Anda di halaman 1dari 3

Bagaimana penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) di era reformasi?

Salah satu agenda utama pemerintah di era reformasi sekarang ini adalah penegakan
HAM. Agenda tersebut sejalan dengan amanat konstitusi dalam perubahan UUD 1945. Pasal
28I Ayat (4) UUD 1945 menyatakan “Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan
hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah”. Tanggungjawab
terhadap hak asasi manusia memiliki spektrum yang sangat luas, walaupun dapat
diklasifikasikan menjadi dua kelompok besar, yaitu hak sipil – politik dan hak ekonomi,
sosial, dan budaya. UUD 1945 sebagai hukum tertinggi telah memberikan jaminan HAM
secara mendetail dalam 37 butir ketentuan.
Sekarang ini, ada banyak kasus pelanggaran HAM di masa lampau yang kembali
disuarakan agar dapat diselesaikan. Lahirnya hukum-hukum diera reformasi untuk mengatur
penegakan HAM ternyata tidak membuat kemajuan dalam hal HAM. Hal tersebut disebabkan
karena kurangnya perhatian pemerintah terhadap HAM, bahkan justru pemerintah lebih
cenderung bersifat apatis. Selain itu juga dinilai proses perubahan demokrasi saat ini
mengalami kemandekan. Jika diamati dari segi pandang yang objektif, penyelesaian kasus-
kasus yang terjadi di Indonesia saat inipun dirasa mengalami kemacetan seperti kasus
peristiwa Trisakti-Semanggi I sampai Semanggi II, peristiwa Wamena-Wasior, peristiwa
kerusuhan 13-15 Mei 1998, peristiwa penghilangan orang secara paksa, dan peristiwa
Talangsari 1989 yang berkali-kali dikembalikan oleh pihak Kejaksaan Agung kepada
Komnas HAM.
Selain itu, bahkan muncul juga permasalahan dalam penegakan HAM di Indonesia
pada era reformasi. Beberapa diantaranya, yaitu:
1. Kurangnya pemahaman tentang HAM
Kurangnya pemahaman HAM saat ini dikarenakan adanya pemikiran-
pemikiran yang menangkap pemahaman HAM dari sisi formalnya saja. Dimana
dalam sisi ini HAM hanya dilihat dari segi yang tertulis dalam “Declaration of Human
Rights” atau sebagaimana yang tertulis dalam Undang-undang Nomor 39 tahun 1999
tentang HAM. Namun pada dasarnya untuk mencapai penegakan itu, seharusnya kita
memandang HAM dari berbagai sisi dimensi, karena dalam pemahaman HAM itu
sendiri didalamnya tertanam berbagai konsep seperti politik, hukum, sosiologi,
ekonomi, dan realitas kehidupan masyarakat masa kini. Jika tahap ini dapat ditangkap
melalui proses pembelajaran, pemahaman, penghayatan, dan yang akhirnya dapat
diyakini, maka kita dapat menjadikan HAM sebagai wawasan perkembangan
nasional.

2. Hak kelompok minoritas terusik


Indonesia merupakan suatu negara yang didalamnya terdiri dari beragam
budaya, suku,  dan ras/enis. Oleh sebab itu terkadang keberagaman tersebut
menimbulkan adanya perasaan untuk selalu menjunjung nilai ataupun ideologi yang
dimiliki sendiri. Selain itu juga Indonesia terdiri dari beragam agama seperti islam,
nasrani, budha, hindu, dan konghucu. Hal tersebut juga diakui oleh pemerintah yang
tercantum dalam pasal 29 ayat 2 Undang-undang dasar Negara Kesatuan Republik
Idonesia.
Perbedaan masih belum mampu diterima secara utuh oleh rakyat kita yang
notabene terdiri dari beragam suku bangsa, agama, kepercayaan, budaya, dan adat
istiadat. Hal ini terlihat dari banyaknya sengketa yang mewarnai era reformasi dewasa
ini yang diakibatkan oleh perbedaan yang ada ditengah-tengah masyarakat kita,
misalnya dalam agama islam seperti aliran ahmadiyah. Jika kita melihat dari aspek
hak asasi manusia, hal tersebut termasuk pelanggaran HAM, karena telah mengusik
keberadaan suatu kelompok, dan bahkan ingin memusnahkannya.

3. Kurangnya pengalaman
Pada konsep sebelumnya kita telah membahas bahwa HAM tidak dapat dilihat
dari konsep resmi saja, melainkan juga harus dilihat dari segi multidimensionalnya.
Kurangnya pemahaman mengenai HAM ini menyebabkan pemerintah kita harus
menjalin kerja sama dengan negara lain untuk mencari gagasan, memberikan proteksi
perlindungan HAM, persepsi dan pemahaman bersama mengenai HAM, namun kita
tidak boleh terlarut dalam proses kerja sama tersebut, karena kita mengetahui bahwa
setiap kerja sama pastinya selalu diboncengi dengan mencari suatu keuntungan,
sehingga dapat membuat tujuan kita melenceng dari tujuan awal yang telah
drencanakan. Hal tersebutlah yang harus kita waspadai apabila menjalin kerja sama
dengan negara lain.

4. Kemiskinan
Kemiskinan merupakan salah satu sumber penghambat ketercapaian dalam
penegakan HAM, karena kemiskinan identik dengan pengetahuan yang minim
sedangkan pengetahuan itu erat kaitannya dengan pendidikan. Jika negara kita miskin
sudah jelas kita tergolong negara dengan mayarakat yang kurang berpendidikan, dan
untuk memahami HAM itu sendiri juga diperlukannya pengetahuan agar tidak susah
dalam menerima sebuah aturan negara misalnya HAM akan tetapi pemberantasan
kemiskinan ini sudah banyak dibahas dibeberapa negara, namun belum diketahui
solusi yang pas, karena ide untuk memberantas kemiskinan hanya mampu
memobilisasi masyarakat tanpa menambah sepersen uang pun ke dalam kantong-
kantong orang miskin.

Selain permasalahan yang muncul, muncul juga berbagai HAM pada era reformasi,
seperti:
1. Hak asasi berpolitik
Setiap warga negara yang hidup dalam sebuah negara yang menganut hak
asasi manusia tentunya dapat merasakan kebebasan bernorma yang telah diberikan.
Misalnya kebebasan dalam berpolitik, seperti kebebasan/hak untuk dipilih atau
memilih, hak ikut serta dalam pemerintahan, hak membuat dan mendirikan partai
politik atau orgnisasi-organisasi lainnya, hak untuk melakukan pengoreksian terhadap
kinerja pemerintah dan hak untuk membuat dan mengajukan usulan atau petisi.
Dengan adanya kebebasan menjalankan haknya tersebut, diharapkan masyarakat
mampu berperan aktif menggunakannya sesuai dengan tujuan, bukan berarti dengan
diberikannya kebebasan tersebut seolah-olah tidak mempunyai batasan terhadap
segala hal aturan.

2. Hak asasi hukum
Negara Indonesia negara hukum, oleh karenanya dalam pelaksanaan
penegakan suatu hukum diharapkan seoptimal mungkin, kemudian dengan adanya
hak asasi hukum tersebut setiap warga negara mempunyai hak untuk mendapatkan
jaminan keamanan, perlakuan yang sama dimata hukum, hak mendapatkan layanan
dan perlindungan hukum, bahkan juga dalam hukum ini terdapat aturan dalam hak
untuk menjadi pegawai negeri. Dengan adanya jaminan hukum tersebut, sehingga
memberikan kemudahan bagi setiap rakyatnya untuk tetap menjalankan aktifitasnya
tanpa harus was-was ataupun takut dalam menjalankan setiap aktifitasnya. 
3. Hak asasi ekonomi
Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki sumber daya
alam yang begitu melimpah, dengan adanya kelebihan ini para rakyat diberikan jalan
untuk mengembangkan perekonomian, mulai dari hak kebebasan melakukan kegiatan
jual beli, kebebasan mengadakan perjanjian kontrak, kebebasan menyelenggarakan
sewa-menyewa, hutang-piutang, dan hak memiliki dan mendapatkan pekerjaan yang
layak. Dengan adanya hak ini bangsa Indonesia diharapkan untuk berlomba-lomba
memperoleh kehidupan yang lebih layak dengan jalan yang dapat terkontrol.

4. Hak asasi sosial


Dalam kehidupan bermasyarakat, tentunya dibutuhkan adanya interaksi seperti
saling berkomunikasi satu sama lain, karena dunia sosial juga merupakan penentu
sebuah keberhasilan. Dalam kehidupan sosial hak-hak yang dapat diperoleh yaitu hak
menentukan, memilih dan mendapatkan pendidikan, hak mendapakan pengajaran, hak
untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan minat. Hal itu dapat
memberikan kemudahan bagi berlangsungnya kehidupan sosial yang baik.

Di era reformasi juga muncul kesadaran bahwa praktik pelanggaran HAM yang telah
banyak terjadi tidak semata-mata karena faktor aktor penguasa yang melakukan pelanggaran
HAM atau membiarkan terjadinya pelanggaran HAM. Pelanggaran HAM terjadi secara kasat
mata dan tidak pernah diselesaikan secara hukum karena perangkat hukum itu sendiri tidak
mencukupi untuk mencegah dan menindak pelanggaran HAM. Bahkan, pada tingkat
konstitusi pun terlalu besar memberikan kekuasaan pada negara tanpa adanya ketentuan
jaminan perlindungan HAM yang menjadi kewajiban negara. Oleh karena itu, salah satu latar
belakang dilakukannya Perubahan UUD 1945 adalah karena UUD 1945 sebelum diubah
tidak memiliki ketentuan yang cukup untuk terwujudnya masyarakat yang demokratis dan
penghormatan HAM.
Masuknya rumusan HAM dalam UUD 1945 terwujud dalam Perubahan Kedua UUD
1945 pada tahun 1999. Hasil perubahan tersebut menambahkan banyak ketentuan jaminan
perlindungan HAM secara lebih mendetail. Jika dalam UUD 1945 hanya terdapat 7 butir
ketentuan yang mengatur hak asasi manusia dan hak konstitusional warga negara, Perubahan
UUD 1945 memuat 37 butir ketentuan mulai dari Pasal 28A sampai Pasal 28J. Substansi
dalam pasal-pasal tersebut pada pokoknya berasal dari rumusan dalam Tap MPR Nomor
XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia dan UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia. Oleh karena itu UUD 1945, TAP MPR Nomor XVII/MPR/1998 dan UU
Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia harus dilihat dalam satu kontinum
konsepsi historis. Ketentuan-ketentuan tentang HAM yang diadopsi dalam produk hukum
nasional tersebut berasal dari berbagai instrumen hukum internasional tentang HAM.

Anda mungkin juga menyukai