Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

Trauma mata merupakan penyebab umum kebutaan unilateral pada anak dan dewasa

muda, kelompok usia ini mengalami sebagian besar cedera mata yang parah dewasa muda

terutama pria, merupakan kelompok yang paling mungkin mengalami trauma tembus mata.

Kecelakaan di rumah, kekerasan, ledakan aki, cedera yang berhubungan dengan olahraga, dan

kecelakaan lalu lintas merupakan keadaan-keadaan yang paling sering menyebabkan trauma

mata. Selain itu, semakin banyak trauma mata yang terjadi akibat kecelakaan oleh tali bungee

atau senapan angin paintball. Pemakaian sabuk pengaman mobil mengurangi insidens cedera

akibat kaca yang berasal dari pecahan kaca mobil bagian depan. Masih belum jelas apakah

kantong udara (air bag) meningkatkan atau menurunkan insidens cedera pada mata. Trauma mata

yang berat dapat menyebabkan cedera multipel pada palpebrae, bola mata, dan jaringan lunak

orbita.¹

Gaya-gaya kontusif sering merobek pembuluh-pembuluh darah di iris dan merusak sudut

bilik mata depart Darah di dalam aqueous dapat membentuk suatu lapisan yang dapat terlihat

(hifema). Glaukoma akut terjadi bila anyaman trabekular tersumbat oleh fibrin dan sel atau bila

pembentukan bekuan darah menimbulkan blokade pupil.¹

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. ANATOMI MATA

Gambar 1. Anatomi Mata

Seperti kamera, mata menangkap informasi tentang bentuk, warna, dan gerakan,

dan relay dalam bentuk impuls ke otak. Interior mata diisi dengan cairan.

Sebuah zat seperti gel yang disebut vitreous mengisi wilayah tengah mata.

Wilayah ini disebut rongga vitreous. Ruang anterior, atau kompartemen depan mata,

dibatasi oleh kornea, iris, pupil, dan lensa. Itu diisi dengan cairan encer yang disebut

aqueous humor. Adapun struktur mata yang terlibat dalam regulasi dari cairan humor

aqueous ini adalah badan siliar sebagai pembentuk humor aqueous, dan sudut bilik mata

depan sebagai aliran keluarnya humor aqueous.³

2
Sudut bilik mata depan adalah Iris memasukkan ke sisi anterior dari tubuh ciliary

dan memisahkan kompartemen berair menjadi posterior dan ruang anterior. Sudut yang

dibentuk oleh iris dan kornea adalah ruang sudut anterior. Aqueous humor dibentuk oleh

proses siliar, lewat dari ruang posterior menuju ruang anterior melewati pupil dan

meninggalkan mata di ruang anterior. Sebagian besar humor aqueous keluar dari mata

melalui trabecular meshwork, yang disebut sistem konvensional atau canalicular, dan

menyumbang 83-96% dari aliran air dari mata manusia normal.

2. DEFINISI

Hifema didefinisikan sebagai akumulasi sel darah merah (Red blood cell) di ruang

anterior mata. Darah harus terlihat jelas, baik pada pemeriksaan langsung atau

pemeriksaan slitlamp. Darah terakumulasi dari gangguan pembuluh iris atau badan

siliaris, biasanya karena trauma atau kondisi medis yang mendasarinya. Bilik mata depan

adalah area yang dibatasi oleh kornea di bagian anterior, sudut di bagian lateral, serta

lensa dan iris di bagian posterior. Ruang ini biasanya berisi humor aquos yang jernih,

yang diproduksi oleh badan siliaris dan dialirkan melalui Kanalis Schlemm. Sudut, lokasi

anatomi yang penting adalah tempat jaringan trabekular dan Kanal Schlemm berada.

Penyumbatan lokasi ini menghambat drainase akuos yang menyebabkan peningkatan

tekanan intraokular.²

3. EPIDEMIOLOGI

Insiden hifema traumatis adalah 12 dari 100.000, dengan 70% terjadi pada anak-

anak. Hal ini paling sering terlihat pada laki-laki berusia 10 sampai 20 tahun dan

biasanya terjadi pada saat olahraga dan bermain. Anak-anak biasanya terluka melalui

3
olahraga yang berhubungan dengan bola seperti baseball, bola basket, softball dan sepak

bola ketika bola mengenai permukaan anterior bola mata. Remaja dan orang dewasa lebih

mungkin terluka melalui pukulan yang keras ke mata. Etiologi lainnya termasuk senjata

paintball, senjata airsoft dan penyebaran airbag.²

4. ETIOLOGI

Trauma mata tumpul adalah penyebab paling umum dari hifema, meskipun

trauma tembus dan hifema spontan juga dapat terjadi. Kondisi medis tertentu membuat

pasien berisiko terkena hifema seperti leukemia, hemofilia, penyakit von Willebrand,

penyakit sel sabit, dan penggunaan obat antikoagulan. Neovaskularisasi mata, sering

dikaitkan dengan diabetes mellitus, juga menempatkan pasien pada risiko. Selain itu,

pada pasien pasca operasi dapat terjadi hifema intraoperatif, namun perkembangannya

dapat tertunda hingga seminggu pasca operasi.²

5. PATOFISIOLOGI

Trauma tumpul atau tembus menyebabkan hifema traumatis pada orbita. Robekan

pada pembuluh darah korpus siliaris dan iris menyebabkan perdarahan. Penekanan akibat

trauma tumpul yang terjadi pada bola mata anterior mengakibatkan peningkatan tekanan

intraokular seketika, menghasilkan gaya geser ke seluruh badan siliaris dan iris. Trauma

tembus menghasilkan cedera langsung pada iris.²

4
Hifema spontan sering terjadi pada pasien yang kondisi medisnya merupakan

predisposisi iskemia, neovaskularisasi, atau kelainan vaskular. Pasien-pasien ini biasanya

akan mengalami kebocoran pembuluh darah spontan. Seperti yang diharapkan, lebih

sering terjadi pada pasien dengan diabetes, tumor mata, gangguan pembekuan darah, sel

sabit, dan mereka yang menggunakan antikoagulan. ²

6. ANAMNESIS Gambar 2. Mekanisme trauma

Anamnesis harus mencakup pertanyaan yang berkaitan dengan kemungkinan

penurunan penglihatan karena terkena benda tumpul, fotofobia, epifora, nyeri mata, mual,

muntah, blefarospasme.²

Ketajaman visual biasanya memburuk dengan posisi terlentang. Gejala dapat

membaik dengan elevasi kepala karena lapisan darah di bawah sumbu visual. Penurunan

ketajaman visual adalah akibat dari perubahan refrakter yang disebabkan oleh darah di

ruang anterior. Humor akuos yaang biasanya jernih tidak mempengaruhi jalur cahaya,

5
sedangkan sel darah merah akan mencegah cahaya dari fokus dengan tepat pada retina.

Anisocoria terjadi akibat robekan pada otot sfingter iris, yang dapat menyebabkan

meiosis atau midriasis pada mata yang terkena.²

7. PEMERIKSAAN FISIK DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan fisik dimulai dengan pengukuran dan pencatatan ketajaman

penglihatan. Bila gangguan penglihatannya parah, diperiksa proyeksi cahaya,

diskriminasi dua titik, dan adanya defek pupil aferen. Periksa motilitas mata dan sensasi

kulit periorbita dan lakukan palpasi untuk mencari defek pada bagian tepi tulang orbita.

Pada pemeriksaan bedside, adanya enoftalmos dapat ditentukan dengan melihat profil

kornea dari atas alis. Bila tidak tersedia slitlamp di ruang gawat darurat, senter, kaca

pembesar, atau oftalmoskop yang dipasang pada +10 dapat digunakan untuk memeriksa

adanya cedera di permukaan tarsal palpebra dan segmen anterior.

Permukaan kornea diperiksa untuk mencari adanya benda asing, luka, dan abrasi.

Inspeksi konjungtiva bulbi dilakukan untuk mencari adanya perdarahan, benda asing,

atau laserasi. Kedalaman dan kejernihan bilik mata depan dicatat. Ukuran dan bentuk

pupil, serta reaksi pupil terhadap cahaya harus dibandingkan dengan mata yang lain

untuk memastikan apakah terdapat defek pupil aferen di mata yang cedera. Mata yang

lembek, visus senilai lambaian tangan, defek pupil aferen atau perdarahan vitreus

mengisyaratkan adanya ruptur bola mata. Bila bola mata tidak rusak, palpebra,

konjungtiva palpebra dan formiks dapat diperiksa secara lebih teliti, termasuk inspeksi

dengan eversi palpebra superior. Pada iris juga dapat ditemukan iridoplagia dan

iridodilisis. Oftalmoskop direk dan indirek digunakan untuk mengamati lensa, vitreus,

diskus optikus dan retina. Dokumentasi dengan foto bermanfaat untuk kepentingan

6
medikolegal pada semua kasus trauma eksternal. Pada semua kasus trauma mata, mata

yang tampak tidak cedera juga harus diperiksa dengan teliti.²

Setelah pemeriksaan fisik awal, melanjutkan menurut ATLS mungkin diperlukan

jika cedera traumatis lainnya memerlukan pencitraan. Untuk evaluasi spesifik hifema,

pemeriksaan slitlamp dilakukan. Pada pemeriksaan slitlamp, fluorescein digunakan untuk

menilai abrasi kornea. Ini dilakukan sebelum pengukuran tekanan intraokular, karena

penggunaan fluorescein kemudian dapat menghasilkan tes abrasi kornea positif palsu.

Setelah cedera bola mata terbuka telah disingkirkan, tekanan intraokular diukur. Setiap

pengukuran yang lebih besar dari 21 mmHg dianggap meningkat. Hitung darah lengkap

(Complete blood count) dan profil koagulasi pada mereka dengan diatesis perdarahan

atau antikoagulan diperoleh dan koagulopati dikoreksi.²

Computerized tomography (CT) orbit harus digunakan pada pasien dengan

perhatian terhadap bola mata yang terbuka, benda asing intraokular, atau dugaan fraktur

orbita. Ultrasonografi orbit mungkin bermanfaat untuk mengevaluasi dislokasi lensa,

benda asing intraokular, ablasi retina, dan perdarahan vitreus posterior. Ultrasonografi

hanya boleh dilakukan setelah bola mata terbuka disingkirkan. Tekanan pada mata dari

probe ultrasound dapat menyebabkan ekstrusi vitreous atau aqueous humor dan

memperburuk cedera.²

Dokter menilai hifema berdasarkan jumlah darah di bilik mata depan. Grade 0

atau microhyphema terjadi dengan sel darah merah tersebar di ruang anterior yang tidak

berlapis. Hifema derajat I memiliki kurang dari 33% pengisian bilik mata depan. Grade II

7
memiliki 33% hingga 50% pengisian. Grade III memiliki lebih dari 50%, tetapi kurang

dari total pengisian bilik anterior, dan grade IV memiliki 100% pengisian bilik anterior.

Gambar 3. Derajat Hifema

8
(b)

(a) (c)

(d) (e)
Gambar 4. (a) Derajat 0/Microhyphema (b) Derajat 1 (c) Derajat 2 (d) Derajat 3 (d) Derajat 4/Black
8. TATALAKSANA

I. Konservatif

Perawatan hyphema dimulai dengan meninggikan kepala tempat tidur

setidaknya 30 derajat. Hal ini memungkinkan sel darah merah untuk lapisan inferior

dan keluar dari sumbu visual. Pasien juga harus diinstruksikan untuk tidur dengan

kepala tempat tidur ditinggikan untuk alasan yang sama. Pelindung mata juga harus

dipasang dan dipakai sampai hifema benar-benar hilang. Bila perlu pada pasien anak-

anak diberikan obat penenang. Antibiotika tetes mata bila ada tanda-tanda infeksin

atau kortikosteroid tetes mata bila ada inflamasi. Antifibrinolitik oral atau injeksi

dapat diberikan untuk mencegah perdarahan ulang.⁴

II. Operatif.⁴

Tindakan operasi parasintesa atau pengeluaran darah dari bilik mata depan,

dikerjakan bila:

a. Ada tanda-tanda kenaikan tekanan intra okuler atau glaukoma sekunder,

b. Hifema yang tetap dan tidak berkurang lebih dari 5 hari.

c. Hemosderosis pada endotel kornea.

Teknik parasintesa:⁴

- Insisi kornea 2 mm dari limbus kea rah kornea yang sejajar dengan

permukaan iris,

- Lakukan penekanan pada bibir luka maka koagulum dari bilik mata depan

keluar,

10
- Biasanya luka inisisi tidak perlu dijahit.

9. KOMPLIKASI

I. Glaukoma sekunder.⁴

Blok trabekula meshwok oleh fibrin dan sel darah. Blok pupil oleh blok darah

mengakibatkan gangguan pengaliran humor akuos.

II. Uveitis.⁴

III. Hifema sekunder.⁴

Kadang sesudah hifema hilang atau 7 hari setelah trauma dapat terjadi perdarahan

atau hifema baru. Perdarahan lebih sukar hilang dan memiliki risiko tinggi

menimbulkan komplikasi glaukoma dan hemosiderosis.

IV. Hemosiderosis (Corneal blood staining).⁴

Zat besi didalam bola mata bila didiamkan dapat menimbulkan ftisis bulbi dan

kebutaan.⁴

10. PROGNOSA

Dubia ad bonam, bila penanganan tepat dan dilakukan sesegera mungkin.

11
BAB III

KESIMPULAN

Hifema adalah kumpulan darah di bilik mata depan. Penyebab paling umum dari hifema

adalah trauma tumpul, meskipun hifema spontan dapat terjadi pada penyakit sel sabit atau

peningkatan keadaan perdarahan lainnya. Hifema dinilai berdasarkan derajat darah yang

menutupi kornea. Semua pasien dengan hifema memerlukan konsultasi oftalmologi. Setiap

pasien dengan hifema lebih besar dari derajat II, peningkatan tekanan intraokular. Pendarahan

ulang akan terjadi pada sekitar 30% pasien dan mungkin memerlukan evakuasi bekuan darah.

Semua pasien dengan hifema harus memiliki konsultasi oftalmologi di gawat darurat, baik untuk

tindak lanjut harian atau untuk pengobatan akut jika ada hipertensi intraokular terkait.

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Asbury & Vaughan. 2014. Oftalmologi Umum. Edisi 17. Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Hal 372-381.
2. Gragg J, Blair K, Baker MB. 2021. Hifema. Stat Pearls. Treasure Island: Penerbitan
StatPearls.
3. James, B & Chew, C et all. 2006. Lecture Note Oftalmologi Edisi Kesembilan. Penerbit
Erlangga. Hal 95-109.
4. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Bagian Ilmu Kesehatan Mata. Edisi III. 2006. Rumah
sakit Umum dr. soetomo Surabaya. Hal. 137-138.

13

Anda mungkin juga menyukai