Anda di halaman 1dari 42

2

LAPORAN PENDAHULUAN PADA NY.F DENGAN POST OPERASI


SEKSIO CAESARIA INDIKASI ASMA DI RS BETHESDA
LEMPUYANGWANGI YOGYAKARTA

Disusun Oleh:

Mentari Cahyaningtyas

1901034

PROGRAM PENDIDIKAN DIPLOMA 3 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) BETHESDA


YAKKUM YOGYAKARTA
TAHUN 2021
3

BAB I
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Teori Medis


1. Konsep Medis Asma

a. Definisi Asma
Asma yaitu penyakit peradangan kronik pada saluran napas yang
ditandai dengan adanya mengi, batuk, dan sesak di dada yang
berulang dan tinbul terutama pada malam menjelang pagi yang
diakibatkan karena penyumbatan saluran pernapasan. (Infodatin,
2017)

Asma merupakann proses inflamasi kronik saluran pernapasan


menjadi hiperespnsif, sehingga memudahka terjadinya
bronkokonstriksi, edema, dan hipersekresi kelenjar. (Nelson, 2013)

Asma adalah suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami


penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang
menyebabkan peradangan. (Amin & Hardi, 2016)
Beberapa faktor penyebab asma, antara lain umur pasien, status atopi,
faktor keturunan, serta faktor lingkungan. Asma dibedakan menjadi 2
jenis, (Amin & Hardi, 2016) yakni :
1) Asma bronkial
Penderita asma bronkial, hipersensitif dan hiperaktif terhadap
rangsangan dari luar, seperti debu rumah, bulu binatang, asap dan
bahan lain penyebab alergi. Gejala kemunculannya sangat
mendadak, sehingga gangguan asma bisa datang secara tiba-tiba.
Gangguan asma bronkial juga bisa muncul lantaranadanya radang
yang mengakibatkan penyempitan saluran pernapasan bagian
bawah. Penyempitan iniakibat berkerutnya otot polos saluran
pernapasan, pembengkakan selaput lendir, dan pembentukan
timbunan lendir yang berlebihan.
2) Asma kardial
4

Asma yang timbul akibat adanya kelainan jantung. Gejala asma


kardial biasanya terjadi pada malam hari, disertai sesak napas
yang hebat. Kejadian ini disebut nocturnal paroxymul dispnea.
Biasanya terjadi pada saat penderita sedang tidur.
b. Etiologi Asma
Asma merupakan gangguan kompleks yang melibatkaan faktor
autonom, imunologis, infeksi, endokrin dan psikologis dalam berbagai
tingkat pada berbagai individu. Pengendalian diameter jalan napas
dapat dipandang sebagai suatu keseimbangan gaya neural dan humoral.
Aktivitas bronkokonstriktor neural diperantarai oleh bagian kolinergik
sistem saraf otonom. Ujung sensoris vagus pada epitel jalan napas,
disebut reseptor batu atau iritan, tergantung pada lokasinya,
mencetuskan refleks arkus cabang aferens, yang pada ujung eferens
merangsang kontraksi otot polos bronkus.
1) Faktor imunologis Pada beberapa penderita yang disebut asma
ekstrinsik atau alergik, eksaserbasi terjadi setelah pemaparan
terhadap faktor lingkungan seperti debu rumah, tepungsari, dan
ketombe. Bentuk asma adanya instrinsik dan ekstrinsik. Perbedaan
intrinsik dan ekstrinsik mungkun pada hal buatan (artifisial), karena
dasar imun pada jejas mukosa akibat mediator pada kedua
kelompok tersebut. Asma ekstrinsikmungkin dihubungkan dengan
lebih mudahnya mengenali rangsangan pelepasan mediator
daripada asma instrinsik.
2) Faktor endokrin Asma dapat lebih buruk dalam hubungannya
dengan kehamilan dan menstruasi, terutama premenstruasi, atau
dapat timbul pada saat wanita menopause. Asma membaik pada
beberapa anak saat pubertas.
3) Faktor psikologis Faktor emosi dapat memicu gejala-gejala pada
beberapa anak dan dewasa yang berpenyakit asma, tetapi
“penyimpangan” emosional atau sifat-sifat perilaku yang dijumpai
pad anak asma tidak lebih sering daripada anak dengan penyakit
cacat kronis yang lain.(Nelson, 2013).
5

c. Klasifikasi Asma
Keparahan asma juga dapat dinilai secara retrospektif dari tingkat obat
yang digunakan untuk mengontrol gejala dan serangan asma. Hal ini
dapat dinilai jika pasien telah menggunakan obat pengontrol untuk
beberapa bulan. Yang perlu dipahami adalah bahwa keparahan asma
bukanlah bersifat statis, namun bisa berubah dari waktu-waktu, dari
bulan ke bulan, atau dari tahun ke tahun, (GINA, 2015) Adapun
klasifikasinya adalah sebagai berikut :
1) Asma Ringan Adalah asma yang terkontrol dengan pengobatan
tahap 1 atau tahap 2, yaitu terapi pelega bila perlu saja, atau dengan
obat pengontrol dengan intensitas rendah seperti steroid inhalasi
dosis rendah atau antogonis leukotrien, atau kromon.
2) Asma Sedang Adalah asma terkontrol dengan pengobatan tahap 3,
yaitu terapi dengan obat pengontrol kombinasi steroid dosis rendah
plus long acting beta agonist (LABA).
3) Asma Berat Adalah asma yang membutuhkan terapi tahap 4 atau 5,
yaitu terapi dengan obat pengontrol kombinasi steroid dosis tinggi
plus long acting beta agonist (LABA) untuk menjadi terkontrol,
atau asma yang tidak terkontrol meskipun telah mendapat terapi.
4) Perlu dibedakan antara asma berat dengan asma tidak terkontrol.
Asma yang tidak terkontrol biasnya disebabkan karena teknik
inhalasi yang kurang tepat, kurangnya kepatuhan, paparan alergen
yang berlebih, atau ada komorbiditas. Asma yang tidak terkontrol
relatif bisa membaik dengan pengobatan. Sedangkan asma berat
merujuk pada kondisi asma yang walaupun mendapatkan
pengobatan yang adekuat tetapi sulit mencapai kontrol yang baik
d. Manifestasi Klinik
Berikut ini adalah tanda dan gejala asma, menurut Zullies (2016),
tanda dan gejala pada penderita asma dibagi menjadi 2, yakni :
1) Stadium dini Faktor hipersekresi yang lebih menonjol
a) Batuk dengan dahak bisa dengan maupun tanpa pilek
6

b) Ronchi basah halus pada serangan kedua atau ketiga, sifatnya


hilang timbul
c) Wheezing belum ada
d) Belum ada kelainana bentuk thorak
e) Ada peningkatan eosinofil darah dan IGE
f) Blood gas analysis (BGA) belum patologis
Faktor spasme bronchiolus dan edema yang lebih dominan :
a) Timbul sesak napas dengan atau tanpa sputum
b) Wheezing
c) Ronchi basah bila terdapat hipersekresi
d) Penurunan tekanan parial O2
2) Stadium lanjut/kronik
a) Batuk, ronchi
b) Sesak nafas berat dan dada seolah-olah tertekan
c) Dahak lengket dan sulit untuk dikeluarkan
d) Suara napas melemah bahkan tak terdengar (silent chest)
e) Thorak seperti barel chest
f) Tampak tarikan otot sternokleidomastoideus
g) Sianosis
h) Blood gas analysis (BGA) Pa O2 kurang dari 80 %
i) Ro paru terdapat peningkatan gambaran bronchovaskuler
kanan dan kiri
j) Hipokapnea dan alkalosis bahkan asidosis repiratorik Bising
mengi (wheezing) yang terdengar dengan/ tanpa stetoskop,
batuk produktif, sering pada malam hari, nafas atau dada
seperti tertekan, ekspirasi memanjang
e. Patofisiologi
Patofisiologi asma memiliki dua fase, yaitu fase sensitasi dan fase
alergi. Fase sensitasi terjadi ketika pertama kali terpapar oleh adanya
alergi atau zat zat antigen. Antigen akan masuk ke dalamm tubuh dan
bertemu dengan makrofag (APC). Makrofag akan memberi tahu
kepada sel T helper. Setelah sel T helper tahu kalau ada antigen maka
7

akan berproliferasi dan menjadi sel T helper 2. Sel T helper 2


berfungsi untuk mengaktivasi sel B. Setelah sel B teraktivasi maka
akan menghasilkan Ig E. Ig E akan akan merangsang aktivasi dari sel
mask.
Fase yang kedua yaitu fase alergi. Jika zat allergen datang kembali
akan langsung bertemu dengan Ig.E. Setelah Ig E merangsang sel
mask, maka sel mask akan mengalami degranulasi. Lalu di dalam sel
mask akan keluar histamin.
Histamin akan berefek pada saluran napas. Histamin akan
meningkatkan kerja sel goblet dan ketika kerja sel goblet meningkat
maka sekresi mucus akan meningkat. Histamin juga akan
mengakibatkan spasme otot polos pada bronkus. Selain itu histamin
juga meningkatkan permeabilitas pada kapiler sehingga
mengakibatkan edema pada daerah bronkus.
Adanya peningkatan permeabilitas sekresi mucus, spasme otot, dan
edema pada daerah bronkus akan membuat lumen bronkus semakin
menyempit. Hal tersebutlah yang mengakibatkan terjadinya asma.
f. Penatalaksanaan Kehamilan dengan asma
Penatalaksanaan asma sedang sampai beratmemerlukan pendekatan
kooperatif antara dokter obstetric, bidan, ahli fisioterapi, dan ibu.
Menjelaskan kondisi ibu saat dilakukan pemeriksaan, menganjurkan ibu
untuk makan-makanan yang bergizi. Ajarkan ibu untuk latihan tehnik
relaksasi pernafasan dengan cara latihan tarik nafas pelan dan panjang
melalui hidung kemudian dilepaskan melalui mulut, menganjurkan ibu
tidur dengan posisi fowler yaitu setengah duduk agar membantu
memperlancar jalan nafas ibu, dan mengurangi terjadinya sesak saat
ibu bernafas. Memberikan konseling kepada ibu bahwa biasanya
serangan asma akan timbul pada usia kehamilan mencapai 9 bulan
menjelang persalinan karena gerakan diafragma badan menjadi terbatas
dan juga asma biasanya menimbulkan komplikasi pada ibu beserta janin.
Memberikan konseling mengenai pencegahan agar tidak terjadinya
asma yaitu menghindari faktor pencetus asma seperti asap rokok,
8

asap kendaraan, alergi (misalnya debu rumah, bulu kucing) dan


polusi udara. Menganjurkan ibu untuk memperbanyak istirahat,
minimal tidur siang selama 2 jam, tidur malam 8 jam dan tidak
melakukan pekerjaan yang berat-berat, memberikan ibu dukungan
emosional, baik dari suami dan keluarga, agar ibu tidak stress dan
tidak terlalu banyak pikiran sehingga dapat membantu meredakan
gejala asma. Menganjurkan ibu untuk rutin ANC ke Tenaga
Kesehatan (Rengganis, 2011).
g. Komplikasi
1) Kekurangan oksigen ibu ke janin menyebabkan beberapa
masalah kesehatan janin, termasuk :
a) Kematian perinatal.
b) IUGR (12 %) gangguan perkembangan janin dalam rahim
menyebabkan janin lebih kecil dari umur kehamilannya.
c) Kehamilan preterm (12 %).
d) Hipoksia neonatal, oksigen tidak adekuat bagi sel-sel
e) Berat bayi lahir rendah
2) Kematian janin disebabkan oleh asma berat sebagai akibat episode
wheezing yang tidak terkontrol. Mekanisme penyebab berat bayi
lahir rendah pada wanita asma masih belum diketahui, akan
tetapi terdapat beberapa factor yang mendukung seperti perubahan
fungsi plasenta, derajat berat asma dan terapi asma
3) Plasenta memegang peranan penting dalam mengontrol
perkembangan janin dengan memberi suplai nutrisi dan oksigen
dari ibu(Rengganis, 2011).
h. Diagnosis Asma
Diagnosis asma tidak sulit, terutama bila dijumpai gejala yang
klasik seperti sesak nafas, batuk dan bunyi wheezing. Adanya riwayat
asma sebelumnya, riwayat penyakit alergik seperti rinitis alergik, dan
keluarga yang menderita penyakit alergik, dapat memperkuat dugaan
penyakit asma. Selain hal-hal di atas, pada anamnesa perlu ditanyakan
mengenai faktor pencetus serangan (Rengganis, 2011).
9

2. Konsep Post Partum dengan Sectio Caesaria

a. Definisi
Menurut Purwanti (2012) Nifas adalah masa setelah melahirkan
berlangsung selama 6 minggu, sejak lahirnya plasenta sampai alat
reproduksi kembali normal, selama masa nifas, akan terjadi perubahan
baik fisik maupun psikologis.

Menurut Heriyani (2012), Masa nifas adalah masa 6 minggu setelah


kelahiran. Masa nifas dimulai sejak lahirnya plasenta sampai alat
reproduksi kembali normal seperti sebelum mengandung yang dialami
selama 42 hari.

Menurut Islam batas waktu nifas adalah berhenti keluarnya darah dari
kemaluan akibat persalinan.Waktu yang diperlukan seorang perempuan
boleh melakukan ibadah seperti sholat atau membaca Al-Qur’an setelah
persalinan adalah 40 hari setelah persalinan (Sahroni, 2012).

Sectio Caesarea (SC) adalah suatu cara mengeluarkan bayi dengan


pembedahan pada bagian perut.(Nurarif & Kusuma, 2015).

Sectio Caesarea (SC) adalah proses melahirkan dengan cara


pembedahan dimana irisan dilakukan di perut untuk mengeluarkan
seorang bayi (Endang Purwoastuti and Siwi Walyani, 2014).

b. Anatomi Fisiologi
Organ reproduksi wanita terbagi atas organ eksterna dan interna. Organ
eksterna berfungsi dalam berfungsi dalam kopulasi, sedangkan organ
interna berfungsi dalam ovulasi, sebagai tempat fertilisasi sel telur dan
perpindahan blastosis, dan sebagai tempat implantasi, dapat dikatakan
berfungsi untuk pertumbuhan dan kelahiran janin.
a. Plasenta
Plasenta berbentuk bundar dengan diameter 15-20 cm, tebal kira-
kira 2,5 cm, berat rata-rata 500 gr. Sebelum kelahiran plasenta
secara normal terletak pada segme atas uterus, di depan atas di
10

belakang dinding uterus agak ke atas kea rah fundus uteri. Hal itu
dikarenakan permukaan bagian atas korpus uteri lebih luas
sehingga lebih banyak tempat untuk berimplantasi. Fungsi plasenta
adalah sebagai alat yang memberi makanan pada janin (nutritif),
sebagai alat yang mengeluarkan bekas metabolisme (ekskresi),
sebagai alat yang memberi zat asam dan mengeluarkan CO2
(respirasi, alat pembentuk hormone dan menyalurkan antibody ke
janin.
b. Struktur eksterna

1) Mons Pubis Mons Pubis atau Mons Veneris adalah jaringan lemak
subkutan berbentuk bulat yang lunak dan padat serta merupakan
jaringan ikat jarang diatas simfisis pubis. Mons pubis mengandung
banyak kelenjar sebasea (minyak) dan ditumbuhi Rambut berwarna
hitam, kasar dan ikal pada masa pubertas, yakni sekitar satu sampai
dua tahun sebelum awitan haid. Fungsinya sebagai bantal pada saat
melakukan hubungan sex.
2) Labia Mayora Labia Mayora ialah dua lipatan kulit panjang
melengkung yang menutupi lemak dan jaringan ikat yang menyatu
dengan mons pubis. Keduanya memanjang dari mons pubis ke arah
bawah mengelilingi labia mayora, meatus urinarius, dan introitus
vagina ( muara vagina ).
3) Labia Minor Labia Minora, terletak diantara dua labia mayora,
merupakan lipatan kulit yang panjang, sempit dan tidak berambut
yang memanjang ke arah bawah dari bawah klitoris dan menyatu
11

dengan fourchette. Sementara bagian lateral dan anterior labia


biasanya mengandung pigmen, permukaan medial labia minora
sama dengan mukosa vagina; merah muda dan basah. Pembuluh
darah yang sangat banyak membuat labia berwarna merah
kemurahan dan4 memungkinkan labia minora membengkak, bila
ada stimulus emosional atau stimulus fisik.
4) Klitoris Klitoris adalah organ pendek berbentuk silinder dan erektil
yang terletak tepat dibawah arkus pubis. Dalam keadaan tidak
terangsang, bagian yang terlihat adalah sekitar 6 x 6 mm atau
kurang. Ujung badan klitoris dinamai glans dan lebih sensitif
daripada badannya. Saat wanita secara seksual terangsang, glans
dan badan klitoris membesar. Fungsi klitoris adalah menstimulasi
dan meningkatkan ketegangan seksualitas.
5) Prepusium Klitoris Dekat sambungan anterior, labia minora kanan
dan kiri memisah menjadi bagian medial dan lateral.Bagian lateral
menyatu di bagian atas klitoris dan membentuk prepusium, penutup
yang berbentuk seperti kait.Bagian medial menyatu di bagian
bawah klitoris untuk membentuk frenulum.Kadang-kadang
prepusium menutupi klitoris.
6) Vestibulum Vestibulum ialah suatu daerah yang berbentuk seperti
perahu atau lonjong, terletak di antara labia minora, klitoris dan
fourchette.Vestibulum terdiri dari muara utetra, kelenjar parauretra
(vestibulum minus atau skene), vagina dan kelenjar paravagina
(vestibulum mayus, vulvovagina, atau Bartholin). Permukaan5
vestibulum yang tipis dan agak berlendir mudah teriritasi oleh
bahan kimia (deodorant semprot, garam-garaman, busa sabun),
panas, rabas dan friksi (celana jins yang ketat).
7) Fourchette Fourchette adalah lipatan jaringan transversal yang
pipih dan tipis, terletak pada pertemuan ujung bawah labia mayora
dan minora di garis tengah dibawah orifisium vagina. Suatu
cekungan kecil dan fosa navikularis terletak di antara fourchette
dan himen.
12

8) Perineum Perineum ialah daerah muscular yang ditutupi kulit


antara introitus vagina dan anus.Perineum membentuk dasar badan
perineum. Penggunaan istilah vulva dan perineum kadang-kadang
tertukar,
c. Struktur Internal

1) Ovarium Sebuah ovarium terletak di setiap sisi uterus, dibawah dan


di belakang tuba falopii.Dua ligamen mengikat ovarium pada
tempatnya, yakni bagian mesovarium ligamen lebar uterus, yang
memisahkan ovarium dari sisi dinding pelvis lateral kira-kira
setinggi Krista iliaka antero superior, dan ligamentum ovarii
proprium. Dua fungsi ovarium ialah menyelenggarakan ovulasi dan
memproduksi hormon.Saat lahir, ovarium wanita normal
mengandung sangat banyak ovum primordial (primitif).Ovarium
juga merupakan tempat utama produksi hormon seks steroid
(estrogen, progesterone, dan androgen) dalam jumlah yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan, perkembangan dan fungsi wanita
normal. Hormone estrogen adalah hormone seks yang di produksi
oleh rahim untuk merangsangpertumbuhan organ seks seperti
payudara dan rambut pubikserta mengatur sirkulasi
manstrubasi.Hormone estrogen juga menjaga kondisi kesehatan dan
elasitas dinding vagina.Hormone ini juga menjaga teksture dan
13

fungsi payudara.pada wanita hamil hormone estrogen membuat


puting payudara membesar dan merangsangpertumbuhan kelenjar
ASI dan memperkuat dinding rahim saat terjadi kontraksi7
menjelang persalinan. Hormone progesterone berfungsi untuk
menghilangkan pengaruh hormone oksitoksin yang dilepaskan oleh
kelenjar pituteri.Hormone ini juga melindungi janin dari serangan
sel-sel kekebalan tubuh dimana sel telur yang di buahi menjadi
benda asing dalam tubuh ibu.hormon androgen berfungsi untuk
menyeimbangkan antara hormon estrogen dan progesterone.
2) Tuba Falopii (Tuba Uterin) Panjang tuba ini kira-kira 10 cm dengan
diameter 0,6 cm. Setiap tuba mempunyai lapisan peritoneum di
bagian luar, lapisan otot tipis di bagian tengah, dan lapisan mukosa
di bagian dalam. Lapisan mukosa terdiri dari sel-sel kolumnar,
beberapa di antaranya bersilia dan beberapa yang lain mengeluarkan
secret. Lapisan mukosa paling tipis saat menstruasi.Setiap tuba dan
lapisan mukosanya menyatu dengan mukosa uterus dan vagina.
3) Uterus Uterus adalah organ berdinding tebal, muscular, pipih,
cekung yang tampak mirip buah pir terbalik. Pada wanita dewasa
yang belum pernah hamil, ringan uterus ialah 60 g. Uterus normal
memiliki bentuk simetris, nyeri bila ditekan, licin dan teraba padat.
Derajat kepadatan ini bervariasi bergantung kepada beberapa
faktor.Misalnya, uterus mengandung lebih banyak rongga selama
fase sekresi. Tiga fungsi uterus adalah siklus menstruasi dengan
peremajaan endometrium, kehamilan dan persalinan.Fungsi-fungsi
ini esensial untuk reproduksi, tetapi tidak diperlukan untuk
kelangsungan fisiologis wanita.
4) Dinding Uterus Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan:
endometrium, miometrium, dan sebagian lapisan luar peritoneum
parietalis.
5) Serviks Bagian paling bawah uterus adalah serviks atau
leher.Tempat perlekatan serviks uteri dengan vagina, membagi
serviks menjadi bagian supravagina yang panjang dan bagian vagina
14

yang lebih pendek. Panjang serviks sekitar 2,5 sampai 3 cm, 1 cm


menonjol ke dalam vagina pada wanita tidak hamil. Serviks terutama
disusun oleh jaringan ikat fibrosa serta sejumlah kecil serabut otot
dan jaringan elastis.
6) Vagina Vagina, suatu struktur tubular yang terletak di depan rectum
dan di belakang kandung kemih dan uretra, memanjang dari introitus
(muara eksterna di vestibulum di antara labia minora vulva) sampai
serviks. Vagina adalah suatu tuba berdinding tipis yang dapat
melipat dan mampu meregang secara luas. Karena tonjolan serviks
ke bagian atas vagina, panjang dinding anterior vagina hanya
sekitar9 7,5 cm, sedangkan panjang dinding posterior sekitar 9 cm.
Ceruk yang terbentuk di sekeliling serviks yang menonjol tersebut
disebut forniks: kanan, kiri, anterior dan posterior. Mukosa vagina
berespons dengan cepat terhadap stimulasi estrogen dan
progesterone.Sel-sel mukosa tanggal terutama selama siklus
menstruasi dan selama masa hamil. Sel-sel yang diambil dari
mukosa vagina dapat digunakan untuk mengukur kadar hormon seks
steroid. Cairan vagina berasal dari traktus genitalia atas atau
bawah.Cairan sedikit asam.Interaksi antara laktobasilus vagina dan
glikogen mempertahankan keasaman. Apabila pH naik di atas lima,
insiden infeksi vagina meningkat (Bobak, Lowdermilk, Jensen,
2004)
d. Kulit
15

1) Lapisan Epidermis Epidermis, lapisan luar, terutama terdiri dari


epitel skuamosa bertingkat.Sel-sel yang menyusunya secara
berkesinambungan10 dibentuk oleh lapisan germinal dalam epitel
silindris dan mendatar ketika didorong oleh sel-sel baru kearah
permukaan, tempat kulit terkikis oleh gesekan.Lapisan luar terdiri
dari keratin, protein bertanduk, Jaringan ini tidak memiliki pembuluh
darah dan selselnya sangat rapat.
2) Lapisan Dermis Dermis adalah lapisan yang terdiri dari kolagen
jaringan fibrosa dan elastin.Lapisan superfasial menonjol ke dalam
epidermis berupa sejumlah papilla kecil. Lapisan yang lebih dalam
terletak pada jaringan subkutan dan fasia, lapisan ini mengandung
pembuluh darah, pembuluh limfe dan saraf.
3) Lapisan subkutan Lapisan ini mengandung sejumlah sel lemak,
berisi banyak pembuluh darah dan ujung syaraf.Lapisan ini mengikat
kulit secara longgar dengan organ-organ yang terdapat
dibawahnya.Dalam hubungannya dengan tindakan SC, lapisan ini
adalah pengikat organ-organ yang ada di abdomen, khususnya
uterus.Organ-organ di abdomen dilindungi oleh selaput tipis yang
disebut peritonium.Dalam tindakan SC, sayatan dilakukan dari kulit
lapisan terluar (epidermis) sampai dinding uterus.
e. Fasia
16

Di bawah kulit fasia superfisialis dibagi menjadi lapisan lemak yang


dangkal, Camper's fasia, dan yang lebih dalam lapisan fibrosa,.Fasia
profunda terletak pada otot-otot perut. menyatu dengan fasia profunda
paha. Susunan ini membentuk pesawat antara Scarpa's fasia dan perut
dalam fasia membentang dari bagian atas paha bagian atas perut. Di
bawah lapisan terdalam otot, maka otot abdominis transverses, terletak
fasia transversalis. Para fasia transversalis dipisahkan dari peritoneum
parietalis oleh variabel lapisan lemak.. Fascias adalah lembar jaringan
ikat atau mengikat bersama-sama meliputi struktur tubuh.
f. Otot perut
1) Otot dinding perut anterior dan lateral Rectus abdominis meluas dari
bagian depan margo costalis di atas dan pubis di bagian bawah. Otot
itu disilang oleh beberapa pita fibrosa dan berada didalam selubung.
Linea alba adalah pita jaringan yang membentang pada garis tengah
dari procecuss xiphodius sternum ke simpisis pubis, memisahkan
kedua musculus rectus abdominis. Obliquus externus, obliquus
internus dan transverses adalah otot pipih yang membentuk dinding
abdomen pada bagian samping dan depan. Serat externus berjalan
kearah bawah dan atas ; serat obliquus internus berjalan keatas dan
kedepan ; serat transverses (otot terdalam dari otot ketiga dinding
perut) berjalan transversal di bagian depan ketiga otot terakhir otot
berakhir dalam satu selubung bersama yang menutupi rectus
abdominis.
2) Otot dinding perut posterior Quadrates lumbolus adalah otot pendek
persegi pada bagian belakang abdomen, dari costa keduabelas diatas
ke crista iliaca.

c. Etiologi
1) Indikasi yang berasal dari ibu Menurut Manuaba (2012), adapun
penyebab sectio caesarea yang berasal dari ibu yaitu ada riwayat
kandungan dan melahirkan yang tidak baik, panggul sempit, pada
primigravida sering terjadi plasenta previa, solutsio plasenta tingkat
I-II,komplikasi kehamilan, kehamilan yang disertai penyakit
17

(jantung, DM), gangguan perjalanan persalinan (kista ovarium,


mioma uteri, dan sebagainya).
2) Indikasi yang berasal dari embrio Gawat janin, mal presentasi, dan
letak embrio, prolapsus tali pusat dengan tidak ada kemajuan
pembukaan, kegagalan persalinan vakum atau forceps
ekstraksi(Nurarif & Kusuma, 2015).

d. Patofisiologi
Kondisi yang menyebabkan perlu adanya tindakan pembedahan
persalinan karena adanya kendala pada tahapan melahirkan yang
menyebabkan bayi lahir tidak normal. Seperti panggul sempit, plasenta
previa, partus lama da partus tak maju, pre eklamsi dan lain-lain.
Dalam proses pembedahan dilakukan tindakan pembiusan, pengaruh
dari pembiusan tersebut terjadinya penurunan medula oblongata
sehingga terjadinya penurunan reflek batuk terjadilah akumulasi sekret
yang menyebabkan ketidakefektifan bersihan jalan nafas, pengaruh
lainnya yaitu bisa menyebabkan penurunan kerja pons, sehingga otot
eliminasi tidak berfungsi secara normal terjadinya penurunan peristaltik
usus yang menyebabkan terjadinya konstipasi.
Selain tindakan pembiusan proses pembedahan dilakukan tindakan
perlukaan terhadap dinding abdoment/ luka operasi dimana terputusnya
jaringan yang merangsang area sensorik menyebabkan gangguan rasa
nyaman nyeri. Apabila jaringan terbuka dengan proteksi kurang akan
menyebabkan masalah resiko infeksi.
Pasien setelah melahirkan atau masa nifas akan mengalami: ganguan
eliminasi yang disebabkan penuruanan sensitivitas dan sensasi kandung
kemih akibat edema dan memar di uretra diawali distensi kandung
kemih, kemudian pasien juga mengalami perubahan psikologis karena
penambahan anggota baru dan menyebabkan masalah gangguan pola
tidur.
Pada masa nifas hormon estrogen dan progesteron akan mengalami
penurunan sehingga kontraksi uterus mengalami involusi adekuat dan
tidak adekuat, involusi yang tidak adekuat akan menyebabkan
perdarahan, HB turun, suplai O2 menjadi kurang terjadinya kelemahan
sehingga menimbulkan masalah defisit perawatan diri. Akibat dari
perdarahan yang banyak bisa mengakibatkan tubuh kekurangan volume
cairan dan elektrolit sehingga terjadinya resiko syok hipovolemik.
Penurunan hormon estrogen dan progesteron dapat merangsang
pertumbuhan kelenjar susu dan peningkatan hormon prolaktin yang
merangsang laktasi oksitosin menyebabkan ejeksi ASI efektif dan
18

tgidak efektif, ejeksi ASI yang efektif dapat memenuhi nutrisi bayi
sementara ejeksi ASI yang tidak efektif disebabkan kurangnya
informasi, defisiensi pengetahuan tentang perawatan payudara sehingga
payudara menjadi bengkak dan mengakibatkan bayi kurang
mendapatkan ASI menyebabkan masalah ketidakefektifan pemberian
ASI.
e. Klasifikasi
1) Insisi Pada Segmen Bawah Rahim.
Dilakukan dengan dua cara yaitu melintang dan memanjang.
Kelebihan dari tekhnik ini : tidak menyebabkan perdarahan yang
banyak, resiko terjadinya perionitis rendah, luka dapat sembuh lebih
sempurna
2) Insisi Memanjang Pada Segmen atau Uterus.
Pembedahan ini dilakukan jika insisi segmen bawah rahim tidak bisa
dilakukan.
3) Sectio cacaria ekstra peritoneal.
Sekarang sudah jarang dilakukan, dulu sering dilakukan pada pasien
yang mengalami infeksi intra uterin yang berat.
4) Sectio Caesaria Hysteroctomi.
Dilakukan pengangkatan rahim karena ada beberapa penyebab
Setelah sectio cesaria, dilakukan hysteroktomy dengan indikasi:
a) Atonia uteri.
b) Plasenta accrete.
c) Myoma uteri.
d) Infeksi intra uteri berat.

f. Resiko Sectio Caesaria


1) Angka kematian pada ibu dan janin lebih tinggi dari pada
persalinan normal,kematian pada ibu dapat terjadi karena
pendarahan, infeksi atau sebab - sebab lain pada janin diakibatkan
karena partus yang lama atau gagal drip oksitosin.
2) Dapat mengakibatkan cedera pada ibu atau bayi. Luka pada sectio
caesrea tidak mungkin sempurna penyembuhannya karena mudah
terjadi infeksi pada rahim.
19

3) Menimbulkan perlengketan pada organ didalam rongga perut.


4) Biaya mahal karena menggunakan obat-obatan
5) Gangguan pernafasan pada bayi atau bayi kuning

g. Komplikasi
1) Infeksi Puerperal Komplikasi ini bisa bersifat ringan, seperti
kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas, bersifat
berat seperti peritonitis.
2) Perdarahan Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu
pembedahan jika cabang-cabangarterus ikut terbuka atau karena
atonia uterus.
3) Komplikasi-komplikasi Seperti luka kandung kencing, embolisme
paru-paru, dan sebagainya sangatjarang terjadi.
4) Suatu komplikasi yang baru Kurang kuatnya parut pada dinding
uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptur
uterus.
h. Jenis Anestesia yang digunakan
Analgesi obstetric merupakan pengurangan nyeri dalam persalinan.
Anastesia merupakan penghilangan sensasi nyeri yang cukup untuk
memungkinkan kelahiran dengan operasi.
Anastesi kaudal dan efidural, diberikan mendekati skala satu, pasien
dimiringkan dengan posisi sim, dokter menganastesi kulit, menusukkan
jarum dan memasukkan obat kedalam hiatus saklaris. Waktu pemulihan
setelah dilakukan anastesi epidural adalah setelah 24 jam sehingga
sebelum sampai 24 jam pasien dilarang untuk menaikan kepala tetapi
hanya boleh menolehkan kepalanya, tindakan ini untuk mencegah
supaya tidak terjadi sakit kepala sehingga intervensi yang dapat
diberikan adalah pengkajian tanda – tanda vital, memberikan bantuan
dalam pemenuhan ADL (David T. Y Liu, 2007: 83)
Analgesi obstetric merupakan pengurangan nyeri dalam persalinan.
Anastesia merupakan penghilangan sensasi nyeri yang cukup untuk
memungkinkan kelahiran dengan operasi. Anastesi kaudal dan efidural,
diberikan mendekati skala satu, pasien dimiringkan dengan posisi sim,
20

dokter menganastesi kulit, menusukkan jarum dan memasukkan obat


kedalam hiatus saklaris. Waktu pemulihan setelah dilakukan anastesi
epidural adalah setelah 24 jam sehingga sebelum sampai 24 jam pasien
dilarang untuk menaikan kepala tetapi hanya boleh menolehkan
kepalanya, tindakan ini untuk mencegah supaya tidak terjadi sakit
kepala sehingga intervensi yang dapat diberikan adalah pengkajian
tanda – tanda vital, memberikan bantuan dalam pemenuhan ADL
(David T. Y Liu, 2007: 83).

i. Adaptasi Fisiologi Ibu Post Partum


Menurut Maryunani (2011) pada masa nifas, terjadi perubahan-
perubahan anatomi dan fisiologis pada ibu diantaranya adalah :
1) Perubahan sistem reproduksi
a) Payudara
Payudara, secara vertikal terletak diantara interkostal II dan IV,
secara horizontal mulai dari pinggir sternum sampai linea
aksilaris medialis. Kelenjar susu berada dijaringan sub kutan. Ada
tiga bagian utama payudara, yaitu korpus (badan), areola, papilla
atau puting. Areola mamae letaknya mengelilingi puting susu dan
berwarna kegelapan yang disebabkan oleh penipisan dan
penimbunan pigmen pada kulitnya.Ada empat macam bentuk
puting yaitu bentuk yang normal/ umum, pendek atau datar,
namun bentuk puting ini tidak begitu berpengaruh pada proses
laktasi, yang penting adalah bahwa puting susu dan areola dapat
ditarik sehingga membentuk tonjolan atau “dot” kedalam mulut
bayi.Pada hari kedua post partumbaik normal maupun post
section caesarea, keadaan payudara sama dengan saat hamil, kira-
kira hari ketiga payudara menjadi besar, keras dan nyeri yang
menandakan permulaan sekresi air susu dan kalau areola
payudara dipijat, keluarlah cairan putih dari puting susu, ditambah
dengan klien belum menetekan sehingga payudara bengkak.
21

b) Involusi
Involusi atau pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana
uterus kembali ke kondisi sebelum hamil dengan berat sekitar 60
gram.
i. Proses involusi uterus Pada akhir kala III persalinan, uterus
berada di garis tengah, kira – kira 2 cm di bawah umbilicus
dengan bagian pundus bersandar pada promontoriu saklaris.
Pada saat ini besar uterus kira – kira sama dengan besar
uterus sewaktu usia kehamilan 16 minggu dengan berat 1000
gram.
ii. Perubahan – perubahan normal pada uterus selama post
partus Pada persalinan normal dan post sectio caesaria setelah
plasenta lahir konsistensi uterus secara berangsur - angsur
menjadi kecil sehingga akhirnya kembali sebelum hamil,
tetapi pada post operasi sectio caesaria mungkin akan terjadi
perlambatan akibat dari adanya luka operasi pada uterus.
Tabel Perubahan uterus masa nifas

iii. Vulva
Pada pasien post section caessarea juga terdapat lochea.
Lochea adalah eksresi cairan rahim selama masa nifas.
Lochea mengandung darah dan sisa jaringan desidua dan
nekrotik dari dalam uterus (Eny Retna Ambarwati, 2009: 78)
Proses keluarnya darah nifas atau lochea terdiri atas 4
tahapan yaitu :
22

- Lochea rubra/ merah (kruenta) Lochea ini muncul pada


hari pertama sampai hari ke empat masa post partum.
Cairan yang keluar berwarna merah karena berisi drah
segar.
- Lochea Sanguilenta Cairan yang keluar berwarna merah
kecoklatan dan berlendir. Berlangsung hari ke empat dan
ke tujuh post partum.
- Lochea Serosa Lochea serosa berwarna kuning
kecoklatan karna mengandung serum, lekosit dan
robekan / laserasi plasenta. Muncul ada hari ke tujuh
sampai hari ke empat belas post partum.
- Lochea Alba Mengandung leukosit, sel desidua, sel
epitel, selaput lendir,servik dan serabut jaringan yang
mati. Lochea alba biasanya berlangsung selama dua
sampai enam minggu post partum.
iv. Parineum
Pada pasien post sectio caesarea tidak akan ada perubahan
atau perlukaan.
2) Sistem pencernaan
Pada sistem pencernaan, bising usus terdengar samar atau tidak jelas
karena terjadi penurunan peristaltik usus dua sampai tiga hari bisa
disebabkan karena efek dari anastesi, diet cair atau obat-obatan
analgetik selama persalinan.
3) Sistem perkemihan
Kateter mungkin terpasang pada pasien post sectio caessarea, urin
jernih, pembentukan urin oleh ginjal meningkat sehingga terjadi
diuresis.
4) Sistem musculoskeletal
a) Dinding perut dan peritoneum
Pembesaran uterus dan persendian, tetapi biasanya akan pulih
kembali dalam waktu 6 sampai 8 minggu setelah persalinan.
Pada pasien post operasi sectio caessarea selain menjadi kendur
23

juga terdapat luka post operasi pada lapisan perut dan


peritoneum.
b) Ekstremitas atas dan bawah
Pada ektremitas atas dan bawah dampak dari anastesi dapat
mendepresikan saraf pada sistem muskuloskeletal sehingga
tonus otot menurun, sehingga terjadi kelemahan.
5) Sistem endokrin
Hormon progesteron dan estrogen dihasilkan oleh plasenta yang
menghambat pengeluaran prolaktin pada saat hamil, sedangkan
setelah plasenta lahir maka hormone prolaktin dengan bebas
merangsang produksi ASI.
6) Sistem kardiovaskuler
Pada persalinan pervagina kehilangan darah sekitar 300 – 400 cc bila
kelahiran melalui sectio caessarea kehilangan darah dapat dua kali
lipat. Pada persalinan sectio cessarea haemokonsentrasi kembali
stabil dan kembali normal setelah 4 -6 minggu.
7) Sistem hematologic
Setelah post partum, kadar fibrinogen dan plasma serta faktor –
faktor pembekuan darah meningkat. Pada hari pertama post partum,
kadar fibrinogen dan plasma akan menurun tetapi darah akan lebih
mengental dengan peningkatan viskositas sehingga meningkatkan
factor pembekuan darah.
j. Adaptasi Psikologis Ibu Masa Nifas
Menurut Reva Rubin (1963) dalam Anik Maryuni (2011)
1) Fase Taking In
Fase ini merupakan periode ketergantungan yang berlangsung dari
hari pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada saat itu ,
fokus perhatian ibu terutama pada dirinya sendiri. Kelelahan
membuat ibu cukup istirahat untuk mencegh mencegah gejala
kurang tidur, seperti mudah tersinggung. Hal ini membuat ibu
cendrung menjadi pasif terhadap lingkungannya, komunikasi yang
baik sangat diperlukan pada fase ini.
24

2) Fase taking Hold


Fase ini berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan. Pada fase
taking hold, ibu merasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa
tanggung jawabnya dalam merawat bayi, selain itu perasaannya
sangat sensitive sehingga mudah tersinggung jika komunikasinya
kurang hati-hati. Pada saat ini ibu memerlukan dukungan karena
saat ini merupkan kesempatan yang baik untuk menerima berbagai
penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya sehingga tumbuh rasa
percaya diri
3) Fase Leting Go
Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran
barunya yang berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah
mulai menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya.
Keinginan untuk merawat diri dan bayinya meningkat pada fase ini.
k. Perawatan Masa Nifas
Menurut Amru Sofian (2011) dalam Rustam Mochtar Sinopsis Obstetri,
perawatan pertama yang dilakukan setelah selesai operasi adalah
pembalutan luka (wound dressing) dengan baik. Sebelum pasien
dipindahkan ke ruangan rawat, catat dan ukur tanda-tanda vital, yaitu
tekanan darah, nadi, frekuensi nafas, denyut jantung, intake dan output.
Pengukuran dan pencatatan tersebut dilakukan sampai beberapa jam
setelah bedah, dan dilakukan beberapa kali sehari pada hari-hari
selanjutnya, termasuk pengukuran suhu badan.
1) Tempat perawatan pasca bedah
Setelah selesai operasi, pasien dipindahkan ke kamar perawatan
khusus (ruang pemulihan). Jika setelah pembedahan keadaan pasien
gawat, secepatnya dipindahkan ke perawatan intensif (intensive unit
care) untuk perawatan bersama dengan unit anastesi karena ICU
memiliki peralatan untuk menyelamatkan pasien yang lebih lengkap.
Setelah pasien mulai pulih, pindahkan pasien ke tempat perawatan
semula. Observasi tanda- tanda vital secara continiu dan perawatan
luka.
25

2) Perawatan luka insisi


Lakukan perawatan luka dengan prinsip steril dan pemberian
antibiotik hasil kolaborasi sangat mendukung penyembuhan luka.
Pada luka pasca operasi bisa diberikan antibiotik zalf atau dengan
Sofratulle, lalu ditutup dengan plester plastik sekali pakai
(disposible), yang salah satunya dikenal dipasaran dengan nama
dagang Tegaderm. plester plastik ini aman jika dibawa mandi, dan
diganti pada hari 7-8 post operasi atau jika ada rembesan darah, luka
basah dan gatal.
3) Komplikasi luka operasi
Secara umum jarang terjadi, tetapi ada juga yang mengalami
komplikasi, seperti luka basah, rembesan darah dan jahitan lepas
sehingga luka jadi terbuka:
a) Luka operasi berdarah, eksudat, atau nanah. keluarkan semua
darah, eksudat ataupun nanah yang masih ada di bawah kulit
dengan cara melakukan pemijatan pada daerah sekitar luka
sampai bersih. Kemudian kompres luka dengan kasa lembab,
tetskan cairan steril dan antibiotik atau dengan menambahkan
Rivanol tiap 15 menit untuk mempertahankan kasa tetap lembab
dan untuk menarik cairan bawah kulit yang tersisa. Kasa diganti
2x sehari atau jika telah terlihat kotor.
b) Luka operasi yang berlubang Apabila masih ada cairan darah
atau nanah, lakukan perawatan luka sama seperti nomor 1.
Pemeriksaan kultur sangat membantu untuk menentukan jenis
antibiotik yang akan digunakan Apabila luka telah bersih, luka
dapat dikompres dengan Oxoferin® dan ditutup rapat dengan
perban. Perba dibuka setelah 3 hari, saat biasanya luka telah
menutup. Apabila jahitan luka terbuka sampai ke lapisan fascia,
atau hingga menembus rongga perut, maka harus dilakukan
penutupan luka (penjahitan) skunder di kamar bedah.
4) Pemberian cairan dalam infus dan diet
26

Prinsip pemberian cairan dan diet sebenarnya bergantung pada


tindakan pembiusan yang telah dilakukan pada pasien. Pada pasien
yang dibius dengan anastesi spinal, tidak ada aturan khusus
mengenai pemberian cairan dan diet karena pada prinsipnya, pasien
dapat segera minum dan makan sesudah keadaan mereka stabil.
Cairan infus selain sebaigai sumber asupan cairan, sering juga
dipergunakan sebagai tempat pemberian antibiotik dan analgetik
sehingga pasien tidak perlu disuntik berulag kali. Apabila pemberian
antibiotik dan analgetik intravena dianggap sudah mencukupi, infus
dapat segera dilepas dan pemberian obat-obatan dilajutkan peroral.
Pada pasien yang dibius umum, harus dipuasakan sampai bising usus
sudah terdengar. Selama masa puasa itu, jumlah cairan dan asupan
kalori harus dihitung. Secara umum, pemberian infus Valamin,
Futrolit, dan cairan sejenisnya cukup memadai.
Diet pada awalnya makanan lunak, dilanjutkan makanan biasa tinggi
serat. Pemberian diit cair jarang atau tidak diperlukan karena pada
operasi sekso sesarea, tidak ada masalah serius pada saluran cerna.
5) Penatalaksanaan nyeri
Dalam 24 jam pertama pasca operasi, pasien akan merasa nyeri
sehingga harus diberikan analgetik yang adekuat. Rasa nyeri pada
pasien yang mendapat bius spinal timbul sejak tungkai bawah
digerakkan. Biasanya dr. Anastesi memberikan penghilang rasa
sakitnya dalam tetesan infus dan selanjutnya diberikan diruang
rawat. Analgetik yang biasa digunakan ketorolac 3 x 30mg dan
ditambah ketoprofen Supositoria jika pasien masih mengeluh nyeri,
jika pasien masih kesakitan ketorolac 10 mg bisa diberikn extra
dengan cara intravena
6) Mobilisasi
Pergerakan sangat bermanfaat untuk menghindari emboli dan
trombosis. Mobilisasi terlalu dini juga tidak dianjurkan, mobilisasi
yang disarankan adalah pergerakan secara bertahap dan teratur, serta
diikuti dengan istirahat. Pasien yang dibius secara spinal, pada hari
27

pertama pasien hanya boleh miring kanan dan miring kiri, melipat
kaki untuk memperlancar aliran darah, setelah 24 jam pasien baru
boleh duduk. Pada hari kedua, pasien dibolehkan turun dari tempat
tidur dan berjalan secara perlahan-lahan dan apabila telah bisa
berjalan, kateter urin bisa dilepaskan, pada hari ketiga dan keempat
pasien dibolehkan pulang.
7) Kateterisasi
Pengosongan kandung kemih biasanya dilakukan untuk mencegah
infeksi, iritasi dan pencemaran luka oleh urin dengan pemasangan
kateter. Selain itu pengosongan kandung kemih juga bisa
mengurangi nyeri dan gangguan rasa nyaman, karena visika urinaria
penuh dapat menghalangi involusi uterus, dan menyebabkan
perdarahan. Karena itu, dianjurkan pemasangan kateter selama 1
sampai 2 hari atau lebih, tergantung dengan kondisi pasien. Dengan
terpasangnya kateter pengeluaran urin dapat diukur secara periodik.
Pada psien yang tidak dipasang kateter tetap dan belum bisa BAK
sendiri disarankan untuk pemasangan kateterisasi rutin ± 12 jam
pasca bedah. Dan dapat diulang setelah 8 jam sampai pasien bisa
BAK sendiri.
8) Pemberian obat-obatan
a) Antibiotik, kemoterapi, antiinflamasi. Antibiotik yang umum
digunakan adalah sebagai berikut.
- Cefadroxil atau Ceftriakson, merupakan golongan
Sefalosporin generasi kedua dan ketiga. Golongan antibiotik ini
aman dan efektif pasca operasi melahirkan. Untuk hasil yang
memuaskan dikombinasi dengan pemberian metronidazol untuk
kuman-kuman anaerob. Efek sampingnya mual namun jarang
sekali terjadi.
- Pada kasus tertentu, pasien masih dapat terinfeksi, yang
ditandai dengan luka yang basah, bernanah, maupun timbulnya
demam. Jika terjadi demikian, dilakukan uji sensitivitas antibiotik
28

pada kultur spesimen nanah (pus) atau kultur darah. Pemberian


antibiotik disesuaikan dengan hasil uji sensitivitas tersebut.
b) Mobilisasi segera dan banyak minum air hangat akan mencegah
pasien kembung. Pemberian metoklopramid 3x10 mg setengah jam
sebelum makan dan pemberian antasid dapat diberikan jika pasien
kembung.
c) Obat pelancar ASI, seperti Laktafit, Milmor, dapat diberikan
beberapa hari sebelum operasi atau segera sesudah
operasi/melahirkan.
d) Vitamin C, B kompleks dapat diberikan untuk mempercepat
penyembuhan pasien.
e) Obat-obat pencegah perut kembung. Untuk memperlancar kerja
saluran cerna dan mencegah kembung pada perut, dapat diberikan
obat-obatan melalui suntikan dan per oral, antara lain: primperan,
prostigmin, dan sebagainya. Tindakan dekompresi dilakukan jika
adanya distensi abdomen yang disertai perut kembung dan
meteorismus.
f) Roboransia dan obat antiflamasi atau transfusi darah diberikan
untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum pasien terutama
pada pasien yang anemis.
9) Perawatan lanjutan Pada hari ke-7 atau ke-8 pasien dianjurkan
datang untuk Kontrol luka. Jika terjadi perembesan darah,
terbukanya perban dan rasa nyeri bisa datang kontrol sebelum jadwal
yang ditentukan. Perawatan luka selanjutnya sama seperti penjelasan
pada bagian perawatan luka. Pasien diingatkan untuk segera
mengikuti program Keluarga Berencana segera sesudah masa nifas
42 hari terlewati 10. Konsultasi Pada keadaan dan kasus tertentu,
selain kerjasama dengan unit anastesi, kadang kala diperlukan
konsultasi dengan departemen lain, (Mochtar R, 2011).
29

B. Konsep Teori Keperawatan

1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan bertujuan untuk
mengidentifikasi dan mendapatkan data sesuai kebutuhan dasar manusia
dan memberikan gambaran tentang keadaan klien. Terdiri dari
pengumpulan data, pengelompokan data, dan perumusan diagnosa
keperawatan.
a. Pengumpulan Data
Langkah ini merupakan langkah awal dan dasar dari proses
keperawatan. Klien, keluarga ,pemeriksaan medis maupun catatan
adalah sumber untuk pengumpulan data dan mengandung unsur Bio-
Psiko-Sosial-Spiritual secara menyeluruh.
Data yang dikumpulkan terdiri atas :
1) Identitas
a) Identitas Klien : nama, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, pekerjaan, status marital, tanggal masuk, tanggal
pengkajian, ruang rawat, no medrek, diagnosa medis dan
alamat.
b) Identitas Penanggung jawab : Terdiri dari nama, umur, jenis
kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat dan hubungan
dengan klien.
2) Riwayat Kesehatan
a) Keluhan Utama Fokus pada apa yang dirasakan klien saat
dilakukan pengkajian. Pada klien post partus dengan tindakan
sectio caesarea biasanya mengeluh adanya nyeri pada luka
insisi dan rasa sakit kepala akibat anestesi.
b) Riwayat Penyakit Sekarang Merupakan kondisi pasien dari
awal keluhan sampai dirawat di rumahsakit. Berkaitan dengan
keluhan utama yang dijabarkan dengan PQRST yang meliputi
hal-hal yang meringankan dan memberatkan.
c) Riwayat Penyakit Dahulu Apakah pada kehamilan sebelumnya
klien pernah menderita penyakit yang sama atau ada faktor
predisposisi terhadap kehamilan.
d) Riwayat Penyakit Keluarga Apakah ada keluarga yang
menderita penyakit yang sama dengan yang diderita klien saat
ini dan apakah ada keluarga klien yang mempunyai penyakit
keturunan dan penyakit menular.
e) Riwayat Ginekologi dan Obstetri (
1) Riwayat Ginekologi
(a) Riwayat Menstruasi Haid atau menarche pertama kali
pada usia berapa, siklus, lamanya, banyaknya darah,
keluhan, sifat darah, haid terakhir dan taksiran
persalinan.
30

(b) Riwayat Perkawinan Sudah berapa lama pasien


menikah, Usia suami dan usia istri saat menikah,
perkawinan yang keberapa.
(c) Riwayat Keluarga Berencana Apakah klien memakai
KB, Alat kontrasepsi yang digunakan apa, adakah
gangguan yang dirasakan, kapan mulai berhenti dan
apa alasannya.
2) Riwayat Obstetri
(a) Riwayat Kehamilan, Persalinan dan Nifas yang Lalu
Meliputi tanggal partus, umur kehamilan, jenis
persalinan, penolong, tempat, kelainan bayi, berat
lahir bayi, kelainan masa nifas, keadaan masa nifas,
keadaan anak sekarang apakah sehat atau meninggal.
(b) Riwayat Kehamilan Sekarang Apakah klien
memeriksakan kehamilannya, berapa kali, dimana,
teratur apa tidak, mendapat imunisasi lengkap atau
tidak, keluhan yang dirasakan saat hamil, diet selama
hamil, adakah perdarahan, berapa berat badan
sebelum hamil, selama hamil, sesudah melahirkan dan
penambahan berat badan saat hamil.
(c) Riwayat Persalinan Sekarang Dengan Sectio Caesarea
jam masuk kamar operasi, lama operasi, apakah anak
dalam keadaan hidup atau mati, berat badan dan
panjang bayi waktu lahir, jenis anastesi yang
digunakan, jenis operasi yang digunakan, berapa
perdarahan yang keluar, berapa jumlah diuresis.
3) Pemeriksaaan Fisik
(a) Keadaan Umum Kesadaran compos mentis atau
terjadi penurunan kesadaran yang diakibatkan efek
anestesis, biasanya klien tampak lemah.
(b) Sistem Integumen Apakah ada luka post operasi pada
abdomen klien, bagaimana turgor kulitnya, keadaan,
kebersihan dan distribusi rambut. apakah ada strie
gravidarum, linea alba.
(c) Sistem Penciuman Anetesi tidak memberi pengaruh
pada sistm penciuman klien.
(d) Sistem Penglihatan Pada pasien post sectio caesarea
tidak ada gangguan dan perubahan pada penglihatan.
(e) Sistem Pendengaran Normal
(f) Sistem Persyarafan Tidak terjadi penurunan kesadaran
baik pada anestesi spinal maupum umum
(g) Sistem Endokrin Pada hari kedua payudara dapat
menghasilkan colostrum sedangkan pada hari ketiga
colostrum diganti dengan adanya air susu. Tidak ada
hormon yang dihasilkan placenta, kelenjar pitulitari
31

mengeluarkan prolaktin sebagai efeknya adalah


pembuluh darah pada payudara menjadi bengkak
berisi darah, menyebabkan hangat, bengkak dan rasa
sakit, sel-sel penghasil susu berfungsi dibuktikan
dengan keluarnya air susu.
(h) Sistem Pernafasan Jika terjadi nyeri frekuensi nafas
cendrung meningkat lebih dari 24x/menit, jalan nafas
bersih, irama nafas vesikuler, gerakan dada simetris
kiri dan kanan. Pada pasien dengan anestesi umum
biasanya ada keluhan batuk tapi tidak semua.
(i) Sistem Kardiovaskuler Apakah ada peningkatan vena
jugularis, jika ada pendarahan saat persalinan post
sectio caesarea konjungtiva anemis, tetapi jika
pendarahan hebat disertai dengan penurunan
hemoglobin yang tajam, terjadinya penurunan
kapilaritas akibat gangguan perpusi pada perifer, jika
disertai dengan riwayat pre-eklamsi berat tekanan
darah jadi meningkat dengan sistol ≥140 dan diastolik
≥100.
(j) Sistem Pencernaan Efek anestesi mukosa bibir kering,
bising usus tidak ada atau lemah. Adanya mual atau
muntah yang disebabkan iritasi lambung atau efek
sentral dari anastesi, sehingga menimbulkan nyeri
tekan di efigastrium dan terjadinya konstipasi karena
terhambatnya aktivitas usus
(k) Sistem Perkemihan Terjadinya penurunan laju filtrasi
glomerulus yang disebabkan vasokontriksi pada
pembuluh darah ginjal dan mengakibat menurunya
produksi urine. Jika masih terpasang kateter
pantau/observasi bagaimana produksi dan warna
urine.
(l) Sistem Reproduksi
(1) Payudara Keadaan payudara setelah melahirkan
baik normal maupun operasi, sama dengan saat
hamil, terjadi perubahan pada hari ketiga setelah
melahirkan terutama pada ibu yang belum
menyusui bayinya maka payudara menjadi besar,
keras dan nyeri yang menandakan permulaan
sekresi air susu, dan keluar cairan putih dari
puting susu jika areola payudara dipijat.
(2) Uterus Pada persalinan dengan operasi pengecilan
uterus mengalami perlambatan akibat dari adanya
luka operasi pada uterus, dan pada persalinan
normal konsistensi uterus akan mengecil secara
32

perlahan-lahan (involusi) sampai kembali normal


seperti sebelum hamil.
(3) Vulva Lochea merupakan eksresi cairan rahim
selama masa nifas mengandung darah dan sisa
jaringan desidua dan nekrotik dari dalam uterus
(Eny Retna Ambarwati, 2009: 78). Pada pasien
operasi melahirkan juga terdapat lochea.
Ada 4 tahapan proses keluarnya darah nifas atau
yaitu :
 Lochea rubra/ merah (kruenta) Cairan yang
dikeluarkan berwarna merah karena berisi darah
segar, lochea rubra keluar pada hari pertama dan
keempat masa setelah melahirkan secara normal
maupun operasi.
 Lochea Sanguilenta Berlangsung pada hari
keempat sampai hari ketujuh setelah melahirkan,
cairan yang keluar berlendir dan berwarna merah
kecoklatan.
 Lochea Serosa Pada hari ke tujuh sampai hari ke
empat belas setelah melahirkan. Lochea serosa
mengandung serum, lekosit dan robekan / laserasi
plasenta dan berwarna kuning kecoklatan.
 Lochea Alba Lochea alba berlangsung selama
dua sampai enam minggu setelah melahirkan.
Mengandung leukosit, sel desidua, sel epitel,
selaput lendir,servik dan serabut jaringan yang
mati.
(4) Perineum Setelah melahirkan tidak ada perubahan
dan perlukaan bagian perineum
(m)Sistem Muskuloskeletal
(1) Peritoneum atau dinding perut Perut menjadi
kendur dan terdapat luka operasi panjang luka
baru bisa dilihat pada hari ketiga
(2) Ekstremitas bawah dan atas Umumnya terjadi
kelemahan sebagai dampak anestesi yang
mendefresikan sistem saraf pada musculoskeletal
sehingga terjadinya penurunan tonus otot,
kurangnya mobilitas fisik dapat menyebabkan
terjadinya tromboplebitis.
4) Pola Aktivitas
a) Pola Nutrisi
(1) Makan Adanya perasaan mual akibat pengaruh
dari anestesi tetapi dapat hilang dengan
sendirinya.
33

(2) Minum Dianjurkan banyak minum air putih


minimal 1 gela perjam
b) Pola Eliminasi Pemenuhan eliminasi BAK pada psien
operasi melahirkan tidak terganggu. Hari ke 2 kateter
Masih terpasang. Pemenuhan eliminasi BAB
terganggu, biasanya klien takut untuk BAB karena
kondisi klien yang lemah dan sakit pada derah
abdomen.
c) Pola Istirahat Tidur Tidur klien kurang dai kebutuhan
tubuh karena adanya nyeri pada luka operasi, Hal ini
juga bisa disebabkan oleh cemas yang datang dari
klien
d) Pola Personal Hygine Pemenuhan personal hygine
terganggu seperti mandi, cuci rambut, gosok gigi,
gunting kuku. Karena adanya luka operasi pada
abdomen ditambah kondisi klien yang lemah.
5) Aspek Psikologis
a) Keadaan emosi Emosi pada pasien setelah operasi
melahirkan tidak stabil sehubungan dengan
hospitalisasi. Klien membutuhkan pendamping atau
bantuan dalam memenuhi ADLnya, klien juga
menjadi depresi, mudah menangis karena klien
mengalami nyeri pada luka operasi, nyeri payudara
jika klien tidak menyusui.
b) Tingkat kecemasan Cemas meningkat ditandai dengan
menurunya wawasan persepsi diri terhadap
lingkungan.
6) Aspek Sosial
a) Klien dapat bersosialisasi dengan keluarga, tim
kesehatan dan lingkungan sekitarnya baik.
b) Apakah klien ikut aktif dalam suatu kegiatan
organisasi masyarakat atau tidak.
c) Bagaiman dukungan keluarga terhadap kesembuhan.
7) Aspek Seksual
a) Apakah klien merasakan akan lebih harmonis atas
kehadiran anak.
b) Apakah klien merasa lebih diperhatikan oleh suami
dengan keadaan sekarang
c) Apakah klien merasa perannya sebagai istri dan ibu
lebih meningkat atau menurun.
8) Pemeriksaan Laboratorium Hemoglobin terjadi
penurunan (< 10 gr % kalau terjadi pendarahan)
34

2. Analisa Data
Analisa data adalah kemampuan mengaitkan data dan menghubungkan
data tersebut dengan konsep teori dan prinsip yang relevan untuk membuat
kesimpulan dan menentukan masalah kesehatan dan keperawatan klien
(Effendi, 1995 : 24).
Analisa data yaitu proses intelektual yang meliputi kegiatan menyelidiki,
mengklasifikasi dan mengelompokan data. Kemudian mencari
kemungkinan penyebab dan dampak serta menentukan masalah atau
penyimpangan yang terjadi.
3. Diagnos Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul :
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d obstruksi jalan (mukus
dalam jumlah berlebihan), jalan nafas alergik (respon obat anastesi)
b. Nyeri akut b.d agen injuri fisik (pembedahan, trauma jalan lahir,
episiotomi)
c. Ketidakefektifan pemberian ASI b.d kurang pengetahuan ibu,
terhentinya proses menyusui
d. Gangguan eliminasi urine
e. Gangguan pola tidur b.d kelemahan
f. Resiko Infeksi b.d faktor risiko: episiotomi, laserasi jalan lahir,
bantuan pertolongan persalinan
g. Defisit perawatan diri mandi, makan, eliminasi b.d kelelahan
postpartum.
h. Konstipasi
i. Resiko syok (hipovolemik)
j. 10. Defisiensi pengetahuan: perawatan post partum b.d kurangnya
informasi tentang penanganan post partum
35

3. Rencana Tindakan Keperawatan


Nama Pasien : Tanggal Masuk RS :
Ruangan : No.RM :

Diagnosis Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


Tgl: ……. Jam:…. Tgl: ……. Jam:…. Tgl……….. Jam : ……… Tgl, …….. Jam : ………..
1. Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan tindakan a. Monitor pola napas 1. Memonitor tanda
tidak efektif b.d
keperawatan 1x24 jam, maka (frekuensi, kedalaman, ketidaknormalan pada
spasme jalan napas
(mukus dalam jumlah Bersihan jalan napas meningkat usaha napas) pola napas agar bila
berlebihan), respon
dengan kriteria hasil sebagai terdapat tanda bisa
alergik (respon obat
anastesi) berikut : segera diidentifikasi
1. Weezing menurun masalahnya
2. Frekuensi napas 16-20 b. Monitor bunyi napas 2. Timbulnya bunyi
x/menit tambahan napas tambahan
3. Pola napas teratur berarti sebuah
4. Saturasi Oksigen 96-99 pertanda ada yang
tidak beres dengan
system pernapasan
c. Monitor sputum
(jumlah, warna, dan
36

Diagnosis Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


aroma)
3. Perhatikan tanda
kelainan pada
d. Posisikan semi fowler sputum, bila ada
atau fowler segera identifikasi
masalahnya
4. Posisis semi fowler
e. Berikan minum hangat atau fowler
membantu
melancarkan jalan
napas
5. Pemberian air minum
hangat merupakan
tindakan mandiri
terapi non
f. Lakukan fisioterapi farmakologis yang
dada bermanfaat untuk
membuka jalan napas
37

Diagnosis Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


pada pasien asma
g. Ajarkan asupan cairan
2000 ml/hari, jika 6. Fisioterapi dada
tidak kontraindikasi dilakukan agar
sputum dapat keluar
h. Kolaborasi pemberian dan jalan napas tidak
bronkodilator, tersumbat
ekspektoran, 7. Konsumsi cairan yang
mukolitik, jika perlu cukup akan
membantu
melancarkan jalan
napas
8. Bronkodilator yaitu
obat yang digunakan
untuk meredakan
gejala akibat
penyempitan saluran
pernapasan,
38

Diagnosis Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


ekspektoran atauu
mukolitik akan
meredakan batuk.

Tgl: ……. Jam:…. Tgl: ……. Jam:…. Tgl, ………. Jam : …………. Tgl, ………... Jam : …
2. Resiko perdarahan Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor tanda dan 1. Memperhatikan
dibuktikan dengan keperawatan 1x24 jam, maka gejala perdarahan apabila tanda dan
Tindakan pembedahan. Tingkat perdarahan menurun gejala perdarahan
dengan kriteria hasil sebagai pada pasien terjadi
berikut : 2. Monitor nilai 2. Apabila
1. Kelembapan membrane hematokrit/hemoglobi perdarahan terjadi
mukosa meningkat n sebelum dan setelah segera lakukan
2. Kelembapan kulit meningkat kehilangan darah pengecekan
3. Perdarahan pasca operasi hematokrit dan
menurun hemoglobin
4. Hemoglobin membaik 12,0 – 3. Pertahankan bed rest 3. Pasien yang
14,0 g/dL selama perdarahan mengalami
5. Hematokrit membaik 40 – perdarahan
39

Diagnosis Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


50% dianjurkan untuk
bedrest
4. Jelaskan tanda dan 4. Tanda gejala
gejala perdarahan perdarahan seperti
pusing, lemas,
mual muntah,
sesak napas, dan
keluar darah
5. Anjurkan segera 5. Pastikan pasien
melapor jika terjadi memahami tanda
perdarahan dan gejala
perdarahan
sehingga bisa
segera melapor ke
perawat apabila
terjadi
6. Kolaborasi pemberian 6. kolaborasikan obat
obat pengontrol yang dapat
40

Diagnosis Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


perdarahan,jika perlu mengontrol
perdarahan
Tgl: ……. Jam:…. Tgl: ……. Jam:…. Tgl, ……….. Jam : …………. Tgl, ………… Jam : ……
D.0142 Resiko infeksi Luaran Utama : Kontrol Resiko 1. Monitor tanda dan gejala 1. Apabila pasien
Resiko infeksi dibuktikan L.14128 infeksi lokal dan sistemik mengalami tanda
dengan efek prosedur Setelah dilakukan tindakan gejala infkesi perlu
invasif. keperawatan 1x24 jam, maka dilakukan pengkajian
kontrol resiko meningkat dengan lebih anjut dan segera
DO : Dilakukan Tindakan
kriteria hasil sebagai berikut : ditangani
SC dan MOW
1. Kemampuan 2. Cuci tangan sebelum dan 2. Cuci tangan dapat
mengidentifikasi faktor sesudah kontak dengan menghindari
resiko meningkat pasien dan lingkungan terpaparnya infeksi
2. Kemampuan melakukan pasien dan penularan infeksi
strategi kontrol resiko 3. Jelaskan tanda dan gejala 3. Menjelaskan tanda
meningkat infeksi dan gejala infeksi
sehingga pasoen
Kemampuan mengenali perubahan
dapat menginfokan
status kesehatan meningkat
kepada perawat
41

Diagnosis Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


apabila merasakan
tanda dan gejala
4. Ajarkan cara mencuci tersebut
tangan yang benar 4. Mengajarkan pasien
dan keluarga cara
mencuci tangan yang
benar agar bersih dari
kuman dan terhindar
5. Ajarkan cara dari infeksi
memeriksa kondisi luka 5. Pasien perlu tahu cara
atau luka operasi memeriksa kondisi
luka operasi sehingga
apabila terjadi gejala
infeksi dapat segera
menginfokan kepada
6. Kolaborasi pemberian perawat
imunisasi,jika perlu 6. Pemberian imunisasi
seperti tetanus atau
42

Diagnosis Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


imunisasi pencegahan
infeksi lainnya dapat
dilakukan jika perlu
43

DAFTAR PUSTAKA

Fauziah Y. 2013.Obstetri Patologi. Yogyakarta : Nuhamedika


Gibson. 2011. Asma Dalam Kehamilan. http://ojs.unud.ac.id/index.php/jim.
Diakses 11/02/2017.
Heuther, Sue,. Et al.2018.Buku Ajar Patofisiologi edisi 6.Elsavier:Singapore
Maryunani dan Yulianingsih.2013.Obstetri Patologi Untuk Mahasiswa
Kebidanan dan Keperawatan.Yogyakarta:TIM
Prawirohardjo S.2009.Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Material
Dan Neonatal.Jakarta:PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Prawirohardjo S.2014.Ilmu Kebidanan Edisi Keempat.jakarta:PT.Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo
PPNI. 2018. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta : Dewan
Pengurus Pusat PPNI
PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta : Dewan
Pengurus Pusat PPNI
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta : Dewan
Pengurus Pusat PPNI
Purwoastuti,2015. Asuhan Persalinan Pasien Section Cesear: Yogyakarta:
Pustaka Baru.
Rengganis, I. 2011. Diagnosa dan Tata Laksana Asma Bronkial. Jakarta
:Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Sofia, E.S. (2016). Asuhan Kebidanan pada Kehamilan . Pustaka Baru Press:
Yogyakarta.
Solehati, T., (2015). Konsep Dan Aplikasi Keperawatan Maternitas.
Bandung:PT Refika Aditama.
Sulistyawati, A. 2013.Asuhan Kebidanan pada Ibu Bersalin Jakarta :Salemba
Medika.

Anda mungkin juga menyukai