BAB II
LANDASAN TEORI
II.1 Kualitas Daya
II-1
II-2
3. Gejala perubahan tegangan durasi panjang (Long Duration Variations),
yaitu perubahan yang terjadi dalam waktu yang relatif lebih lama yaitu
lebih dari 1 (satu) menit pada besaran tegangan.
4. Ketidakseimbangan tegangan, yaitu perbedaan nilai tegangan dalam
II-3
Gambar II. 1 Bentuk gelombang arus dan tegangan pada beban linear.
Sumber : R. Dugan, 2002
Gambar II.1 merupakan bentuk gelombang sinusoidal dari tegangan, maupun
arus yang dihasilkan oleh beban linear. Bentuk yang demikian, mengakibatkan
penggunaan beban linear tidak menimbulkan dampak yang buruk bagi peralatan
yang digunakan.
Beban nonlinear adalah beban yang menghasilkan bentuk gelombang arus
yang tidak sebanding dengan gelombang tegangan dalam setiap setengah siklus
sehingga bentuk gelombang arus maupun tegangan keluarannya tidak sama dengan
gelombang masukannya (mengalami distorsi) [3]. Pada umumnya beban nonlinear
adalah peralatan elektronik yang terdapat komponen semikondutor dalam
rangkaiannya, dimana proses kerja semikonduktor berlaku proses pensaklaran.
Proses pensaklaran tersebut mengakibatkan besar arus yang dihasilkan beban
nonlinear tidak sebanding dengan besar tegangan yang diberikan. Pada umumnya
beban nonlinear dikelompokkan menjadi tiga jenis sebagaimana ditunjukkan oleh
gambar II.2.
II-4
Dari gambar diatas dapat dijelaskan bahwa beban nonlinear dikelompokkan
menjadi; peralatan feromagnetik, busur api listrik, dan konverter elektronik.
Beberapa contoh beban nonlinear diantaranya, yaitu semua elektronik yang
meliputi
televisi, scanner, variable speed drive, komputer, printer, lampu
fluorescent
dengan ballast elektroni, charger, power supplies, dan lain-lain.
Dampak dari penggunaan beban nonlinear salah satunya yaitu timbulnya arus
harmonisa sebagaimana dapat dilihat pada gambar II.3.
II.3 Harmonisa
II-5
Besar frekuensinya merupakan kelipatan bilangan integer diluar bilangan satu
terhadap frekuensi fundamental.
Harmonisa menyebabkan distorsi pada bentuk gelombang fundamental
dengan
mengikutsertakan gelombangnya pada gelombang fundamental sistem
tenaga
listrik. Bentuk gelombang yang terdistorsi merupakan hasil interaksi atau
penjumlahan antara gelombang fundamental dengan komponen gelombang
harmonisa pada frekuensi kelipatannya [6].
Semakin banyak gelombang harmonisa yang terdapat pada gelombang
fundamentalnya,
maka bentuk gelombang sistem pada frekuensi fundamental akan
semakin
mendekati gelombang persegi atau gelombang akan berbentuk
nonsinusoidal. Pembentukkan gelombang tersebut diperlihatkan pada gambar II.4.
II-6
Pada kenyataannya harmonisa arus dimodelkan sebagai suatu sumber arus
yang menginjeksikan arus harmonisa ke dalam sistem tenaga listrik sehingga terjadi
distorsi gelombang arus [1].
Arus yang terdistorsi tersebut akan mengalir melewati impedansi linear pada
sistem
distribusi yang akan menyebabkan terdistorsinya tegangan sistem. Dari
penjelasan tersebut dapat dilihat perbedaan penyebab dari masing-masing
harmonisa baik harmonisa pada arus dan harmonisa pada tegangan, namun secara
tidak langsung juga terlihat hubungan antara keduanya yang saling mempengaruhi.
Bentuk
gelombang fundamental yangmengalami distorsi akibat munculnya
gelombang
harmonisa dapat dilihat pada gambar II.5.
Dari gambar II.5 dapat dilihat bahwa distorsi pada gelombang, terjadi akibat
penjumlah komponen gelombang fundamental (real), dengan komponen harmonisa
yang umumnya memiliki frekuensi lebih tinggi dibandingkan frekuensi gelombang
fundamentalnya.
Gambar II.6 merupakan ilustrasi dari konsep terjadinya harmonisa akibat
beban nonlinear. Gambar tersebut mengilustrasikan suatu supply sistem berupa
tegangan masukan dengan bentuk gelombangnya sinusoidal digunakan untuk
memasok tegangan pada resistor variable (nonlinear). Terlihat bahwa meskipun
bentuk gelombang tegangan masukan berupa sinusoidal murni, namun arus yang
dihasilkan berupa gelombang yang telah terdistorsi. Gelombang tegangan yang
dihasilkan berbeda yaitu bentuk gelombang terdistorsi yang muncul pada supply
tegangan ke beban.
II-7
Besar distorsi tegangan bergantung pada besar impedansi dan besar arus
yang dihasilkan, sehingga dapat dikatakan distorsi tegangan disebabkan oleh
harmonisa arus yang dihasilkan oleh beban.
Gambar II. 6 Distorsi tegangan di beban akibat aliran arus harmonisa di jaringan
Sumber: R. Dugan,dkk, 2004
𝑓𝑛
𝑛= .................................................................................... (2.1)
𝑓
Keterangan:
𝑛 : Orde Harmonisa
𝑓𝑛 : Frekuensi dasar harmonisa ke-n (Hz)
𝑓 : Frekuensi fundamental (Hz)
II-8
II.3.4 Spektrum Harmonisa.
Spektrum harmonisa adalah distribusi semua amplitude komponen harmonisa
pada suatu sistem. Besar harmonisa merupakan fungsi dari orde harmonisanya yang
didapat dari perhitungan transformasi deret Fourier [9]. Berikut gambar yang
menunjukkan
bentuk dari spektrum harmonisa.
II-9
Harmonisa pertama tidak disebut dengan harmonisa ganjil, karena merupakan
komponen harmonisa fundamental atau dasar dari gelombang sinusoidal.
Berdasarkan urutan fasanya komponen harmonisa dibedakan menjadi tiga sesuai
dengan gambar II.8 berikut.
II-10
𝐼𝑎5 = 𝐼𝑎5 sin 5𝜔𝑡 .................................................................. (2.2)
𝐼𝑏5 = 𝐼𝑏5 sin 5(𝜔𝑡 − 120) = 𝐼𝑏5 sin(5𝜔𝑡 − 600)
𝐼𝑏5 = 𝐼𝑏5 sin(5𝜔𝑡 − 240) .................................................... (2.3)
𝐼𝑐5 = 𝐼𝑐5 sin 5(𝜔𝑡 − 240) = 𝐼𝑏5 sin(5𝜔𝑡 − 1200)
II-11
II.4 Sumber-Sumber Harmonisa
II-12
II.4.2 Tanur Busur Listrik
Tanur busur listrik merupakan peralatan listrik yang berfungsi untuk melebur
biji besi pada industri logam. Tanur busur listrik memiliki karakteristik beban
nonlinear
yang dapat menyebabkan timbulnya arus harmonisa yang cukup besar
pada jaringan tenaga listrik yang terhubung dengan tanur busur listrik.
Busur listrik yang terbentuk selama tanur busur listrik beroperasi hampir
selalu tidak dalam keadaan yang stabil. Hal ini disebabkan oleh pengaruh
perubahan elektroda, interaksi gaya elektromagnetik busur dan pengaruh riak
permukaan
biji yang telah melebur. Bentuk gelombang arus tanur busur listrik pada
setiap
periode tidak sama sehingga bentuk gelombang arus dari tanur busur tidak
bersifat periodik, sehingga dalam hal ini tidak dapat dibuat persamaan
gelombangnya.
Bentuk gelombangnya yang tidak sama pada tiap periode, maka harmonisa
yang dibangkitkan oleh tanur busur listrik tidak dapat diprediksi dan selalu berubah
-ubah tergantung pada kondisi tanur busur listrik yang meliputi posisi elektrode,
scrap baja, busur api antar elektrode, beserta groundingnya. Keunikan karekteristik
dari sistem ini adalah munculnya sub-harmonisa, yaitu harmonisa dengan frekuensi
di bawah frekuensi fundamental (50 Hz). Untuk mengetahui komponen harmonisa
yang dibangkitkan, maka diperlukan pengukuran secara langsung.
II-13
Rugi-rugi daya pada saluran transmisi 𝑃𝑙𝑜𝑠𝑠 pada sistem yang mengandung
komponen harmonisa dapat dihitung dengan rumus:
𝑛=2 𝐼𝑛 . 𝑅 ......................................................... (2.11)
2
𝑃𝑙𝑜𝑠𝑠 = ∑∞
dengan 𝐼𝑛 adalah arus harmonisa ke-n dan R adalah resistansi sistem.
Pada sistem transmisi menggunakan kabel, tegangan harmonisa dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan dielektrik yang sebanding dengan tegangan
puncak dimana hal tersebut akan memperpendek umur kabel. Selain itu pada kabel
yang dialiri arus yang mengandung komponen harmonisa akan terjadi peningkatan
temperatur akibat rugi-rugi yang timbul dari aliran arus harmonisa tertentu dan efek
pengulitan akibat frekuensi tinggi yang dimiliki oleh komponen harmonisa.
II.5.2 Pengaruh Pada Transformator
Harmonisa yang timbul akan meningkatkan rugi-rugi inti besi yang berupa
rugi histerisis dan arus Eddy serta tekanan isolasi. Rugi-rugi inti disebabkan karena
fluks yang dibangkitkan didalam inti bila transformator dieksitasi [14]. Eddy
current merupakan salah satu rugi inti trafo yang dihasilkan oleh arus beban
nonsinusoidal dan dapat menyebabkan rugi belitan, rugi penghantar dan pemanasan
berlebih.
𝑅
dengan tan 𝛿 = 1 adalah faktor rugi, 𝜔𝑛 = 2𝜋𝑓𝑛 d dan 𝑉𝑛 adalah frekuensi
⁄𝜔𝐶
II-14
Selain rugi-rugi daya pada kapasitor bank, dampak negatif yang diakibatkan
oleh adanya harmonisa dalam sistem tenaga listrik adalah timbulnya resonansi seri
dan atau paralel antara kapasitor dengan sistem yang dapat menyebabkan
overvoltage
sehingga terjadi peningkatan rugi-rugi dan panas berlebih pada
kapasitor
yang sering mengakibatkan kerusakan pada kapasitor tersebut [9].
II-15
II.6 Indeks Harmonisa
√∑∞ 2
𝑛=2 𝐼𝑛
𝑇𝐻𝐷𝐼 = ................................................................. (2.15)
𝐼1
Keterangan:
𝑉𝑛 : komponen harmonisa tegangan (Volt)
𝑛: : Orde harmonisa
𝑉1 : komponen fundamental tegangan (Volt)
𝑘 : komponen harmonisa maksimum yang diamati
𝐼𝑛 : komponen harmonisa arus (Ampere)
𝐼1 : komponen arus fundamental (Ampere)
II-16
II.6.2 Total Demand Distortion (TDD)
TDD merupakan perbandingan antara komponen arus harmonisa dengan
arus beban demand maksimum [1].
√∑∞ 2
𝑛=2 𝐼𝑛
𝑇𝐷𝐷 = ................................................................. (2.16)
𝐼𝐿
Keterangan:
𝑛 : Orde harmonisa
𝑘 : komponen harmonisa maksimum yang diamati
𝐼𝑛 : komponen harmonisa arus (Ampere)
𝐼𝐿 : komponen arus beban puncak pada frekuensi dasar yang diukur pada
titik sambung pelanggan (Ampere)
Aliran arus yang kecil dapat menimbulkan THD yang tinggi tetapi tidak
menjadi ancaman yang merugikan sistem, untuk menghindari kesalahan
perhitungan pada THD untuk menentukan nilai harmonisa maka dihitung THD
pada beban puncak dan bukan melihat arus frekuensi sesaat. Konsep TDD ini
relevan dengan aplikasi dari standar IEEE 519-1992. Hasil perhitungan TDD
sebaiknya tidak melebihi atau sama dengan nilai yang ditetapkan oleh standar yang
berlaku. Bila hasilnya lebih besar maka tingkat harmonisa sistem membahayakan
komponen-komponen yang terpasang pada sistem [11].
II-17
Tabel II. 1 Batas distorsi tegangan sistem distribusi (120 V – 69000V) [12]
≤ 69 KV 5 3
69 KV - 161 KV 3 2
> 161 KV 1 1
Sumber: IEEE 519-1992
Dari tabel II.1 dapat dilihat batas-batas harmonisa tegangan yang
diperbolehkan terukur pada sistem tenaga listrik. Besar batasan tersebut bergantung
pada tegangan kerja sistem distribusi tenaga listrik. Sedangkan untuk batasan besar
harmonisa pada arus distribusi diperlihatkan pada Tabel II.2, Tabel II.3, dan Tabel
II.4.
Tabel II. 2 Batas distorsi arus sistem distribusi (120 V – 69000V)
Isc/IL < 11 11 ≤ h < 17 17 ≤ h < 23 23 ≤ h < 35 35 ≤ h TDD
< 20* 4 2 1.5 0.6 0.3 5
20 – 50 7 3.5 2.5 1 0.5 8
50 - 100 10 4.5 4 1.5 0.7 12
100 - 1000 12 5.5 5 2 1 15
> 1000 15 7 6 2.5 1.4 20
Sumber: IEEE 519-1992
II-18
Tabel II. 4 Batas distorsi arus sistem distribusi (> 161000V)
Isc/IL < 11 11 ≤ h < 17 17 ≤ h < 23 23 ≤ h < 35 35 ≤ h THD
< 50* 2 1 0.75 0.3 0.15 2.5
> 50 3 1.5 1.15 0.45 0.22 3.75
Sumber: IEEE 519-1992
Catatan:
1. Seluruh peralatan pembangkitan dibatasi pada nilai ini tanpa
memperhatikan Isc/Ildiperlihatkan pada ga
Dari Tabel II.2, Tabel II.3, dan Tabel II.4 dapat dilihat batas-batas harmonisa
arus distribusi yang diperbolehkan terukur pada sistem tenaga listrik. Besar batasan
tersebut dibagi tergantung pada nilai tegangan kerja sistem distribusi tenaga
listriknya.
Batasan harmonisa arus dibatasi pada nilai harmonisa yang terukur di masing-
masing ordenya. Pada tabel II.2, Tabel II.3, dan Table II.4 THD arus harmonisa
kelipatan genap dibatasi oleh 25 % dari harmonisa yang kelipatan ganjil diatas.
Batasan harmonisa ditentukan oleh perbandingan nilai arus hubung singkat dan arus
beban yang dijelaskan sebagai berikut.
Isc = Maksimal arus short circuit di PCC (Point of Common Coupling)
IL = Maksimal load current (arus beban fundamental) di PCC
II-19
𝐼𝑆𝐶
𝑆𝐶𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜 = ..................................................................... (2.17)
𝐼𝐿
𝐾𝑉𝐴 ×100
𝐼𝑆𝐶 = ............................................................... (2.18)
√3×𝐾𝑉 ×𝑍 (%)
Sedangkan IL (Arus beban maksimum) dapat dicari dengan rumus :
𝐾𝑊
𝐼𝐿 = 𝑃𝐹×√3×𝐾𝑉 ..................................................................... (2.19)
Keterangan:
𝐼𝑆𝐶 = Arus hubung singkat maksimum pada titik sambung pelanggan
𝐼𝐿 = Arus beban maksimum
KW = Total daya aktif
II-20
II.8.1 Filter Aktif
Filter aktif adalah rangkaian filter dengan menggunakan komponen-
komponen elektronik aktif. Filter aktif terdiri dari sumber tegangan atau arus
terkontrol Voltage Source Inverter (VSI) adalah filter daya aktif paralel yang paling
banyak
digunakan karena merupakan topologi yang terkenal dan memiliki prosedur
instalasi yang tidak sulit. Berikut gambar rangkaian filter aktif.
II-21
II.8.2 Filter Pasif
Filter pasif merupakan salah satu metode penyelesaian yang efektif dan
ekonomis untuk masalah harmonisa. Filter pasif sebagian besar didesain untuk
memberikan bagian khusus untuk mengalihkan arus harmonisa yang tidak
diinginkan
dalam sistem tenaga. Filter pasif banyak digunakan untuk
mengkompensasi kerugian daya reaktif akibat adanya harmonisa pada sistem
instalasi. Berikut gambar rangkaian filter pasif.
Filter dengan penalaan tunggal ditala pada salah satu orde harmonisa (pada
orde frekuensi rendah). Filter ini terdiri dari rangkaian seri kapasitor, reaktor dan
resistor. Impedansi dinyatakan dalam persamaan:
1
𝑍(𝑤) = 𝑅 + 𝑗 (𝜔𝐿 − 𝜔𝐶 ) ............................................... (2.20)
II-22
Faktor kualitas Q filter didefinisikan sebagi perbandingan antara
induktansi atau kapasitansi pada resonansi dengan resistansi
𝑋0
𝑄= ............................................................................. (2.21)
𝑅
1 𝐿
𝑋0 = 𝜔𝑛 𝐿 = 𝜔 = √𝐶 .................................................. (2.22)
𝑛 𝐶
Dari Gambar II.11 dapat dilihat bentuk rangkaian filter pasif penalaan
tunggal dan kurva impedansi yang dihasilkan dengan respon filter terhadap
frekuensinya Filter penalaan tunggal biasa digunakan pada tegangan rendah, karena
memiliki impedansi rendah, filter iini hanya membawa arus harmonisa dan
sebagian arus fundamental yang jauh lebih kecil dari arus rangkaian utama. Filter
ini juga dapat memasok daya reaktif pada frekuensi dasar, dengan efektifitas yang
sama namun dengan harga yang lebih murah dan pembuatan yang lebih mudah.
Maka dari itu pada pelaksanaan Tugas Akhir ini digunakan filter pasif jenis
penalaan tunggal.
II-23
a. Rumus mencari besar daya reaktif pada keadaan awal (Q1)
𝑄1 = 𝑆 × 𝑆𝑖𝑛 (𝑎𝑟𝑐 𝐶𝑜𝑠(𝜑1 )) ........................................... (2.23)
b. Rumus mencari besar daya reaktif yang dibutuhkan untuk meningkatkan
faktor daya beban (Q2)
𝑄2 = 𝑆 𝑥𝑆 𝑖𝑛(𝑎𝑟𝑐 𝐶𝑜𝑠(𝜑2 )) .............................................. (2.24)
c. Rumus mencari besar Daya reaktif total yang dibutuhkan untuk
meningkatkan nilai faktor daya pada beban (Q’)
𝑄’ = 𝑄1 − 𝑄2 ................................................................... (2.25)
Keterangan:
Q1 : Daya reaktif awal (VAR)
Q2 : Daya reaktif yang dibutuhkan setelah perbaikan faktor daya (VAR)
Q’ : Daya reaktif total yang akan dipasok filter (VAR)
S : Daya aktif yang terukur (VA)
Cos(φ1) : Faktor daya awal
Cos(φ2) : Faktor daya yang diinginkan
Keterangan:
(Xfilter) : Besar perbandingan antara reaktansi kapasitif dan reaktansi induktif (Ω)
V : Tegangan sistem (kVolt)
XCAP : Reaktansi kapasitor (Ω)
XL : Reaktansi induktor (Ω)
II-24
Keterangan:
h : nilai orde harmonisa yang besar frekuensinya akan digunakan dalam penentuan
filter yang berupa bilangan integer
g. Rumus mencari nilai kapasitansi kapasitor (C)
1
𝐶=𝑋 ......................................................................... (2.30)
𝐶𝐴𝑃 × 𝜔