Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH FILSAFAT EKONOMI ISLAM

“PERAN NALAR/AKAL (BERKAITAN QIYAS DAN IJMA’)”

Dosen Pengampu: Nurul Jannah, S.E.I, M.E

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 1

Rohana Pauliza Nasution (0503183338)

Laylan Arizha Astuti (0503182139)

Eka Khayana Putri (0503182170)

Ramayani (0503182180)

Tengku Said Muhammad Ibrahim (0503183365)

Tia Mardiana indah (0503181067)

JURUSAN PERBANKAN SYARIAH VIIC

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

2021/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan taufik dan
hidayah-Nya sehingga pada kesempatan ini kami dapat menyusun makalah yang menjadi tugas
kelompok dalam mata kuliah “FILSAFAT EKONOMI ISLAM” dengan judul “PERAN
NALAR/AKAL” dengan tepat waktu.

Dalam penyusunan makalah ini kami menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan
di dalamnya, maka untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif dari
para pembaca dalam menyempurnakan makalah yang selanjutnya. Khususnya Kami mohon saran
dari Dosen Pengampu, dan Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya.

Rabu, 26 Oktober 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................... i

DAFTAR ISI.................................................................................................................................. ii

BAB I .............................................................................................................................................. 1

PENDAHULUAN ......................................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................... 1

1.3 Tujuan Penulisan................................................................................................................. 1

BAB II ............................................................................................................................................ 2

PEMBAHASAN ............................................................................................................................ 2

2.1 Pengertian Nalar/Akal ........................................................................................................ 2

2.2 Peran Akal Dalam Islam..................................................................................................... 4

BAB III........................................................................................................................................... 7

PENUTUP...................................................................................................................................... 7

3.1 Kesimpulan ......................................................................................................................... 7

3.2 Saran.................................................................................................................................... 7

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................... 9

ii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Nalar memberi peran yang besar dalam kehidupan manusia, tanpa nalar manusia tidak
berguna, tidak bisa berpikir dan tidak bisa merencanakan sesuatu, justru dengana danya nalarlah
manusia bisa beraktifitas, dan berkerja untuk menata hidup secara terarah dan terukur. Dengan
hidup benar maka manusia bisa hidup damai dan sejahtera dalam kebersamaannya dengan
keluarga, saudara dan sesamanya dalam membangun persaudaraan yang harmonis dan ideal.
Lebih dalam lagi, dengan adanya nalar manusia bisa melahirkan karya besar untuk
membangun peradaban yang bersejarah, dengan membangun negara yang kuat, melahirkan
teknologi, menciptakan perusahaan-perusahaan besar, membangun gedung dan tempat-tempat
kehidupan moral manusia di dunia ini agar manusia bisa hidup benar dan sadar terhadap apa yang
telah dilakukan bahwa semua itu adalah bukanlah sekedar untuk kesenangan duniawi saja, tetapi
manusia dengan unsur pemikirannya akan menggugah terhadap eksistensi dirinya bahwa manusia
berpikir itu bukan nalar tanpa pengendali,tanpa pencipta, akan tetapi manusia lahir dan eksis di
dunia ini adalah berkat kerahmatan Tuhan yang Maha Kuasa.
Disini mungkin kita akan membicarakan tentang beberapa peran akal dalam islam yang
kini menjadi pembeda dari makhluk-makhluk tuhan yang lainnya. Dalam sebuah hadits, terlepas
dari kualitasnya yang memuat relasi agama dan akal “Agama adalah Akal, dan tidak ada agama
jika tidak mempunyai akal”. Sebagian ajaran agama memang dapat dimengerti oleh akal, tapi tidak
sedikit yang masih menyimpan misteri kalau kita bertafakkur. Para ulama’ kelasik biasanya
membagi ilmu agama menjadi dua bagian antaranya adalah, pertamadapat dipahami atau dicerna
oleh akal (amrun ta’aqquli), dan yang kedua tidak dapat di cerna oleh akal (amrun ta’abbudi),
harus di Imani dan diamalkan.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa yang di maksud dengan nalar?
1.2.2 Bagaimana peran akal dalam Islam?

1.3 Tujuan Penulisan


Untuk menambah wawasan tentang peranan nalar/akal dalam Islam.

1
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Nalar/Akal
Kata akal berasal dari bahasa Arab al-‘aql (‫ )العقل‬yang berarti paham, mengerti, atau
berfikir. Kata ini indentik dengan kata nous dalam bahasa yunani yang berarti daya pikir yang
terdapat dalam jiwa manusia. Pada zaman jahiliyah term akal digunakan dalam arti kecerdasan

praktis, yang dalam istilah psikologis disebut kecakapan memecahkan masalah .1

Menurut Al Farabi, akal dapat bertambah dan berkembang dalam diri manusia sesuai
perjalanan waktu, seperti yang dikatakannya, “bisa jadi problematika yang dicermati akal (pada
masa sekarang) berkembang menjadi problematika yang belum dicermati (akal) sebelumnya”. Al
Farabi lalu berpendapat bahwa manusia menjadi lebih utama dengan adanya sesuatu
yang menjadi bagian dari jiwa ini, yang menurut aristoteles disebut akal. 2

Nalar di dalam kamus Bahasa Indonesia bermakna: pertimbangan tentang baik buruk, akal
budi; 3 setiap keputusan harus didasarkan pada nalar yang sehat. Nalar yaitu: aktivitas yang
memungkinkan seseorang berpikir logis, jangkauan pikir, atau kekuatan pikir. Jadi nalar dapat
dijelaskan tentang cara bagaimana menggunakan nalar pemikiran, cara berpikir logis atau sesuatu
hal dikembangkan dan dikendalikan dengan nalar yang benar berdasarkan fakta atau prinsip tapi
bukan dengan menggunakan perasaan atau pengalaman. Ditinjau dari segi definisinya nalar berasal
dari kata Arab yaitu ‘aql yang artinya akal dalam Alquran, kata ini tidak muncul dalam bentuk
kata benda, tapi dalam berbagai bentuk kata kerja, seperti ta’qilu atau na’qilu, apabila kita
memasukkan kata-katayang terkait lainnya, seperti: fakkara, faqiha, dan dabbara. Yang artinya
berpikir,memahami, merenungkan. ‘Aql dipahami saat ini sebagai nalar atau intelek,
perbedaannya dalam Alquran bahwa memandang orang yang mengingkari tanda-tanda (ayat)
Allah sebagai orang yang tidak menggunakan ‘aql meskipun mereka mampu berpikir, di samping
itu Alquran memandang ‘aql terletak di hati, bukan di otak.

1
Harun Nasution, Akal dan Wahyu Dalam Islam, (Jakarta: UI Pres, 1986), hlm. 6-8.
2
Muhammad ‘Abdullah asy-Syarqawi, Sufisme dan Akal, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2003), hlm. 115.
3
Departement Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, (Jakarta: Redaksi Pustaka
Indonesia, 2005), hlm. 772.

2
Seperti yang disebutkan dalam ayat Alquran yang artinya sebagai berikut: “Demikianlah
Allah Swt menerangkan kepada kalian tanda-tandanya supaya kalian menggunakan akal kalian”
(Al-Baqarah: 242) “Katakanlah kepada manusia untuk memikirkan dengan cermat dan melihat
apa-apa yang terkandung dalam langit dan bumi”.(Yunus: 101).

Selain disebutkan di dalam Alquran, nalar juga mempunyai peranan penting dalam Hukum
Islam, Dalam Mazhab Sunni, qiyas merupakan sumber hukum keempat setelah Alquran, sunnah,
dan ijma’. Mazhab Syi’ah, nalar/’aql dipandang sebagai hukum keempat setelah Alquran dan
memainkan peran yang lebih besar dibandingkan dengan Mazhab Sunni.

Dari penjelasan Alquran di atas mengenai nalar, kita dapat mengambil hikmah bahwa
fungsi nalar meliputi segala sesuatu dari penciptaan alam semesta hingga mengenai hal astronomi
berkaitan erat dengan pengetahuan sains modern bahkan para ilmuan modern takjub dengan
keakuratan pernyataan tersebut.

Juga dapat diketahui bahwa ayat-ayat tersebut merupakan sebagai bahan renungan
pengetahuan yang diperoleh oleh indera dan menyadari kaitannya dengan sifat-sifat Tuhan dan
dengan demikian dapat memperkuat kepercayaan kepada Tuhan. Dan dapat mengagumi apa yang
dicapai indera dan akal atau nalar, dan kita manusia harus memuji Tuhan dikarenakan dengan
adanya akal kita dapat mengetahui banyak pengetahuan.

Penjelasan tentang semua perintah-perintah agama, seorang muslim harus berpedoman


kepada Alquran dan Hadist, karena semua yang ada di dalam seluruh jagatraya ini semuanya sudah
diterangkan/dijelaskan semua di dalam Alquran, tugas kita sebagai manusia hanya mencoba untuk
menelaah dan mempelajarinya, akan tetapi di dalam Alquran sendiri tidak dijelaskan bagaimana
metode-metodenya untuk memperoleh pengetahuan secara rinci, itu semua dikarenakan untuk
menguji kemampuan berpikir manusia, jadi manusia harus memfungsikan nalarnya untuk
memperoleh sebuah ilmu pengetahuan.

Pada dasarnya manusia memperoleh pengetahuan dengan perangkat-perangkat sebagai


berikut:

1. Kemampuan rasional atau nalar.


2. Pancaindera.
3. Intuisi atau pengetahuan yang dikaitkan dengan hati dan ruh.

3
Jadi dengan tiga perangkat di atas manusia menggunakan kemampuan nalarnya untuk
memperoleh pengetahuan disertai pengamatan sekitar melalui panca indera sehingga manusia
dapat merasakannya dengan hati. Oleh karena itu, dalam Islam sebenarnya tidakhanya sebatas
menggunakan sebuah metode dalam melakukan penalaran artinya tidakhanya terpaku pada akal
saja akan tetapi mempunyai sebuah kesinambungan antara yangsatu dengan yang lain seperti yang
telah disebutkan di atas, supaya sebuah pengetahuan dapat diterima dan sesuai.

2.2 Peran Akal Dalam Islam


Dalam alquran tidak ditemukan kata aqala yang menunjuk potensi manusiawi itu. Yang
ditemukan adalah kata kerjanya dalam bentuk sya’qilun dan ta’qilun (Quraish.2000:57) masing-
masing muncul dalam alquran sebanyak 22 dan 24 kali.

Terulangnya kata akal dan aneka bentuknya dalam jumlah banyak mengisyaratkan
pentingnya peranan akal. Bahkan kedudukan itu diperkuat oleh ketetapan alquran tentang
pencabutan/pembatasan wewenang mengelola dan membelanjakan harta walau milik seseorang
bagi yang tidak memiliki akal/pengetahuan. QS. An-Nisa (4):5.

Artinya: “dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna
akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaan mu) yang dijadikan Allah sebagai pokok
kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada
mereka kata-kata yang baik”.

Melalui akal, lahir kemampuan menjangkau pemahaman sesuatu yang pada gilirannya
mengantar pada dorongan luhur. Ini dapat dinamai al-‘aql al-wazi’ , yakni akal pendorong. Akal
juga digunakan untuk memperhatikan dan menganalisis sesuatu guna mengetahui rahasia-rahasia
yang terpendam untuk memperoleh kesimpulan ilmiah dan hikmah yang dapat ditarik dari analisis

4
tersebut. Kerja akal disini membuahkan ilmu pengetahuan sekaligus perolehan hikmah yang
mengantar pemiliknya mengetahui dan mengamalkan apa yang diketahuinya. Ini dinamai al’aql
al-mudrik, yakni akal penjangkau (pengetahuan).

Sejak zaman primitive akal manusia sudah mulai menerka bahwa setiap benda itu
mempunyai roh. Lama - lama terkaan itu berubah menjadi keyakinan yang kini dinamakan dengan
kepercayaan animisme. Ada juga yang lain, kalu mereka terkena dengan batu atau kayu mereka
merasa sakit maka timbullah dugaan mereka bahwa benda - benda memiliki kekuatan ghaib.
Dugaan itu lama - lama berubah juga menjadi kepercayaan mereka yang dimana disebut dengan
Dinamisme. Maka dipuja pujalah pohon - pohon dan batu - batu yang angker.

Akan tetapi karna perkembangan akal lah yang akhirnya bisa menemukan kebenaran yang
ada pada hakikatnya jika akal sudah mencapai kepada kebenaran maka akan dapat dipercaya dan
diyakini dan segala sesuatu itu masuk akal dan tidak mungkin tidak masuk akal seperti katanya
seorang ilmuan barat yang mengatakan “Karna Berfikir Aku Ada”.

Selain itu Akal mempunyai peranan yang sangat penting dalam agama Islam, jika dilihat
terutama dari segi penggunaan akal kepada hukum-hukum dalam Islam, penggunaan akal dalam
ekonomi Islam untuk membangun suatu hal yang lebih baik dari sebelumnya, dan penggunaan
akal untuk membangun suatu pengaplikasian ataupun pengabdian kepada agama dan bangsa serta
dengan akal mampu memecahkan ribuan masalah yang timbul dalam Islam, dan bukan hanya
masalah dalam Islam saja, namun masalah-masalah kenegaraan atau nation kitapun dapat
diselesaikan dengan adanya akal yang menjadi alat manusia untuk berfikir jauh ke masa
mendatang. Mungkin dari hasil analisa kami tentang akal, akal itu mempunyai peranan sangat
penting dalam agama karna tanpa akal agama pun pasti tidak akan ada. Akal juga merupakan salah
satu pemberian Tuhan YME kepada manusia yang kini menjadi pembeda dengan makhluk-Nya
yang lain.4

Peranan akal dalam islam ialah untuk :

1. Mencari Kebenaran.
2. Menyelesaikan (memberi solusi) Masalah-Masalah baru yang timbul dalam islam.
3. Menelusuri atau menghasilkan gagasan baru kepada masa depan yang lebih cerah.

4
Ibrahim M. Thoyyib, Renungan Islam Tentang Antariksa, (Jakarta: CV. Tunas Ilmu Jakarta Cet. I, 2010) hlm. 15

5
4. Memberikan dorongan kepada umat islam untuk kajian klasik dan modern.
5. Menunjukkan hal baik dan benar.
6. Landasan dasar berfikir untuk menemukan prsefektif satu titik hilang.
7. Mendatangkan hasil atau memberi new product terhadap islam tentang berbagaimacam kajian
yang berkaitan dengan agama dan ilmu ilmu alam lainnya.
8. Menjadi sumber pemikiran.
9. Menjadi sumber dari segala sumber gagasan atau ide.
10. Menjadi potensi yang membedakan manusia dengan binatang.
11. Menjadikan manusia mampu menerima berbagai pengetahuanteoritis.

Dan secara Bahasa, akal berasal dari Bahasa arab, ‘aqala yang berarti mengikat dan
menahan, dapat juga diartikan kecerdasan praktis. Bahwa orang berakal mempunyai kecakapan
untuk menyelesaikan masalah, dan setiap saat dihadapkan dengan masalah ia dapat melepaskan
diri dari bahaya yang dihadapinya. Dengan demikian makna lain dari ‘aqala ialah mengerti,
memahami, dan berfikir. Secara common sense kata kata mengerti, memahami, dan berfikir,
semua haltersebut berada di dada.

Adapun secara istilah akal memiliki arti daya berfikkir yang ada di dalam diri manusia.
Bagi Al-Ghazali akal mempunyai beberapa pengertian : (1)Sebagai potensi yang membedakan
manusia dengan binatang, dan menjadikan manusia mampu menerima berbagaipengetahuan
teoritis. (2) Pengetahuan yang diperoleh seseorang sesuai dengan pengalaman dan memperhalus
budinya. (3)Akal merupakan kekuatan instink yang menjadikan seseorang mengetahui danpak dari
semua persoalan yang dihadapinya sehingga mampu mengendalikan hawa nafsunya.

6
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Akal adalah alat manusia untuk berfikir akan ciptaan Tuhan dan alat manusia untuk
mencari kebenaran hingga dapat menemukan cahaya serta jati dirinya, untuk mencari jalan keluar
dari setiap permasalahan apapun yang timbul dari sisi kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
bernegara, beragama, dan lain sebagainya.
Akal yang menjadi tolak ukur orang beragama dan tidak beragama, akal juga menjadi tolak
ukur antara manusia dan makhluk makluk Tuhan yang lainnya karna inilah yang patut menjadi
rangkuman bagi kami sesuai dengan hasil analisa dibalik kegunaan atupun kedudukan akal semata
didalam ruang lingkup islam. dan mampu menjunjukkan kesempurnaan dari agama islam itu
sendiri. Seperti dalam sebuah kata bijak “akallah yang menentukan jalan cahaya setelah kegelapan
menghampiri”.

Oleh karena itu kami berharap banyak kepada para pemuda islam umumnya untuk mampu
membuat ribuan masalah didalam kehidupannya, selain itu mampu untuk mengaplikasikan
akalnya untuk kebajikkan dan keadilan serta mengambil kebijakkan dari segala permasalahan yang
timbul sesuai dengan kata seorang akhli filsafat hidup mengatakan “Banyak banyaklah berbuat
salah”. Karna segala sesuatu itu berasal dari dada manusia untuk mendapatkan 88 % dari
kebenaran maka untuk itu juga pengaturan, pengaplikasian, dan lain sebagainya mampu diatur
didalam satu organ kecil dalam tubuh manusia yang mempunyai kekuatan metha fisika yang begitu
besar. Namun kami harapkan juga bagi semua para pembaca umumnya untuk tidak mendewakan
akal yang begitu luas penelusurannya melebihi dari Google. Secara moderennya juga dapat kita
katakan bahwa zaman mengitu akal dan itupun artinya sudah jelas bahwa zaman yang mengikuti
manusia dan bukan manusia yang mengikuti zaman, sesuai dengan pandangan islam.

3.2 Saran
Kami sebagai penyusun dari makalah ini mempunyai saran sekaligus harapan kepada
seluruh peemuda islami yang merupakan agren perubahan yang mampu membawa agama Islam
ini lebih baik ialah untuk menggunakan akalnya untuk mengkeritisi, dan mengembangkan fikiran

7
serta memberikan sumbangan pemikiran kepada agama. Mampu mengaplikasikan berbagaimacam
keadaan dan mampu juga untuk membuat suatu revolusi kepada orde Islam yang baru dengan hasil
hasil yang memuaskan, ataupun dengan menghasilkan product yang menguntungkan agama,
Negara, dan diri sendiri.

8
DAFTAR PUSTAKA

Harun Nasution. 1986. Akal dan Wahyu Dalam Islam. (Jakarta: UI Pres)
Muhammad ‘Abdullah asy-Syarqawi. 2003. Sufisme dan Akal. (Bandung: Pustaka
Hidayah)
M. Thoyyib, Ibrahim. 2010. Renungan Islam Tentang Antariksa. (CV. Tunas Ilmu Jakarta
Cet. I)
Departement Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga, (Jakarta:
Redaksi Pustaka Indonesia)

Anda mungkin juga menyukai