Anda di halaman 1dari 25

I.

TERMINOLOGI HADIS

Dalam kajian Ilmu Hadis, dikenal beberapa istilah yang sangat terkait dengan
pengertian hadis itu sendiri, yaitu al-sunnah, al-khabar, dan al-atsar. Untuk itu perlu
dijelaskan dahulu pengertian hadis dan beberapa term yang sinonim dengannya.

1. Pengertian Hadis
Secara etimologi hadis berarti ‫ اجلديد‬al-jadid (yang baru, modern, [dikatakan yang
baru karena segala yang datang dari nabi adalah baru; dikatakan modern karena untuk
ukuran masa itu hadis menjadi pengoreksi sosial kehidupan jahiliah yang kolot; karena
itu kurang tepat hadis diartikan dengan tradisi]). Hadis berarti pula lawan dari ‫ القدمي‬al-
qadim (sesuatu yang lama, terdahulu, sudah ada sejak azali). Hadisadalah sesuatu yang
baru dibuat oleh Nabi, berbeda dengan Alquran yang jauh sejak azali telah diciptakan
oleh Allah Swt. Hadis berarti pula ‫اخلرب‬ al-khabr (berita), sesuatu yang diperbincangkan
karena menarik(actual) dan ditransformasikan kepada orang lain.
Selanjutnya hadis dalam batasan ulama adalah sebagai perkataan (qawl), perbuatan
(af’al), dan persetujuan (taqrīr) yang disandarkan kepada Nabi saw baik sebelum atau
sesudah diutusnya menjadi rasul.Hal ini sebagaimana terlihat dalam beberapa definisi
berikut ini:
1. Ibn Taymiyah menyatakan :

‫احلديث النبوي هو عند اإلطالق يتصوف إيل ما حدث به بعد النبوة من قول وفعله وإقراره‬
Artinya :
Hadis Nabi secara mutlak, mencakup segala yang dinukil-kan dari beliau (Muhammad
saw) setelah dilantik sebagai Rasul, baik aqwāl, af’al maupun taqir-nya.
2. Nūr al-Dīn Itr menyatakan :

‫احلديث ما أضيف إيل النيب صلم من قول أو فعل أو تقرير أو صفة خلقي أو خلقي بعد‬
‫البعثة‬
Artinya :
Hadis adalah segala yang disandarkan kepada Nabi saw. dari ucapan, perbuatan,
ataupun taqrīr atau sifat atau prilaku dan setelah diutus menjadi Rasul.

Menurut sebagian ahli hadis, pengertian hadis mempunyai cakupan yang lebih
luas, tidak sekedar hanya hadis yang disandarkan kepada Nabi (marfu’) melainkan
termasuk di dalamnya segala yang disandarkan kepada sahabat (hadis mauquf), atau yang
disandarkan kepada tabi’in (hadis maqthu’).

1
3. Menurut rumusan ahli hadis berarti :
‫ما أضيف إيل النيب صلي هللا عليه و سلم قوال و فعال أو تقريرا أو صفة‬
Artinya
Sesuatu yang disandarkan kepada nabi Saw. baik berupa perkataan, perbuatan,
taqrir, maupun sifat beliau.

Sedangkan ulama ushul membatasi sebagai ucapan, perbuatan atau penetapan


(taqrir) yang dinisbatkan kepada Nabi saw yang berkaitan dengan segala hukum syara’.
Dengan demikian, ulama ushul tampaknya menitik beratkan obyek hukum dari hadis itu
yakni berkaitan dengan hukum syara’ tanpa melihat latar belakang dan keterikatan status
kenabian Muhammad saw. Sementara ulama hadis melihat pengertian terminologi hadis
dalam peran Rasulullah saw., baik sebelum atau sesudah diutusnya. Namun demikian,
pengertian hadis secara umum dibatasi sebagai segala perkataan, perbuatan dan taqrir
setelah kenabian. Pengertian ini berdasar pada pendapat kebanyakan ulama.
2. Pengertian al-Sunnah
Dari segi etimologis, al-sunnah berarti ‫السرية‬ sirah, ‫الطريقة‬ thariqah, yaitu
kebiasaan atau jalan yang baik atau jelek. Kata al-sunnah memiliki kedekatan makna
dengan kata uswah, sabīl, dan shirāth, yang berarti jalan atau tradisi yang harus diikuti.
Jika kata al-sunnah ini dilihat dari sudut ilmu fikih, maka ia berarti mandūb (suatu
perintah yang jika dikerjakan akan menghasilkan pahala, tetapi tidak berdosa jika
ditinggalkan).
Adapun dari segi terminologis, al-sunnah adalah jalan yang telah ditunjukkan
oleh Nabi Muhammad saw., baik dalam bentuk perkataan, perbuatan, taqrīr
(pengakuan), maupun hal-ihwal yang disandarkan kepada beliau.Jalan yang telah
ditunjukkan tersebut sudah menjadi tradisi bagi umatnya, sejak awal perkembangan
Islam hingga saat sekarang ini.
3. Pengertian al-Khabar
Dari segi etimologis, al-khabar berarti kabar, berita, atau informasi yang
disampaikan seseorang. Secara umum, sebuah informasi bisa mengandung kebenaran
dan sebaliknya bisa mengandu[ptng kebohongan.
Adapun dari segi terminologis, al-khabar adalah berita atau informasi yang
berasal dari Nabi Muhammad saw., baik dalam bentuk perkataan, perbuatan, pengakuan,
maupun hal-ihwalnya. Selain berasal dari Nabi, sebuah informasi terkadang berasal dari
para sahabat atau dari para tābi'īn.
4. Pengertian al-Atsar
Dari segi etimologis, al-atsar berarti sisa, bekas, atau jejak peninggalan sesuatu.
Sedangkan dari segi terminologis, al-atsar adalah bekas yang ditinggalkan oleh Nabi
Muhammad saw., baik dalam bentuk perkataan, perbuatan, pengakuan, maupun hal-
ihwalnya. Bekas itu bisa juga sebagai peninggalan para sahabat atau para tābi'īn. Karena

2
umat Islam sesudah generasi sahabat tidak pernah lagi bertemu dengan Nabi Muhammad
saw. Maka untuk mengetahui keberadaan beliau dan ajaran yang disampaikan cukup
diperoleh melalui bekas atau petilasan sejarah yang menceritakan hadis atau berita dari
Nabi saw.
Pada umumnya ulama hadis, seperti al-Turmūziy dan Mushthafā al-Sibā’iy
memberikan pengertian yang sama antara al-hadīts dengan al-sunnah, yaitu segala yang
berkenaan dengan: (1) perkataan, (2) perbuatan, (3) pengakuan, serta (4) sifat dan
keadaan pribadi Nabi Muhammad saw. Berbeda dengan mayoritas ulama hadis, al-
Kamāl ibn Human mengatakan bahwa al-hadīts hanya tertuju kepada perkataan Nabi
saw, sedangkan al-sunnah sekaligus tertuju kepada perkataan dan perbuatan Nabi saw.
Sebagian ulama berpendapat bahwa al-khabar adalah segala informasi yang
diterima, baik dari Nabi, sahabat, maupun dari tābi’īn. Pendapat ini menunjukkan bahwa
makna al-khabar lebih umum daripada al-hadīts, karena yang disebutkan terakhir hanya
informasi yang berasal dari Nabi saw.
Pada umumnya ulama Khurasan menamai informasi yang berasal dari para
sahabat sebagai al-atsar, sedangkan informasi yang berasal dari Nabi disebut dengan al-
khabar. Al-Thahawiy memakai istilah al-atsar untuk informasi yang berasal dari Nabi
dan para sahabat, sedangkan al-Zarkasyiy meng gunakan istilah al-atsar untuk informasi
yang berasal dari para tābi’īn. Adapun al-Thabariy memakai istilah al-atsar, khusus
terhadap informasi yang berasal dari Nabi saw.
Mencermati perbedaan pendapat ulama dalam peng-gunaan istilah-istilah di atas,
dapat dipahami bahwa perbedaan tersebut sangat tergantung pada kecenderungan seorang
ulama untuk memakai istilah yang disukainya. Karenanya, penulis berpendapat bahwa
perbedaan tersebut tidaklah prinsipil, sebab tujuan akhirnya sama, yaitu untuk
menunjukkan bahwa informasi yang diterimanya itu berasal dari Nabi, sahabat, atau dari
tābi’īn adalah hadis.

5. Unsur-unsur Hadis
Persoalan mendasar dalam memahami hadis adalah mengetahui kriteria dan
klasifikasi apa saja yang masuk dalam kategori hadis. Kesalahan dalam menempatkan
unsur sesuatu akan membawa dampak kesalahan penilaian dan kekeliruan dalam
menyimpulkan suatu persoalan. Silang pendapat para pakar hadis untuk menempatkan
unsur-unsur kategori hadis dikarenakan sudut pandang mereka berbeda sesuai pandangan
mereka mengenai pengertian hadis.
Sebuah hadis baru dikatakan lengkap kalau hadis tersebut memiliki unsur-unsur
tertentu. Unsur-unsur tersebut mutlak diketahui atau harus diyakini ada sebelum hadis
tersebut dikemukakan. Unsur-unsur hadis tersebut telah menjadi satu sistem struktur yang
saling terkait yang dapat ditemukan dalam kitab-kitab hadis. Misalnya dijumpai sebuah
teks hadis yang lengkap unsur-unsurnya, sebagai berikut :

3
‫اح ِد َوحه َو ابْ حن‬
ِ ‫ومي عن عب ِد الْو‬ ِ ٍّ ِ ِ ِِ ِ
َ ْ َ ْ َ ُّ ‫َحدَّثَنَا حُمَ َّم حد بْ حن َم ْع َمر بْ ِن ربْع ٍّي الْ َقْيس ُّي َحدَّثَنَا أَبحو ه َشام الْ َم ْخ حز‬
‫ال‬
َ َ‫ال ق‬ َ َ‫ِزََي ٍّد َحدَّثَنَا حعثْ َما حن بْ حن َح ِك ٍّيم َحدَّثَنَا حُمَ َّم حد بْ حن الْ حمْن َك ِد ِر َع ْن حُحَْرا َن َع ْن حعثْ َما َن بْ ِن َع َّفا َن ق‬
‫س ِدهِ َح ََّّت‬ ِ َّ ‫اَّللح َعلَْي ِه َو َسلَّ َم َم ْن تَ َو‬
َّ ‫صلَّى‬ َِّ ‫ول‬
َ ‫ت َخطَ َايهُ م ْن َج‬ ْ ‫وء َخ َر َج‬ َ ‫ض‬ُ ‫س َن ال ُْو‬ َ ‫َح‬ ْ ‫ضأَ فَأ‬ َ ‫اَّلل‬ ‫َر حس ح‬
)‫ت أَظْ َفا ِرهِ(روالبخاري ومسلم‬ ِ ْ‫ََتْرج ِمن ََت‬
ْ َُ
Artinya:
Telah memberitakan kepada kami Muhammad bin Ma’mar bin Rabi’iy al-Qaisiy,
telah memberitakan kepada kami Abu Hisyam al-Makhzumiy dari ‘Abdul Wahid,
yaitu Ibn Ziyad, telah memberitakan kepada kami Ustman bin Hakim telah
memberitakan kepada kami Muhammad bin al-Munkadir, dari Humran dari
Utsman bin ‘Affan berkata telah bersabda Nabi Saw. : Barang siapa yang
berwudhu’ dengan sempurna (sebaik-baik wudhu’), keluarlah dosa-dosanya dari
seluruh badannya, bahkan dari bawa kukunya.(HR. al-Bukhari-Muslim).
Berdasarkan hadis di atas ada tiga unsur struktur hadis yang terlihat, yaitu sanad,
matn, dan rawi.

1.Pengertian Sanad )‫)السند‬


Adapun pengertian sanad, secara bahasa adalah sesuatu yang tinggi atau tampak
dari bumi, atau sandaran. Sanad, dikatakan sandaran, atau sesuatu yang dijadikan
sandaran, karena hadis bersandar kepadanya atau setiap periwayat dimulai dari
mukharrij menyandarkan riwayatnya kepada guru atau periwayat yang memberinya.
Sedangkan menurut istilah adalah ‫االخبار عن طريق املنت‬ (pemberitaan yang menyampaikan

kepada matn).Menurut Al-Suyuti sanad adalah, ‫سلسلة الرواة الذين نقلوا املنت عن مصدره الالول‬
(silsilah para periwayat yang menukilkan hadis dari sumber pertama)..Oleh sebab itu
hubungan dan keterkaitan antara para periwayat merupakan sanad hadis.
Imam al-Bukhari sendiri sebagai periwayat terakhir dikenal sebagai Mukharij.
Para mukharrij yang lain Muslim, Abu Dawud, al-Turmuzi, al-Nasa’iy, Ibn Majah,
Imam Malik, Ahmad, al-Darimiy, dll.
Yang berkaitan dengan istilah sanad, terdapat term-term seperti, al-isnad, al-
musnid, dan al-musnad. Kata-kata ini secara terminologi mempunyai arti yang cukup
luas. Isnad berarti menyandarkan, mengasalkan (mengembalikan ke asal), dan
mengangkat. Yang dimaksud di sini adalah menyandarkan hadis kepada orang yang
menyandarkannya. Kata al-musnad bisa berarti hadis yang disandarkan. Juga bermakna
kumpulan hadis yang disebutkan sanad-sanadnya secara lengkap. Atau berarti himpunan
hadis-hadis berdasarkan nama-nama para sahabat sebagai periwayat pertama.

4
2. Pengertian Matn (‫(املنت‬

Matn menurut bahasa berarti ‫ما إرتفع من االرض‬ (adalah punggung jalan (muka
jalan) atau permukaan tanah yang keras / tinggi.). Sedangkan menurut istilah
‫ما ينتهى إليه السند من الكالم‬ (suatu kalimat tempat berakhirnya sanad). Atau dengan

redaksi yang lain, ialah : ‫الفظ احلديث الىت تتقوم هبا معانيه‬ (Lafal-lafal hadis yang di
dalamnya mengandung makna-makna tertentu). Ada juga yang menyebut matn adalah
ujung sanad (ga>yah al-sanad). Jadi, matn adalah materi atau lafal hadis. Jelasnya,yakni
materi hadis Nabi saw. yang disebut sesudah sanad, atau umumnya disebut lafadz hadis.

3. Pengertian Rawi ( ‫( الراوي‬


Secara bahasa, kata rawi )periwayat( merupakan isim fa’il dari kata
‫ روي‬- ‫ يروي‬- ‫رواية‬ yang berarti meriwayatkan atau menceritakan. Istilah para muhaddis,
seperti pendapat M. Syuhudi Ismail adalah sebagai orang yang menyampaikan atau
menuliskan dalam suatu kitab apa yang pernah didengar atau diterimanya dari seseorang
(gurunya).
Sebenarnya antara sanad dan rawi itu merupakan dua istilah yang tidak dapat
dipisahkan. Sanad-sanad hadis pada tiap tingkatan disebut juga rawi. Bedanya, dalam
menyebut orang yang meriwayat dan memindahkan hadis kepada orang lain atau
menghimpun sebuah hadis disebut sebagai rawi. Namun, bila ingin meneliti hubungan
kualitas para periwayatnya, maka dipakai istilah penelitian sanad.
Keterkaitan tiga unsur pokok yang membentuk sebuah sistem periwayatan hadis
sangat penting. Tanpa adanya salah faktor dari tiga komponen tersebut, kedudukan hadis
perlu dipertanyakan keberadaannya. Akan tetapi terkadang ada hadis yang tidak
menyebutkan matnnya secara langsung atau lengkap seperti menggunakan lafaz ‫هكذا‬
atau ‫ مثله‬adalah simbol matn yang menunjukan bahwa matn hadis tersebut sama dengan
sebelumnya. Dalam kajian kitab-kitab hadis sering kita temukan ada hadis yang
disebutkan secara utuh ketiga unsur tersebut dan ada juga yang hanya mukharij dan matn
hadisnya saja.

5
‫‪Skema hadis sesuai dengan struktur hadis, sanad matn, rawi, mukharrij.‬‬

‫اَّللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم َم ْن تَ َو َّ‬


‫صلَّى َّ‬ ‫ول َِّ‬
‫ت َخطَ َايهُ‬
‫وء َخ َر َج ْ‬
‫ض َ‬ ‫س َن ال ُْو ُ‬
‫َح َ‬ ‫ضأَ فَأ ْ‬ ‫اَّلل َ‬ ‫ال َر ُس ُ‬
‫قَ َ‬
‫ت أَظْ َفا ِرهِ‬‫ِمن جس ِدهِ ح ََّّت ََتْرج ِمن ََتْ ِ‬
‫ْ َ َ َ َُ ْ‬

‫قال‬

‫عفَّ َ‬
‫ان‬ ‫عثْ َم َ‬
‫ان ب ِْن َ‬ ‫ُ‬

‫ُح ْم َرا َن‬

‫ُم َح َّم ُد ْب ُن ا ْل ُم ْن َكدِ ِر‬

‫عثْ َمانُ ْبنُ َح ِكيم‬


‫ُ‬

‫ع ْب ِد ا ْل َو ِ‬
‫اح ِد َو ُه َو ا ْب ُن ِزيَاد‬ ‫َ‬

‫أَبُو ِهش ٍَّام ا ْل َم ْخ ُز ِ‬


‫ومي‬

‫ُم َح َّم ُد ْبنُ َم ْع َم ِر ب ِْن ِر ْب ِعي ٍّ ا ْلقَ ْي ِ‬


‫سي‬

‫مسلم‬

‫‪Lafal-lafal seperti‬‬ ‫‪,‬ح َّدثَنَا‬


‫‪,‬ع ْن َ‬
‫ال َ‬
‫قَ َ‬ ‫‪dan masih banyak lagi, disebut dengan lafal‬‬
‫)‪atau sighattahammul wa ada’u al-hadis (lafal cara menerima dan menyampaikan hadis‬‬

‫‪6‬‬
II. HADIS SEBAGAI SUMBER AJARAN ISLAM

A. Dalil Kehujjahan Hadis


Pada umumnya umat Islam zaman dahulu sampai sekarang telah sepakat bahwa
hadis Nabi Muhammad saw. merupakan sumber hukum Islam yang kedua setelah al-
Qur’an, berdasarkan petunjuk sebagai berikut:

1. Ayat-ayat al-Qur’an

             

 …           
Terjemahnya:
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil
amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu,
Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika
kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. … (QS. al-Nisa (4) :
59)

     


Terjemahnya:
Dan taatilah Allah dan rasul, supaya kamu diberi rahmat. (QS. Ali Imran : 132)

 ...          ...
Terjemahnya:
… Apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang
dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah … (QS. Al-Hasyr 59: 7)

 ...         
Terjemahnya:
Dan Kami tidak mengutus seseorang Rasul melainkan untuk ditaati dengan seizin
Allah … (QS. al-Nisa : 64)

2. Hadis Nabi saw.

‫صلَّى هللاح َعلَْي ِه َو َسلَّ َم‬ ِ َ ‫ف عن أَبِي ِه عن ج ِدهِ أ ََّن رس‬ ٍّ ‫عن عب ِدهللاِ اب ِن عم ِر اب ِن عو‬
َ ‫ول هللا‬ ‫َح‬ َ ْ َ ْ ْ َ ْ َ ْ َ ‫َ ْ َْ ْ ح‬
‫اب هللاِ َو حسن َِّىت (رواه احلاكم‬ ِ ِِ ِ ِ ‫ تَرْك‬: ‫ال‬
َ َ‫ت فْي حك ْم أ َْمَريْ ِن لَ ْن تَضلُّوا َما ََتَ َّس ْكتح ْم هب َما كت‬‫قَ َ َ ح‬
)‫وابن عبد الرب‬

7
Artinya:
Dari Abdillah bin Umar bin Auf, dari bapaknya, dari kakeknya bahwasanya
Rasulullah saw. bersabda: Aku tinggalkan kepada kalian dua hal, kalian tidak
akan sesat selama kalian berpegang teguh kepada keduanya, yakni Kitabullah dan
sunahku (HR. al-Hakim dan Ibnu Abdil Bar).

3. Ditinjau dari segi sejarah dan keorsinalitasnya, maka materi al-Qur’an berkedudukan
‫القطعى الورود‬ atau ‫القطعى الثبوت‬ yakni riwayat penetapannya telah diyakini
kebenarannya. Sedang hadis berkedudukan ‫الظن الورود‬
ُّ atau ‫ الظن الثبوت‬yakni
riwayat yang penetapannya, diduga keras kebenaranya.
4. Petunjuk Nabi tentang urutan penggunaan dalil pada saat memecahkan masalah hukum

َِّ ‫ول‬
‫ف‬َ ‫ال َكْي‬ َ َ‫ث حم َعا ًذا إِ ََل الْيَ َم ِن ق‬َ ‫اَّللح َعلَْي ِه َو َسلَّ َم لَ َّما أ ََر َاد أَ ْن يَْب َع‬
َّ ‫صلَّى‬ َ ‫اَّلل‬ َ ‫أ ََّن َر حس‬
َ َ‫اَّللِ ق‬
‫ال‬ َّ ‫اب‬ ِ َ‫ال فَِإ ْن ََل ََِت ْد ِف كِت‬
ْ َ َ‫ق‬ ِ‫اَّلل‬ ِ َ‫ضي بِ ِكت‬
َّ ‫اب‬ ِ ْ‫ال أَق‬ َ َ‫ضاءٌ ق‬ َ َ‫ك ق‬َ َ‫ض ل‬ ِ
َ ‫تَ ْقضي إِ َذا َعَر‬
َّ ‫صلَّى‬ َِّ ‫ول‬ ِ ‫ال فَِإ ْن ََل ََِت ْد ِف سن َِّة رس‬ َ َ‫اَّللح َعلَْي ِه َو َسلَّ َم ق‬ َّ ‫صلَّى‬ َِّ ‫ول‬ ِ ‫فَبِسن َِّة رس‬
‫اَّللح‬ َ ‫اَّلل‬ ‫ح َح‬ ْ َ ‫اَّلل‬ ‫ح َح‬
َّ‫صلَّى ح‬
‫اَّلل‬ ِ‫اَّلل‬
َّ ‫ول‬
‫ح‬ ‫س‬‫ر‬ ‫ب‬ ‫ر‬ ‫ض‬ ‫ف‬
َ ‫و‬ ‫ح‬‫ل‬ ‫آ‬ ‫ال‬ َ‫و‬ ‫ي‬ِ‫َجتَ ِه حد رأْي‬ ‫أ‬ ‫ال‬
َ ‫ق‬
َ ِ‫اَّلل‬
َّ ‫اب‬ ِ َ‫َعلَْي ِه وسلَّم وَال ِف كِت‬
َ ‫َ َ َح‬ َ َ َ ْ َ َ ََ
ِ‫اَّلل‬ َ ‫اَّللِ لِ َما يحْر ِضي َر حس‬ ِ ‫ول رس‬ ِ ِ ِ ْ ‫ال‬ ِ
َّ ‫ول‬ َّ ‫ول‬ ‫احلَ ْم حد ََّّلل الَّذي َوفَّ َق َر حس َ َ ح‬ َ ‫َعلَْيه َو َسلَّ َم‬
َ َ‫ص ْد َرهح َوق‬
)‫(رواه أبوداود‬
Artinya:
Bahwa Rasulullah swa. ketika akan mengutus Mu'az bin Jabal ke Yaman beliau
bersabda: "Bagaimana engkau memberikan keputusan apabila ada sebuah
peradilan yang dihadapkan kepadamu?" Mu'az menjawab, "Saya akan
memutuskan dengan menggunakan Kitab Allah." Beliau bersabda: "Seandainya
engkau tidak mendapatkan dalam Kitab Allah?" Mu'adz menjawab, "Saya akan
kembali kepada sunnah Rasulullah saw." Beliau bersabda lagi: "Seandainya
engkau tidak mendapatkan dalam Sunnah Rasulullah saw. serta dalam Kitab
Allah?" Mu'adz menjawab, "Saya akan berijtihad menggunakan pendapat saya,
dan saya tidak akan mengurangi." Kemudian Rasulullah saw. menepuk dadanya
dan berkata: "Segala puji bagi Allah yang telah memberikan petunjuk kepada
utusan Rasulullah untuk melakukan apa yang membuat senang Rasulullah."

B. Fungsi hadis terhadap al-Qur’an


Al-Qur’an dan hadis sebagai pedoman hidup dan sumber ajaran Islam, ia tidak
dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya, al-Qur’an sebagai sumber pertama
memuat ajaran-ajaran yang bersifat umum dan global yang tentunya memerlukan
penjelasan lebih lanjut dan terperinci dari hadis Nabi saw.

8
Fungsi hadis sebagai penjelas terhadap al-Qur’an itu bermacam-macam, yakni:
1. Baya>n al-Taqri>r
Baya>n al-Taqri>r disebut juga dengan baya>n al-ta’ki>d dan baya>n al-
is\ba>t}. Yang dimaksud dengan baya>n al-taqri>r adalah menetapkan dan
memperkuat apa yang telah diterangkan di dalam al-Qur’an.
Contoh, ayat al-Qur’an S. al-Ma>idah: 6 tentang keharusan berwudu sebelum salat:

           

 ...     


Terjemahnya:
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka
basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan
(basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, … (QS. al-Maidah: 6)
Ayat di atas di-taqrir oleh hadis riwayat Imam Bukhari dari Abu Huraerah yang
berbunyi:
‫َال‬ ‫اَّللح َعلَْي ِه َو َسلَّ َم‬
َّ ‫صلَّى‬ َِّ ‫ول‬ ‫َع ْن ََهَّ ِام بْ ِن حمنَ بِ ٍّه أَنَّهح ََِس َع أ ََب حهَريْ َرةَ يَ حق ح‬
َ ‫اَّلل‬ ‫ال َر حس ح‬
َ َ‫ول ق‬
)‫ضأَ (رواه البخارى‬ َّ ‫ث َح َّىت يَتَ َو‬َ ‫َح َد‬ْ ‫ص َالةح َم ْن أ‬ َ ‫تح ْقبَ حل‬
Artinya:
Dari Hammam bin Munabbih bahwa ia mendengar Abu Hurairah berkata,
Rasulullah saw. bersabda: "Tidak akan diterima shalat seseorang yang berhadats
hingga dia berwudlu. (HR. Bukhari)
2. Baya>n al-Tafsi>r
Baya>n al-tafsi>r adalah penjelasan hadis terhadap ayat-ayat yang memerlukan
perincian atau penjelasan lebih lanjut, seperti ayat-ayat yang mujmal, mut}laq dan
‘a>m. Maka fungsi hadis dalam hal ini, memberikan perincian (tafs}i>l) dan
penafsiran terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang masih mujmal, memberikan taqyi>d
ayat yang masih mut}laq, dan memberikan tahs}is} ayat yang masih ‘a>m.
a. Men-tafsi>l (merinci) ayat-ayat yang mujmal (ringkas atau singkat)
Contoh: Ayat yang mujmal yaitu perintah Allah mengerjakan salat

       


Terjemahnya:
Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang
ruku' (al-Baqarah: 43).
Perincian (tafsi>l) ayat tersebut di atas, dengan hadis Nabi yang berbunyi:

)‫حصلِي (رواه البخارى‬


َ ‫صلُّوا َك َما َرأَيْتح حم ِوِن أ‬
َ ‫َو‬
Hadis Rasulullah saw. ini memerintahkan umatnya melaksanakan salat
sebagaimana yang dicontohkan, bahkan beliau juga melengkapinya dengan

9
berbagai kegiatan lain yang harus dilakukan sejak sebelum salat samapai dengan
sesudahnya.
b. Men-taqyi>d ayat-ayat yang mut}laq
Mut}laq artinya kata yang menunjuk pada hakekat kata itu sendiri, tanpa
memandang kepada jumlah dan sifatnya. Men-taqyi>d yang mut}laq artinya
membatasi ayat-ayat yang mut}laq dengan sifat, keadaan, atau syarat-syarat
tertentu.
Contoh, Penjelasan Rasulullah saw. yang berupa mentaqwid ayat-ayat al-Qur’an
yang bersifat mutlaq
‫السا ِرِق إَِّال ِف‬ َ َ‫اَّللح َعلَْي ِه َو َسلَّ َم ق‬
َّ ‫ال َال تح ْقطَ حع يَ حد‬ َّ ‫صلَّى‬ َِّ ‫ول‬ِ ‫َعن َعائِ َشةَ َعن رس‬
َ ‫اَّلل‬ ‫ْ َح‬ ْ
)‫صاعِ ًدا (رواه مسلم‬ ٍّ َ‫ربْ ِع ِدين‬
َ َ‫ار ف‬ ‫ح‬
Artinya:
Dari 'Aisyah dari Rasulullah saw., beliau bersabda: "Tangan pencuri tidak
dipotong hingga ia mencuri (harta) senilai seperempat dinar atau lebih (HR
Muslim).
Hadis tersebut men-taqyid ayat al-Qur’an S. al-Maidah : 38

            

 
Terjemahnya;
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan
keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai
siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
c. Men-tahs}is} ayat yang ‘a>m
Kata ‘a>m adalah kata yang menunjuk atau memiliki makna dalam jumlah
yang baik, sedang kata takhs}i>s} adalah kata yang menunjukkan arti khusus,
tertentu, atau tungal.
Contoh hadis yang berfungsi untuk men-takhs}is} keumuman ayat-ayat al-
Qur’an yang berbunyi :
)‫ث الْ َقاتِ حل ِم َن امل ْقتح ْوِل َشْيئأً (روه أُحد‬
‫الَيَِر ح‬
Artinya: َ
Pembunuh tidak berhak menerima harta warisan (HR. Ahmad).
Hadis tersebut men-taksis keumuman firman Allah swt. QS. al-Nisa : 11

         


Terjemahnya:

10
Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu.
Yaitu, bahagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian dua orang anak
perempuan …(QS. Al-Nisa : 11)
3. Baya>n al-Tasyri>.
Kata tasyri artinya pembuatan, mewujudkan atau menetapkan aturan atau hukum.
Baya>n tasyri adalah penjelasan hadis yang berupa mewujudkan, mengadakan atau
menetapkan suatu hukum atau aturan-aturan syara’ yang tidak didapati nas}-nya
dalam al-Qur’an.
4. Baya>n al-Nasakh
Kata nasakh secara bahasa, bermacam-macam artinya. Bisa berarti al-Ibthal
(membatalkan), atau al-ija>lah (menghilangkan), atau al-Tahwi>l (memindahkan),
atau al-tagyi>r (mengubah).
Contoh:
ٍّ ‫إِ َّن هللا قَ ْد أَعطَى حك َّل ِذي ح ٍّق ح َّقه فَالَ و ِصيَّةَ لِوا ِر‬
)‫ث (رواه أُحد‬ َ َ ‫َ َ ح‬ ْ َ
Artinya:
Sesungguhnya Allah telah memberikan kepada tiap-tiap orang haknya (masing-
masing), maka tidak ada wasiat bagi ahli waris (HR. Ahmad)
Hadis ini me-nasah isi al-Qur’an S. al-Baqarah : 180

           

     


Terjemahnya:
Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda)
maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, Berwasiat untuk ibu-bapak dan
karib kerabatnya secara ma'ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang
bertakwa.

III. SEJARAH PERTUMBUHAN HADIS

1. HADIS PADA PERIODE NABI, SAHABAT DAN TABIIN


A. Periwayatan hadis pada priode Rasulullah saw.
Periode Rasul merupakan periode pertama sejarah pertumbuhan dan
perkembangan hadis. Masa ini berlangsung selama 23 tahun (13 tahun sebelum hijrah
dan 11 tahun hijriah. (610 s/d 632 M).

Cara Rasulullah saw. menyampaikan hadis kepada sahabatnya:


1. Hadis disampaikan melalui para jama’ah pada pusat pembinaan yang disebut Majlis
‘Ilmi.
2. Hadis disampaikan melalui para sahabat tertentu, seperti: Hadis-hadis yang ditulis oleh
Abdullah bin Amr bin Ash.
3. Hadis disampaikan melalui ceramah atau pidato di tempat terbuka, seperti ketika haji
wada’ dan fath makkah.

11
4. Perbuatan Nabi yang disaksikan langsung oleh sahabatnya (jalan Musyahadah, seperti
praktek-praktek ibadah dan mu’amalah.

Tujuan Nabi menyampaikan hadis kepada sahabatnya, di antaranya adalah:


1. Nabi bermaksud menjelaskan kandungan ayat-ayat yang diturunkan Allah swt
kepadanya dalam waktu yang cukup panjang.
2. Nabi bermaksud menjelasmkan kepastian hukum tentang suatu peristiwa yang dilihat
dan dialami sendiri
3. Nabi bermaksud menjelaskan kepastian hukum tentang suatu peristiwa yang terjadi
pada masa sahabat yang dinyatakan kepadanya, baik oleh pelaku peristiwa itu
maupun melalui orang lain.
4. Nabi bermaksud menjelaskan kepastian hukum yang terjadi pada masyarakat yang
disaksikan oleh sahabat.
5. Nabi bermaksud meluruskan akidah yang salah atau tradisi yang tidak sejalan dengan
ajaran Islam.

Keadaan para sahabat dalam menerima dan menguasai hadis


Dalam perolehan dan penguasaan hadis, antara satu sahabat dengan sahabat yang
lain tidak sama, ada yang memiliki banyak, ada yang sedang dan ada yang sedikit. Hal
itu disebabkan karena:
1. Kesempatan bersama Rasul saw.
2. Kesanggupan selalu bersama Rasul saw.
3. Kemampuan hafalan
4. Kesungguhan bertanya pada sahabat yang lain
5. Perbedaan waktu masuk Islam
6. Jarak tempat tinggal dengan majlis Rasul saw.

Pemeliharaan Hadis dalam hafalan dan tulisan


a. Aktifitas menghafal hadis
b. Aktifitas mencatat at au menulis hadis
Dasar perintah menulis hadi s
‫صلَّى هللاح َعلَْي ِه‬ ِ ‫ال رس ح‬ َ َ‫اص َر ِض َي هللاح َعْنهح ق‬ ِ ‫عن عب ِد‬
ِ ‫هللا بْ ِن َع ْمحرو بْ ِن الْ َع‬
َ ‫ول هللا‬ ‫ قَ َ َ ح‬:‫ال‬ َْ ْ َ
)‫ى‬ُّ ‫(رَواهح الْبح َخا ِر‬ ‫ق‬
َّ ‫حل‬
َ ‫ا‬ َّ
‫ال‬ ِ‫وسلَّم أح ْكتحب فَو الَّ ِذى نَ ْف ِسى بِي ِدهِ م َايْرج ِمْنهح إ‬
َ َ ‫َ َ حح‬ َ ْ َ ََ
Di antara para sahabat yang menulis hadis
1. Abdullah bin Amr bin Ash, catatan hadisnya diberi nama: al-shahifah al-shaadiqah
2. Jabir bin Abdillah bin Ash, catatan hadisnya : al-shahifah Jabir
3. Anas bin Malik,
4. Abu Hurairah, al-shahifah al-shahihah
5. Abu Syah (Umar bin Sa’ad al-Anmari) orang Yaman
6. Abu Bakar al-Shiddiq
7. Ali bin Abi Thalib
8. Abdullah bin Abbas

B. Periwayatan hadis pada periode Sahabat

12
1. Memelihara amanah Rasul saw.
2. Kehati-hatian para sahabat dalam menerima dan meriwayatkan hadis.
- Abu Bakar menerima hadis secara hati-hati dengan cara meminta saksi
- Umar bin Khattab juga demikian, tetapi pada periwayat tertentu tidak perlu saksi
- Usman dan Ali, selain dengan saksi, juga terkadang dengan sumpah.
Pada masa sahabat hadis belum dihimpun secara resmi dalam kitab, disebabkan
karena:
a. Umat Islam fokus mempelajari al-Qur’an
b. Para sahabat Nabi yang banyak menerima hadis telah tersebar ke berbagai daerah
c. Di kalangan para sahabat terjadi perselisihan terhadap soal pembukuan hadis, lafad
hadis dan ke-shahih-an hadis
3. Upaya para ulama men-taufiq-kan hadis tentang larangan menulis hadis.
Perselisihan para ulama dalam pembukuan hadis berpangkal pada adanya dua hadis
yang kontradiksi.
‫ال َال تَ ْكتحبحوا َع ِن َوَم ْن‬ َ َ‫اَّللح َعلَْي ِه َو َسلَّ َم ق‬
َّ ‫صلَّى‬ َِّ ‫ول‬َ ‫اْلح ْد ِر ِي أ ََّن َر حس‬ ٍّ ِ‫عن أَِب سع‬
َ ‫اَّلل‬ ْ ‫يد‬ َ َْ
ْ‫ب َعلَ َّي حمتَ َع ِم ًدا فَ ْليَ تَ بَ َّوأ‬ ِ ِ
َ ‫ب َع ِن َغ ْ َي الْ حق ْرآن فَ ْليَ ْم ححهح َو َحدثحوا َع ِن َوَال َحَر َج َوَم ْن َك َذ‬
َ َ‫َكت‬
)‫َم ْق َع َدهح ِم ْن النَّا ِر (رواه مسلم‬
Artinya:
Dari Abu Sa'id Al Khudri, Rasulullah saw. bersabda: "Janganlah kalian menulis
dariku, barang siapa yang menulis dariku selain al-Qur'an hendaklah dihapus, dan
ceritakanlah dariku d an tida k ada dosa. Barang siapa berdusta atas (nama) ku dengan
sengaja, maka telah disiapkan tempat duduknya dari neraka (HR. Muslim)
Hadis tersebut di atas kontradiksi dengan hadis riwayat Abdullab bin Amr bin Ash
)‫أكتب فو الذى نفسى بيده مايرج منه إال احلق (رواه البخارى‬
)‫أكتبوا ألىب شاة (رواه البخارى‬
C. Periwayatan hadis pada periode Tabiin
1. Sikap dan perhatian para tabi’in terhadap hadis
- Para tabiin juga cukup berhati-hati dalam periwayatan hadis
- Para sahabat ahli hadis telah tersebar kebeberapa wilayah kekuasaan Islam sehingga
para tabi’in mudah mempelajari hadis-hadis dari mereka. Kekuasaan Islam meliputi
Mekah, Madinah, Basrah, Syam, Mesir, Persia, Irak Afrika selatan dan Spanyol.
- Hadis yang diterima para tabi’in, ada dalam bentuk catatan atau tulisan dan ada yang
harus dihafal.
2. Pusat-pusat kegiatan pembinaan hadis
- Madinah: Abu Hurairah, Aisyah, Abdllah bin Umar dsb.
- Mekah : Muaz bin Jabal, Haris bin Hisyam, Usman bin Thalha, Utbah bin Haris
- Kufah: Sa’ad bin Waqas, Abdullah bin Ma’ud
- Basrah : Anas bin Malik, Abdullah bin Abbas, Abu Sa’id al-Anshari
- Syam : Abu Ubaidillah al-Jarh, Bilal bin Rabah, Muas bin Jabal

13
- Mesir : Abdullah bin Amr bin Ash, Uqbah bin Amir, Abdullah bin Haris
- Andalusia : Mas’un bin Aswad, Bilal bin Haris, Walid bin Uqbah
3. Para penulis hadis di kalangan tabi’in
- Sebagaimana para sahabat, di kalangan tabi’in juga melakukan dua hal: menghafal
dan menulis hadis.
- Tokoh yang sangat mementingkan hafalan hadis : Ibn Abi Laila, Ibnu Syihab al-
Zuhri, Urwah bin al-Zubair
- Tokoh yang memeliki catatan hadis: Abban bin Usman bin Affan, Ibrahim bin
Yazid, Ummu Darda, Umar bin Abd. Azis dsb.
4. Perpecahan politik dan pemalsuan hadis
- Peristiwa yang cukup mengkhawatirkan dalam sejarah perjalanan hadis adalah
terjadinya pemalsuan hadis, salah satu penyebabnya adalah terjadinya perpecahan
politik dalam pemerintahan.
- Perpecahan politik terjadi sejak masa sahabat ketika kekuasaan di pegang oleh Ali
bin Abi Thalib (terjadi Perang Jamal dan Perang Shiffin).
- Persoalan ini berlarut-larut yang berakibat terpecahnya umat Islam dalam
kelompok: Khawarij, Syi’ah, Mu’awiyah, dan golongan yang tidak masuk dalam
ketiga kelompok tersebut.
- Persoalan politik memberi pengaruh negatif dan positif
Pengaruh negatif: munculnya hadis-hadis palsu (maudhu’) untuk mendukung
kepentingan politik masing-masing kelompok dan menjatuhkan posisi lawan.
Pengaruh positif: lahirnya usaha kodifikasi atau tadwin hadis sebagai upaya
penyelamatan dari kemusnahan dan pemalsuan hadis sebagai akibat perpecahan
politik

2. SEJARAH PEBUKUAN HADIS


Pembukuan hadis di mulai pada abad II H di bawah perintahan Khalafah Umar
bin Abd. Azis dari dinasti Umayyah. Inisiatif khalifah Umar bin Abd. Azis untuk
memerintahkan para gubernur dan pembantu-pembantunya untuk mengumpulkan dan
menuliskan hadis disebabkan beberapa faktor:
a. Al-Qur’an ketika itu sudah dibukukan dan disebarluaskan, sehingga tidak lagi
kekhawatiran bercampurnya hadis dengan al-Qur’an.
b. Munculnya kekhawatiran akan hilang dan lenyapnya hadis seiring dengan banyak
para ulama/tabiin yang meninggal dunia akibat usia lanjut atau karena perang
c. Semakin maraknya kegiatan pemalsuan hadis yang dilatar belakangi oleh perpecahan
politik dan perbedaan mazhab di kalangan umat Islam. Untuk menyelamatkan hadis
dan menjaga kemurnian aj aran Islam, maka pembukuan hadis melalui seleksi yang
ketat.
d. Daerah kekuasaan Islam semakin luas yang disertai dengan semakin banyak dan
kompleksnya permasalahan yang dihadapi umat Islam yang harus diselesaikan
berdasarkan petunjuk al-Qur’an atau dengan petunjuk hadis Nabi saw.

Insturuksi Umar bin Abd. Azis dilaksanakan oleh :


1. Abu Bakar Muhammad ibn ‘Amr ibn Hazm (w.117H) gubernur Madinah
mengumpulkan hadis yang berasal dari:
a. Koleksi Ibnu Hazm sendiri

14
b. Amrah binti Abd. Rahman (w.98 H), seorang faqih dan ‘Aisyah ra.
c. Al-Qasim ibn Muhammad ibn Abu Bakar al-Shiddiq (107 H), seorang pemuka
tabi’in dan salah seorang fuqaha yang tujuh (1.al-Qasim, 2. Urwah bin Zubair; 3.
Abu Bakar ibnu Abd. Rahman; 4. Said ibnu Musayyab; 5. Abdillah ibn Abdullah
ibn Utbah ibn Mas’ud; 6. Kharijah ibn Zaid ibn Tsabit; dan 7. Sulaiman ibn
Yassar).
2. Muhammad Ibn Syihab al-Zuhri (w.124 H), seorang ulama besar di Hijaz dan Syam.
Ulama hadis lebih cenderung memilih al-Zuhri sebagai kodifikator pertama dari pada
Ibnu Hazm, dengan pertimbangan sebagai berikut:
a. Al-Zuhri dikenal sebaga i ulama besar di bidang hadis dibandingkan dengan yang
lainnya.
b. Al-Zuhri berhasil menghimpun seluruh hadis yang ada di Madinah, sedangkan
Ibnu Hazm tidak demikian.
c. Hasil kodifikasi al-Zuhri dikirim ke seluruh penguasa di daerah-daerah sehingga
lebih cepat tersebar.

Kitab-kitab hadis pada abad II H


1. Kitab Al-Muwatta’, oleh Imam Malik atas permintaan Khalifah Abu Ja’far al-Mansur.
2. Musnad al-Syafi’i, Karya Imam Syafi’i yang berupa kumpulan hadis yang terdapat
dalam kitab Al-Umm.
3. Mukhtaliful Hadis, yang isinya mengandung pembahasan tentang cara-cara menerima
hadis sebagai hujjah dan cara mengkompromkan hadis yang kelihatan kontradiktif
satu sama lain
4. Al-Sirat al-Nabawiyyah, oleh Ibnu Ishaq. Isinya antara lain tentang perjalanan hidup
Nabi saw. dan peperangan-peperangan yang terjadi pada zaman Nabi.

Ciri dan sistem pembukuan hadis pada abad II


1. Pada umumnya kitab-kitab hadis menghimpun hadis-hadis Nabi saw serta fatwa-
fatwa sahabat dan tabi’in.
2. Himpunan hadis masih bercampurbaur antara berbagai topik yang ada, seperti
yang menyangkut bidang Tafsir, sirah, hukum dan sebagainya.
3. Kitab-kitab hadis yang ada belum memisahkan antara hadis-hadis yang
berkualitas sahih, hasan dan dhaif.

Hadis pada abad III (Masa Pemurnian dan Penyempurnaan)


Upaya ulama hadis dalam memelihara kemurnian hadis Nabi, sebagai berikut:
a. Perlawatan ke daerah-daerah.
Ulama hadis mengunjungi para periwayat hadis yang jauh dari pusat kota, seperti
yang dilakukan Imam Bukhari selama 16 tahun dengan mengunjungi kota Makah,
Madinah, Bagdad, Basrah, Kufah, Mesir, Damsyi, Naisaburi dan lain. Kegiatan
dikuti leh Imam Muslim, Abu Daud, Tirmizi, Nasai dan lain-lain.
b. Pengklasifikasian hadis kepada marfu, mauquf dan Maqtu’.
c. Penyeleksian kualitas hadis dan pengklasifikasian kepada shahih, hasan dan
dhaif.

15
Bentuk Penyusunan Kitab Hadis pada abad III
a. Kitab Shahih.
Bentuk penyusunannya adalah Mushannaf yaitu penyajian berdasarkan bab-bab
masalah tertentu sebagaimana metode kitab-kitab fiqhi. Hadis-hadis yang dihimpun
adalah menyangkut maslah fiqhi, Aqidah, Akhlak, Sejarah dan Tafsir.
Contoh Kitab Shahih : Shahih Bukhari dan Shahih Muslim.
b. Kitab Sunan.
Hadisnya ada yang Shahih dan ada yang dhaif + dijelaskan ke-dhaif-annya)
Bentuk penyusunannya Mushannaf. Contoh: Kitab Sunan Abu Daud, Sunan al-
Tirmizi dan lain-lain

c. Kitab Musnad.
Hadis-hadis disusun berdasarkan nama periwayat pertama. Urutan nama periwayat
pertama ada yang berdasarkan urutan kabilah, seperti Bani Hasyim. Ada berdasarkan
nama sahabat menurut urutan waktu memeluk Islam, Ada menurut urutan hijaiyah
(abjad). Contoh: Musnad Ahmad bin Hanbal; Musnad Abu Qasim al-Baghawi; dan
Musnad Usman ibn Abi Syaibah.

Perbedaan Kitab Shahih dengan Kitab Sunan


1. Dari segi kualitas hadisnya
a. Kitab Shahih lebih tinggi kualitasnya daripada Kitab Sunan
b. Kitab Shahih memuat hadis-hadis shahih saja, sedangkan Kitab Sunan selainnya
hadis Shahih juga memuat hadis hasan dan dhaif.
2. Dari segi kualitas periwayatnya
Persyaratan periwayat dalam kitab shahih lebih ketat dibanding Kitab Sunan.
3. Dari segi kandungannya.
Kitab Shahih lebih lengkap karena selain memuat maslah-masalah hukum, juga
memuat masalah-masalah Aqidah, Akhlak, Sejarah, Tafsir dan lainnya, sedang Kitab
Sunan hanya memuat masalah-masalah hukum (fiqh) saja.

Perbedaan Kitab Mushannaf dengan Kitab Musnad.


1. Kitab Mushannaf disusun berdasarkan bab-bab permasalahan tertentu, sedangkan
Kitab Musnad berdasarkan nama sahabat yang meriwayatkan hadis.
2. Kualitas hadis dalam Kitab Mushannaf lebih tinggi dibandingkan dengan yang
terdapat di dalam Kitab Musnad.

Abad IV sampai pertengahan abad VII (jatuhnya Bagdad tahun 656 H) disebut
masa pengembangan dan penyempunaan. Penyusunan kitab-kitab pada masa ini lebih
mengarah kepada usaha mengembangkan beberapa variasi pembukuan kitab-kitab yang
sudah ada.

Bentuk Penyusunan Kitab Hadis


a. Kitab Athraf.
Kitab hadis yang hanya menyebut sebagian-sebagian dari matan hadis tertentu
kemudian menjelaskan seluruh sanad dari matan itu, baik sanad yang berasal dari kitab
hadis yang dikutip maupun dari kitab yang lainnya, misalnya:

16
1. Athraf al-Shahihaini, oleh Ibrahim al-Dimasyqy (w.400 H)
2. Athraf al-Shahihaini oleh Abu Muhammad Khalaf ibn Muh. al-Wasithy (w. 401 H
3. Athraf al-Sunan al-Arba’ah oleh Ibnu Asakir al-Dimasyqy (w.571)
4. Athraf al-Kutub al-Sittah, oleh Muhammad ibn Thahir al-Maqdisi (w.507 H)
b. Kitab Mustakhraj.
Kitab hadis yang memuat matan-matan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari
dan Imam Muslim atau kedua-duanya atau lainnya, kemudian si penyusun
meriwayatkan matan-matan hadis tersebut dengan sanad sendiri yang berbeda.
Misalnya:
1. Mustakhraj Shahih Bukhari, disusun Jurjany
2. Mustakhraj Shahih Muslim, disusun Abu Awanah (w. 316 H}
3. Mustakhraj Bukhari-Muslim, disusun Abu Bakar Ibnu Abdan al-Sirazy (w. 388 H)
c. Kitab Mustadrak.
Kitab hadis yang menghimpun hadis-hadis yang memiliki syarat-syarat Bukhari dan
Muslim atau memiliki salah satu syarat dari keduanya. Misalnya:
1. Al-Mustadrak, susunan al-Hakim (321 – 405 H)
2. Al-Ilzamat, susunan al-Daraquthny (306 – 385 H)
d. Kitab Jami’.
Kitab hadis yang menghimpun hadis-hadis Nabi yang telah termuat dalam kitab-kitab
yang telah ada Misalnya:
a. Yang menghimpun hadis-hadis Shahih Bukhari dan Muslim
1. Al-Jami’ baina al-Shahihaini, susunan Ismail ibnu Muhammad (Ibnu Furat)
2. Al-Jami’ baina al-Shahihaini, susunan Muh. Ibnu Nashar al-Humaidy
3. Al-Jami’ baina al-Shahihaini, susunan al-Baghawy
b. Yang menghimpun hadis-hadis Nabi dari al-Kutub al-Sittah
1. Tajrid al-Shihah, susunan Razim Mu’awiyah
2. Al-Jami’, Susunan Ibnu Kharrat
c. Yang menghimpun hadis-hadis Nabi dari berbagai Kitab Hadis.
1. Mashabih al-Sunan, susunan al-Baghawy
2. Jami’ al-Masanid wa al-Alqab, susunan Abd. Rahman ibn Ali al-Jauzy
3. Bahru al-Asanid, susunan al-Hasan ibn Ahmad al-Samarqandy ( 491 H)

Pada abad VII sampai sekarang, kegiatan yang dilakukan para ulama hadis adalah
mempelajari kitab-kitab hadis yang telah ada, kemudian mengembangkannya dalam
bentuk kitab, seperti:
1. Kitab Syarah.
Kitab hadis di dalamnya dmuat uraian dan penjelasan kandungan hadis dan kitab
tertentu dan hubngannya dengan dalili-dalil yang lain, baik al-Qur’an. Hadis maupun
dari kaedah-kaedah syara’ lainnya.
a. Syarah untuk Shahih Bukhari
1) Fathul Bariy, Ibnu Hajar al-Asqalaniy
2) Irsyadu al-Sysyari, Muhammad al-Qasthalany
b. Syarah untuk Shahih Muslim
1) Al-Minhaj, Imam Nawawy
2) Ikmalul Ikmal, Az-Zawawy
c. Syarah untuk Sunan Abu Daud

17
1) Aunul Ma’bud, Syamsul Haq al-Adzmi al-Abady
2) Syarah Zawaid Abu Daud, Ibnu al-Mulaqqin
d. Syarah untuk Sunan al-Tirmizi
1) Qutul Mughtadzy, al-Syuyuthi
2) Syarah Zawaid Jami’ Turmuzi, Ibnu Mulaqqin
e. Syarah untuk Sunan al-Nasai
1) Syarah (ta’liq), al-Syuyuthi
2) Syarah (ta’liq), Al-Sindy
f. Syarah untuk Sunan Ibnu Majah
1) Ad-Dibajah, Kamaluddin al-Damiry
2) Misbahu al-Zujajah, al-Syuyuthi.
g. Syarah Kitab Hadis Ahkam
1) Subulu al-Salam, Ismail al-Shan’any
2) Nailul Autar, Muhammad al-Syaukaniy
2. Kitab Mukhtashar
Kitab hadis yang berisi ringkasan dari suatu kitab hadis
a. Al-Jami’ al-Shagir, al-Syuyuthi
b. Mukhtashar Shahih Muslim, Muhammad Fuad Abd. Baqy
3. Kitab Zawa’id.
Kitab yang menghimpun hadis-hadis yang terdapat padasuatu kitab tertentu dan hadis
tersebut tidak termaktub dalam kitab-kitab tertentu lainnya.
a. Zawa’id Sunan al-Qubra, al-Bushiry
b. Al-Mathalibul Aliyah fi Zawa’id al-Masanid al-Tsanawiyah, Ibnu Hajar
c. Majma’uz al-Zawa’id, Abu Husain al-Haitsamy
4. Kitab Petunjuk (kode indeks) Hadis
Kitab yang berisi petunjuk-petunjuk praktis, biasanya berupa kode-kode huruf dan
angka tertentu.
a. Mifta Kunuz al-Sunnah, Prof. Dr. A.J. Winsink
b. Mu’jam al-Mufahras li al-Fadadz Hadis al-Nabawiy, A.J. Winsink
5. Kitab Terjemahan Hadis
Kitab/buku pengalih bahasa kitab-kitab hadis dari bahasa Arab ke bahasa lain, atau
sebaliknya.

VI. PEMBAGIAN HADIS DILIHAT DARI SEGI KUANTITAS


A. Hadis Mutawatir :
Menurut bahasa, berarti mutatabi’ : yang datang berturut-turut, dengan tidak ada
jaraknya.
Secara terminiologis : hadis yang diriwayatkan oleh banyak orang, berdasarkan
pancaindera, yang menurut adat mustahil mereka terlebih dahulu untuk sepakat
berdusta.(sejak awal sampai akhir sanad).

Hadis Mutawatir terbagi dua:


1. Mutawatir lafzi : hadis yang mutawatir lafazh dan maknanya.
contoh :

18
‫من كذ ب على متعمدا فليتبو ء مقعده من النار‬
“ Barang siapa yang dengan sengaja berbuat dusta atas namaku, niscaya ia
menempati tempat duduknya dari api neraka”.
2. Mutawatir ma’nawi : hadis yang maknanya mutawatir ,tanpa dengan lafaznya.

B. Hadis Ahad
Ahad berasal dari kata wahid = satu. Ahad berarti satuan
Menurut istilah hadis ahad : “hadis yang diriwayatkan oleh orang seorang,atau dua
orang atau lebih akan tetapi belum cukup syarat padanya untuk dimasukkan sebagai
hadis mutawatir.

Pembagian Hadis Ahad


 Hadis Masyhur
yaitu Hadis yang diriwayatkan oleh lebih dari dua orang perawi tetapi belum
mencapai derajat mutawatir. (Ibnu Hajar al-‘Asqalany).
 Hadis Gairu Masyhur :
a. Hadis Aziz adalah Hadis yang diriwayatkan oleh dua orang dari dua orang.
b. Hadis Gharib adalah Hadis yang diriwayatkan oleh orang seorang dengan tidak
dipersoalkan apakah periwayat yang orang seorang itu berada di-tabaqah
pertama ataukah pada tabaqah lainnya.

V. HADIS DILIHAT DARI SEGI KUALITASNYA


Pembagian Hadis dan Syarat-Syaratnya
A. Hadis Shahih
Shahih menurut bahasa berarti sehat; selamat dari aib; benar atau betul.
Sedang menurut istilah adalah Hadis yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh
orang-orang yang adil dan dabith, serta tidak terdapat di dalamnya suatu kejanggalan dan
cacat.
Kriteria ke-shahih-an sanad hadis (menurut Ibnu Shalah (w. 643 H/1245 M)
1. Sanad-nya bersambung
2. Diriwayatkan oleh periwayat yang adil
3. Diriwayatkan oleh periwayat dhabit
4. Terhindar dari syaz (kejanggalan)
5. Terhindar dari illat (cacat)

Kriteria ke-shahih-an matn hadis:


Salahuddin bin Ahmad al-Adabi menyatakan:
1. Tidak bertentangan dengan akal sehat
2. Tidak bertentangan dengan hukum al-Qur’an
3. Tidak bertentangan dengan hadis mutawatir

19
4. Tidak bertentangan dengan amalan yang telah menjadi kesepakatan ulama masa
lalu (ulama salaf).
5. Tidak bertentangan dengan dalil yang telah pasti
6. Tidak bertentangan dengan hadis ahad yang kualitas ke-shahih-annya lebih kuat.

KAEDAH MAYOR KAEDAH MINOR


I. Sanad bersambung 1. Muttashil
2. Marfu’
1. Beragama Islam
II. Periwayat bersifat adil 2. Mukallaf
3. Melaksanakan ketentuan agama
4. Memelihara muru’ah
1. Hafal dengan baik hadis yang di-
riwayatkan.
III. Periwayat bersifat dhabit 2. Mampu dengan baik menyampaikan
hadis yang dihafalnya kepada orang
lain tanpa kesalahan
Riwayat seorang periwayat yang siqah
IV. Terhindar dari syadz (janggal) tidak bertentangan dengan riwayat para
periwayat yang siqah lainnya.
Tidak terjadi :
1. Periwayat yang tidak siqah dinilai
V. Terhindar dari ‘illat (cacat) siqah.
2. Sanad terputus dinilai bersambung

Keterangan:
1. Muttashil (maushul) adalah hadis yang bersambung sanad-nya, baik
persambungan itu sampai kepada Nabi maupun hanya sampai kepada sahabat
Nabi saw. (Ibnu Shalah dan al-Nawawi)
2. Mukallaf : balig; berakal
3. Melaksanakan ketentuan agama: teguh dalam agama, tidak berbuat bid’ah, tidak
berbuat maksiat, tidak berbuat fasik, dan baik akhlaknya.
4. Memelihara muru’ah : memelihara diri dari perbuatan yang tidak baik, jika
perbuatan itu dilakukan akan mengurangi kehormatan pribadi pelakunya di mata
masyarakat.
5. Terhindar dari syadz : hadis tersebut tidak menyalahi riwayat periwayat yang
lebih siqah dari padanya.
6. Terhindar dari ‘illat : terhindar dari sesuatu yang sifatnya samar-samar atau
tersembunyi yang dapat melemahkan kualitas hadis tersebut
7. Siqah : penggabungan dari sifat adil dan dhabith

Pembagian Hadis Shahih


 Hadis Sahih ii-Dzatihi
Yaitu hadis yang karena keadaan dirinya sendiri telah memenuhi lima syarat hadis
sahih.

20
 Hadis Sahih li-Ghairihi
Hadis yang pada dirinya sendiri belum mencapai kualitas shahih, lalu ada petunjuk
atau dalil lain yang menguatkannya, sehingga hadis tersebut meningkat menjadi
hadis shahih li-ghairihi.

B. Hadis Hasan
Hasan menurut bahasa berarti yang baik atau yang sesuai dengan keinginan jiwa.
Sedang menurut istilah Hadis Hasan ialah hadis yang bersambung sanadnya,
diriwayatkan oleh orang yang adil tapi kurang sedikit dabith, tidak terdapat didalamnya
suatu kejanggalan dan tidak juga terdapat cacat.
Pembagian Hadis Hasan
 Hadis Hasan Li-Dzatihi
Yaitu hadis yang karena keadaan dirinya sendiri telah memenuhi syarat hadis hasan.
 Hadis Hasan Li-Ghairihi
Hadis yang sanadnya ada periwayat yang tidak diakui keahliannya, tetapi dia
bukanlah orang yang terlalu banyak kesalahan dalam meriwayatkan hadis, kemudian
ada riwayat dengan sanad yang lain yang bersesuaian dengan maknanya yang
menguatkannya.

C. Hadis Dhaif
Dhaif menurut bahasa berarti yang lemah, yang sakit atau yang tidak kuat.
Hadis dha’if ialah Hadis yang tidak memiliki salah satu syarat atau lebih dari syarat-
syarat hadis sahih dan hadis hasan.

HADIS DHAIF DAN PEMBAGIANNYA

A. Dhaif karena terputusnya sanad


1. Hadis Mursal
Yaitu hadis yang disandarkan kepada Rasulullah oleh tabi’in tanpa menyebut
nama sahabat yang menyampaikan hadis itu.
Beberapa pendapat berkaitan dengan hadis mursal:
a. Hadis mursal dapat dijadikan dalil secara mutlak (didukung Imam Abu
Hanifah, Imam Malik dan beberapa imam yang lain.
b. Hadis mursal tidak dapat dijadikan hujjah sama sekali.( Imam Syafii dan
Imam Muslim)
c. Hadis mursal dapat dijadikan hujjah apabila ada hadis jalur lain yang musnad
dan mursal datang menguatkannya atau sebagian sahabat telah mengamalkan
kandungan hadis tersebut.
2. Hadis Munqathi’
Yaitu hadis yang sanad-nya terdapat salah seorang yang digugurkan (tidak
disebutkan namanya), baik di ujung maupun di pangkal.
3. Hadis Mu’dhal

21
Yaitu hadis yang di dalam sanad-nya terdapat dua orang periwayat atau lebih
yang secara berturut-turut tidak disebut namanya.
4. Hadis Mudallas
Tadlis menurut bahasa artinya menyimpan aib. Menyimpan cacat barang
dagangan agar tidak ketahuan pembeli disebut tadlis. Jadi hadis Mudallad adalah
hadis yang di dalamnya ada sesuatu yang disembunyikan.
Ulama hadis membagi tadlis menjadi dua:
a. Tadlis al-Isnad yaitu seorang periwayat menerima hadis dari orang yang
semasa, tetapi tidak bertemu langsung atau ia menerima/bertemu langsung
tetapi tidak menyebut namanya.
b. Tadlis al-Syuyukh yaitu seorang periwayat menyebut nama pemberi hadis,
bukan namanya yang dikenal oleh khalayak, tetapi nama yang kurang dikenal.
Contoh al-Khatib berkata: telah berceritera kepada kami Ali ibn Abu Ali al-
Bishri.. Nama yang dikenal adalah Abu Qasim Ali ibn Abu Ali.

B. Dhaif karena cacat


1. Hadis Matruk
Yaitu hadis yang diriwayatkan melalui hanya satu jalur yang didalamnya
terdapat seorang periwayat yang tertuduh pendusta, fasiq, atau banyak lalai.

2. Hadis Mu’allal
Yaitu hadis yang kelihatannya tidak mengandung cacat (sanad atau matn atau
kedua-duanya) setelah diadakan penelitian mendalam, ternyata ada cacatnya.
3. Hadis Munkar
Yaitu hadis yang diriwayatkan oleh orang lemah yang menyalahi riwayat
orang yang lebih siqah dari padanya.
4. Hadis Syadz
Yaitu hadis yang diriwayatkan oleh orang siqah, tetapi bertentangan dengan
hadis yang diriwayatkan oleh orang yang lebih siqah lagi
5. Hadis Mudhtharib
Mudhtharib artinya Goncang. Hadis Mudhtharib adalah sebuah hadis yang
diriwayatkan melalui beberapa jalur yang sanad atau matn-nya saling
berlawanan, baik periwayat itu satu atau beberapa orang. Pertentangan
tersebut tidak dapat disatukan atau salah satunya dikalahkan.
6. Hadis Maqlub
Yaitu hadis yang periwayatnya meng-ganti-kan sebagiannya dengan yang
lain, baik yang ditukar itu sanad atau matn, baik disengaja atau tidak.

C. Kehujjahan hadis dhaif


1. Mazhab pertama, tidak mau mengamalkan hadis dhaif secara mutlak, apakah
untuk fadhail al-amal atau untuk kepentikan juridis.
Pendukung ulama ahli hadis, seperti Yahya ibn Ma’in, al-Bukhari, Muslim
2. Mazhab kedua, mengamalkan hadis ini secara mutlak. Abu Daud dan Imam
Ahmad.

22
3. Mazhab ketiga, mengamalkan hadis dhaif untuk fadhail al-‘amal dan
nasehat-nasehat, dengan syarat:
a. Hadisnya tidak dha’if berat
b. Tidak bertentangan dengan dasar agama
c. Kalupun hadis ini diamalkan, tidak diimani bahwa hadis itu dari Nabi,
tetapi dalam rangka berhati-hati.

VI. SYARAT-SYARAT DAN METODE PERIWAYATAN HADIS


A. Syarat-syarat periwayat hadis yang dapat diterima
1. Beragama Islam
2. Balig
3. Berakal
4. Tidak fasik
5. Terhindar dari muru’ah
6. Mampu menyampaikan hadis yang telah dihafalnya
7. Sekiranya dia memiliki catatan hadis, maka catatannya itu dapat dipercaya
8. Mengetahui dengan baik apa yang merusak maksud hadis yang diriwayatkannya
secara makna.

B. Metode Penerimaan dan Penyampaian hadis (Tahammul wa Adaul Hadis) serta


lambang-lambang yang digunakan
1. Al-Sama’ min Lafd al-Syekh (‫)السمع من لفظ الشيخ‬
Yaitu penerimaan hadis dengan cara mendengar langsung lafad hadis dari guru
hadis (al-syaikh).
Istilah atau kata yang dipakai: a. ‫ َسعت‬b. ‫ حدثنا‬c. ‫ حدثن‬d. ‫ أخربان‬e. ‫ قال لنا‬f.
‫ذكرلنا‬
2. Al-Qira’ah ‘ala al-Syaykh (‫)القراءة على الشيخ‬
Yaitu periwayat menghadapkan riwayat hadis kepada guru hadis dengan cara
periwayat itu sendiri yang membacakannya atau orang lain yang
membacakannya dan dia mendengarkan.
Istilah atau kata yang dipakai:
a. ‫قرأت على فالن‬
b. ‫قرأت على فالن وأأن أَسع فأقر به‬
3. Al-Ijazah (‫)اإلجازة‬
Yakni guru hadis memberikan izin kepada seseorang untuk meriwayatkan hadis
yang ada padanya.
Istilah atau kata yang dipakai: ‫ حدثنا‬dan ‫أخربان‬
4. Al-Munawalah (‫)املناولة‬
Cara al-Munawalah ada dua macam:
a. al-Munawalah bersamaan dengan ijazah
b. al-Munawalah yang tidak bersamaan dengan ijazah

23
Al-Munawalah yang disebutkan terakhir ini ialah pemberian kitab hadis oleh
guru hadis kepada muridnya sambil berkata: Ini hadis yang telah saya dengar
atau ini hadis yang telah saya riwayatkan.
Istilah atau kata yang dipakai untuk al-munawalah tanpa ijazah : ‫ انولن‬atau
‫انولنا‬
5. Al-Mukatabah (‫)املكاتبة‬
Yakni Seorang guru hadis menuliskan hadis yang diriwayatkannya untuk
diberikan kepada orang tertentu.
Istilah atau kata yang dipakai: ‫ كتب إَل فالن‬dan ‫أخربىن به مكا تبة‬
6. Al-l’lam (‫)اإلعالم‬
Yaitu guru hadis memberitahukan kepada muridnya, hadis atau kitab hadis yang
telah diterimanya dari periwayatnya.
Istilah atau kata yang dipakai: ‫أخربان‬
7. Al-Wasiyah (‫)الوصية‬
Yakni seorang periwayat hadis mewasiatkan kitab hadis yang diriwayatkannya
kepada orang lain.
Itilah atau kata yang dipakai : ‫أوصى إَل‬
8. Al-Wijadah (‫)الوجادة‬
Yakni seseorang dengan tidak melalui cara al-syima atau ijazah, mendapati hadis
yang ditulis oleh periwayatnya.
Istilah atau kata yang dipakai:
a. ‫وجدت خبط فالن حدثنا فالن‬
b. ‫وجدت ىف كتاب فالن خبطه حدثنا فالن‬
c. ‫وجد ت عن فالن أو بلغن عن فالن‬

VII. TAKHRIJ AL-HADIS


1. Pengertian Takhrij al-Hadis
Kata takhrij memiliki beberapa arti : al-istimbath (mengeluarkan dari sumbernya); al-
tadrib (latihan, penelitian); al-taujih (pengarahan, menjelaskan duduk persoalan).

Takhrij menurut istilah adalah penelusuran atau pencarian hadis pada berbagai kitab
sebagai sumber asli dari hadis yang bersangkutan, yang di dalam sumber itu
dikemukakan secara lengkap matn dan sanad hadis yang bersangkutan.

2. Tujuan dan Kegunaan men-takhrij hadis


Tujuan takhrij yaitu:
a. Untuk mengetahui sumber dari suatu hadis
b. Untuk mengetahui kualitas dari suatu hadis, apakah dapat diterima (Shahih atau
Hasan) atau ditolak (dhaif).
Manfaat takhrij antara lain:

24
1) Mengetahui keadaan hadis sebagaimana yang dikehendaki pada tujuan pokok di
atas
2) Mengetahui keadaan sanad hadis (bersambung atau tidak) dan silsilahnya
3) Dapat meningkatkan kualitas hadis dari dhaif menjadi hasan karena ditemukan
syahid atau mutabi’.
4) Mengetahui pendangan para ulama terhadap ke-shahih-an suatu hadis.
5) Dapat membedakan mana periwayat yang dipakai atau yang ditinggalkan
6) Dapat menetapkan suatu hadis yang dipandang mubham (ada periwayat yang tidak
disebutkan namanya dalam sanad) menjadi tidak mubham karena ditemukannya
beberapa jalan sanad.
7) Dapat menetapkan sebagai hadis yang muttasil (sanad bersambung)
8) Dapat memastikan identitas para periwayat, baik yang berkaitan dengan kunyah
(julukan), laqab (gelaran), nasab (keturunan), dengan nama yang jelas.

3. Sejarah singkat munculnya takhrij


Kegiatan takhrij muncul dan diperlukan pada masa ulama mutaakhirin, sedang
pada masa ulama mutaqaddimin dalam mengutip hadis-hadisnya tidak pernah
membicarakan dan menjelaskan jalur sanad, dan bagaimana kualitas hadisnya.
Takhrij ini diperlukan, ketika para ulama merasa mendapat kesulitan untuk
merujukkan hadis-hadis yang tersebar pada berbagai kitab dengan disiplin ilmu agama
yang bermacam-macam. Para ulama mulai membicarakan hal itu kemudian mereka
mengeluarkan hadis-hadis yang dikutip dalam kitab-kitab lain dengan merujukkan
kepada sumbernya.

4. Cara Pelaksanaan dan Metode Takhrij


Di dalam melakukan takhrij, ada lima metode yang dapat dijadikan sebagai podoman,
yaitu:
1) Takhrij menurut lafadz pertama matn hadis
2) Takhrij menurut lafadz-lafadz yang terdapat dalam matn hadis
3) Takhrij menurut periwayat pertama (sahabat)
4) Takhrij menurut tema hadis
5) Takhrij menurut klasifikasi (status) hadis.

ad. 1. - al-Jami’ al-Shaqir min Hadis al-Basyir al-Nadzir, karya al-Suyuthi.


- Al-Jami’ al-Kabir, karya al-Suyuthi.
- Al-Jami’ al-Azhar bim Hadis al-Nabi alAnwar, karya al-Nawawi
ad. 2. Al-Mu’jam al-Mufahras li al-fadzi Hadis al-Nabawiy, karya A.J. Wensinck
ad. 3. – Athraf al-Shahihaeni, karya Abu Mas’ud Ibrahim
- Athraf al-Kutub al-Sittah, karya Syamsuddin al-Maqdisi
ad. 4. – Miftah Kunuz al-Sunnah, karya A.J. Wensinck
ad. 5. – Al-Marasil, karya Abu Daud

25

Anda mungkin juga menyukai