Anda di halaman 1dari 15

TUGAS INDIVIDU

GANGGUAN KEBUTUHAN NUTRISI AKIBAT SYSTEM PENCERNAAN DAN


METABOLIC ENDOKRIN OBSTRUKSI INTESTINAL

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah di ampu oleh :

Ns.,Sri Mulyani .,S.Kep.,M. Kep

Ns.,Siti Khoiriyah.,S.Kep.,Ns.,M.Kep

Disusun oleh:

Feti Listyana Roifah (2020200026)

PROGRAM D3 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS


SAINS ALQURAN JAWA TENGAH DI WONOSOBO 2020
PEMBAHASAN

1. Konsep Dasar Obstruksi Intestinal


A. Anatomi dan Fisioloi
a) Usus halus
Merupakan bagian dari sistem pencernaan makanan yang berpangkal pada
pylorus dan berakhir pada sekum, merupakan saluran paling panjang tempat
proses pencernaan dan absorbsi hasil pencernaan yang terdiri dari lapisan usus
halus, lapisan mukosa, lapisan otot melingkar, lapisan otot memanjang, dan
lapisan serosa.
1. Duodenum
Disebut juga usus duabelas jari panjangnya kira-kira 25 cm. bagian
kanan duodenum terdapat selaput lender yang membukit disebut
papilla vateri. Pada papilla vateri ini bermuara saluran empedu
(duktus koleidoktus) dan saluran pankreas (duktus pankreatikus).
2. Jejenum dan ileum
Jejenum dan ileum mempunyai panjang sekitar 6 meter. Dua
perliam bagian adalah jejenum dengan panjang 2-3 meter, dan
ileum dengan panjang 4-5 meter. Lekukan jejenum dan ileum
melekat pada dinding abdomen posterior dengan perantara lipatan
peritonium yang berbentuk kipas yang dikenal dengan
mensentrium. Ujung bawah ileum berhubungan dengan sekum
dengan adanya perantara lubang yang bernama orifisium
ileoseeikalis, orifisum ini diperkuat oleh spingter ileosekalis dan
pada bagian ini terdapat katub vulvula seikali atau vulvula baukini
yang berfungsi untuk mencegah cairan dalam kolon asenden masuk
kembali ke ileum.
b) Usus besar
Usus besar merupakan tabung muskular berongga dengan panjang sekitar 1,5
meter, terbentang dari sekum sampai kanalis ani. Diameter usus besar ± 6,5
cm, tetapi makin dekat anus diameternya makin kecil. Usus besar dibagi
menjadi sekum, kolon (asenden, transversum, desenden, sigmoid) dan rektum.
Pada sekum terdapat katub ileosekal dan apendiks yang melekat pada ujung
sekum.
B. Definisi Obstruksi Intestinal
Obstruksi usus atau ilieus adalah gangguan aliran normal isi usus sepanjang saluran
usus (Price, 1997 : 502). Obstruksi usus atau illeus adalah obstruksi saluran cerna
tinggi artinya disertai dengan pengeluaran banyak aliran cairan dan elektrolit baik
didalam lumen usus bagian oral dari obstruksi maupun oleh muntah (Syamsuhidayat,
1997 : 842) Obstruksi usus atau illeus adalah sumbatan yang terjadi pada aliran isi
usus baik secara mekanis maupun fungsional. Aliran ini dapat terjadi karena dua tipe
proses :
1. Mekanis : terjadi obstruksi mural dari tekanan pada dinding usus.
Contoh : intususepsi, perlengketan, tumor, hernia dan abses.
2. Fungsional : muskulatur usus tidak mampu mendorong isi sepanjang usus.
Contoh : gangguan endokrin. (Smeltzer dan Suzzane, 2001 : 1121)
C. Klasifikasi
Terdapat 2 jenis obstruksi :
1. Obstruksi paralitik (ileus paralitik atau paralitic ileus)
Suatu keadaan dimana otot-otot usus tak dapat mendorong isi usus ke
bawah (gangguan peristaltik). Peristaltik usus dihambat sebagian akibat
pengaruh toksin atau trauma yang mempengaruhi kontrol otonom
pergerakan usus. Peristaltik tidak efektif, suplai darah tidak terganggu dan
kondisi tersebut hilang secara spontan setelah 2 sampai 3 hari.
2. Obstruksi mekanik atau mekanikal obstruksi.
Obstruksi atau sumbatan yang terjadi di intraluminal atau intramural akibat
tekanan pada dinding usus. Obstruksi mekanik digolongkan sebagai
obstruksi mekanik simpleks (satu tempat obstruksi) dan obstruksi
lengkung tertutup (paling sedikit 2 obstruksi).Karena lengkung tertutup
tidak dapat didekompresi, tekanan intralumen meningkat dengan cepat,
mengakibatkan penekanan pebuluh darah, iskemia dan infark(strangulasi).
Sehingga menimbulkan obstruksi strangulata yang disebabkan obstruksi
mekanik yang berkepanjangan. Obstruksi ini tidak mengganggu suplai
darah, menyebabkan gangren dinding usus (Dermawan, dkk. 2010. Hal.
72-73).
D. Etiologi
a) Mekanis
1. Perlengketan :Lengkung usus menjadi melekat pada area yang sembuh
secara lambat atau pasda jaringan parut setelah pembedahan abdomen
2. Intusepsi :Salah satu bagian dari usus menyusup kedalam bagian lain yang
ada dibawahnya akibat penyempitan lumen usus. Segmen usus tertarik
kedalam segmen berikutnya oleh gerakan peristaltik yang memperlakukan
segmen itu seperti usus. Paling sering terjadi pada anaka-anak dimana
kelenjar limfe mendorong dinding ileum kedalam dan terpijat disepanjang
bagian usus tersebut (ileocaecal) lewat coecum kedalam usus besar (colon)
dan bahkan sampai sejauh rectum dan anus.
3. Volvulus :Usus besar yang mempunyai mesocolon dapat terpuntir sendiri
dengan demikian menimbulkan penyumbatan dengan menutupnya
gelungan usus yang terjadi amat distensi. Keadaan ini dapat juga terjadi
pada usus halus yang terputar pada mesentriumnya
4. Hernia :Protrusi usus melalui area yang lemah dalam usus atau dinding
dan otot abdomen.
5. Tumor :Tumor yang ada dalam dinding usus meluas kelumen usus atau
tumor diluar usus menyebabkan tekanan pada dinding usus.
b) Fungsional (non mekanik)
1. Ileus paralitik.
Tidak ada gerakan peristaltis bisa diakibatkan :
a) Pembedahan abdominal dimana organ-organ intra abdominal
mengalami trauma sewaktu pembedahan
b) Elektrolit tidak seimbang truma hypokalemia
2. Lesi medula spinalis. Hal tersebut dapat dikarenakan adanya kerusakan
saraf pada sakral 4, misal pada penderita spina bifida.
3. Enteritis regional
4. Ketidakseimbangan elektrolit
E. Manifestasi Klinis
1. Obstruksi Usus Halus
a) Gejala awal biasanya nyeri abdomen sekitar umbilicus atau bagian
epigastrium yang cenderung bertambah berat sejalan dengan beratnya
obstruksi dan bersifat intermitten. Jika obstruksi terletak di bagian
tengah atau letak tinggi dari usus halus maka nyeri bersifat konstan.
b) Klien dapat mengeluarkan darah dan mucus, tetapi bukan materi fekal
dan tidak terdapat flatus.
c) Umumnya gejala obstruksi usus berupa konstipasi, yang berakhir pada
distensi abdomen, tetapi pada klien dengan obstruksi parsial biasa
mengalami diare.
d) Pada obstruksi komplet, gelombang peristaltic pada awalnya menjadi
sangat keras dan akhirnya berbalik arah dan isi usus terdorong kearah
mulut.
e) Apabila obstruksi terjadi pada ileum maka muntah fekal dapat terjadi.
Semakin kebawah obstruksi dibawah area gastrointestinal yang terjadi,
semakin jelas adanya distensi abdomen.
f) Jika obstruksi usus berlanjut terus dan tidak diatasi maka akan terjadi
shock hipovolemia akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma,
dengan manifestasi klinis takikardi dan hipotensi. Suhu tubuh biasanya
normal tapi kadang-kandang dapat meningkat. Demam menunjukkan
obstruksi strangulate.
g) Pada pemeriksaan abdomen didapatkan abdomen tampak distensi dan
peristaltic meningkat. Pada tahap lanjut dimana obstrusi terus
berlanjut, peristaltic akan menghilang dan melemah. Adanya feces
bercampur darah pada pemeriksaan rectal toucher dapat dicurigai
adanya keganasan dan intususepsi.
2. Obstruksi Usus Besar
a) Nyeri perut yang bersifat kolik dalam kualitas yang sama dengan
obstruksi pada usus halus tetapi intensitasnya jauh lebih rendah.
b) Muntah muncul terakhir terutama bila katup ileosekal kompeten. Pada
klien dengan obstruksi di sigmoid dan rectum, konstipasi dapat
menjadi gejala satu-satunya dalam satu hari.
c) Akhirnya abdomen menjadi sangat distensi, loop dari usus besar
menjadi dapat dilihat dari luar melalui dinding abdomen.
d) Klien mengalami kram akibat nyeri abdomen bawah. (suratun &
lusianah, 2010. Hal. 339 )
3. Obstruksi usus kecil parsial
a) Distensi abdominal
b) Peri diabdomen disertai distensi sedang
c) Borborigmi, dan bunyi ramai ketika dikakukan auskultasi(kadang-
kadang cukup keras sehingga bisa didengar tanpa stesoskop)
d) Nyeri hebat
e) Konstipasi
f) Dehidrasi
g) Syok hipovolemik (stadiium atas)
h) Mual
i) Peri yang melompat kembali (jika obstruksi menyebabkan strangulasi
dan iskemia).
j) Muntah
4. Obstruksi usus kecil menyeluruh
a) Konstipasi
b) Perih ringan dan keluarnya sedikit mukus dan darah
c) Distensi abdominal yang besar
d) Bunyi peristaltik ramai dan hebat, serta bunyi kerincingnyaring, yang
menyertai paroksisma nyeri epigastrik atau periumbilikal; peristalsis
yang mendorong konteng usus menuju mulut, bukannya rektum, bisa
terjadi 3-5 menit dan masing-masing berlangsung selama 1 menit.
e) Muntah ( lebih dini dan lebih parah jika obstruksi lebih berat)
5. Obstrksi usus besar parsial
a) Distensi abdominal
b) Nyeri abdominal dan hipogastrik yang parah
c) Kebocoran tinja cair disekitar obsruksi parsial
6. Obstruksi usus-besar menyeluruh
a) Konstipasi ( bisa merupakan satu-satunya gejala dalam beberapa hari )
b) Nyeri abdominal parah
c) Nyeri hipogastrik dan mual kontinu ( biasanya tanpa muntah)
d) Abdomen mengalmi distensi secaara dramatis ( linngkarang usus besar
bisa terlihat di abdomen )
e) Kebocoran tinja cair disekitar obsrtuksi.Serangan gejala yang lebih
lambat dari pada gejala obstruksi usus kecil (Buku nursing pranata
puri. 2001. Hal. 318 – 319)

Manifestasi klinik

a) Mekanika sederhana – usus halus atas


Kolik (kram) pada abdomen pertengahan sampai ke atas, distensi, muntah
empedu awal, peningkatan bising usus (bunyi gemerincing bernada tinggi
terdengar pada interval singkat), nyeri tekan difus minimal.
b) Mekanika sederhana – usus halus bawah
Kolik (kram) signifikan midabdomen, distensi berat,muntah sedikit atau tidak
ada kemudian mempunyai ampas, bising usus dan bunyi “hush” meningkat,
nyeri tekan difus minimal.
c) Mekanika sederhana – kolon
Kram (abdomen tengah sampai bawah), distensi yang muncul terakhir,
kemudian terjadi muntah (fekulen), peningkatan bising usus, nyeri tekan difus
minimal.
d) Obstruksi mekanik parsial
Dapat terjadi bersama granulomatosa usus pada penyakit Crohn. Gejalanya
kram nyeri abdomen, distensi ringan dan diare.
e) Strangulasi Gejala berkembang dengan cepat; nyeri parah, terus menerus dan
terlokalisir; distensi sedang; muntah persisten; biasanya bising usus menurun
dan nyeri tekan terlokalisir hebat. Feses atau vomitus menjadi berwarna gelap
atau berdarah atau mengandung darah samar.
F. Patofisiologi
Menurut Ester (2001 : 49) pathofisiologi dari obstruksi usus atau illeus adalah:
Secara normal 7-8 cairan kaya elektrolit disekresi oleh usus dan kebanyakan
direabsorbsi, bila usus tersumbat, cairan ini sebagian tertahan dalam usus dan
Sebagian dieliminasi melalui muntah, yang menyebabkan pengurangan besar volume
darah sirkulasi. Mengakibatkan hipotensi, syok hipovolemik dan penurunan aliran
darah ginjal dan serebral.
Pada awitan obstruksi, cairan dan udara terkumpul pada bagian proksimal sisi
yang bermasalah, menyebabkan distensi. Manifestasi terjadinya lebih cepat dan lebih
tegas pada blok usus halus karena usus halus lebih sempit dan secara normal lebih
aktif, volume besar sekresi dari usus halus menambah distensi, sekresi satu-satunya
yang yang bermakna dari usus besar adalah mukus.
Distensi menyebabkan peningkatan sementara pada peristaltik saat usus
berusaha untuk mendorong material melalui area yang tersumbat.Dalam beberapa jam
peningkatan peristaltik dan usus memperlambat proses yang disebabkan oleh
obstruksi. Peningkatan tekanan dalam usus
mengurangi absorbsinya, peningkatan retensi cairan masih tetap berlanjut segera,
tekanan intralumen aliran balik vena, yang meninkatkan permeabilitas kapiler dan
memungkinkan plasma ekstra arteri yang menyebabkan nekrosis dan peritonitis.
G. Pathway

H. Komplikasi
1. Nekrosis usus
2. Perforasi usus dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi selalu lama pada
organ intra abdomen.
3. Peritonitis karena absorbsi toksin dalam rongga peritonium sehinnga terjadi
peradangan atau infeksi yang hebat pada intra abdomen
4. Sepsis infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan baik dan
cepat.
5. Syok dehidrasi terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma
6. Abses sindrom usus pendek dengan malabsorpsi dan malnutrisi
7. Pneumonia aspirasi dari proses muntah
8. Gangguan elektrolit. Refluk muntah dapat terjadi akibat distensi abdomen.
Muntah mengakibatkan kehilangan ion hidrogen dan kalium dari lambung,
serta menimbulkan penurunan klorida dan kalium dalam darah (Dermawan,
dkk. 2010. Hal. 77).
I. Pemeriksaan Diagnostik
1. Sinar X
Menunjukkan adanya kuantitas abnormal dari gas dan cairan usus.
2. Pemeriksaan radiogram abdomen (Untuk menegakkan diagnosis obstruksi
usus)Pada obstruksi usus halus ditandai adanya udara di usus halus,
sedangkan pada obstruksi usus besar menunjukkan adanya udara dalam
kolon.
3. Radiogram Barium
Untuk mengetahui tempat obstruksi
4. Pemeriksaan laboratorium (elektrolit darah dan DL)
Menunjukkan gambaran dehidrasi dan kehilangan volume plasma dan
kemungkinan infeksi (leukosit mencapai 30.000 – 50.000 ul)
5. Proktosigmoidoskopi
Membantu menentukan penyebab obstruksi bila di dalam kolon
J. Penatalaksanaan
Menurut Engram ( 1999 : 243 ) penatalaksanaan obstruksi usus atau illeus adalah :
1. Intubasi nasogastrik dengan pengisap dan menggunakan selang salem sump
atau selang usus panjang (selang cantor, selang harris).
2. Terapi intra vena dengan penggantian elektrolit.
3. Tirah baring.
4. Analgetik.
Dasar pengobatan obstruksi usus adalah koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit,
menghilangkan peregangan dan muntah dengan intubasi dan kompresi, memperbaiki
peritonitis dan syok bila ada, serta menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki
kelangsungan dan fungsi usus kembali normal.
1. Obstruksi Usus Halus
Dekompresi pada usus melalui selang usus halus atau nasogastrik
bermamfaat dalam mayoritas kasus obstruksi usus halus.Apabila
usus tersumbat secara lengkap, maka strangulasi yang terjadi
memerlukan tindakan pembedahan, sebelum pembedahan, terapi
intra vena diperlukan untuk mengganti kehilangan cairan dan
elektrolit (natrium, klorida dan kalium).
Tindakan pembedahan terhadap obstruksi usus halus tergantung
penyebab obstruksi. Penyebab paling umum dari obstruksi seperti
hernia dan perlengketan. Tindakan pembedahannya adalah
herniotomi.
2. Obstruksi Usus Besar
Apabila obstruksi relatif tinggi dalam kolon, kolonoskopi dapat
dilakukan untuk membuka lilitan dan dekompresi usus. Sekostomi,
pembukaan secara bedah yang dibuat pasa sekum, dapat dilakukan
pada pasien yang berisiko buruk terhadap pembedahan dan sangat
memerlukan pengangkatan obstruksi. Tindakan lain yang biasa
dilakukan adalah reseksi bedah utntuk mengangkat lesi penyebab
obstruksi. Kolostomi sementara dan permanen mungkin
diperlukan.
K. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah pertama dari proses keperawatan melalui kegiatan
pengumpulan data atau prolehan data yang akurat dari pasien guna mengetahui
berbagai permasalahan yang ada. Seperti:
1) Data biografi (nama, umur, alamat, pekerjaan, jenis kelamin)
2) Cairan
Gejala : muntah banyak dengan materi fekal, berbau
Tanda : membran mukosa kering, turgor kulit tidak elastis
3) Ketidaknyamanan / nyeri
Gejala : flatus (-), konstipasi
Tanda : wajah klien tegang, tampak meringis, distensi abdomen
4) Eliminasi
Gejala : flatus (-), konstipasi
Tanda : distensi abdomen, penurunan bising (dari hiperaktif
kehipoaktif), feses (-), tergantung letak obstruksi, jika ada feses hanya sedikit
(berbentuk pensil).

5) Aktivitas
Gejala : kelemahan
Tanda : kesulitan ambulasi
6) Sirkulasi
Tanda : takikardi, berkeringat, pucat, hipotensi (tanda syok)
Adapun persamaan pengkajian yang dilakuakan pada pasien ileus obstruksi yaitu :
1. Rasa nyaman/nyeri
2. Nutrisi dan cairan
3. Personal hygiene/kebersihan perorangan
4. Aktivitas dan Latihan
5. Eliminasi
6. Oksigenasi
7. Tidur dan istirahat
8. Pencegahan terhadap bahaya
9. Keamanan
10. Neurosensori
11. Keseimbangan dan peningkatan hubungan psiko,spiritual serta
interaksi sosial.
L. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa yang mungkin muncul pada masalah/penyakit ileus obstruksi yaitu antara lain

1. Kekurangan volume cairan


2. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
3. Nyeri akut
4. Resiko syok (hipovolemik)
5. Resiko kekurangan elektrolit
6. Konstipasi
7. Ansietas.
M. Rencana Tindakan keperawatan
I. Kekurangan volume cairan
Tujuan : Tidak ada tanda-tanda kekurangan cairan (dehidrasi)
Intervensi :
a. Kaji tingkat kesulitan klien saat minum
b. Kaji tugor kulit dan mukosa mulut
c. Anjurkan klien untuk banyak mngkomsumsi air sedikitnya 1500
cc/hari
d. Berikan snack (jus buah dan buah segar)
e. Observasi tanda-tanda vital (TTV).
II. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
Tujuan :
Intervensi :
a. Kaji tingkat kesulitan klien saat makan
b. Berikan makanan dalam bentuk hangat
c. Berikan makan yang berpariasi
d. Berikan makanan dalam porsi sedikit tetapi sering
e. Timbang berat badan bila perlu
f. Anjurkan klien untuk banyak mengkomsumsi protein dan vitamin C.
III. Nyeri akut
Tujuan : Nyeri berkurang/menghilang
Intervensi :
a. Kaji tingkat nyeri yang dirasakan klien
b. Atur posisi klien
c. Anjurkan klien relakasasi nafas dalam bila timbul nyeri
d. Observasi tanda-tanda vital (TTV)
e. Penatalaksanaan pemberian obat analgetik.
IV. Resiko syok (hipovolemik)
Tujuan : Irama jantung dalam batas yang diharapkan
Intervensi :
1. Monitor tanda inadekuat oksigenasi jaringan
2. Monitor suhu dan pernapasan
3. Monitor tanda awal syok
4. Monitor input dan output
5. Lihat dan pelihara kepatenan jalan nafas
V. Resiko ketidak seimbangan elektrolit
Tujuan : Tekanan darah dalam rentang yang diharapakan (normal)
Intervensi :
1. Pertahankan intake dan output yang keluar
2. Monitor ststus hidrasi
3. Monitor status nutrisi
4. Kolaborasi pemberian cairan IV
5. Observasi tanda-tanda vital (TTV)

VI. Konstipasi
Tujuan :
Intervensi :
a. Kji tingkat kesulitan klien saat BAB
b. Monitor tanda dan gejala konstipasi
c. Anjurkan klien untuk bnanyak mnkomsumsi cairan
d. Anjurkan klien untuk banyak mengkomsumsi buah seperti pisang dan
papaya
e. Penatalaksanaan pemberian obat dulkolaks bila perlu.
VII. Ansietas
Tujuan : Tidak ada tanda-tanda kecemasan
Intervensi :
a. Kaji tingkat kecemasan klien
b. Berikan suport dan motivasi klien
c. Ciptakan lingkungan/suasana yang nyaman
d. Jelaskan mengenai tujuan dan prosedur tindakan keperawatan
e. Observasi tanda-tanda vital (TTV).

DAFTAR PUSTAKA
1. Price A. silvia & wilson M` lorraine, (2007). patofisiologi konsep klinis
proses-proses penyakit Edisi 6, Volume 1. Jakarta : EGC.
2. Brunner & Suddarth, (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Alih
bahasa Agung waluyo, dkk, Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC.
3. Amin Huda Nurarif & Hardhi Kusuma, (2015). ASUHAN KEPERAWATAN
4. Nettina, Sandra M. Pedoman Praktik Keperawatan. Alih bahasa Setiawan dkk.
Ed. 1. Jakarta : EGC; 2001
5. Tucker, Susan Martin et al. Patient care Standards : Nursing Process,
diagnosis, And Outcome. Alih bahasa Yasmin asih. Ed. 5. Jakarta : EGC;
1998

Anda mungkin juga menyukai