Anda di halaman 1dari 5

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tan Malaka adalah satu tokoh fenomenal dalam sejarah revolusi nasional Indonesia yang mengandung
ilmu dan pesona pergerakan revolusioner. Di mata banyak kalangan, khususnya kaum Marxis, Tan
Malaka adalah monumen perjuangan yang lengkap walaupun tidak final. Hidup dalam latar belakang
gerak masalah revolusioner yang panjang telah menjadikannya sebagai momok zaman yang
kontroversial, sepak terjang yang penuh intrik dan konsekuen terhadap nilai-nilai pergerakan serta
ideologi marxis yang diyakininya, telah menjadikan dia salah satu tokoh revolusioner besar dunia yang
tak pernah merasakan nikmatnya perjuangan, hidup dalam kejaran waktu dan musuh seakan telah
menjadi bagian episode takdir kehidupan yang harus dilewatinya, jeruji penjara kaum penjajah dan
penentang akan ide serta perjuangannya tak lagi mampu untuk menyekat kreatifitas berfikir dan
meredam semangat yang berkobar di dalam dadanya untuk membebaskan negeri ini dari kungkungan
dan cengkeraman kaum penjajah. Bagi Tan Malaka untuk memerdekakan Indonesia secara 100 %
(seratus persen) adalah suatu hal yang tidak bisa ditawar-tawar lagi, walaupun nyawa harus menjadi
taruhannya. Berbicara tentang Tan Malaka, maka kita berbicara mengenai tokoh legendaris. Tan Malaka
adalah pejuang paling misterius sepanjang sejarah kemerdekaan. Selama hidupnya ia hanya beberapa
tahun saja merasakan kebebasan dan berjuang di tengah-tengah rakyat, dan selebihnya ia berada dalam
penjara. Terhitung sejak pertama kali ia terjun dalam aktifitas politik yang sebenarnya, yaitu semenjak
kepindahannya dari Sumatera (sehabis pulang dari Belanda) ke Jawa pada juni 1921 dan setelah itu
bergabung dengan PKI, serta jabatan wakil ketua Komitern untuk Asia Timur sempat di tangannya.
PEMBAHASAN

1. Revolusi
Dalam memandang revolusi, Tan malaka sangat dipengaruhi oleh pikiran Marx. Revolusi adalah akibat
tertentu dan tak dapat disingkirkan dari timbulnya pertentangan kelas yang semakin hari semakin tajam.
Bahwa revolusi bukanlah suatu pendapatan otak yang luar biasa, bukan hasil persediaan yang jempolan,
bukan lahir atas perintah seseorang yang sangat luar biasa. Seorang stimulator hanya dapat
membangun revolusi, mempercepat atau memimpin menuju kemenangan dan bukan menciptakan.

Seperti yang dikatakan oleh kaum marxis, bahwa revolusi itu akan datang dengan sendirinya dengan
semakin sengitnya pertentangan kelas. Jika suatu kelas semakin tertindas maka akan semakin deras arus
perlawanan yang di alirkan, dan akan menimbulkan ombak revolusi yang menerjang.

Tujuan dari revolusi sendiri adalah menentukan kelas mana yang akan memegang kekuasaan negeri,
politik, ekonomi, dan dijalankan dengan kekerasan.[2] Maka, di atas bangkai yang terjatuh berdiri
kekuasaan pemenang dari revolusi. Keyakinan Tan terhadap dialektika kelas seperti yang dipaparkan
Marx dimulai dari komunal primitif, perbudakan, feodalisme, kapitalisme, sosialisme, dan komunisme.
Apa arti dari fase ini? Bahwa pada satu titik tersebut ada pergulatan hebat yang melahirkan pemenang
baru.

Seperti salah satu contoh yang di ambil Tan pada masa peralihan feodalisme ke kapitalisme di eropa.
Tatkala abad pertengahan menjadi Fase kegelapan bagi Eropa, dan di belahan bumi lain sedang
mengalami kejayaan yaitu kerajaan ottoman ( Dinasti Turki Usmaniyah). Eropa dikuasai oleh otoritas
simbol – simbol keagamaan, penindasan di tutupi oleh wahyu – wahyu Tuhan, ilmu pengetahuan
menjadi tabu untuk berkembang biak, para aristokrat dan agamawan mempunyai kekuasaan mutlak
atas teritorial beserta isi dalam lingkup kekuasaan mereka. Kondisi ini yang kemudian membuat para
borjuis merasa tidak memiliki ruang untuk mencapai kepentingan mereka. Pergulatan antara kaum
aristokrat dan kaum borjuis menjadi tak terelakkan lagi, melalui revolusi prancis terciptalah embrio
liberalisasi, demokrasi, dan hak kebebasan, melalui revolusi industri ditemukan alat – alat industri
seperti mesi uap untuk dapat mengakumulasi modal melalui industri seperti yang diinginkan kaum
menengah borjuasi. Maka para ulama dan aristokrat runtuh menjadi bangkai yang terpijak oleh
pemenang kekuasaan yang menerima mahkota dialektika yaitu para kapitalis.

Dan begitu selanjutnya, penguasa borjuis ini perlahan menggali kuburnya sendiri seperti kesalahan yang
pernah dilakukan kaum aristokrat. Catatan catatan dosa pun tidak terelakkan. Borjuis menemukan
oposisinya, yaitu para kaum buruh yang menjadi korban atas “ ritual suci” akumulasi modal. Baiklah,
Pertentangan tidak terhindarkan, dan nanti akan menghasilkan pemenangnya sendiri.

“Revolusilah yang bukan saja menghukum , sekalian perbuatan ganas, menantang kecurangan, dan
kelaliman, tetapi juga mencapai sekalian perbaikan bagi yang buruk. Di dalam masa revolusilah
tercapainya kekuatan moril, terjadinya kecerdasan berpikir, dan memperoleh segenap kemampuan
untuk mendirikan masyarakat baru. Satu kelas atas satu bangsa yang tidak mampu melemparkan
peraturan – peraturan kolot serta perbudakan dengan perantara revolusi, niscaya musnah atau
ditakdirkan menjadi budak selama – lamanya. Revolusi itu menciptakan”
2. IMPERIALISME DAN KAPITALLISME DI INDONESIA.

350 tahun Belanda menjajah Hindia Belanda ( baca: Indonesia) merupakan penderitaan yang tidak
terelakkan lagi. Menurut Tan, Belandan menjajah Indonesia dengan cara monopoli perdagangan dan di
wilayah politik Belanda menjajah Indonesia dengan Imperialisme autokratis yakni menghancurkan
sekalian kekuatan politik bumi putera dan menjalankan pemerintahan yang sewenang – wenang[3].
Kekejian ini pun dirumuskan dalam politik memecah belah lalu menguasai ( devide at impera ) untuk
kepentingan ekonomi Belanda yaitu monopoli perdagangan oleh VOC. Tan mengakui ( tanpa
membenarkan adanya penidasan dalam bentuk apapun ) bahwa penjajahan negara kapitalis yang sudah
mapan seperti Inggris di India dan Amerika Serikat di Filipina sedikit ” lebih baik” di bandingkan negara
kapitalis muda yang hanya memiliki industri kecil dan warung – warung kopi kecil seperti Belanda di
Indonesia sebelum diterapkan politik etis yang hanya mengeksploitasi SDA tanpa memberikan kontribusi
apapun terhadap koloninya dan Negara kapitalis mapan akan memberikan pendidikan pada koloninya
untuk menjalankan roda industri. Setelah Politik Etis dilakukan di Indonesia dan tentakel-tentakel
kapitalisme dan Industri mulai tertancap kuat di bumi pertiwi. Kapitalisme di Indonesia adalah
kapitalisme yang masih muda pada saat itu dan tumbuh dengan tidakk semestinya berbeda dengan
kapitalisme di barat. Kapitalisme di Indonesia tidak dilahirkan dengan cara – cara produksi kaum bumi
puterayang menurut kaum alam. Ia adalah perkakas asing yang dipergunakan untuk kepentingan asing.
[4] Yang timbul hanyalah penderitaan karena Belanda hanya memproduksi untuk di jual keluar dan tidak
untuk memenuhi kebutuhan penduduk lokal. Yang” dihadiahkan” kepada rakyat Indonesia adalah
Kemelataran, rakyat yang meringkuk kelaparan bukan karena malas kerja namun karena perampokan
kekayaan milik rakyat yang di ambil oleh para kapitalis belanda. Rakyat di paksa untuk mnyewakan dan
menjual tanah mereka ( dengan harga murah tentunya) kepada para kapitalis untuk membangun” istana
akumulasi kapital” sehingga rakyat yang sebagian besar adalah petani menjadi kehilangan alat
produksinya yaitu tanah. Beratus – ratus buruhpabrik gula yang tidak berorganisasi tidak berani
meminta kenaikan gajinya dan petani yang kehilangan tanahnya hanya bisa bekerja beberapa bulan
dalam setahun yaitu saat memotong tebu yaitu denga gaji 30-40 sen per hari. Kegelapan karena rakyat
indonesia di biarkan bodoh dan tidak mendapatkan pendidikan, karena belanda takut ketika rakyat
cerdas maka perlaawanan akan semakin deras.

3. REVOLUSI DI INDONESIA

Revolusi di Indonesia akan terjadi, gunung meletus yang menahan magma di perutnya. Adapun yang
membuat Tan sangat yakin revolusi akan terjadi adalah[5]

Kekayaan dan kekuasaan sudah tertumpuk dalam genggaman beberapa kapitalis.

Rakyat Indonesia semakin lama semakin miskin, melarat, tertindas, dan terkungkung.

Pertentangan kelas dan kebangsaan semakin lama semakin tajam.

Pemerintah Belanda makin lama makin reaksioner.

Bangsa Indonesia dari hari ke hari semakin bertambah kerevolusionerannya dan tak mengenal damai
dengan Belanda.
Tapi pertanyaan kemudian, revolusi seperti apa yang akan terjadi, Tan tidak menginginkan revolusi yang
terombang ambing dan akan bingung di bawa kemana revolusi tersebut. Tan percaya bahwa Indonesia
tidak harus meniru revolusi negara mana pun, karena Indonesia memiliki keadaan yang berbeda dari
negara mana pun. Revolusi di Indonesia adalah revolusi yang menentang feodalisme lokal dan
imperialisme barat. Revolusi digawangi oleh kaum buruh industrimodern, perusahaan , dan pertanian
(buruh mesin dan tani).

Lalu apa yang menjadi perkakas revolusi?

Masyarakat indonesia kebanyakan adalah masyarakat yang hidup pada jaman modern namun
pikirannya masih ada pada jaman nenek moyang, menganut takhayul dsb. Menurut Tan, keadaan inilah
yang menjadi tugas berat para penggeak untuk menggiring massa menuju garis – garis yang sesuai
dengan aksi – aksi Marxistis. Menurut Tan, Melawan belanda dengan cara – cara kompromi dengan
belanda seperti melalui parlemen, berebut kursi di dewan adalah Yudas ( pengkhianat ). Karena pada
banyak kasus, seringnya mereka tergelincir dan menjadi penjilat. Dan Tan juga menentang cara Putch
yaitu suatu aksi gerombolan kecil yang bergerak secara diam – diam dan tidaak berhubungan dengan
rakyat banyak. Seperti yang terjadi pada gerakan PKI 1928.

Menurut Tan hanya satu Massa Aksi yaitu satu massa aksi yang tersusun yang akan memperoleh
kemenangan di satu negeri yang berindustri seperti Indonesia. Massa aksi tidak mengenal khayalan
hampa tukan putch atau seorang anarkis, atau seorang pahlawan. Massa aksi dari banyak orang untuk
memenuhi kehendak ekonomi politiknya. Ia disebabkan oleh kemelaratan yang besar ( krisis ekonomi
politik) dan seketika mungkin berubah menjadi kekerasan. Satu partai yang berdasrkan massa aksi yang
tersusun mesti kuasa membawa massa aksi yang memecah itu ke dalam pelabuhan yang tenang dan
aman[6]. Massa aksi biasanya dlakukan dengan pemogokan dan pemboikotan dengan tujuan untuk
menghambat akumulasi modal sang kapitalis asing
PENUTUP

Kesimpulan

Dapat disimpulkan wacana pemikiran politik Tan Malaka yang ada pada buku Aksi Massa karya Tan
Malaka antara lain :

1. Revolusi

2. Imperialisme

3. Kapitalisme

4. Pembentukan Negara

5. Fungsi dan Tujuan Partai

6. Pergerakan Massa

Saran

1. Semoga dengan adanya buku Aksi Massa, bisa memberikan pesan yang mendalam kepada kita
tentang pergerakan massa yang teratur.

2. Pembaca hendaknya memiliki pola pikir sendiri sehingga dapat menginterpretasikan buku Aksi Massa
karya Tan Malaka sesuai pada pola pikir masing-masing. Hal ini disebabkan uraian-uraian yang diulas dan
disampaikan Tan Malaka merupakan suatu penyampaian atas pengalaman dan pengetahuannya pribadi,
sehingga hanya berasal dari satu sisi saja. Melalui kerangka pola pikir masing-masing individu, hal
tersebut dapat menjadi suatu kerangka guna membentuk bangunan persepsi dan interpretasi yang

ada.

3. Buku Aksi Massa merupakan buku yang berisikan tentang factor dan cara dalam melakukan sebuah
aksi massa, oleh karena itu buku ini bisa dijadikan bahan acuan diskusi tentang menggalang sebuah aksi
massa.

Anda mungkin juga menyukai