Ebook Childfree, Bagaimana Muslim Harus Bersikap
Ebook Childfree, Bagaimana Muslim Harus Bersikap
2
CHILDFREE, “BAGAIMANA MUSLIM
HARUS BERSIKAP”
https://www.instagram.com/auliarozaq11
maulia401@gmail.com
Ukuran : 14,8 CM x 21 CM
3
MUQODIMAH
1
Abdurrahman bin Syaikh al-Attas, Miftah al-Falah fii Fadho’il an-
Nikah, (Sukabumi: Ma’had Masyhad an-Nur li Tarbiyah al-Akhlaq
wa al-Adab, tt), hal. 10.
5
sebab ia didasarkan pada persetujuan antara dua pihak
di atas kerelaan, namun ternyata, hal tersebut
menyelisihi fitrah manusia, karena manusia baik laki-laki
maupun perempuan, tentu ingin memiliki anak yang
menjadi penerusnya kelak. Dalam Islam, anak bukan
hanya sekadar keturunan yang hanya mengikuti apa
yang ibu dan bapaknya lakukan, ia adalah investasi
terbaik bagi kedua orang tuanya, agama, masyarakat,
dan negara. Karena doa anaknya yang shalih dan
shalihah Allah limpahkan ampunan dan rahmat bagi
kedua orang tuanya tatkala keduanya menghadap Sang
Pencipta, didikan terbaik terhadap anaknya menjadikan
ia manusia yang bermanfaat bagi sesama, menjadi
pemimpin yang gagah berani layaknya Al-Fatih dan
Shalahuddin al-Ayubi, dan menjadi anak yang sopan,
santun lagi penyayang sebagaimana sayangnya Abu
Hurairah pada Ibunya. Kebaikan yang ditanamkan pada
anak sejak kecil, akan terus ia kerjakan sehingga
bermanfaat bagi dirinya juga menjadi amal jariyah bagi
kedua orang tuanya.
2
Childfree.net
8
rahmat dan ampunan bagimu, karena doa anakmu yang
tiap hari ia lantunkan “Allahumagfirli Waliwalidayya
Warhamhumma Kama Robbayani Shagiro”. Wahai Tuhanku,
ampunilah diriku dan kedua orang tuaku, serta
sayangilah mereka sebagaimana mereka mendidik
merawatku sejak diriku masih kecil. Ternyata, bayi
kecilmu yang Engkau gendong susah payah, dengan
tangisannya yang tiap hari mengganggu nyeyaknya
tidurmu, aroma tak sedap dari kotorannya yang tiap hari
Engkau bersihkan dengan kesabaran dan kasih
sayangmu, telah tumbuh dewasa menjadi manusia yang
sempurna, bermanfaat bagi sesama dan menjadi
penolong tatkala ajal datang menghampirimu.
9
Lembang, 23 Agustus 2021
10
DAFTAR ISI
MUQODIMAH ....................................................................... 4
CHILDFREE .......................................................................... 12
BERADABLAH .................................................................... 43
IKHTITAM ............................................................................ 60
11
CHILDFREE
3
https://www.dictionary.com/browse/childfree
4
https://dictionary.cambridge.org/amp/english/child-free
12
menyiratkan seseorang atau pasangan yang
menginginkan anak tetapi tidak memiliki).5
https://www.urbandictionary.com/define.php?term=childfree&=
true
6
Linda Drain Underhill, “'Childfree' Semantics” Science News, Vol.
111, No. 20 (14 Mei, 1977), hal. 307.
13
memiliki anak berdasarkan pilihan. Kedua. bermakna
tidak memiliki anak karena kondisi yang mengharuskan
demikian, misalnya karena penyakit, kesehatan, dll.
7
Christian Agrillo & Cristian Nelini, “Childfree by choice: a review”
Journal of Cultural Geography Vol. 25, No. 3, Oktober 2008, hal. 347.
14
antara akibat gaya hidup childfree ini adalah menurunnya
angka kelahiran bayi di Barat sana. Menurut angka Biro
Sensus AS, persentase pasangan tanpa anak meningkat
tiga kali lipat antara tahun 1967 dan 1971, meningkat dari
1,3% menjadi 3,9%.8 Sementara itu, berdasarkan data
National Center for Health Statistics 2002, pada tahun
2000, hampir 19% wanita di awal umur 40-an dan 29% di
awal 30-an tidak memiliki anak.9 Dalam data yang lain
disebutkan bahwa angka kelahiran menurun secara
signifikan selama 40 tahun terakhir. Di Amerika Serikat,
persentase wanita yang belum melahirkan pada usia 40-
an hampir dua kali lipat sejak 1976, sementara itu 10%
wanita tidak pernah melahirkan pada usia 40-an.10
Sedangkan di Inggris, diperkirakan sebanyak 25% wanita
yang lahir pada tahun 1973 tidak akan memiliki anak,
data ini termuat dalam artikel yang dipublikasi pada
tahun 2003, artinya sebanyak 25% perempuan berumur
30 tahun di sana berencana untuk tidak memiliki anak.11
8
Ross, J. and Kahan, J.P, “Children by choice or by chance: the perceived
effects of parity” . Sex Roles, Vol. 9.
9
Christian Agrillo & Cristian Nelini, op.cit, hal. 347.
10
Amy blackstone, “Childless… or childfree?” Contexts, Vol. 13, No. 4,
hal. 68.
11
Rosemary Gillespie, “Childfree And Feminine: Understanding the
Gender Identity of Voluntarily Childless Women”, Gender & Society,Vol.
17, 2003, hal. 122.
15
Studi menunjukan bahwa semakin banyak perempuan di
Eropa Barat dan Amerika Utara yang menolak menjadi
ibu dan memilih untuk tetap childfree.12
12
Ibid.
13
Dalam definisi lain, istilah childfree biasa disebut dengan voluntary
childless atau voluntary childlessness, tentunya ini berbeda dengan
childless, sebab kata voluntary memiliki makna sukarela, sehingga
maksudnya adalah tidak memiliki anak secara sukarela.
14
Maksud dari mobilitas spontan adalah kemampuan bergerak
kemanapun yang dibutuhkan dengan spontan, sebagai contoh,
16
wawancara lain, seorang bernama Steve yang berumur
30 tahun mengatakan, “I want to be able to travel. I want to
be able to do things that I would not be able to do if I had kids”
[Saya ingin bisa bepergian. Saya ingin dapat melakukan
hal-hal yang tidak akan dapat saya lakukan jika saya
memiliki anak].16 Hal ini dikuatkan dengan pemaparan
Amy dalam artikelnya, terkait dengan dorongan bagi
perempuan dan laki-laki untuk childfree, perempuan
yang memutuskan untuk childfree dan tidak menjadi
orang tua kebanyakan beralasan untuk mengembangkan
karir mereka, sementara bagi laki-laki, tingginya biaya
untuk membesarkan anak serta fleksibilitas finansial
menjadi alasan mengapa mereka childfree.17 Sementara
itu, alasan-alasan lain yang mendasari orang untuk
memutuskan childfree adalah karena hubungan keluarga
yang kurang baik, menjaga hubungan dirinya dengan
18
Hal ini tidak kami jelaskan di sini, sebab akan membutuhkan
waktu yang lebih lama serta penjelasan yang lebih luas.
18
yang melatarbelakangi childfree ini. Kendati demikian,
alasan yang paling banyak digunakan untuk childfree
adalah alasan bahwa memiliki anak akan merenggut
kebebasan, menghalangi mobilitas, memerlukan banyak
biaya dan membutuhkan banyak tenaga. Kebanyakan
mereka yang memilih childfree adalah mereka yang juga
banyak menentang keibuan atau menolak menjadi ibu
juga menjadi orang tua, sebab menjadi orang tua adalah
hal yang melelahkan dan penuh tanggung jawab.
Sebagaimana dikatakan oleh Judy Graham yang
merupakan konselor di WomenHood, ia
mengungkapkan “child-free is used by women who decided
against motherhood” [childfree digunakan oleh perempuan
yang memutuskan untuk tidak menjadi ibu]. Selain itu,
kita harus pahami juga bahwa childfree di Barat sudah
menjadi sebuah gaya hidup. Pertanyaannya, apa boleh
childfree jadi gaya hidup seorang Muslim???.
19
Nicki Defago, Childfree and Loving it, (London: Fusion Press, 2005),
hal. 12.
20
SELAYANG PANDANG TENTANG
MENIKAH, TUJUAN DAN FAIDAHNYA
20
Muhammad Shalih al-Utsaimin, az-Zawaj wa Majmuatu As’ilah fii
Ahkamihi¸(Uzaynah: Muassasah Syaikh Muhammad bin Shalih al-
Utsaimin, 2000), hal. 12.
21
As-Sarkhasi, al-Mabsuth, (Beirut: Dar al-Ma’rifah, 1993), jilid. 4, hal.
192.
21
Tentunya sudah menjadi fitrah semua manusia,
laki-laki dan perempuan untuk menikah, menjalin
perjanjian suci, dan membentuk keluarga yang baik dan
shalih. Ada banyak tujuan dan maksud dari menikah,
sebagian ulama menyepakati bahwa tujuan dari
pernikahan di antaranya adalah menjaga diri dari zina
dan memiliki anak, sementara sebagian yang lain
mengatakan bahwa tujuan menikah adalah menjaga diri
dari zina juga mendekatkan diri pada Allah, sementara
memiliki anak dan keturunan dimasukan ke dalam
fadhilah atau keutamaan dalam menikah, sebab memiliki
keturunan merupakan salah satu konsekwensi dari
pernikahan dan dengan pernikahanlah sepasang suami-
istri bisa memiliki keturunan.
22
Abu Ishaq al-Huwayni, al-Insyirah fi Adab an-Nikah, (Beirut: Dar al-
Kitab al-Arabiy, 1987), hal. 93.
22
kemaluan, dan menjaga nasab.23Ia menegaskan, bahwa
tidak ada khilaf atau perselisihan di kalangan para ahli
fiqih (fuqoha) bahwa mengharapkan anak dalam
pernikahan adalah di antara pokok tujuan menikah.
Dalam kata lain, menikah dimaksudkan untuk
melanjutkan keberlangsungan hidup manusia dan
menjaganya dari kemusnahan. Masih menurutnya,
jikapun terdapat tujuan lain, maka tujuan terpenting
dalam pernikahan ialah bereproduksi atau melahirkan
anak (al-injab).24 Hal ini didasari pada hadits nabi SAW
“tazawwaju al-waduda al-waluda fainni mukatsirun bikum al-
umama yauma al-qiyamah”[nikahilah perempuan yang
penyayang dan melahirkan banyak anak, karena aku
berbangga atas banyaknya kalian pada hari
kiamat]. Masih tentang keturunan, Syaikh at-Tahtawi
25
23
Hasan as-Sayyid Hamid Khitob, Maqashid an-Nikah wa Atsariha,
(Madinah: Universitas Taibah, 2009), hal. 12.
24
Ibid.
25
Diriwayatkan oleh banyak muhadits dalam kitab-kitab yang
beragam. Riwayat abu dawud, ibnu Hibban, an-Nasa’i, dll.
26
At-Tahtawi, Syarh Kitab an-Nikah, (Libanon: Dar al-Kutub al-
Ilmiyyah, 2005), hal. 25.
23
anak merupakan manfaat bagi masyarakat juga bagi
keluarga. Sudah barang tentu, banyaknya keturunan
haruslah dengan perencanaan yang tepat, baik, serta
penuh pertimbangan. Jangan sampai banyaknya
keturunan justru membuat keluarga kewalahan dalam
mengurusnya sampai-sampai banyak hak anak yang
tidak terpenuhi. Oleh karena itu, bagi mereka yang ingin
menikah dan berketurunan, sudah semestinya
membekali diri dengan ilmu-ilmu yang berkaitan dengan
pernikahan dan berkeluarga, sebab dengan itulah
kemaslahatan mampu dicapai dan diwujudkan.
25
TAHDID AN-NASL (MEMBATASI
KETURUNAN)
27
Sofa Khalid Hamid Zayn, Tesis, Tandzim an-Nasl fii Fiqh al-Islamiy,
(Nablus: Jamiah an-Najah al-Wathaniyyah, 2005), hal. 60.
28
Muhammad Abdus as-Salam, dkk, Nidzom al-Usrah fi al-Islam,
(Kuwait: Maktabah al-Falah, 1986), hal. 169.
26
Pendapat yang paling kuat dan rajih menunjukan bahwa
membatasi keturunan adalah perkara yang haram
dilakukan. Sayyid Muhammad bin Alawi bin Abbas al-
Maliki al-Hasani dalam kitabnya Adab al-Islam fi Nidzom
al-Usrah mengatakan bahwa kebanyakan orang tidak
bisa membedakan antara membatasi keturunan sebagai
prinsip dan pemikiran dengan pembatasan keturunan
karena kondisi pribadi yang mengharuskan demikian
(darurat syakhsiyyah khossoh). Sebab pemikiran tersebut -
tahdid an-nasl- jelas merupakan pemikiran yang buruk
juga kufur.29Kemudian beliau menukil fatwa yang
dikeluarkan oleh Lembaga Ulama Saudi (Hayi’ah Kibar
Ulama) nomor 42 tahun 13/4/1396 Hijriyah yang kurang
lebih menyatakan bahwa syariat Islam menganjurkan
sepasang suami-istri berketurunan dan
memperbanyaknya, sebab anak atau keturunan nikmat
yang teramat besar yang Allah anugerahkan pada
hamba-hambanya.30 Adapun pandangan syariat
terhadap tahdid an-nasl atau mencegah kehamilan -dengan
tujuan membatasi- bertabrakan dengan fitrah manusia.
Oleh karena itu, pembatasan keturunan ini tidak
29
Sayyid Muhammad bin Alawi bin Abbas al-Maliki, Adab al-Islam fii
Nidzom al-Usrah, (Mekkah: Maktabah Malik Fahd al-Wathaniyyah,
2001), hal. 160.
30
Ibid. hal. 162-163.
27
diperbolehkan secara mutlak, juga tidak diperbolehkan
mencegah kehamilan jika saja hal tersebut
dilatarbelakangi karena takut hidup melarat dan jatuh
miskin. Adapun jika hal tersebut -mencegah kehamilan-
dikarenakan kedaruratan yang jelas keberadaannya,
seperti perempuan yang ketika ia melahirkan tidak
melahirkan dalam keadaan normal dan diharuskan
dilaksanakannya operasi ketika melahirkan atau karena
mengakhirkan kelahiran dengan jangka waktu tertentu31
karena sepasang suami-istri memandang adanya
maslahat di sana, maka hal ini diperbolehkan.32
31
Disebut juga dengan tandzim an-nasl atau mengatur keturunan.
Pada hakikatnya ini bukanlah membatasi keturunan juga bukan
menolaj memiliki anak.
32
Sayyid Muhammad bin Alawi, op.cit.
33
Muhammad Shalih al-Utsaimin, op.cit, hal. 35.
28
1. Majma’ al-Buhuts al-Islamiyyah ( جممع البحوث
)اإلسالمية34
34
Ali Ahmad as-Salus, Mausuah al-Qodoya al-Fiqhiyah al-Muashirah,
(Qatar: Dar ats-Tsaqofah, tt).
35
Ibid.
36
https://www.aliftaa.jo/Decision.aspx?DecisionId=66#.YSLLoo4zbIV,
diakses pada 20-04-2014.
37
Sayyid Muhammad bin Alawi bin Abbas al-Maliki, op.cit.
38
Ibid.
29
dan vasektomi bagi laki-laki, atau dengan cara lain.39
Dalam hal ini, maka mencegah kehamilan dengan tujuan
membatasi keturunan adalah perkara yang tidak sesuai
syariat, sehingga perkara ini -membatasi keturunan-
tidaklah boleh diterapkan secara universal dan
disebarkan di tengah umat. Masih ada banyak lembaga
dan ulama yang menegaskan ketidakbolehan ini, akan
tetapi tentu saja tidak mungkin penulis sampaikan
semua di sini, sehingga penulis cukupkan dengan
lembaga di atas dan rujukan-rujukan yang telah penulis
sampaikan sebelumnya.
39
Dengan kata lain, pembatasan keturunan yang dilakukan dengan
sengaja dengan cara merusak organ repoduksi hukumnya adalah
haram secara mutlak.
30
kebebasan dan fleksibilitas finansial, ingin menikmati
kebebasan pribadi, tidak mau mengurus anak karena
banyak mengeluarkan biaya, takut miskin dan
sebagainya. Hal tersebut tentu bukan maslahat yang
dibenarkan oleh syariat, bahkan bertentangan dengan
syari’at. Kedua, adanya persetujuan dari kedua belah
pihak, lagi-lagi, persetujuan yang dimaksud di sini
adalah persetujuan yang dibolehkan dan tidak
melanggar syari’at, sebab banyak orang yang
mengatasnamakan persetujuan dengan maksud yang
tidak dibenarkan syariat. Lantas mengapa harus dengan
persetujuan keduanya? Sebab baik istri ataupun suami
mempunyai hak untuk memiliki anak. Tentulah,
kesepatan ini harus didasari kemaslahatan sebagaimana
penulis jelaskan sebelumnya. Ketiga, pembatasan
keturunan ini tidak dengan cara meminum obat
pemandul, merusak organ reproduksi sehingga tidak
bisa berfungsi seperti sedia kala. Keempat, ia dibolehkan
khusus dalam perkara individu, bukan perakara umum,
sehingga menyeru umat untuk melakukan pembatasan
keturunan adalah hal yang tidak diperbolehkan.
32
BAGAIMANA DENGAN CHILDFREE?
، ونقلل مجعنا،”ولذلك نعارض هنا ِبسم الدين وال نريد أن نقطع نسلنا
، ونكفر بقدرة ربنا الذي ي رزق من يشاء بغري حساب،ونعصي رسولنا
“والتحديد قتل ألن املراد عدم الولد
40
Sofa Khalid Hamid Zayn, op.cit. hal. 81.
33
dimaknai sama dengan tidak adanya anak dalam
pernikahan, apakah benar demikian? Tentu benar, sebab
membatasi artinya, setelah dibatasi sepasang suami-istri
tidaklah lagi memiliki anak.
41
Dalam kata lain disebut childfree dan voluntary childless (tidak
punya anak dengan sukarela), ini berbeda dengan childless sebab
dengan ditambahi kata voluntary maknanya menjadi equivalen
dengan childfree.
34
Di sinilah childfree perlu kita dudukan, bahwa
kebanyakan dari mereka melakukan childfree
dilatarbelakangi oleh alasan-alasan yang tidak bisa
dibenarkan oleh syari’at, seperti menganggap anak
sebagai beban, anak menghambat karir dan pekerjaan,
anak perlu banyak biaya, takut miskin dan melarat,
bahkan ada juga yang beralasan hanya semata-mata
untuk kesenangan duniawi-materialistik. Sudah barang
tentu, alasan-alasan demikian adalah alasan yang tidak
akan pernah dibolehkan syari’at.
36
menikah serta bagi pasangan-suami istri. Seperti sudah
disinggung sebelumnya, bisa dengan merencanakan
waktu melahirkan disertai persiapan dari segi mental
sampai segi finansial.
ٱلس َمآِٰء
َّ ى إِ ََل
ٰٓ ٱستَ َو ِ ِ هو ٱلَّ ِذى خلَق لَكم َّما ِِف حٱألَر
ض َمج ًيعا ُثَّ ح ح َ َ َ
فَ َس َّوى ه َّن َسحب َع َسََو ٍت ۚ َوه َو بِك ِِّل َش حى ٍء َعلِيم
“Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada
di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak
(menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh
langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu”
(QS: 2:29).
37
ajlikum). Disebutkan pula tafsirnya adalah seluruh yang
ada di bumi merupakan nikmat yang Allah berikan
(mun’am) kepada kalian -manusia-.42Sehingga apa yang
ada di bumi itu menjadi ketentuan Allah agar manusia
mengelolanya dan memanfaatkannya. Dalam ayat yang
lain Allah berfirman:
۟ ۟ ِ
ض َذل ًوال فَ حٱمشوا ِِف َمنَاكِبِ َها َوكلوا ِمن
َ ه َو ٱلَّذى َج َع َل لَكم حٱأل حَر
ِِّرحزقِ ِهۦ ۖ َوإِلَحي ِه ٱلنُّشور
“Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi
kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan
makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Dan hanya
kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah)
dibangkitkan.” (QS: 67:15).
42
Al-Qurthubi, al-Jami’ liahkam al-Qur’an, (Kairo: Dar al-Kutub al-
Mishriyyah, 1964), jilid. 1, hal. 251.
38
berbagai kawasan dan tempatnya, serta lakukanlah perjalanan
mengelili daerah dan kawasannya untuk keperluan mata
pencaharian dan perniagaan. Ketahuilah bahwa upaya kalian
tidak dapat memberi manfaat sesuatu pun bagi kalian kecuali
jika Allah memudahkannya bagi kalian”43Dari sini kita
menyadari bahwa bumi adalah tempat yang Allah
ciptakan untuk manusia. Oleh karena itu, manusia
memiliki tanggung jawab untuk merawat dan
memeliharanya. Di sisi lain, Allah menjadikan
pernikahan sebagai jalan yang sah untuk memiliki dan
memperbanyak keturunan dan Rasul-Nya menganjurkan
umatnya agar berketurunan dan memperbanyaknya.
Lantas bagaimana mungkin, dengan ada banyaknya
manusia bumi menjadi hancur, semakin sesak, serta
menjadi rusak?. Tentu saja mungkin, jika
memperbanyak keturunan tidak disertai dengan
pertimbangan yang baik, tidak diberikan pendidikan
terbaik, tidak ditanamkan adab dan akhlak, serta tidak
dibekali dengan ilmu yang bermanfaat. Akibatnya,
anaknya tumbuh dengan keadaan tidak dibekali apa-apa,
bukan memberikan manfaat justru menambah
kemudharatan, yang seharusnya memelihara bumi justru
43
Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’an al-Adzim, (Kairo: Dar ath-Thayibah,
1999), jilid. 8, hal. 179.
39
malah menghancurkan. Oleh karena itu, dari sini perlu
diperhatikan bahwa banyaknya keturunan harus disertai
dengan pendidikan yang baik serta penanaman adab dan
akhlak.
44
Menjadikan anak sebagai alasan bumi menjadi rusak menurut
penulis terlalu umum, sebab memiliki anak adalah fitrahnya
manusia dan jalan yang telah Allah tentukan agar kehidupan
manusia terus berlangsung. Sehingga yang menyebabkan bumi
rusak bukanlah karena banyaknya, bisa jadi karena ketidakpandaian
dalam mengelola dan mengatur anak, kualitas dan integritas sang
anak yang kurang, dan bekal ilmu sang anak yang tidak mencukupi.
Oleh karena itu, anak dalam Islam adalah amanah yang besar, kedua
orang tuanya memiliki tanggung jawab yang sangat besar, kelak di
hari kiamat akan ditanyai perihal anaknya tersebut. Oleh karena itu,
40
namun tidak disertai kualitas didikan yang baik. Kedua,
kami menjawab bahwa kepadatan penduduk tentu
menjadi sebuah permasalahan, akan tetapi didasari oleh
banyak sebab, tidak serta merta karena banyaknya anak.
Sebagai contoh, penduduk banyak terpusat di kota oleh
karena sistem ekonomi yang kapitalis, akibatnya banyak
orang berbodong-bondong dari desa menuju kota untuk
mencari mata pencaharian, sementara itu di belahan
daerah dan tempat yang lain, manusia sangatlah sedikit.
Jika tempat atau kawasan betul-betukl sangat padat
penduduknya, maka childfree bukanlah solusi, salah satu
solusinya adalah tandzim an-nasl yakni mengatur
keturunan, mengapa demikian? Sebab Allah SWT
menghidupkan juga mematikan makhluknya, ada lahir
maka ada mati, ada kelahiran ada pula kematian. Oleh
karena itu, setiap waktu ke waktu dari tahun ke tahun
tentu ada yang wafat dan meninggalkan bumi, juga ada
yang lahir menjadi insan yang baru di muka bumi.
Bayangkan jika dalam suatu kota 50% penduduknya
memilih untuk childfree yaitu tidak ingin memiliki anak,
sementara pertambahan angka kematian tidaklah bisa
42
BERADABLAH
44
CHILDFREE, APAKAH PILIHAN
BERADAB
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
45
tentu tidak ada istilah childfree atau menolak
berketurunan. Apalagi pada pasangan yang sudah
menikah. Dalam Islam, salah satu tujuan perkawinan
memang mempunyai anak.
***
***
51
CHILDFREE DALAM PANDANGAN
SYARA’
Oleh: Kholili Hasib
ِ ِ ِ ِ ِ
َ اج ا َو َج َع َل لَك حم م حن أ حَزَواجك حم بَن
ً اَلِل َج َع َل لَك حم م حن أَنحفس ك حم أ حَزَو
َّ َو
اَلِلِ ه حم
َّ ْ ِ اط ِل ي حِِمن و َن وبِنِعم
ََ ح َ
ِ وح َف َدةً ورزقَك م ِم ن الطَّيِب
ِ ات ۚ أَفَبِالحب
َِّ َ َ َ َ َ َ ح
يَكحفرو َن
“Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari
jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-
isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan
53
memberimu rezeki dari yang baik-baik. Maka
mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan
mengingkari nikmat Allah?” (QS. An-Nahl: 72).
54
mempersembahkan kader yang sholih adalah anjuran
agama. Janganlah menikah itu berdiri di atas paradigma
materialisme. Takut miskin, takut anak, takut tidak
bahagia, dll. Jika telah benar niatnya, meskipun tidak
terlaksana tindakan itu, maka tetap ada ganjaran dari
Allah Swt.
55
laki. Ada pula yang Allah Swt menghendaki tidak diberi
keturunan sama sekali, baik laki-laki maupun
perempuan. Semua ini keputusan dan kehendak Allah
Swt.
56
Kedua, secara yuridis Islam. Dari segi niat
memperoleh keturunan, maka pernikahan itu menjadi
nilai ibadah. Dalam hal ini Imam al-Ghazali berpendapat:
57
Nabi saw dengan memperbanyak keturunanan yang
dibanggakan. Ketiga, berharap berkah dari doa anak
saleh setelah dirinya meninggal. Keempat, mengharap
syafaat sebab meninggalnya anak kecil yang
mendahuluinya.”
أف ابن عبد السالم وابن يونس أبنه ال ل للم رأة أن تس تعمل دواء
.يقطع اْلبل
“Ibnu Abis Salam dan Ibnu Yunus berfatwa
bahwa tidak halal bagi wanita menggunakan obat yang
bisa memutus kehamilan”.
58
Dengan demikian, pilihan childfree itu tidak
sesuai dengan keputusan agama dan menyalahi tujuan
dari pernikahan. Pendapat yang mengatakan: Memilih
tidak punya anak tidak larangan dari al-Quran dan
Hadis, seakan-akan wajar. Memang secara tekstual tidak
ada. Tapi isu ini masuk ke ranah fiqih. Oleh sebab itu,
wajib ada istinbath. Al-Qur’an dan Hadis adalah alat
utama istinbath. Jadi sebagaimana dikatakan oleh Prof.
As-Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki bahwa tidak
adanya teks dalam al-Quran dan hadis bukan
merupakan atau belum tentu dalil yang bisa dipakai (As-
Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki, Manhajus Salaf fi
Fahmin an-Nushus, 418).
59
IKHTITAM
60
Basya, dan sudah diterjemahkan ke dalam Bahasa
Indonesia menjadi “Kisah Para Tabi’in” dan “Mereka
adalah Tabiin”. Kisah ini penuh dengan pembelajaran
hidup mulai dari semangat menuntut ilmu, semangat
beribadah, bagaimana berumah tangga, bagaimana
mendidik anak dan bagaimana indahnya memiliki
keluarga yang berpondasi keimanan. Selamat membaca.
***
61
INILAH RABI’AH AR-RAYI
62
Seyhun untuk mengibarkan panji-panji tauhid di bukit-
bukit yang disebut sebagai “negeri di belakang sungai”
itu.
63
Setelah berhasil menyeberangi sungai dan
menginjakkan kaki di tepiannya, panglima beserta
pasukannya langsung berwudhu. Semua menghadap ke
kiblat, menunaikan shalat dua rakaat sebagi ungkapan
rasa syukur kepada Allah yang telah memenangkan
mereka.
65
kemajuan yang dicapai pasukan muslimin, makin
bertambah kerinduannya untuk berjihad, makin dalam
hasratnya untuk dapat mati syahid.
66
selamat dan membawa ghanimah, atau Allah Subhanahu
wa Ta’ala memberi aku rezeki sebagai syuhada seperti
yang saya dambakan.” Kemudian beliau pamit kepada
istrinya, pergi memburu cita-citanya.
69
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, mengenyam
ilmu dari para tabi’in terkemuka seperti Said bin
Musayyab, Makhul asy-Syami dan Salamah bin Dinar.
70
Tangis Ayah Ar-Rabi’ah ar-Rayi
Malam itu, di musim panas bulan bersinar dengan
terangnya. Seorang prajurit berusia enam puluhan tahun
memasuki kota Madinah. Dia menyusuri jalan-jalan
kampung menuju rumahnya dengan naik kuda. Dia
tidak tahu apakah rumahnya masih seperti yang dulu
atau sudah berubah, karena telah dia tinggalkan sekitar
tiga puluh tahun yang lalu.
71
saja. Tidak ada yang mengenalinya, tak ada yang
menghiraukannya, tak ada yang memperhatikan kuda
atau pedang yang bersandang di pundaknya, sebab
mereka yang tinggal di kota-kota Islam sudah tak asing
lagi melihat mujahidin yang pulang pergi untuk
berperang fii sabilillah.
75
Dia berkata, “Aku letakkan uang tersebut di
tempat yang semestinya dan akan kuambil beberapa hari
lagi insya Allah…
76
sebelumnya. Mereka duduk melingkari syaikh majelis
ilmu tersebut sampai tak ada lagi tempat kosong untuk
berjalan. Dia mengamati, ternyata orang-orang yang
hadir itu ada yang telah lanjut usia, orang-orang yang
terlihat berwibawa nampak sebagai orang terhormat,
juga para pemuda. Mereka semua duduk
menghamparkan lututnya, masing-masing memegang
buku dan pena untuk mencatat semua uraian syaikh itu,
kemudian dihafalkan. Semua mengarahkan pandangan
kepada syaikh majelis. Dengan tekun mereka
mendengarkan dan mencatat hingga seolah-olah kepala
mereka seperti ada burung yang bertengger. Para
mubaligh mengulangi kata demi kata dari syaikh itu,
agar tidak ada seorang pun yang keliru mendengarnya
mengingat jaraknya yang cukup jauh.
77
langsung berkerumun dan mengiringkannya hingga
keluar masjid.
78
Fulan: “Majelisnya dihadiri oleh Malik bin Anas, Abu
Hanifah an-Nu’man, Yahya bin Sa’id al-Anshari, Sufyan
ats-Tsauri, Abdurrahman bin Amru al-Auza’i, Laits bin
Sa’id45 dan lain-lain.”
45
Mereka adalah ulama-ulama besar. Sebagian madzhabnya ada
sampai sekarang, seperti madzhab Hanafi dan Maliki.
79
Kitabullah dan hadis, mereka selalu bertanya kepadanya.
Kemudian beliau berijtihad dalam masalah itu,
menyebutkan qias apabila tidak ada nash sama sekali,
serta menyimpulkan hukum bagi mereka yang
memerlukannya secara bijak dan menenteramkan hati.”
80
Kesempatan tersebut dipergunakan oleh Ummu
ar-Rabi’ah untuk menjelaskan tentang harta amanat
suaminya yang ditanyakan sebelumnya. Dia berkata:
“Menurut Anda manakah yang lebih Anda sukai, uang
30.000 dinar atau ilmu dan kehormatan yang telah
dicapai putramu?” Farrukh berkata, “Demi Allah,
bahkan ini lebih aku sukai daripada dunia dan seisinya.”
Dinukil dari:
1. https://kisahmuslim.com/2821-tokoh-tabiin-ar-
rabiah-ar-rayi-bag-1.html
2. https://kisahmuslim.com/2825-tokoh-tabiin-ar-
rabiah-ar-rayi-bag-2.html
***
81
DAFTAR PUSTAKA
82
Defago, N. (2005). Childfree and Loving it. London: Fusion
Press.
83
WEBSITE
Childfree.net
https://www.dictionary.com/browse/childfree
https://dictionary.cambridge.org/amp/english/child-free
https://www.urbandictionary.com/define.php?term=chil
dfree&=true
https://kisahmuslim.com/2821-tokoh-tabiin-ar-rabiah-
ar-rayi-bag-1.html
https://kisahmuslim.com/2825-tokoh-tabiin-ar-rabiah-
ar-rayi-bag-2.html
https://www.aliftaa.jo/Decision.aspx?DecisionId=66#.Y
SLLoo4zbIV
www.adianhusaini.id
84