Anda di halaman 1dari 53

WRAP UP SKENARIO 2

BLOK URIN
“SISTITIS”

KELOMPOK B3

Ketua : Rizky Ayu Purbosari (1102017203)


Sekretaris : Hasna Salsabila (1102017103)
Anggota : Rajiv Andika Mustapa (1102017187)
Nurul Aulia (1102017172)
Maulino Hastien (1102017133)
Muhammad Irfan Efendi (1102017152)
Prayoga Aryandika (1102017174)
Rahma Hazfani Hasibuan (1102017185)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI


TAHUN AJARAN 2018/2019
Jl. Letjen Suprapto Kav. 13, Jakarta Pusat, 10510
Telp 62.21.4244574
Fax. 62.21.424457
Daftar Isi
Daftar Isi....................................................................................................................................2
Skenario 2..................................................................................................................................3
Brainstoarming...........................................................................................................................3
Hipotesis.....................................................................................................................................5
Sasaran Belajar...........................................................................................................................6
1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Saluran Kemih Bagian Bawah.................................7
1.1 Memahami dan Menjelaskan Makroskopik Anatomi Saluran Kemih Bagian Bawah....7
1.2 Memahami dan Menjelaskan Mikroskopik Anatomi Saluran Kemih Bagian Bawah...12
2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Berkemih...............................................................15
2.1 Memahami dan Menjelaskan Lintasan Saraf dan Pusat Pengaturan Refleks Berkemih15
3. Memahami dan Menjelaskan Infeksi Saluran Kemih Bawah..............................................18
3.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi...........................................................................18
3.2 Memahami dan Menjelaskan Etiologi...........................................................................19
3.3 Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi..................................................................26
3.4 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi.......................................................................27
3.5 Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi....................................................................29
3.6 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis...........................................................29
3.7 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding..................................31
3.8 Memahami dan Menjelaskan Tatalaksana.....................................................................38
3.9 Memahami dan Menjelaskan Komplikasi......................................................................45
3.10 Memahami dan Menjelaskan Prognosis......................................................................46
3.11 Memahami dan Menjelaskan Pencegahan...................................................................46
4. Memahami dan Menjelaskan Kenajisan Urin dan Darah dalam Islam dan Cara
Mensucikannya........................................................................................................................46
Daftar Pustaka..........................................................................................................................51

2
Skenario 2

SISTITIS

Seorang perempuan, usia 22 tahun, datang ke dokter puskesmas dengan keluhan nyeri saat
buang air kecil (anyang-anyangan). Keluhan dirasakan sejak satu hari sampai di rumah
setelah bepergian jauh, dan pasien malas BAK selama perjalanan. Pemeriksaan fisik dalam
batas normal. Pada pemeriksaan urinalisis didapatkan warna urin keruh, proteinuria (-),
leukosit esterase (+), nitrit (+). Sedimen urin : jumlah leukosit 30-15 sel/LPB, eritrosit 3-5
sel/LPB, epitel (+++) dan bakteri (+).

Kata Sulit :
1. Anyang – anyangan : Buang air kecil yang jumlahnya sedikit karena peradangan pada
saluran kemih dengan frekuensi yang sering atau rasa ingin berkemih lebih dari dua sampai
tiga kali dalam suatu waktu
2. Sedimen urin : Unsur yang tidak larut dalam urin berasal dari daerah ginjal dan saluran
kemih
3. Leukosit esterase : Enzim dalam leukosit yang dapat menggambarkan jumlah leukosit
dalam urin. Enzim ini merupakan tanda dari ISK
4. Sistitis : Klasifikasi ISK bawah yang artinya infeksi pada kandung kemih atau vesical
urinaria
5. Nitrit : Tes kimia yang menggambarkan adanya bakteri yang mereduksi nitrat menjadi
nitrit

Brainstoarming
1. Mengapa warna urin keruh?
Dalam urin terdapat eritrosit, leukosit, bakteri sehingga warna urin menjadi keruh
2. Mengapa pasien nyeri saat buang air kecil?
Karena adanya infeksi pada ostium uretra interna sehingga mengeluarkan mediator
prostaglandin pada parenkim VU khususnya muskulusnya jadi terasa nyeri pada saat
miksi
3. Mengapa terjadi anyang – anyangan?
Terjadi infeksi pada saluran kemih kemungkinan karena bakteri E. coli yang mempunyai
fimbriae menimbulkan penempelan pada dinding saluran kemih. Lalu mekanisme tubuh

3
ingin mengeluarkan bakteri dengan pengeluaran urin tetapi tidak bisa, karena fimbriae
tetap ingin mengeluarkan urin dengan keadaan vesical urinaria kosong maka terjadilah
anyang - anyangan
4. Kapan waktu terbaik dan cara pengambilan urin untuk kultur?
Pagi hari (urin pagi pertama atau urin pertama setelah bangun tidur) dengan cara aspirasi,
midstream clean-catch, kateter urin
5. Mengapa malas BAK dapat menimbulkan sistitis?
Karena vesical urinaria merupakan tempat penampungan urin dan urin tempat
berkembang biak bakteri karena pH yang asam maka bakteri akan menyukai sehingga ia
akan berjalan ke vesical urinaria
6. Apa ada hubungan jenis kelamin dengan penyakit ini?
Ada, karena penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita. Uretra wanita lebih pendek
dibandingkan dengan laki-laki
7. Apakah terdapat gejala lain pada kasus ini selain di skenario?
Adanya nyeri tekan pada perut bagian bawah, rasa ingin berkemih pada malam hari, rasa
panas saat berkemih, terjadinya urgensi ingin berkemih
8. Mengapa ditemukan leukosit esterase (+)?
Adanya reaksi inflamasi yang mengundang neutrophil pemilik enzim esterase ada
granulosit sehingga pada tes leukosit esterase positif
9. Apa diagnosis sementara kasus ini?
Infeksi saluran kemih bagian bawah
10. Bagaimana tatalaksana pasien tersebut?
Dapat diberikan Pereda nyeri seperti paracetamol dan ibuprofen (antibiotik)
11. Bagaimana cara pencegahan pada kasus ini?
Banyak minum air putih, mengompres perut dengan air hangat, jangan menahan BAK,
hindari membersihkan organ intim dengan sabun yang mengandung parfum, hindari
membersihkan daerah kemaluan dari belakang ke depan ataupun sebaliknya
12. Apa pemeriksaan penunjang lain yang perlu dilakukan?
Tes urin, kultur urin, sitoskopi, dan USG
13. Bagaimana pandangan islam dengan orang yang mengalami anyang – anyangan?
Hukumnya rukhshah atau diberi keringanan

4
Hipotesis

Infeksi saluran kemih bagian bawah disebabkan oleh infeksi bakteri kemungkinan E. coli
yang mempunyai fimbriae menimbulkan penempelan pada dinding saluran kemih. Gejala
yang ditimbulkan berupa nyeri tekan pada perut bagian bawah, rasa ingin berkemih pada
malam hari, rasa panas saat berkemih, terjadinya urgensi ingin berkemih. Pemeriksaan
penunjang yang dilakukan yaitu tes urin, kultur urin, sitoskopi, dan USG. Tatalaksananya
adalah diberikan pereda nyeri seperti paracetamol dan ibuprofen (antibiotik). Pencegahan
pada kasus ini dengan banyak minum air putih, mengompres perut dengan air hangat,
jangan menahan BAK, hindari membersihkan organ intim dengan sabun yang
mengandung parfum, hindari membersihkan daerah kemaluan dari belakang ke depan
ataupun sebaliknya. Dalam islam orang yang mengalami anyang – anyangan hukumnya
rukhshah atau diberi keringanan.

5
SASARAN BELAJAR
1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Saluran Kemih Bagian Bawah
1.1 Memahami dan Menjelaskan Makroskopik Anatomi Saluran Kemih Bagian Bawah
(Vaskularisasi, Inervasi, Perbedaan Perempuan dan Laki2)
1.2 Memahami dan Menjelaskan Mikroskopik Anatomi Saluran Kemih Bagian Bawah
2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Berkemih
2.1 Memahami dan Menjelaskan Lintasan saraf dan pusat pengaturan refleks berkemih
3. Memahami dan Menjelaskan Infeksi Saluran Kemih Bawah
3.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi
3.2 Memahami dan Menjelaskan Etiologi (Bakteri)
3.3 Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi
3.4 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi
3.5 Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi
3.6 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis
3.7 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding (pemeriksaan lab
detail dan komplit)
3.8 Memahami dan Menjelaskan Tatalaksana
3.9 Memahami dan Menjelaskan Komplikasi
3.10 Memahami dan Menjelaskan Prognosis
3.11 Memahami dan Menjelaskan Pencegahan
4. Memahami dan Menjelaskan Kenajisan urin dan darah dalam islam dan cara
mensucikannya

6
1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Saluran Kemih Bagian Bawah
1.1 Memahami dan Menjelaskan Makroskopik Anatomi Saluran Kemih Bagian Bawah
Ureter
Ureter merupakan tabung berbentung muscular dengan panjang 25 – 30 cm, terletak
di retroperitoneal. Organ ini menghubungkan ginjal dengan vesika urinaria. Urin diangkut
oleh ureter dengan gerakan peristaltik. beberapa tetes urin diangkut dengan interval 12-20
detik.
Ureter terbagi menjadi dua, yaitu; 1. Ureter pars abdominalis, 2. Ureter pars
pelvica. Ureter merupakan muara dari pelvis renalis, kemudian keluar dari ginjal
berjalan ke arah caudal sedikit kearah ventral. Pada bagian ini ureter disebut sebagai
ureter pars abdominalis. Ureter kemudian akan bersilangan dengan arteri illiaca
interna, memasuk daerah pelvis yang disebut dengan uretra pars pelvica.
Ureter lewat secara miring melalui dinding otot kandung kemih dalam arah
inferomedial, memasuki permukaan luar kandung kemih dengan jarak sekitar 5 cm,
tetapi bukaan internalnya ke dalam lumen kandung kemih yang kosong hanya
dipisahkan setengah jarak itu. Bagian miring melalui dinding kandung kemih ini
membentuk "katup penutup" satu arah, tekanan internal kandung kemih yang
menyebabkan saluran intramural runtuh. Selain itu, kontraksi otot kandung kemih
bertindak sebagai sfingter yang mencegah refluks urin ke ureter saat kandung kemih
berkontraksi, meningkatkan tekanan internal selama miksi.

7
Gambar 1. Viscera Genito-Urinarius

Terdapat tiga penyempitan pada ureter :


1. Uretro-pelvic junction, yaitu perubahan dari pelvis renalis menjadi ureter
2. Tempat penyilangan ureter dengan vassa illiaca sama dengan flexura marginalis, yaitu
pada waktu masuk pintu atas panggul (menyilang A. illiaca comunis)
3. Muara ureter ke dalam vesical urinaria, yaitu pada waktu menembus dinding vesical
urinaria

Letak atau Sintopi :


1. Ureter dextra :
a. Anterior : duodenum, ileum terminalis, A. V. colica dextra, A. V iliocolica, A. V.
testicularis/ovarica dextra
b. Posterior : M. Psoas dextra, bifurcation A. illiaca communis dextra
2. Ureter sinsitra :
a. Anterior : Colon sigmoid, mesocolon sigmoid, A. V. Ileace dan Aa. Jejunalis, A. V.
testicularis/ovarica sinistra
b. Posterior : M. Psoas sinistra, bifurcation A. illiaca communis dextra

Perdarahan Ureter

8
Ureter atas mendapat perdarahan dari A. renalis, sedangkan ureter bawah dari A.
vesicalis inferior (Sofwan dan Syam, 2019).
Pasokan arteri ke bagian panggul ureter bervariasi, dengan cabang ureter yang
meluas dari arteri iliaka komunis, iliaka interna, dan ovarium. Cabang ureter
beranastomosis sepanjang ureter membentuk suplai darah terus menerus, meskipun
jalur kolateral tidak selalu efektif. Arteri paling konstan yang memasok bagian
terminal ureter pada wanita adalah cabang dari arteri uterina. Sumber cabang serupa
pada laki-laki adalah arteri vesikalis inferior. Pasokan darah ureter adalah masalah
yang sangat diperhatikan oleh ahli bedah yang beroperasi di wilayah tersebut.
Drainase vena dari bagian panggul ureter umumnya sejajar dengan suplai arteri,
mengalir ke vena dengan nama yang sesuai (Moore, et. al., 2014).
.

Gambar 2. Perdarahan Ureter

Inervasi Ureter

9
Inervasi oleh plexus hypogastricus inferior T11 – L2 melalui neuron – neuron
simpatis (Sofwan dan Syam, 2019).
Neureter yang ditemukan berasal dari pleksus otonom yang berdekatan (ginjal,
aorta, superior, dan hipogastrik inferior). Ureter terutama di atas garis nyeri panggul.
Serabut aferen (nyeri) dari ureter mengikuti serabut simpatis dalam arah retrograde
untuk mencapai ganglia spinalis dan segmen medula spinalis T10-L2 atau L3. Nyeri
ureter biasanya mengacu pada perut kuadran ipsilateral bawah, terutama ke
selangkangan (Moore, et. al., 2014).

Gambar 3. Persyarafan Ureter

Vesica Urinaria
Vesika urinaria disebut juga dengan kandung kemih merupakan organ viscus
berongga dengan dinding ototnya yang kuat dan dapat berdistensi. Vesica urinaria dapat

10
berubah menjadi bervariasi dari ukuran, bentuk, posisi, dan berhubungan dengan isinya yaitu
urin. Ketika kososng, vesical urinaria orang dewasa terletak di panggul bawah, pada sebagian
belakang dan atasnya dekat dengan tulang pubis. Bagian tersebut dipisahkan oleh ruang yang
disebut dengan Spatium retropubika atau retzii.
Vesica urinaria memiliki empat bagian yaitu apex vesicae, corpus vesicae, fundus
vescae atau basis, dan cervix vesicae. Apex vesicae dihubungkan ke cranial oleh urachus
sampai ke umbilicus membentuk ligament vesico umbilicale mediale. Bagian ini tertutup
peritoneum dan berbatas dengan ileum dan colon sigmoideum, sesuai dengan puncak
pyramidum. Corups vesicae merupakan daerah antara apex dan fundus. Fundus terletak di
posterior vesicae. Cervix vesicae merupakan sudut caudal mulai uretrae dengan ostium uretra
internum. Cervix vesicae dapat di artikan sebagai daerah leher vesical urinaria.
Lapisan dalam vesical urinaria pada muara masuknya ureter terdapat plica yang
disebut plica ureterica yang menonnjol. Pada waktu vesical urinaria kosong plica ini
membuka sehingga urin dapat masuk melalui ureter. Pada pria vesicular seminalis
dipermukaan posterior vesical urinaria dan dipisahkan oleh ductus deferens. Pada wanita
diantara vesical urinaria dengan rectum ada uterus. Cervix vesicae pada pria menyatu dengan
prostat, sedangkan pada wanita langsung melekat ke fascia pelvis. Fascia pelvis menebal
membentuk lig. Puboprostaticum pada pria dan lig. Pubovesicale untuk menahan leher
vesical urinaria pada tempatnya.
Membran mukosa vesical urinaria pada waktu kosong membentuk lipatan yang
sebagian menghubungkan kedua ureter membentuk plica yang disebut plica interureterica.
Lipatan in ibila dihubungkan dengan ostium urethre internum akan memberntuk segitga yang
disebut trigonum vesicae, yang pada angulus superior trigonum menandai pintu untuk ostium
ureteris, sedangkan angulus inferior trogonum berbatasan dengan ostium urethra internum.
Lapisan otot vesical urinaria terdiri dari tiga otot polos membentuk trabekula yang
disebut M. detrusor berfungsi pengosongan kandung kemih vesicae yang akan menebal di
leher vesical urinaria memberntuk sphincter vesicae (M. sphincter vesicae/M. sphincter
internus) sebagai otot penutup kandung kemih.

Perdarahan Vesica Urinaria


Perdarahannya berasal dari Aa. Vesicalis superior dan A. vesicalis inferior cabang
dari A. iliaca interna. Sedangkan pembuluh darah baliknya melalui v. vesicalis menyatu
disekeliling vesical urinaria membentuk plexus dan akan bermuara ke V. iliaca internna.

11
Invervasi Vesica Urinaria
Vesica urinaria dipersarafi oleh cabang – cabang plexus hypogastricus inferior yaitu :
1. Serabut – serabut post ganglioner simpatis glandula para vertebralis L1 – 2
2. Serabut -serabut preganglioner parasimpatis N. S2, 3, 4 melalui N. splancnicus dan plexus
hypogastricus inferior mencapai dinding vesical urinaria.
Disini terjadi sinapsis dengan serabut – serabut post ganglioner :
a.) Serabut – serabut sensoris visceral afferent : N. Splanicus menuju SSP
b.) Serabut – serabut afferent mengikuti serabut simpatis pada plexus hypogastricus menuju
medulla spinalis L1 – 2.

1.2 Memahami dan Menjelaskan Mikroskopik Anatomi Saluran Kemih Bagian Bawah
Vesika Urinaria

Vesika Urinaria merupakan tempat penampungan dari urine yang dihasilkan


ginjal, kapasitasnya sekitar 500 ml, dalam keadaan kosong bentuknya seperti piramid
dengan apeks pada bagian basal. Vesika urinaria menerima urin dari kedua ureter dan
menyimpannya hingga terdapat stimulasi neural yang menyebabkan kontraksi vesika
urinaria dan mengeluarkan urin.
Dinding kandung kemih terdiri dari 3 lapisan :
1. Tunika mukosa :
- Epitel transisional : Terdiri dari 7 - 8 lapis sel, bila kosong tampak mukosa ini
berlipat-lipat dan bila penuh lipatanya akan menghilang sehingga sifatnya ini
seperti akordion. Pada mukosa ini tidak terjadi proses absobsi oleh karena adanya
"krusta" yang menyebabkan mukosa tidak permiabel, sifat lain epitel disini sama
seperti epitel transisional ureter seperti adanya sel payung dll. Pada basis kandung

12
kemih terlihat bentuk segitiga dimana disini tidak terdapat lipatan mukosa, lamina
proprianya terdiri dari jaringan ikat jarang yang mengikuti sifat akordion epitel.
2. Tunika muskularis Ada 3 (tiga) lapisan otot polos yaitu :
- bagian luar berjalan longitudinal
- bagian tengah berjalan sirkuler
- bagian dalam berjalan longitudinal Ketiga lapisan otot ini tidak mempunyai batas
jelas dan terlihat seolah-olah mereka bersatu, pada dasar trigonum lapisan otot
polos ini akan membentuk "sfinter vesika" terutama dari otot longitudinal bagian
dalam, sedangkan otot sirkuler ditengan akan berakhir disini dan otot longitudinal
bagian luar akan melanjutkan diri ke otot urethra sampai ke ujung prostat pada
pria sedang pada wanita sampai ke meatus urethrae eksternum.
3. Tunika adventisia; Jaringan ikat jarang yang dilapisi oleh peritoneum disebelah
luarnya.

Urethra
Urethra merupakan saluran fibromuskular berbentuk tabung yang membawa
urine dari kandung kemih keluar tubuh melalui orifisium uretral eksterna. Ukuran,
struktur dan fungsi urethra wanita berbeda dengan pria.

Urethra Wanita Epitel mukosa urethra wanita bervariasi, epitel berlapis


gepeng pada bagian distal dekat pulpa, bagian tengah epitel bertingkat dan bagian atas

13
dekat kandung kemih epitel transisional, lumennya berbentuk bulan sabit dan pada
potongan melintang mukosa terlihat adanya lipatan longitudinal, sering ditemui
kelenjar intraepitelial yang bersifat mukous dan kadang-kadang membentuk kantong
dalam lamina propria, kelenjar ini adalah “kelenjar Littre”

Urethra Pria Urethra pria ini lebih panjang dari urethra wanita dan secara anatomis
dibagi atas:
1. Urethra Pars Prostatika, bagian urethra dekat dengan kandung kemih dan berjalan
melalui kelenjar prostat disini ia menerima saluran prostat, mukosa urethra pars
prostatius ini dibatasi oleh epitel transisional, lamina propria terdiri dari jaringan ikat
jarang dengan banyak kapiler darah, lapisan muskularisnya dibentuk oleh otot polos
yang merupakan lanjutan dari lapisan longitudinal luar otot polos kandung kemih.
2. Urethra Pars Membranasea : Merupakan bagian urethra yang terbentang dari prostat
sampai bulbus penis dan saluran ini menembus membran perinealis, panjang urethra
pars membranasea ini sekitar 1 cm, mukosanya dilapisi oleh sel kolumnair atau epitel
bertingkat, lapisan ototnya dibentuk oleh otot skelet dan pada daerah membran
perinealis otot skelet ini akan membentuk sfingter urethra eksternum yang dibawah
kesadaran, sedangkan sfingter urethra internum terbentuk oleh lapisan sirkuleer otot
polos pada urethra pars prostatika yang tidak dibawah kemauan.
3. Urethra Pars Spongiosa : Urethra pars spongiosa ini terbagi dua yaitu : urethra pars
bulbaris dan urethra pars pendulosa, kedua bagian urethra ini berjalan sepanjang
korpus spongiosa penis.Mukosa urethra pars spongiosa ini dilapisi oleh epitel
bertingkat atau kolumnair sampai fossa avikularis dan pada fossa ini mukosa dilapisi

14
oleh epitel berlapis gepeng yang akan berhubungan langsung dengan jaringan epitel
dipermukaan luar, sepanjang urethra pars spongiosa ini terdapat kelenjar Littre yang
merupakan kelenjar intraepitelial yang bersifat mukous, kelenjar ini paling banyak
terdapat pada pars pendulosa urethra.

2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Berkemih


2.1 Memahami dan Menjelaskan Lintasan Saraf dan Pusat Pengaturan Refleks
Berkemih
Peran Kandung Kemih
Kandung kemih dapat menampung fluktuasi volume urin yang besar. Dinding
kandung kemih terdiri dari otot polos yang dilapisi oleh suatu jenis epitel khusus.
Dahulu diperkirakan bahwa kandung kemih adalah kantong inert. Namun, baik epitel
maupun otot polos secara aktif ikut serta dalam kemampuan kandung kemih
mengakomodasi perubahan besar dalam volume urine. Luas permukaan epitel dapat
bertambah dan berkurang oleh proses teratur daur ulang membrane sewaktu kandung
kemih terisi dan mengosongkan dirinya. Sewaktu pengisisan kandung kemih, vesikel
– vesikel ini ditarik ke dalam endositosis untuk memperkecil luas permukaan ketika
terjadi. Pengosongan kandung kemih. Seperti karakter otot polos pada umumnya, otot
kandung kemih dapat teregang sedemikian besar tanpa menyebabkan peningkatan
tegangan dinding kandung kemih yang sangat berlipat – lipat menjadi rata sewaktu
pengisian kandung kemih yang sangat berlipat – lipat menjadi rata sewaktu pengisisan
kandung kemih untuk meningkatkan kapasitas penyimpanan. Karena ginjal terus

15
menerus menghasilkan urin, kandung kemih harus memiliki kapasitas penyimpanan
yang cukup untuk meniadakan keharusan terus menerus membuat urin.
Otot polos kandung kemih banyak mengandung serat parasimpatis, yang
stimulasinya menyebabkan kontraksi kandung kemih. Jika saluran melalui uretra ke
luar terbuka maka kontraksi kandung kemih akan mengosongkan urin dari kandung
kemih. Namun, pintu keluar dari kandung kemih juga dijaga oleh dua sfingter,
sfingter uretra internum dan sfingter uretra eksternum.

Peran Sfingter Uretra


Sfingter adalah cincin otot yang dapat menutup atau memungkinkan jalan melalui
suatu pembukaan. Sfingter uretra internum merupakan otot polos dan, karenanya, tidak
berada di bawah kontrol volunteer. Sfingter ini sebenernya bukan suatu otot tersendiri, tetapi
terdiri dari bagian terakhir kandung kemih. Ketika kandung kemih melemas, susunan
anatomic regio sfingter uretra internum menutup pintu keluar kandung kemih.
Di bagian lebih bawah saluran keluar, uretra dilingkari oleh satu lapisan otot rangka,
sfingter uretra eksternum. Sfingter ini diperkuat oleh diafragma pelvis, suatu lembaran
otot rangka yang membentuk dasar panggul dan membantu menunjang organ – organ
panggul dan membantu menunjang organ – organ panggul. Neuron-neuron mototrik yang
mensarafi sfingter eksternum dan diafragma pelvis terus menerus mengeluarkan sinyal
dengan tingkat sedang kecuali jika mereka dihambat sehingga otot – otot ini terus
berkontraksi secara tonik untuk mencegah keluarnya urin dari uretra. Dalam keadaan normal,
ketika kandung kemih melemas dan terisi, baik sfingter internum maupun eksternum
menutup untuk menjaga agar urin tidak menetes. Selain itu, karena sfingter eksternum dan
diafragma pelvis adalah otot rangka dan karenanya berada di bawah kontrol sadar, orang
dapat secara sengaja mengontraksikan keduanya untuk mencegah pengeluaran urin meskipun
kandung kemih berkontraksi dan sfingter internum terbuka

Refleks Berkemih
Miksi atau berkemih, proses pengosongan kandung kemih, diatur oleh dua
mekanisme; refleks berkemih dan kontrol volunteer, Refleks berkemih dimulai ketika
reseptor regang di dalam dinding kandung kemih terangsangan. Kandung kemih pada orang
dewasa dapat menampung hingga 250 hingga 400 ml urin sebelum tegangan di dindingnya
mulai cukup meningkat untuk mengaktifkan reseptor regang. Semakin besar tegangan yang
melebihi ukuran ini, semakin besar tingkat aktivasi reseptot. Serat – serat aferen dari reseptor
16
regang membawa impuls ke korda spinalis dan akhirnya, melalui antarneuron, merangsang
saraf parasimpatis untuk kandung kemih dan menghambat neuron motoric ke sfingter
eksternum. Stimulasi saraf parasimpatis kandung kemih menyebabkan organ ini berkontraksi.
Tidak ada mekanisme khusus yang dibutuhkan untuk membuka sfingter internum; perubahan
bentuk kandung kemih selama kontraksi secara mekanis akan menarik terbuka sfingkter
internum. Secara bersamaa, sfingter eksternum melemas karena neuron – neuron motoriknya
dihambat. Kini kedua sfingter terbuka dan urin terdorong melalui uretra oleh gaya yang
ditimbulkan oleh kontraksi kandung kemih. Refleks berkemih ini, yang seluruhnya adalah
refleks spinal, mengatur pengososngan kandung kemih pada bayi. Segera setelah kandung
kemih terisi cukup untuk memicu refleks, bayi secara otomatis berkemih.

Kontrol Volunter Berkemih


Selain memicu refleks berkemih, pengisisan kandung kemih juga menyadarkan yang
bersangkutan terhadap keinginan untuk berkemih. Persepsi penuhnya kandung kemih muncul
sebelum sfingter eksternum secara refleks melemas, memberi peringatan bahwa miksi akan
segera terjadi. Akibatnya, kontrol volunteer berkemih, yang dipelajari selama toilet training
pada masa anak-anak dini, dapat mengalahkan refleks berkemih sehingga pengosongan
kandung kemih dapat berlangsung sesuai keinginan yang bersangkutan dan bukan ketika
pengisian kandung kemih pertama kali mengaktifkan reseptor regang. Jika waktu refleks
miksi yang dimulai tersebut kurang sesuai untuk berkemih, yang bersangkutan dapat dengan
sengaja mencegah pengososngan kandung kemih dengan mengencangkan sfingter eksternum
dan diafragma pelvis. Impuls eksitatorik volunteer dari korteks serebrum mengalahkan sinyal
inhibitorik refleks dari reseptor regang ke neuron-neuron motoric yang terlibat
(keseimbangan relative) sehingga otot – otot ini tetap berkontraksi dan tidak ada urin yang
keluar.
Berkemih tidak dapat ditahan selamanya. Karena kandung kemih terus terisi, sinyal
refleks dari reseptor regang meningkat seiring waktu. Akhirnya, sinyal inhibitorik refleks ke
neuron motorik sfingter eksternum menjadi sedemikian kuat yang tidak lagi dapat diatasi oleh
sinyal eksitatorik volunteer sehingga sfingter melemas dan kandung kemih secara tak
terkontrol mengosongkan isinya.
Berkemih dapat juga dimulai dengan sengaja walaupun kandung kemih tidak
teregang, yaitu dengan secara sadar melemaskan sfingter uretra eksternal dan diafragma
pelvis. Dengan merendahkan rongga dasar pelvis, kandung kemih jatuh ke bawah, yang
secara bersamaan menarik sfingter uretra interna terbuka dan meregangkan dinding kandung
17
kemih. Aktivasi lebih lanjut reseptor regang menyebabkan kontraksi kandung kemih melalui
refleks berkemih. Pengososngan kandung kemih yang disadari juga dibantu oleh kontraksi
dinding abdomen dan diafragma pernapasan. Hasil dari peningkatan tekanan intraabdominal
meremas kandung kemih untuk memudahkan pengosongannya.

Gambar 2. Kontrol Refleks dan Volunter Berkemih

18
3. Memahami dan Menjelaskan Infeksi Saluran Kemih Bawah
3.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah istilah umum yang menunjukan
keberadaan mikroorganisme dalam urin. Infeksi saluran kemih terbagi menjadi dua
yaitu, infeksi saluran kemih atas dan infeksi saluran kemih bawah.
Infeksi saluran kemih bawah dapat disebut juga dengan sistitis. Presentasi
klinis sistitis bergantung pada gender. Pada wanita Sistitis adalah presentasi klinis
infeksi kandung kemih disertai bacteriuria bermakna. Selain itu terdapat juga sindrom
uretra akut dengan presentasi klinis sistitis tanpa ditemukan mikroorganisme (steril),
sering dinamakan sistitis bakterialis. Pada pria, presentasi klinis mungkin sistitis,
prostatitis, epidemidis, dan urethritis.

3.2 Memahami dan Menjelaskan Etiologi


Pada umumnya ISK disebabkan mikroorganisme tunggal :
- Escherichia coli, merupaka mikroorganisme yang paling sering diisolasi dari pasien dengan
infeksi simtomatik maupun asimtomatik
- Mikroorganisme lainnya yang sering ditemukan seperti Proteus spp (33% ISK anak laki –
laki berusia 5 tahun), Klebsille spp, dan Stafilokokus dengan koagulase negatif
- Infeksi yang disebabkan Pseudomonas spp dan mikroorganisme lainnya seperti Stafilokokus
jarang dijumpai, kecuali pasca kateterisasi.

Tabel 1. Famili, Genus dan Spesies Mikroorganisme yang Paling Sering Sebagai Penyebab ISK
Gram Negatif Gram Positif
Famili Genus Spesies Famili Genus Spesies
Enterobacteriac Escherichia Coli Micrococcacea Staphylococcus Aureus
eae Klebsiella e
Pnemumonia Streptococceae Streptococcus Fecalis
Oxytosa Enterococcus
Proteus Mirabilis
Vulgaris
Enterobacter Cloacae
Aerogenes
Providencia Rettgeri
Stuartii
Morganella Morganii
Citrobacter Freundii
Diversus
Serratia Morcescens
Pseudomonada Pseudomonas Aeruginosa
ceae

Klasifikasi nomenklatur Escherichia coli sebagai berikut :


19
Superdomain : Phylogenetica
Filum : Proterobacteria
Kelas : Gamma
Proteobacteria
Ordo : Enterobacteriales
Family : Enterobacteriaceae
Genus : Escherichia
Species : Escherichia Coli

Morfologi Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang pendek
yang memiliki panjang sekitar 2 μm, diameter 0,7 μm, lebar 0,4-0,7μm dan bersifat anaerob
fakultatif. Morfologi bakteri Escherichia coli dapat dilihat pada gambar 2.1. Bentuk sel dari
bentuk seperti coocal hingga membentuk sepanjang ukuran filamentous. Tidak ditemukan
spora. Selnya bisa terdapat tunggal, berpasangan, dan dalam rantai pendek, biasanya tidak
berkapsul. Escherichia coli membentuk koloni yang bundar, cembung, dan halus dengan tepi
yang nyata (Jawetz et al., 1995).
Kapsula atau mikrokapsula terbuat dari asam-asam polisakarida. Mukoid kadang-
kadang memproduksi pembuangan ekstraselular yangtidak lain adalah sebuah polisakarida
dari speksitifitas antigen K tententu atau terdapat pada asam polisakarida yang dibentuk oleh
banyak Escherichia coli seperti pada Enterobacteriaceae. Selanjutnya digambarkan sebagai
antigen M dan dikomposisikan oleh asam kolanik (Smith-Keary, 1988).
Biasanya sel ini bergerak dengan flagella petrichous. Escherichia coli memproduksi
macam-macam fimbria atau pili yang berbeda, banyak macamnya pada struktur dan
speksitifitas antigen, antara lain filamentus, proteinaceus, seperti rambut appendages di
sekeliling sel dalam variasi jumlah. Fimbria merupakan rangkaian hidrofobik dan mempunyai

20
pengaruh panas atau organ spesifik yang bersifat adhesi. Hal itu merupakan faktor virulensi
yang penting. Escherichia coli merupakan bakteri fakultatif anaerob, kemoorganotropik,
mempunyai tipe metabolisme fermentasi dan respirasi tetapi pertumbuhannya paling sedikit
banyak di bawah keadaan anaerob (Collier, 1998).
Pertumbuhan yang baik pada suhu optimal 370C pada media yang mengandung 1%
pepton sebagai sumber karbon dan nitrogen. Escherichia coli memfermentasikan laktosa dan
memproduksi indol yang digunakan untuk mengidentifikasikan bakteri pada makanan dan
air. Escherichia coli berbentuk sirkular, konveks dan koloni tidak berpigmen pada nutrient
dan media darah. Escherichia coli dapat bertahan hingga suhu 600C selama 15 menit atau
pada suhu 550C selama 60 menit. Escherichia coli tumbuh baik pada temperatur antara 8°-
46°C dan temperatur optimum 37°C. Bakteri yang dipelihara di bawah temperatur minimum
atau sedikit di atas temperatur maksimum, tidak akan segera mati melainkan berada di dalam
keadaan tidur atau dormansi (Melliawati, 2009).
Pada umumnya bakteri Escherichia coli hanya mengenal satu macam pembiakan yaitu
dengan cara seksual atau vegetatif. Pembiakan ini berlangsung cepat, apabila faktor-faktor
luar menguntungkan bagi dirinya. Apabila faktor-faktor luar menguntungkan, maka setelah
terjadi pembelahan, sel-sel baru tersebut akan membesar sampai masing-masing menjadi
sebesar sel induknya (Melliawati, 2009).
Kehidupan bakteri tidak hanya dipengaruhi oleh faktor-faktor luar tetapi sebaliknya
bakteri mampu mempengaruhi keadaan lingkungannya, misalnya dapat menyebabkan demam
(panas) akibat terinfeksi oleh bakteri Escherichia coli yang ada dalam saluran pencernaan dan
menyebabkan diare yang berkepanjangan. Jika Escherichia coli berada dalam medium yang
mengandung sumber karbon (glukosa, laktosa, dsb) maka akan mengubah derajat asam (pH)
dalam medium menjadi asam dan akan membentuk gas sebagai hasil proses terurainya
glukosa menjadi senyawa lain (Melliawati, 2009).

STRUKTUR ANTIGEN
Escherichia coli sekarang dianggap sebagai genus dengan hanya satu species yang
mempunyai beberapa ratus tipe antigenik. Tipe-tipe ini dicirikan menurut kombinasi yang
berbeda-beda yakni :1. Antigen O (somatik) yang bersifat tahan panas atau termostabil, dan
terdiri dari lipopolisakarida yang mengandung glukosamin dan terdapat pada dinding sel
bakteri gram negatif. 2. Antigen H (flagel) yang bersifat tidak tahan panas atau termolabil dan
akan rusak pada suhu 1000C. 3. Antigen K (kapsul)/envelop antigen, terdapat pada
permukaan luar bakteri yang terdiri dari polisakarida dan tidak tahan panas. Tambahan pula
21
antigen K dibagi menjadi antigen L, A atau B berdasarkan pada ciri fisiknya yang berbeda-
beda.

Penyakit yang bisa juga disebabkan beberapa bakteri lain, seperti :


1. Infeksi saluran kemih Escherichia coli merupakan penyebab infeksi saluran kemih pada
kira-kira 90 % wanita muda. Gejala dan tanda-tandanya antara lain sering kencing,
disuria, hematuria, dan piuria. Nyeri pinggang berhubungan dengan infeksi saluran
kemih bagian atas. Kebanyakan infeksi ini disebabkan oleh Escherichia coli dengan
sejumlah tipe antigen O.
2. Sepsis Bila pertahanan inang normal tidak mencukupi, Escherichia coli dapat memasuki
aliran darah dan menyebabkan sepsis. Bayi yang baru lahir dapat sangat rentan terhadap
sepsis Escherichia coli karena tidak memiliki antibody IgM. Sepsis dapat terjadi akibat
infeksi saluran kemih. 3. Meningitis Escherichia coli merupakan salah satu penyebab
utama meningitis pada bayi. Escherichia coli merupakan penyebab pada sekitar 40%
kasus meningitis neonatal. Escherichia coli dari kasus meningitis ini mempunyai antigen
KI. Antigen ini bereaksi silang dengan polisakarida simpai golongan B dari N
meningtidis. Mekanisme virulensi yang berhubungan dengan antigen KI tidak diketahui
(Jawetz et al., 1995).

METODE ANALISA BAKTERI

22
Ada dua metode yang digunakan untuk melakukan analisa bakteri E. coli. Metode
pertama adalah menggunakan membran filter, dan metode kedua menggunakan MPN. Kedua
metode tersebut dapat digunakan untuk indikasi adanya pencemaran (EPA, 1980) namun
Kementerian Lingkungan Hidup Indonesia memilih menggunakan metode MPN. Berikut ini
akan dijelaskan lebih lanjut mengenai dua metode tersebut:

A. Metode membran
filter Langkah-langkah analisa dengan metode membran filter adalah sebagai berikut:
analisa bakteri E. coli dimulai dengan pengambilan contoh air atau cairan. Contoh
(sampel) diambil dengan menggunakan botol sampel steril yang volumenya 300 ml. Satu
mL dan lima mL 67 sampel air disaring dengan menggunakan membran filter selulosa
nitrat (porositas 0,45 μm dan diameter 47 mm). Membran filter kemudian diletakkan
dalam cawan petri compact dry yang telah berisi media. Media dibasahi dengan akuades
steril terlebih dulu, kemudian membran filter diletakkan di permukaan media tersebut
dan diinkubasikan dalam inkubator dengan suhu 35oC selama 24 jam.

B. Metode MPN.
Analisa bakteri E. coli yang lain adalah metode MPN (multiple probable number) atau
multiple tube fermentation technique for members of the coliform group (US EPA,
1978). Tiga macam pengenceran dipilih untuk analisa bakteri E. coli, yaitu 10, 1 dan 0.1
ml dengan tiga kali ulangan. Sampel air pada masingmasing pengenceran dimasukkan ke
dalam tabung berisi media LTB (Lauryl Triptose Broth), kemudian diinkubasikan pada
suhu 37 ± 2°C di inkubator selama 24 jam (atau diperpanjang hingga 48 jam, jika bakteri
belum tumbuh). Bakteri yang tumbuh pada media LTB, yang ditandai dengan perubahan
warna media, selanjutnya diinokulasikan pada media BGLB dengan mengambil sampel
media sebanyak 5 ose. Media BGLB (Brilliant Green Lactose bile Broth) yang telah
diberi sampel positif dari media LTB diinkubasikan pada inkubator pada suhu 37 ± 2°C
selama 24 jam (atau diperpanjang hingga 48 jam, jika bakteri belum tumbuh). Hasil
positif ditandai dengan perubahan warna media BGLB dan adanya gelembung gas yang
terperangkap dalam tabung Durham. Kombinasi jumlah tabung positif ini kemudian
digunakan untuk menghitung kepadatan bakteri E. coli menurut persamaan yang
diusulkan oleh Thomas (1942).

1. Peranan Patogenesis Bakteri


23
Sejumlah flora normal saluran cerna termasuk Eschericia coli diduga terkait
dengan etiologi ISK. Penelitian melapirkan lebih dari 17- serotipe 0 (antigen) E.coli
yang pathogen. Patogenesis E.coli terkait dengan bagian permukaan sel polisakarida
dari lipopolisakarin (LPS).
Hanya IG serotipe dari 170 serotipe O/E.coli yang berhasil diisolasi rutin dari
pasien ISK klinis, diduga strain E.coli ini mempunyai patogenitas khusus. Penelitian
intensif berhasil menentukan faktor virulensi E.coli dieknal sebagai virulence
determinalis.
Bakteri pathogen dari urin dapat menyebabkan presentasi klinis ISK
tergantung juga dari faktor lainnya seperti perlekatan mukosa oleh bakteri, faktor
virulensi, dan variasi fase faktor virulensi.

Peranan Bakterial attachment of mucosa


Penelitian membuktikan bahwa fimbriae (proteinaceous hair-like projection from the
bacterial surface), merupakan salah satu pelengkap patogenitas yang mempunyai
kemampuan untuk melekat pada permukaan mukosa seluran kemih. Pada umumnya P
fimbriae akan terikat pada P blood group antigen yang terdapat pada sel epitel saluran kemih
atas dan bawah. Fimbriae dari strain E. coli ini dapat diisolasi hanya dari urin segar

Peranan Faktor Virulensi Lainnya


Kemampuan untuk melekat (adhesion) mikroorganisme atau bakteri
tergantung dari organ pili atau fimbriae maupun non-fimbriae. Pada saat ini dikenal
beberapa adhesion seperti fimbriae (tipe 1, P dan S), non fembrial adhesion (DR
haemagglutinin atau DFA component of DR blood group), fimbrae adhesion (AFA-I
dan AFA-III), M-adhesion, G-adhesion dan curli adhesion.
Sifat patogenisitas lain dari E. coli berhubungan dengan toksin. Dikenal
beberapa toksin seperti -hemolisin, cytotoxic necroting factor-1 (CNF-1), dan iron
uptake system (aerobactin dan enterobactin). Hampir 95% -hemolisin terikat pada
kromosom dan berhubungan dengan pathogenicity islands (PAIS) dan hanya 5%
terikat pada gen plasmio.
Resistensi uropatogenik E. coli terhadap serum manusia dengan perantara
(mediator) beberapa faktor terutama aktivasi sistem komplemen termasuk membrane
attack complex (MAC). Mekanisme pertahanan tubuh berhubungan dengan

24
pembentukan kolisin (Co V), K-1, Tra T proteins dan outer membrane protein
(OHPA). Menurut beberapa peneliti uropatogenik mikroorganisme ditandai dengan
ekspresi faktor virulensi ganda. Beberapa sifat uropatogen microorganism; seperti
resistensi serum, sekuestrasi besi, pembentukan hidroksat dan antigen K yang muncul
mendahului manifestasi klinis ISK. Gen virulensi dikenal faktor luar seperti suhu, ion
besi, osmolaritas, pH, dan tekanan oksigen. Laporan penelitian Johnson menggunakan
virulensi E.coli sebagai penyebab ISK terdiri dari atas fimbriae type 1 (58%), P-
fimbriae (24%), aerobactin (38%), haemolysin (20%), antigen K (22%), resistensi
serum (25%), dan antigen O (28%).

Faktor Virulensi Variase Fase


Virulensi bakteri ditandai dengan kemampuan untuk mengalami perubahan
bergantung untuk mengalami perubahan bergantung pada dari respon faktor luar. Konsep
variasi fase mikroorganisme ini menunjukan peranan beberapa penentu virulensi bervariase
di antara induvidu dan lokasi saluran kemih. Oleh karena itu, ketahanan hidup bakteri
berbeda dalam kandung kemih dan ginjal.

Tabel 2. Faktor Virulensi Eschericia coli


Penentu Virulensi Alur
Fimbriae  Adhesi
 Pembentukan jaringan ikat (scarring)
Kapsul antigen K  Resistensi terhadap pertahanan tubuh
 Perlengkapan (attachment)
Lipopolysaccharide side chains (O antigen)  Resistensi terhadap fagositosis
Lipid A (endotoksin)  Inhibisi peristaltis ureter
 Pro-inflamatori
Membran protein lainnya  Kelasi beso
 Antibiotika resisten
 Kemungkinan perlengketan
Hemolysin  Inhibisi fungsi fagosit
 Sekuensi besi

2. Peranan Faktor Tuan Rumah (host)


Faktor Predisposisi Pencetus ISK
Penelitian epidemiologi klinik mendukung hipotesis peranan status saluran kemih
merupakan faktor resiko atau pencentus ISK. Jadi faktor bakteri dan status saluran kemih
pasien mempunyai peranan penting untuk kolonisasi bakteri pada saluran kemih. Kolonisasi
bakteria sering mengalami kambuh (eksaserbasi) bila sudah terdapat kelainan struktur

25
anatomi saluran kemih. Dilatasi saluran kemih termasuk pelvis ginjal tanpa obstruksi saluran
kemih dapat menyebabkan gangguan proses klirens normal dan sangat peka terhadap infeksi.
Zat makanan dari bakteri akan meningkat dari normal, diikuti refluks mikroorganisme
dari kandung kemih ke ginjal. Endotoksin (lipid A) dapat menghambat peristaltic ureter.
Refluks vesikoureter ini sifatnya sementara dan hilang sendiri bila mendapat terapi
antibiotika.
Proses pembentukan jaringan parenkim ginjal sangat berat bila refluks vesikoureter
terjadi sejak anak – anka. Pada usia dewasa muda tidak jarang dijumpai di klinik gagal ginjal
terminal (GGT) tipe kering, artinya tanpa edema atau tanpa hipertensi.

Status Imunologi pasien (host)


Penelitian laboratorium mengungkapkan bahwa golongan darah dan status skretor
mempunya kontribusi untuk peka terhadap ISK. Fakor yang dapat meningkatkan hubungan
antara berbagai ISK (ISK rekuren) dan status secretor (sekresi antigen darah yang larut dalam
air dan beberapa kelas immunoglobulin) sudah lama diketahui. Prevalensi ISK juga
meningkat terkait dengan golongan darah AB, B dan PI (antigen terhadap tipe fimbriae
bakteri) dan dengan fenotipe golongan darah lewis.
Kepekaan terhadap ISK rekuren dari kelompok pasien dengan saluran kemih normal
(ISK tipe sederhana) lebih besar pada kelompok antigen darah non-sekretorik dibandingkan
kelompok sekretorik.
Penelitian lain melaporkan sekresi IgA urin meningkat dan diduga mempunyai
peranan pentung untuk kepekaan terhadap ISK rekuren.

Tabel 3. Faktor – Faktor yang Meningkatkan Kepekaan Terhadap Infeksi Saluran Kemih
Genetik Biologis Perilaku Lainnya
Status nonsekretorik Kelainan kongenital Senggama Operasi urogential
Antigen Urinary tract Penggunaan diafragma, kondom, Terapi ekstrogen
obstruction spermisida, penggunaan antibiotik
terkini
Riwayat Infeksi saluran
kemih sebelumnya
Diabetes
Inkontinensia

3.3 Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi


Banyak faktor yang mempengaruhi ISK diantaranya adalah usia, gender, prevelensi
bacteriuria, dan faktor predisposisi yang menyebabkan perubahan struktur saluran kemih
termasuk ginjal.

26
Selama periode usia beberapa bulan dan lebih dari 65 tahun perempuan cenderung
menderita ISK dibandingkan laki – laki. ISK berulang pada laki – laki jarang dilaporkan,
kecuali disertai faktor predisposisi (pencetus).
Prevalensi bakteriuri asimtomatik lebih sering ditemukan pada perempuan. Prevalensi
selama periode sekolah 1% meningkat menjadi 5% selama periode aktif secara seksual.
Prevalensi infeksi asimtomatik meningkat mencapai 30%, baik laki – laki maupun perempuan
bila disertai faktor predisposisi.
Faktor predisposisi ISK adalah litiasis, obstruksi saluran kemih, penyakit ginjal
polikistik, nekrosis papilar, diabetes mellitus pasca transplantasi ginjal, nefropati alagesik,
penyakit sikle-cell, senggama, kehamilan dan peserta KB dengan tablet progesterone,
kateterisasi.

Tabel 4. Faktor Predisposisi (Pencetus) ISK


 Litiasis
 Obstruksi saluran kemih
 Penyakit ginjal polikistik
 Nekrosis papilar
 Diabetes mellitus pasca transplantasi ginjal
 Nefropati analgesic
 Penyakit Sikle-cell
 Senggama
 Kehamilan dan pesera KB dengan tabler progesterone
 Kateterisasi

3.4 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi


Klasifikasi ISK
1. Sesekali ISK
Patogenesis : Reinfeksi
Mikroorganisme : Berlainan
Gender : Laki – laki atau perempuan

2. Sering ISK
Patogenesis : Sering episode ISK dan ISK persisten
Mikroorganisme : Berlainan dan sama
Gender : Perempuan

3. ISK setelah Terapi


Patogenesis : Terapi tidak sesuai

27
Mikroorganisme : Sama
Gender : Laki – laki atau perempuan

4. Tidak adekuat (relapsing


a. Patogenesis : Terapi inefektif setelah reinfeksi
Mikroorganisme : Sama
Gender : Laki – laki atau perempuan
b. Patogenesis : Infeksi persisten
Mikroorganisme : Sama
Gender : Laki – laki atau perempuan
d. Patogenesis : Reinfeksi cepat
Mikroorganisme : Sama/berlainan
Gender : Laki – laki atau perempuan
e. Patogenesis : Fistula enterovesikal
Mikroorganisme : Berlainan
Gender : Laki – laki atau perempuan

Klasifikasi ISK Menurut Purnomo (2012), (ISK) diklasifikasikan menjadi dua macam
yaitu: ISK uncomplicated (sederhana) dan ISK (rumit). Istilah ISK uncomplicated
(sederhana) adalah infeksi saluran kemih pada pasien tanpa disertai kelainan anatomi maupun
kelainan struktur saluran kemih. ISK complicated (rumit) adalah infeksi saluran kemih yang
terjadi pada pasien yang menderita kelainan anatomik atau struktur saluran kemih, atau
adanya penyakit sistemik kelainan ini akan menyulitkan pemberantasan kuman oleh
antibiotika. Klasifikasi infeksi saluran kemih dapat dibedakan berdasarkan anatomi dan
klinis. Infeksi saluran kemih diklasifikasikan berdasarkan anatomi, yaitu:
1. Infeksi saluran kemih bawah Berdasarkan presentasi klinis dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Sistitis adalah infeksi saluran kemih disertai bakteriuria bermakna dan Sindroma uretra
akut b) Laki-laki Berupa sistitis, prostatitis, epidimidis, dan uretritis.
2. Infeksi saluran kemih atas Berdasarkan waktunya terbagi menjadi 2 yaitu:
a. Pielonefritis akut (PNA), adalah proses inflamasi parenkim ginjal yang disebabkan oleh
infeksi bakteri (Sukandar, 2011).
b. Pielonefritis kronis (PNK), mungkin terjadi akibat lanjut dari infeksi bakteri
berkepanjangan atau infeksi sejak masa kecil (Liza, 2011). Berdasarkan klinisnya, ISK
dibagi menjadi 2 yaitu :
28
3. ISK Sederhana (tak berkomplikasi)
4. ISK berkomplikasi
Klasifikasi Infeksi Saluran Kemih Infeksi saluran kemih dapat dibagi menjadi dua
kategori umum berdasarkan:
1. Infeksi Saluran Kemih Bawah Presentasi klinis saluran kemih bawah tergantung dari
gender:
a. Perempuan
o Sistisis. Sistisis adalah presentasi klinik infeksi kandung kemih disertai bakteriuria.
o Sindrom Uretra Akut (SUA). Sindrom uretra akut adalah presentasi klinis sistisis tanpa
ditemukan mikroorganisme (steril), sering dinamakan sistisis bakterialis.
b. Laki-laki Presentasi klinis infeksi saluran kemih pada laki-laki mungkin sistitis,
prostatitis, epidimidis dan uretritis.
Infeksi Saluran Kemih Atas Infeksi saluran kemih atas terbagi menjadi 2, yaitu:
a. Pielonefritis Akut (PNA) Pielonefritis akut adalah proses inflamasi parenkim ginjal
yang disebabkan infeksi bakteri.
b. Pielonefritis Kronis (PNK) Pielonefritis kronis mungkin akibat lanjut dari infeksi
bakteri berkepanjangan atau infeksi sejak masa kecil. Obstruksi saluran kemih dan
refluks vesikoureter dengan atau tanpa bakteriuria kronik sering diikuti refluks
pembetukan jaringan ikat parenkim ginjal yang ditandai pielonefritis kronik yang
spesifik.

3.5 Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi


Pada induvidu normal, biasanya pada laki – laki maupun perempuan urin selalu steril
karena dipertahankan jumlah dan frekuensi kencing. Uretro distal merupakan tempat
kolonisasi mikroorganisme non-pathogenic fastidious gram-positive dan gram-negative.
Hampir semua ISK disebabkan invasi mikroorganisme asending dari uretra ke dalam
kandung kemih. Pada beberapa pasien tertentu invasi mikroorganisme dapat mencapai ginjal.
Proses ini dipermudah refluks vesikoureter.
Proses invasi mikroorganisme hematogen sangat jarang ditemukan di klinik, mungkin
akibat lanjut dari bakteriemia. Ginjal diduga merupakan lokasi infeksi sebagai akibat lanjut
septikemia atau endocarditis akibat Staphylococcus aureus. Kelianan ginjal yang terkait
dengan endocarditis dikenal dengan Nephritis lohlein. Beberapa penelitian melaporkan

29
pielonefritis akut (PNA) sebagai akibat lanjut invasi hematogen dari infeksi sistemik gram
negatif.

3.6 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis


Reaksi inflamasi menyebabkan mukosa buli-buli menjadi kemerahan
(eritema), edema, dan hipersensitif sehingga jika buli – buli terisi urin, akan mudah
terangsang untuk segera mengeluarkan isinya; hal ini menumbulkan gejala frekuensi.
Kontraksi buli – buli akan menyebabkan rasa sakit/nyeri di daerah suprapubic dan
eritema mukosa buli – buli mudah berdarah dan menimbulkan hematuria. Tidak
seperti gejala pada infeksi saluran kemih sebelah atas, sistitis jarang disertai dengan
demam, mual, malaise, dan kondisi umum menurun. Jika disertai demam dan nyeri
pinggang perlu difikirkan adanya penjalaran infeksi ke saluran kemih sebelah atas.
Pemeriksaan urin berwarna keruh, berbau, dan pada urinalisis terdapat piria,
hematuria, bacteriuria. Kultur urin sangat penting untuk mengetahui jenis kuman penyebab
infeksi. Jika sistitis sering mengalami kekambuhan perlu difikirkan adanya kelainan lain pada
buli – buli (keganasan, urolitiasis) sehingga diperlukan pemeriksaan pencitraan (PIV, USG)
atau sistoskopi.

Tanda dan Gejala


1. Tanda dan gejala ISK pada bagian bawah adalah :
 Nyeri yang sering dan rasa panas ketika berkemih
 Spasme pada area kandung kemih dan suprapubis
 Hematuria
 Nyeri punggung dapat terjadi

Berdasarkan bagian saluran kemih yang terinfeksi, tanda dan gejala sebagai berikut:
 Sistitis : piuria urgensi, frekuensi miksi meningkat perubahan warna dan bau urine,
nyeri suprapublik, demam biasanya tidak ada.
 Uretritis : mungkin mirip dengan sistitis kecuali adanya discharge urethra
 Prostatitis: serupa dengan sistitis kecuali gejala obstruksi orifisium uretra (cont:
hesitansi, aliran lemah).
 Pielonefritis : demam, menggigil, nyeri punggung atau bokong, mual, muntah, diare.

30
 Abses ginjal (intrarenal atau perinefrik); serupa dengan pielonefritis kecuali demam
menetap meskipun diobati dengan antibiotik.

Gejala Lain
 Pada beberapa kasus, mungkin terlihat sedikit darah pada air seninya yang baunya
sangat menyengat.
 Terasa sakit di akhir kencing.
 Anyang-anyangan atau rasa masih ingin kencing lagi. Meski sudah dicoba untuk
berkemih namun tidak ada air kemih yang keluar.

3.7 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding

Penegakkan diagnosis infeksi saluran kemih berdasarkan gejala klinis dan


pemeriksaan penunjang, seperti pemeriksaan mikroskopis urin dan kultur urin. Pemeriksaan
mikroskopik dilakukan untuk menentukan jumlah leukosit dan bakteri dalam urin. Jumlah
leukosit yang dianggap bermakna adalah >10/lapang pandang besar (LPB). Apabila didapat
leukosituri yang bermakna, perlu dilanjutkan dengan pemeriksaan kultur.
- Pemeriksaan Leukosit

31
Urin Sepuluh ml sampel urin yang telah dikocok merata dan disentrifugasi dengan
kecepatan 2500 – 3000 rpm selama 5 menit. Cairan yang terdapat diatas tabung pemusing
dibuang, ditinggal endapannya. Kemudian satu tetes sedimen ditempatkan ke slide
mikroskop, tertutup dan diperiksa menggunakan mikroskop cahaya di bawah 40x perbesaran.
Pertama kali dilihat dibawah mikroskopis dengan lapangan pandang kecil (LPK), kemudian
beberapa kali dengan lapangan pandang besar (LPB). Penilaian dilakukan dengan melihat
beberapa kali dalam beberapa kali dalam LPB. Laporan dihasilkan bila dijumpai lebih dari 5
leukosit/LPB.
- Pemeriksaan Kultur Urin
Pemeriksaan kultur urin adalah pemeriksaan mikrobiologi atau biakan urin
berdasarkan kuantitatif bakteri untuk menentukan infeksi saluran kemih. Bahan urin untuk
pemeriksaaan harus segar dan sebaiknya diambil pada pagi hari. Bahan urin dapat diambil
dengan cara punksi suprapubik, dari kateter dan urin porsi tengah (midstream urine). Bahan
urin yang paling mudah diperoleh adalah urin porsi tengah yang ditampung dalam wadah
bermulut lebar dan steril.

32
Untuk pemeriksaan kultur urin dan tes celup urin, sampel urin harus diambil dengan
teknik pancar tengah yang diambil secara bersih untuk menghindari kontaminasi. Khusus
untuk pemeriksaan uji nitrit dengan tes celup urin, sampel urin yang digunakan harus berasal
dari urin pertama pada pagi hari segera sesudah pasien bangun tidur. Kalau pemeriksaan
bukan pagi hari, ibu diminta untuk menahan buang air kecil minimal 2 jam sebelum urin
diambil untuk diperiksa. Ini penting diingat karena diperlukan waktu yang cukup untuk
berubahnya nitrat menjadi nitrit di dalam kandung kemih. Tahapan pengambilan sampel urin
pancar tengah yang diambil secara bersih adalah sebagai berikut:
1. Cuci labia dan perineum dengan air dan sabun.
2. Duduk atau jongkok di toilet dengan posisi kaki mengangkang, buka labia dengan dua
jari.
3. Gunakan kapas, kasa, atau tisu yang sudah dibasahi dengan air steril atau desinfeksi
tingkat tinggi (DTT, air yang sudah dimasak selama minimal 30 menit) untuk membersihkan
daerah sekitar orifisium uretra dan bagian dalam labia. Kasa/kapas/tisu diusapkan satu kali
saja dari arah orifisium uretra ke arah vagina. Bila diperlukan, harus digunakan
kasa/kapas/tisu yang baru dengan arah pengusapan yang. - Keluarkan sedikit kemih tanpa
ditampung, lalu tahan sesaat sebelum melanjutkan berkemih ke dalam wadah urin yang

33
diletakkan sedekat mungkin dengan muara uretra tanpa menyentuh daerah genitalia. Pastikan
wadah urin minimal terisi separuhnya
4. Keluarkan sedikit kemih tanpa ditampung, lalu tahan sesaat sebelum melanjutkan
berkemih ke dalam wadah urin yang diletakkan sedekat mungkin dengan muara uretra tanpa
menyentuh daerah. Pastikan wadah urin minimal terisi separuhnya.
5. Setelah wadah urin terisi, sisihkan wadah tersebut dan selesaikan berkemih.
Bahan urin harus segera dikirim ke laboratorium, karena penundaan akan
menyebabkan bakteri yang terdapat dalam urin berkembang biak dan penghitungan koloni
yang tumbuh pada biakan menunjukkan jumlah bakteri sebenarnya yang terdapat dalam urin
pada saat pengambilan. Sampel harus diterima maksimun 1 jam setelah penampungan.
Sampel harus sudah diperiksa dalam waktu 2 jam. Setiap sampel yang diterima lebih dari 2
jam setelah pengambilan tanpa bukti telah disimpan dalam kulkas, seharusnya tidak dikultur
dan sebaiknya dimintakan sampel baru. Bila pengiriman terpaksa ditunda, bahan urin harus
disimpan pada suhu 4o C selama tidak lebih dari 24 jam.
Pemeriksaan Kultur Urin. Deteksi jumlah bermakna kuman patogen (significant
bacteriuria) dari kultur urin merupakan baku emas untuk diagnosis ISK. Bila jumlah koloni
yang tumbuh ≥ 10 5 koloni/ml urin, maka dapat dipastikan bahwa bakteri yang tumbuh
merupakan penyebab ISK, sedangkan bila hanya tumbuh koloni dengan jumlah ≤ 10 3 koloni
/ ml urin, maka bakteri yang tumbuh kemungkinan besar hanya merupakan kontaminasi flora
normal dari muara uretra. Jika diperoleh jumlah koloni antara 10 3 -10 5 koloni/ml urin,
kemungkinan kontaminasi belum dapat disingkirkan dan sebaiknya dilakukan biakan ulang
dengan bahan urin yang baru. Bila lebih dari tiga jenis bakteri yang terisolasi, maka
kemungkinan besar bahan urin yang diperiksa telah terkontaminasi.

34
Diagnosa ISK dapat ditegakkan jika terdapat kultur urine positif ≥ 100.000 CFU/mL.
Positif ( dipstick) leukosit esterase ditemukan pada 64- 90 %. jika nitrit pada dipstik urine
positif, itu artinya terja konversi nitrat menjadi nitrit oleh bakteri gram negatif tertentu yang
sangat spesifik untuk infeksi saluran kemih yakni 50 %. tanda lainnya adalah ditemukannya
sel darah putih (leukosit) didalam urin yang merupakan indikator paling dapat diandalkan
infeksi (>10 WBC/hpf pada spesiment berputar) adalah 95 % tetapi jauh kurang spesifik
terhadap ISK. Secara umum > 100.000 koloni/mL pada kultur urine dianggap diagnostik
untuk ISK (M.Grabe dkk., 2015).
Diagnosis pada infeksi saluran kemih dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
(Tessy dkk., 2001).
1. Urinalisis
- Leukosuria Leukosuria atau piuria merupakan salah satu petunjuk penting terhadap dugaan
adanya ISK. Leukosuria dinyatakan positif bilamana terdapat lebih dari 5 leukosit/lapang
pandang besar (LPB) sedimen air kemih. Adanya leukosit silinder pada sedimen air kemih
menunjukkan adanya keterlibatan ginjal, namun adanya leukosuria tidak selalu menyatakan
adanya ISK karena dapat pula dijumpai pada inflamasi tanpa infeksi.
- Hematuria Hematuria dipakai oleh beberapa peneliti sebagai petunjuk adanya ISK yaitu
bilamana dijumpai 5-10 eritrosit/LPB sedimen air kemih. Hematuria dapat pula disebabkan
oleh berbagai keadaan patologis baik berupa kerusakan glomerulus ataupun oleh sebab lain
misalnya urolitiasis, tumor ginjal, atau nekrosis papilaris.

2. Bakteriologis
- Mikroskopis yaitu pemeriksaan mikroskopis dapat digunakan air kemih segar tanpa diputar
atau tanpa pewarnaan gram. Bakteri dinyatakan positif bermakna bilamana dijumpai satu
bakteri lapangan pandang minyak emersi.

35
- Biakan Bakteri yaitu pemeriksaan biakan bakteri contoh air kemih dimaksudkan untuk
memastikan diagnosis ISK yaitu 11 bila ditemukan bakteri dalam jumlah bermakna = 105
organisme pathogen/mL urin pada 2 contoh urin berurutan.
- Tes Kimiawi
Tes kimia dapat dipakai untuk penyaring adanya bakteriuria, diantaranya yang paling sering
dipakai ialah tes reduksi griess nitrate. Dasarnya adalah sebagian besar mikroba kecuali
enterococci, mereduksi nitrat bila dijumpai lebih dari 100.000-1.000.000 bakteri. Konversi ini
dapat dilihat dengan perubahan warna pada uji carik. Tes terutama dipakai untuk penyaringan
atau pengamatan pada pasien rawat jalan. Sensivitas pemeriksaan ini 90,7 % dan spesifisitas
99,1 % untuk mendeteksi bakteri gram-negatif. Hasil negatif palsu dapat terjadi, bila pasien
sebelumnya diet rendah nitrat, diuresis yang banyak, infeksi oleh enterococci dan
asinetobakter.
- Tes Plat-Celup (Dip-slide) Pabrik mengeluarkan biakan buatan yang berupa lempeng plastik
bertangkai di mana pada kedua sisi permukaannya dilapisi perbenihan padat khusus.
Lempeng tersebut dicelupkan ke dalam air kemih pasien atau dengan digenangi air kemih
setelah itu lempeng dimasukkan kembali ke dalam tabung plastik tempat penyimpanan
semula, lalu dilakukan pengeraman semalam pada suhu 37°C. Penentuan jumlah kuman/mL
dilakukan dengan membandingkan pola pertumbuhan pada lempeng perbenihan dengan
serangkaian gambar yang memperlihatkan keadaan kepadatan koloni yang sesuai dengan
jumlah kuman antara 1000 dan 10.000.000 dalam tiap mL air kemih yang diperiksa. Cara ini
mudah dilakukan, murah dan cukup akurat. Kekurangannya adalah jenis kuman dan
kepekaannya tidak dapat diketahui walaupun demikian plat celup ini dapat dikirim ke
laboratorium yang mempunyai fasilitas pembiakan dan tes kepekaan yang diperlukan.
- Pemeriksaan Radiologis dan Pemeriksaan Penunjang Lainnya Pemeriksaan radiologis pada
ISK dimaksudkan untuk mengetahui adanya batu atau kelainan anatomis yang merupakan
faktor predisposisi ISK. Pemeriksaan ini dapat berupa pielografi intravena, demikian pula
dengan pemeriksaan lainnya, misalnya ultrasonografi dan CT-scan.

Pemeriksaaan Penunjang
Infeksi saluran kemih dapat diketahui dengan beberapa gejala seperti demam, susah
buang air kecil, nyeri setelah buang air besar (disuria terminal), sering buang air kecil,
kadang-kadang merasa panas ketika berkemih, nyeri pinggang dan nyeri suprapubik.
Dikatakan ISK jika terdapat kultur urin positif ≥100.000 CFU/mL. Ditemukannya positif
(dipstick) leukosit esterase adalah 64 - 90%. Positif nitrit pada dipstick urin, menunjukkan
36
konversi nitrat menjadi nitrit oleh bakteri gram negatif tertentu (tidak gram positif), sangat
spesifik sekitar 50% untuk infeksi saluran kemih.
Temuan sel darah putih (leukosit) dalam urin (piuria) adalah indikator yang paling
dapat diandalkan infeksi (> 10 WBC / hpf pada spesimen berputar) adalah 95% sensitif tapi
jauh kurang spesifik untuk ISK. Secara umum, > 100.000 koloni/mL pada kultur urin
dianggap diagnostik untuk ISK (M.Grabe dkk, 2015). Penegakan diagnosis ISK selain
dengan manifestasi klinis juga diperlukan pemeriksaan penunjang seperti analisis urin rutin,
pemeriksaan mikroskop urin segar tanpa sentrifus, kultur urin juga jumlah kuman CFU/ml.
Cara pengambilan urin juga perlu diperhatikan agar terhindar dari kontaminasi bakteri yang
berada di kulit vagina atau preputium. Sampel urin ini dapat diambil dengan cara :
1. Aspirasi suprapubik sering dilakukan pada anak.
2. Kateterisasi per-uretra sering dilakukan pada wanita.
3. Miksi dengan mengambil urin porsi tengah.
Pemeriksaan leukosit dapat menggunakan dipstick maupun secara mikroskopis. Urin
dikatakan leukosituria jika secara mikroskopis didapatkan >10 leukosit per mm3 atau
terdapat >5 leukosit per lapang pandang. Selain leukosituria pada ISK juga dapat ditemukan
hematuria namun tidak dapat dijadikan indikasi terjadinya ISK. Pemeriksaan hematuria dan
protein dalam urin memiliki spesifitas dan sensitifitas yang rendah dalam diagnosis ISK.

37
Diagnosis Banding:
Yang penting adalah membedakan antara pielonefritis dan sistitis. Ingat akan
pielonefritis apabila didapatkan infeksi dengan hipertensi, disertai gejala-gejala

38
umum, adanya faktor predisposisi, fungsi konsentrasi ginjal menurun, respons
terhadap antibiotik kurang baik.

3.8 Memahami dan Menjelaskan Tatalaksana


Prinsip manajemen ISK bawah meliputi intake cairan yang banyak, antibiotika yang
adekuat, dan kalau perlu terapi simtomatik untuk alkalinisasi urin :
 Hampir 80% pasien akan memberikan respon setelah 48 jam dengan antibiotika tunggal;
seperti ampisilin 3 gram, trimetopirim 200 mg
 Bila infeksi menetap disertai kelainan urinalisis (lekosuria) diperlukan terapi
konvensional selama 5-10 hari
 Pemeriksaan mikroskopik urin dan biakan urin tidak diperlukan bila semua gejala hilang
dan tanpa lekosiuria
Reinfeksi berulang
 Disertai faktor presiposisi. Terapi antimikroba yang intensif diikuti koreksi faktor risiko
 Tanpa faktor predisposisi
- Asupan cairan banyak
- Cuci setelah melakukan senggama diikuti terapi antimikroba takaran tunggal (missal
trimetroprim 200 mg)
 Terapi antimikroba jangka lama sampai 6 bulan

Sindroma uretra akut (SUA)


Pasien dengan SUA dengan hitung kuman 103 – 105 memerlukan antibiotika
yan adekuat. Infeksi klamidia memberikan hasil yang baik dengan tetrasiklin. Infeksi
disebabkan mikroorganisme anaerobic diperlukan antimikroba yang serasi, missal
golongan kuinolon.

Prinsip umum penatalaksanaan ISK adalah :


1. Eradikasi bakteri penyebab dengan menggunakan antibiotik yang sesuai
2. Mengkoreksi kelainan anatomis yang merupakan faktor predisposisi

Tujuan penatalaksanaan ISK adalah mencegah dan menghilangkan gejala,


mencegah dan mengobati bakteriemia dan bakteriuria, mencegah dan mengurangi
risiko kerusakan ginjal yang mungkin timbul dengan pemberian obat-obatan yang

39
sensitif, murah, aman dengan efek samping yang minimal. Oleh karenan itu
pola pengobatan ISK harus sesuai dengan bentuk ISK, keadaan anatomi saluran
kemih,serta faktor-faktor penyerta lainnya. Bermacam cara pengobatan yang
dilakukan untuk berbagai bentuk yang berbeda dari ISK, antara lain :
1. Pengobatan dosis tunggal
2. Pengobatan jangka pendek (10-14 hari)
3. Pengobatan jangka panjang (4-6 minggu)
4. Pengobatan profilaksis dosis rendah
5. Pengobatan supresif.

Pilihan antimikroba berdasarkan Educated Guess(Farmakologi, FKUI)


Jenis infeksi Penyebab tersering Pilihan antimikroba

Sistitis akut E.coli, S.saprophyticus, kuman Nitrofurantion, ampisilin,


gram negative lainnya trimetroprim

Pielonefritis akut E.coli, kuman gram negative Untuk pasien rawat:


lainnya, Streptococcus Gentamisin(atau
aminoglikosida lainnya),
kotrikmoksazol
parenteral, sefalosporin
generasi III, aztreonam
Untuk pasien berobat
jalan:
Kotrimoksazol oral,
fluorokuinolon,
amoksisilin-asam
klavulanat
Prostatitis akut E.coli, kuman gram negative Kotrimoksazol atau
lainnya, E.faecalis fluorokuinolon, atau
aminoglikosid+ampisilin
parenteral
Prostatitis kronis E.coli, kuman gram negative Kotrimoksazol atau
lainnya, E.faecalis fluorokuinolon atau
trimetroprim

40
1. Yang termasuk aminoglikosida: gentamisin, tobramisin, netilmisin, dan amikasin
(streptomisin dan kanamisin tidak termasuk)
2. Yang termasuk sefalosporin generasi III:sefotaksim, sefoperazon, setriakson, seftazidin,
sefsulodin, moksalaktam, dll.
3. Yang termasuk fluorokuinolon:siprofloksasin, ofloksasin, pefloksasin, norfloksasin, dll.

SULFONAMID
Mekanisme kerja:Kuman memerlukan PABA(p-aminobenzoic-acid)untuk
membentuk asam folat yang digunakan untuk sintesis purin asam nukleat.
Sulfonamide merupakan penghambat kompetitif PABA.
Efek sulfonamide dihambat oleh adanya darah, nanah dan jaringan nekrotik,
karena kebutuhan mikroba akan asam folat berkurang dalam media yang mengandung
basa purin dan timidin.
Kombinasi dengan Trimetoprim menyebabkan hambatan berangkai dalam
reaksi pembentukan asam tetrahidrofolat.
Farmakokinetik
 Absorpsi : melalui saluran cerna mudah dan cepat, terutama pada usus halus, beberapa
jenis sulfa di absorpsi di lambung.
 Distribusi : Semua sulfonamis terikat dengan protein plasma terutama albumin dalam
derajat yang berbeda-beda. Obat ini tersebar ke seluruh jaringan tubuh, karena itu
berguna untuk infeksi sistemik
Obat dapat menembus sawar uri dan menimbulkan efek antimikroba dan efek
toksik pada janin.
Sulfonamide di bagi ke dalam 4 golongan besar:
1. sulfonamide dengan absorpsi dan eksresi cepat
2. sulfonamide yang hanya di absorpsi sedikit bila diberikan per-oral dan kerjanya dalam
lumen usus
3. sulfonamide yang terutama di gunakan untuk pemberian topicalsulfasetamid
4. sulfonamide dengan masa kerja panjang

SULFADOKSIN
Efek samping

41
1. Reaksi ini dapat hebat dan kadang bersifat letal. Bila mulai terlihat adannya gejala reaksi
toksik dan sensitisasi, pemakain secepat mungkin dihentikan. Dan tidak diberikan lagi.
2. Gangguan system hematopoetik:anemia hemolitik akut, Agranulositosis(sulfadiazine),
anemia aplastik, trombositopenia ringan, eosinofilia, gejala HPS.
3. Gangguan saluran kemih: anuria dan kematian dapat terjadi kristaluria atau
hematuria(jarang terjadi)
4. Reaksi alergi: gambaran HPS pada kulit dan mukosa bervariasi, berupa kelainan
morbiliform, purpura, petekia, eritema nodosum, eritema multiformis tipe stevens-
johnson, dll. Demam obat dapat terjadi(timbul demam tiba2, pada hari ke tujuh sampai ke
10 pengobatan, di sertai sakit kepala, menggigil, rasa lemah, dan erupsi kulit, semuanya
bersifat reversible).
5. Lain2:mual dan muntah
6. Tidak diberikan pada wanita hamil aterm

CORTIMOKSAZOL
1. Trimetropin + sulfametoksazol
2. Mikroba yang peka : enterobacter, klebsiella, diphteri, E.coli, S.aureus, S.viridans, dll
3. Untuk mikroba yang resisten sulfonamid agak resisten trimetropin
4. Farmako dinamik : 2 tahap berurutan rekasi enzimatis
a. Sulfo = hambat PABA,
b. Trime : hambat reaksi dari dehidrofolat → tetrahidrofolat
Farmako kinetik : karena trimetropin lipofilik → volume distribusi >> besar dari sulfa.
5. Indikasi : ISK, Iinfeksi Saluran Nafas, Infeksi Saluran Cerna, Infeksi Genital
6. Efek Samping : megaloblastosis, leukopenia atau trombositopenia, pada kulit karena
sulfonamid

GOL. PENISILIN
Farmako dinamik :
a. penisilin menginaktifkan protein yang berada dalam membran sel bakteri yang penting
untuk sintesis dinding sel sehingga bakteri menjadi lisin.
b. Destruksi dinding sel oleh autolisin / enzim degradatif yang dimiliki penisilin.
Farmako kinetik : ditentukan oleh stabilitas obat terhadap asam lambung dan beratnya
infeksi.
Cara pemberian :
42
Ampisilin + sulbaktam IV, IM
Tikarsilin + as. klavulanat
Amoksisilin ORAL
Amoksisilin + as. klavulanat
Absorbsi tidak lengkap secara oral, tetapi amoksisilin hampir lengkap di absorpsi,
absorbsi penisilin lainnya = penurunan jika ada makanan di dalam lambung = 30-60 menit
sebelum makan / 2-3 jam setelah makan. Distribusi ke seluruh tubuh, penisilin bisa melewati
sawar plasenta = tidak teratogenik. Tidak ke SSP
Ekskresi : melalui ginjal
Efek Samping : hipersensitivitas (angioedem, makulopapular, anafilaktik), diare, nefritis
(metisilin), neurotoksisitas, gangguan pembentukan darah (karbanesilin dan karsilin =
antipseudomonas), toksisitas kation
a. Tidak bisa untuk kuman B-laktamase
b. Resistensi E.Coli
c. Efek samping : reaksi alergi , Syok anafilaksis umumnya tidak toksik pada manusia
d. Dapat di gunakan secara oral dan parenteral.

GOL. CEPHALOSPORIN
1. Generasi 3 tunggal atau dalam kombinasi dengan aminoglikosida merupakan obat pilihan
utama untuk infeksi berat oleh Klebsiella , Enterobacter , Proteus , Providencia , Srratia ,
dan Haemophillus Spesies.
Farmakodinamik :
Generasi I : proteus, E.coli, klebsiella
Generasi II : Haemophilus, enterobacter, Neisseria=gram (-)
Generasi III : contoh : cefritriaavus, cefotaxim, ceftazidim (pseudomonas aeruginosa)
a. Farmako kinetik : IV karena absorbsi oral jelek, distribusi ; luas, ekskresi melaui
empedu ke dalam feses
b. Efek Samping : alergi, perdarahan jika diberikan bersama sefamandol atau
sefoperason = anti vitamin K
2. Efek samping : reaksi alergi , anafilaksis , dengan spasme bronkus dan urtikaria dapat
terjadi
3. Secara oral
4. Obat Mahal

43
GOL. TETRACYCLIN
1. Efektif untuk infeksi Chlamydia
2. Tidak boleh pada anak-anak dan wanita hamil.
3. Secara Oral
GOL. FLUOROKUINOLON
1. Efektif untuk ISK dengan atau tanpa penyulit disebabkan oleh kuman-kuman yang
multiresisten dan P.Aeruginosa.
2. Siprofloksasin, Norfloksasin, dan Ofloksasin untuk terapi Prostatitis bacterial akut
maupun kronis anak-anak dan ibu hamil tidak boleh.
Farmako dinamik : hambat pemisahan double helix DNA saat replikasi dan transkripsi
dengan bantuan enzim DNA girase → hambat DNA girase pada kuman dan bersifat
bakterisid
Untuk bakteri : kuinolon lama (gram (-)) E.coli, proteus, klebsiella, enterobakter
Flurokuinolon baru : gram (+), gram (-) dan kuman atipik (mycoplasma, klamidia)
Farmako kinetik : diserap baik di saluran cerna, dalam sediaan oral, hanya sakit yang terikat
protein, distribusi baik ke berbagai organ, capai kadar tinggi di prostat, T1/2 panjang → 2x
sehari diperlukan. Di metabolisme di hati, ekskresi ginjal sebagian empedu.
Indikasi : ISK, Infeksi saluran nafas, penyakit menular hubungan sex, infeksi tukak dan
sendi, dll.
Efek Samping : mual, muntah, tidak enak diperut : halunisasi, kejang ; hepatotoksik ;
fatotoksif dll.
Interaksi obat : antasit = habis berkuran, hambat teofilin, tidak dikombinasi dengan obat yang
dapat perpanjang interval Qtc.

AMINOGLIKOSIDA
1. Farmako dinamik : terhadap MO anaerobik rendah, transpor aminogliko butuh O2,
aktivitas terhadap gram (+) terbatas, aktifitas dipengaruhi pH (alkali lebih tinggi),
aerobik-anarobik, keadaan hiperkapnik. Berdifusi lewat kanal air yang dibentuk porin
protein pada membran luar bakteri gram (-) masuk ke ruang periplasmik. Setelah masuk
sel terikat pada ribosom 30 s dan hambat sintesis protein → kerusakan membran sitosol
→ mati. Bersifat bakterisid.
2. Farmako kinetik : sangat polar, sukar di absorbsi di saluran cerna, per oral hanya untuk
efek lokal di saluran cerna. Untuk kadar sistemik → parenteral, ikatan protein rendah

44
kecuali streptomisin ± 30-50%. Distribusi ke dalam cairan otak sangat terbatas, ekskresi
di ginjal, kadar dalam urin capai 50-200 mg/ml, gangguan ginjal hambat ekskresi.
3. Efek samping : alergi, reaksi iritasi (rasa nyeri di tempat suntik), toksik (gangguan
pendengaran dan keseimbangan), ototoksik pada N. VII, nefrotoksik.
a. Kanamisin : untuk E.coli, enterobacter, klebsiella, proteus dll (untuk ISK)
b. Gentamisin, tobramisin, dan netilmisin Indikasi : infeksi karena proteus,
pseudomanas, klebsiella, E.colli, enterobacter
c. Amikasin : untuk E.coli, P.aeruginosa, proteus, Enterobacter

ANTISEPTIK
1. Metenamin
a. Indikasi : Untuk Profilaksis terhadap ISK berulang khususnya bila ada residu
kemih.Tidak diindikasikan untuk infeksi akut saluran kemih.
b. Untuk berbagai jenis mikroba, kecuali proteus
c. Efek Samping : iritasi lambung (>500 g ), 4-8 gram/sehari >> 3 mg, iritasi saluran
kemih, proteinuria, hematuria, erupsi kulit.
d. Kontra Indikasi : dengan gangguan hati, tidak untuk gagal ginjal, tidak diberikan
bersama sulfonamid.
e. Interaksi obat : susu, antasid tidak diberikan → meningkatkan pH
f. Oral 4 x 1 gram/hari

2. Nitrofrantoin
a. Indikasi : Mengobati bakteriuria yang disebabkan oleh ISK bagian bawah
penggunanya terbatas untuk tujuan profilaksis atau pengobatan supresif ISK
menahun yaitu setelah kuman penyebabnya dibasmi atau dikurangi dalam
antimikroba lain dengan yang lebih sensitive.
b. Unruk E.coli, proteus, klebsiella, enterobacter, enterokokus
c. Farmako Kinetik : lengkap dan cepat absorbsi di saluran cerna, dengan makanan
dapat menurunkan inhalasi kambung dan menigkatkan bioavailibitasnya, terikat
protein plasma, ekskresi di ginjal, T1/2 20 menit, urin agak cokelat
d. Kontra Indikasi : Untuk gagal ginjal dengan klirens kreatinin < 40 ml/menit, hamil,
bayi < 3 bulan → anemia hemolitik
e. Efek Samping : mual, muntah dan siare ; sakit kepala vertigo, nyeri otot.

45
3. Asam nalidiksat
a. Indikasi : ISK bawah tanpa penyulit contohnya : Sistitis akut tidak efektif untuk ISK
bagian atas contohnya : Pielonefritis.
b. Farmako Dinamik : hambat enzim DNA grase bakteri, bakterisid terhadap kuman
penyebab ISK, E.coli, proteus, klebsiella, pseudomonas resisten.
c. Farmako Kintetik : per oral, 95% terikat protein plasma, sehingga diubah jadi asam
hidroksinalidiksat, masa penuh 11/2 – 2 jam
d. Efek Samping : mual, muntah, urtikaria ; diare demam fosfosensitivitas : sakit
kepala, ngantuk, vertigo, meningkat pada pasien epilepsi, parkinson.
e. Kontra Indikasi : bayi < 3 bulan, trisemester p1 hamil : hati-hati untuk gangguan hati
atau ginjal : pembesaran dengan nitrofurantonin
f. Dosis : 4 x 500 mg/hr

4. Fosfomisin trometamin
a. Indikasi : ISK tanpa komplikasi ( Sistitis akut ) pada wanita yang disebabkan oleh
E.Coli dan E.Faeccalis
b. Efek samping : Diare , Mual , Sakit kepala , Vaginitis
c. Farmako Dinamik : hambat tahap awal sintesis dinding sel kuman
d. Farmako Kinetik : Biovailibilitas oral hanya 37%, dengan makanan menurunkan
penyerapan, tidak terikat protein plasma, ekskresi renal 38%, ekskresi di urin dan
tinja
e. Efek Samping : mual, muntah, diare, sakit kepala, bisa untuk wanita hamil,
f. Sediaan ; bubuk 3 gram dicampur air ± 100 ml tidak boleh dengan air panas
Perlu di perhatikan bahwa ada beberapa antibiotik tidak boleh dipergunakan
selama masa kehamilan karena dapat menyebabkan toksik pada janin, seperti
nitrofurantion, asam nalidik, dan tetrasiklin.

3.9 Memahami dan Menjelaskan Komplikasi


Komplikasi infeksi saluran kemih tergantung dari tipe yaitu infeksi saluran kemih tipe

sederhana (uncomplicated) dan tipe berkomplikasi (complicated):

46
1. Infeksi saluran kemih sederhana (uncomplicated) Infeksi saluran kemih akut tipe

sederhana (cystisis) yaitu non-obstruksi dan bukan perempuan hamil merupakan

penyakit ringan (self limited disiase) dan tidak menyebabkan akibat lanjut jangka lama.

2. Infeksi saluran kemih berkomplikasi (complicated) - Infeksi saluran kemih selama

kehamilan - Infeksi saluran kemih pada diabetes melitus (Mazzulli T, 2012).

3.10 Memahami dan Menjelaskan Prognosis


ISK tanpa kelainan anatomis mempunyai prognosis lebih baik bila dilakukan
pengobatan pada fase akut yang adekuat dan disertai pengawasan terhadap
kemungkinan infeksi berulang. Prognosis jangka panjang pada sebagian besar
penderita dengan kelainan anatomis umumnya kurang memuaskan meskipun telah
diberikan pengobatan yang adekuat dan dilakukan koreksi bedah. Hal ini terjadi
terutama pada penderita dengan nefropati refluks. Deteksi dini terhadap adanya
kelainan anatomis, pengobatan yang segera pada fase akut. Kerjasama yang baik
antara dokter, ahli bedah urologi dan orang tua penderita sangat diperlukan untuk
mencegah terjadinya perburukan yang mengarah pada terminal gagal ginjal kronis.

3.11 Memahami dan Menjelaskan Pencegahan


Data epidemiologi klinik mengungkapkan uji saring bekteriuria asimtomatik bersifat
selektif dengan tujuan utama untuk mencegah menjadi bekteriuria disertai presentasi klinik
ISK. Uji daring bacteriuria asimtomatik harus rutin dengan jadwal tertentu untuk kelompok
pasien perempuan hamil, pasien DM terutama perempuan, dan pasca transplantasi ginjal
perempuan dan laki – laki, dan kateterisasi laki – laki dan perempuan.

4. Memahami dan Menjelaskan Kenajisan Urin dan Darah dalam Islam dan Cara
Mensucikannya
Air Kencing Manusia Adalah Najis
Berbeda dengan air kencing binatang ternak, yang para ulama berbeda
pendapat tentang statusnya, apakah suci atau najis, untuk air kencing manusia, semua
ulama sepakat tentang kenajisannya.
Berkata Imam Nawawi :

47
َ‫اع ْال ُم ْسلِ ِم ْين‬
ِ ‫فَأ َ َّما بَوْ ُل اآْل َد ِم ِّى ْال َكبِي ِْر فَنَ َجسٌ بِاِجْ ِم‬
 “Adapun air kencing orang dewasa adalah najis menurut kesepakatan para ulama.“
Hal itu berdasarkan dalil-dalil di bawah ini :
Pertama : Firman Allah subhanau wata’ala :
َ ِ‫ت َويُ َح ِّر ُم َعلَ ْي ِه ُم ْال َخبَائ‬
‫ث‬ ِ ‫َويُ ِحلُّ لَهُ ُم الطَّيِّبَا‬
          “Dan yang menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi
mereka segala yang buruk .“  (Qs. al-A’raf : 157)
Menurut Imam Malik bahwa segala yang buruk adalah segala sesuatu yang
diharamkan di dalam Islam, sedang menurut Imam Syafi’I bahwa segala sesuatu yang
buruk adalah segala sesuatu yang diharamkan untuk dimakan dan segala sesuatu yang
jijik.  Dari kedua pendapat ulama tersebut, maka air kencing termasuk sesuatu yang
najis.  

Kedua : hadist Ibnu Abbas :  


‫ير أَ َّما أَ َح ُدهُ َما فَ َكانَ اَل يَ ْستَتِ ُر‬
ٍ ِ‫ان فِي َكب‬ ِ َ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم بِقَ ْب َر ْي ِن فَقَا َل إِنَّهُ َما لَيُ َع َّذبَا ِن َو َما يُ َع َّذب‬
َ ‫ َم َّر النَّبِ ُّي‬: ‫ال‬
َ َ‫س ق‬
ٍ ‫ع َْن ا ْب ِن َعبَّا‬
‫ُول هَّللا ِ لِ َم‬
َ ‫طبَةً فَ َشقَّهَا نِصْ فَي ِْن فَ َغ َر َز فِي ُك ِّل قَب ٍْر َوا ِح َدةً قَالُوا يَا َرس‬ ْ ‫ِم ْن ْالبَوْ ِل َوأَ َّما اآْل خَ ُر فَ َكانَ يَ ْم ِشي بِالنَّ ِمي َم ِة ثُ َّم أَ َخ َذ َج ِري َدةً َر‬
‫فَ َع ْلتَ هَ َذا قَا َل لَ َعلَّهُ يُ َخفِّفُ َع ْنهُ َما َما لَ ْم يَ ْيبَ َسا‬
Dari Ibnu 'Abbas berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam lewat di dekat dua
kuburan, lalu beliau bersabda: "Sesungguhnya keduanya sedang disiksa, dan keduanya
disiksa bukan karena dosa besar. Yang satu disiksa karena tidak bersuci setelah kencing,
sementara yang satunya suka mengadu domba." Kemudian beliau mengambil sebatang
dahan kurma yang masih basah, beliau lalu membelahnya menjadi dua bagian kemudian
menancapkannya pada masing-masing kuburan tersebut. Para sahabat pun bertanya,
"Wahai Rasulullah, kenapa engkau melakukan ini?" beliau menjawab: "Semoga siksa
keduanya diringankan selama batang pohon ini basah." (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadist di atas menjelaskan bahwa orang yang tidak bersuci (cebok) setelah kencing akan
diadzab di dalam kuburan, hal ini menunjukkan bahwa air kencing itu najis.

Ketiga : hadist orang Badui yang kencing di masjid :


َ ‫ال فِي ْال َم ْس ِج ِد فَتَنَا َولَهُ النَّاسُ فَقَا َل لَهُ ْم النَّبِ ُّي‬
‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َدعُوهُ َوه َِريقُوا َعلَى بَوْ لِ ِه‬ َ َ‫عن أَبِي هُ َر ْي َرةَ قَا َل قَا َم أَ ْع َرابِ ٌّي فَب‬
ِ ‫ِّرينَ َولَ ْم تُ ْب َعثُوا ُم َعس‬
َ‫ِّرين‬ ِ ‫َسجْ اًل ِم ْن َما ٍء أَوْ َذنُوبًا ِم ْن َما ٍء فَإِنَّ َما بُ ِع ْثتُ ْم ُميَس‬
 Abu Hurairah berkata, "Seorang Arab badui berdiri dan kencing di Masjid, lalu orang-
orang ingin mengusirnya. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pun bersabda kepada
mereka: "Biarkanlah dia dan siramlah bekas kencingnya dengan setimba air, atau dengan
48
seember air, sesungguhnya kalian diutus untuk memberi kemudahan dan tidak diutus untuk
membuat kesulitan." (HR. Bukhari)
Perintah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam untuk menyiram bekas air kencing dengan
air, menunjukkan bahwa air kencing itu najis.

Keempat :  Hadist Anas bin Malik :


‫ب ْالقَب ِْر ِمنَه‬
ِ ‫ تَنَ َّزهُوا ِمنَ ْالبَوْ ِل ؛ فَإ ِ َّن عَا َّمةَ َع َذا‬: ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
َ ِ‫ قَا َل َرسُو ُل هللا‬: ‫ع َْن أَنس قَا َل‬
Dari Anas, bahwasanya ia berkata, bahwasanya Rasulullah shallallahu ’alahi wassalam
bersabda : “Bersihkan dari air kencing, karena sesungguhnya kebanyakan adzab kubur itu
dari air kencing (yang tidak dibersihkan)“ (HR. Daruquthni)
Darah
Darah manusia itu najis hukumnya, yaitu darah yang mengalir keluar dalam
jumlah yang besar dari dalam tubuh. Dan dasarnya adalah firman Allah Subhanahu
Wa Ta’ala:
“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan atasmu bangkai dan darah.” (QS  An-Nahl:
115).
Selain itu juga ada hadits Nabi yang menyebutkan bahwa pakaian yang terkena
darah dan benda-benda najis lainnya harus dicuci.
Dari Ammar bin Yasir radhiyallahuanhu berkata bahwa Rasulullah Shalallahu
‘Alaihi wa Sallam bersabda,”Sesungguhnya pakaian itu harus dicuci bila terkena
mani, air kencing dan darah”. (HR. Ad Daruquthny)
Dari Asma’ binti Abu Bakar berkata bahwa ada seorang wanita mendatangi
Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam dan bertanya,”Aku mendapati pakaian salah
seorang kami terkena darah haidh, apa yang harus dia lakukan?”. Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab,” ia kupas dan lepaskan darah itu lalu ia
kerok dengan ujung jari dan kuku sambil dibilas air kemudian ia cuci kemudian ia
shalat dengannya”. (HR. Bukhari)

a. Bukan Najis: Darah Dalam Tubuh


Darah yang mengalir di dalam tubuh hukumnya tidak najis, yang najis adalah
darah yang mengalir keluar dari tubuh, sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa
Ta’ala:
…”atau darah yang mengalir.” (QS  Al An’am: 145)

49
Termasuk yang menjadi pengecualian adalah organorgan yang terbentuk atau
menjadi pusat berkumpulnya darah seperti hati, jantung dan limpa dan lainnya. Semua
organ itu tidak termasuk najis, karena bukan berbentuk darah yang mengalir.
Maka orang yang menerima sumbangan donor darah dari luar, ketika darah itu
masih berada di dalam kantung, hukumnya najis dan tidak boleh shalat sambil
membawa kantung berisi darah. Tetapi bila darah itu sudah disuntikkan ke dalam
tubuh seseorang, maka darah yang sudah masuk ke dalam tubuh itu tidak terhitung
sebagai benda najis.
Kalau masih tetap dianggap najis, maka seluruh manusia pun pasti
mengandung darah juga. Apakah tubuh manusia itu najis karena di dalamnya ada
darahnya? Jawabannya tentu saja tidak najis, karena darah yang najis hanyalah darah
yang keluar dari tubuh seseorang.

b. Bukan Najis: Darah Syuhada’


Darah yang juga hukumnya bukan darah najis adalah darah yang mengalir dari
tubuh muslim yang mati syahid (syuhada’). Umumnya para ulama sepakat
mengatakan bahwa darah orang yang mati syahid itu hukumnya tidak termasuk najis.
Dasar dari kesucian darah para syuhada adalah sabda Rasulullah Shalallahu
‘Alaihi wa Sallam:”
Bungkuslah jasad mereka (syuhada’) sekalian dengan darahdarahnya juga.
Sesungguhnya mereka akan datang di hari kiamat dengan berdarah-darah, warnanya
warna darah namun aromanya seharum kesturi. (HR. An-Nasai dan Ahmad)
Namun para ulama mengatakan darah syuhada yang suci itu hanya bila darah
itu masih menempel di tubuh mereka. Sedangkan bila darah itu terlepas atau tercecer
dari tubuh, hukumnya tetap hukum darah seperti umumnya, yaitu najis.

c. Bukan Najis: Darah Yang Dimaafkan


Para ulama juga mengenal istilah kenajisan darah yang dimaafkan. Artinya
meski pun wujudnya memang darah, namun karena jumlahnya sedikit sekali,
kenajisannya dianggap tidak berlaku. Namun mereka berbeda pendapat tentang
batasan dari sedikitnya darah yang dimaafkan kenajisannya itu.
- Al Hanafiyah
Al-Hanafiyah mengatakan bahwa batasannya adalah darah itu tidak terlalu
besar mengalir ke luar tubuh melebihi lebarnay lubang tempat keluarnya darah itu.
50
Mazhab ini juga memaafkan najis darah dari kecoak dan kutu busuk, karena dianggap
sulit seseorang untuk bisa terhindar dari keduanya.
Terkait dengan darah, hewan air atau hewan yang hidup di laut yang keluar
darah dari tubuhnya secara banyak tidak najis. Hal itu disebabkan karena ikan itu
hukumnya tidak najis meski sudah mati.

- Al Malikiyah
Dalam pandangan mazhab Al Malikiyah, darah yang kenajisannya dimaafkan
adalah darah yang keluar dari tubuh, tapi ukurannya tidak melebihi ukuran uang
dirham,
bila terlepas dari tubuh.

- Asy-Syafi’iyah
Mazhab Asy-Syafi’iyah mengatakan bahwa darah yang kenajisannya
dimaafkan adalah darah yang jumlahnya sangat sedikit sekali. Namun mazhab ini
tidak menyebutkan ukurannya secara tepat. Ukurannya menurut ‘urf masingmasing
saja.
Selain itu yang juga termasuk dimaafkan adalah darah yang keluar dari tubuh
seseorang karena lecet atau sisa pengeluaran darah dalam donor darah. Demikian juga
darah kecoak dan kutu busuk, termasuk yang dimaafkan. Juga darah yang tidak
nampak oleh mata kita, bila terjadi pendarahan pada bagian tubuh tertentu, termasuk
yang dimaafkan.

51
Daftar Pustaka

Sukandar, E. 2014. Infeksi Saluran Kemih Pasien Dewasa. In: S. Setiati, et al. eds. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi 3. Jakarta: Interna Publishing, pp. 2129 -
2136.
Aru W, Sudoyo. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi V.Jakarta: Interna
Publishing.
Sherwood, L., 2013. Urinary System. In: Introduction to Human Physiology. China:
Brooks/Cole Cengage Learning, pp. 569 - 572.
Moore, K. L., Dalley, A. F. & Agur, A. M. R., 2014. Moore Clinically Oriented Anatomy.
7th Edition ed. Baltimore: Lippincott-Williams & Wilkins, a Wolters Kluwer
business.
Melliawati, R. 2009. Escherichia coli Dalam Kehidupan Manusia. Biotrends. 4 : 1
Chenari M et al, 2012. Assessment of Urine Analysis Diagnostic Role: A Cross-Sectional
Study in South Eastern of Iran. Journal of Urology. 2: 227-231.
Ocviyanti,D., Fernando,D., 2012, Tata Laksana dan Pencegahan Infeksi
SaluranKemihpadaKehamilan.Dalam:http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/id
nmed/article/view/1258. Dikutip tanggal 4 April 2021.
Joey, 2013. Distribusi Bakteri Aerob Penyebab Infeksi Saluran Kemih pada Pasien Rawat
Jalan dan Rawat Inap di RSUP H. Adam Malik Medan Periode Januari 2013 – Juni
2013. Repository USU.
Woodford J, George J, 2011. Diagnosis and Management of Urinary Infections in Older
People. Clinical Medicine; 11(1): 80-83.
M. Grabe (Chair), R.Bartoletti, T.E. Bjerklund johansen, T.Cai, M. Cek, B.Koves, K.G.Nabe,
R.S. Pickard, P. Tenke, F. Wagenlehner, B.Wult. 2015. Guideline on urological
infection. Europian Association of Urology.
Tessy, A. & Suwanto, A., 2001. Infeksi Saluran Kemih dalam Buku Ajar Ilmu Jilid II E.
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, ed., Jakarta.
Elizabeth J. Corwin. 2009.Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta: AdityaMedia.

52
53

Anda mungkin juga menyukai