Anda di halaman 1dari 45

SKENARIO 3

Riskesdas 2018, Imunisasi Dasar Lengkap, Status Gizi Ibu Hamil

KELOMPOK A-6

Ketua : Anggie Yustika Sandy Sihotang 1102017025

Sekretaris : Kintan Utari 1102017125

Anggota : Aji Amrulloh 1102017014

Asep Fauzi 1102017041

Ayunda Puspita Putri 1102017044

Callista Adine Limarta 1102017054

Destria Kartika Pratiwi T 1102017064

Devi Novalianti 1102017065

Hasna Salsabila 1102017103

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS YARSI

2019/2020

Jl. Letjen Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta 10510


Riskesdas 2018, Imunisasi Dasar Lengkap, Status Gizi Ibu Hamil

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) melaksanakan imunisasi pada anak
dalam upaya menurunkan kejadian penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, yaitu
tuberculosis, difteri, pertusis, campak, polio, tetanus serta hepatitis B. Tahun 2018, pemerintah
melalui Kemenkes RI melakukan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang dilakukan Kemenkes
RI menemukan bahwa 9,2 persen anak 12-23 bulan tidak pernah mendapatkan imunisasi. Selain
imunisasi dasar, survei juga dilakukan terhadap masalah gizi pada wanita hamil. Status gizi
wanita hamil yang berumur 15-49 tahun diukur berdasarkan indikator Lingkar Lengan Atas
(LILA) dan digunakan ambang batas nilai rerata LILA <23,5 cm. Hasilnya adalah prevalensi
resiko KEK wanita hamil umur 15-49 tahun, secara nasional sebanyak 17,3 persen.
Kata sulit :
1. KEK : Masalah gizi yang disebabkan karna kekurangan asupan makanan dalam waktu
yang cukup lama biasanya dalm hitungan tahun.
2. LILA : Indikator pengukuran lingkar lengan atas.
3. Riskesdas : salah satu riset skala nasional yang berbasis komunitas dan telah
dilaksanakan secara berkala oleh kemenkes.

Pertanyaan :
1. Apa saja penyebab KEK pada ibu hamil ?
2. Resiko apa yg dapat terjadi nantinya apabila ibu mengalami KEK ?
3. Apa saja imunisasi dasar yang diberikan pada ibu hamil ?
4. Apa saja manfaat riskesdas ?
5. Apa saja penilaian stastus gizi wanita hamil selain LILA ?
6. Mengapa LILA dijadikan indikator untuk menentukan status ibu hamil ?
7. Apa saja gejala yg dapat terlihat pada ibu yang memiliki KEK ?
8. Apa tujuan pengukuran LILA ?
9. Apa tujuan dilakukan survei setiap tahunnya pada anak” dan ibu hamil di indonesia ?
10. Apakah dampak atau resiko yang dapat terjadi jika ibu dan anak tidak di imunisasi?

Jawaban :
1. Asupan makanan kurang, beban kerja ibu terlalu berat, usia ibu hamil terlalu muda atau tua,
penyakit infeksi yang dialami oleh ibu.
2. Anemia, keguguran, perdarahan postpartum.
3.Vaksin tetanus,toxo,rubela,hepatitis.
4. Untuk mendapatkan gambaran kesehatan masyarakat termasuk medis yang menetukan sampel
yang mewakili seluruh wilayah.
5. Menggunakan IMT
6. Karena pengukran LILA tidak dipengaruhi oleh berat badan janin dan biasanya karna tidak
ada data berat badan ibu sebelum hamil.
7. Ibu merasa kelelahan, kesemutan, muka punyat dan tidak bugar
8. Untuk mengetahui status gizi pada ibu
9. Untuk mendapat gambaran kesehatan masyarakat untuk menentukan program pencegahan dan
penanganan.
10.Bayi bisa lahir dengan berbagai kelainan seperti kelainan jantung, katarak atau bahkan
abortus. Pada anak rentan terkena penyakit dan susah disembuhkan serta gejala yang timbul
akan lebih berat
Hipotesis
Setiap tahunnya Riskesdas melakukan survei untuk mendapat gambaran kesehatan masyarakat
untuk menentukan program pencegahan dan penanganan. Salah satu pembahasannya adalah
mengenai status gizi ibu hamil yang dapat ditentukan dari pengukuran LILA dan imunisasi dasar
seperti vaksin tetanus, toxo, rubela, hepatitis untuk mencegah terjadinya KEK . KEK pada ibu
hamil dapat disebabkan asupan makanan kurang, beban kerja ibu terlalu berat, usia ibu hamil
terlalu muda atau tua, penyakit infeksi yang dialami oleh ibu dengan gejala seperti ibu merasa
kelelahan, kesemutan, muka punyat dan tidak bugar. Jika KEK tidak diatasi akan menyebabkan
anemia, keguguran, perdarahan postpartum.
Sasaran belajar

I. Memahami dan Menjelaskan Riskesdas 2018


II. Memahami dan Menjelaskan Status Gizi Ibu Hamil
III. Memahami dan Menjelaskan Imunisasi Dasar Lengkap
IV. Memahami dan Menjelaskan Cakupan dan Mutu Pelayanan Kesehatan
V. Memahami dan Menjelaskan Pandangan Islam mengenai Konsep Pencegahan Penyakit
LO. I Memahami dan Menjelaskan Riskesdas 2018

LATAR BELAKANG
Sejak reformasi bergulir, terjadi perubahan mendasar terhadap tatanan kehidupan di berbagai
bidang termasuk organisasi pemerintahan. Salah satu yang sangat menonjol adalah adanya
desentralisasi sampai ke tingkat kabupaten/ kota. Reformasi juga mengubah pendekatan
pembangunan yang semula bersifat terpusat menjadi terdesentralisasi, sesuai dengan masalah
dan kebutuhan di tiap kabupaten/ kota. Perubahan besar tersebut terjadi di berbagai sektor
pembangunan, termasuk di bidang kesehatan.
Dengan visi Masyarakat yang mandiri untuk hidup sehat dan misi Membuat rakyat sehat,
Departemen Kesehatan telah merumuskan 4 grand strategy yang salah satunya adalah:
Meningkatkan sistem surveilans, monitoring dan informasi kesehatan dengan salah satu
produknya adalah Berfunginya sistem informasi kesehatan yang evidence based di seluruh
Indonesia. Untuk itu diperlukan data kesehatan dasar, meliputi semua indikator kesehatan yang
utama tentang status kesehatan (angka kematian, angka kesakitan, angka kecelakaan, angka
disabel, status gizi), kesehatan lingkungan (lingkungan fisik), pengetahuan-sikap-perilaku
kesehatan (Flu burung, HIV/AIDS, perilaku higienis, penggunaan tembakau, minum alkohol,
aktivitas fisik, perilaku konsumsi) dan berbagai aspek mengenai pelayanan kesehatan (akses,
cakupan, mutu layananan, pembiayaan kesehatan). Data kesehatan dasar tersebut bukan saja
berskala nasional, tetapi harus dapat menggambarkan indikator kesehatan minimal sampai
tingkat kabupaten.
Dari sisi manajemen kesehatan, kabupaten/kota memegang peran yang amat menentukan dalam
merencanakan, mengalokasikan anggaran, melaksanakan, memantau dan mengevaluasi program-
program kesehatan. Kabupaten/Kota membutuhkan data kesehatan dasar yang berbasis
komunitas, sebagai acuan manajemen pembangunan di bidang kesehatan. Kabupaten/Kota juga
perlu difasilitasi untuk dapat melakukan perencanaan berbasis bukti (evidence based planing)
yang didapat dari hasil pendataan berbasis komunitas. Kabupaten/ Kota memerlukan data
kesehatan dasar (angka kematian, angka kesakitan, status gizi, angka disabilitas, cakupan
program dan data dasar lainnya) agar bisa dipakai untuk perencanaan program, termasuk alokasi
sumber daya yang benar-benar sesuai dengan masalah pada tiap kabupaten/kota di wilayahnya.
Badan Litbang Kesehatan (Balitbangkes) telah berpengalaman dalam melakukan survei berskala
nasional berbasis masyarakat seperti Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), tetapi data
kesehatan tersebut baru dapat menggambarkan tingkat nasional. Di era desentralisasi sekarang
ini, data kesehatan berbasis masyarakat diperlukan di tingkat kabupaten/kota untuk perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi di wilayah masing-masing. Untuk menjawab kebutuhan tersebut
Balitbangkes melakukan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Sampel Riskesdas mengikuti
kerangka sampel Susenas KOR. Dengan jumlah sampel yang lebih besar ini, sebagian besar
variabel kesehatan yang dikumpulkan dalam Riskesdas dapat menggambarkan profil kesehatan
di tingkat kabupaten/kota atau provinsi.
Beberapa variabel seperti angka kematian (ibu, anak dan bayi), prevalensi beberapa penyakit
(pneumonia, keganasan, dll.) hanya dapat menggambarkan tingkat nasional.
Untuk menjembatani kebutuhan kabupaten/ kota terhadap data dasar kesehatan sebagai basis
manajemen pembangunan kesehatan, diperlukan pendekatan dengan menggunakan prinsip
sebagai berikut :
1. Riskesdas dilaksanakan untuk dapat menggambarkan profil kesehatan di tingkat
kabupaten/kota yang saat dibutuhkan di era desentralisasi.
2. Riskesdas dilakukan secara serentak di seluruh provinsi Indonesia sehingga dapat memotret
dalam waktu yang sama.
3. Data Riskesdas menggunakan kerangka sampling yang sama dengan KOR Susenas 2007 dan
pelaksanaan pengumpulan data dilakukan dalam waktu yang hampir bersamaan dengan
pengumpulata KOR Susenas 2007 yang dilaksanakan oleh BPS, sehingga data yang sudah
dikumpulkan dalam KOR Susenas tidak dikumpulkan lagi dalam Riskesdas.
4. Setelah pengumpulan data kedua survei ini selesai, maka data tersebut dapat digabungkan,
sehingga akan didapatkan data yang kaya dari kedua survei tersebut.
5. Pengumpulan data Riskesdas dilakukan oleh tenaga lulusan Poltekes atau petugas Dinas
Kesehatan Kabupaten/ Kota setempat, dengan bimbingan teknis dari penanggungjawab tingkat
Kabupaten, tingkat provinsi dan tingkat pusat (Balitbangkes).
6. .Data kesehaerah yang dikumpulkan di lapangan setelah dilakukan pengecekan melalui
supervisi, akan dikirim ke Korwil yang ditunjuk sebagai pembina dari masing-masing provinsi.
Manajemen data pada tahap awal (editing, cleaning) dilakukan di Korwil masing-masing,
kemudian data dikirimkan ke Pusat untuk dilakukan inputasi dan pembobotan, kemudian data
dikembalikan ke Korwil masing-masing untuk dilakukan analisis. Dengan demikian Dinas
Kesehatan tingkat Provinsi dapat mengolah data tersebut menjadi indikator kesehatan antar
kabupaten, juga dapat menggambarkan status kesehatan pada tingkat kabupaten/kota.
7. Data yang dikumpulkan di tingkat pusat (Balitbangkes) dapat memberikan gambaran indikator
kesehatan antar provinsi, termasuk indikator tertentu yang di tingkat kabupaten belum bisa
ditampilkan (misalnya angka kematian ibu, bayi) dan profil kesehatan secara keseluruhan.
8. Riskesdas dapat memberikan indikator kesehatan secara berjenjang sebagai berikut:
• Indikator kesehatan tingkat kabupaten/kota, yang bisa digunakan untuk
menggambarkan perbandingan kondisi kesehatan antar kabupaten/kota.
• Indikator kesehatan tingkat provinsi, yang bisa digunakan untuk membandingkan
indikator kesehatan antar provinsi.
Indikator kesehatan tingkat nasional, yang bisa dibandingkan dengan survei skala
nasional sebelumnya, sehingga analisis kecenderungan tetap bisa dilakukan, juga dapat
digunakan untuk membandingkan dengan negara lain.
9. Data dasar kesehatan yang digunakan untuk perencanaan di masing-masing kabupaten/kota
akan membudayakan:
• Perencanaan program kesehatan berbasis bukti, yang dasarnya adalah informasi dari
data yang berbasis komunitas.
• Evaluasi program kesehatan yang informasinya juga diambil dari data berbasis
komunitas, bukan berbasis fasilitas. seperti yang selama ini dilakukan.

TUJUAN PENELITIAN
Tujuan Umum
Mengetahui data dasar kesehatan untuk keperluan perencanaan di tingkat kabupaten/kota,
provinsi dan nasional.

Tujuan khusus:
a. Mengukur prevalensi penyakit menular dan tidak menular, riwayat penyakit keturunan
termasuk data biomedisnya
b. Mengetahui faktor risiko penyakit menular dan tidak menular
c. Mengetahui ketanggapan sistem kesehatan di unit pelayanan kesehatan
d. Mengukur angka kematian dan menelusuri sebab kematian
e. Output yang Diharapkan

Tersedianya data dasar kesehatan meliputi:


1. Status kesehatan:
• Tingkat Morbiditas (prevalensi penyakit menular dan tidak menular, tingkat kabupaten/kota
untuk penyakit dengan prevalensi tinggi, atau tingkat provinsi bagi penyakit dengan prevalensi
rendah)
• Trauma dan kecelakaan di tingkat provinsi
• Tingkat Mortalitas (angka kematian ibu, angka kematian bayi) di tingkat nasional,
• Tingkat Disabilitas (angka disabilitas/cacat, jenisnya dan alat bantu yang diperlukan)
• Kesehatan gigi dan mulut di tingkat kabupaten/kota
• Kesehatan mata (visus) di tingkat kabupaten/kota
2. Status gizi (di tingkat kabupaten/ kota)
3. Pengetahuan-sikap-perilaku kesehatan (flu burung, HIV/AIDS, perilaku higienis, penggunaan
tembakau, minum alkohol, pola konsumsi, dan aktivitas fisik) di tingkat kabupaten/kota.
4. Ketanggapan sistem kesehatan di tingkat kabupaten/kota
5. Pembiayaan kesehatan di tingkat kabupaten/kota
6. Akses dan manajemen pelayanan kesehatan di tingkat kabupaten/kota
7. Sanitasi lingkungan rumah-tangga di tingkat kabupaten/kota
8. Konsumsi makanan rumah-tangga di tingkat kabupaten/kota
9. Kadar Yodium (semi kuantitatif) pada garam rumah tangga di tingkat kabupaten/kota)
10. Kadar Yodium (kuantitatif) pada garam rumah tangga dan dalam urine di tingkat nasional
11. Biomedis (penyakit menular, PD3I, penyakit tidak menular, penyakit kronik degeneratif,
gizi, dan penyakit kelainan bawaan) di daerah perkotaan dan pedesaan tingkat nasional

MANFAAT PENELITIAN
1. Untuk Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota:
• Mampu merencanakan, melaksanakan survei kesehatan lanjutan di wilayahnya.
• Mampu menyusun perencanaan program lebih akurat, sesuai situasi dan kondisi tiap
kabupaten/kota.
• Mempunyai bahan advokasi yang berbasis bukti.
2. Untuk Provinsi dan Pusat
• Mampu memetakan masalah kesehatan dan menajamkan prioritas pembangunan kesehatan
antar wilayah.

METODE
1.1 Desain
Riskesdas merupakan survei berskala nasional dengan desain potong lintang (cross-sectional)
dan non-intervensi.

1.2 Kerangka Konsep


Kerangka konsep mengacu pada paradigma kesehatan menurut HL Blum yang
menggambarkan keterkaitan antara status kesehatan dan faktor risikonya.
PELAYANAN KESEHATAN

Pengetahuan akses pelayanan


kesehatan, pengobatan tradisional,
pemanfaatan fasilitas kesehatan
(pengobatan, pelayanan KIA)

STATUS KESEHATAN
KETURUNAN LINGKUNGAN
Morbiditas (PM, PTM, ODGJ, gigi),
Cacat bawaan Penyakit Konsumsi air bersih,
disabilitas, status gizi, riwayat
DM sanitasi perumahan
kehamilan, tumbuh kembang anak

PERILAKU

Aktivitas fisik, Konsumsi Makanan


Berisiko, Penggunaan tembakau,
Konsumsi alkohol, perilaku higienis
perorangan

1.3 Populasi dan Sampel


Populasi adalah seluruh rumah tangga di Indonesia. Sampel Riskesdas 2018 menggunakan
kerangka sampel Susenas 2018 yang dilaksanakan pada bulan Maret 2018.

Target sampel yang dikunjungi 300.000 rumah tangga dari 30.000 Blok Sensus (BS) Susenas
yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dengan metode PPS (probability
proportional to size) menggunakan linear systematic sampling, dengan Two Stage Sampling:
Tahap 1: Melakukan implicit stratification seluruh Blok Sensus (BS) hasil Sensus Penduduk
(SP) 2010 berdasarkan strata kesejahteraan. Dari master frame 720.000 BS hasil SP 2010
dipilih 180.000 BS (25%) secara PPS untuk menjadi sampling frame pemilihan BS.
Memilih sejumlah n BS dengan metode PPS di setiap strata urban/rural per Kabupaten/Kota
secara systematic sehingga menghasilkan Daftar Sampel Blok Sensus (DSBS). Jumlah total
BS yang dipilih adalah 30.000 BS.
Tahap 2: Memilih 10 rumah tangga di setiap BS hasil pemutakhiran secara systematic
sampling dengan implicit stratification pendidikan tertinggi yang ditamatkan KRT (Kepala
Rumah Tangga), untuk menjaga keterwakilan dari nilai keragaman karakteristik rumah
tangga.
Individu yang menjadi sampel Riskesdas untuk diwawancarai adalah semua anggota rumah
tangga (ART) dalam rumah tangga terpilih. Berbeda dengan individu yang menjadi sampel
pemeriksaan adalah sub sampel dengan tingkat keterwakilan nasional. Kriteria sampel
masing-masing pemeriksaan:
1. Kadar hemoglobin dilakukan pada responden semua umur.
2. RDT malaria dilakukan pada responden semua umur.
3. Glukosa darah pada responden umur ≥ 15 tahun.
4. Kimia klinis (profil lipid dan kreatinin) pada responden umur ≥ 15 tahun.
5. Mikroskopis malaria dilakukan pada responden semua umur dengan kriteria riwayat
demam dalam 2 hari terakhir dan/atau hasil RDT malaria positif.
6. Kesehatan gigi dan mulut pada responden umur > 3 tahun.

Pada Riskesdas 2018, subsampel dengan keterwakilan tingkat nasional (pemeriksaan darah
serta pemeriksaan gigi dan mulut) telah ditetapkan sebesar 2.500 BS pada 26 provinsi.

1.4 Indikator
Pemilihan indikator berdasarkan: (1) SDGs; (2) RPJMN; (3) Renstra; (4) SPM; (5) IPKM;
(6) PIS-PK; (7) Germas. Indikator-indikator utama yang diukur berkaitan dengan:
1. Akses pelayanan kesehatan
2. Pelayanan Kesehatan Tradisional
3. Kesehatan dan Gangguan Jiwa
4. Kesehatan Lingkungan
5. Penyakit Menular
6. Penyakit Tidak Menular
7. Kesehatan Gigi Mulut
8. Disabilitas dan Cedera
9. Perilaku
10. Kesehatan Ibu dan Reproduksi
11. Gizi
12. Kesehatan anak

1.5 Pengumpulan data


Pengumpulan data dilakukan oleh enumerator setempat dengan pengawasan teknis oleh PJT
Kabupaten/kota dan pengawasan administratif oleh PJO Kabupaten/kota. Dalam
pengumpulan data 1 tim bertanggungjawab terhadap 11 hingga 12 BS. 1 BS terdiri dari 10
Rumah Tangga (Ruta) sehingga 1 tim bertanggung jawab terhadap 110 hingga 120 Ruta.

Pengumpulan data dimulai dengan PJT Kabupaten/Kota mengambil salinan blok I-IV dari
kuesioner Susenas di BPS Kab/Kota. Enumerator, PJT kabupaten, dan PJO kabupaten
melakukan identifikasi lokasi sampel. Berdasarkan identifikasi tersebut diharapkan
enumerator mendapatkan gambaran lokasi sampel sehingga dapat disusun rencana jadwal
pengumpulan data, dan strategi pengumpulan data yang akan dilakukan agar efisien dan
efektif. Pengumpulan data Riskesdas 2018 dilakukan dengan wawancara, pengukuran, dan
pemeriksaan. Wawancara menggunakan 2 instrumen yaitu: Instrumen Rumah Tangga dan
Instrumen Individu.

Instrumen Rumah Tangga (lampiran 2) terdiri dari 7 blok dengan rincian sebagai berikut:
1. Blok I: Pengenalan tempat
2. Blok II: Keterangan pengumpul data
3. Blok III: Keterangan Rumah Tangga
4.Blok IV: Keterangan Anggota Rumah Tangga  Satus pendidikan terakhir hanya
ditanyakan kepada ART umur >5 tahun.  Status pekerjaan hanya ditanyakan kepada ART
umur >10 tahun.
5. Blok V: Akses pelayanan kesehatan
6. Blok VI: Gangguang Jiwa Berat
7. Blok VII: Kesehatan lingkungkungan

Instrumen Individu (lampiran 3) terdiri dari 2 blok dengan rincian sebagai berikut:
1. Blok IX Keterangan wawancara individu
2. Blok X Keterangan individu
a. Blok A Penyakit menular
b. Blok B Penyakit tidak menular
c. Blok C Kesehatan Jiwa
d. Blok D Disabilitas
e. Blok E Cedera
f. Blok F Pelayanan kesehatan tradisional
g. Blok G Perilaku
h. Blok H Pengetahuan dan sikap terhadap HIV/AIDS
i. Blok I Pemberian tablet tambah pada remaja putri
j. Blok J Kesehatan Ibu
k. Blok K Kesehatan Balita
l. Blok L Pengukuran dan pemeriksaan

Pengukuran antropometri dilakukan dengan menggunakan timbangan berat badan digital


(tingkat ketelitian 0,1 kg), alat ukur tinggi/panjang badan (tingkat ketelitian 1 mm), dan alat
ukur LILA (tingkat ketelitian 1 mm). Pengukuran tekanan darah menggunakan alat
tensimeter digital.

Pemeriksaan darah dilakukan di lokasi penelitian dan laboratorium. Pemeriksaan yang


dilakukan di lokasi penelitian adalah:
1. Pemeriksaan kadar hemoglobin darah berdasarkan panjang gelombang fotometri,
dilakukan secara cepat menggunakan alat Hemocue.
2. Pemeriksaan gula darah (puasa dan 2 jam setelah pembebanan, atau sewaktu) berdasarkan
reaksi enzimatik perubahan glukosa menjadi gluconolactone yang dapat dideteksi melalui
arus listrik pada alat Accuchek Performa.
3. Pemeriksaan RDT malaria berdasarkan reaksi antigen-antibodi, menggunakan kit
komersial.

Pemeriksaan yang dilakukan di Laboratorium Nasional Badan Litbangkes adalah:


1. Pemeriksaan kimia klinis dilakukan secara automatis menggunakan prinsip enzimatik dan
berbeda dengan metode Jaffe-Picrate. Pemeriksaan kadar kreatinin serum sudah
mempertimbangkan metode penghitungan estimasi laju filtrasi glomerulus sehingga hasil
yang keluar dapat memberikan gambaran umum terkait fungsi ginjal.
2. Pemeriksaan malaria dengan sediaan apus tebal dilakukan dibawah mikroskop dengan
pembesaran 10x100 menggunakan minyak immersi. Pembacaan dilakukan pada seluruh
lapangan pandang, sedangkan penentuan spesies dan kepadatan parasit dihitung dalam
minimal 200 leukosit.

1.6 Manajemen Data


Selain pengumpulan data, tahapan yang cukup penting dalam Riskesdas ini adalah
manajemen data. Pemrosesan data dimulai dari edit kuesioner dan pemberian kode dilokasi
penelitian yang dilakukan oleh enumerator.Kuesioner yang telah dilakukan edit dan
pemberian kode dengan benar,dilanjutkan dengan memasukkan data ke dalam aplikasi yang
sudah ditentukan. Setelah data dientri kemudian data dikirim melalui email ditujukan kepada
tim manajemen data Badan Litbangkes untuk dilakukan penggabungan data dan cleaning
data. Cleaning data memperhatikan data yang tidak konsisten dan data outlier. Data yang
tidak konsisten dan outlier ditelusuri kembali ke kuesioner untuk melakukan cek kebenaran
dari data yang dihasilkan. Dari data yang telah “bersih” (konsisten dan bebas dari outlier)
diberi nilai penimbang oleh BPS.

Raw data yang sudah bersih dan diberi nilai penimbang merupakan data final yang dapat
digunakan analisis. Analisis dapat menggunakan modifikasi data yaitu melakukan komposit
beberapa variabel atau mengelompokkan jawaban dari pertanyaan tersebut. Komposit
variabel digunakan untuk indikator pengetahuan akses pelayanan kesehatan.Indikator diukur
melalui indeks yang dihitung dengan menggunakan Principal Component Analysis (PCA)
yaitu salah satu teknik statistik yang menyatukan beberapa variable menjadi indicator
tunggal. Metode PCA digunakan untuk menyederhanakan banyak variable menjadi satu
dengan membuat skor variabel-variabel tersebut, skor variabel dibentuk berdasarkan
kekuatan korelasi antara variabel. Indeks pengetahuan kemudahan akses pelayanan kesehatan
pada Riskesdas 2018 menggunakan tiga jenis akses pelayanan kesehatan yang dihitung yaitu:
(1) Akses ke fasilitas Rumah Sakit; (2) Akses ke fasilitas Puskesmas; (3) Akses ke fasilitas
Klinik/Praktek Mandiri. Analisis data, sesuai dengan indikator yang direncanakan dan
disajikan dalam bentuk tabulasi.

Penyajian hasil dalam laporan Riskesdas menggunakan dua istilah yaitu:


1. prevalensi digunakan untuk indikator yang datanya diperoleh melalui pemeriksaan
fisik/laboratorium atau pengukuran atau hasil wawancara tetapi informasi yang diperoleh
harus berdasarkan diagnosis dokter atau tenaga kesehatan lainnya
2. proporsi digunakan untuk indikator yang datanya diperoleh melalui hasil wawancara dan
informasinya sesuai pengetahuan responden, seperti gejala yang dirasakan responden

LO. II Memahami dan Menjelaskan Status Gizi Ibu Hamil

Status gizi ibu hamil adalah suatu keadaan keseimbangan dalam tubuh ibu hamil sebagai
akibat pemasukan konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi yang digunakan oleh tubuh
untuk kelangsungan hidup dalam mempertahankan fungsi-fungsi organ tubuh (Supariasa, 2001).
Status gizi adalah ukuran keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi untuk ibu hamil. Status gizi juga
didefinisikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan
masukan nutrient. Gizi ibu hamil adalah makanan sehat dan seimbang yag harus dikonsumsi ibu
selama masa kehamilannya, dengan porsi dua kali makan orang yang tidak hamil .

a. Faktor Langsung Gizi secara langsung dipengaruhi oleh asupan makanan dan penyakit,
khususnya penyakit infeksi

1)  Keterbatasan ekonomi, yang berarti tidak mampu membeli bahan makanan yang
berkualitas baik, sehingga mengganggu pemenuhan gizi.

2)  Produk pangan, dimana jenis dan jumlah makanan di negara tertentu atau daerah
tertentu biasanya berkembang dari pangan setempat untuk jangka waktu yang panjang
sehingga menjadi sebuah kebiasaan turun-temurun.

3)  Sanitasi makanan (penyiapan, penyajian, penyimpanan) hendaknya jangan sampai


membuat kadar gizi yang terkandung dalam bahan makanan menjadi tercemar atau tidak
higienis dan mengandung kuman penyakit.

4)  Pembagian makanan dan pangan masyarakat Indonesia umumnya masih dipengaruhi


oleh adat atau tradisi. Misalnya, masih ada kepercayaan bahwa ayah adalah orang yang
harus diutamakan dalam segala hal termasuk pembagian makanan keluarga.

5)  Pengetahuan gizi yang kurang, prasangka buruk pada bahan makanan tertentu, salah
persepsi tentang kebutuhan dan nilai gizi suatu makanan dapat mempengaruhi status gizi
seseorang.

6)  Pemenuhan makanan berdasarkan pada makanan kesukaan saja akan berakibat


pemenuhan gizi menurun atau berlebih.
7)  Pantangan pada makanan tertentu, sehubungan dengan makanan yang dipandang
pantas atau tidak untuk dimakan. Tahayul dan larangan yang beragam didasarkan pada
kebudayaan daerah yang berlainan. Misalnya, ada sebagian masyarakat yang masih
percaya ibu hamil tidak boleh makan ikan.

8)  Selera makan juga akan mempengaruhi dalam pemenuhan kebutuhan gizi. Selera
makan dipicu oleh sistem tubuh (misal dalam keadaan lapar) atau pun dipicu oleh
pengolahan serta penyajianmakanan .

9)  Suplemen Makanan Ada beberapa suplemen makanan yang biasanya diberikan untuk
ibu hamil, antara lain:

a) Tablet Tambah Darah (TTD) yang mengandung zat besi (Fe) yang dapat
membantu pembentukan sel darah merah yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen
dan zat nutrisi makanan bagi ibu dan janin. TTD mengandung 200 mg ferrosulfat
yang setara dengan 60 mg besi elemental dan 0,25 mg asam folat. Tablet Tambah
Darah diminum satu tablet tiap hari di malam hari selama 90 hari berturut-turut,
karena pada sebagian ibu yang hamil merasakan mual, muntah, nyeri pada lambung,
diare, dan susah buang air besar. Usaha lain untuk menambah asupan zat besi adalah
daging segar, ikan, telur, kacang- kacangan, dan sayuran segar yang berwarna hijau
tua.

b) Kalsium merupakan zat yang dibutuhkan untuk perkembangan tulang dan gigi
bayi, jika asupan kalsium kurang maka kebutuhan kalsiun diambil dari tulang ibu.
Kebutuhan akan kalsium bagi ibu hamil adalah 950 mg tiap harinya. Asupan
Kalsium bisa didapat dari minum susu, ikan, udang, rumput laut, keju, yoghurt,
sereal, jus jeruk, ikan sarden, kacang- kacangan, biji-bijian, dan sayur yang berwarna
hijau gelap.

c) Vitamin juga diperlukan untuk menjaga kesehatan ibu yang hamil. Beberapa
vitamin ibu hamil yang dibutuhkan adalah vitamin C (80 mg) yang berfungsi untuk
membantu penyerapan zat besi, vitamin A (6000 IU), vitamin D (4 mcg). Vitamin ini
dapt diperoleh dari cabe merah, mangga, pepaya, wortel, ubi, aprikot, dan tomat.

b. Faktor Tidak Langsung

1)  Pendidikan keluarga Faktor pendidikan dapat mempengaruhi kemampuan menyerap


pengetahuan tentang gizi yang diperolehnya melalui berbagai informasi.

2)  Faktor budaya Masih ada kepercayaan untuk melarang memakan makanan tertentu
yang jika dipandang dari segi gizi, sebenarnya sangat baik bagi ibu hamil.

3)  Faktor fasilitas kesehatan Fasilitas kesehatan sangat penting untuk menyokong status
kesehatan dan gizi ibu hamil, dimana sebagai tempat masyarakat memperoleh informasi
tentang gizi dan informasi kesehatan lainnya, bukan hanya dari segi kuratif, tetapi juga
preventif dan rehabilitatif.

Kebutuhan gizi pada ibu hamil

Asupan gizi sangat menentukan kesehatan ibu hamil dan janin yang dikandungnya.
Kebutuhan gizi pada masa kehamilan akan meningkat sebesar 15% dibandingkan dengan
kebutuhan wanita normal. Peningkatan gizi ini dibutuhkan untuk pertumbuhan rahim (uterus),
payudara (mammae), volume darah, plasenta, air ketuban dan pertumbuhan janin. Makanan yang
dikonsumsi oleh ibu hamil akan digunakan untuk pertumbuhan janin sebesar 40% dan sisanya
60% digunakan untuk pertumbuhan ibunya. Secara normal, ibu hamil akan mengalami kenaikan
berat badan sebesar 11-13 kg. Hal ini terjadi karena kebutuhan asupan makanan ibu hamil
meningkat seiring dengan bertambahnya usia kehamilan. Asupan makanan yang dikonsumsi oleh
ibu hamil berguna untuk pertumbuhan dan perkembangan janin, mengganti sel-sel tubuh yang
rusak atau mati, sumber tenaga, mengatur suhu tubuh dan cadangan makanan. Untuk
memperoleh anak yang sehat, ibu hamil perlu memperhatikan makanan yang dikonsumsi selama
kehamilannya.

Makanan yang dikonsumsi disesuaikan dengan kebutuhan tubuh dan janin yang
dikandungnya. Dalam keadaan hamil, makanan yang dikonsumsi bukan untuk dirinya sendiri
tetapi ada individu lain yang ikut mengkonsumsi makanan yang dimakan. Penambahan
kebutuhan gizi selama hamil meliputi:

a. Energi

Tambahan energi selain untuk ibu, janin juga perlu untuk tumbuh kembang. Banyaknya energi
yang dibutuhkan hingga melahirkan sekitar 80.000 Kkal atau membutuhkan tambahan 300 Kkal
sehari. Menurut RISKESDAS 2007 Rerata nasional Konsumsi Energi per Kapita per Hari adalah
1.735,5 kkal. Kebutuhan kalori tiap trimester antara lain:

1)  Trimester I, kebutuhan kalori meningkat, minimal 2.000 kilo kalori/hari.

2)  Trimester II, kebutuhan kalori akan meningkat untuk kebutuhan ibu yang meliputi
penambahan volume darah, pertumbuhan uterus, payudara dan lemak.
3)  Trimester III, kebutuhan kalori akan meningkat untuk pertumbuhan janin dan
plasenta.

b. Protein

Penambahan protein selama kehamilan tergantung kecepatan pertumbuhan janinnya.


Kebutuhan protein pada trimester I hingga trimester II kurang dari 6 gram tiap harinya,
sedangkan pada trimester III sekitar 10 gram tiap harinya. Menurut Widyakarya Pangan dan Gizi
VI 2004 menganjurkan penambahan 17 gram tiap hari. Kebutuhan protein bisa didapat dari
nabati maupun hewani. Sumber hewani seperti daging tak berlemak, ikan, telur, susu. Sedangkan
sumber nabati seperti tahu, tempe dan kacang-kacangan Protein digunakan untuk: pembentukan
jaringan baru baik plasenta dan janin, pertumbuhan dan diferensiasi sel, pembentukan cadangan
darah dan Persiapan masa menyusui.

c. Lemak

Lemak dibutuhkan untuk perkembangan dan pertumbuhan janin selama dalam kandungan
sebagai kalori utama. Lemak merupakan sumber tenaga dan untuk pertumbuhan jaringan
plasenta. Selain itu, lemak disimpan untuk persiapan ibu sewaktu menyusui. Kadar lemak akan
meningkat pada kehamilan tirmester III.

d.Karbohidrat

Sumber utama untuk tambahan kalori yang dibutuhkan selama kehamilan untuk
pertumbuhan dan perkembangan janin adalah karbohidrat. Jenis karbohidrat yang dianjurkan
adalah karbohidrat kompleks seperti roti, serelia, nasi dan pasta. Karbohidrat kompleks
mengandung vitamin dan mineral serta meningkatkan asupan serat untuk mencegah terjadinya
konstipasi.

e.Vitamin

Wanita hamil membutuhkan lebih banyak vitamin dibandingkan wanita tidak hamil.
Kebutuhan vitamin diperlukan untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan janin serta
proses diferensiasi sel. Kebutuhan vitamin meliputi:

1) Asam Folat

Asam folat merupakan vitamin B yang memegang peranan penting dalam


perkembangan embrio. Asam folat juga membantu mencegah neural tube defect, yaitu
cacat pada otak dan tulang belakang. Kekurangan asam folat dapat menyebabkan
kehamilan prematur, anemia, cacat bawaan, bayi dengan berat bayi lahir rendah (BBLR),
dan pertumbuhan janin terganggu. Kebutuhan asam folat sekitar 600-800 miligram.
Menurut Widyakarya Pangan dan Gizi VI 2004 menganjurkan mengkonsumsi asam folat
sebesar 5 mg/kg/hr (200 mg). Asam folat dapat didapatkan dari suplemen asam folat,
sayuran berwarna hijau, jeruk, buncis, kacang-kacangan dan roti gandum.

2)  Vitamin A

Vitamin A mempunyai fungsi untuk penglihatan, imunitas, pertumbuhan dan


perkembangan embrio. Kekurangan vitamin A menyebabkan kelahiran prematur dan
berat badan lahir rendah. Sumber vitamin A antara lain: buah-buahan, sayuran warna
hijau atau kuning, mentega, susu, kuning telur dan lainnya.

3)  Vitamin B

Vitamin B1, vitamin B2, niasin dan asam pantotenat yang dibutuhkan untuk
membantu proses metabolisme. Vitamin B6 dan B12 diperlukan untuk membentuk DNA
dan sel-sel darah merah. Vitamin B6 berperan dalam metabolisme asam amino.

4)  Vitamin C

Vitamin C merupakan antioksidan yang melindungi jaringan dari kerusakan dan


dibutuhkan untuk membentuk kolagen serta menghantarkan sinyal ke otak. Vitamin C
juga membantu penyerapan zat besi di dalam tubuh. Ibu hamil disarankan mengkonsumsi
85 miligram per hari. Sumber vitamin C didapat dari tomat, jeruk, strawberry, jambu biji
dan brokoli.

f. Mineral

Wanita hamil juga membutuhkan lebih banyak mineral dibandingkan sebelum hamil.
Kebutuhan mineral diperlukan untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan janin serta
proses diferensiasi sel. Kebutuhan mineral antara lain:

1) Zat Besi

Kebutuhan zat besi akan meningkat 200-300 miligram dan selama kehamilan yang
dibutuhkan sekitar 1040 miligram. Zat besi dibutuhkan untuk memproduksi hemoglobin,
yaitu protein di sel darah merah yang berperan membawa oksigen ke jaringan tubuh.
Selain itu, zat besi penting untuk pertumbuhan dan metabolisme energi dan mengurangi
kejadian anemia. Defisiensi zat besi akan berakibat ibu hamil mudah lelah dan rentan
infeksi, resiko persalinan prematur dan berat badan bayi lahir rendah. Untuk mencukupi
kebutuhan zat besi, ibu hamil dianjurkan mengkonsumsi 30 miligram tiap hari. Efek
samping dari zat besi adalah konstipasi dan nausea (mual muntah). Zat besi baik
dikonsumsi dengan vitamin C, dan tidak dianjurkan mengkonsumsi bersama kopi, the,
dan susu. Sumber alami zat besi dapat ditemukan pada daging merah, ikan, kerang,
unggas, sereal, dan kacang-kacangan.

2)  Zat Seng

Zat seng digunakan untuk pembentukan tulang selubung syaraf tulang belakang.
Resiko kekurangan seng menyebabkan kelahiran prematur dan berat bayi lahir rendah.
Kebutuhan seng pada ibu hamil sekitar 20 miligram per hari. Sumber makanan yang
mengandung seng antara lain: kerang, daging, kacang-kacangan, sereal.

3)  Kalsium

Ibu hamil membutuhkan kalsium untuk pembentukan tulang dan gigi, membantu
pembuluh darah berkontraksi dan berdilatasi, serta mengantarkan sinyal syaraf, kontraksi
otot dan sekresi hormon. Kebutuhan kalsium ibu hamil sekitar 1000 miligram per hari.
Sumber kalsium didapat dari ikan teri, susu, keju, udang, sarden, sayuran hijau dan
yoghurt.

4)  Yodium

Ibu hamil dianjurkan mengkonsumsi yodium sekitar 200 miligram dalam bentuk
garam beryodium. Kekurangan yodium dapat menyebabkan hipotirodisme yang
berkelanjutan menjadi kretinisme.

5)  Fosfor

Fosfor berperan dalam pembentukan tulang dan gigi janin serta kenaikan
metabolisme kalsium ibu. Kekurangan fosfor akan menyebabkan kram pada tungkai.

6) Fluor

Fluor diperlukan tubuh untuk pertumbuhan tulang dan gigi. Kekurangan fluor
menyebabkan pembentukan gigi tidak sempurna. Fluor terdapat dalam air minum.
7) Natrium

Natrium berperan dalam metabolisme air dan bersifat mengikat cairan dalam
jaringan sehingga mempengaruhi keseimbnagan cairan tubuh pada ibu hamil. Kebutuhan
natrium meningkat seiring dengan meningkatnya kerja ginjal. Kebutuhan natrium ibu
hamil sekitar 3,3 gram per minggu.

Bagi ibu hamil, pada dasarnya semua zat gizi memerlukan tambahan, namun yang sering
kali menjadi kekurangan adalah energi protein dan beberapa mineral seperti zat besi dan kalsium.
Kebutuhan energi untuk kehamilan yang normal perlu tambahan kira-kira 84.000 kalori selama
masa kurang lebih 280 hari. Hal ini perlu tambahan ekstra sebanyak kurang lebih 300 kalori
setiap hari selama hamil. Ibu hamil dianjurkan mengkonsumsi makanan yang beraneka ragam,
kekurangan zat gizi pada jenis makanan yang satu akan dilengkapi oleh zat gizi dari makanan
lainnya. Dibawah ini tabel Angka Kecukupan Gizi (AKG)
Kenaikan Berat Badan Ibu Hamil

Berat badan ibu hamil harus memadai, bertambah sesuai dengan umur kehamilan. Berat
badan yang bertambah dengan normal, menghasilkan anak yang normal. Kenaikan berat badan
ibu hamil meliputi beberapa unsusr/bagian. Sebagian memuat unsur anak, sebagian lagi memuat
unsur ibu.

Kenaikan itu lebih banyak menambah berat badan ibu dibanding untuk menambah berat
anak. Kenaikan berat badan ibu belum tentu menghasilkan anak yang besar, demikian juga
sebaliknya. Penambahan berat badan ibu harus dinilai. Penambahan berat badan ibu hamil sudah
lebih dari 12,5 kg tetapi anak yang dikandungnya kecil maka berat badan masih harus ditambah
Berat badan calon ibu saat mulai kehamilan adalah 45-65 kg. Jika kurang dari 45 kg sebaiknya
berat badan dinaikkan lebih dulu hingga mencapai 45 kg sebelum hamil dan sebaliknya .Kondisi
fisik dan kenaikan berat badan normal bagi wanita hamil pada setiap trimester adalah sebagai
berikut:

a. Trimester I (0 – 12 minggu) Umumnya nafsu makan ibu berkurang, sering timbul rasa mual
dan ingin muntah. Kondisi ini ibu harus tetap berusaha untuk makan agar janin dapat
tumbuh dengan baik. Kenaikan normal antara 0,7 – 1,4 kg.

b. Trimester II (sampai dengan usia 28 minggu)Napsu makan sudah pulih kembali. Kebutuhan
makan harus diperbanyak. Kenaikan berat badan normal antara 6,7 – 7,4 kg

c. Trimester III (sampai dengan usia 40 minggu)Nafsu makan sangat baik, tetapi jangan
berlebihan. Kenaikan berat badan normal antara 12,7 kg – 13,4 kg.

Berat badan ibu sebelum hamil dan kenaikan berat badan selama hamil kurang
(underweight) atau lebih (overweihgt) dari normal akan membuat kehamilan menjadi beresiko
(low risk). Berat badan ibu yang kurang akan beresiko melahirkan bayi dengan berat badan
kurang atau Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR). Bayi dengan BBLR tentu akan terganggu
perkembangan dan kecerdasannya, selain kesehatan fisiknya yang juga kurang bagus. Berat
badan ibu berlebih atau sangat cepat juga beresiko mengalami perdarahan atau bisa jadi
merupakan indikasi awal terjadinya keracunan kehamilan (pre-eklamsia) atau diabetes. Mula-
mula overweight, lalu tensi naik, bengkak kaki, ginjal bermasalah, akhirnya keracunan
kehamilan. Hal tersebut akan beresiko menghambat pertumbuhan janin, mengurangi pasokan
makanan ke janin, karena adanya penyempitan pembuluh darah. Apabila penyempitan pembuluh
darah menghebat akan berakibat fatal bagi janin. Berat badan ibu yang berlebihan juga dapat
mempengaruhi proses persalinan.
Pengaruh Keadaan Gizi terhadap Proses Kehamilan

Pengaruh gizi terhadap proses kehamilan dapat mempengaruhi status gizi ibu sebelum dan
selama kehamilan.

a. Gizi pra hamil (Prenatal) Konsep perinatal menjamin bahwa ibu dalam status gizi baik untuk
terjadinya konsepsi selama masa kehamilan dan setelah melahirkan mengalami sedikit
komplikasi kehamilan dan sedikit bayi prematur.

b. Gizi PranatalWanita yang dietnya kurang atau sangat kurang selama hamil mempunyai
kemungkinan besar bayi yang tidak sehat seperti premature, gangguan kongenital, bayi
lahir mati. Wanita hamil kurang gizi kemungkinan akan melahirkan bayi yang premature
dan kecil.

KEK

Kekurangan energi kronis (KEK) adalah masalah gizi yang disebabkan karena kekurangan
asupan makanan dalam waktu yang cukup lama, hitungan tahun. Kondisi kurang energi kronik
(KEK) biasanya terjadi pada wanita usia subur yaitu wanita yang berusia 15-45 tahun.

Seseorang yang mengalami KEK biasanya memiliki status gizi kurang. Kekurangan energi
kronis dapat diukur dengan mengetahui lingkar lengan atas dan indeks massa tubuh seseorang.
Ibu yang mempunyai lingkar lengan atas yang kurang dari 23,5 cm dapat dikatakan ia
mengalami kekurangan gizi kronis.

Ada beberapa faktor yang bisa menyebabkan seorang ibu hamil mengalami kekurangan gizi
kronis, yaitu:

1. Asupan makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan

Ibu hamil memerlukan asupan makanan yang lebih, tidak sama seperti wanita normal seusianya.
Asupan makanan ini akan menentukan status gizi ibu hamil. Ketika ibu hamil tidak memenuhi
kebutuhan energinya, maka janin yang dikandungnya juga mengalami kekurangan gizi. Hal ini
membuat pertumbuhan dan perkembangan janin terhambat.

2. Usia ibu hamil terlalu muda atau tua

Usia mempengaruhi status gizi ibu hamil. Seorang ibu yang masih sangat muda, bahkan masih
tergolong anak-anak – kurang dari 18 tahun – masih mengalami pertumbuhan dan
perkembangan. Apabila ia hamil, maka bayi yang dikandungnya akan bersaing dengan si ibu
muda untuk mendapatkan zat gizi, karena sama-sama mengalami pertumbuhan dan
perkembangan. Persaingan ini mengakibatkan ibu mengalami kekurangan energi kronis.
Sementara, ibu yang hamil di usia terlalu tua juga membutuhkan energi yang besar untuk
menunjang fungsi organnya yang semakin melemah. Dalam hal ini, persaingan untuk
mendapatkan energi terjadi lagi. Oleh karena itu, usia kehamilan yang sesuai adalah 20 tahun
hingga 34 tahun.

3. Beban kerja ibu terlalu berat

Aktivitas fisik mempengaruhi status gizi ibu hamil. Setiap aktivitas membutuhkan energi, jika
Ibu melakukan aktivitas fisik yang sangat berat setiap harinya sementara asupan makannya tidak
tercukupi maka ibu hamil ini sangat rentan untuk mengalami kekurangan energi kronis.

4. Penyakit infeksi yang dialami ibu hamil


Salah satu hal yang paling berpengaruh terhadap status gizi hamil adalah kondisi kesehatan ibu
saat itu. Ibu hamil yang mengalami penyakit infeksi, sangat mudah kehilangan berbagai zat gizi
yang diperlukan oleh tubuh. Penyakit infeksi bisa mengakibatkan kekurangan energi kronis pada
ibu hamil karena kemampuan tubuh untuk menyerap zat gizi menurun dan hilangnya nafsu
makan sehingga asupan makan juga menurun.

Penilaian Gizi Ibu Hamil:

Penilaian status gizi ibu hamil dapat dilakukan dengan cara memeriksakan keadaan ibu
hamil, dilakukan dengan pemeriksaan Ante Natal Care (ANC) secara rutin kepada ibu hamil
dengan menimbang berat badan, lingkar lengan atas (LILA) serta memeriksa kadar hemoglobin
(Hb). Untuk menentukan apakah kebutuhan zat gizi ibu hamil terpenuhi gizinya atau tidak,
dilakukan pengukuran lingkar lengan atas (LILA) dengan nilai normal 23,5 cm. (Sartika, 2013).

Dewasa ini memang merupakan salah satu pilihan untuk penentuan status gizi, karena
mudah dilakukan dan tidak memerlukan alat-alat yang sulit diperoleh dengan harga yang lebih
murah. Pengukuran LLA adalah suatu cara untuk mengetahui risiko kekurangan energi protein
(KEP) wanita usia subur (WUS). Pengukuran LLA tidak dapat digunakan untuk memantau
perubahan status gizi dalam jangka pendek. Pengukuran LLA digunakan karena pengukurannya
sangat mudah dan dapat dilakukan siapa saja.

Beberapa tujuan pemeriksaan LLA adalah mencakup masalah WUS baik ibu hamil maupun
calon ibu, masyarakat umum dan peran petugas lintas sektoral. Adapun tujuan tersebut adalah:
1) Mengetahui risiko KEK (Kekurangan Energi Kronik) WUS, baik ibu hamil maupun
calon ibu, untuk menapis wanita yang mempunyai risiko melahirkan bayi berat lahir
rendah (BBLR).
2) Meningkatkan perhatian dan kesadaran masyarakat agar lebih berperan dalam
pencegahan dan penanggulangan KEK.
3) Mengembangkan gagasan baru di kalangan masyarakat dengan tujuan meningkatkan
kesejahteraan ibu dan anak.
4) Meningkatkan peran petugas lintas sektoral dalam upaya perbaikan gizi WUS yang
menderita KEK.
5) Mengarahkan pelayanan kesehatan pada kelompok sasaran WUS yang menderita KEK.

Lingkar lengan atas diperiksa pada bagian pertengahan jarak antara olekranon dan tonjolan
akromion. Ambang batas LLA WUS dengan risiko KEK di Indonesia adalah 23,5 cm. Apabila
ukuran LLA kurang 23,5 cm atau dibagian merah pita LLA, artinya wanita tersebut mempunyai
risiko KEK, dan diperkirakan akan melahirkan berat bayi lahir rendah (BBLR). BBLR
mempunyai risiko kematian, gizi kurang, gangguan pertumbuhan dan gangguan perkembangan
anak.

Penilaian nutrisi

IMT Prahamil Anjuran peningkatan BB total


Underweight (IMT < 19,8) 12,5 – 18 kg
Normal (IMT 19,8 – 26 ) 11,5 – 16 kg
Overweight (IMT 26 - 29) 7 -11,5 kg
Obesitas (IMT > 29) 6 kg

Status Gizi pada Wanita Usia Subur

Selain menggunakan konsep dasar pertumbuhan status gizi dapat ditentukan dengan : Indeks
berat badan per tinggi badan (BB/TB) dan Lingkar lengan atas. Untuk orang dewasa lebih cocok
menggunakan indeks perbandingan berat badan (kg) dengan tinggi badan (m) kwadrat, yaitu
(BB/TB2). Pengukuran status gizi dengan indeks BB/TB merupakan indikator yang baik untuk
menilai status gizi saat ini selain itu BB/TB juga merupakan indeks yang independent terhadap
umur

1. Indeks berat badan per tinggi badan (BB/TB)

Cara pengukuran status gizi berdasarkan indeks BB/TB dengan menggunakan Indeks Massa
Tubuh (IMT), karena IMT merupakan alat yang sederhana untuk memantau status gizi orang
dewasa khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan (Supariasa,
2001).
2. LILA

Dengan mengukur lingkar lengan atas (LILA) biasanya dilakukan pada wanita usia subur
(15-45 tahun) dan ibu hamil untuk memprediksi adanya kekurangan energi dan protein yang
bersifat kronis atau sudah terjadi dalam waktu lama.

Di Indonesia, ada sekitar 12-22% wanita usia 15- 49 tahun yang mengalami KEK.
Prevalensi KEK lebih tinggi pada wanita yang lebih muda dibandingkan pada wanita lebih tua
(Atmarita 2005). Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar tahun 2007, mengungkapkan bahwa
prevalensi KEK scara nasional pada wanita usia 19-45 tahun adalah 13,6%, dimana prevalensi di
wilayah pedesaan lebih tinggi (14,1%) dibanding perkotaan (13,0%) (Departemen Kesehatan
2008).

Penilaian status gizi merupakan proses pemeriksaan keadaan gizi seseorang dengan cara
mengumpulkan data penting baik yang bersifat subjektif maupun yang bersifat objektif. Status
gizi janin ditentukan antara status gizi ibu sebelum dan selama dalam kehamilan dan keadaan ini
dipengaruhi oleh status gizi ibu sewaktu konsepsi dipengaruhi oleh keadaan sosial ekonomi,
keadaan kesehatan dan gizi ibu, paritas dan jarak kehamilan jika yang dikandung bukan anak
yang pertama. Penilaian Status Gizi Ibu Hamil meliputi:

a. Berat Badan

Berat badan sebelum hamil dan perubahan berat badan selama kehamilan berlangsung
merupakan parameter klinik yang penting untuk memprediksikan berat badan bayi lahir rendah.
Wanita dengan berat badan rendah sebelum hamil atau kenaikan berat badan rendah sebelum
hamil atau kenaikan berat badan tidak cukup banyak pada saat hamil cenderung melahirkan bayi
BBLR. Kenaikan berat badan selama kehamilan sangat mempengaruhi massa pertumbuhan janin
dalam kandungan. Pada ibu-ibu hamil yang status gizi jelek sebelum hamil maka kenaikan berat
badan pada saat hamil akan berpengaruh terhadap berat bayi lahir. Kenaikan tersebut meliputi
kenaikan komponen janin yaitu pertumbuhan janin, plasenta dan cairan amnion . Pertambahan
berat badan ini juga sekaligus bertujuan memantau pertumbuhan janin. Pada akhir kehamilan
kenaikan berat hendaknya 12,5-18 kg untuk ibu yang kurus. Sementara untuk yang memiliki
berat ideal cukup 10-12 kg sedangkan untuk ibu yang tergolong gemuk cukup naik < 10 kg .

b. Hemoglobin (Hb)

Hemoglobin (Hb) adalah komponen darah yang bertugas mengangkut oksigen dari paru-
paru ke seluruh jaringan tubuh. Untuk level normalnya untuk wanita sekitar 12-16 gram per 100
ml sedang untuk pria sekitar 14-18 gram per 100 ml.

Pengukuran Hb pada saat kehamilan biasanya menunjukkan penurunan jumlah kadar Hb.
Hemoglobin merupakan parameter yang digunakan untuk menetapkan prevalensi anemia.
Anemia merupakan masalah kesehatan yang paling banyak ditemukan pada ibu hamil. Kurang
lebih 50% ibu hamil di Indonesia menderita anemia. Anemia merupakan salah satu status gizi
yang berpengaruh terhadap BBLR. Pengukuran kadar haemoglobin dilakukan sebelum usia
kehamilan 20 minggu dan pada kehamilan 28 minggu.

c. Lingkar Lengan Atas (LILA)

Pengukurann LILA adalah suatu cara untuk mengetahui risiko kekurangan energi protein
(KEP) wanita usia subur (WUS). Pengukuran LILA tidak dapat digunakan untuk memantau
perubahan status gizi dalam jangka pendek. Pengukuran LILA digunakan karena pengukurannya
sangat mudah dan dapat dilakukan oleh siapa saja.

TujuanBeberapa tujuan pengukuran LILA adalah mencakup masalah WUS baik ibu hamil
maupun calon ibu, masyarakat umum dan peran petugas lintas sektoral. Adapun tujuan tersebut
adalah:

a)  Mengetahui risiko KEK WUS, baik ibu hamil maupun calon ibu, untuk menapis wanita
yang mempunyai risiko melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR).

b)  Meningkatkan perhatian dan kesadaran masyarakat agar lebih berperan dalam


pencegahan dan penanggulangan KEK.

c)  Mengembangkan gagasan baru di kalangan masyarakat dengan tujuan meningkatkan


kesejahteraan ibu dan anak.

d)  Meningkatkan peran petugas lintas sektoral dalam upaya perbaikan gizi WUS yang
menderita KEK.

e)  Mengarahkan pelayanan kesehatan pada kelompok sasaran WUS yang menderita KEK.

3)  Ambang Batas

Ambang Batas LILA WUS dengan risiko KEK di Indonesia adalah 23,5 cm atau di bagian
merah pita LILA, artinya wanita tersebut mempunyai risiko KEK dan diperkirakan akan
melahirkan berat bayi lahir rendah (BBLR). BBLR mempunyai risiko kematian, gizi kurang,
gangguan pertumbuhan dan gangguan perkembangan anak.
4)  Cara pengukuran LILA

Pengukuran LILA dilakukan melalui urut-urutan yang telah ditetapkan. Ada 7 urutan
pengukuran LILA, Yaitu:

a)  Tetapkan posisi bahu dan siku

b)  Letakkan pita antara bahu dan siku

c)  Tentukan titik tengah lengan

d)  Lingkarkan pita LIL A pada tengah lengan

e)  Pita jangan terlalu ketat

f)  Pita jangan terlalu longgar

g)  Cara pembacaan skala harus benar

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengukuran LILA adalah

Pengukuran dilakukan di bagian tengah antara bahu dan siku lengan kiri (kecuali orang
kidal kita ukur lengan kanan). Lengan harus dalam posisi bebas, lengan baju dan otot lengan
dalam keadaan tidak tegang dan kencang. Alat pengukur dalam keadaan baik dalam arti tidak
kusut atau sudah dilipat-lipat sehingga permukaanya sudah tidak rata.

Status Gizi Anak


Anak Penilaian status gizi anak di fasilitas kesehatan (Puskesmas, Rumah Sakit dll), tidak
didasarkan pada Berat Badan anak menurut Umur (BB/U). Pemeriksaan BB/U dilakukan untuk
memantau berat badan anak, sekaligus untuk melakukan deteksi dini anak yang kurang gizi (gizi
kurang dan gizi buruk). Pemantauan berat badan anak dapat dilakukan di masyarakat (misalnya
posyandu) atau di sarana pelayanan kesehatan (misalnya puskesmas dan Klinik Tumbuh
Kembang Rumah Sakit), dalam bentuk kegiatan pemantauan Tumbuh Kembang Anak dengan
menggunakan KMS (Kartu Menuju Sehat), yang dibedakan antara anak laki-laki dan perempuan.
Status gizi anak < 2 tahun ditentukan dengan menggunakan tabel Berat Badan menurut Panjang
Badan (BB/PB); sedangkan anak umur ≥ 2 tahun ditentukan dengan menggunakan tabel Berat
Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB).
Anak didiagnosis gizi buruk apabila secara klinis “Tampak sangat kurus dan atau edema pada
kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh” dan atau jika BB/PB atau BB/TB < - 3 SD atau
70% median. Sedangkan anak didiagnosis gizi kurang jika “BB/PB atau BB/TB < - 2 SD atau
80% median”
Ada beberapa cara melakukan penilaian status gizi pada kelompok masyarakat. Salah
satunya adalah dengan pengukuran tubuh manusia yang dikenal dengan Antropometri. Dalam
pemakaian untuk penilaian status gizi, antropomteri disajikan dalam bentuk indeks yang
dikaitkan dengan variabel lain. Variabel tersebut adalah sebagai berikut :

a. Umur.
Umur sangat memegang peranan dalam penentuan status gizi, kesalahan penentuan akan
menyebabkan interpretasi status gizi yang salah. Hasil penimbangan berat badan maupun tinggi
badan yang akurat, menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat.
Kesalahan yang sering muncul adalah adanya kecenderunagn untuk memilih angka yang mudah
seperti 1 tahun; 1,5 tahun; 2 tahun. Oleh sebab itu penentuan umur anak perlu dihitung dengan
cermat. Ketentuannya adalah 1 tahun adalah 12 bulan, 1 bulan adalah 30 hari. Jadi perhitungan
umur adalah dalam bulan penuh, artinya sisa umur dalam hari tidak diperhitungkan ( Depkes,
2004).

b. Berat Badan
Berat badan merupakan salah satu ukuran yang memberikan gambaran massa jaringan,
termasuk cairan tubuh. Berat badan sangat peka terhadap perubahan yang mendadak baik karena
penyakit infeksi maupun konsumsi makanan yang menurun. Berat badan ini dinyatakan dalam
bentuk indeks BB/U (Berat Badan menurut Umur) atau melakukan penilaian dengam melihat
perubahan berat badan pada saat pengukuran dilakukan, yang dalam penggunaannya
memberikan gambaran keadaan kini. Berat badan paling banyak digunakan karena hanya
memerlukan satu pengukuran, hanya saja tergantung pada ketetapan umur, tetapi kurang dapat
menggambarkan kecenderungan perubahan situasi gizi dari waktu ke waktu (Djumadias
Abunain, 1990).

c. Tinggi Badan
Tinggi badan memberikan gambaran fungsi pertumbuhan yang dilihat dari keadaan
kurus kering dan kecil pendek. Tinggi badan sangat baik untuk melihat keadaan gizi masa lalu
terutama yang berkaitan dengan keadaan berat badan lahir rendah dan kurang gizi pada masa
balita. Tinggi badan dinyatakan dalam bentuk Indeks TB/U ( tinggi badan menurut umur), atau
juga indeks BB/TB ( Berat Badan menurut Tinggi Badan) jarang dilakukan karena perubahan
tinggi badan yang lambat dan biasanya hanya dilakukan setahun sekali. Keadaan indeks ini
pada umumnya memberikan gambaran keadaan lingkungan yang tidak baik, kemiskinan dan
akibat tidak sehat yang menahun ( Depkes RI, 2004).
Berat badan dan tinggi badan adalah salah satu parameter penting untuk menentukan
status kesehatan manusia, khususnya yang berhubungan dengan status gizi. Penggunaan Indeks
BB/U, TB/U dan BB/TB merupakan indikator status gizi untuk melihat adanya gangguan fungsi
pertumbuhan dan komposisi tubuh (M.Khumaidi, 1994).

Penggunaan berat badan dan tinggi badan akan lebih jelas dan sensitive/peka dalam
menunjukkan keadaan gizi kurang bila dibandingkan dengan penggunaan BB/U. Dinyatakan
dalam BB/TB, menurut standar WHO bila prevalensi kurus/wasting < -2SD diatas 10 %
menunjukan suatu daerah tersebut mempunyai masalah gizi yang sangat serius dan berhubungan
langsung dengan angka kesakitan.
Penilaian Status Gizi berdasarkan Indeks BB/U,TB/U, BB/TB Standart Baku Antropometeri
WHO-NCHS
Indeks yang Batas
No Sebutan Status Gizi
dipakai Pengelompokan
1 BB/U < -3 SD Gizi buruk
  - 3 s/d <-2 SD Gizi kurang
  - 2 s/d +2 SD Gizi baik
  > +2 SD Gizi lebih
2 TB/U < -3 SD Sangat Pendek
- 3 s/d <-2 SD Pendek
- 2 s/d +2 SD Normal
> +2 SD Tinggi
3 BB/TB < -3 SD Sangat Kurus
- 3 s/d <-2 SD Kurus
- 2 s/d +2 SD Normal
> +2 SD Gemuk

LO.III Memahami dan Menjelaskan Imunisasi Dasar Lengkap


Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang
secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga apabila suatu saat terpajan dengan penyakit
tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan.
Tujuan imunisasi adalah diharapkan anak menjadi lebih kebal terhadap penyakit sehingga dapat
menurunkan angka mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan(A.Aziz, 2008).
Jenis Imunisasi Dasar, dan Pemberian
Di Indonesia terdapat jenis imunisasi yang diwajibkan leh emerintah/ imunisasi dasar dan
ada juga yang hanya anjuran. Imunisasi wajib di Indonesia sebagaimana telah diwajibkan oleh
WHO ditambah dengan hepatitis B, sedangkan imunisasi yang hanya dianjurkan oleh pemerintah
dapat digunakan untuk mecegah suatu kejadian luar biasa atau penyakit endemik atau untuk
kepentingan tertentu misal imunisasi meningitis pada jamaah haji.
Jenis-jenis Imunisasi :
a. Imunisasi pasif (passive immunization)
Imunisasi pasif ini adalah “Immunoglobulin” jenis imunisasi ini dapat mencegah
penyakitcampak (measles pada anak-anak). 

b. Imunisasi aktif (active immunization)Imunisasi yang diberikan pada anak adalah :


 BCG, untuk mencegah penyakit TBC
 DPT, untuk mencegah penyakit-penyakit diptheri, pertusis dan tetanus
 Polio, untuk mencegah penyakit poliomilitis
 Campak, untuk mencegah penyakit campak (measles)
 Hepatitis B, untuk mencegah penyakit hepatitis B (Notoatmodjo. 1997)

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12 Tahun 2017 tentang penyelenggaraan


imunisasi, seorang anak dinyatakan telah memperoleh imunisasi dasar lengkap apabila telah
mendapatkan satu kali imunisasi HB-0, satu kali imunisasi BCG, tiga kali imunisasi DPT-
HB/DPT-HB-HiB, empat kali imunisasi polio atau tiga kali imunisasi IPV, dan satu kali
imunisasi campak (Kementerian Kesehatan, 2017).

Keberhasilan pemberian imunisasi pada anak dipengerhui oleh beberapa faktor, diantaranya
yaitu :
 Tingginya kadar antibodi pada saat dilakukan imunisasi
 Potensi antigen yang disuntikkan
 Waktu pemberian imunisasi
 Status nutrisi  terutama protein karena protein diperlukan untuk sintesis antibodi
Jadwal Imunsasi Anak Menurut IDAI

Ja d w a l Im u n i s a s i A n a k U s i a 0 – 1 8 T a h u n
R e k o m e n d a s i Ik a t a n D o k t e r A n a k In d o n e s i a ( ID A I) Ta h u n 2 0 1 7
U s ia
Im u n i s a s i B u la n Ta h u n
L a h ir 1 2 3 4 5 6 9 12 15 18 24 3 5 6 7 8 9 10 12 18
H e p a t it is B 1 2 3 4
P o lio 0 1 2 3 4
BCG 1 k a li
D TP 1 2 3 4 5 6 (T d / T d a p ) 7 (T d )
H ib 1 2 3 4
PCV 1 2 3 4
R o t a v ir u s 1 2 3a
In f lu e n z a U la n g a n 1 k a li s e t ia p ta h u n
Cam pak 1 2 3
M MR 1 2
T if o id U la n g a n s e t ia p 3 t a h u n
H e p a t it is A 2 k a li, in t e r v a l 6 – 1 2 b u la n
V a r is e l a 1 k a li
HPV 2 a t a u 3 k a lib
Ja p a n e s e e n c e p h a lit is 1 2
D engue 3 k a li, in t e r v a l 6 b u la n

Ke te ra n g a n 5 . V a k s in p n e u m o k o k u s ( P C V ) . A p a b ila d ib e r ik a n p a d a u s ia 7 - 1 2 b u la n , P C V d ib e r i k a n 2 k a li d e n g a n in t e r v a l 2 b u la n ;
C a r a m e m b a c a k o lo m u s ia : m is a l 2 b e r a r t i u s ia 2 b u la n ( 6 0 h a r i) s . d . 2 b u la n 2 9 h a r i ( 8 9 h a r i) d a n p a d a u s ia le b ih d a r i 1 t a h u n d ib e r ik a n 1 k a li. K e d u a n y a p e r lu b o o s t e r p a d a u s ia le b ih d a r i 1 2 b u la n a t a u m in im a l
R e k o m e n d a s i im u n is a s i b e r la k u m u la i J a n u a r i 2 0 1 7 2 b u la n s e t e la h d o s is t e r a k h ir. P a d a a n a k u s ia d i a t a s 2 t a h u n P C V d ib e r ik a n c u k u p s a t u k a li.
D a p a t d ia k s e s p a d a w e b s i t e ID A I ( h t t p : / / i d a i . o r . id / p u b l i c - a r t ic l e s / k l in i k / i m u n i s a s i / ja d w a l - im u n is a s i- a n a k - id a i. h t m l) 6 . V a k s in r o t a v ir u s . V a k s in r o t a v ir u s m o n o v a le n d ib e r ik a n 2 k a li, d o s is p e r t a m a d ib e r ik a n u s ia 6 - 1 4 m in g g u ( d o s is
a
V a k s in r o t a v ir u s m o n o v a le n t id a k p e r lu d o s is k e - 3 ( li h a t k e t e r a n g a n ) p e r t a m a ati d k d ib e r ik a n p a d a u s ia > 1 5 m in g g u ) , d o s is k e - 2 d ib e r ik a n d e n g a n in t e r v a l m in im a l 4 m in g g u . B a t a s a k h ir
b
A p a b ila d ib e r ik a n p a d a r e m a j a u s ia 1 0 - 1 3 t a h u n , p e m b e r ia n c u k u p 2 d o s is d e n g a n in t e r v a l 6 - 1 2 b u la n ; r e s p o n s a n t ib o d i p e m b e r ia n p a d a u s ia 2 4 m in g g u . V a k s in r o t a v ir u s p e n t a v a le n d ib e r ik a n 3 k a li, d o s is p e r t a m a d ib e r ik a n u s ia 6 - 1 4
s e t a r a d e n g a n 3 d o s is ( lih a t k e t e r a n g a n ) m in g g u ( d o s is p e r t a m a ati d k d ib e r ik a n p a d a u s ia > 1 5 m in g g u ) , d o s is k e d u a d a n k e ti g a d ib e r ik a n d e n g a n in t e r v a l 4 - 1 0
O p t im a l C a tch -u p Bo oster D a e r a h E n d e m is m in g g u . B a t a s a k h ir p e m b e r ia n p a d a u s ia 3 2 m in g g u .
7 . V a k s in e in f l u n z a . V a k s in e in fl u n z a d ib e r ik a n p a d a u s ia le b i h d a r i 6 b u la n , d iu la n pg s e t i a t a h u n . U n t u k im u n is a s i
U n t u k m e m a h a m i t a b e l ja d w a l im u n is a s i p e r l u m e m b a c a k e t e r a n g a n t a b e l p e r t a m a k a l i ( p r im a r y im m u n iz a t i o ) p a d a a n a k u s ia k u r a n g d a r i 9 t a h u n d ib e r i d u a k a li d e n g a n in t e r v a l m in im a l 4
1 . V a k s i n h e p ia t is t B ( H B ) . V a k s in H B p e r t a m a ( m o n o v a le n ) p a lin g b a ik d ib e r ik a n d a la m w a k t u 1 2 ja m s e t e la h la h ir m in g g u . U n t u k a n a k 6 - 3 6 b u la n , d o s is 0 , 2 5 m L . U n t u k a n a k u s ia 3 6 b u ala n a t a u le b ih , d o s i s 0 , 5 m L .
d a n d id a h u lu i p e m b e r ia n s u n ti k a n v it a m in K 1 m in im a l 3 0 m e n it s e b e lu m n y a . J a d w a l p e m b e r ia n v a k s in H B m o n o v a - 8 . V a k s in c a m p a k . V a k s in c a m p a k k e d u a ( 1 8 b u la n ) ti d k pe r l u d ib e r ik a n a p a b ila s u d a h m e n d a p a t k a n M M R .
le n a d a la h u s ia 0 , 1 , d a n 6 b u la n . B a y i la h ir d a r i ib u H B s A g p o s iti f, d ib e r ik a n v a k s in H B d a n im u n o g lo b u lin h e p ia tist B 9 . V a k s in M M R / M R . A p a b i la s u d a h m e n d a p a t k a n v a k s in c a m p a k p a d a u s ia 9 b u la n , m a k a v a k s in M M R / M R d ib e r ik a n
( H B I g ) p a d a e k s t r e m it a s y a n g b e r b e d a . A p a b ila d ib e r ik a n H B k o m b in a s i d e n g a n D T P w , m a k a ja d w a l p e m b e r ia n p a d a p a d a u s ia 1 5 b u la n ( m in im a l in t e r v a l 6 b u la n ) . A p a b ila p a d a u s ia 1 2 b u la n b e lu m m e n d a p a t k a n v a k s in c a m p a k , m a k a
u s ia 2 , 3 , d a n 4 b u la n . A p a b i la v a k s in H B k o m b in a s i d e n g a n D T P a , m a k a j a d w a l p e m b e r ia n p a d a u s ia 2 , 4 , d a n 6 b u la n . d a p a t d ib e r ik a n v a k s in M M R / M R .
2 . V a k s i n p o li o . A p a b ila la h ir d i r u m a h s e g e r a b e r ik a n O P V - 0 . A p a b ila la h ir d i s a r a n a k e s e h a t a n , O P V - 0 d ib e r ik a n s a a t 1 0 . V a k s in v a r i s e la . V a k s in v a r is e la d ib e r ik a n s e t e la h u s ia 1 2 b u la n , t e r b a ik p a d a u s ia s e b e lu m m a s u k s e k o la h d a s a r.
b a y i d ip u la n g k a n . S e la n ju t n y a , u n t u k p o lio - 1 , p o lio - 2 , p o lio - 3 , d a n p o lio b o o s t e r d ib e r ik a n O P V a t a u IP V . P a lin g s e - A p a b ila d ib e r ik a n p a d a u s ia le b ih d a r i 1 3 t a h u n , p e r l u 2 d o s is d e n g a n in t e r v a l m in im a l 4 m in g g u .
d ik it h a r u s m e n d a p a t s a t u d o s is v a k s in I P V b e r s a m a a n d e n g a n p e m b e r ia n O P V - 3 . 1 1 . V a k s in h u m a n p a p ilo m a v i r u s ( H P V ) . V a k s in H P V d ib e r ik a n m u la i u s ia 1 0 t a h u n . V a k s in H P V b iv a le n d ib e r ik a n t i g a
3 . V a k s i n B C G . P e m b e r ia n v a k s in B C G d ia n j u r k a n s e b e l u m u s ia 3 b u laa n , o p ti m l u s ia 2 b u la n . A p a b ila d ib e r i k a n p a d a k a li d e n g a n j a d w a l 0 , 1 , 6 b u l a n ; v a k s in H P V t e t r a v a le n d e n g a n ja d w a l 0 , 2 , 6 b u la n . A p a b ila d ib e r ik a n p a d a r e m a j a
u s ia 3 b u la n a t a u le b ih , p e r lu d ila k u k a n u j i t u b e r k u lin t e r le b ih d a h u lu . u s ia 1 0 - 1 3 t a h u n , p e m b e r ia n c u k u p 2 d o s is d e n g a n in t e r v a l 6 - 1 2 b u la n ; r e s p o n s a on ti b d i s e t a r a d e n g a n 3 d o s is .
4 . V a k s i n D T P . V a k s i n D T P p e r t a m a d ib e r ik a n p a lin g c e p a t p a d a u s ia 6 m in g g u . D a p a t d ib e r ik a n v a k s in D T P w a t a u 1 2 . V a k s in Ja p a n e s e e n c e p h a li t i s ( JE ) . V a k s in J E d ib e r ik a n m u la i u s ia 1 2 b u la n p a d a d a e r a h e n d e m is a t a u t u r is y a n g
D T P a a t a u k o m b in a s i d e n g a n v a k s in la in . A p a b ila d ib e r ik a n v a k s in D T P a m a k a in t e r v a l m e n g ik u ti r e k o m e n d a s i v a k s in a k a n b e p e r g ia n k e d a e r a h e n d e m is t e r s e b u t . U n t u k p e r lin d u n g a n ja n g k a p a n ja n g d a p a t d ib e r ik a n b o o s t e r 1 - 2 t a h u n
t e r s e b u t y a it u u s ia 2 , 4 , d a n 6 b u la n . U n t u k a n a k u s ia le b ih d a r i 7 t a h u n d ib e r ik a n v a k s in T d a t a u T d a p . U n t u k D T P 6 b e r ik u t n y a .
d a p a t d ib e r ik a n T d / T d a p p a d a u s ia 1 0 - 1 2 t a h u n d a n b o o s t e r T d d ib e r ik a n ps e ti a 10 t a h u n . 1 3 . V a k s in d e n g u e . D ib e r ik a n p a d a u s ia 9 - 1 6 t a h u n d e n g a n ja d w a l 0 , 6 , d a n 1 2 b u la n .

Keterangan:
Rekomendasi imunisasi berlaku mulai 1 Januari 2014.
1. Vaksin Hepatitis B. Paling baik diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir dan
didahului pemberian injeksi vitamin K1. Bayi lahir dari ibu HBsAg positif, diberikan
vaksin hepatitis B dan imunoglobulin hepatitis B (HBIg) pada ekstremitas yang berbeda.
Vaksinasi hepatitis B selanjutnya dapat menggunakan vaksin hepatitis B monovalen atau
vaksin kombinasi. Merupakan vaksin virus recombinan yang telah diinaktivasikan dan
bersifat non-infectious berasal dari HBsAg.
Cara pemberian dan dosis: dosis 0,5 ml secara intramuscular, sebaiknya pada
anterolateral paha. Pemberian sebanyak 3 dosis. Dosis pertama usia 0-7 hari, dosis
berikutnya interval minimum 4 minggu (1 bulan).
Kontraindikasi: penderita infeksi berat yang disertai kejang.
Efek samping: reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan dan pembengkakan di sekitar
tempat penyuntikan. Reaksi biasanya ringan dan hilang setelah 2 hari.
Penanganan efek samping: orang tua dianjurkan untuk memberikan minum lebih banyak
(ASI). Bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin. Jika demam bisa diberikan
paracetamol 15 mg/kgbbb setiap 3-4 jam (maksimal 6 kali dalam 24 jam).

2. Vaksin Polio. Pada saat bayi dipulangkan harus diberikan vaksin polio oral (OPV-0).
Selanjutnya, untuk polio-1, polio-2, polio-3 dan polio booster dapat diberikan vaksin
OPV atau IPV, namun sebaiknya paling sedikit mendapat satu dosis vaksin IPV.

Vaksin polio oral : vaksin polio trivalent yang terdiri dari suspensi virus poliomyelitis
tipe 1,2 dan 3 yang sudah dilemahkan.
Indikasi: untuk pemberian kekebalan aktif pada poliomyelitis
Cara pemberian dan dosis: secara oral, 1 dosis (dua tetes) sebanyak 4 kali pemberian
dengan interval setiap dosis minimal 4 minggu.
Kontraindikasi: individu yang mengalami immunodeficiency tidak ada efek berbahaya
yang timbul.
Efek samping: sangat jarang terjadi reaksi setelah imunisasi. Setelah imunisasi bayi boleh
makan minum seperti biasa. Apabila muntah dalam 30 menit segera diberi dosis ulang.

Vaksin Inactive Polio Vaccine (IPV) : bentuk suspense injeksi


Indikasi: untuk pencegahan poliomyelitis pada bayi dan anak immunocompromised,
kontak di lingkungan keluarga
Cara pemberian dan dosis: disuntikan secara intra muscular atau subkutan, dosis
pemberian 0,5 mL. Dari usia 2 bulan, 3 suntikan berturut turut 0,5 ml harus diberikan
pada interval satu atau dua bulan
Kontraindikasi: menderita demam, penyakit akut atau penyakit kronis progresif, alergi
terhadap streptomycin.
Efek samping: reaksi lokal pada tempat penyuntikan
Penanganan efek samping: orang tua dianjurkan untuk memberikan minum lebih banyak
(ASI). Bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin. Jika demam bisa diberikan
paracetamol 15 mg/kgbbb setiap 3-4 jam (maksimal 6 kali dalam 24 jam).

3. Vaksin BCG. Pemberian vaksin BCG dianjurkan sebelum 3 bulan, optimal umur 2


bulan. Apabila diberikan sesudah umur 3 bulan, perlu dilakukan uji tuberkulin.
Merupakan vaksin beku kering yang mengandung Mycobacterium yang dilemahkan.
Indikasi: untuk pemberian kekebalan aktif terhadap tuberculosis.
Cara pemberian dan dosis: dosis pemberian 0,05 ml, sebanyak 1 kali. Disuntikan secara
intrakutan di lengan atas dengan menggunakan ADS 0,05 mL.
Efek samping: 2-6 minggu setelah imunisasi BCG daerah bekas suntikan timbul bisul
kecil yang semakin membesar dan dapat terjadi ulserasi dalam waktu 2-4 bulan.
Kemudian sembuh perlahan dengan menimbulkan jaringan parut.
Penanganan efek samping: apabila ulkus mengeluarkan cairan perlu dikompres. Apabila
cairan bertambah banyak bawa ke tenaaa kesehatan.

4. Vaksin DTP. Vaksin DTP pertamadiberikan paling cepat pada umur 6 minggu. Dapat
diberikan vaksin DTwP atau DTaP atau kombinasi dengan vaksin lain. Untuk anak umur
lebih dari 7 tahun DTP yang diberikan harus vaksin Td, di-booster setiap 10 tahun.
5. Vaksin DTP-HB-HIB: pencegahan untuk difteri, tetanus, pertusis, hepatitis B dan
Haemophilus Influenza.
Cara pemberian dan dosis: vaksin harus disuntikkan secara intramuscular pada
anterolateral paha atas. Satu dosis anak adalah 0,5 ml.
Kontraindikasi: Kejang atau gejala kelainan otak pada bayi baru lahir.
Efek samping: reaksi lokal sementara seperti bengkak, nyeri dan kemerahan. Disertai
dengan demam yang dapat timbul dalam sejumlah besar kasus. Terkadang reaksi bisa
memberat.
Penanganan efek samping: orang tua dianjurkan untuk memberikan minum lebih banyak
(ASI). Bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin. Jika demam bisa diberikan
paracetamol 15 mg/kgbbb setiap 3-4 jam (maksimal 6 kali dalam 24 jam)

6. Vaksin Campak. Campak diberikan pada umur 9 bulan, 2 tahun dan pada SD kelas 1


(program BIAS).
Indikasi: untuk kekebalan aktif terhdapa penyakit campak.
Cara pemberian dan dosis: 0,5 ml disuntikkan secara subkutan pada lengan kiri atau
anterolateral paha, pada usia 9-11 bulan.
Kontraindikasi: individu yang mengidap penyakit immunocompromised,
Efek samping: demam ringan dan kemerahan selama 3 hari.
Penanganan efek samping: orang tua dianjurkan untuk memberikan minum lebih banyak
(ASI). Bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin. Jika demam bisa diberikan
paracetamol 15 mg/kgbbb setiap 3-4 jam (maksimal 6 kali dalam 24 jam).

7. Vaksin Pneumokokus (PCV). Apabila diberikan pada umur 7-12 bulan, PCV diberikan


2 kali dengan interval 2 bulan; pada umur lebih dari 1 tahun diberikan 1 kali. Keduanya
perlu dosis ulangan 1 kali pada umur lebih dari 12 bulan atau minimal 2 bulan setelah
dosis terakhir. Pada anak umur di atas 2 tahun PCV diberikan cukup satu kali.

8. Vaksin Rotavirus. Vaksin rotavirus monovalen diberikan 2 kali, vaksin rotavirus


pentavalen diberikan 3 kali. Vaksin rotavirus monovalen dosis I diberikan umur 6-14
minggu, dosis ke-2 diberikan dengan interval minimal 4 minggu. Sebaiknya vaksin
rotavirus monovalen selesai diberikan sebelum umur 16 minggu dan tidak melampaui
umur 24 minggu. Vaksin rotavirus pentavalen: dosis ke-1 diberikan umur 6-14 minggu,
interval dosis ke-2, dan ke-3 4-10 minggu, dosis ke-3 diberikan pada umur kurang dari 32
minggu (interval minimal 4 minggu).

9. Vaksin Varisela. Vaksin varisela dapat diberikan setelah umur 12 bulan, namun terbaik


pada umur sebelum masuk sekolah dasar. Bila diberikan pada umur lebih dari 12 tahun,
perlu 2 dosis dengan interval minimal 4 minggu.

10. Vaksin Influenza. Vaksin influenza diberikan pada umur minimal 6 bulan, diulang


setiap tahun. Untuk imunisasi pertama kali (primary immunization) pada anak umur
kurang dari 9 tahun diberi dua kali dengan interval minimal 4 minggu. Untuk anak 6 –
<36 bulan, dosis 0,25 mL.

11. Vaksin Human papiloma virus (HPV). Vaksin HPV dapat diberikan mulai umur 10


tahun. Vaksin HPV bivalen diberikan tiga kali dengan interval 0, 1, 6 bulan; vaksin HPV
tetravalen dengan interval 0, 2, 6 bulan.

12. Vaksin DT: mengandung toksoid tetanus dan toksoid difteri murni
Indikasi: pemberian kekebalan simultan terhadap difteri dan tetanus pada anak anak
Cara pemberian dan dosis: secara intramuscular atau subkutan dalam, dengan dosis 0,5
ml. dianjurkan untuk anak berusia bawah 8 tahun.
Kontraindikasi: hipersensitif terhadap komponen dari vaksin
Efek samping: gejala gejala seperti lemas dan kemerahan pada lokasi suntikan
Penanganan efek samping: orang tua dianjurkan untuk memberikan minum lebih banyak
(ASI). Bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin. Jika demam bisa diberikan
paracetamol 15 mg/kgbbb setiap 3-4 jam (maksimal 6 kali dalam 24 jam).

13. Vaksin Td: imunisasi ulangan terhadap tetanus dan difteri pada individu mulai usia 7
tahun
Cara pemberian dan dosis: disuntikan secara intra muscular atau subkutan, dosis
pemberian 0,5 mL.
Kontraindikasi: individu yang menderita reaksi berat terhadap dosis sebelumnya
Efek samping: kasus nyeri pada lokasi penyuntikan (20-30%) serta demam.

14. Vaksin TT: mengandung toksoid tetanus murni. Merupakan perlindungan terhadap
tetanus neonatorum pada wanita usia subur.
Indikasi: untuk pencegahan poliomyelitis pada bayi dan anak immunocompromised,
kontak di lingkungan keluarga
Cara pemberian dan dosis: disuntikan secara intra muscular atau subkutan dalam, dengan
dosis 0,5 ml.
Kontraindikasi: gejala gejala berat karena dosis TT sebelumnya, hipersensitif terhadap
komponen vaksin, demam dan infeksi akut
Efek samping: jarang terjadi dan bersifat ringan seperti lemas dan kemerahan pada lokasi
suntikan yang bersifat sementsra.
Penanganan efek samping: bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin,
anjurkan ibu minum lebih banyak.

Imunisasi Rutin
Imunisasi rutin terdiri atas Imunisasi dasar dan Imunisasi lanjutan. Imunisasi dasar
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) Peraturan Menteri Kesehatan No.12 tentang
Penyelenggaraan Imunisasi diberikan pada bayi sebelum berusia 1 (satu) tahun.

1) Imunisasi Dasar

Interval Minimal untuk


jenis Imunisasi yang
Umur Jenis
sama

0-24 Jam Hepatitis B


1 bulan BCG, Polio 1
2 bulan DBT-HB-Hib 1, Polio 2 1 bulan
3 bulan DPT-HB-Hib 2, Polio 3
4 bulan DPT-HB-Hib 3, Polio 4,
IPV
9 bulan Campak
Tabel 1. Jadwal Pemberian Imunisasi
Sumber: Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 12 Tahun 2017
Tentang Penyelenggaraan Imunisasi

Catatan :
a. Pemberian Hepatitis B paling optimal diberikan pada bayi <24 jam pasca persalinan,
dengan didahului suntikan vitamin K1 2-3 jam sebelumnya, khusus daerah dengan
akses sulit, pemberian Hepatitis B masih diperkenankan sampai <7 hari.
b. Bayi lahir di Institusi Rumah Sakit, Klinik dan Bidan Praktik Swasta, Imunisasi BCG
dan Polio 1 diberikan sebelum dipulangkan.
c. Pemberian BCG optimal diberikan sampai usia 2 bulan, dapat diberikan sampai usia
<1 tahun tanpa perlu melakukan tes mantoux.
d. Bayi yang telah mendapatkan Imunisasi dasar DPT-HB-Hib 1, DPT-HB-Hib 2, dan
DPT-HB-Hib 3 dengan jadwal dan interval sebagaimana Tabel 1, maka dinyatakan
mempunyai status Imunisasi T2.
e. IPV mulai diberikan secara nasional pada tahun 2016
f. Pada kondisi tertentu, semua jenis vaksin kecuali HB 0 dapat diberikan sebelum bayi
berusia 1 tahun.
2) Imunisasi Lanjutan
Imunisasi lanjutan merupakan kegiatan yang bertujuan untuk menjamin terjaganya tingkat
imunitas pada anak baduta, anak usia sekolah, dan wanita usia subur (WUS) termasuk ibu hamil.
Imunisasi lanjutan yang diberikan pada Baduta terdiri atas Imunisasi terhadap penyakit
difteri, pertusis, tetanus, hepatitis B, pneumonia dan meningitis yang disebabkan oleh
Hemophilus Influenza tipe b (Hib), serta campak. Imunisasi lanjutan yang diberikan pada anak
usia sekolah dasar terdiri atas Imunisasi terhadap penyakit campak, tetanus, dan difteri.
Imunisasi lanjutan yang diberikan pada anak usia sekolah dasar diberikan pada bulan imunisasi
anak sekolah (BIAS) yang diintegrasikan dengan usaha kesehatan sekolah. Imunisasi lanjutan
yang diberikan pada WUS terdiri atas Imunisasi terhadap penyakit tetanus dan difteri.

Status Imunisasi Interval Minimal Masa Perlindungan


Pemberian
T1 - -
T2 4 minggu setelah T1 3 tahun
T3 6 bulan setelah T2 5 tahun
T4 1 tahun setelah T3 10 tahun
T5 1 tahun setelah T4 Lebih dari 25 tahun
Tabel 2. Imunisasi Lanjutan pada Wanita Usia Subur (WUS)
Catatan:
a. Sebelum Imunisasi, dilakukan penentuan status Imunisasi T (screening) terlebih
dahulu, terutama pada saat pelayanan antenatal.
b. Pemberian Imunisasi Td tidak perlu diberikan, apabila status T sudah mencapai T5,
yang harus dibuktikan dengan buku Kesehatan Ibu dan Anak, kohort dan/atau rekam
medis.

Pemberian vaksin selama kehamilan menjadi perhatian bagi tenaga kesehatan dan pasien
tentang risiko penularan virus dan perkembangan fetus. Vaksin-vaksin dengan virus hidup yang
dilemahkan pada umumnya kontraindikasi bagi wanita hamil. Menurut Center for Disease
Control (CDC), jika vaksin dengan virus hidup yang dilemahkan diberikan pada wanita hamil
atau jika wanita tersebut hamil setelah 4 minggu vaksinasi, dia harus diberikan konseling tentang
efek samping pada fetus, walaupun tidak dipertimbangkan untuk terminasi kehamilan.
Tidak ada bukti yang menunjukkan meningkatnya risiko dari vaksinasi pada wanita hamil
dengan inaktif virus atau vaksin bakterial atau toksoid. Oleh karena itu, jika pasien berisiko
tinggi untuk memiliki penyakit, jika infeksi akan berisiko bagi ibu atau janin dan jika vaksin
tidak menyebabkan kerusakan, maka pertimbangkan keuntungan pemberian vaksinasi pada
wanita hamil daripada risikonya.
Tenaga kesehatan harus mempertimbangkan pemberian vaksinasi pada wanita hamil
berdasarkan pada risiko dari vaksinasi dengan keuntungan perlindungan pada situasi tertentu,
walaupun vaksin aktif atau tidak aktif yang digunakan. Indikasi penggunaan vaksin selama
kehamilan dirangkum dalam tabel 3.

Jadwal Imunisasi TT ibu hamil

Imunisasi Interval Lama Perlindungan %


perlindungan
TT1 Pada kunjungan - -
ANC pertama
TT2 4 minggu setelah 3 tahun 80%
TT1
TT3 6 bulan setelah TT2 5 tahun 90%
TT4 1 tahun setelah 10 tahun 99%
TT3
TT5 1 tahun setelah 25 tahun/seumur 99%
TT4 hidup

1. Bila ibu hamil sewaktu calon pengantin sudah mendapat TT sebanyak 2 kali, maka
kehamilan pertama cukup mendapat TT 1 kali, dicatat sebagai TT ulang dan pada kehamilan
berikutnya cukup mendapat TT 1 kali saja yang dicatat sebagai TT ulang juga.
2. Bila ibu hamil sewaktu caten (calon pengantin) atau hamil sebelumnya baru mendapat TT 1
kali, maka perlu diberi TT 2 kali selama kehamilan ini dan kehamilan berikutnya cukup
diberikan TT 1 kali sebagai TT ulang
Bila ibu hamil sudah pernah mendapat TT 2 kali pada kehamilan sebelumnya, cukup mendapat
TT 1 kali dan dicatat sebagai TT ulang.

Imunisasi TT Ibu Hamil dan Wanita Usia Subur


Strategi jangka panjang ETN (Eliminasi Tetanus Neonatorum) telah dilakukan melalui pelayanan
dasar pada bayi serta BIAS (Bulan Imunisasi Anak Sekolah). Namun dengan hanya
mengandalkan strategi ini kelompok yang terlindungi hanya usia dibawah 16 tahun sehingga
pencapaian ETN akan menjadi lama. Untuk itu masih diperlukan imunisasi bagi wanita usia
subur (WUS) termasuk ibu hamil, serta diperlukan akselerasi imunisasi TT untuk WUS
khususnya di wilayah risiko tinggi sebagai strategi jangka pendek.
1. Cakupan TT2+ Ibu Hamil
Cakupan imunisasi TT2+ ibu hamil secara nasional dari tahun 2002 – 2011 berfluktuasi. Dari
tahun 2002 – 2007 terus menurun dari 68,1% - 26%. Dari tahun 2007 - 2009 meningkat dan
kembali menurun sampai tahun 2011 menjadi 63,6% yang dapat dilihat pada gambar 4. Tahun
2007 terjadi penurunan cakupan yang besar, namun bila dibandingkan dengan hasil survei FKM
UI cakupan TT2+ ibu hamil ini masih lebih tinggi 7%. Bila dibandingkan laporan rutin TT2+ ibu
hamil dengan TT2+ ibu hamil dari survei Riskesdas tahun 2010, terdapat perbedaan cakupan
sebanyak 22,3%, dimana cakupan Riskesdas lebih rendah. Terdapat perbedaan cakupan yang
sangat besar mencapai 47,5% dari cakupan tertinggi dengan terendah dalam 10 tahun. Hal ini
menunjukkan terdapat masalah dengan kualitas data cakupan TT2+ ibu hamil. Kemungkinan
disebabkan adanya perbedaan persepsi terhadap definisi operasional cakupan TT2+ ibu hamil
yang dilaporkan, permasalahan pada format pencatatan dan pelaporan dan lain-lain. Sehingga
perlu ada upaya untuk menata sistem pencatatan dan pelaporan TT2+ ibu hamil.
2. Cakupan imunisasi TT2+ Wanita Usia Subur (WUS) Tanpa Ibu Hamil
Pemberian imunisasi TT sebanyak 5 dosis dengan minimal interval tertentu telah menjadi target
yang harus dipenuhi. Pelayaan ini dilakukan pada saat kegiatan akselerasi imunisasi TT di
daerah resiko tinggi dan sedang tetanus maternal dan neonatal. Diyakini bahwa dengan telah
makin baiknya akses pelayanan kesehatan, rata-rata setiap WUS telah memperoleh imunisasi
minimal 3 kali, lihat gambar 5. Dari grafik di bawah tampak persentase WUS Tanpa Ibu Hamil
yang mendapat TT2+ terus menurun.Terdapat perbedaan 18,5% antara cakupan tertinggi dengan
terendah dalam 5 tahun terakhir. Dari grafik di bawah, cakupan layanan imunisasi TT2+ WUS
tampak sangat rendah di bawah 30%.Hal ini kemungkinan terjadi karena adanya kendala dalam
penentuan/penghitungan target sasaran, kendala dalam operasional pelayanan
(mencari/mengumpulkan target sasaran) ataupun kendala dalam pencatatan dan pelaporannya.

LO.IV Memahami dan Menjelaskan Cakupan dan Mutu Pelayanan Kesehatan


Menurut Kemenkes RI (2010) dalam A.A. Gde Muninjaya (2011), mutu pelayanan kesehatan
meliputi kinerja yang menunjukkan tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan, tidak saja yang
dapat menimbulkan kepuasan bagi pasien sesuai dengan kepuasan rata-rata penduduk tapi tetapi
juga sesuai dengan standar dan kode etik profesi yang telah ditetapkan.

Indikator Mutu Pelayanan Kesehatan

Indikator adalah karakteristik yang dapat diukur dan dapat dipakai untuk menentukan keterkaitan
dengan standar (Bustami, 2011). Indikator dimaksudkan untuk mengukur ketercapaian suatu
standar pelayanan yang sudah ditetapkan. Bustami (2011), indikator terdiri atas:

1. Indikator persyaratan minimal

Indikator ini merujuk pada tercapai atau tidaknya standar masukan, standar lingkungan, dan
standar proses.

2. Indikator penampilan minimal

Yaitu tolak ukur yang berhubungan dengan keluaran dari suatu pelayanan kesehatan.

Unsur-unsur yang mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan


Menurut prof. A. Donabedian ada 3 pendekatan evaluasi penilaian mutu (Pohan, 2007), yaitu:

1. Standar masukan (input)

Standar masukan adalah standar yang menjelaskan peraturan sistem, kadang- kadang
disebut juga sebagai masukan atau struktur. Termasuk kedalamnya adalah hubungan
organisasi, misi organisasi, kewenangan, komite-komite, personel, peralatan, gedung,
rekam medik, keuangan, perbekalan, obat, dan fasilitas. Standar struktur merupakan rules
of the game.

2. Standar proses (process)


Standar proses adalah sesuatu yang menyangkut semua aspek pelaksanaan kegiatan
layanan kesehatan, melakukan prosedur dan kebijaksanaan. Standar proses akan
menjelaskan apa yang harus dilakukan, bagaimana melakukannya dan bagaimana sistem
bekerja.

3. Standar keluaran (output)


Standar keluaran merupakan hasil akhir atau akibat dari layanan kesehatan. Standar
keluaran akan menunjukkan apakah layanan kesehatan berhasil atau gagal. Keluaran
(output) adalah apa yang diharapkan akan terjadi sebagai hasil dari layanan kesehatan
yang diselenggarakan dan terhadap apa keberhasilan tersebut akan diukur.

Faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen terhadap pelayanan kesehatan


Menurut Kotler, 2000 (dalam Simamora, 2008) ada 4 faktor yang mempengaruhi perilaku
konsumen terhadap pelayanan kesehatan:

1. Faktor budaya (kultur, subkultur, dan kelas sosial).

2. Faktor sosial (kelompok, keluarga, peran dan status).

3. Faktor pribadi (usia, jabatan, keadaan ekonomi, gaya hidup, kepribadian, pengetahuan,
dan konsep diri).

4. Faktor psikologi (motivasi, persepsi, pembelajaran, kepercayaan dan sikap).

Kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai akibat dari
kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya setelah pasien membandingkannya dengan
apa yang diharapkannya (Pohan, 2007).

Menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien yaitu:

1. Karakteristik produk, karakteristik produk unit pelayanan kesehatan meliputi penampilan


bangunan puskesmas, kebersihan dan ruang pemeriksaan yang disediakan beserta
kelengkapannya.

2. Harga, semakin mahal harga perawatan maka pasien mempunyai harapan yang lebih
besar.

3. Pelayanan, meliputi pelayanan keramahan petugas puskesmas, kecepatan dalam


pelayanan. Puskesmas dianggap baik apabila dalam memberikan pelayanan lebih
memperhatikan kebutuhan pasien maupun orang lain yang berkunjung di puskesmas.

4. Lokasi, meliputi letak puskesmas, letak ruangan dan lingkungan. Merupakan salah satu
aspek yang menentukan pertimbangan dalam memilih puskesmas. Semakin dekat
puskesmas dengan pusat perkotaan atau yang mudah dijangkau, mudahnya trasportasi
dan lingkungan yang baik akan semakin menjadi pilihan bagi pasien yang membutuhkan
puskesmas tersebut.

5. Fasilitas, kelengkapan fasilitas puskesmas turut menentukan penilaian kepuasan pasien,


misalnya fasilitas kesehatan baik sarana dan prasarana, tempat parkir, ruang tunggu yang
nyaman dan ruang kamar rawat inap.

6. Image, yaitu citra, reputasi dan kepedulian perawat terhadap lingkungan.

7. Desain visual, tata ruang dan dekorasi puskesmas ikut menentukan kenyamanan suatu
puskesmas, oleh karena itu desain visual harus diikutsertakan dalam penyusunan strategi
terhadap kepuasan pasien atau konsumen.
8. Suasana, yaitu suasana puskesmas yang tenang, nyaman, sejuk dan indah akan sangat
mempengaruhi kepuasan pasien dalam proses penyembuhannya. Selain itu, tidak hanya
bagi pasien saja yang menikmati itu akan tetapi orang lain yang berkunjung ke
puskesmas akan sangat senang dan memberi pendapat yang positif sehingga akan
terkesan bagi pengunjung puskesmas tersebut.

9. Komunikasi, yaitu keluhan-keluhan dari pasien dengan cepat diterima atau mendapatkan
respon dari perawat.

LO.V Memahami dan Menjelaskan Pandangan Islam mengenai Konsep Pencegahan


Penyakit
Syariat Islam juga amat menitikberatkan kaedah pencegahan sama ada secara umum ataupun
khususnya dalam perubatan. Terdapat beberapa dalil daripada al-Quran yang berkaitan dengan
langkah pencegahan. Antaranya ialah firman Allah Taala:

ِ‫ةَ ُك ْلهَّى التَ ِل ْإ ُمي ِك ْديَأِوا بُ ْق ُل تَالَو‬


Maksudnya, “Janganlah kamu melemparkan diri kamu ke lembah kebinasaan” (Al-Baqarah :
195)
Ayat Al-Quran ini walaupun tidak menjelaskan secara terperinci tentang langkah pencegahan,
namun ia adalah prinsip umum yang perlu diikuti oleh manusia untuk menjaga keselamatan diri
mereka dengan tidak mendedahkan diri kepada perkara-perkara yang boleh membinasakannya
(Irwan Mohd Subri, 2004).
Manakala hadis yang berkaitan dengan langkah pencegahan, antaranya ialah hadis yang
diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhariyy, daripada Usamah bin Zayd bahawa Nabi SAW bersabda

: ْ‫ُم ْتن َ أَ و ٍ ضْ َرأِ بَ َعقَا َوذ ِ إَا َووهُلُ ْخ َد تَالَ ف ٍ ضْ َرأِ بِونُا َّعال ِط ْب ُم ْت ِع َما َس ِذإ اَ ْهنِوا ُمجُرْ َخ تَالَا فَ ِهب‬
Maksudnya, “Jika kamu mengetahui wabak taun berlaku di sesuatu kawasan maka janganlah
kamu memasukinya. Jika ia berlaku di sesuatu kawasan yang kamu diami maka janganlah kamu
keluar dari kawasan itu”. (Hadis. Al-Bukhariyy. Bab Ma Yuzkar Fi al-Tacun. No. 5396)
Hadis ini jelas menunjukkan tentang langkah pencegahan yang harus diambil jika berlaku
sesuatu wabak. Langkah pencegahan taun juga dapat dilihat daripada peristiwa yang berlaku
pada zaman Saidina cUmar. Al-Tahawiyy (t.th) dalam kitabnya menceritakan bahawa ketika
Saidina cUmar menuju ke Syam atas suatu urusan, beliau telah diberitahu bahawa Syam sedang
dilanda wabak taun. Setelah perbincangan dibuat, beliau telah mengambil keputusan untuk tidak
memasuki Syam. Bahkan beliau telah berpatah balik sebagai langkah pencegahan dalam
menghadapi wabak tersebut.
Syariat Islam amat menitikberatkan soal halal haram termasuklah dalam ubat-ubatan.
Sabda Nabi SAW:

‫ك لَلَ َع َج َوا َء َّوال َد َوا َّء ال َدلَ ْزنَ أََّ اللَّنِإ ٍا َم َر ِحب‬
ِ ُ‫او َدتَ فًا َء َو ٍدا َء ِّدل‬
َ ‫ وْ َو‬،‫او َد تَالَا‬
َ ‫ا ْ َو‬
Maksudnya, “Sesungguhnya Allaw SWT telah menurunkan penyakit dan menurunkan ubat, serta
menyediakan ubat bagi setiap penyakit, maka berubatlah, dan jangan berubat dengan sesuatu
yang haram”. (Hadis. Abu Dawud. Bab Fi al-Adwiyat al-Makruhah. No. 3876)
Dalam sebuah hadis yang lain, Rasulullah SAW bersabda:

ِ ‫ُم ْكيَلَم َّع َرا َح ِيم ْف ُم َكا َء‬


َ ‫ف ْشلَ ْع َج لم‬
ْ‫ي الل َّإن‬
Maksudnya, “Sesungguhnya Allah tidaklah menjadikan kesembuhan kamu dalam sesuatu yang
diharamkan”. (Hadis. Al-Bayhaqiyy. Bab al-Nahy cAn al-Tadawiyy Bi alMuskir. No. 20171)
Islam telah menggariskan langkah-langkah pencegahan penyakit sejak sekian lama sama ada
melalui nas al-Quran mahupun al-Sunnah. Katakata mencegah lebih baik daripada merawat dan
ilmu pengetahuan asas pencegahan amat bertepatan dengan kaedah pencegahan penyakit dalam
Islam.
Namun pada masa yang sama, Islam menggariskan panduan yang penting dalam kehidupan
penjagaan kesihatan dengan melazimi kaedah rawatan yang berunsurkan halal. Walau
bagaimanapun, jika disebabkan keadaan yang darurat, Islam membolehkan umatnya merawat
dengan menggunakan benda haram sekadar yang perlu sahaja bagi menjaga maslahah umat dan
juga maqasid al-sharciah
DAFTAR PUSTAKA

Laporan Nasional Riskesdas 2018. Kementerian Kesehatan RI. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, No. 12/2017. Tentang Penyelenggaraan
Imunisasi.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, No. 39/2016. Tentang Pedoman
Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan 2014. Buku Ajar Imunisasi. Pusat Pendidikan
dan Pelatihan Tenaga Kesehatan: Jakarta Selatan
Fikawati, Sandra. 2008. Kumpulan Materi Gizi Kesehatan Masyarakat. Depok : FKM UI
Suhardjo. 1992. Prinsip-Prinsip Ilmu Gizi. Yogyakarta : Kanisius.
Depkes, Permenkes Republik Indonesia, No. 41/2014. Tentang Pedoman Gizi Seimbang
(Jakarta: Depkes RI 2014).
Irwan Mocd. 2016. Pencegahan Penyakit Melalui Kaedah Pelalian Menurut Persfektif Islam.
Buletin Jendela. Data dan Informasi Kesehatan. 2012. Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal.
Kementerian Kesehatan RI.

Anda mungkin juga menyukai