siswa atau sekelompok siswa, kepada siapa guru berinteraksi

(Slamento, 2010: 33).

Konsep mengajar dalam proses perkembangannya masih dianggap sebagai suatu

kegiatan penyampaian atau penyerahan pengetahuan. Pandangan semacam ini masih

umum digunakan dikalangan mengajar. Mengajar menurut pengertian Muthakhir

merupakan suatu perbuatan yang kompleks. Perbuatan yang dikompleks dapat

diterjemahkan sebagai penggunaaan secara interaktif sejumlah komponen yang

terkandung dalam perbuatan mengajar itu untuk menyampaikan pesan pengajaran

(Hasibuan & Moedjino, 2010: 37). Komponen komponen dalam mengajar itu adalah :

1. Mengajar sebagai ilmu (teaching as a scince ).

2. Mengajar sebagai teknologi (teaching as atechnology).

3. Mengajar sebagai suatu seni (teaching as an art).

4. Mengajar sebagai keterampilan (teaching as a skill).


D. Hakekat Belajar Fisika

Ilmu-ilmu alam atau yang lebih dikenal dengan IPA bukan hanya merupakan

kumpulan lukisan gejala alam yang tidak bisa berdiri sendiri tetapi berkaitan

dalam suatu pola sebab akibat yang dipahami dengan penalaran yang seksama.

Ilmu – ilmu alam tidak hanya meramalkan gejala-gejala alam lainnya yang belum

dikenal sebagai konseksuensi logis dari pola penalaran yang menggunakannya.

Gejala ramalan itu pun harus dirumuskan dalam bentuk operasional sehingga

memungkinkan untuk diuji eksperimen. Fisika adalah bagian dari sains ( IPA )

yang pada hakikatnya adalah kumpulan pengetahuan, cara berpikir, dan

penyelidikan. Fisika adalah ilmu pengetahuan yang menggunakan metode ilmiah

dalam prosesnya ( Wirtha dan Rapi, 2008 ). Dengan demikian, proses

pembelajaran fisika bukan hanya memahami konsep – konsep fisika, tetapi juga

mengajar siswa berpikir kritis sehingga pemahaman siswa terhadap hakikat fisika

menjadi utuh, baik sebagai proses maupun sebagai produk. Hakikat belajar sains

( IPA ) tidak cukup sekedar mengingat dan memahami konsep yang ditemukan

oleh ilmuwan, tetapi yang sangat penting adalah pembiasan perilaku ilmuan dalam

menemukan konsep – konsep fisika.

E. Hakikat Motivasi Belajar

Menurut Uno dalam Slameto ( 2015:6 ) motivasi belajar pada hakikatnya

merupakan suatu dorongan baik internal maupun eksternal pada siswa yang sedang

belajar. Melalui motivasi belajar siswa akan mengalami perubahan tingkah laku
untuk tergerak melakukan kegiatan belajar. Motivasi mempunyai peranan besar

dalam keberhasilan seseorang dalam belajar. Menurut Sardiman dalam Slameto

( 2015:8 ) motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa

yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan

belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang

dikehendaki oleh subjek belajar dapat dikehendaki. Selanjutnya, Menurut

Sardiman (2011: 40) Keinginan atau dorongan untuk belajar inilah yang disebut

dengan motivasi yang meliputi dua hal : (1) mengetahui apa yang akan dipelajari,

dan (2) memahami mengapa hal tersebut patut dipelajari. Motivasi dikatakan

sebagai daya penggerak diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar mengajar,

sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai. Dengan

kegiatan belajar, yang penting bagaimana guru menciptakan kondisi atau suatu

proses yang mengarahkan si siswa itu untuk memberikan motivasi agar anak

didiknya melakukan aktivitas belajar dengan baik (Sardiman, 2011 : 77). Karena

untuk dapat belajar dengan baik diperlukan proses dan motivasi yang baik. Dengan

memberikan motivasi kepada siswa, berarti menggerakkan siswa untuk melakukan

sesuatu. Begitu pula dengan suatu kegiatan belajar itu akan berhasil baik, kalau

disertai dengan pujian yang mana ini merupakan dorongan bagi seseorang untuk

bekerja dan belajar dengan giat.

Siswa belajar karena didorong oleh kekuatan mentalnya. Kekuatan mental itu

berupa keinginan, perhatian, kemauan atau cita-cita. Menurut, Dimyati (2009 : 80)

motivasi dipandang sebagai dorongan mental yang menggerahkan dan


mengarahkan perilaku manusia, termasuk perilaku belajar dan dalam motivasi

terkandung adanya keinginan yang mengaktifkan, menggerakkan, menyalurkan

dan menggerahkan sikap dan perilaku individu belajar. Menurut, (Undo 2007 : 23)

motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling mempengaruhi yang mana

belajar adalah perubahan tingkah laku secara relative permanen dan secara

potensional yang terjadi sebagai hasil dari praktik atau penguatan (reinforced

practive) yang dilandasi dengan tujuan untuk dicapai. Motivasi belajar dapat

timbul karena adanya faktor-faktor dari luar (intrinsik), sedangkan faktor dari

dalam (ekstrinsiknya) adalah adanya penghargaan, lingkungan belajar yang

kondusif, dan kegiatan belajar yang menarik.

Meurut, Hamalik (2001 : 162-163) Motivasi (intrinsik) adalah yang hidup

dalam diri siswa dan berguna dalam situasi belajar yang fungsional. Motivasi ini

juga bersifat nyata. Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang

disebabkan oleh fakto-faktor dari luar situasi belajar, motivasi ekstrinsik ini tetap

diperlukan di sekolah sebab pengajaran disekolah tidak semuannya menarik minat

siswa atau sesuai dengan kebutuhan siswa, yang mana siswa sering kali belum

memahami untuk apa ia belajar karena itu motivasi terhadap pelajaran itu perlu di

bangkitkan oleh guru sehingga para siswa mau dan ingin belajar. Selanjutnya

menurut, Undo (2007 : 31) Hakekat dari adanya motivasi adalah dorongan internal

dan eksternal pada siswa yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan

tingkah laku pada umumnya ada beberapa indicator meliputi : (1) adanya hasrat

dan keinginan berhasil, (2) adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar, (3)
adanya harapan dan cita – cita masa depan, (4) adanya penghargaan dalam belajar,

(5) adanya kegiatan yang menarik dalam belajar, (6) adanya lingkungan belajar

yang kondusif sehingga memungkinkan seseorang siswa dapat belajar dengan

baik.

F. Teori Belajar Yang Mendukung Model Pembelajaran

1. Teori Belajar Menurut Skinner

Skinner berpendapat bahwa belajar adalah suatu perilaku yang teramati

sehingga pembuatan program pembelajaran itu penting.

2. Teori Belajar Menurut R. Gagne

Belajar adalah proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan,

melewati pengolahan informasi menjadi kapabilitas baru.

3. Teori Belajar Menurut Piaget

Piaget berpendapar bahwa pengetahuan dibentuk oleh individu yang

melakukan interaksi terus menerus dengan lingkungan. Belajar pengetahuan

meliputi tiga fase yaitu, fase eksplorasi, pengenalan konsep dan aplikasi

konsep. Pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru

sedemikian rupa sehingga tingkah laku siswa berubah kearah yang lebih baik.

Salah satu kunci pembelajaran berinteraksi dengan obyek yang konkret dalam

pembelajaran siswa terlibat secara aktif dalam mengamati, mengoperasikan

alat atau bahan menggunakan obyek konkret sebagai bagian dari pelajaran

(Koes, 2003: 3).


4. Teori Belajar Menurut J.Bruner

Dalam proses belajar Bruner memetingkan partisipasi aktif dari tiap siswa,

dan mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan siswa. Untuk

meningkatkan kemampuan belajar perlu lingkungan yang dinamakan

discovery learning environment adalah lingkungan dimana siswa dapat

melakukan eksplorasi, penemuan-penemuan baru yang belum dikenal atau

yang sudah diketahui. Dalam tiap lingkungan selalu ada bermacam – macam

masalah, hubungan-hubungan dan hambatan yang dihayati oleh siswa

(Slamento,2010: 11).

5. Teori Disiplin Mental

Teori disiplin mental memandang bahwa individu memiliki kekuatan,

kemampuan, serta potensi-potensi tertentu yang dapat dikembangkan.

Pengembangan potensi-potensi tersebut dinamakan belajar. Ada beberapa

teori psikologi yang termasuk teori disiplin mental, diantaranya yaitu

psikologi daya, Vorstellungen, dan naturalism romantik. Ketiga teori

psikologi ini memiliki pandangan yang berbeda-beda mengenai proses

pengembangan potensi-potensi tersebut (Rusman, 2012: 385-386).

6. Teori psikologi daya memandang bahwa individu memilki daya-daya seperti

daya mengenal, mengingat, menanggapi, mengkhayal, berpikir, merasakan,

berbuat, dan sebagainya. Menurut teori psikologi daya, belajar adalah latihan

yang dilakukan secara berulang-ulang.

7. Vorstellungen, teori ini memandang bahwa individu memilki kemampuan


untuk melakukan atau menanggapi sesuatu. Menurut teori Vorstellungen

belajar adalah pemberian bahan yang sederhana, penting, dan menarik

sesering mungkin, sehingga akan menjadi stimulasi terjadinya tanggapan-

tanggapan pada kesadaran individu. Kata sesering mungkin memiliki arti

bahwa proses stimulasi dilakukan secara berulang-ulang dan kontinu.

8. Teori Naturalisme Romantik Dari Jean Jacques Rousseau

Teori ini memandang bahwa individu memiliki potensi – potensi atau

kemampuan – kemampuan yang masih terpendam dan memiliki kekuatan

sendiri untuk mengembangkan dirinya secara mandiri. Melalui belajar siswa

diberikan kesempatan untuk mengaktualisasikan potensi – potensi yang masih

terpendam melalui belajar sendiri. Proses pembelajaran berlangsung rileks,

menarik, dan bersifat alamiah (natural).

9. Teori Cognitive – Gestalt- Field Dari Max Wertheimer

Teori ini menekankan pada perilaku atau tingkah laku yang diamati yang

bersifat moral (keseluruhan) atau keterpaduan dari bagian – bagian. teori

cognitive ini lebih menekankan pada aspek mental, hasil belajar yang

diutamakan adalah mengetahui sesuatu sebanyak mungkin melalui aktivitas

mental atau kegiatan berpikir, sedangkan responmerupakan indicator yang

menunjukan sedang terjadi aktivitas mental pada individu yang sedang

belajar. Pengetahuan sebagai hasil belajar berbentuk melalui pengorganisasian

pengetahuan baru yang sudah diinterpretasikan dengan struktur pengetahuan

yang sudah ada ( Rusman, 2012: 387 – 388 ).


Proses belajar pada teori kognitif adalah bentuk – bentuk aktivitas

mental untuk memahami dan menginterpretasikan suatu pengetahuan serta

mengorganisasikannya dengan struktur pengetahuan yang sudah ada. Hilgard

( Sukmadinata, 2003: 171 ) mengemukakan bahwa ada enam ciri – ciri dari

belajar pemahaman yaitu :

a). Pemahaman dipengaruhi oleh pengetahuan dasar.

b). Pemahaman dipengaruhi pengalaman belajar yang lalu.

c). Pemahaman tergantung pada pengaturan situasi.

G. Model Pembelajaran Discovery Learning

Discovery Learning merupakan metode belajar berbasis pencarian,

penyelidikan. Gagasan awal diambil dari Rosseuw, Dewey, Piaget dan Bruner.

Menurut Bruner pembelajaran Discovery Learning adalah pendekatan kognitif

dalam pembelajaran dimana guru menciptakan situasi sehingga siswa dapat belajar

sendiri. Siswa belajar melalui keterlibatan aktif dengan konsep dan prinsip –

prinsip siswa didorong untuk mempunyai pengalaman dan melakukan percobaan

yang memungkinkan mereka menemukan prinsip – prinsip atau pengetahuan bagi

dirinya. Jadi dalam Discovery Learning yang sangat penting adalah siswa sungguh

terlibat pada persoalannya, menemukan prinsip – prinsip atau jawaban lewat suatu

percobaan. Model pembelajaran Discovery Learniing adalah metode belajar yang

didefenisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan

dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan siswa mengorganisasi


sendiri. Yang menarik adalah bahwa Discovery Learning selalu dalam situasi

problem solving (pemecahan masalah), dimana pelajar diharapkan pada

pengalaman sendiri dan pengetahuan awal mereka, untuk menemukan kebenaran

atau pengetahuan baru yang harus dipelajari (Suparmo, 2007: 72).

Kemampuan para siswa dapat dilihat melalui cara mereka berpikir. Ketika

mereka memiliki kemampuan untuk berpikir secara rasional dan kritis. Berpikir

rasional dan kritis adalah perwujudan perilaku yang berkaitan dengan pemecahan

masalah (problem solving). Prinsip dan dasar inilah yang menjadi salah satu

perwujudan para siswa dalam mengaktualisasikan materi pelajaran yang diberikan

oleh guru, untuk itu siswa harus menggunakan kemampuan berpikir untuk melihat

langsung dalam kegiatan belajar (Slamento, 2010: 22).

H. Sintaks Pelaksanaan Model Pembelajaran Discovery Learning

Langkah – langkah berikut ini disarankan dalam merencanakan pembelajaran,


untuk tujuan kemampuan penguasaan konsep fisika yakni :

Tabel 2.1. Sintaks Model Pembelajaran Discovery Learning

Fase Perilaku Guru


 Menyajikan Pertanyaan atau Guru membimbing siswa
Masalah mengidentifikasikan masalah, dan guru
membagi siswa dalam kelompok.
 Membuat Hipotesis Guru memberikan kesempatan pada
siswa untuk mengemukakan pendapat
dalam membentuk hipotesis, guru
membimbing siswa dalam menentukan
hipotesis yang relevan dengan
permasalahan dan memprioritaskan
hipotesis.
 Merancang Eksperimen Guru memberikan kesempatan pada
siswa untuk menentukan langkah –
langkah yang sesuai dengan hipotesis
yang akan dilakukan. Guru
membimbing siswa mengurutkan
langkah – langkah pemecahan masalah.
 Melakukan Diskusi Untuk Guru membimbing siswa mendapatkan
Memperoleh Informasi informasi melalui diskusi.
 Mengumpulkan dan Guru memberi kesempatan pada tiap
Menganalisis data kelompok untuk menyampaikan hasil
pengolahan data yang terkumpul.

 Membuat Kesimpulan Guru membimbing siswa dalam


memberi kesimpulan.
(Sumber : Eggen dan Kauchak 2012: 182 – 188)

I. Kelebihan dan Kekurangan Discovery Learning

Ibrahim ( 2013: 7 ) dalam artikelnya menyatakan bahwa ada beberapa

kelebihan dan kekurangan dari penggunaan model pembelajaran discovery

learning. Kelebihan model pembelajaran discovery learning, antara lai:

1. Membantu peserta didik untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan –

keterampilan dan proses – proses kognitif.

2. Pengetahuan yang diperoleh melalui model ini sangat pribadi ampuh karena
menguatkan pengertian, ingatan, dan transfer.

3. Menimbulkan rasa senang pada peserta didik, karena tumbuhnya rasa

menyelidiki dan berhasil.

4. Model ini memungkinkan peserta didik berkembang dengan cepat dan sesuai

dengan kecepatannya sendiri.

5. Menyebabkan peserta didik mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan

melibatkan akalnya dan motivasi sendiri.

6. Model ini dapat membantu peserta didik memperkuat konsep dirinya, karena

memperoleh kepercayaan bekerjasama dengan yang lainnya.

7. Berpusat pada peserta didik dan guru berperan sama – sama aktif

mengeluarkan gagasan – gagasan. Bahkan guru pun dapat bertindak sebagai

peserta didik, dan sebagai peneliti di dalam situasi diskusi.

8. Meningkatkan tingkat penghargaan pada peserta didik.

9. Memungkinkan peserta didik belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis

sumber belajar.

Kelemahan model pembelajran discovery learning, antara lain :

1. Model ini menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar.

Bagi peserta didik yang kurang pandai, akan mengalami kesulitan abstrak atau

pikiran dalam mengukapkan hubungan antara konsep – konsep, yang tertulis

atau lisan, sehingga pada gilirannya akan menimbulkan frutasi.

2. Model ini tidak efisien untuk mengajar jumlah peserta didik yang banyak,

karena membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka menemukan


teori atau pemecahan masalah lainnya.

3. Harapan – harapan yang terkandung di dalam model ini dapat buyar

berhadapan dengan peserta didik dan guru yang telah terbiasa dengan cara –

cara belajar yang lama.

4. Pada beberapa disiplin ilmu, misalnya IPA kurang fasilitas untuk mengukur

gagasan yang dikemukakan para peserta didik.

5. Tidak menyediakan kesempatan – kesempatan untuk berpikir yang akan

ditemukan oleh peserta didik karena telah dipilih terlebih dahulu oleh guru.

J. Mind Mapping

Salah satu metode pembelajaran yang dapat merangsang siswa untuk

lebih tertarik pada materi pelajaran yang disampaikan guru dan melatih siswa

lebih kreatif yaitu mind mapping. Menurut Tony Buzan (2012:4) Mind mapping

adalah cara mencatat yang kreatif, efektif, dan secara hafiah akan memetakan

pikiran kita. Mind Mapping merupakan suatu teknik mencatat yang

menggunakan kata – kata warna, garis, symbol serta gambar dengan

memaduhkan dan mengembangkan potensi kerja otak yang memudahkan

seseorang untuk mengatur dan mengingat segala bentuk informasi. Selain itu cara

ini juga menenangkan, menyenangkan dan kreatif. Hal ini sesuai dengan

pendapat Zampetakis dan Tsironis (2007) yang mengatakan bahwa Mind

Mapping adalah alat yang bahkan dapat membuat tugas yang membosankan

menjadi yang paling menyenangkan dan menarik, sehingga dapat meningkatkan


konsentarasi dan daya ingat. Dengan menggunakan Mind Mapping maka

kemampuan untuk mengingat dan kreativitas akan meningkat.

Sedangkan, menurut Andri Saaleh (2009:100), Mind Mapping adalah

diagram yang digunakan untuk menggambarkan sebuah tema, ide, atau gagasan

utama dalam materi pelajaran. Dari kedua definisi di atas maka dapat

disimpulkan bahwa mind mapping adalah sebuah cara efektif untuk

menyimpulkan sesuatu materi pembelajaran dengan mengubah teknik verbal

menjadi teknik visualisasi gambar.

Mind Mapping adalah sebuah metode penyimpanan, pengaturan informasi

berbentuk jaringan yang menggunakan kata kunci dan gambar, dan akan

menyimpan ingatan secara spesifik serta mendorong pemikiran dan ide baru.

Setiap kata kunci dalam sebuah mind mapping merupakan fakta, ide dan

informasi yang juga dapat membuka dan melepaskan potensi yang sebenarnya

dari pikiran seseorang. Mind mapping juga merupakan cara mencatat yang

kreatif, efektif, dan secara harfiah akan memetahkan pikiran – pikiran individu

(Buzan, 2007).

Mind mapping dapat dibuat dengan menggunakan tulisan tangan dengan

mengkombinasikan warna, gambar juga cabang – cabang melengkung sesuai

yang diinginkan, sehingga mind mapping menjadi tidak bosan untuk dilihat

secara visual. Mind mapping merekam seluruh informasi melalui symbol,

gambar, garis, kata, dan warna. Catatan yang dihasilkan menggambarkan pola

gagasan yang saling berkaitan dengan topic utam di tengah dan subtopik dengan
rinciannya diletakan pada cabang – cabangnya. Oleh karena itu, catatan dalam

bentuk mind mapping memungkinkan otak dapat lebih mudah memahami ulang

gagasan dalam wancana secara utuh dan menyeluruh. Buzan (2007:5)

menyatakan bahwa mind mapping dapat membantu individu dalam banyak hal

yaitu, mind mapping dapat memberikan pandangan menyeluruh terhadap suatu

pokok permasalahan, mendorong seseorang untuk memecahkan masalah dengan

menemukan penyelesaian yang kreatif, dan mind mapping dapat menjelaskan

semua informasi yang sudah dipeta – petakan.

Sedangkan manfaat mind mapping yang di ambil dari


(http://ikhs.worddpress.com) yaitu :
1. Mempercepat pembelajaran karena mampu memahami konsep yang sama
dengan kerja otak ketika menerima pelajaran.
2. Melihat koneksi antar topik yang satu dengan yang lain yang memiliki
keterkaitan.
3. Membantu brainstorming, maengasah kemampuan otak bekerja.
4. Membantu ide serta gagasan yang mengalir karena tidak selalu ide serta
gagasan dapat mudah direkam.
5. Melihat gambaran suatu gagasan secara luas dan besar, sehingga membantu
otak bekerja secara maksimal dan berpikir besar terhadap suatu gagasan.
6. Menyederhanakan struktur ide dan gagasan.
7. Memudahkan untuk mengingat ide dan gagasan.
8. Meningkatakan daya kreativitas dan inovatif.

Munandar (2004), kreativitas adalah sebuah proses atau kemampuan


mencerminkan kelancaran, keluwesan (fleksibilitas), dan orisinalitas dalam
berpikir, serta kemampuan untuk mengelaborasi ( mengembangkan,
memperkaya, memperinci ), suatu gagasan. Dari definisi tersebut dapat
disimpulkan bahwa kreativitas memainkan peranan penting dan sangat
diperlukan dalam pembelajaran, karena kreativitas dapat mengembangkan
potensi anak. Kreativitas dapat dipandang sebagai bentuk intelejensi. Hal ini
sesuai dengan pendapat Gardner ( dalam Beetlestone 2012:28 ) yang memandang
kreativitas sebagai salah satu dari multiple intelejensi yang meliputi berbagai
fungsi otak.

K. Hakekat Kemampuan Berpikir

Secara sederhana berpikir diartikan sebagai memproses informasi secara

mental atau secara kognitif. Berpikir juga merupakan penyusun ulang atau

manipulasi kognitif baik informasi dari lingkungan maupun symbol – symbol yang

disimpan dalam long term memory. Dalam hal ini berpikir menjadi sebuah

representasi symbol dari beberapa peristiwa atau item. Ada beberapa pengertian

mendasar tentang berpikir, yaitu :

a. Berpikir adalah proses kognitif, yaitu timbul secara internal dalam pikiran

tetapi dapat diperkirakan dari perilaku.

b. Berpikir merupakan sebuah proses yang melibatkan beberapa manipilasi

pengetahuan dalam system kognitif.

c. Berpikir diarahkan pada solusi atau menghasilkan perilaku yang

memecahkan masalah.

Kemampuan individu satu dengan individu yang lain dalam pemecahan

masalah adalah tidak sama, kecepatan seseorang dalam menyelesaikan masalah

antara lain tergantung kepada kemampuan inteligensi seseorang, ketika berpikir


seseorang menghubungkan pengertian satu dengan pengertian yang lain untuk

memecahkan masalah. Pengertian – pengertian tersebut merupakan bahan atau

materi yang digunakan dalam proses berpikir (Latipah, 2012: 107 – 108).

Dengan demikian kemampuan penguasaan konsep siswa dapat dilihat

melalui cara mereka berpikir. Ketika mereka memiliki kemampuan untuk berpikir

secara nasional dan kritis, berarti mereka mampu mengaktualisasikan potensi

berpikir guna menyelesaikan suatu persoalan. Berpikir rasional dan kritis adalah

perwujudan perilaku yang berkaitan dengan pemecahan masalah (problem

solving). Pada umunya, mereka yang berpikir secara rasional dan kritis akan

menggunakan prinsip dan dasar – dasar dalam menjawab pertanyaan, seperti

bagaimana dan mengapa. Dalam hal berpikir, siswa dituntut untuk menggunakan

strategi kognitif tertentu yang tepat untuk menguji gagasan dan pemecahan

(Mohammad, 2012: 61).

Kemampuan berpikir kritis muncul secara perlahan pada masa kanak -

kanak. sampai masa remaja. Namun demikian seringkali siswa pada semua

tingkatan kelas “menelan” begitu saja informasi yang mereka baca dibuku teks,

televise, dan sebagainya, tanpa sikap kritis. siswa akan lebih mungkin melihat

secara kritis dan analitis terhadap informasi baru, jika mereka yakin bahwa suatu

topik akan terus berkembang atau berubah seiring dengan munculnya bukti – bukti

baru. Sebaliknya, siswa cenderung kurang terlibat dalam pemikiran kritis jika

mereka yakin bahwa pengetahuan merupakan entintas yang bersifat mutlak dan

tidak bisa berubah (Latipah, 2012: 126).


Dewey menekankan langkah – langkah yang penting dalam berpikir,

yaitu keadaan keragu – keraguan, kebingungan atau adanya kesulitan yang

didasari terjadi dalam pikiranya, kemudian diteruskan dengan usaha mencari,

menyelidiki, untuk mendapatkan bahan atau informasi guna mengatasi keragu –

keraguan dan kesulitan yang disadarinya itu. Konsep Dewey tentang berpikir itu

menjadi dasar pemecahan masalah sebagai berikut :

a. Adanya kesulitan yang dirasakan atau kesadaran akan adanya masalah.

b. Masalah itu diperjelas dan dibatasi.

c. Mencari informasi atau data dan kemudian data itu diorganisasikan.

d. Mencari hubungan – hubungan untuk merumuskan hipotesis kemudian

hipotesis iytu dinilai, diuji agar dapat ditentukan untuk diterima atau

ditolak.

e. Penerapan pemecahan terhadap masalah yang dihadapi sekaligus berlaku

sebagai pengujian kebenaran pemecahan tersebut untuk dapat sampai pada

kesimpulan (Slamento, 2010: 142-143).

Penguasaan konsep tidak didasarkan pada kemampuan siswa untuk

mengetahui seluruh konsep yang diajarkan, tetapi diantara konsep yang menjadi

pusat perhatian dan konsep lain yang dihubungkan. Dengan demikian dapat

dikatan bahwa penguasaan konsep identik dengan pemahaman konsep, yaitu

sekelompok perubahan tingkat kemampuan siswa yang dipengaruhi oleh

kemampuan berpikir dengan jenjang, ingatan, pemahaman, aplikasi, analisa,

evaluasi, dan kreatif (Asmawati, 2011: 20).


Konsep dipelajari melalui definisi atau pengamatan langsung,

mendengarkan, melihat, mendiskusikan atau membicarakan berbagai – bagai

contoh dari konsepnya. Dalam mengajar konsep itu terdapat tujuan instruksional

dan ada juga macam – macam ( tahap ) kegiatan belajar. Dari proses pembelajaran

yang berlangsung, diharapkan siswa dapat mengusai konsep – konsep dari materi

pelajaran yang sedang dipelajarinya dalam hal ini peenguasaan konsep sangat

penting dimiliki siswa yang telah mengalami pembelajaran.

Dalam belajar konsep fisika seseorang tidak dapat langsung mengetahui

jenjang – jenjang yang lebih tinggi sebelum mengetahui dasar dan bagian – bagian

yang kecil. Oleh karenannya pengusaan konsep fisika harus diimbangi dengan

kemampuan mempelajari gejala – gejala fisis melalui proses dan sikap ilmiah

tertentu. Proses itu misalnya pengamatan eksperimen, sedangkan sikap itu berupa

kemampuan memperoleh penemuan – penemuan yang dapat berupa fakta atau

teori.

Inilah salah satu bukti konkrit implikasi pembelajaran discovery dalam

meningkatkan kognitif dan keterampilan, salah satu implikasi tersebut adalah

kemampuan siswa untuk berpikir kreatif. Hal tersebut bisa dibuktikan dengan

kemampuan mereka dalam memecahkan suatu persoalan yang berkaitan dengan

strategi pembelajaran. Dengan demikian penguasaan konsep yang dimaksud

dengan tingkatan dimana seorang siswa tidak sekedar mengetahui konsep – konsep

fisika, melainkan benar – benar memahami dengan baik, yang ditunjukan oleh

kemampuanya dalam menyelesaikan berbagai persoalan baik yang terkait dengan


konsep itu sendiri maupun penerapannya dalam pembelajaran ( Asmawati, 2011:

20-21 )

L. Ruang Lingkup Gerak Harmonis

Setiap gerak yang terjadi secara berulang dalam selang waktu yang sama

disebut gerak periodic. Karena gerak ini terjadi secara teratur maka disebut juga

sebagai gerak harmonic/harmonis. Apabila suatu partikel melakukan gerak

periodic pada lintasan yang sama maka geraknya disebut gerak osilasi/getaran.

Bentuk yang sederhana dari gerak periodik adalah benda yang berosilasi pada

ujung pegas. Karenannya kita menyebutnya gerak harmonis sederhana. Banyak

jenis gerak lain ( osilasi dawai, roda keseimbangan arloji, atom dalam molekul,

dan sebagainnya ) yang mirip dengan jenis gerakan ini, sehingga pada kesempatan

ini kita akan membahasnya secara mendetail ( dikutip dari: Buku fisika XI

penerbit. airlangga, Marten Kanginan ).

Dalam kehidupan sehari – hari, gerak bolak balik benda yang bergetar

terjadi tidak tepat sama karena pengaruh gaya gesekan, Ketika kita memainkan

gitar, senar gitar tersebut akan berhenti bergetar apabila kita menghentikan

petikan. Demikian juga bandul yang berhenti berayun jika tidak digerakan secara

berulang. Hal ini disebabkan karena adanya gaya gesekan. Gaya gesekan

menyebabkan benda – benda tersebut berhenti berosilasi. Jenis getaran seperti ini

disebut getaran harmonik teredam. Walaupun kita tidak dapat menghindari

gesekan, kita dapat meniadakan efek redaman dengan menambahkan energi ke


dalam sistem yang berosilasi untuk mengisi kembali energi yang hilang akibat

gesekan, salah satu contohnya adalah pegas dalam arloji yang sering kita pakai.

Pada kesempatan ini kita hanya membahas gerak harmonic sederhana secara

mendetail, Karena dalam kehidupan sehari – hari terdapat banyak jenis gerak yang

menyerupai system ini. Marten Kanginan ( 2005-48-53 ).

M. Gerak Harmonis Sederhana

Gerak harmonis sederhana yang dapat dijumpai dalam kehidupan sehari – hari

adalah getaran benda pada pegas dan getaran benda pada ayunan sederhana kita

akan mempelajarinya satu persatu.

Gerak Harmonik Sederhana pada Ayunan

Gambar 2.2 ayunan bandul

Ketika beban digantungkan pada ayunan dan tidak diberikan gaya maka

benda akan diam di titik kesetimbangan B. Jika beban ditarik ke titik A dan
dilepaskan, maka beban akan bergerak ke B,C, lalu kembali lagi ke A. Gerakan

beban akan terjadi berulang secara periodik, dengan kata lain beban pada ayunan

di atas melakukan gerak harmonic sederhana. Marten Kanginan ( 2005:48-54 ).

Besaran fisika pada Gerak Harmonik Sederhana pada ayunan sederhana

1. Periode ( T )

Benda yang bergerak harmonis sederhana pada ayunan sederhana

memiliki periode alias waktu yang dibutuhkan benda untuk melakukan

satu getaran secara lengkap. Benda melakukan getaran secara lengkap

apabila benda mulai bergerak dari titik di mana benda tersebut dilepaskan

dan kembali lagi ke titik tersebut. Pada contoh di atas, benda mulai

bergerak dari titik A lalu ke titik B, titik C dan kembali lagi ke B dan A.

Urutannya adalah A-B-C-B-A. Seandainya benda dilepaskan dari titik C

maka urutan gerakannya adalah C-B-A-B-C. Jadi periode ayunan ( T )

adalah waktu yang diperlukan benda untuk melakukan suatu getaran

( disebut satu getaran jika benda bergerak dari titik di mana benda tersebut

mulai bergerak dan kembali lagi ke titik tersebut ). Satuan periode adalah

sekon atau detik. Marten Kanginan ( 2005:48-53 ).

2. Frekuensi ( f )

Selain periode, terdapat juga frekuensi atau banyaknya getaran yang

dilakukan oleh benda selama satu detik. Yang dimaksudkan dengan

getaran disini adalah getaran lengkap. Satuan frekuensi adalah 1/sekon

atau s-1. 1/sekon atau s-1 disebut juga hertz, menghargai seorang fisikawan.
Hertz adalah nama seorang fisikawan tempo doeloe. Silahkan baca

biografinya untuk mengenal almahrum eyang Hertz lebih dekat.

3. Hubungan antara Periode dan Frekuensi

Frekuensi adalah banyaknya getaran yang terjadi selama satu detik/sekon.

Dengan demikian selang waktu yang dibutuhkan untuk melakukan satu

getaran

1 getaran 1
1 sekon= sekon … … … … … … … … … .(1)
f getaran f

Selang waktu yang dibutuhkan untuk melakukan satu getaran adalah

periode. Dengan demikian, secara matematis hubungan antara periode dan

frekuensi adalah sebagai berikut :

1 1
T = f = … … … … … … … … … … … … … … … … … ..(2)
f T

4. Amplitudo

Pada ayunan sederhana, selain periode dan frekuensi, terdapat juga

amplitude. Amplitudo adalah perpindahan maksimum dari titik

kesetimbangan. Pada contoh ayunan sederhana sesuai dengan gambar di

atas, amplitude getaran adalah jarak AB atau BC Marten Kanginan

( 2005:48-58 ).

X = A sin ω t……………………………………………..( 3 )

Dimana :

A : amplitude

ω : kecepatan sudut
t : periode

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian
B. Lokasi dan Waktu Pelaksanaan

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMA NEGERI 2 SALAHUTU

2. Waktu Penelitian

setelah proposal diseminarkan

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Pupulasi digunakan pada penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas

X SMA Negeri 2 Salahutu yang terdiri atas

2. Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

D. Variabel Penelitian

E. Instrumen Penelitian

F. Teknik Pengumpulan Data

G. Teknik Analisis Data

Anda mungkin juga menyukai