Anda di halaman 1dari 8

A.

Kasus :

Suatu hari ada seorang bapak-bapak dibawa oleh keluarganya ke salah satu Rumah Sakit di
kota Surakarta dengan gejala demam dan diare kurang lebih selama 6 hari. Selain itu bapak-bapak
tersebut (Tn. A) menderita sariawan sudah 3 bulan tidak sembuh-sembuh, dan berat badannya turun
secara berangsur-angsur. Semula Tn. A badannya gemuk tapi 3 bulan terakhir ini badannya kurus dan
telah turun 10 Kg dari berat badan semula. Tn. A ini merupakan seorang sopir truk yang sering pergi
keluar kota karena tuntutan kerjaan bahkan jarang pulang, kadang-kadang 2 minggu sekali bahkan
sebulan sekali.

Tn. A masuk UGD kemudian dari dokter untuk diopname di ruang penyakit dalam karena
kondisi Tn. A yang sudah sangat lemas. Keesokan harinya dokter yang menangani Tn. A melakukan
visit kepada Tn. A, dan memberikan advice kepada perawatnya untuk dilakukan pemeriksaan
laboratorium dengan mengambil sampel darahnya. Tn. A yang ingin tahu sekali tentang penyakitnya
meminta perawat tersebut untuk segera memberi tahu penyakitnya setelah didapatkan hasil
pemeriksaan. Sore harinya pukul 16.00 WIB hasil pemeriksaan telah diterima oleh perawat tersebut
dan telah dibaca oleh dokternya. Hasilnya mengatakan bahwa Tn. A positif terjangkit penyakit
HIV/AIDS. Kemudian perawat tersebut memanggil keluarga Tn. A untuk menghadap dokter yang
menangani Tn. A. Bersama dokter dan seijin dokter tersebut, perawat menjelaskan tentang kondisi
pasien dan penyakitnya. Keluarga terlihat kaget dan bingung. Keluarga meminta kepada dokter
terutama perawat untuk tidak memberitahukan penyakitnya ini kepada Tn. A. Keluarga takut Tn. A
akan frustasi, tidak mau menerima kondisinya dan dikucilkan dari masyarakat.

Perawat tersebut mengalami dilema etik dimana satu sisi dia harus memenuhi permintaan
keluarga namun di sisi lain perawat tersebut harus memberitahukan kondisi yang dialami oleh Tn. A
karena itu merupakan hak pasien untuk mendapatkan informasi.

Analisa kasus :

Kasus diatas menjadi suatu dilema etik bagi perawat dimana dilema etik itu didefinisikan
sebagai suatu masalah yang melibatkan dua ( atau lebih ) landasan moral suatu tindakan tetapi tidak
dapat dilakukan keduanya. Ini merupakan suatu kondisi dimana setiap alternatif tindakan memiliki
landasan moral atau prinsip. Pada dilema etik ini sukar untuk menentukan yang benar atau salah dan
dapat menimbulkan kebingungan pada tim medis yang dalam konteks kasus ini khususnya pada
perawat karena dia tahu apa yang harus dilakukan, tetapi banyak rintangan untuk melakukannya.
Menurut Thompson & Thompson (1981) dilema etik merupakan suatu masalah yang sulit dimana tidak
ada alternatif yang memuaskan atau situasi dimana alternatif yang memuaskan atau tidak
memuaskan sebanding. Untuk membuat keputusan yang etis, seorang perawat harus bisa berpikir
rasional dan bukan emosional.

Perawat tersebut berusaha untuk memberikan pelayanan keperawatan yang sesuai dengan
etika dan legal yaitu dia menghargai keputusan yang dibuat oleh pasien dan keluarga. Selain itu dia
juga harus melaksanakan kewajibannya sebagai perawat dalam memenuhi hak-hak pasien salah
satunya adalah memberikan informasi yang dibutuhkan pasien atau informasi tentang kondisi dan
penyakitnya. Hal ini sesuai dengan salah satu hak pasien dalam pelayanan kesehatan menurut
American Hospital Assosiation dalam Bill of Rights. Memberikan informasi kepada pasien merupakan
suatu bentuk interaksi antara pasien dan tenaga kesehatan. Sifat hubungan ini penting karena
merupakan faktor utama dalam menentukan hasil pelayanan kesehatan. Keputusan keluarga pasien
yang berlawanan dengan keinginan pasien tersebut maka perawat harus memikirkan alternatif-
alternatif atau solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut dengan berbagai konsekuensi dari
masing-masing alternatif tindakan.

Dalam pandangan Etika penting sekali memahami tugas perawat agar mampu memahami
tanggung jawabnya. Perawat perlu memahami konsep kebutuhan dasar manusia dan bertanggung
jawab dalam memenuhi kebutuhan dasar tersebut tidak hanya berfokus pada pemenuhan kebutuhan
fisiknya atau psikologisnya saja, tetapi semua aspek menjadi tanggung jawab perawat. Etika perawat
melandasi perawat dalam melaksanakan tugas-tugas tersebut. Dalam pandangan etika keperawatan,
perawat memilki tanggung jawab (responsibility) terhadap tugas-tugasnya.

Penyelesaian kasus dilema etik seperti ini diperlukan strategi untuk mengatasinya karena
tidak menutup kemungkinan akan terjadi perbedaan pendapat antar tim medis yang terlibat termasuk
dengan pihak keluarga pasien. Jika perbedaan pendapat ini terus berlanjut maka akan timbul masalah
komunikasi dan kerjasama antar tim medis menjadi tidak optimal. Hal ini jelas akan membawa dampak
ketidaknyamanan pasien dalam mendapatkan pelayanan keperawatan. Berbagai model pendekatan
bisa digunakan untuk menyelesaikan masalah dilema etik ini antara lain model dari Megan, Kozier dan
Erb, model Murphy dan Murphy, model Levine-ariff dan Gron, model Curtin, model Purtilo dan Cassel,
dan model Thompson dan thompson.

Berdasarkan pendekatan model Megan, maka kasus dilema etik perawat yang merawat Tn. A
ini dapat dibentuk kerangka penyelesaian sebagai berikut :

1. Mengkaji situasi

Dalam hal ini perawat harus bisa melihat situasi, mengidentifikasi masalah/situasi dan menganalisa
situasi. Dari kasus diatas dapat ditemukan permasalahan atau situasi sebagai berikut :

• Tn. A menggunakan haknya sebagai pasien untuk mengetahui penyakit yang dideritanya
sekarang sehingga Tn. A meminta perawat tersebut memberikan informasi tentang hasil
pemeriksaan kepadanya.
• Rasa kasih sayang keluarga Tn. A terhadap Tn. A membuat keluarganya berniat
menyembunyikan informasi tentang hasil pemeriksaan tersebut dan meminta perawat untuk tidak
menginformasikannya kepada Tn. A dengan pertimbangan keluarga takut jika Tn. A akan frustasi
tidak bisa menerima kondisinya sekarang
• c. Perawat merasa bingung dan dilema dihadapkan pada dua pilihan dimana dia harus
memenuhi permintaan keluarga, tapi disisi lain dia juga harus memenuhi haknya pasien untuk
memperoleh informasi tentang hasil pemeriksaan atau kondisinya.
2. Mendiagnosa Masalah Etik Moral
Berdasarkan kasus dan analisa situasi diatas maka bisa menimbulkan permasalahan etik moral jika
perawat tersebut tidak memberikan informasi kepada Tn. A terkait dengan penyakitnya karena itu
merupakan hak pasien untuk mendapatkan informasi tentang kondisi pasien termasuk
penyakitnya.

3. Membuat Tujuan dan Rencana Pemecahan

Alternatif-alternatif rencana harus dipikirkan dan direncanakan oleh perawat bersama tim medis
yang lain dalam mengatasi permasalahan dilema etik seperti ini. Adapun alternatif rencana yang
bisa dilakukan antara lain :

a. Perawat akan melakukan kegiatan seperti biasa tanpa memberikan informasi hasil
pemeriksaan/penyakit Tn. A kepada Tn. A saat itu juga, tetapi memilih waktu yang tepat ketika
kondisi pasien dan situasinya mendukung.

Hal ini bertujuan supaya Tn. A tidak panic yang berlebihan ketika mendapatkan
informasi seperti itu karena sebelumnya telah dilakukan pendekatan-pendekatan oleh
perawat. Selain itu untuk alternatif rencana ini diperlukan juga suatu bentuk motivasi/support
sistem yang kuat dari keluarga. Keluarga harus tetap menemani Tn. A tanpa ada sedikitpun
perilaku dari keluarga yang menunjukkan denial ataupun perilaku menghindar dari Tn. A.
Dengan demikian diharapkan secara perlahan, Tn. A akan merasa nyaman dengan support
yang ada sehingga perawat dan tim medis akan menginformasikan kondisi yang sebenarnya.

Ketika jalannya proses sebelum diputuskan untuk memberitahu Tn. A tentang


kondisinya dan ternyata Tn. A menanyakan kondisinya ulang, maka perawat tersebut bisa
menjelaskan bahwa hasil pemeriksaannya masih dalam proses tim medis.

Alternatif ini tetap memiliki kelemahan yaitu perawat tidak segera memberikan
informasi yang dibutuhkan Tn. A dan tidak jujur saat itu walaupun pada akhirnya perawat
tersebut akan menginformasikan yang sebenarnya jika situasinya sudah tepat. Ketidakjujuran
merupakan suatu bentuk pelanggaran kode etik keperawatan.

b. Perawat akan melakukan tanggung jawabnya sebagai perawat dalam memenuhi hak-hak pasien
terutama hak Tn. A untuk mengetahui penyakitnya, sehingga ketika hasil pemeriksaan sudah
ada dan sudah didiskusikan dengan tim medis maka perawat akan langsung
menginformasikan kondisi Tn. A tersebut atas seijin dokter.

Alternatif ini bertujuan supaya Tn. A merasa dihargai dan dihormati haknya sebagai
pasien serta perawat tetap tidak melanggar etika keperawatan. Hal ini juga dapat berdampak
pada psikologisnya dan proses penyembuhannya. Misalnya ketika Tn. A secara lambat laun
mengetahui penyakitnya sendiri atau tahu dari anggota keluarga yang membocorkan
informasi, maka Tn. A akan beranggapan bahwa tim medis terutama perawat dan keluarganya
sendiri berbohong kepadanya. Dia bisa beranggapan merasa tidak dihargai lagi atau berpikiran
bahwa perawat dan keluarganya merahasiakannya karena ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS)
merupakan “aib” yang dapat mempermalukan keluarga dan Rumah Sakit. Kondisi seperti
inilah yang mengguncangkan psikis Tn. A nantinya yang akhirnya bisa memperburuk keadaan
Tn. A. Sehingga pemberian informasi secara langsung dan jujur kepada Tn. A perlu dilakukan
untuk menghindari hal tersebut.

Kendala-kendala yang mungkin timbul :

1) Keluarga tetap tidak setuju untuk memberikan informasi tersebut kepada Tn. A

Sebenarnya maksud dari keluarga tersebut adalah benar karena tidak ingin Tn.
A frustasi dengan kondisinya. Tetapi seperti yang diceritakan diatas bahwa ketika Tn. A
tahu dengan sendirinya justru akan mengguncang psikisnya dengan anggapan-
anggapan yang bersifat emosional dari Tn. A tersebut sehingga bisa memperburuk
kondisinya. Perawat tersebut harus mendekati keluarga Tn. A dan menjelaskan tentang
dampak-dampaknya jika tidak menginformasikan hal tersebut. Jika keluarga tersebut
tetap tidak mengijinkan, maka perawat dan tim medis lain bisa menegaskan bahwa
mereka tidak akan bertanggung jawab atas dampak yang terjadi nantinya. Selain itu
sesuai dengan Kepmenkes 1239/2001 yang mengatakan bahwa perawat berhak
menolak pihak lain yang memberikan permintaan yang bertentangan dengan kode etik
dan profesi keperawatan.

2) Keluarga telah mengijinkan tetapi Tn. A denial dengan informasi yang diberikan
perawat.

Denial atau penolakan adalah sesuatu yang wajar ketika seseorang sedang
mendapatkan permasalahan yang membuat dia tidak nyaman. Perawat harus tetap
melakukan pendekatan-pendekatan secara psikis untuk memotivasi Tn. A. Perawat juga
meminta keluarga untuk tetap memberikan support sistemnya dan tidak menunjukkan
perilaku mengucilkan Tn. A tersebut. Hal ini perlu proses adaptasi sehingga lama
kelamaan Tn. A diharapkan dapat menerima kondisinya dan mempunyai semangat
untuk sembuh.
4. Melaksanakan Rencana

Alternatif-alternatif rencana tersebut harus dipertimbangkan dan didiskusikan dengan tim medis
yang terlibat supaya tidak melanggar kode etik keperawatan. Sehingga bisa diputuskan mana
alternatif yang akan diambil. Dalam mengambil keputusan pada pasien dengan dilema etik harus
berdasar pada prinsip-prinsip moral yang berfungsi untuk membuat secara spesifik apakah suatu
tindakan dilarang, diperlukan atau diizinkan dalam situasi tertentu ( John Stone, 1989 ), yang
meliputi :

a. Autonomy / Otonomi

Pada prinsip ini perawat harus menghargai apa yang menjadi keputusan pasien dan
keluarganya tapi ketika pasien menuntut haknya dan keluarganya tidak setuju maka perawat
harus mengutamakan hak Tn. A tersebut untuk mendapatkan informasi tentang kondisinya.

b. Benefesience / Kemurahan Hati

Prinsip ini mendorong perawat untuk melakukan sesuatu hal atau tindakan yang baik
dan tidak merugikan Tn. A. Sehingga perawat bisa memilih diantara 2 alternatif diatas mana
yang paling baik dan tepat untuk Tn. A dan sangat tidak merugikan Tn. A

c. Justice / Keadilan

Perawat harus menerapkan prinsip moral adil dalam melayani pasien. Adil berarti Tn.
A mendapatkan haknya sebagaimana pasien yang lain juga mendapatkan hak tersebut yaitu
memperoleh informasi tentang penyakitnya secara jelas sesuai dengan
konteksnya/kondisinya.

d. Nonmaleficience / Tidak merugikan

Keputusan yang dibuat perawat tersebut nantinya tidak menimbulkan kerugian pada
Tn. A baik secara fisik ataupun psikis yang kronis nantinya.

e. Veracity / Kejujuran

Perawat harus bertindak jujur jangan menutup-nutupi atau membohongi Tn. A


tentang penyakitnya. Karena hal ini merupakan kewajiban dan tanggung jawab perawat untuk
memberikan informasi yang dibutuhkan Tn. A secara benar dan jujur sehingga Tn. A akan
merasa dihargai dan dipenuhi haknya.

f. Fedelity / Menepati Janji

Perawat harus menepati janji yang sudah disepakati dengan Tn. A sebelum dilakukan
pemeriksaan yang mengatakan bahwa perawat bersdia akan menginformasikan hasil
pemeriksaan kepada Tn. A jika hasil pemeriksaannya sudah selesai. Janji tersebut harus tetap
dipenuhi walaupun hasilnya pemeriksaan tidak seperti yang diharapkan karena ini
mempengaruhi tingkat kepercayaan Tn. A terhadap perawat tersebut nantinya.

g. Confidentiality / Kerahasiaan

Perawat akan berpegang teguh dalam prinsip moral etik keperawatan yaitu
menghargai apa yang menjadi keputusan pasien dengan menjamin kerahasiaan segala
sesuatu yang telah dipercayakan pasien kepadanya kecuali seijin pasien.

Berdasarkan pertimbangan prinsip-prinsip moral tersebut keputusan yang bisa diambil


dari dua alternatif diatas lebih mendukung untuk alternatif ke-2 yaitu secara langsung
memberikan informasi tentang kondisi pasien setelah hasil pemeriksaan selesai dan didiskusikan
dengan semua yang terlibat. Mengingat alternatif ini akan membuat pasien lebih dihargai dan
dipenuhi haknya sebagai pasien walaupun kedua alternatif tersebut memiliki kelemahan masing-
masing. Hasil keputusan tersebut kemudian dilaksanakan sesuai rencana dengan pendekatan-
pendekatan dan caring serta komunikasi terapeutik.

5. Mengevaluasi Hasil

Alternatif yang dilaksanakan kemudian dimonitoring dan dievaluasi sejauh mana Tn. A
beradaptasi tentang informasi yang sudah diberikan. Jika Tn. A masih denial maka
pendekatan-pendekatan tetap terus dilakukan dan support sistem tetap terus diberikan
yang pada intinya membuat pasien merasa ditemani, dihargai dan disayangi tanpa ada rasa
dikucilkan.

B. Aspek medikolegal
1. Persetujuan tindakan medis/informed consent untuk pasien paliatif.
Pasien harus memahami pengertian, tujuan dan pelaksanaan perawatan paliatif
. Pelaksanaan informed consent atau persetujuan tindakan kedokteran pada da
sarnya dilakukan sebagaimana telah diatur dalam peraturan perundang-
undangan. Meskipun pada umumnya hanya tindakan kedokteran (medis) yang
membutuhkan informed consent, tetapi pada perawatan paliatif sebaiknya seti
ap tindakan yang berisiko dilakukan informed consent. Baik penerima informasi
maupun pemberi persetujuan diutamakan pasien sendiriapabila ia masih komp
eten, dengan saksi anggota keluarga terdekatnya. Waktu yangcukup agar diberi
kan kepada pasien untuk berkomunikasi dengan keluargaterdekatnya. Dalam ha
l pasien telah tidak kompeten, maka keluarga terdekatnyamelakukannya atas n
ama pasien.
Tim perawatan paliatif sebaiknya mengusahakan untuk memperoleh pesan atau
pernyataan pasien pada saat ia sedang kompeten tentang apa yang harus atau
bolehatau tidak boleh dilakukan terhadapnya apabila kompetensinya kemudian
menurun(advanced directive). Pesan dapat memuat secara eksplisit tindakan ap
a yang bolehatau tidak boleh dilakukan, atau dapat pula hanya menunjuk seseo
rang yang nantinya akan mewakilinya dalam membuat keputusan pada saat ia ti
dak kompeten.Pernyataan tersebut dibuat tertulis dan akan dijadikan panduan
utama bagi timperawatan paliatif. Pada keadaan darurat, untuk kepentingan ter
baik pasien, tim perawatan paliatif dapat melakukan tindakan kedokteran yang
diperlukan, dan informasi dapatdiberikan pada kesempatan pertama.

C. Cara menghadapi pasien mengalami masalah psikologi,sosial, dan spiritual


PALIATIVE CARE PLANE ( RENCANA ASUHAN PERAWATAN PALLIATIVE)
Melibatkan seorang partnership antara anak, keluarga, orang tua, pegawai, guru,
staff sekolah dan
petugas keseatan yang professional, Suport phisik, emosinal, pycososial, dan
spiritual khususnya,
elibatkan anak pada self care, Anak memerlukan atau membutuhkan gambaran
dan kondisi (kondisi
penyakit terminalnya) secara bertahap, tepat dan sesuai, Menyediakan diagnostic
atau kebutuhan
intervensi terapeutik guna memperhatikan/memikirkan konteks tujuan dan
pengaharapan dari anak dan
keluarga (Doyle, Hanks and Macdonald, 2003: 42)
PERAN SPIRITUAL DALAM PALLIATIVE CARE
Beberapa tahun terakhir, telah terjadi peningkatan dramatis dalam agama dan
keyakinan spiritual
sebagai sumber kekuatan dan dukungan dalam penyakit fisik yang serius
Profesional kesehatan
memberikan perawatan medis menyadari pentingnya pasien dalam memenuhi
'kebutuhan spiritual dan
keagamaan. (Woodruff , 2004: 1)
Sebuah pendekatan kasihan kebutuhan ini meningkatkan kemungkinan pemulihan
atau perbaikan.
Dalam contoh terburuk, ia menawarkan kenyamanan dan persiapan untuk individu
melalui proses
traumatis penyakit terakhir sebelum kematian. (Doyle, Hanks and Macdonald,
2003 :101)
Studi pasien dengan penyakit kronis atau terminal telah menunjukkan insiden
tinggi depresi dan
gangguan mental lainnya. Dimensi lain adalah bahwa tingkat depresi adalah
sebanding dengan tingkat.
D. Pengkajian nyeri OPQRSTUV
Onset : Tentukan kapan rasa tidak nyaman dimulai. Kapan mulainya? Akut atau bertahap?
Provokasi : Tanyakan apa yang membuat nyeri atau rasa tidak nyaman memburuk, apakah posisi?
Apakah bernafas dalam atau palpasi pada perut membuatnya lebih buruk? Apakah nyeri menetap?

Quality : Kualitas, nilailah jenis nyeri yang menanyakan pertanyaan terbuka : seperti apa nyeri yang
anda rasakan? Atau berikan alternatif : terdapat banyak jenis nyeri, apakah nyeri yang anda rasakan
lebih seperti rasa berat, tekanan, terbakar, teriris, nyeri tumpul, tajam atau seperti ditusuk jarum?

Radiation/Region : adalah daerah perjalanan nyeri menjalar, tanyakan apakah nyeri menjalar ke
bagian tubuh yang lain.

Severity : keparahan atau intensitas nyeri, berikan nilai nyeri pada skala 1-10. Setelah beberapa
menit pemberian oksigen atau pil nitrogliserin nilai kembali.

Treatment : Usaha meredakan nyeri. Tanyakan tindakan apa yang dilakukan pasien untuk
mengatasi nyerinya?

Understanding : Bagaimana persepsi nyeri klien? Apakah pernah merasakan nyeri sebelumnya?
Jika iya, apa masalahnya?

Values : Tujuan dan harapan untuk nyeri yang diderita pasien.

Anda mungkin juga menyukai