Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA

RISIKO PERILAKU KEKERASAN

DISUSUN OLEH :

DITA YULIYANTI

18013

POLITEKNIK HANG TUAH JAKARTA


PRODI DIII KEPERAWATAN

2021
A. Definisi

Perilaku kekerasan adalah salah satu respons marah yang diespresikan dengan melakukan

ancaman, mencederai orang lain, dan merusak lingkungan. Respons ini dapat

menimbulkan kerugian baik bagi diri sendiri, orang lain, dan lingkungan (Keliat,dkk,

2011).

B. Proses Terjadinya Masalah Resiko Perilaku Kekerasan

1. Faktor Predisposisi

Faktor pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor predisposisi,

artinya mungkin terjadi atau mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika faktor

berikut dialami oleh individu:

a. Psikologis : kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frutasi yang kemudian

dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan

yaitu perasaan ditilak, dihina, dianiaya.

b. Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering

mengobservasi kekerasan dirumah atau diluar rumah, semua aspek ini

menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.

c. Sosial budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan

kontrol sosial yang tidak pasti terhadap pelaku kekerasan akan menciptakan

seolah-olah perilaku kekerasan yang diterima (permissive).

d. Bioneurologis banyak bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus

temporal dan ketidakseimbangan neurotransmitter turut berperan dalam terjadinya

perilaku kekerasan (Prabowo, 2014).


2. Faktor presipitasi

Faktor presipitasi dapat bersumber dari pasien, lingkungan atau interaksi dengan

orang lain. Kondisi pasien seperti ini kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusasaan,

ketidak berdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku

kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang

mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintainya atau pekerjaan dan

kekerasan merupakan faktor penyebab yang lain interaksi yang profokatif dan konflik

dapat pula memicu perilaku kekerasan (Prabowo, 2014).

C. Tanda dan gejala

Perawat dapat mengidentifikasi dan mengobservasi tanda dan gejala perilaku kekerasan:

(Yosep, 2011)

1. Fisik: muka merah dan tegang, mata melotot atau pandangan tajam, tangan mengepal,

postur tubuh kaku, jalan mondar mandir.

2. Verbal: bicara kasar, suara tinggi, membentak atau berteriak, mengancam secara fisik,

mengumpat dengan kata-kata kotor.

3. Perilaku: melempar atau memukul benda pada orang lain, menyerang orang lain atau

melukai diri sendiri, merusak lingkungan, amuk atau agresif.

4. Emosi: tidak ade kuat, dendam dan jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk,

menyalahkan dan menuntut.

5. Intelaktual: cerewet, kasar, berdebat, meremehkan.

6. Spiritual: merasa berkuasa, merasa benar sendiri, mengkritik pendapat orang lain,

menyinggung perasan orang lain, tidak peduli dan kasar.


7. Sosial: menarik diri, penolakan, ejekan, sindiran.

D. Rentang respon

Dalam setiap orang terdapat kapasitas untuk berprilaku pasif, asertif, dan agresif/ perilaku

kekerasan (Stuart dan Laraia, 2005 dalam Dermawan dan Rusdi 2013).

1. Perilaku asertif merupakan perilaku individu yang mampu menyatakan atau

mengungkapkan rasa marah atau tidak setuju tanpa menyalahkan atau menyakiti

orang lain sehingga perilaku ini dapat menimbulkan kelegaan pada individu.

2. Perilaku pasif merupakan perilaku individu yang tidak mampu untuk

mengungkapakn perasaan marah yang sedang dialami, dilakukan dengan tujuan

menghindari suatu ancaman nyata.

3. Agresif/perilaku kekerasan. Merupakan hasil dari kemarahan yang sangat tinggi

atau ketakutan (panik)

E. Mekanisme koping

1. Konstruktif Mekanisme

konstruktif terjadi ketika kecemasan diperlakukan sebagai sinyal peringatan dan

individu menerima sebagai tantangan untuk menyelesaikan masalah, menggunakan


kata-kata yang dapat dimengerti dan diterima tanpa menyakiti orang lain akan

memberikan kelegaan pada individu (Yusuf, 2015)

2. Destruksif Mekanisme

koping destruksif menghindari kecemasan tanpa menyelesaikan konflik. Pada pasien

dengan risiko perilaku kekerasan , apabila perasaan marah diekspresikan dengan

perilaku agresif dan menentang, biasanya dilakukan karena ia merasa kuat. Cara ini

menimbulkan masalah yang berkepanjangan dan dapat menimbulkan tingkah laku

yang destruktif dan amuk (Yusuf, 2015).

F. Penatalaksanaan

1. Farmakologi

Pasien dengan ekspresi marah perlu perawatan dan pengobatan yang tepat. Adapun

pengobatan dengan neuroleptika yang mempunyai dosis efektif tinggi contohnya :

clorpromazine HCL yang digunakan mengendalikan psikomotornya. Bila tidak ada

dapat dipergunakan dosis efektif rendah, contoh : Trifluoperasine estelasine, bila

tidak ada Resiko Perilaku Kekerasan juga maka dapat digunakan transquelillzer

bukan obat anti psikotik seperti neuroleptika, tetapi meskipun demikian keduannya

mempunyai efek anti tegang, anti cemas, dan anti agitasi.

2. Terapi Okupasi

Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja, terapi ini bukan pemberian

pekerjaan atau kegiatan itu sebagai media untuk melakukan kegiatan dan

mengembalikan maupun berkomunikasi, karena itu didalam terapi ini tidak harus

diberikan pekerjaan terapi sebagai bentuk kegiatan membaca koran, main catur,
setelah mereka melakukan kegiatan itu diajak berdialog atau berdiskusi tentang

pengalaman dan arti kegiatan itu bagi dirinya.

3. Peran serta keluarga

Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberikan perawatan langsung

pada setiap keadaan pasien. Perawat membantu keluarga agar dapat melakukan lima

tugas kesehatan yaitu, mengenal masalah kesehatan, membuat keputusan kesehatan,

memberi perawatan pada anggota keluarga, menciptakan lingkungan keluarga yang

sehat, dan menggunakan sumber daya pada masyarakat. Keluarga yang mempunyai

kemampuan mengatasi masalah akan dapat mencegah perilaku maladaptive (primer),

mengulangi perilaku maladaptive (sekunder) dan memulihkan perilaku maladaptive

dan adaptive sehingga derajat kesehatan pasien dan keliuarga dapat ditingkatkan

secara optimal.

4. Terapi Somatik

Menurut Deskep RI 2000 hal 230 menerangkan bahwa terapi somatic terapi yang

diberikan kepada pasien dengan gangguan jiwa dengan tujuan mengubah perilaku

tindakan yang ditujukan pada kondisi fisik pasien, tetapi target terpai adalah perilaku

pasien (Prabowo, 2014).

G. Pohon Masalah
H. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji

Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan perilaku kekerasan,

yaitu:

1. Perilaku kekerasan

2. Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan

3. Perubahan persepsi sensori : halusinasi

4. Harga diri rendah kronis

5. Isolasi sosial

6. Berduka disfungsional

7. penatalaksanaan regimen terapeutik inefektif

8. koping keluarga inefektif

Sedangkan data yang perlu dikaji pada masalah keperawatan perilaku kekerasan adalah :

1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan


Data Subyektif :

a. Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.

b. Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal

atau marah.

c. Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.

Data Objektif :

a. Mata merah, wajah agak merah.

b. Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak, menjerit, memukul diri

sendiri/orang lain.

c. Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.

d. Merusak dan melempar barang-barang.

2. Perilaku kekerasan / amuk

Data Subyektif :

a. Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.

b. Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal

atau marah.

c. Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.

Data Obyektif :

a. Mata merah, wajah agak merah.

b. Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.

c. Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.

d. Merusak dan melempar barang-barang.

3. Gangguan harga diri : harga diri rendah


Data subyektif :

Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh,

mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.

Data obyektif :

Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan,

ingin mencederai diri / ingin mengakhiri hidup

I. Diagnosa Keperawatan

Perilaku kekerasan

J. Rencana Tindakan Keperawatan

Diagnosa : Perilaku Kekerasan

a. Tujuan Umum

Klien tidak melakukan tindakan kekerasan baik kepada diri sendiri, orang lain

maupun lingkungan.

b. Tujuan Khusus

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya

Kriteria evaluasi :

 Klien mau membalas salam

 Klien mau berjabat tangan

 Kllien mau menyebut nama

 Klien mau tersenyum

 Klien ada kontak mata


 Klien mau mengetahui nama perawat

 Klien mau menyediakan waktu untuk perawat

Intervensi Keperawatan :

 Beri salam dan panggil nama klien

 Sebutkan nama perawat sambil berjabat tangan

 Jelaskan maksud hubungan interaksi

 Jelaskan kontrak yang akan dibuat

 Beri rasa aman dan tunjukkan sikap empati

 Lakukan kontak singkat tetapi sering

Rasionalisasi :

 Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk hubungan selanjutnya.

2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan

Kriteria Evaluasi :

 Klien mengungkapkan perasaannya

 Klien dapat mengungkapkan penyebab perasaan marah, jengkel/kesal (diri

sendiri, orang lain dan lingkungan)

Intervensi Keperawatan :

 Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaanya

 Bantu klien untuk mengungkapkan penyebab perasaan marah, jengkel/ kesal


Rasionalisasi :

 Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya dapat membantu

mengurangi stress dan penyebab marah, jengkel/ kesal dapat diketahui.

3. Klien dapat mengidentifikasi tanda perilaku kekerasan

Kriteria evaluasi :

 Klien dapt mengungkapkan tanda-tanda marah, jengkel/ kesal

 Klien dapat menyimpulkan tanda-tanda marah, jengkel/ kesal yang dialami

Intervensi keperawatan :

 Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami soal marah, jengkel/ kesal.

 Observasi tanda perilaku kekerasan pada klien

 Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel/ kesal yang dialami klien.

Rasionalisasi :

 Untuk mengetahui hal yang dialami dan dirasakan saat jengkel

 Untuk mengetahui tanda-tanda klien jengkel/ kesal

 Menarik kesimpulan bersama klien supaya kllien mengetahui secara garis besar

tanda- tanda marah/ kesal

3. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan

Kriteria evaluasi:

 Klien dapat mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan klien.

 Klien dapat bermain peran dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
 Klien mengetahui cara yang biasa dapat menyelesaikan masalah/ tidak

Intervensi Keperawatan:

 Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan

klien

 Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa

dilakukan

 Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien lakukan masalahnya

selesai.

Rasionalisasi :

 Mengeksplorasi perasaan klien terhadap perilaku kekerasan yang biasa

dilakukan

 Untuk mengetahui perilaku kekerasan yang biasa klien lakukan dan dengan

bantuan perawat bisa membedakan perilaku konstruktif dengan destruktif

 Dapat membantu klien, dapat menggunakan cara yang dapat menyelesaikan

masalah.

4. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan

Kriteria evaluasi :

 Klien dapat menjelaskan akibat dari cara yang digunakan klien.

Intervensi keperawatan :

 Bicarakan akibat/ kerugian dari cara yang telah dilakukan klien


 Bersama klien simpulkan akibat cara yang digunakan oleh klien.

 Tanyakan pada klien apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat.

Rasionalisasi :

 Membantu klien menilai perilaku kekerasan yang dilakukan.

 Dengan mengetahui akibat perilaku kekerasan diharapkan klien dapat

mengubah perilaku destruktidf menjadi konstruktif.

 Agar klien dapat mempelajari perilaku konstruktif yang lain.

5. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap

kemarahan.

Kriteria evaluasi:

 Klien dapat melakukan cara berespon terhdap kemarahan secara konstruktif.

Intervensi:

 Tanyakan pada klien apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat

 Berikan pujian bila klien mengetahui cara lain yang sehat.

 Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat.

a) Secara fisik: tarik nafas dalam saat kesal, memukul kasur/bantal, olah raga,

melakukan pekerjaan yang penuh tenaga.

b) Secara verbal: katakan pada perawat atau orang lain

c) Secara sosial: latihan asertif, manajemen PK.

d) Secara spiritual: anjurkan klien sembahyang, berdoa/ibadah lain


Rasionalisasi:

 Dengan mengidentifikasi cara yang konstruktif dalam berespon terhadap

kemarahan dapat membantu klien menemukan cara yang baik untuk

mengurangi kekesalannya sehingga klien tidak stress lagi.

 Reinforcement positif dapat memotivasi klien dan meningkatkan harga dirinya.

 Berdiskusi dengan klien untuk memilih cara yang lain dan sesuai dengan

kemampuan klien.

6. Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan

Kriteria evaluasi:

 Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan.

a) Fisik: tarik nafas dalam, olah raga, menyiram tanaman.

b) Verbal: mengatakan langsung denhan tidak menyakiti.

c) Spiritual : sembahyang, berdoa, ibadah lain

Intervensi keperawatan:

 Bantu klien memilih cara yang paling tepat untuk klien.

 Bantu klien mengidentifikasi manfaat cara yang dipilih

 Bantu klien menstimulasi cara tersebut (role play).

 Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien menstimulasi cara tersebut.

 Anjurkan klien untuk menggunakan cara yang telah dipelajari saat marah.

Rasionalisasi:
 Memberikan stimulasi kepada klien untuk menilai respon perilaku kekerasan

secara tepat.

 Membantu klien dalam membuat keputusan untuk cara yang telah dipilihnya

dengan melihat manfaatnya.

 Agar klien mengetahui cara marah yang konstruktif

 Pujian dapat meningkatkan motifasi dan harga diri klien.

 Agar klien dapat melaksanakan cara yang telah dipilihnya jika sedang kesal.

7. Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol perilaku kekerasan.

Kriteria evaluasi:

 Keluarga klien dapat:

a) Menyebutkan cara merawat klien yang berperilaku kekerasan

b) Mengungkapkan rasa puas dalam merawat klien

Intervensi keperawatan:

 Identifikasi kemampuan keluarga klien dari sikap apa yang telah dilakukan

keluarga terhadap klien selama ini.

 Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat klien.

 Jelaskan cara-cara merawat klien.

 Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat klien.

 Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setelah melakukan demonstrasi.

Rasionalisasi:
 Kemampuan keluarga dalam mengidentifikasi akan memungkinkan keluarga

untuk melakukan penilaian terhadap perilaku kekerasan

 Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang cara merawat klien sehingga

keluarga terlibat dalam perawatan klien.

 Agar keluarga dapat klien dengan perilaku kekerasannya

 Agar keluarga mengetahui cara merawat klien melalui demonstrasi yang dilihat

keluarga secara langsung.

 Mengeksplorasi perasaan keluarga setelah melakukan demonstrasi.

8. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program pengobatan)

Kriteria evaluasi:

 klien dapat menyebutkan obat- obatan yang diminum dan kegunaan (jenis,

waktu, dosis, dan efek)

 klien dapat minum obat sesuai program terapi

Intervensi keperawatan:

 Jelaskan jenis- jenis obat yang diminum klien (pada klien dan keluarga)

 Diskusikan menfaat minum obat dan kerugian jika berhenti minum obat tanpa

seijin dokter

 Jelaskan prinsip benar minum obat (nama, dosis, waktu, cara minum).

 Anjurkan klien minta obat dan minum obat tepat waktu.

 Anjurkan klien melapor kepada perawat/ dokter bila merasakan efek yang tidak

menyenangkan.

 Berikan pujian pada klien bila minum obat dengan benar.


Rasionalisasi:

 klien dan keluarga dapat mengetahui mana-mana obat yang diminum oleh

klien.

 Klien dan keluarga dapat mengetahui kegunaan obat yang dikonsumsi oleh

klien.

 Klien dan keluarga dapat mengetahui prinsip benar agartidak terjadi kesalahan

dalam mengkonsumsi obat.

 Klien dapat memiliki kesadaran pentingnya minum obat dan bersedia minum

obat dengan kesadaran sendiri.

 Mengetahui efek samping obat sedini mungkin sehingga tindakan dapat

dilakukan sesegera mungkin untuk menghindari komplikasi.

 Reinforcement positif dapat memotivasi keluarga dan klien serta meningkatkan

harga diri.
DAFTAR PUSTAKA

Keliat, B.A, dkk. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas: CMHN (Basic Course).
Jakarta: EGC.

Yosep, I. (2011). Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama.

Kusumawati, F & Hartono.Y. (2010).Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba.

Direja. A. H. (2011). Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.

Prabowo, E. 2014. Konsep dan Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Jakarta : Nuha Medika

Yusuf, Fitriyasari dan Nihayati. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta :
Salemba Medika.

Stuart & Sudart. 2017. Buku Saku Keperawatan Jiwa (Edisi 5). Alih Bahasa: Ramona P, Kapoh.
Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai