KELOMPOK A-6
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
2019/2020
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) melaksanakan imunisasi pada anak
dalam upaya menurunkan kejadian penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, yaitu
tuberculosis, difteri, pertusis, campak, polio, tetanus serta hepatitis B. Tahun 2018, pemerintah
melalui Kemenkes RI melakukan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang dilakukan Kemenkes
RI menemukan bahwa 9,2 persen anak 12-23 bulan tidak pernah mendapatkan imunisasi. Selain
imunisasi dasar, survei juga dilakukan terhadap masalah gizi pada wanita hamil. Status gizi
wanita hamil yang berumur 15-49 tahun diukur berdasarkan indikator Lingkar Lengan Atas
(LILA) dan digunakan ambang batas nilai rerata LILA <23,5 cm. Hasilnya adalah prevalensi
resiko KEK wanita hamil umur 15-49 tahun, secara nasional sebanyak 17,3 persen.
Kata sulit :
1. KEK : Masalah gizi yang disebabkan karna kekurangan asupan makanan dalam waktu
yang cukup lama biasanya dalm hitungan tahun.
2. LILA : Indikator pengukuran lingkar lengan atas.
3. Riskesdas : salah satu riset skala nasional yang berbasis komunitas dan telah
dilaksanakan secara berkala oleh kemenkes.
Pertanyaan :
1. Apa saja penyebab KEK pada ibu hamil ?
2. Resiko apa yg dapat terjadi nantinya apabila ibu mengalami KEK ?
3. Apa saja imunisasi dasar yang diberikan pada ibu hamil ?
4. Apa saja manfaat riskesdas ?
5. Apa saja penilaian stastus gizi wanita hamil selain LILA ?
6. Mengapa LILA dijadikan indikator untuk menentukan status ibu hamil ?
7. Apa saja gejala yg dapat terlihat pada ibu yang memiliki KEK ?
8. Apa tujuan pengukuran LILA ?
9. Apa tujuan dilakukan survei setiap tahunnya pada anak” dan ibu hamil di indonesia ?
10. Apakah dampak atau resiko yang dapat terjadi jika ibu dan anak tidak di imunisasi?
Jawaban :
1. Asupan makanan kurang, beban kerja ibu terlalu berat, usia ibu hamil terlalu muda atau tua,
penyakit infeksi yang dialami oleh ibu.
2. Anemia, keguguran, perdarahan postpartum.
3.Vaksin tetanus,toxo,rubela,hepatitis.
4. Untuk mendapatkan gambaran kesehatan masyarakat termasuk medis yang menetukan sampel
yang mewakili seluruh wilayah.
5. Menggunakan IMT
6. Karena pengukran LILA tidak dipengaruhi oleh berat badan janin dan biasanya karna tidak
ada data berat badan ibu sebelum hamil.
7. Ibu merasa kelelahan, kesemutan, muka punyat dan tidak bugar
8. Untuk mengetahui status gizi pada ibu
9. Untuk mendapat gambaran kesehatan masyarakat untuk menentukan program pencegahan dan
penanganan.
10.Bayi bisa lahir dengan berbagai kelainan seperti kelainan jantung, katarak atau bahkan
abortus. Pada anak rentan terkena penyakit dan susah disembuhkan serta gejala yang timbul
akan lebih berat
Hipotesis
Setiap tahunnya Riskesdas melakukan survei untuk mendapat gambaran kesehatan masyarakat
untuk menentukan program pencegahan dan penanganan. Salah satu pembahasannya adalah
mengenai status gizi ibu hamil yang dapat ditentukan dari pengukuran LILA dan imunisasi dasar
seperti vaksin tetanus, toxo, rubela, hepatitis untuk mencegah terjadinya KEK . KEK pada ibu
hamil dapat disebabkan asupan makanan kurang, beban kerja ibu terlalu berat, usia ibu hamil
terlalu muda atau tua, penyakit infeksi yang dialami oleh ibu dengan gejala seperti ibu merasa
kelelahan, kesemutan, muka punyat dan tidak bugar. Jika KEK tidak diatasi akan menyebabkan
anemia, keguguran, perdarahan postpartum.
Sasaran belajar
LATAR BELAKANG
Sejak reformasi bergulir, terjadi perubahan mendasar terhadap tatanan kehidupan di berbagai
bidang termasuk organisasi pemerintahan. Salah satu yang sangat menonjol adalah adanya
desentralisasi sampai ke tingkat kabupaten/ kota. Reformasi juga mengubah pendekatan
pembangunan yang semula bersifat terpusat menjadi terdesentralisasi, sesuai dengan masalah
dan kebutuhan di tiap kabupaten/ kota. Perubahan besar tersebut terjadi di berbagai sektor
pembangunan, termasuk di bidang kesehatan.
Dengan visi Masyarakat yang mandiri untuk hidup sehat dan misi Membuat rakyat sehat,
Departemen Kesehatan telah merumuskan 4 grand strategy yang salah satunya adalah:
Meningkatkan sistem surveilans, monitoring dan informasi kesehatan dengan salah satu
produknya adalah Berfunginya sistem informasi kesehatan yang evidence based di seluruh
Indonesia. Untuk itu diperlukan data kesehatan dasar, meliputi semua indikator kesehatan yang
utama tentang status kesehatan (angka kematian, angka kesakitan, angka kecelakaan, angka
disabel, status gizi), kesehatan lingkungan (lingkungan fisik), pengetahuan-sikap-perilaku
kesehatan (Flu burung, HIV/AIDS, perilaku higienis, penggunaan tembakau, minum alkohol,
aktivitas fisik, perilaku konsumsi) dan berbagai aspek mengenai pelayanan kesehatan (akses,
cakupan, mutu layananan, pembiayaan kesehatan). Data kesehatan dasar tersebut bukan saja
berskala nasional, tetapi harus dapat menggambarkan indikator kesehatan minimal sampai
tingkat kabupaten.
Dari sisi manajemen kesehatan, kabupaten/kota memegang peran yang amat menentukan dalam
merencanakan, mengalokasikan anggaran, melaksanakan, memantau dan mengevaluasi program-
program kesehatan. Kabupaten/Kota membutuhkan data kesehatan dasar yang berbasis
komunitas, sebagai acuan manajemen pembangunan di bidang kesehatan. Kabupaten/Kota juga
perlu difasilitasi untuk dapat melakukan perencanaan berbasis bukti (evidence based planing)
yang didapat dari hasil pendataan berbasis komunitas. Kabupaten/ Kota memerlukan data
kesehatan dasar (angka kematian, angka kesakitan, status gizi, angka disabilitas, cakupan
program dan data dasar lainnya) agar bisa dipakai untuk perencanaan program, termasuk alokasi
sumber daya yang benar-benar sesuai dengan masalah pada tiap kabupaten/kota di wilayahnya.
Badan Litbang Kesehatan (Balitbangkes) telah berpengalaman dalam melakukan survei berskala
nasional berbasis masyarakat seperti Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), tetapi data
kesehatan tersebut baru dapat menggambarkan tingkat nasional. Di era desentralisasi sekarang
ini, data kesehatan berbasis masyarakat diperlukan di tingkat kabupaten/kota untuk perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi di wilayah masing-masing. Untuk menjawab kebutuhan tersebut
Balitbangkes melakukan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Sampel Riskesdas mengikuti
kerangka sampel Susenas KOR. Dengan jumlah sampel yang lebih besar ini, sebagian besar
variabel kesehatan yang dikumpulkan dalam Riskesdas dapat menggambarkan profil kesehatan
di tingkat kabupaten/kota atau provinsi.
Beberapa variabel seperti angka kematian (ibu, anak dan bayi), prevalensi beberapa penyakit
(pneumonia, keganasan, dll.) hanya dapat menggambarkan tingkat nasional.
Untuk menjembatani kebutuhan kabupaten/ kota terhadap data dasar kesehatan sebagai basis
manajemen pembangunan kesehatan, diperlukan pendekatan dengan menggunakan prinsip
sebagai berikut :
1. Riskesdas dilaksanakan untuk dapat menggambarkan profil kesehatan di tingkat
kabupaten/kota yang saat dibutuhkan di era desentralisasi.
2. Riskesdas dilakukan secara serentak di seluruh provinsi Indonesia sehingga dapat memotret
dalam waktu yang sama.
3. Data Riskesdas menggunakan kerangka sampling yang sama dengan KOR Susenas 2007 dan
pelaksanaan pengumpulan data dilakukan dalam waktu yang hampir bersamaan dengan
pengumpulata KOR Susenas 2007 yang dilaksanakan oleh BPS, sehingga data yang sudah
dikumpulkan dalam KOR Susenas tidak dikumpulkan lagi dalam Riskesdas.
4. Setelah pengumpulan data kedua survei ini selesai, maka data tersebut dapat digabungkan,
sehingga akan didapatkan data yang kaya dari kedua survei tersebut.
5. Pengumpulan data Riskesdas dilakukan oleh tenaga lulusan Poltekes atau petugas Dinas
Kesehatan Kabupaten/ Kota setempat, dengan bimbingan teknis dari penanggungjawab tingkat
Kabupaten, tingkat provinsi dan tingkat pusat (Balitbangkes).
6. .Data kesehaerah yang dikumpulkan di lapangan setelah dilakukan pengecekan melalui
supervisi, akan dikirim ke Korwil yang ditunjuk sebagai pembina dari masing-masing provinsi.
Manajemen data pada tahap awal (editing, cleaning) dilakukan di Korwil masing-masing,
kemudian data dikirimkan ke Pusat untuk dilakukan inputasi dan pembobotan, kemudian data
dikembalikan ke Korwil masing-masing untuk dilakukan analisis. Dengan demikian Dinas
Kesehatan tingkat Provinsi dapat mengolah data tersebut menjadi indikator kesehatan antar
kabupaten, juga dapat menggambarkan status kesehatan pada tingkat kabupaten/kota.
7. Data yang dikumpulkan di tingkat pusat (Balitbangkes) dapat memberikan gambaran indikator
kesehatan antar provinsi, termasuk indikator tertentu yang di tingkat kabupaten belum bisa
ditampilkan (misalnya angka kematian ibu, bayi) dan profil kesehatan secara keseluruhan.
8. Riskesdas dapat memberikan indikator kesehatan secara berjenjang sebagai berikut:
• Indikator kesehatan tingkat kabupaten/kota, yang bisa digunakan untuk
menggambarkan perbandingan kondisi kesehatan antar kabupaten/kota.
• Indikator kesehatan tingkat provinsi, yang bisa digunakan untuk membandingkan
indikator kesehatan antar provinsi.
Indikator kesehatan tingkat nasional, yang bisa dibandingkan dengan survei skala
nasional sebelumnya, sehingga analisis kecenderungan tetap bisa dilakukan, juga dapat
digunakan untuk membandingkan dengan negara lain.
9. Data dasar kesehatan yang digunakan untuk perencanaan di masing-masing kabupaten/kota
akan membudayakan:
• Perencanaan program kesehatan berbasis bukti, yang dasarnya adalah informasi dari
data yang berbasis komunitas.
• Evaluasi program kesehatan yang informasinya juga diambil dari data berbasis
komunitas, bukan berbasis fasilitas. seperti yang selama ini dilakukan.
TUJUAN PENELITIAN
Tujuan Umum
Mengetahui data dasar kesehatan untuk keperluan perencanaan di tingkat kabupaten/kota,
provinsi dan nasional.
Tujuan khusus:
a. Mengukur prevalensi penyakit menular dan tidak menular, riwayat penyakit keturunan
termasuk data biomedisnya
b. Mengetahui faktor risiko penyakit menular dan tidak menular
c. Mengetahui ketanggapan sistem kesehatan di unit pelayanan kesehatan
d. Mengukur angka kematian dan menelusuri sebab kematian
e. Output yang Diharapkan
MANFAAT PENELITIAN
1. Untuk Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota:
• Mampu merencanakan, melaksanakan survei kesehatan lanjutan di wilayahnya.
• Mampu menyusun perencanaan program lebih akurat, sesuai situasi dan kondisi tiap
kabupaten/kota.
• Mempunyai bahan advokasi yang berbasis bukti.
2. Untuk Provinsi dan Pusat
• Mampu memetakan masalah kesehatan dan menajamkan prioritas pembangunan kesehatan
antar wilayah.
METODE
1.1 Desain
Riskesdas merupakan survei berskala nasional dengan desain potong lintang (cross-sectional)
dan non-intervensi.
STATUS KESEHATAN
KETURUNAN LINGKUNGAN
Morbiditas (PM, PTM, ODGJ, gigi),
Cacat bawaan Penyakit Konsumsi air bersih,
disabilitas, status gizi, riwayat
DM sanitasi perumahan
kehamilan, tumbuh kembang anak
PERILAKU
Target sampel yang dikunjungi 300.000 rumah tangga dari 30.000 Blok Sensus (BS) Susenas
yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dengan metode PPS (probability
proportional to size) menggunakan linear systematic sampling, dengan Two Stage Sampling:
Tahap 1: Melakukan implicit stratification seluruh Blok Sensus (BS) hasil Sensus Penduduk
(SP) 2010 berdasarkan strata kesejahteraan. Dari master frame 720.000 BS hasil SP 2010
dipilih 180.000 BS (25%) secara PPS untuk menjadi sampling frame pemilihan BS.
Memilih sejumlah n BS dengan metode PPS di setiap strata urban/rural per Kabupaten/Kota
secara systematic sehingga menghasilkan Daftar Sampel Blok Sensus (DSBS). Jumlah total
BS yang dipilih adalah 30.000 BS.
Tahap 2: Memilih 10 rumah tangga di setiap BS hasil pemutakhiran secara systematic
sampling dengan implicit stratification pendidikan tertinggi yang ditamatkan KRT (Kepala
Rumah Tangga), untuk menjaga keterwakilan dari nilai keragaman karakteristik rumah
tangga.
Individu yang menjadi sampel Riskesdas untuk diwawancarai adalah semua anggota rumah
tangga (ART) dalam rumah tangga terpilih. Berbeda dengan individu yang menjadi sampel
pemeriksaan adalah sub sampel dengan tingkat keterwakilan nasional. Kriteria sampel
masing-masing pemeriksaan:
1. Kadar hemoglobin dilakukan pada responden semua umur.
2. RDT malaria dilakukan pada responden semua umur.
3. Glukosa darah pada responden umur ≥ 15 tahun.
4. Kimia klinis (profil lipid dan kreatinin) pada responden umur ≥ 15 tahun.
5. Mikroskopis malaria dilakukan pada responden semua umur dengan kriteria riwayat
demam dalam 2 hari terakhir dan/atau hasil RDT malaria positif.
6. Kesehatan gigi dan mulut pada responden umur > 3 tahun.
Pada Riskesdas 2018, subsampel dengan keterwakilan tingkat nasional (pemeriksaan darah
serta pemeriksaan gigi dan mulut) telah ditetapkan sebesar 2.500 BS pada 26 provinsi.
1.4 Indikator
Pemilihan indikator berdasarkan: (1) SDGs; (2) RPJMN; (3) Renstra; (4) SPM; (5) IPKM;
(6) PIS-PK; (7) Germas. Indikator-indikator utama yang diukur berkaitan dengan:
1. Akses pelayanan kesehatan
2. Pelayanan Kesehatan Tradisional
3. Kesehatan dan Gangguan Jiwa
4. Kesehatan Lingkungan
5. Penyakit Menular
6. Penyakit Tidak Menular
7. Kesehatan Gigi Mulut
8. Disabilitas dan Cedera
9. Perilaku
10. Kesehatan Ibu dan Reproduksi
11. Gizi
12. Kesehatan anak
Pengumpulan data dimulai dengan PJT Kabupaten/Kota mengambil salinan blok I-IV dari
kuesioner Susenas di BPS Kab/Kota. Enumerator, PJT kabupaten, dan PJO kabupaten
melakukan identifikasi lokasi sampel. Berdasarkan identifikasi tersebut diharapkan
enumerator mendapatkan gambaran lokasi sampel sehingga dapat disusun rencana jadwal
pengumpulan data, dan strategi pengumpulan data yang akan dilakukan agar efisien dan
efektif. Pengumpulan data Riskesdas 2018 dilakukan dengan wawancara, pengukuran, dan
pemeriksaan. Wawancara menggunakan 2 instrumen yaitu: Instrumen Rumah Tangga dan
Instrumen Individu.
Instrumen Rumah Tangga (lampiran 2) terdiri dari 7 blok dengan rincian sebagai berikut:
1. Blok I: Pengenalan tempat
2. Blok II: Keterangan pengumpul data
3. Blok III: Keterangan Rumah Tangga
4.Blok IV: Keterangan Anggota Rumah Tangga Satus pendidikan terakhir hanya
ditanyakan kepada ART umur >5 tahun. Status pekerjaan hanya ditanyakan kepada ART
umur >10 tahun.
5. Blok V: Akses pelayanan kesehatan
6. Blok VI: Gangguang Jiwa Berat
7. Blok VII: Kesehatan lingkungkungan
Instrumen Individu (lampiran 3) terdiri dari 2 blok dengan rincian sebagai berikut:
1. Blok IX Keterangan wawancara individu
2. Blok X Keterangan individu
a. Blok A Penyakit menular
b. Blok B Penyakit tidak menular
c. Blok C Kesehatan Jiwa
d. Blok D Disabilitas
e. Blok E Cedera
f. Blok F Pelayanan kesehatan tradisional
g. Blok G Perilaku
h. Blok H Pengetahuan dan sikap terhadap HIV/AIDS
i. Blok I Pemberian tablet tambah pada remaja putri
j. Blok J Kesehatan Ibu
k. Blok K Kesehatan Balita
l. Blok L Pengukuran dan pemeriksaan
Raw data yang sudah bersih dan diberi nilai penimbang merupakan data final yang dapat
digunakan analisis. Analisis dapat menggunakan modifikasi data yaitu melakukan komposit
beberapa variabel atau mengelompokkan jawaban dari pertanyaan tersebut. Komposit
variabel digunakan untuk indikator pengetahuan akses pelayanan kesehatan.Indikator diukur
melalui indeks yang dihitung dengan menggunakan Principal Component Analysis (PCA)
yaitu salah satu teknik statistik yang menyatukan beberapa variable menjadi indicator
tunggal. Metode PCA digunakan untuk menyederhanakan banyak variable menjadi satu
dengan membuat skor variabel-variabel tersebut, skor variabel dibentuk berdasarkan
kekuatan korelasi antara variabel. Indeks pengetahuan kemudahan akses pelayanan kesehatan
pada Riskesdas 2018 menggunakan tiga jenis akses pelayanan kesehatan yang dihitung yaitu:
(1) Akses ke fasilitas Rumah Sakit; (2) Akses ke fasilitas Puskesmas; (3) Akses ke fasilitas
Klinik/Praktek Mandiri. Analisis data, sesuai dengan indikator yang direncanakan dan
disajikan dalam bentuk tabulasi.
Status gizi ibu hamil adalah suatu keadaan keseimbangan dalam tubuh ibu hamil sebagai
akibat pemasukan konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi yang digunakan oleh tubuh
untuk kelangsungan hidup dalam mempertahankan fungsi-fungsi organ tubuh (Supariasa, 2001).
Status gizi adalah ukuran keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi untuk ibu hamil. Status gizi juga
didefinisikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan
masukan nutrient. Gizi ibu hamil adalah makanan sehat dan seimbang yag harus dikonsumsi ibu
selama masa kehamilannya, dengan porsi dua kali makan orang yang tidak hamil .
a. Faktor Langsung Gizi secara langsung dipengaruhi oleh asupan makanan dan penyakit,
khususnya penyakit infeksi
1) Keterbatasan ekonomi, yang berarti tidak mampu membeli bahan makanan yang
berkualitas baik, sehingga mengganggu pemenuhan gizi.
2) Produk pangan, dimana jenis dan jumlah makanan di negara tertentu atau daerah
tertentu biasanya berkembang dari pangan setempat untuk jangka waktu yang panjang
sehingga menjadi sebuah kebiasaan turun-temurun.
5) Pengetahuan gizi yang kurang, prasangka buruk pada bahan makanan tertentu, salah
persepsi tentang kebutuhan dan nilai gizi suatu makanan dapat mempengaruhi status gizi
seseorang.
8) Selera makan juga akan mempengaruhi dalam pemenuhan kebutuhan gizi. Selera
makan dipicu oleh sistem tubuh (misal dalam keadaan lapar) atau pun dipicu oleh
pengolahan serta penyajianmakanan .
9) Suplemen Makanan Ada beberapa suplemen makanan yang biasanya diberikan untuk
ibu hamil, antara lain:
a) Tablet Tambah Darah (TTD) yang mengandung zat besi (Fe) yang dapat
membantu pembentukan sel darah merah yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen
dan zat nutrisi makanan bagi ibu dan janin. TTD mengandung 200 mg ferrosulfat
yang setara dengan 60 mg besi elemental dan 0,25 mg asam folat. Tablet Tambah
Darah diminum satu tablet tiap hari di malam hari selama 90 hari berturut-turut,
karena pada sebagian ibu yang hamil merasakan mual, muntah, nyeri pada lambung,
diare, dan susah buang air besar. Usaha lain untuk menambah asupan zat besi adalah
daging segar, ikan, telur, kacang- kacangan, dan sayuran segar yang berwarna hijau
tua.
b) Kalsium merupakan zat yang dibutuhkan untuk perkembangan tulang dan gigi
bayi, jika asupan kalsium kurang maka kebutuhan kalsiun diambil dari tulang ibu.
Kebutuhan akan kalsium bagi ibu hamil adalah 950 mg tiap harinya. Asupan
Kalsium bisa didapat dari minum susu, ikan, udang, rumput laut, keju, yoghurt,
sereal, jus jeruk, ikan sarden, kacang- kacangan, biji-bijian, dan sayur yang berwarna
hijau gelap.
c) Vitamin juga diperlukan untuk menjaga kesehatan ibu yang hamil. Beberapa
vitamin ibu hamil yang dibutuhkan adalah vitamin C (80 mg) yang berfungsi untuk
membantu penyerapan zat besi, vitamin A (6000 IU), vitamin D (4 mcg). Vitamin ini
dapt diperoleh dari cabe merah, mangga, pepaya, wortel, ubi, aprikot, dan tomat.
2) Faktor budaya Masih ada kepercayaan untuk melarang memakan makanan tertentu
yang jika dipandang dari segi gizi, sebenarnya sangat baik bagi ibu hamil.
3) Faktor fasilitas kesehatan Fasilitas kesehatan sangat penting untuk menyokong status
kesehatan dan gizi ibu hamil, dimana sebagai tempat masyarakat memperoleh informasi
tentang gizi dan informasi kesehatan lainnya, bukan hanya dari segi kuratif, tetapi juga
preventif dan rehabilitatif.
Asupan gizi sangat menentukan kesehatan ibu hamil dan janin yang dikandungnya.
Kebutuhan gizi pada masa kehamilan akan meningkat sebesar 15% dibandingkan dengan
kebutuhan wanita normal. Peningkatan gizi ini dibutuhkan untuk pertumbuhan rahim (uterus),
payudara (mammae), volume darah, plasenta, air ketuban dan pertumbuhan janin. Makanan yang
dikonsumsi oleh ibu hamil akan digunakan untuk pertumbuhan janin sebesar 40% dan sisanya
60% digunakan untuk pertumbuhan ibunya. Secara normal, ibu hamil akan mengalami kenaikan
berat badan sebesar 11-13 kg. Hal ini terjadi karena kebutuhan asupan makanan ibu hamil
meningkat seiring dengan bertambahnya usia kehamilan. Asupan makanan yang dikonsumsi oleh
ibu hamil berguna untuk pertumbuhan dan perkembangan janin, mengganti sel-sel tubuh yang
rusak atau mati, sumber tenaga, mengatur suhu tubuh dan cadangan makanan. Untuk
memperoleh anak yang sehat, ibu hamil perlu memperhatikan makanan yang dikonsumsi selama
kehamilannya.
Makanan yang dikonsumsi disesuaikan dengan kebutuhan tubuh dan janin yang
dikandungnya. Dalam keadaan hamil, makanan yang dikonsumsi bukan untuk dirinya sendiri
tetapi ada individu lain yang ikut mengkonsumsi makanan yang dimakan. Penambahan
kebutuhan gizi selama hamil meliputi:
a. Energi
Tambahan energi selain untuk ibu, janin juga perlu untuk tumbuh kembang. Banyaknya energi
yang dibutuhkan hingga melahirkan sekitar 80.000 Kkal atau membutuhkan tambahan 300 Kkal
sehari. Menurut RISKESDAS 2007 Rerata nasional Konsumsi Energi per Kapita per Hari adalah
1.735,5 kkal. Kebutuhan kalori tiap trimester antara lain:
2) Trimester II, kebutuhan kalori akan meningkat untuk kebutuhan ibu yang meliputi
penambahan volume darah, pertumbuhan uterus, payudara dan lemak.
3) Trimester III, kebutuhan kalori akan meningkat untuk pertumbuhan janin dan
plasenta.
b. Protein
c. Lemak
Lemak dibutuhkan untuk perkembangan dan pertumbuhan janin selama dalam kandungan
sebagai kalori utama. Lemak merupakan sumber tenaga dan untuk pertumbuhan jaringan
plasenta. Selain itu, lemak disimpan untuk persiapan ibu sewaktu menyusui. Kadar lemak akan
meningkat pada kehamilan tirmester III.
d.Karbohidrat
Sumber utama untuk tambahan kalori yang dibutuhkan selama kehamilan untuk
pertumbuhan dan perkembangan janin adalah karbohidrat. Jenis karbohidrat yang dianjurkan
adalah karbohidrat kompleks seperti roti, serelia, nasi dan pasta. Karbohidrat kompleks
mengandung vitamin dan mineral serta meningkatkan asupan serat untuk mencegah terjadinya
konstipasi.
e.Vitamin
Wanita hamil membutuhkan lebih banyak vitamin dibandingkan wanita tidak hamil.
Kebutuhan vitamin diperlukan untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan janin serta
proses diferensiasi sel. Kebutuhan vitamin meliputi:
1) Asam Folat
2) Vitamin A
3) Vitamin B
Vitamin B1, vitamin B2, niasin dan asam pantotenat yang dibutuhkan untuk
membantu proses metabolisme. Vitamin B6 dan B12 diperlukan untuk membentuk DNA
dan sel-sel darah merah. Vitamin B6 berperan dalam metabolisme asam amino.
4) Vitamin C
f. Mineral
Wanita hamil juga membutuhkan lebih banyak mineral dibandingkan sebelum hamil.
Kebutuhan mineral diperlukan untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan janin serta
proses diferensiasi sel. Kebutuhan mineral antara lain:
1) Zat Besi
Kebutuhan zat besi akan meningkat 200-300 miligram dan selama kehamilan yang
dibutuhkan sekitar 1040 miligram. Zat besi dibutuhkan untuk memproduksi hemoglobin,
yaitu protein di sel darah merah yang berperan membawa oksigen ke jaringan tubuh.
Selain itu, zat besi penting untuk pertumbuhan dan metabolisme energi dan mengurangi
kejadian anemia. Defisiensi zat besi akan berakibat ibu hamil mudah lelah dan rentan
infeksi, resiko persalinan prematur dan berat badan bayi lahir rendah. Untuk mencukupi
kebutuhan zat besi, ibu hamil dianjurkan mengkonsumsi 30 miligram tiap hari. Efek
samping dari zat besi adalah konstipasi dan nausea (mual muntah). Zat besi baik
dikonsumsi dengan vitamin C, dan tidak dianjurkan mengkonsumsi bersama kopi, the,
dan susu. Sumber alami zat besi dapat ditemukan pada daging merah, ikan, kerang,
unggas, sereal, dan kacang-kacangan.
2) Zat Seng
Zat seng digunakan untuk pembentukan tulang selubung syaraf tulang belakang.
Resiko kekurangan seng menyebabkan kelahiran prematur dan berat bayi lahir rendah.
Kebutuhan seng pada ibu hamil sekitar 20 miligram per hari. Sumber makanan yang
mengandung seng antara lain: kerang, daging, kacang-kacangan, sereal.
3) Kalsium
Ibu hamil membutuhkan kalsium untuk pembentukan tulang dan gigi, membantu
pembuluh darah berkontraksi dan berdilatasi, serta mengantarkan sinyal syaraf, kontraksi
otot dan sekresi hormon. Kebutuhan kalsium ibu hamil sekitar 1000 miligram per hari.
Sumber kalsium didapat dari ikan teri, susu, keju, udang, sarden, sayuran hijau dan
yoghurt.
4) Yodium
Ibu hamil dianjurkan mengkonsumsi yodium sekitar 200 miligram dalam bentuk
garam beryodium. Kekurangan yodium dapat menyebabkan hipotirodisme yang
berkelanjutan menjadi kretinisme.
5) Fosfor
Fosfor berperan dalam pembentukan tulang dan gigi janin serta kenaikan
metabolisme kalsium ibu. Kekurangan fosfor akan menyebabkan kram pada tungkai.
6) Fluor
Fluor diperlukan tubuh untuk pertumbuhan tulang dan gigi. Kekurangan fluor
menyebabkan pembentukan gigi tidak sempurna. Fluor terdapat dalam air minum.
7) Natrium
Natrium berperan dalam metabolisme air dan bersifat mengikat cairan dalam
jaringan sehingga mempengaruhi keseimbnagan cairan tubuh pada ibu hamil. Kebutuhan
natrium meningkat seiring dengan meningkatnya kerja ginjal. Kebutuhan natrium ibu
hamil sekitar 3,3 gram per minggu.
Bagi ibu hamil, pada dasarnya semua zat gizi memerlukan tambahan, namun yang sering
kali menjadi kekurangan adalah energi protein dan beberapa mineral seperti zat besi dan kalsium.
Kebutuhan energi untuk kehamilan yang normal perlu tambahan kira-kira 84.000 kalori selama
masa kurang lebih 280 hari. Hal ini perlu tambahan ekstra sebanyak kurang lebih 300 kalori
setiap hari selama hamil. Ibu hamil dianjurkan mengkonsumsi makanan yang beraneka ragam,
kekurangan zat gizi pada jenis makanan yang satu akan dilengkapi oleh zat gizi dari makanan
lainnya. Dibawah ini tabel Angka Kecukupan Gizi (AKG)
Kenaikan Berat Badan Ibu Hamil
Berat badan ibu hamil harus memadai, bertambah sesuai dengan umur kehamilan. Berat
badan yang bertambah dengan normal, menghasilkan anak yang normal. Kenaikan berat badan
ibu hamil meliputi beberapa unsusr/bagian. Sebagian memuat unsur anak, sebagian lagi memuat
unsur ibu.
Kenaikan itu lebih banyak menambah berat badan ibu dibanding untuk menambah berat
anak. Kenaikan berat badan ibu belum tentu menghasilkan anak yang besar, demikian juga
sebaliknya. Penambahan berat badan ibu harus dinilai. Penambahan berat badan ibu hamil sudah
lebih dari 12,5 kg tetapi anak yang dikandungnya kecil maka berat badan masih harus ditambah
Berat badan calon ibu saat mulai kehamilan adalah 45-65 kg. Jika kurang dari 45 kg sebaiknya
berat badan dinaikkan lebih dulu hingga mencapai 45 kg sebelum hamil dan sebaliknya .Kondisi
fisik dan kenaikan berat badan normal bagi wanita hamil pada setiap trimester adalah sebagai
berikut:
a. Trimester I (0 – 12 minggu) Umumnya nafsu makan ibu berkurang, sering timbul rasa mual
dan ingin muntah. Kondisi ini ibu harus tetap berusaha untuk makan agar janin dapat
tumbuh dengan baik. Kenaikan normal antara 0,7 – 1,4 kg.
b. Trimester II (sampai dengan usia 28 minggu)Napsu makan sudah pulih kembali. Kebutuhan
makan harus diperbanyak. Kenaikan berat badan normal antara 6,7 – 7,4 kg
c. Trimester III (sampai dengan usia 40 minggu)Nafsu makan sangat baik, tetapi jangan
berlebihan. Kenaikan berat badan normal antara 12,7 kg – 13,4 kg.
Berat badan ibu sebelum hamil dan kenaikan berat badan selama hamil kurang
(underweight) atau lebih (overweihgt) dari normal akan membuat kehamilan menjadi beresiko
(low risk). Berat badan ibu yang kurang akan beresiko melahirkan bayi dengan berat badan
kurang atau Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR). Bayi dengan BBLR tentu akan terganggu
perkembangan dan kecerdasannya, selain kesehatan fisiknya yang juga kurang bagus. Berat
badan ibu berlebih atau sangat cepat juga beresiko mengalami perdarahan atau bisa jadi
merupakan indikasi awal terjadinya keracunan kehamilan (pre-eklamsia) atau diabetes. Mula-
mula overweight, lalu tensi naik, bengkak kaki, ginjal bermasalah, akhirnya keracunan
kehamilan. Hal tersebut akan beresiko menghambat pertumbuhan janin, mengurangi pasokan
makanan ke janin, karena adanya penyempitan pembuluh darah. Apabila penyempitan pembuluh
darah menghebat akan berakibat fatal bagi janin. Berat badan ibu yang berlebihan juga dapat
mempengaruhi proses persalinan.
Pengaruh Keadaan Gizi terhadap Proses Kehamilan
Pengaruh gizi terhadap proses kehamilan dapat mempengaruhi status gizi ibu sebelum dan
selama kehamilan.
a. Gizi pra hamil (Prenatal) Konsep perinatal menjamin bahwa ibu dalam status gizi baik untuk
terjadinya konsepsi selama masa kehamilan dan setelah melahirkan mengalami sedikit
komplikasi kehamilan dan sedikit bayi prematur.
b. Gizi PranatalWanita yang dietnya kurang atau sangat kurang selama hamil mempunyai
kemungkinan besar bayi yang tidak sehat seperti premature, gangguan kongenital, bayi
lahir mati. Wanita hamil kurang gizi kemungkinan akan melahirkan bayi yang premature
dan kecil.
KEK
Kekurangan energi kronis (KEK) adalah masalah gizi yang disebabkan karena kekurangan
asupan makanan dalam waktu yang cukup lama, hitungan tahun. Kondisi kurang energi kronik
(KEK) biasanya terjadi pada wanita usia subur yaitu wanita yang berusia 15-45 tahun.
Seseorang yang mengalami KEK biasanya memiliki status gizi kurang. Kekurangan energi
kronis dapat diukur dengan mengetahui lingkar lengan atas dan indeks massa tubuh seseorang.
Ibu yang mempunyai lingkar lengan atas yang kurang dari 23,5 cm dapat dikatakan ia
mengalami kekurangan gizi kronis.
Ada beberapa faktor yang bisa menyebabkan seorang ibu hamil mengalami kekurangan gizi
kronis, yaitu:
Ibu hamil memerlukan asupan makanan yang lebih, tidak sama seperti wanita normal seusianya.
Asupan makanan ini akan menentukan status gizi ibu hamil. Ketika ibu hamil tidak memenuhi
kebutuhan energinya, maka janin yang dikandungnya juga mengalami kekurangan gizi. Hal ini
membuat pertumbuhan dan perkembangan janin terhambat.
Usia mempengaruhi status gizi ibu hamil. Seorang ibu yang masih sangat muda, bahkan masih
tergolong anak-anak – kurang dari 18 tahun – masih mengalami pertumbuhan dan
perkembangan. Apabila ia hamil, maka bayi yang dikandungnya akan bersaing dengan si ibu
muda untuk mendapatkan zat gizi, karena sama-sama mengalami pertumbuhan dan
perkembangan. Persaingan ini mengakibatkan ibu mengalami kekurangan energi kronis.
Sementara, ibu yang hamil di usia terlalu tua juga membutuhkan energi yang besar untuk
menunjang fungsi organnya yang semakin melemah. Dalam hal ini, persaingan untuk
mendapatkan energi terjadi lagi. Oleh karena itu, usia kehamilan yang sesuai adalah 20 tahun
hingga 34 tahun.
Aktivitas fisik mempengaruhi status gizi ibu hamil. Setiap aktivitas membutuhkan energi, jika
Ibu melakukan aktivitas fisik yang sangat berat setiap harinya sementara asupan makannya tidak
tercukupi maka ibu hamil ini sangat rentan untuk mengalami kekurangan energi kronis.
Penilaian status gizi ibu hamil dapat dilakukan dengan cara memeriksakan keadaan ibu
hamil, dilakukan dengan pemeriksaan Ante Natal Care (ANC) secara rutin kepada ibu hamil
dengan menimbang berat badan, lingkar lengan atas (LILA) serta memeriksa kadar hemoglobin
(Hb). Untuk menentukan apakah kebutuhan zat gizi ibu hamil terpenuhi gizinya atau tidak,
dilakukan pengukuran lingkar lengan atas (LILA) dengan nilai normal 23,5 cm. (Sartika, 2013).
Dewasa ini memang merupakan salah satu pilihan untuk penentuan status gizi, karena
mudah dilakukan dan tidak memerlukan alat-alat yang sulit diperoleh dengan harga yang lebih
murah. Pengukuran LLA adalah suatu cara untuk mengetahui risiko kekurangan energi protein
(KEP) wanita usia subur (WUS). Pengukuran LLA tidak dapat digunakan untuk memantau
perubahan status gizi dalam jangka pendek. Pengukuran LLA digunakan karena pengukurannya
sangat mudah dan dapat dilakukan siapa saja.
Beberapa tujuan pemeriksaan LLA adalah mencakup masalah WUS baik ibu hamil maupun
calon ibu, masyarakat umum dan peran petugas lintas sektoral. Adapun tujuan tersebut adalah:
1) Mengetahui risiko KEK (Kekurangan Energi Kronik) WUS, baik ibu hamil maupun
calon ibu, untuk menapis wanita yang mempunyai risiko melahirkan bayi berat lahir
rendah (BBLR).
2) Meningkatkan perhatian dan kesadaran masyarakat agar lebih berperan dalam
pencegahan dan penanggulangan KEK.
3) Mengembangkan gagasan baru di kalangan masyarakat dengan tujuan meningkatkan
kesejahteraan ibu dan anak.
4) Meningkatkan peran petugas lintas sektoral dalam upaya perbaikan gizi WUS yang
menderita KEK.
5) Mengarahkan pelayanan kesehatan pada kelompok sasaran WUS yang menderita KEK.
Lingkar lengan atas diperiksa pada bagian pertengahan jarak antara olekranon dan tonjolan
akromion. Ambang batas LLA WUS dengan risiko KEK di Indonesia adalah 23,5 cm. Apabila
ukuran LLA kurang 23,5 cm atau dibagian merah pita LLA, artinya wanita tersebut mempunyai
risiko KEK, dan diperkirakan akan melahirkan berat bayi lahir rendah (BBLR). BBLR
mempunyai risiko kematian, gizi kurang, gangguan pertumbuhan dan gangguan perkembangan
anak.
Penilaian nutrisi
Selain menggunakan konsep dasar pertumbuhan status gizi dapat ditentukan dengan : Indeks
berat badan per tinggi badan (BB/TB) dan Lingkar lengan atas. Untuk orang dewasa lebih cocok
menggunakan indeks perbandingan berat badan (kg) dengan tinggi badan (m) kwadrat, yaitu
(BB/TB2). Pengukuran status gizi dengan indeks BB/TB merupakan indikator yang baik untuk
menilai status gizi saat ini selain itu BB/TB juga merupakan indeks yang independent terhadap
umur
Cara pengukuran status gizi berdasarkan indeks BB/TB dengan menggunakan Indeks Massa
Tubuh (IMT), karena IMT merupakan alat yang sederhana untuk memantau status gizi orang
dewasa khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan (Supariasa,
2001).
2. LILA
Dengan mengukur lingkar lengan atas (LILA) biasanya dilakukan pada wanita usia subur
(15-45 tahun) dan ibu hamil untuk memprediksi adanya kekurangan energi dan protein yang
bersifat kronis atau sudah terjadi dalam waktu lama.
Di Indonesia, ada sekitar 12-22% wanita usia 15- 49 tahun yang mengalami KEK.
Prevalensi KEK lebih tinggi pada wanita yang lebih muda dibandingkan pada wanita lebih tua
(Atmarita 2005). Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar tahun 2007, mengungkapkan bahwa
prevalensi KEK scara nasional pada wanita usia 19-45 tahun adalah 13,6%, dimana prevalensi di
wilayah pedesaan lebih tinggi (14,1%) dibanding perkotaan (13,0%) (Departemen Kesehatan
2008).
Penilaian status gizi merupakan proses pemeriksaan keadaan gizi seseorang dengan cara
mengumpulkan data penting baik yang bersifat subjektif maupun yang bersifat objektif. Status
gizi janin ditentukan antara status gizi ibu sebelum dan selama dalam kehamilan dan keadaan ini
dipengaruhi oleh status gizi ibu sewaktu konsepsi dipengaruhi oleh keadaan sosial ekonomi,
keadaan kesehatan dan gizi ibu, paritas dan jarak kehamilan jika yang dikandung bukan anak
yang pertama. Penilaian Status Gizi Ibu Hamil meliputi:
a. Berat Badan
Berat badan sebelum hamil dan perubahan berat badan selama kehamilan berlangsung
merupakan parameter klinik yang penting untuk memprediksikan berat badan bayi lahir rendah.
Wanita dengan berat badan rendah sebelum hamil atau kenaikan berat badan rendah sebelum
hamil atau kenaikan berat badan tidak cukup banyak pada saat hamil cenderung melahirkan bayi
BBLR. Kenaikan berat badan selama kehamilan sangat mempengaruhi massa pertumbuhan janin
dalam kandungan. Pada ibu-ibu hamil yang status gizi jelek sebelum hamil maka kenaikan berat
badan pada saat hamil akan berpengaruh terhadap berat bayi lahir. Kenaikan tersebut meliputi
kenaikan komponen janin yaitu pertumbuhan janin, plasenta dan cairan amnion . Pertambahan
berat badan ini juga sekaligus bertujuan memantau pertumbuhan janin. Pada akhir kehamilan
kenaikan berat hendaknya 12,5-18 kg untuk ibu yang kurus. Sementara untuk yang memiliki
berat ideal cukup 10-12 kg sedangkan untuk ibu yang tergolong gemuk cukup naik < 10 kg .
b. Hemoglobin (Hb)
Hemoglobin (Hb) adalah komponen darah yang bertugas mengangkut oksigen dari paru-
paru ke seluruh jaringan tubuh. Untuk level normalnya untuk wanita sekitar 12-16 gram per 100
ml sedang untuk pria sekitar 14-18 gram per 100 ml.
Pengukuran Hb pada saat kehamilan biasanya menunjukkan penurunan jumlah kadar Hb.
Hemoglobin merupakan parameter yang digunakan untuk menetapkan prevalensi anemia.
Anemia merupakan masalah kesehatan yang paling banyak ditemukan pada ibu hamil. Kurang
lebih 50% ibu hamil di Indonesia menderita anemia. Anemia merupakan salah satu status gizi
yang berpengaruh terhadap BBLR. Pengukuran kadar haemoglobin dilakukan sebelum usia
kehamilan 20 minggu dan pada kehamilan 28 minggu.
Pengukurann LILA adalah suatu cara untuk mengetahui risiko kekurangan energi protein
(KEP) wanita usia subur (WUS). Pengukuran LILA tidak dapat digunakan untuk memantau
perubahan status gizi dalam jangka pendek. Pengukuran LILA digunakan karena pengukurannya
sangat mudah dan dapat dilakukan oleh siapa saja.
TujuanBeberapa tujuan pengukuran LILA adalah mencakup masalah WUS baik ibu hamil
maupun calon ibu, masyarakat umum dan peran petugas lintas sektoral. Adapun tujuan tersebut
adalah:
a) Mengetahui risiko KEK WUS, baik ibu hamil maupun calon ibu, untuk menapis wanita
yang mempunyai risiko melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR).
d) Meningkatkan peran petugas lintas sektoral dalam upaya perbaikan gizi WUS yang
menderita KEK.
e) Mengarahkan pelayanan kesehatan pada kelompok sasaran WUS yang menderita KEK.
3) Ambang Batas
Ambang Batas LILA WUS dengan risiko KEK di Indonesia adalah 23,5 cm atau di bagian
merah pita LILA, artinya wanita tersebut mempunyai risiko KEK dan diperkirakan akan
melahirkan berat bayi lahir rendah (BBLR). BBLR mempunyai risiko kematian, gizi kurang,
gangguan pertumbuhan dan gangguan perkembangan anak.
4) Cara pengukuran LILA
Pengukuran LILA dilakukan melalui urut-urutan yang telah ditetapkan. Ada 7 urutan
pengukuran LILA, Yaitu:
Pengukuran dilakukan di bagian tengah antara bahu dan siku lengan kiri (kecuali orang
kidal kita ukur lengan kanan). Lengan harus dalam posisi bebas, lengan baju dan otot lengan
dalam keadaan tidak tegang dan kencang. Alat pengukur dalam keadaan baik dalam arti tidak
kusut atau sudah dilipat-lipat sehingga permukaanya sudah tidak rata.
a. Umur.
Umur sangat memegang peranan dalam penentuan status gizi, kesalahan penentuan akan
menyebabkan interpretasi status gizi yang salah. Hasil penimbangan berat badan maupun tinggi
badan yang akurat, menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat.
Kesalahan yang sering muncul adalah adanya kecenderunagn untuk memilih angka yang mudah
seperti 1 tahun; 1,5 tahun; 2 tahun. Oleh sebab itu penentuan umur anak perlu dihitung dengan
cermat. Ketentuannya adalah 1 tahun adalah 12 bulan, 1 bulan adalah 30 hari. Jadi perhitungan
umur adalah dalam bulan penuh, artinya sisa umur dalam hari tidak diperhitungkan ( Depkes,
2004).
b. Berat Badan
Berat badan merupakan salah satu ukuran yang memberikan gambaran massa jaringan,
termasuk cairan tubuh. Berat badan sangat peka terhadap perubahan yang mendadak baik karena
penyakit infeksi maupun konsumsi makanan yang menurun. Berat badan ini dinyatakan dalam
bentuk indeks BB/U (Berat Badan menurut Umur) atau melakukan penilaian dengam melihat
perubahan berat badan pada saat pengukuran dilakukan, yang dalam penggunaannya
memberikan gambaran keadaan kini. Berat badan paling banyak digunakan karena hanya
memerlukan satu pengukuran, hanya saja tergantung pada ketetapan umur, tetapi kurang dapat
menggambarkan kecenderungan perubahan situasi gizi dari waktu ke waktu (Djumadias
Abunain, 1990).
c. Tinggi Badan
Tinggi badan memberikan gambaran fungsi pertumbuhan yang dilihat dari keadaan
kurus kering dan kecil pendek. Tinggi badan sangat baik untuk melihat keadaan gizi masa lalu
terutama yang berkaitan dengan keadaan berat badan lahir rendah dan kurang gizi pada masa
balita. Tinggi badan dinyatakan dalam bentuk Indeks TB/U ( tinggi badan menurut umur), atau
juga indeks BB/TB ( Berat Badan menurut Tinggi Badan) jarang dilakukan karena perubahan
tinggi badan yang lambat dan biasanya hanya dilakukan setahun sekali. Keadaan indeks ini
pada umumnya memberikan gambaran keadaan lingkungan yang tidak baik, kemiskinan dan
akibat tidak sehat yang menahun ( Depkes RI, 2004).
Berat badan dan tinggi badan adalah salah satu parameter penting untuk menentukan
status kesehatan manusia, khususnya yang berhubungan dengan status gizi. Penggunaan Indeks
BB/U, TB/U dan BB/TB merupakan indikator status gizi untuk melihat adanya gangguan fungsi
pertumbuhan dan komposisi tubuh (M.Khumaidi, 1994).
Penggunaan berat badan dan tinggi badan akan lebih jelas dan sensitive/peka dalam
menunjukkan keadaan gizi kurang bila dibandingkan dengan penggunaan BB/U. Dinyatakan
dalam BB/TB, menurut standar WHO bila prevalensi kurus/wasting < -2SD diatas 10 %
menunjukan suatu daerah tersebut mempunyai masalah gizi yang sangat serius dan berhubungan
langsung dengan angka kesakitan.
Penilaian Status Gizi berdasarkan Indeks BB/U,TB/U, BB/TB Standart Baku Antropometeri
WHO-NCHS
Indeks yang Batas
No Sebutan Status Gizi
dipakai Pengelompokan
1 BB/U < -3 SD Gizi buruk
- 3 s/d <-2 SD Gizi kurang
- 2 s/d +2 SD Gizi baik
> +2 SD Gizi lebih
2 TB/U < -3 SD Sangat Pendek
- 3 s/d <-2 SD Pendek
- 2 s/d +2 SD Normal
> +2 SD Tinggi
3 BB/TB < -3 SD Sangat Kurus
- 3 s/d <-2 SD Kurus
- 2 s/d +2 SD Normal
> +2 SD Gemuk
Keberhasilan pemberian imunisasi pada anak dipengerhui oleh beberapa faktor, diantaranya
yaitu :
Tingginya kadar antibodi pada saat dilakukan imunisasi
Potensi antigen yang disuntikkan
Waktu pemberian imunisasi
Status nutrisi terutama protein karena protein diperlukan untuk sintesis antibodi
Jadwal Imunsasi Anak Menurut IDAI
Ja d w a l Im u n i s a s i A n a k U s i a 0 – 1 8 T a h u n
R e k o m e n d a s i Ik a t a n D o k t e r A n a k In d o n e s i a ( ID A I) Ta h u n 2 0 1 7
U s ia
Im u n i s a s i B u la n Ta h u n
L a h ir 1 2 3 4 5 6 9 12 15 18 24 3 5 6 7 8 9 10 12 18
H e p a t it is B 1 2 3 4
P o lio 0 1 2 3 4
BCG 1 k a li
D TP 1 2 3 4 5 6 (T d / T d a p ) 7 (T d )
H ib 1 2 3 4
PCV 1 2 3 4
R o t a v ir u s 1 2 3a
In f lu e n z a U la n g a n 1 k a li s e t ia p ta h u n
Cam pak 1 2 3
M MR 1 2
T if o id U la n g a n s e t ia p 3 t a h u n
H e p a t it is A 2 k a li, in t e r v a l 6 – 1 2 b u la n
V a r is e l a 1 k a li
HPV 2 a t a u 3 k a lib
Ja p a n e s e e n c e p h a lit is 1 2
D engue 3 k a li, in t e r v a l 6 b u la n
Ke te ra n g a n 5 . V a k s in p n e u m o k o k u s ( P C V ) . A p a b ila d ib e r ik a n p a d a u s ia 7 - 1 2 b u la n , P C V d ib e r i k a n 2 k a li d e n g a n in t e r v a l 2 b u la n ;
C a r a m e m b a c a k o lo m u s ia : m is a l 2 b e r a r t i u s ia 2 b u la n ( 6 0 h a r i) s . d . 2 b u la n 2 9 h a r i ( 8 9 h a r i) d a n p a d a u s ia le b ih d a r i 1 t a h u n d ib e r ik a n 1 k a li. K e d u a n y a p e r lu b o o s t e r p a d a u s ia le b ih d a r i 1 2 b u la n a t a u m in im a l
R e k o m e n d a s i im u n is a s i b e r la k u m u la i J a n u a r i 2 0 1 7 2 b u la n s e t e la h d o s is t e r a k h ir. P a d a a n a k u s ia d i a t a s 2 t a h u n P C V d ib e r ik a n c u k u p s a t u k a li.
D a p a t d ia k s e s p a d a w e b s i t e ID A I ( h t t p : / / i d a i . o r . id / p u b l i c - a r t ic l e s / k l in i k / i m u n i s a s i / ja d w a l - im u n is a s i- a n a k - id a i. h t m l) 6 . V a k s in r o t a v ir u s . V a k s in r o t a v ir u s m o n o v a le n d ib e r ik a n 2 k a li, d o s is p e r t a m a d ib e r ik a n u s ia 6 - 1 4 m in g g u ( d o s is
a
V a k s in r o t a v ir u s m o n o v a le n t id a k p e r lu d o s is k e - 3 ( li h a t k e t e r a n g a n ) p e r t a m a ati d k d ib e r ik a n p a d a u s ia > 1 5 m in g g u ) , d o s is k e - 2 d ib e r ik a n d e n g a n in t e r v a l m in im a l 4 m in g g u . B a t a s a k h ir
b
A p a b ila d ib e r ik a n p a d a r e m a j a u s ia 1 0 - 1 3 t a h u n , p e m b e r ia n c u k u p 2 d o s is d e n g a n in t e r v a l 6 - 1 2 b u la n ; r e s p o n s a n t ib o d i p e m b e r ia n p a d a u s ia 2 4 m in g g u . V a k s in r o t a v ir u s p e n t a v a le n d ib e r ik a n 3 k a li, d o s is p e r t a m a d ib e r ik a n u s ia 6 - 1 4
s e t a r a d e n g a n 3 d o s is ( lih a t k e t e r a n g a n ) m in g g u ( d o s is p e r t a m a ati d k d ib e r ik a n p a d a u s ia > 1 5 m in g g u ) , d o s is k e d u a d a n k e ti g a d ib e r ik a n d e n g a n in t e r v a l 4 - 1 0
O p t im a l C a tch -u p Bo oster D a e r a h E n d e m is m in g g u . B a t a s a k h ir p e m b e r ia n p a d a u s ia 3 2 m in g g u .
7 . V a k s in e in f l u n z a . V a k s in e in fl u n z a d ib e r ik a n p a d a u s ia le b i h d a r i 6 b u la n , d iu la n pg s e t i a t a h u n . U n t u k im u n is a s i
U n t u k m e m a h a m i t a b e l ja d w a l im u n is a s i p e r l u m e m b a c a k e t e r a n g a n t a b e l p e r t a m a k a l i ( p r im a r y im m u n iz a t i o ) p a d a a n a k u s ia k u r a n g d a r i 9 t a h u n d ib e r i d u a k a li d e n g a n in t e r v a l m in im a l 4
1 . V a k s i n h e p ia t is t B ( H B ) . V a k s in H B p e r t a m a ( m o n o v a le n ) p a lin g b a ik d ib e r ik a n d a la m w a k t u 1 2 ja m s e t e la h la h ir m in g g u . U n t u k a n a k 6 - 3 6 b u la n , d o s is 0 , 2 5 m L . U n t u k a n a k u s ia 3 6 b u ala n a t a u le b ih , d o s i s 0 , 5 m L .
d a n d id a h u lu i p e m b e r ia n s u n ti k a n v it a m in K 1 m in im a l 3 0 m e n it s e b e lu m n y a . J a d w a l p e m b e r ia n v a k s in H B m o n o v a - 8 . V a k s in c a m p a k . V a k s in c a m p a k k e d u a ( 1 8 b u la n ) ti d k pe r l u d ib e r ik a n a p a b ila s u d a h m e n d a p a t k a n M M R .
le n a d a la h u s ia 0 , 1 , d a n 6 b u la n . B a y i la h ir d a r i ib u H B s A g p o s iti f, d ib e r ik a n v a k s in H B d a n im u n o g lo b u lin h e p ia tist B 9 . V a k s in M M R / M R . A p a b i la s u d a h m e n d a p a t k a n v a k s in c a m p a k p a d a u s ia 9 b u la n , m a k a v a k s in M M R / M R d ib e r ik a n
( H B I g ) p a d a e k s t r e m it a s y a n g b e r b e d a . A p a b ila d ib e r ik a n H B k o m b in a s i d e n g a n D T P w , m a k a ja d w a l p e m b e r ia n p a d a p a d a u s ia 1 5 b u la n ( m in im a l in t e r v a l 6 b u la n ) . A p a b ila p a d a u s ia 1 2 b u la n b e lu m m e n d a p a t k a n v a k s in c a m p a k , m a k a
u s ia 2 , 3 , d a n 4 b u la n . A p a b i la v a k s in H B k o m b in a s i d e n g a n D T P a , m a k a j a d w a l p e m b e r ia n p a d a u s ia 2 , 4 , d a n 6 b u la n . d a p a t d ib e r ik a n v a k s in M M R / M R .
2 . V a k s i n p o li o . A p a b ila la h ir d i r u m a h s e g e r a b e r ik a n O P V - 0 . A p a b ila la h ir d i s a r a n a k e s e h a t a n , O P V - 0 d ib e r ik a n s a a t 1 0 . V a k s in v a r i s e la . V a k s in v a r is e la d ib e r ik a n s e t e la h u s ia 1 2 b u la n , t e r b a ik p a d a u s ia s e b e lu m m a s u k s e k o la h d a s a r.
b a y i d ip u la n g k a n . S e la n ju t n y a , u n t u k p o lio - 1 , p o lio - 2 , p o lio - 3 , d a n p o lio b o o s t e r d ib e r ik a n O P V a t a u IP V . P a lin g s e - A p a b ila d ib e r ik a n p a d a u s ia le b ih d a r i 1 3 t a h u n , p e r l u 2 d o s is d e n g a n in t e r v a l m in im a l 4 m in g g u .
d ik it h a r u s m e n d a p a t s a t u d o s is v a k s in I P V b e r s a m a a n d e n g a n p e m b e r ia n O P V - 3 . 1 1 . V a k s in h u m a n p a p ilo m a v i r u s ( H P V ) . V a k s in H P V d ib e r ik a n m u la i u s ia 1 0 t a h u n . V a k s in H P V b iv a le n d ib e r ik a n t i g a
3 . V a k s i n B C G . P e m b e r ia n v a k s in B C G d ia n j u r k a n s e b e l u m u s ia 3 b u laa n , o p ti m l u s ia 2 b u la n . A p a b ila d ib e r i k a n p a d a k a li d e n g a n j a d w a l 0 , 1 , 6 b u l a n ; v a k s in H P V t e t r a v a le n d e n g a n ja d w a l 0 , 2 , 6 b u la n . A p a b ila d ib e r ik a n p a d a r e m a j a
u s ia 3 b u la n a t a u le b ih , p e r lu d ila k u k a n u j i t u b e r k u lin t e r le b ih d a h u lu . u s ia 1 0 - 1 3 t a h u n , p e m b e r ia n c u k u p 2 d o s is d e n g a n in t e r v a l 6 - 1 2 b u la n ; r e s p o n s a on ti b d i s e t a r a d e n g a n 3 d o s is .
4 . V a k s i n D T P . V a k s i n D T P p e r t a m a d ib e r ik a n p a lin g c e p a t p a d a u s ia 6 m in g g u . D a p a t d ib e r ik a n v a k s in D T P w a t a u 1 2 . V a k s in Ja p a n e s e e n c e p h a li t i s ( JE ) . V a k s in J E d ib e r ik a n m u la i u s ia 1 2 b u la n p a d a d a e r a h e n d e m is a t a u t u r is y a n g
D T P a a t a u k o m b in a s i d e n g a n v a k s in la in . A p a b ila d ib e r ik a n v a k s in D T P a m a k a in t e r v a l m e n g ik u ti r e k o m e n d a s i v a k s in a k a n b e p e r g ia n k e d a e r a h e n d e m is t e r s e b u t . U n t u k p e r lin d u n g a n ja n g k a p a n ja n g d a p a t d ib e r ik a n b o o s t e r 1 - 2 t a h u n
t e r s e b u t y a it u u s ia 2 , 4 , d a n 6 b u la n . U n t u k a n a k u s ia le b ih d a r i 7 t a h u n d ib e r ik a n v a k s in T d a t a u T d a p . U n t u k D T P 6 b e r ik u t n y a .
d a p a t d ib e r ik a n T d / T d a p p a d a u s ia 1 0 - 1 2 t a h u n d a n b o o s t e r T d d ib e r ik a n ps e ti a 10 t a h u n . 1 3 . V a k s in d e n g u e . D ib e r ik a n p a d a u s ia 9 - 1 6 t a h u n d e n g a n ja d w a l 0 , 6 , d a n 1 2 b u la n .
Keterangan:
Rekomendasi imunisasi berlaku mulai 1 Januari 2014.
1. Vaksin Hepatitis B. Paling baik diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir dan
didahului pemberian injeksi vitamin K1. Bayi lahir dari ibu HBsAg positif, diberikan
vaksin hepatitis B dan imunoglobulin hepatitis B (HBIg) pada ekstremitas yang berbeda.
Vaksinasi hepatitis B selanjutnya dapat menggunakan vaksin hepatitis B monovalen atau
vaksin kombinasi. Merupakan vaksin virus recombinan yang telah diinaktivasikan dan
bersifat non-infectious berasal dari HBsAg.
Cara pemberian dan dosis: dosis 0,5 ml secara intramuscular, sebaiknya pada
anterolateral paha. Pemberian sebanyak 3 dosis. Dosis pertama usia 0-7 hari, dosis
berikutnya interval minimum 4 minggu (1 bulan).
Kontraindikasi: penderita infeksi berat yang disertai kejang.
Efek samping: reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan dan pembengkakan di sekitar
tempat penyuntikan. Reaksi biasanya ringan dan hilang setelah 2 hari.
Penanganan efek samping: orang tua dianjurkan untuk memberikan minum lebih banyak
(ASI). Bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin. Jika demam bisa diberikan
paracetamol 15 mg/kgbbb setiap 3-4 jam (maksimal 6 kali dalam 24 jam).
2. Vaksin Polio. Pada saat bayi dipulangkan harus diberikan vaksin polio oral (OPV-0).
Selanjutnya, untuk polio-1, polio-2, polio-3 dan polio booster dapat diberikan vaksin
OPV atau IPV, namun sebaiknya paling sedikit mendapat satu dosis vaksin IPV.
Vaksin polio oral : vaksin polio trivalent yang terdiri dari suspensi virus poliomyelitis
tipe 1,2 dan 3 yang sudah dilemahkan.
Indikasi: untuk pemberian kekebalan aktif pada poliomyelitis
Cara pemberian dan dosis: secara oral, 1 dosis (dua tetes) sebanyak 4 kali pemberian
dengan interval setiap dosis minimal 4 minggu.
Kontraindikasi: individu yang mengalami immunodeficiency tidak ada efek berbahaya
yang timbul.
Efek samping: sangat jarang terjadi reaksi setelah imunisasi. Setelah imunisasi bayi boleh
makan minum seperti biasa. Apabila muntah dalam 30 menit segera diberi dosis ulang.
4. Vaksin DTP. Vaksin DTP pertamadiberikan paling cepat pada umur 6 minggu. Dapat
diberikan vaksin DTwP atau DTaP atau kombinasi dengan vaksin lain. Untuk anak umur
lebih dari 7 tahun DTP yang diberikan harus vaksin Td, di-booster setiap 10 tahun.
5. Vaksin DTP-HB-HIB: pencegahan untuk difteri, tetanus, pertusis, hepatitis B dan
Haemophilus Influenza.
Cara pemberian dan dosis: vaksin harus disuntikkan secara intramuscular pada
anterolateral paha atas. Satu dosis anak adalah 0,5 ml.
Kontraindikasi: Kejang atau gejala kelainan otak pada bayi baru lahir.
Efek samping: reaksi lokal sementara seperti bengkak, nyeri dan kemerahan. Disertai
dengan demam yang dapat timbul dalam sejumlah besar kasus. Terkadang reaksi bisa
memberat.
Penanganan efek samping: orang tua dianjurkan untuk memberikan minum lebih banyak
(ASI). Bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin. Jika demam bisa diberikan
paracetamol 15 mg/kgbbb setiap 3-4 jam (maksimal 6 kali dalam 24 jam)
12. Vaksin DT: mengandung toksoid tetanus dan toksoid difteri murni
Indikasi: pemberian kekebalan simultan terhadap difteri dan tetanus pada anak anak
Cara pemberian dan dosis: secara intramuscular atau subkutan dalam, dengan dosis 0,5
ml. dianjurkan untuk anak berusia bawah 8 tahun.
Kontraindikasi: hipersensitif terhadap komponen dari vaksin
Efek samping: gejala gejala seperti lemas dan kemerahan pada lokasi suntikan
Penanganan efek samping: orang tua dianjurkan untuk memberikan minum lebih banyak
(ASI). Bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin. Jika demam bisa diberikan
paracetamol 15 mg/kgbbb setiap 3-4 jam (maksimal 6 kali dalam 24 jam).
13. Vaksin Td: imunisasi ulangan terhadap tetanus dan difteri pada individu mulai usia 7
tahun
Cara pemberian dan dosis: disuntikan secara intra muscular atau subkutan, dosis
pemberian 0,5 mL.
Kontraindikasi: individu yang menderita reaksi berat terhadap dosis sebelumnya
Efek samping: kasus nyeri pada lokasi penyuntikan (20-30%) serta demam.
14. Vaksin TT: mengandung toksoid tetanus murni. Merupakan perlindungan terhadap
tetanus neonatorum pada wanita usia subur.
Indikasi: untuk pencegahan poliomyelitis pada bayi dan anak immunocompromised,
kontak di lingkungan keluarga
Cara pemberian dan dosis: disuntikan secara intra muscular atau subkutan dalam, dengan
dosis 0,5 ml.
Kontraindikasi: gejala gejala berat karena dosis TT sebelumnya, hipersensitif terhadap
komponen vaksin, demam dan infeksi akut
Efek samping: jarang terjadi dan bersifat ringan seperti lemas dan kemerahan pada lokasi
suntikan yang bersifat sementsra.
Penanganan efek samping: bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin,
anjurkan ibu minum lebih banyak.
Imunisasi Rutin
Imunisasi rutin terdiri atas Imunisasi dasar dan Imunisasi lanjutan. Imunisasi dasar
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) Peraturan Menteri Kesehatan No.12 tentang
Penyelenggaraan Imunisasi diberikan pada bayi sebelum berusia 1 (satu) tahun.
1) Imunisasi Dasar
Catatan :
a. Pemberian Hepatitis B paling optimal diberikan pada bayi <24 jam pasca persalinan,
dengan didahului suntikan vitamin K1 2-3 jam sebelumnya, khusus daerah dengan
akses sulit, pemberian Hepatitis B masih diperkenankan sampai <7 hari.
b. Bayi lahir di Institusi Rumah Sakit, Klinik dan Bidan Praktik Swasta, Imunisasi BCG
dan Polio 1 diberikan sebelum dipulangkan.
c. Pemberian BCG optimal diberikan sampai usia 2 bulan, dapat diberikan sampai usia
<1 tahun tanpa perlu melakukan tes mantoux.
d. Bayi yang telah mendapatkan Imunisasi dasar DPT-HB-Hib 1, DPT-HB-Hib 2, dan
DPT-HB-Hib 3 dengan jadwal dan interval sebagaimana Tabel 1, maka dinyatakan
mempunyai status Imunisasi T2.
e. IPV mulai diberikan secara nasional pada tahun 2016
f. Pada kondisi tertentu, semua jenis vaksin kecuali HB 0 dapat diberikan sebelum bayi
berusia 1 tahun.
2) Imunisasi Lanjutan
Imunisasi lanjutan merupakan kegiatan yang bertujuan untuk menjamin terjaganya tingkat
imunitas pada anak baduta, anak usia sekolah, dan wanita usia subur (WUS) termasuk ibu hamil.
Imunisasi lanjutan yang diberikan pada Baduta terdiri atas Imunisasi terhadap penyakit
difteri, pertusis, tetanus, hepatitis B, pneumonia dan meningitis yang disebabkan oleh
Hemophilus Influenza tipe b (Hib), serta campak. Imunisasi lanjutan yang diberikan pada anak
usia sekolah dasar terdiri atas Imunisasi terhadap penyakit campak, tetanus, dan difteri.
Imunisasi lanjutan yang diberikan pada anak usia sekolah dasar diberikan pada bulan imunisasi
anak sekolah (BIAS) yang diintegrasikan dengan usaha kesehatan sekolah. Imunisasi lanjutan
yang diberikan pada WUS terdiri atas Imunisasi terhadap penyakit tetanus dan difteri.
Pemberian vaksin selama kehamilan menjadi perhatian bagi tenaga kesehatan dan pasien
tentang risiko penularan virus dan perkembangan fetus. Vaksin-vaksin dengan virus hidup yang
dilemahkan pada umumnya kontraindikasi bagi wanita hamil. Menurut Center for Disease
Control (CDC), jika vaksin dengan virus hidup yang dilemahkan diberikan pada wanita hamil
atau jika wanita tersebut hamil setelah 4 minggu vaksinasi, dia harus diberikan konseling tentang
efek samping pada fetus, walaupun tidak dipertimbangkan untuk terminasi kehamilan.
Tidak ada bukti yang menunjukkan meningkatnya risiko dari vaksinasi pada wanita hamil
dengan inaktif virus atau vaksin bakterial atau toksoid. Oleh karena itu, jika pasien berisiko
tinggi untuk memiliki penyakit, jika infeksi akan berisiko bagi ibu atau janin dan jika vaksin
tidak menyebabkan kerusakan, maka pertimbangkan keuntungan pemberian vaksinasi pada
wanita hamil daripada risikonya.
Tenaga kesehatan harus mempertimbangkan pemberian vaksinasi pada wanita hamil
berdasarkan pada risiko dari vaksinasi dengan keuntungan perlindungan pada situasi tertentu,
walaupun vaksin aktif atau tidak aktif yang digunakan. Indikasi penggunaan vaksin selama
kehamilan dirangkum dalam tabel 3.
1. Bila ibu hamil sewaktu calon pengantin sudah mendapat TT sebanyak 2 kali, maka
kehamilan pertama cukup mendapat TT 1 kali, dicatat sebagai TT ulang dan pada kehamilan
berikutnya cukup mendapat TT 1 kali saja yang dicatat sebagai TT ulang juga.
2. Bila ibu hamil sewaktu caten (calon pengantin) atau hamil sebelumnya baru mendapat TT 1
kali, maka perlu diberi TT 2 kali selama kehamilan ini dan kehamilan berikutnya cukup
diberikan TT 1 kali sebagai TT ulang
Bila ibu hamil sudah pernah mendapat TT 2 kali pada kehamilan sebelumnya, cukup mendapat
TT 1 kali dan dicatat sebagai TT ulang.
Indikator adalah karakteristik yang dapat diukur dan dapat dipakai untuk menentukan keterkaitan
dengan standar (Bustami, 2011). Indikator dimaksudkan untuk mengukur ketercapaian suatu
standar pelayanan yang sudah ditetapkan. Bustami (2011), indikator terdiri atas:
Indikator ini merujuk pada tercapai atau tidaknya standar masukan, standar lingkungan, dan
standar proses.
Yaitu tolak ukur yang berhubungan dengan keluaran dari suatu pelayanan kesehatan.
Standar masukan adalah standar yang menjelaskan peraturan sistem, kadang- kadang
disebut juga sebagai masukan atau struktur. Termasuk kedalamnya adalah hubungan
organisasi, misi organisasi, kewenangan, komite-komite, personel, peralatan, gedung,
rekam medik, keuangan, perbekalan, obat, dan fasilitas. Standar struktur merupakan rules
of the game.
3. Faktor pribadi (usia, jabatan, keadaan ekonomi, gaya hidup, kepribadian, pengetahuan,
dan konsep diri).
Kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai akibat dari
kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya setelah pasien membandingkannya dengan
apa yang diharapkannya (Pohan, 2007).
2. Harga, semakin mahal harga perawatan maka pasien mempunyai harapan yang lebih
besar.
4. Lokasi, meliputi letak puskesmas, letak ruangan dan lingkungan. Merupakan salah satu
aspek yang menentukan pertimbangan dalam memilih puskesmas. Semakin dekat
puskesmas dengan pusat perkotaan atau yang mudah dijangkau, mudahnya trasportasi
dan lingkungan yang baik akan semakin menjadi pilihan bagi pasien yang membutuhkan
puskesmas tersebut.
7. Desain visual, tata ruang dan dekorasi puskesmas ikut menentukan kenyamanan suatu
puskesmas, oleh karena itu desain visual harus diikutsertakan dalam penyusunan strategi
terhadap kepuasan pasien atau konsumen.
8. Suasana, yaitu suasana puskesmas yang tenang, nyaman, sejuk dan indah akan sangat
mempengaruhi kepuasan pasien dalam proses penyembuhannya. Selain itu, tidak hanya
bagi pasien saja yang menikmati itu akan tetapi orang lain yang berkunjung ke
puskesmas akan sangat senang dan memberi pendapat yang positif sehingga akan
terkesan bagi pengunjung puskesmas tersebut.
9. Komunikasi, yaitu keluhan-keluhan dari pasien dengan cepat diterima atau mendapatkan
respon dari perawat.
: ُْم ْتن َ أَ و ٍ ضْ َرأِ بَ َعقَا َوذ ِ إَا َووهُلُ ْخ َد تَالَ ف ٍ ضْ َرأِ بِونُا َّعال ِط ْب ُم ْت ِع َما َس ِذإ اَ ْهنِوا ُمجُرْ َخ تَالَا فَ ِهب
Maksudnya, “Jika kamu mengetahui wabak taun berlaku di sesuatu kawasan maka janganlah
kamu memasukinya. Jika ia berlaku di sesuatu kawasan yang kamu diami maka janganlah kamu
keluar dari kawasan itu”. (Hadis. Al-Bukhariyy. Bab Ma Yuzkar Fi al-Tacun. No. 5396)
Hadis ini jelas menunjukkan tentang langkah pencegahan yang harus diambil jika berlaku
sesuatu wabak. Langkah pencegahan taun juga dapat dilihat daripada peristiwa yang berlaku
pada zaman Saidina cUmar. Al-Tahawiyy (t.th) dalam kitabnya menceritakan bahawa ketika
Saidina cUmar menuju ke Syam atas suatu urusan, beliau telah diberitahu bahawa Syam sedang
dilanda wabak taun. Setelah perbincangan dibuat, beliau telah mengambil keputusan untuk tidak
memasuki Syam. Bahkan beliau telah berpatah balik sebagai langkah pencegahan dalam
menghadapi wabak tersebut.
Syariat Islam amat menitikberatkan soal halal haram termasuklah dalam ubat-ubatan.
Sabda Nabi SAW:
ك لَلَ َع َج َوا َء َّوال َد َوا َّء ال َدلَ ْزنَ أََّ اللَّنِإ ٍا َم َر ِحب
ِ ُاو َدتَ فًا َء َو ٍدا َء ِّدل
َ وْ َو،او َد تَالَا
َ ا ْ َو
Maksudnya, “Sesungguhnya Allaw SWT telah menurunkan penyakit dan menurunkan ubat, serta
menyediakan ubat bagi setiap penyakit, maka berubatlah, dan jangan berubat dengan sesuatu
yang haram”. (Hadis. Abu Dawud. Bab Fi al-Adwiyat al-Makruhah. No. 3876)
Dalam sebuah hadis yang lain, Rasulullah SAW bersabda:
Laporan Nasional Riskesdas 2018. Kementerian Kesehatan RI. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, No. 12/2017. Tentang Penyelenggaraan
Imunisasi.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, No. 39/2016. Tentang Pedoman
Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan 2014. Buku Ajar Imunisasi. Pusat Pendidikan
dan Pelatihan Tenaga Kesehatan: Jakarta Selatan
Fikawati, Sandra. 2008. Kumpulan Materi Gizi Kesehatan Masyarakat. Depok : FKM UI
Suhardjo. 1992. Prinsip-Prinsip Ilmu Gizi. Yogyakarta : Kanisius.
Depkes, Permenkes Republik Indonesia, No. 41/2014. Tentang Pedoman Gizi Seimbang
(Jakarta: Depkes RI 2014).
Irwan Mocd. 2016. Pencegahan Penyakit Melalui Kaedah Pelalian Menurut Persfektif Islam.
Buletin Jendela. Data dan Informasi Kesehatan. 2012. Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal.
Kementerian Kesehatan RI.